Anda di halaman 1dari 8

Setiap tatanan hukum pasti memiliki asas hukum yang menjadi norma dasar dan menjadi petunjuk arah

dalam pembentukan suatu aturan hukum. Untuk itu, sebagai warga negara yang baik, minimal kita harus
memahami perihal asas hukum ini. Terutama asas hukum yang ada di negara kita (Indonesia).

A. Pengertian asas hukum

Pengertian asas hukum menurut para ahli sangatlah beragam bahkan bagi sebagian masyarakat awam,
penggunaan bahasa oleh para ahli hukum biasanya akan dirasa sangat berat sehingga sulit dipahami.
Nah, disini kita akan membahasnya secara perlahan yang dimulai dari pengertian asas.

Apa yang dimaksud dengan asas?, secara bahasa, asas mengandung tiga arti yaitu 1)
dasar/alas/pedoman, 2) kebenaran yang menjadi pokok atau dasar dalam berpendapat atau berfikir dan
3) Cita-cita yang menjadi dasar suatu perkumpulan. Nah, dari tiga arti tersebut bisa kita simpulkan
bahwa asas merupakan dasar atau pokok dari sebuah kebenaran yang kemudian digunakan sebagai
tumpuan dalam berfikir atau berpendapat.

Lalu, apa pengertian asas hukum itu?

Berikut pengertian asas hukum menurut beberapa ahli.

1. Pengertian asas hukum menurut Bellefroid

“(Suatu) norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif yang (dimana) oleh ilmu hukum tidak dianggap
berasal dari aturan-aturan yang lebih umum”.

2. Pengertian asas hukum menurut P. Scholten

“Kecenderungan-kecenderungan yang diisyaratkan (oleh) pandangan kesusilaan kita pada hukum (yang)
merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum, akan
tetapi yang tidak boleh tidak harus ada (harus ada)”.
3. Pengertian asas hukum menurut The Liang Gie

“Suatu dalil umum yang dinyatakan dalam (suatu) istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus
(mengenai) pelaksanaannya yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang
tepat bagi perbuatan itu”.

4. Pengertian asas hukum menurut Van Eikema Hommes

“Asas hukum (itu) tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, tetapi perlu
dianggap sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Dalam
pembentukan hukum praktis (itu) perlu berorientasi pada asas-asas hukum. (Nah,) dengan kata lain,
pengertian Asas Hukum yaitu dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif”.

5. Pengertian asas hukum menurut C.W. Paton

“Suatu alam (didalam) pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma hukum.
(Adapun) unsur-unsur yang terdapat pada asas antara lain alam pikiran, rumusan yang luas dan dasar
bagi pembentukan norma hukum”.

Dari pengertian asas hukum menurut para ahli di atas kita bisa merangkumnya menjadi sebuah
pengertian bahwa asas hukum merupakan dasar-dasar (bersifat umum) yang terkandung dalam
peraturan hukum. Dasar-dasar ini mengandung nilai-nilai etis yang diakui oleh suatu masyarakat. Nah,
dari asas hukum inilah kemudian dibuat peraturan-peraturan hukum secara konkrit (nyata). Jika asas
hukum ini sudah dibuat dalam peraturan hukum yang nyata, maka barulah bisa digunakan untuk
mengatur sebuah peristiwa. Namun jika belum dibuat dalam sebuah bentuk peraturan hukum yang
nyata, maka belum bisa digunakan atau diterapkan dalam sebuah peristiwa.

Dalam sebuah asas hukum dapat muncul peraturan-peraturan hukum yang jumlahnya tidak terbatas.
Pada umumnya, sebagai masyarakat awam, bila kita melihat suatu peraturan hukum akan terasa pusing
dan bingung, -maksudnya peraturan ini apa? kok banyak banget?-. Perasaan seperti ini sangatlah wajar,
karena untuk benar-benar bisa memahami suatu hukum (misalnya dalam sebuah negara), maka kita
harus memahami peraturan hukum tersebut hingga ke asas-asas hukumnya. Ibarat ingin mengetahui
laut, maka kita harus menyelaminya, tidak bisa menilai dari permukaannya saja. Jika kita telah
memahami peraturan hukum sampai ke asas hukumnya, maka nanti akan dapat mamahami nilai-nilai
dan tuntunan etis masyarakat yang menjadi penghubung dalam perwujudan cita-cita sosial. Bisa
dikatakan bahwa asas hukum itu ibarat “rohnya atau nyawa-nya” sehingga peraturan hukum akan
terasa hidup dan berkembang.

B. Macam-macam asas hukum di Indonesia

Dalam tatanan hukum di Indonesia dikenal adanya dua asas yaitu asas hukum umum dan asas hukum
khusus.

1. Asas hukum umum

Asas hukum umum merupakan asas hukum yang berhubungan dengan keseluruhan bidang hukum.
Misalnya

a. asas lex posteriori derogat legi priori (peraturan yang baru akan menghapus peraturan yang lama),
misalnya UU No. 13 Tahun 1965 diganti dengan UU No.14 Tahun 1992 tentang UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.

b. asas lex speciali derogat legi generali (peraturan yang lebih khusus akan mengesampingkan peraturan
yang bersifat lebih umum), misalnya KUH Dagang dapat mengesampingkan KUH perdata dalam hal
perdagangan.

c. asas lex superior derogat legi inferior (peraturan yang lebih tinggi akan mengesampingkan peraturan
yang lebih rendah), misalnya Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004.

