Anda di halaman 1dari 115

KATA PENGANTAR

‫اللهم صلى وسلم على سيدنا محمد‬


Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah yang mana Allah senantiasa melimpahkan Rahmat
dan kasih, sayang-Nya kepada kita semua, sehingga menjadikan kita hamba-
hamba Allah yang senantiasa bertaqwa kepada-Nya dan semoga membawa bekal
yang terbaik di sisi Allah yaitu TAQWA sebagaimana firman Allah :

‫وتزودوا فان خير الزاد التقوى‬


Artinya : Dan cari oleh bekal maka sebaik baik bekal itu adalah TAQWA .

Shalawat beriring salam kita curahkan kepada junjung kita Nabi besar
MUHAMMMAD SALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM dan para sahabatnya dan
para Tabi'in tabi' Tabi'in sampai kepada para ulama ,baik ulama mutaqaddimin
ulama mutakhirin dan ulama mu'tabar senantiasa Allah cucur kan Rahmat dan
kasiha sayangnya kepada mereka semuanya sampai akahir zaman nantinya
Amiin Amiin ya Rabbal 'alamiin .

Buku ini adalah merupakan suatu catatan, yang mana rringkasan sederhana
dari hasil pengajian yang di jalankan baik itu pengajian bapak bapak setiap malam
Ahad setelah magrib dan majlis pengajian madrasah ibu-ibu setiap Ahad pagi
jam 10 pagi di Mesjid Al Hijrah Puri Agung 3. Maka penulis namakanlah buku
yang sederhana ini : "SEKEDAR CATATAN ILMU " yaitu TERJEMAHAN
MUQADDIMAH TAFSIR MARAH LABID KARANGAN SYEIKH
NAWAWI AL BANTANI dan terjemahan Tafsir Surat AL FATIHAH saja,
akan tetapi untuk mengambil berkah dari buku ini saya cantumkan biografi
pengarang kitab Tafsir Syeikh Nawawi Al Bantani yaitu Tafsir Marah LABID di
sertai dengan 40 tanya jawab seputar Al fatiha berdasarkan Mazhab Syafi'i yang
mu'tabar ( yang terkenal ).

Sebenarnya persoalan tanya jawab dari surat Al fatiha ini banyak sekali
akan kita bahas akan tetapi karna keterbatasan saya sehingga saya cukupkan saja
sampai 40 tanya jawab saja. Timbul pertanyaan mengapa sampai 40, karna saya
Ittiba' kitab Imam Nawawi yaitu Kitab HADIS ARBA'IN yang mana jumlah 40

1
hadis walaupun sebenarnya 42 hadis di dalamnya, makanya mengikuti beliau
untuk mengambil berkah .Apalagi peserta pengajiannya rata rata usia 40an
semua.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan bagi siapa saja
yang ingin mengulang- ulang kajinya tentang Al-Fatihah yang menjadi induk
Al-Qur'an atau Ummul Al Qur'an.

Penyusun:

Muhammad Ali Nafiah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1

Biografi Syeikh Bawawi Al-Bantani ......................................................................................... 7

Kitab Tafsir Marah Labid .......................................................................................................... 8


Definisi dan Jenis Metode Tafsir ......................................................................................... 8
Corak Tafsir Marah Labid ....................................................................................... 10

Muqoddimah Tafsir Maroh Labid .......................................................................................... 16

Terjemahan Surat Al Fatihah Dalam Kitab Tafsir Marah Labid ............................................ 20

Empat Ilmu Dalam Surat Al Fatihah ...................................................................................... 25

42 Tanya Jawab Seputar Al Fatihah ....................................................................................... 29


1. Apa ketentuan membaca Surat Al-Fatihah dalam Shalat ? .......................................... 29
2. Apa saja nama-nama surat Al-Fatihah ? ............................................................... 34
3. Apa hukum Imam Diam Sejenak Setelah Membaca al-Fatihah? ............................. 40
4. Apa Hukum Menambah Bacaan Rabbighfirli Wa Li Walidayya sebelum Bacaan Ãmin
dalam Surat Al-Fatihah ? ................................................................................... 44
5. Bagaimana Hukum Mengucapkan Amin setelah Membaca Surat Al-Fatihah ? ........48
6. Ada seseorang tidak Baca Amin Setelah Al-Fatihah Shalat, Apa Perlu Sujud Sahwi? 56
7. Baca Amin Tiga Kali Setelah Baca Surah Al-Fatihah, Apakah Ada Dalilnya? .........58
8. Apa ada anjuran Mengucapkan Amin Setelah Membaca Al-Fatihah ? ..................... 59
9. Bagaimana Cara Shalat Bagi Orang Yang Tak Hafal Al-Fatihah ? .......................... 60
10. Apakah ada syarat membaca surat Al-Fatihah dalam sholat ? ................................. 62
11. Cukupkah, Membaca Al-Fatihah pada Shalat di Dalam Hati? ................................ 64
12. Apa makna di Balik Rahasia Surah Al-Fatihah Menurut Kiai Sholeh Darat?........... 65
13. Apakah ada tata cara Berdoa dengan Surah Al-Fatihah Saat Sakit ? ........................ 67
14. Apa hukum membaca Surat Al-Fatihah Ketika Shalat Menurut 4 Mazhab? .............68
15. Bolehkah menutup do’a dengan membaca surah Al Fatihah? ................................ 70
16. Dalam shalat Jenazah, sebaiknya Al Fatihah Dibaca Pelan atau Keras? ................... 72
17. Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an untuk orang masih Hidup? ....... 74
18. Apa hukum menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad? .......................... 75
19. Mengapa surat Al Fatihah di jadikan bacaan Ruqyah apa kaga ada alasannya ?........ 76
20. Adakah dalil bahwa Rasul menyebut surat Al Fatihah sebagai surat paling agung ? .78