2. Asas hukum khusus


Asas hukum khusus ialah asas yang berlaku dalam lapangan hukum tertentu. Misalnya

a. dalam hukum perdata berlaku asas pacta sunt servanda (setiap janji itu mengikat), asas
konsensualisme.

b. dalam hukum pidana berlaku Presumption of innocence (asas praduga tak bersalah), asas legalitas.

Hukum Pidana

Hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran -pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan
suatu penderitaan atau siksaan.

Dari definisi tersebut di atas tadi dapatlah kita mengambil kesimpulan, bahwa Hukum Pidana itu
bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai
kepentingan umum.

Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum

1) Badan dan peraturan perundangan negara, seperti Negara, Lembaga-lembaga Negara, Penjabat
Negara, Pegawai Negeri, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

2) Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu: jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak
milik/harta benda.

Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan

Antara pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan sebagai berikut:


1) Pelanggaran ialah mengenai hal-hal kecil atau ringan, yang diancam dengan hukuman denda,
misalnya: Sopir mobil yang tak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), bersepeda pada malam hari tanpa
lampu, dan lain-lain;

2) Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan, penganiayaan, penghinaan,
pencurian, dan sebagainya. Contoh pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum berkenaan
dengan:

Badan/Peraturan Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak,


melawan pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya;

Kepentingan hukum tiap manusia:

a) terhadap jiwa: pembunuhan;

b) terhadap tubuh: penganiayaan;

c) terhadap kemerdekaan: penculikan;

d) terhadap kehormatan: penghinaan;

e) terhadap milik: pencurian.

Bagaimanakah pelaksanaan dari Hukum Pidana dan Hukum Perdata

Mengenai pelanggaran terhadap kepentingan hukum tiap manusia mungkin timbul pertanyaan, apakah
hal-hal itu bukanlah mengenai kepentingan perseorangan yang sudah diatur dalam Hukum Perdata?

Hukum Pidana itu tidak membuat peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-
peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum.

Memang sebenarnya peraturan-peraturan tentang jiwa, raga, milik, dan sebagainya, dan tiap orang
telah termasuk Hukum Perdata.

Hal pembunuhan, pencurian, dan sebagainya antara orang-orang biasa, semata-mata diurus oleh
Pengadilan Pidana.
Kita mengetahui bahwa Pengadilan Perdata baru bertindak kalau sudah ada pengaduan (klacht) dari
pihak yang menjadi korban. Orang itulah sendiri yang mengurus perkaranya ke dan di muka Pengadilan
Perdata.

Sedangkan dalam Hukum Pidana yang bertindak dan yang mengurus perkara ke dan di muka Pengadilan
Pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa, dan
hakim.

Oleh karena kemudian ternyata, bahwa orang-orang yang diserang kepentingan hukumnya malu-malu,
segan atau takut mengurus sendiri perkaranya ke muka Pengadilan Perdata, maka mudah dapat
dimengerti, bahwa banyak perkara yang tidak sampai ke pengadilan sehingga merajalela pelanggaran
atas kepentingan hukum orang.

Keadaan demikian itu tentu tidak membawa ketertiban dan keamanan dalam masyarakat; berhubung
dengan hal itu, dan juga terdorong oleh perubahan zaman yang menganggap tiap-tiap orang adalah
anggota masyarakat, maka sekarang tiap-tiap serangan atas kepentingan hukum perseorangan
dipandang sebagai serangan terhadap masyarakat.

Dan karena masyarakat yang tertinggi adalah negara, maka negaralah dengan perantaraan polisi, jaksa,
dan hakim, yang bertindak menguruskan tiap-tiap warganya yang diserang kepentingan hukumnya. Jadi
di samping hal pelanggaran atas kepentingan hukum tiap orang itu adalah urusan Hukum Perdata,
sekarang hal itu juga termasuk urusan Hukum Pidana.

Pembunuhan, penganiaya-an, penculikan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya, sekalipun antara


orang-orang biasa, telah menjadi kepentingan umum pula.

Jaminan istimewa apakah yang diberikan Hukum Pidana untuk menjaga keselamatan kepentingan
umum?
Untuk menjaga keselamatan kepentingan umum itu, Hukum Pidana mengadakan satu jaminan yang
istimewa terhadapnya yatu seperti tertulis pada bagian terákhir “.. perbuatan mana diancam dengan
suatu siksaan…”

Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur terpenting dalam
Hukum Pidana. Kita telah mengetahui, bahwa sifat dan hukum ialah memaksa dan dapat dipaksakan;
dan paksaan itu perlu untuk menjaga tertibnya/diturutinya peraturan-peraturan hukum atau untuk
memaksa si perusak memperbaiki keadaan yang dirusakkannya atau mengganti kerugian yang
disebabkannya.

Macam-macam jenis hukuman atau pidana menurut pasal 10 KUHP

Dalam Hukum Pidana, paksaan itu disertai suatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman.
Hukuman itu bermacam-macam jenisnya. Menurut KUHP pasal 10 hukuman atau pidana terdiri atas:

1) Pidana pokok (utama):

(1) Pidana mati

(2) Pidana penjara:

pidana seumur hidup;

pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun);

pidana kurungan, (sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun);

pidana denda;

pidana tutupan.

2) Pidana tambahan:

(1) pencabutan hak-hak tertentu;

(2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu;

(3) pengumuman keputusan hakim.

Hukuman-hukuman itu telah dipandang perlu agar kepentingan umum dapat lebih terjamin
keselamatannya.
[1] Dari Buku Latihan Hukum Ujian Pidana Prof. Drs. C.S.T. Kansil SH. Cetakan ketiga, 2007.

Anda mungkin juga menyukai