3
21. Mengapa setiap akan berdoa, di akhir doa, membuka kajian, menutup pengajian dan
sebagainya selalu membaca Surat Al Fatihah ? ..................................................... 79
22. Mana yang lebih Afdhal berhenti ( waqaf ) pada setiap ayat menyambungnya pada surat
Al Fatihah ? ...................................................................................................... 80
23. Membaca Alhamdulillah karena Bersin, Apakah Memutus Bacaan Al -Fatihah?...... 81
24. Terlanjur Membaca Al Fatihah, apakah boleh membaca do’a Iftitah? ..................... 82
25. Bagaimana komentar dalam kitab Abi syuja yaitu Al ghayatu wa taqrib tentang
Bismillah dalam surat Al Fatihah ?..................................................................... 85
26. Penggantian huruf saat membaca Al Fatihah dalam shalat? .................................... 86
27. Hukum Membaca Surat Al Fatihah Di Akhir Majlis? ............................................ 87
28. Hukum membaca Ta’awudz dalam Shalat? .......................................................... 87
29. Bagaimana hukumnya ,wajib atau sunatkah membaca Bismillahirrahmanirrahiim pada
awal Al-Fatihah pada tiap tiap sembahyang? ........................................................ 91
30. Makmum belum selesaikan Al Fatihah, Imam keburu Ruku’, Bagaimana sikap
makmum ketika itu ? ......................................................................................... 92
31. Hukum membaca do’a Iftitah setelah surat Al-Fatihah? ......................................... 96
32. Menjaga kualitas sholat, salah satunya adalah dengan menjaga kaidah bacaan dari
surat Al Fatihah ............................................................................................... 97
33. Bagaimana hukumnya bacaan Al Fatihah tanpa di ikuti Basmalah menurut 4 Mazhab ?
..................................................................................................................... 100
34. Bagaimana hukumnya orang sembahyang makmum, tetapi si Imam dalam membaca Al
Fatihah ada satu tasydid yang tertinggal dan apakah si Makmum harus mengulangi
sembahyang ? ................................................................................................. 104
35. Bagaimana pelaksanaan sholat orang yang muallaf ( orang baru masuk Islam ) atau
orang yang belum mampu membaca Al Fatihah ? ............................................... 105
36. Sahkah shalatnya makmum dengan tampa membaca Al- Fatihah? ........................ 106
37. Mengapa Al-Qur'an diawali dengan Surat Al-Fatihah ? .......................................108
38. Mengapa dalam sembayang 5 waktu itu mesti membaca surah Al- Fatihah, tidak surah
yang lain nya? .................................................................................................108
39. Dalam shalat apakah makmum wajib melengkapi bacaan Al-Fatihah yang tidak
selesai dan imam langsung ruku’? .................................................................... 110
40. Kalau sembahyang di rumah sendirian ( sembahyang Maghrib ,Isya dan Shubuh )
membaca Al Fatihah dan surahnya pada raka'at ke satu dan kedua, tidak kedengaran
oleh orang lain, sah atau tidak sembahyang itu ? ................................................. 113

4
41. Ada berapa tempat di anjurkan ketika mengulangi membaca surat Al Fatihah dalam
sholat ? .......................................................................................................... 114
42. Apa keunikan yang lain dari surat Al Fatihah ? ....................................... 115

Dokumentasi Foto Kegiatan Pengajian ................................................................................. 116

5
BIOGRAFI
SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI

6
BIOGRAFI SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI

Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi itulah namanya. Beliau adalah salah satu
ulama besar dari Nusantara yang banyak berjasa dalam perkembangan ajaran
islam melewati aktivitas dakwah dan pemikiran-pemikirannya yang mendunia.
Beliau lahir di desa Tanara, kecamatan Tirtayasa, Banten bagian utara tepatnya
pada tahun 1230 H atau 1814 M. Desa Tanara terletak kira-kira 30 km di sebelah
utara kota Serang.[1] Dari beberapa referensi yang penulis baca, terutama yang
berbicara tentang perjalanan hidup Syeikh Nawawi al-Bantani, tidak disebutkan
mengenai tanggal berapa Syeikh Nawawi ini dilahirkan.Yang disebutkan di
beberapa referensi hanya bulan dan tahun kelahirannya saja yaitu pada bulan
Muharram(dalam kalender Hijriyah) dan bulan Desember(dalam kalender
Masehi). Terdapat beberapa versi pula tentang tahun kelahiran Syeikh Nawawi,
versi yang pertama yaitu yang muncul dari seorang penulis bernama Chaidar yang
menyebutkan bahwa Syeikh Nawawi lahir pada tahun 1230 H yang bertepatan
dengan tahun 1813 M.

Semua referensi yang membahas tentang Syeikh Nawawi al-Bantani nampaknya


sepakat bahwa beliau dilahirkan pada tahun 1230 H, namun yang agak keliru dari
apa yang dituliskan oleh Chaidar adalah mengenai tahun kelahirannya dalam
tahun Masehi, yang kemudian menjadi sasaran kritikan dari penulis lainnya
seperti Yuyun Rodiana. Yuyun Rodiana mengatakan bahwa jika dilihat dari
persesuaian antara tahun Hijriyah dan Masehi, tahun 1230 H itu sama dengan
tahun 1814 atau 1815 M, jelasnya adalah bulan Muharam 1230 H sama dengan
dengan bulan Desember 1814 M. Akan tetapi jika kelahiran Syeikh Nawawi al-
Bantani ini adalah setelah bulan Muharram, maka tahun Masehinya adalah 1815
M, persisnya adalah antara bulan Januari dan November 1815 M.[3] Demikianlah
mengenai tahun kelahiran Syeikh Nawawi al-Bantani, walaupun terjadi beberapa
perbedaan, namun itu bukanlah perbedaan yang rumit, karena hanya berkisar
pada masalah penetapan tahun Masehi saja. Beliau wafat di Mekah tanggal 25
Syawal 1314 Hijriyah bertepatan tahun 1897 M.

Syeikh Nawawi at-Tanari al-Bantani al-Jawi atau yang lebih dikenal dengan Kiai
Nawawi Banten itu sebetulnya bernama asli Muhammad bin Umar Ali bin Arabi.
Beliau disebut sebagai Kiai Nawawi at-Tanari al-Bantani al-Jawi karena beliau
berasal dari Tanara, Banten dan tergolong sebagai Ulama’ Jawi atau Ulama’ yang
berbangsa Melayu. Namun ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan atas asal-
usul nama panggilan yang dinisbatkan kepada Syeikh Nawawi ini adalah

7
mengenai nama Nawawi, yang di sini penulis masih mempertanyakan dari mana
nama Nawawi ini diambil, sementara jika kita lihat nama asli beliau adalah
Muhammad. Jika yang kita ingin pertanyakan adalah nama belakang beliau yang
diimbuhi dengan kata at-Tanari al-Bantani al-Jawi, maka itu sudah tampak jelas
bahwa nama itu diambil dari asal daerah tempat beliau dilahirkan. Lantas
bagaimana dengan kata Nawawi itu sendiri? ini adalah pertanyaan yang penulis
rasa penting untuk didiskusikan.

Kitab Tafsir Marah Labid

A. Definisi dan Jenis Metode Tafsir


Metodologi penafsiran adalah metode tertentu yang digunakan oleh mufassir
dalam penafsirannya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada umumnya
metode penafsiran terbagi menjadi empat, yaitu metode ijmali (global), tahlili
(analitis), muqoron (perbandingan), maudhu’i (tematik). Metode penafsiran
ijmali adalah metode penafsiran yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara
ringkas tetapi komprehensif dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti
dan enak dibaca. Metode penafsiran tahlili adalah metode yang berupaya
menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dari setiap surah-surah al-Qur’an
dengan seperangkat alat-alat penafsiran (diantaranya asbabul nuzul,
munasabat, nasikh mansukh dan lain-lain). Metode penafsiran muqoron
adalah metodde penafsiran dengan membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an
yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih
atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama. Metode penafsiran
maudhu’i adalah metode menafsirkan dengan menghimpun semua ayat dari
berbagai surah yang berbicara tentang satu masalah tertentu yang dianggap
menjadi tema sentral.

B. Metode Tafsir Marah Labid


Salah satu karya Syekh Nawawi adalah “al-Munir li Ma’alim at-Tanzil” atau
dalam judul lain “Marah Labid Likasyfi Ma’na Qur’an Majid”. Tafsirnya yang
berhalaman 985 atau 987 beserta daftar isinya. Tafsir al-Munir terdiri dari 2
jilid, jilid pertama berjumlah 510 atau 511 halaman beserta daftar isinya dan
jilid kedua berjumlah 475 atau 476 halaman beserta daftar isinya dan
diselesaikan pada rabiul akhir 1305 H. Di lihat dari cover yang diterbitkan
oleh penerbit dari Surabaya-Indonesia, tafsir ini memiliki dua nama, pertama
al-munir dan kedua al-tafsir Marah Labid. Al-tafsir Munir diperkirakan

8
diberikan oleh pihak penerbit. Sedangkan al-tafsir Marah Labid berasal dari
Syekh Nawawi langsung.
Tafsir al-munir ini dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode
ijmali (global). Dikatakan ijmali karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syeikh
Nawawi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat, sehingga pun
mudah dipahami. Sistematika penulisannya pun menuruti susunan ayat-ayat
dalam mushaf. Tafsir al Munir li Ma’alim at Tanzil terlihat sangat detail dalam
menafsirkan setiap kata per-kata pada setiap ayat, mungkin karena kepiawian
beliau dalam bidang bahasa yang tidak diragukan lagi. Berikut contoh
penafsiran kata per-kata oleh Syekh Nawawi dalam Kitab tafsirnya:

( ‫الحمد هللا) والشكر هلل بنعمه السوابغ على عباده الذين هداهم لإليمان‬
‫(رب العالمين ) أى خالق الخلق ورازقهم ومحولهم من حال الى حال‬
‫(الرحمن ) أى العاطف على البار والفاجر بالرزق لهم ودفع اآلفات عنهم‬
Pada jilid pertama marah labid ini di mulai dari surah al-fatihah sampai dengan
surah al-kahfi dan jilid dua di mulai surah maryam sampai surah an-nas.
Penafsiran yang terlihat dalam kitab marah labid terdapat di dalam garis,
sedangkan di luar garis adalah kitab al-wajir tafsir al-qur’an al-aziz oleh Imam
Abi Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi. Maka, dilihat dari cara penyusunan ayat,
Syeikh Nawawi menggunakan metode secara tahlili, yakni berurutan dari surat
pertama sampai surat terakhir dan tidak dikelompokkan sesuai tema tertentu.
Selain menggunakan penafsiran metode ijmali dan tahlili, ternyata dalam kitab
al-Munir kami juga menemukan metode muqoron (perbandingan) pada
penafsiran surah al-Fatihah ayat 4 yang dibandingkan dengan surah al-Infithar
ayat 19. Berikut redaksi yang tertera dalam Kitab Tafsir al-Munir:

‫ملك يوم الدين) يا ثبا ت األ لف عند عاصم و الكسائي و يعقوب القيامة‬
‫كما قال تعالى يوم ال تملك نفس لنفس شيئا و األمر يومئذ هللا و عند الباقين‬
‫بخذق األلف و المعنى أى المتصرف في أمر القيامة با ألمر والنهى‬
Maka, dengan demikian tafsir al-Munir juga menggunakan metode penafsiran
muqoron dilihat dari penafsiran surah Al-Fatihah ayat 4 tersebut meskipun
kami belum menganalisis seluruh penafsiran ayat secara keseluruhan.

9
Adapun karakterisitik dari kitab tafsir Marah Labid diantaranya:
• Penafsiran baru dimulai dari halaman ke dua sedangkan halaman
pertama dimulai dengan pembukaan.
• Terdapat kolofon atau penjelasan di bagian akhir tentang penafsiran
pada jilid 1 dan jilid 2.
• Page ayat selalu berada di dalam kurung.
• Huruf-huruf muqoto’ah tidak ditafsirkan, walaupun ada yang ditafsirkan
itu juga menggunakan kata ‫ ) )قيل‬yang nilainya ini pun dikategorikan
lemah.
• Terkadang menggunakan kata (ayyu hadza) sebelum penafsiran. Akan
tetapi ada juga yang tidak.
• Diawali dengan penyebutan nama surat, periode makiyyah dan
madaniyyah
• Terdapat penyebutan tentang jumlah ayat bahkan menyebutkan jumlah
huruf dan jumlah kalimat. Hal ini menunjukan bahwa beliau itu sangat
teliti.
• Terdapat juga penjelsan tentag asbabun nuzul, ragam qiraat, dan
penjelsan tentang nahwu dan sharaf.

C. Corak Tafsir Marah Labid


Alasan yang mendasari percetakan dan penulisan Marah labid ini, sumber
referensi menyebutkan ada dua kemungkinan yaitu;
Pertama, Syekh Nawawi dikenal sebagai pemimpin Koloni Jawa di Mekkah
yang memperoleh penghormatan paling besar. Sehingga masyarakat jawa
pada waktu itu memintanya untuk memberikan ilmu pengetahuannya
mengenai al-Quran.
Kedua, literatur tafsir di Indonesia yang lengkap sebanyak 30 juz sampai abad
18-an hanyalah Tafsir Tarjuman al-Mustafîdh karya ‘Abd Ra’uf Singkili dan
itupun ditulis dalam bahasa Melayu sehingga tidak menutup kemungkinan
mereka tidak puas dengan merujuk kepada satu kitab.

Praktisnya, permintaan ini tidak langsung ditanggapi oleh Imam Nawawi.


Akan tetapi, Imam Nawawi justru seakan-akan takut untuk melangkah.
Berdasarkan referensi bahwa ketakutan ini merupakan refleksi dari sifat
ihtiath (hati-hati) yang dimilkinya. Lebih lanjutnya Nawawi mengungkapkan
bahwa ketakutan tersebut lebih karena adanya pagar ketat yang tersurat dalam
hadist Rasul Muhammad SAW yang berbunyi:

10
‫اب فَقَ ْد‬
َ ‫ص‬َ َ ‫آن ِب َرأْ ِي ِه فَأ‬
ِ ‫سله َم َم ْن قَا َل فِي ْالقُ ْر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬
َ ‫أَ ْخ‬
‫طأ‬
Rasul SAW bersabda: ”Barang siapa menafsirkan (berkomentar) al-Quran
dengan mengedepankan pemikirannya, meskipun penafsirannya benar, maka
ia telah bersalah”.

‫ فَ ْليَتَبَ هوأْ َم ْق َعدَهُ ِمنَ النهار‬،‫آن بِ َرأْيِ ِه‬


ِ ‫ َم ْن قَا َل فِي ْالقُ ْر‬:‫صلهى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬

Rasul SAW bersabda:”Barang siapa menafsirkan al-Quran dengan


berdasarkan pada pemikirannya, maka hendaknya ia menyiapkan tempat
duduk di dalam neraka”.

Setelah sekian lama waktu berjalan, permintaan rekan-rekannya untuk tetap


menulis tafsir akhirnya terwujud akhirnya Imam Nawawi memutuskan untuk
menulis tafsir.. Dalam tafsir Marah labid ini Imam Nawawi menampakan
konsisitensi kehati-hatiannya. Buktinya adalah dalam penulisan tafsir tersebut
Nawawi tidak mengedepankan ide-idenya saja, namun ia mengikuti dan
mengutip kitab-kitab tafsir yang mu’tabarah (sudah diakui) yang telah ditulis
ulama sebelumnya. Adapun salah satu karya yang dijadikan rujukan adalah
Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhr al-Din al-Razi.

Kata corak dalam literatur sejarah tafsir, biasanya digunakan sebagai


terjemahan dari kata al-laun, bahasa arab yang berarti warna. Jadi corak tafsir
adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran. Tafsir
merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seorang mufasir ketika ia
menjelaskan ujaran-ujaran al-Quran sesuai dengan kemampuannya yang
sekalipun mneggambarkan minat dan horizon pengetahuan sang mufasir.
Minat ini muncul pada abad pertengahan.

Keanekaragaman corak penafsiran sejalan dengan keanekaragaman disiplin


ilmu yang berkembang pada saat itu. Di sisi lain ilmu yang berkembang pada
Abad pertengahan ini yang bersentuhan langsung dengan keislaman adalah
ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu bahasa dan sastra, serta filsafat.

Berdasarkan referensi dalam buku yang berjudul Metodologi Ilmu Tafsir


disebutkan ada tujuh jenis corak, yaitu;

11
1. Corak Hukum
Atau yang disebut juga dengan tafsir Fiqhy. Tafsir ini lebih berkonsentrasi
pada ayat-ayat hukum dalam al-quran. Tafsir ayat al-Ahkam ini berusia
sudah sangat tua karena kelahirannya bersamaan dengan kelahiran tafsir
al-quran itu sendiri.
2. Corak Falsafi
Penafsiran al-Quran berdasarkan logika atau berdasarkan pemikiran
filsafat yang rasional dan radikal.
3. Corak Ilmiah
Penafsiran al-Quran yang menggunakan pendekatan istilah-istilah ilmiah
dalam rangka mengungkapkan al-Quran. Dalam tafsir ini al-Quran tidak
hanya bersifat ilmu keagamaan yang bersifat keyakinan akan tetapi juga
meliputi semua ilmu keduniaan. Ulama yang menafsirkan dengan corak
ini adalah al-Ghazali
Terdapat komentar salah satu ulama yang menyatakan bahwa seandainya
kita ingin menafsirkan al-quran dengan bercorak ilmiah itu boleh
dilakukan akan tetapi kita juga harus melihat aspek syar’inya, bahwa al-
quran diturunkan untuk petunjuk bagi umat manusia.
4. Corak Pendidikan
Lebih berorientasi pada ayat-ayat tentang pendidikan. Kitab dengan corak
ini lebih sedikit dibanding dengan yang lainnya. Seperti Namadzij
Tarbawiyyah min al-Quran al-Karim (karya Ahmad Zaki Tafafah, 1980
M). Ahmad izzan mengatakan bahwa sebenarnya kitab ini bukan bercorak
tarbawi, kitab ini lebih kepada penggalian metode al-quran.
5. Corak Akhlak
Lebih berorientasi pada ayat-ayat tentang ahlak dan menggunakan
pendekatan ilmu ahlak.
6. Corak Teologis
Tafsir yang bertujuan untuk membela sudut pandang sebuah aliran
teologis. Tafsir semacam ini lebih banyak membicarakan tema-tema
teologis dari pada mengedepankan pesan-pesan pokok al-Quran.
Terkadang mereka menggunakan ayat untuk membenarkan atas paham-
paham teologis. Katagorisasi ayat yang dipakai al-Quran sendiri, seperti
Muhkam dan Mutasyabih merupkan sumber toeritis tentang perbedaan
penafsiran yang dibangun atas keyakinan-keyakinan teologis.

12
7. Corak Sufi
Tafsir sufi terbagi dua, ada tafsir sufi isyari (penakwilan ayat al-Quran
yang berbeda dengan makna lahirnya yang kemudian disesuaikan dengan
petunjuk khusus yang diterima para tokoh) dan tafsir sufi nadhary (tafsir
sufi yang dibangun untuk mempromosikan salah satu teori mistik dengan
menggeser tujuan al-quran kepada tujuan dan target mistis mufassir.
Mengenai corak yang digunakan oleh Imam Nawawi adalah menurut
referensi bahwa tafsir ini dikategorikan dalam corak riwayah/ mat’sur.
Karena tafsir ini belum memenuhi persyaratan untuk dikaitkan menempuh
corak bi rayi. Pernyataan ini dapat disimpulkan karena dalam permulaan
pernyataan di dalam tafsirnya pada bab pembukaan, Imam Nawawi
mengatakan bahwa ia takut menafsirkan al-Quran dengan tafsir pemikiran
murninya (bil rayi) saja. Hal ini terbukti dalam praktisnya bahwa Imam
Nawawi banyak mengutip hadis-hadis rasulullah saw, pendapat sahabat,
tabiin, atau para tokoh yang dianggapnya mutabar dalam menjelaskan ayat
tertentu. Hal ini diperkuat dengan disebutkannya nama beberapa sahabat
dan tabi’in seperti Abu Bakar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, al-Dahak, dan
Qatadah dalam menafsirkan ayat tertentu.

Dalam keterangan mengenai ini ada pendapat yang menyatakan bahwa


tulisan syeikh Nawawi yang terkenal adalah tafsir al-Munir yang ditulisnya
selama tiga tahun (1302-1305H/ 1887-1890) dengan judul asli Murah
Labid li Kasyfi Ma’na al-quran al-majid. Kitab tafsir ini termasuk tafsir
yang ilmiah dan rasional diantara sebagian kitab tafsir sebelumnya. Kitab
ini dipergunakan sebagai rujukan di Universitas al-Azhar, sehingga
namanya terkenal di sana. Jadi dapat disimpulkan bahwa tafsir ini bercorak
rasional.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang ada mengenai berbagai macam


corak ini dan didapati juga dalam beberapa referensi bahwa Marah Labid
ini menggunakan corak bil Rayi yang lebih khusunya bernuansa sufi (corak
sufi). Kendati demikian terdapat juga dalam referensi yang lain yang
menyatakan bahwasanya Marah Labid ini bercorak bil Riwayah, dengan
bukti bahwa dalam pembukaan kitab Marah labid itu Imam Nawawi
menyebutkan beberapa kitab-kitab yang jadi rujukan beliau diantaranya
Futuhat ilahiyah, mafatihul Ghaib, Sirojil Munir dan tanwir al-Muqabbas
dan tafsir Abu Su’ud.

13
Karena dalam pra-makalah ini kami tidak mengkaji kitabnya secara
keseluruhan dan karena penentuan jenis corak itu bersifat subyektif maka
kami menraik dua kesimpulan di atas mengenai corak Kitab Marah Labid
ini. adapun seandainya ada pengetahuan yang baru yang bisa
dipertanggungjawabkan mengenai jenis corak ini maka kami akan dengan
senang hati akan mendiskusikan kembali.

Mengingat bahwa tafsir marah labid ini ditulis dalam bahasa Arab yang
tidak lain berarti menggunakan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing di
sini memberikan nilai positif dan negatifnya. Nilai positif dan negatifnya
yaitu bahwa Literatur-literatur tafsir al-Quran yang muncul dari tangan
para muslim nusantara, dengan keragaman bahasa dan aksara yang
digunakan, mencerminkan adanya “hirarki”, baik “hirarki tafsir” itu sendiri
di tengah-tengah karya-karya tafsir lain, maupun “hirarki pembaca” yang
menjadi sasarannya. Misalnya penggunaan bahasa Arab, seperti yang
ditemuh oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid, dari
segi sasaran –dengan memperimbangkan bahasa Arab- tafsir ini lebih
mudah diakses oleh para peminat kajian al-Quran international, namun
pada posisi yang lain, yakni dalam konteks Indonesia sendri karya tafsir ini
tentu lebih bersifat elistis. Sebab, seperti kita tahu bahwa tidak semua
muslim Indonesia mahir berbahasa Arab.

Demikian juga litaratur yang ditulis dengan bahasa daerah-jawa atau sunda
misalnya- dan menggunakan huruf arab pegon, pada satu sisi akan
memudahkan bagi komunitas muslim yang kebetulan satu daerah dan
menguasai bahasa lokal tersebut. Namun apabila pada cakupan
keindonesian, model ini pun juga pada akhirnya tidak bisa menghindar dari
elistisnya, sebab seakan-akan karya ini ditulis khusus untuk daerah
pemakai bahasa tersebut.

Sebenarnya ini bukan menjadi pokok pembahasan makalah ini akan tetapi
karena melihat dari Kitab Tafsir Marah Labid ini berbahasa Arab sehingga
kita bisa mengetahui kebijakan disaat kita akan menghasilkan karya
tertentu.

14
MUQODDIMAH
TAFSIR MAROH LABID

15
MUQODDIMAH TAFSIR MAROH LABID

‫الر ِحيْم‬
‫الر ْحمٰ ِن ه‬
‫ِ ِب ْس ِم هللاِ ه‬
Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

‫ َوا ْست َ ْسلَ َم‬،‫ش ْيءٍ ِل ِع هزتِ ِه‬ َ ‫ َوذَ هل ُك ُّل‬،‫ظ َمتِ ِه‬ َ َ‫ش ْيءٍ ِلع‬َ ‫ض َع ُك ُّل‬ َ ‫ي تَ َوا‬ ْ ‫اَ ْل َحمدُ ِ هّلِلِ اله ِذ‬
َ ‫ع ْاأل َ ْح َك‬
‫ام‬ َ ‫َار‬
َ ‫س ْب َحانَ هللاِ ش‬ ُ َ‫ ف‬.‫ش ْيءٍ ِل ُم ْل ِك ِه‬َ ‫ض َع ُك ُّل‬ َ ‫ َو َخ‬،‫درتِ ِه‬ َ ُ‫ش ْيءٍ ِلق‬ َ ‫ُك ُّل‬
‫ض ْالعُلُ ْو ِم‬ ِ ‫ع ٰلى َما فَت َ َح ِم ْن غ ََو ِام‬ َ ُ‫ أَ ْح َمدُه‬.‫ْال ُم َم ِيزَ بَيْنَ ْال َح ََل ِل َو ْال َح َر ِام‬
‫ِ ِبإِ ْخ َراجِ ْاأل َ ْف َهام‬.
Segala puji bagi Alloh yang segala sesuatu merendahkan diri di hadapan
kebesaran-Nya, merasa hina di hadapan keagungan-Nya, berserah diri kepada
kekuasan-Nya, serta tunduk patuh di dalam kerajaan-Nya. Maka, Maha Suci
Alloh yang telah mensyariatkan hukum-hukum yang membedakan antara yang
halal dan yang haram. Ku panjatkan segala puji kepada-Nya atas segala ilmu
samar yang telah dibukakan-Nya dengan mengeluarkan segala kepahaman
[sehingga menjadi mudah dipahami].

‫ع ٰلى آ ِل ِه‬
َ ‫ َو‬،‫ي أَزَ ا َل بَيَانَهُ ُك هل ِإ ْب َه ٍام‬ َ ‫ع ٰلى‬
ْ ‫سيِ ِدنَا ُم َح هم ٍد اله ِذ‬ َ ‫س ََل ُم‬
‫ص ََلة ُ َوال ه‬
‫َوال ه‬
‫ت ْاألَيهام‬ِ ‫س ََل ًما دَائِ َمي ِْن َما دَا َم‬ َ ‫ص ََلة ً َو‬َ ‫ب َو ْاأل َ ْح ََل ِم‬ ِ ‫ص َحا ِب ِه أُو ِلي ْال َمنَا ِق‬
ْ َ‫ِوأ‬َ .
Semoga sholawat (rahmat) dan salam (kesejahteraan) terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang keterangannya dapat melenyapkan
segala kesamaran, dan semoga pula terlimpahkan kepada keluarga dan para
sahabatnya yang mempunyai perjalanan hidup yang terpuji dan kemurahan hati,
dengan sholawat dan salam yang abadi sepanjang hari.

﴿ ْ ‫ض ْاأل َ ِع هزةِ ِع ْند‬


‫ِي‬ ٌّ ‫أَ هما َب ْعدُ﴾ فَ َيقُو ُل أَ ْحقَ ُر ْال َو ٰرى ُم َح همدٌ ن ََو ِو‬
ُ ‫ي قَ ْد أَ َم َر ِن ْي َب ْع‬
َ‫ط ِوي ًَْل خ َْوفًا ِمن‬ ً ‫آن ْال َم ِج ْي ِد فَتَ َردهدْتُ فِ ْي ٰذ ِل َك زَ َم‬
َ ‫ان‬ ِ ‫ب تَ ْف ِسي ًْرا ِل ْلقُ ْر‬
َ ُ ‫أَ ْن أَ ْكت‬
‫سلهم‬ َ ُ‫صلهى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ِالدُّ ُخ ْو ِل فِ ْي قَ ْو ِل ِه‬:

16
Adapun setelah itu﴿Manusia yang paling rendah, Syekh Muhammad Nawawi,
mengatakan bahwa sebagian ulama yang kuhormati telah menganjurkan
kepadaku agar aku menulis sebuah tafsir [yang menerangkan makna-makna] Al-
Qur'an yang mulia. Pada mulanya aku ragu untuk melakukannya. Hal ini
berlangsung cukup lama karena kekhawatiranku akan ancaman yang terkandung
dalam sabda Nabi Saw [yang mengatakan]:

َ ُ‫صلهى هللا‬
" ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ َوفِ ْي قَ ْو ِل ِه‬."َ‫طأ‬
َ ‫اب فَقَ ْد أ َ ْخ‬
َ ‫ص‬َ َ ‫رآن بِ َرأْيِ ِه فَأ‬
ِ ُ‫َم ْن قَا َل فِي ْالق‬
‫سلهم‬َ ‫ِو‬
َ :
"Barang siapa yang membicarakan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri,
kendati ia benar, namun sesungguhnya dia telah keliru". Dan [disebutkan] dalam
sabda Nabi Saw lainnya:

"‫رآن ِب َرأْ ِي ِه فَ ْل َيت َ َب هوأْ َم ْق َعدَهُ ِمنَ النهار‬


ِ ُ‫"ِ َم ْن قَا َل ِفي ْالق‬.
"Barang siapa yang membicarakan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri,
hendaklah ia bersiap-siap untuk menempati kedudukannya di dalam neraka".

َ ‫ق َولَي‬
‫ْس‬ ِ ‫علَى ْالخ َْل‬ َ ‫ف فِ ْي تَ ْد ِوي ِْن ْال ِع ْل ِم إِ ْبقَا ًء‬
ِ َ‫سل‬‫اء ِبال ه‬ ِ ْ ‫فَأ َ َج ْبت ُ ُه ْم إِ ٰلى ٰذ ِل َك ِل‬
ِ َ‫َل ْقتِد‬
َ‫اص ِريْن‬ َ ‫ َو ِل َي ُك ْونَ ٰذ ِل َك‬.ٌ‫ان تَ ْج ِد ْيد‬
ِ َ‫ع ْونًا ِل ْي َو ِل ْلق‬ ٍ ‫ع ٰلى فِ ْع ِل ْي َم ِز ْيدٌ َو ٰل ِك ْن ِل ُك ِل زَ َم‬ َ
‫ب َو ِمنَ الس َِراجِ ْال ُمنِي ِْر‬ ِ ‫اِل ٰل ِهيه ِة َو ِم ْن َمفَاتِيْحِ ْالغَ ْي‬ ِِ ‫ت‬ ِ ‫ِمثْ ِل ْي َوأَ َخ ْذتُهُ ِمنَ ْالفُت ُ ْو َحا‬
ُّ ‫اس َو ِم ْن تَ ْف ِسي ِْر أَبِي ال‬
‫سعُ ْود‬ ِ َ‫ِو ِم ْن ت َ ْن ِوي ِْر ْال ِم ْقب‬ َ .
Pada akhirnya kupenuhi anjuran itu karena mengikuti jejak ulama Salaf yang
selalu membukakan ilmu agar dapat dimanfaatkan oleh generasi berikutnya.
Selain itu, yang kulakukan tidak menambah sesuatu pun. Akan tetapi, setiap
zaman menuntut adanya pembaharuan dan agar usahaku ini dapat membantuku
untuk mengingat-ingat kembali yang telah kupelajari, dan dapat membantu
orang-orang yang lalai seperti diriku ini. Dan yang menjadi rujukanku dalam
menulis kitab tafsir ini adalah: Tafsir Al-Futuhatul Ilahiyyah (syarah Tafsir
Jalalain), Tafsir Mafatihul Gaib, As-Sirojul Munir, Tanwirul Miqbas (tafsir Ibnu
'Abbas) danTafsir Abu Su'ud.

17
‫علَى‬
َ ‫ َو‬."ٍ‫آن َم ِج ْيد‬ ٍ ‫ف َم ْع ٰنى قُ ْر‬ِ ‫ار ِخ ْي ِه " َم َرا ٌح لَ ِب ْيدٌ ِل َك ْش‬ ِ َ‫س هم ْيتُهُ َم َع ْال ُم َوافَقَ ِة ِلت‬
َ ‫َو‬
ُ ‫ َو ْاآلنَ أ َ ْش َر‬.‫ِي‬
‫ع ِب ُح ْس ِن‬ ْ ‫ْض ْي َوا ْستِنَاد‬ ِ ‫ َوإِلَ ْي ِه تَ ْف ِوي‬،‫ِي‬ْ ‫ْال َك ِري ِْم ْالفَتهاحِ اِ ْعتِ َماد‬
‫ِتَ ْو ِف ْي ِق ِه َو ُه َو ْال ُم ِعي ُْن ِل ُك ِل َم ْن لَ َجأ َ ِبه‬.
Tafsir ini sesuai dengan latar belakang penulisannya, aku beri nama dengan
"Maroh Labiid (Terminal Burung, atau dengan kata lain: tempat peristiharatan
yang nyaman bagi orang-orang yang datang dan pergi) Likasyfi Ma'na Qur'aanim
Majiid (untuk menyingkap makna Al-Qur'an yang mulia)". Hanya kepada Tuhan
Yang Maha Mulia lagi Maha Memutuskan aku berpegang teguh, hanya kepada-
Nya pula aku berserah diri dan bersandar. Dan sekarang kumulai pembahasan
tafsir berkat kebaikan taufik-Nya. Dia-lah yang selalu membantu dan menolong
setiap orang yang berlindung kepada-Nya.

18
TERJEMAHAN
SURAT AL FATIHAH DALAM
KITAB TAFSIR MARAH LABID

19
TERJEMAHAN SURAT AL FATIHAH
DALAM KITAB TAFSIR MARAH LABID

‫ط الهذِينَ إِلَى‬ ِ َ‫سابعَة‬


َ ‫ص َرا‬ ‫سبْعِ آيات] َوال ه‬ َ ُ‫ورة ُ ْالفَاتِ َح ِة َم ِكيهةً أَ ْو َمدَنِيهة‬
َ ‫س‬ ُ
‫ب‬ ُ ‫غي َْر ْال َم ْغ‬
ِ ‫ضو‬ ‫ت ْالبَ ْس َملَةُ ِم ْن َها َو ِإ هن لَ ْم تَ ُك ْن َمنُّ َها فَال ه‬
َ ُ‫سابعَة‬ ِ َ‫آخرهَا إِ هن َكان‬
‫ع َل ْي ُه ْم ِإ َلى آخرهَا‬ َ

surat alfatihah diturunkan dimekah atau dimadinah sebanyak 7 ayat] dan ayat
yang ketujuh adalah shirathal ladhina sampai akhir ayat jika basmalah dihitung
termasuk dari bagian surat alfatihah dan jika basmalah tidak termasuk bagian dari
surat alfatihah maka ayat yang ketujuh adalah ghairil maghdhubi ‘alaihim sampai
akhir ayat

ِ ‫ ِع ْل ُم ْاألُصو ِل َوقَ ْد َج َم َع‬:‫وم أَ َحدههَا‬


‫ت‬ ِ ُ‫علَى أ َ ْر َبعَ ِة أ َ ْن َواعٍ ِمنَ ْالعُل‬َ ٌ‫َو ِهي ُم ْشت َ ِملَة‬
َ‫ى الهذِين‬ ِ ‫يم َوالنُّبُ هوا‬
‫ت فِ ه‬ َ ‫الر ِح‬ ‫ب ْال َعالَ ِمينَ ه‬
‫الر ْح َمنَ ه‬ ِ ‫ى ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َر‬
‫ْاِللَ ِهيهاتُ فِ ه‬
ْ ْ ‫هار ْاآل ِخ َرة َ ِف ه‬
َ ‫علَ ْي ُه ْم َوالد‬ ْ ‫أَنَ ِع َم‬
ِ‫ ِعل ُم الفُ ُروع‬:‫ِين َوثَا ِنيِ َها‬
ِ ‫ى َما ِل َك َي ْو ِم الد‬ َ ‫ت‬
‫اش‬ ِ ‫ان ِِ إِلَى أ ُ ُم‬
ِ ‫ور ْال َم َع‬ ِ َ‫ت َو ِهي َما ِليهةٌ َو َبدَنِيهةٌ َو ُه َما ُم ْفتَ ِق َرت‬ ِ ‫ظ ِم ِه ْال ِع َبادَا‬ُ ‫َوأَ ْع‬

ِ َ ‫ت َو ْال َمنَا ِك َحاتُ َو َال بِ ْد لَ َها ِمنَ ْاأل َ ْح َك ِام الهتِى تَ ْقت‬
‫ضي َها ْاأل َ َو ِام ُر‬ ِ ‫ِمنَ ْال ُم َعا َم ََل‬
‫والنواهي‬

dan surat alfatihah ini mengandung atas 4 macam daripada ilmu ; yang pertama :
ilmu ushuluddin (ilmu pokok dalam agama islam) dan sungguh dikumpulkan
sifat-sifat ketuhanan dalam ayat alhamdu lillahi rabbil ‘alamina arrahmanir
rahimi dan sifat-sifat kenabian dalam ayat alladzina an’amta ‘alaihim dan
kehidupan akhirat dalam ayat maliki yaumiddini dan yang kedua : ilmu hukum
dan sebesar-besar ilmu hukum adalah perkara-perkara ibadah dan itu terkait
masalah harta dan badan dan keduanya itu butuh kepada perkara-perkara
kehidupan yang berupa muamalah dan pernikahan dan harus perkara ibadah itu

20
memiliki daripada hukum-hukum yang menuntutnya adanya perintah-perintah
dan larangan-larangan

‫ق َو ِم ْنهُ اِلستقامة ِف ه‬
‫ى‬ ِ ‫ت َو ِهي ِع ْل ُم ْاأل ْخ ََل‬ ِ ‫صي ِل ْال َك َم َاال‬ ِ ‫ ِع ْل ُم تَ ْح‬:‫َوثَا ِلثَ َها‬
‫ش ِريعَةُ ُكله َها‬ ‫ت ال ه‬ ِ َ‫ين َوقَ ْد َج َمع‬ َ ‫الط ِريقَةَ َوإِلَى ذَ ِل َك ْاِلش‬
َ ‫ َو ِإي‬:‫َارةِ ِبقَ ْو ِل ِه‬
ُ ‫هاك نَ ْست َ ِع‬ ‫ه‬
‫ع ِن ْاأل ُ َم ِم ْالخَا ِليَ ِة‬
َ ‫ار‬ ِ َ‫ص َو ْاأل َ ْخب‬ ِ ‫ص‬ َ َ‫ ِع ْل ُم ْالق‬:‫يم َو َرابِ َع َها‬
َ ‫ط ْال ُم ْستَ ِق‬
َ ‫الص َرا‬ ِ ‫ى‬ ‫فِ ه‬
‫علَ ْي ُه ْم َو ْاألشق َيا َء‬ ْ ‫ى الهذِينَ أَنَ ِع َم‬
َ ‫ت‬ ‫غي َْر ُه ْم ِف ه‬ ِ ‫س َعدَا ُء ِمنَ ْاأل َ ْنبِ َي‬
َ ‫اء َو‬ ُّ ‫ت ال‬ِ ‫َوقَ ْد َج َم َع‬
‫علَ ْي ُه ْم َو َال الض ِهالين‬
َ ‫ب‬ ِ ‫ضو‬ ُ ‫غي َْر ْال َم ْغ‬ َ ‫ى‬ ‫ار فِ ه‬ِ ‫ِ ِمنَ ْال َكفه‬

dan yang ketiga : ilmu untuk menghasilkan kesempurnaan-kesempurnaan hidup


dan itu adalah ilmu akhlaq dan diantaranya adalah istiqamah dalam jalan
kebenaran dan hal itu diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala : wa iyyaka nasta’inu
dan sungguh dikumpulkan syari’at semuanya dalam jalan yang lurus dan yang
keempat : ilmu kisah-kisah dan berita-berita tentang umat-umat yang terdahulu
dan sungguh dikumpulkan orang-orang yang bahagia dari kalangan para nabi dan
selain mereka dalam ayat alladzina an’amta ‘alaihim dan orang-orang yang
celaka dari kalangan orang-orang kafir dalam ayat ghairil maghdhubi ‘alaihim wa
ladh dhaalina.
‫الر ِحيم‬
‫الر ْح َم ِن ه‬
‫ (ِ ِب ْس ِم هللاِ ه‬1)
‫علَى‬ َ ‫علَى ِم ْنهُ َو ْال ِم‬
َ ‫يم َملَ َكهُ َو ُه َو‬ َ َ ‫ش ْي ٌء أ‬ ِ ‫ بَ َها ُء هللاِ َوالس‬:‫ْالبَا َء‬
َ ‫ِين سناؤه فَ ََل‬
َ ‫ِ ُك ِل‬.*
‫ش ْي ِء قَدِير‬
bismillahir rahmanir rahimi : dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang huruf ba pada bismillah maknanya keagungan Allah

‫ِوالسِين‬
َ :*
َ ‫ِاِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه‬.
‫س ِميع‬
‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه َم ِجيدَ َم ِليك‬:‫ِو ْال ِمي ُم‬
َ .*
21
ُ ‫ِو ْاأل ْل‬
‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه هللا‬:‫ف‬ َ .
‫طيْف‬ ‫ِو ه‬
َ ‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه ِل‬:‫الَلَ ُم‬ َ .*
‫ اِ ْب ِتدَا ُء اِ ْس ِم ِه هَادِي‬:‫و ْال َها ُء‬.
َ
‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه َر هزاق‬:‫الرا ُء‬
‫ِو ه‬َ .*
‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه َح ِليم‬:‫ِ َو ْال َحا ُء‬.
ُ ُّ‫ِوالن‬
‫ اِ ْب ِتدَا ُء اِ ْس ِم ِه نَا ِف ٌع َونُور‬:‫ون‬ َ .*

dan huruf sin maknanya ketinggian Allah maka tidak ada sesuatu yang paling
tinggi daripada Allah dan huruf mim maknanya kerajaan Allah dan Dia Allah atas
segala sesuatu maha kuasa dan huruf ba pada bismillah adalah permulaan
namanya bari’ (dzat yang mengadakan) bashir (dzat yang maha melihat) dan
huruf sin adalah permulaan namanya sami’ (dzat yang maha mendengar) dan
huruf mim adalah permulaan namanya majid (dzat yang maha mulia) malik (dzat
yang memiliki) dan huruf alif adalah permulaan namanya Allah dan huruf lam
adalah permulaan namanya lathif (dzat yang maha mengasihi) dan huruf ha
adalah permulaan namanya hadii (dzat yang memberi petunjuk) dan huruf ra pada
arrahman adalah permulaan namanya razzaq (dzat yang memberi rizqi) dan huruf
ha adalah permulaan namanya halim (dzat yang maha bijaksana) dan huruf nun
adalah permulaan namanya nafi’ (dzat yang memberi manfaat) dan nur (dzat yang
beri cahaya petunjuk).

‫علَى ِع َبا ِد ِه الهذِينَ ُهدَاِ ِه ْم ِل ْإلي َمان‬ ُّ ‫ِ ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َوال‬.
‫ش ْك َر هلل ِبنَعَ ِم ِه ال ه‬
َ ِ‫س َوا ِبغ‬
‫) َو ُم َح ِو ِل ِه ْم ِم ْن َحا ٍل ِإلَى َحال‬2 ( َ‫ب ْالعالَ ِمين‬ ِ ‫ِ َر‬

alhamdu lillahi: segala puji bagi Allah dan bersyukur kepada Allah dengan sebab
nikmat-nikmatnya yang sempurna atas hamba-hambanya yang mana Allah
memberikan petunjuk mereka kepada keimanan [rabbil ‘alamina: Tuhan semesta
alam] yakni Tuhan itu yang menciptakan makhluk dan memberi rezki mereka dan
merubah-rubah mereka dari satu kondisi menuju kondisi yang lain.dan memberi

22
rezki mereka dan merubah-rubah mereka dari satu kondisi menuju kondisi yang
lain

َ ‫ق َودَ ْفعِ اآلفات‬


‫ع ْن ُهم‬ ِ ‫الر ْز‬ ِ َ‫ار َو ْالف‬
ِ ‫اج ِر ِب‬ ِ ‫علَى ْال َب‬
َ ‫ف‬ ِ ‫ي ْال َع‬
ِ ‫اط‬ ‫ِالر ْح َم ِن أَ ه‬
‫ ه‬.

Yang Maha Penyayang artinya : Lembut atas orang yang melakukan kebaikan
dan orang yang jahat dengan rezki dan menolak kemudharatan dari pada mereka.

َ ‫ي الهذِي يَ ْست ُ ُر‬


َ ُ‫علَ ْي ُه ِم الذُّن‬
‫وب ِفي الدُّ ْن َيا ويرحمهم ِفي ْاآل ِخ َر ِة‬ ‫) أ َ ه‬3 (ِِ ‫الر ِح ِيم‬
‫ه‬
‫ِفَيَ ْد ُخلُ ُه ِم ْال َجنهة‬.
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang artinya : Menutup ia Allah atas
mereka segala dosa dalam dunia dan mengasihi mereka di Akhirat maka Allah
memasukan mereka akan surga .

‫ب‬ َ ‫اص ٍم َو ْال ِك‬


ِ ‫سائِي ِ َويَ ْعقُو‬ ِ ‫ع‬َ َ‫ف ِع ْند‬ ِ ‫ت ْاأل ْل‬ ِ ‫) ِبإِثْبَا‬4 ( ‫الدي ِْن‬ ِ ‫مٰ ِل ِك يَ ْو ِم‬
‫ى أَ ْم َر ْال ِقيَا َم ِة‬
‫ف فِ ه‬ِ ‫ص ِر‬َ َ‫ي ْال ُمت‬ ‫ف َو ْال ُمعَنهى أَ ه‬ِ ‫ف ْاأل ْل‬
ِ ‫ ْالبَقهي ِْن بِ َح ْذ‬:‫َك َما قَا َل تَعَالَى‬
‫ِب ْاأل َ ْم ِر َوالنه ْهي‬
Maliki yaumid dini: yang memiliki hari pembalasan] dengan menetapkan alif
menurut bacaan imam ‘ashim dan imam alkisa-i dan imam ya’qub artinya yang
mengatur urusan semuanya dihari kiamat sebagaimana firman Allah ta’ala : hari
dimana seseorang tidak memiliki kuasa terhadap orang lain sedikitpun dan semua
perkara ketika itu hanya milik Allah semata ; dan menurut para ahli qiraah yang
lain : kata maliki dengan dibuang alifnya dan maknanya adalah yang mengatur
dalam urusan kiamat dengan memerintah dan melarang.

ُ ‫هاك نَ ْستَ ِع‬


‫] أي‬5‫ين‬ َ ‫هاك نَ ْعـبُدُ َواِيا ه َك نَ ْستَ ِع ْي ُن) أي َال نُعَبِدُ أ َحدًا ِس َو‬
َ ‫اك[ َوإِي‬ َ ‫(إِي‬
‫علَى‬ ِ ‫ع ِن ْال َم ْع‬
ْ ‫ص َي ِة إِ هال بِ ِع‬
َ ٌ ‫ص َمتِ َك َو َال قُ هوة‬ َ ‫علَى ِع َبادَتِ َك فَ ََل َح ْو َل‬ ُ ‫ِب َك نَ ْستَ ِع‬
َ ‫ين‬
‫ع ِة إِ هال بِتَ ْوفِي ِقك‬ ‫ِ ه‬
َ ‫الطا‬
23
[iyyaka na’budu: hanya kepada Engkau kami menyembah]
Artinya : Kami tidak menyembah seorangpun selain Engkau ya Allah [wa iyyaka
nasta’inu: dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan] artinya hanya
denganmu kami mohon pertolongan atas penyembahan terhadapMu maka tidak
ada daya upaya menghindar dari maksiat kecuali dengan penjagaanMu ya Allah
dan tidak ada kekuatan atas perbuatan taat kecuali dengan pertolonganMu.

‫اِل ْس ََل ِم أ َ ِو ْال ُم َعنهى أ ْدمنَا‬ ِ ‫ي ِز ْدنَا ِهدَايَةً إِلَى د‬


ِ ْ ‫ِين‬ َ ‫ط ْال ُم ْستَ ِق‬
‫يم ) أ َ ه‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ‫ِإ ْهدنَا‬
( ‫علَ ْي ِهم) َم ْهدِيِينَ إِلَ ْي ِه‬
َ ‫ت‬ ِ ) ُ‫ِين الهذِينَ َمنَ ْنت‬
َ ‫ص َرا‬
َ ‫ط ال ِذيْنَ اَ ْنعَ ْم‬ ِ ‫يد‬‫أَ ه‬
‫صا ِل ِحين‬
‫اء َوال ه‬ ُّ ‫صدِيقَي ِْن َوال‬
ِ َ‫ش َهد‬ ِ ‫علَ ْي ُه ْم ِبالد‬
‫ِين ِمنَ النبين َوال ه‬ َ
ِ‫علَ ْي ِه ْم َو َال الض ِهال ْين‬
َ (‫ت‬ ِ ‫ِين ْاليَ ُهو ِد الهذِينَ غ‬
ْ َ‫َضب‬ ‫ب) أ َ ه‬
َ ‫ي‬
ِ ‫غي ِْر د‬ ِ ‫ضو‬ُ ‫غي َْر ْال َم ْغ‬ َ
‫ارى‬
َ ‫ص‬َ ‫ِين النه‬ َ ‫أَي َو‬
ِ ‫غي َْر د‬

Ihdinash shirathal mustaqima: tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus] artinya
tambahkanlah kepada kami hidayah kepada agama islam atau maknanya :
tetapkanlah kami sebagai orang-orang yang mendapat petunjuk kepada jalan yang
lurus.

Shirathal ladzina an’amta ‘alaihim: yakni jalannya orang-orang yang Engkau beri
nikmat atas mereka] artinya agama yang Engkau berikan anugerah atas mereka
dengan memperoleh agama, yaitu para nabi, ashshiddiqin (orang-orang yang
jujur), asysyuhada (orang-orang yang mati syahid) dan ashshalihin (orang-orang
shaleh) [ghairil maghdhubi: bukan orang yang dimurkai] artinya bukan orang
yahudi yang Engkau murkai [‘alaihim wa ladh dhallina : Atas mereka dan juga
bukan orang-orang yang sesat] artinya : Bukan agama nashrani

ُ ‫علَ ْي ُه ْم ُه ِم ْال َكفه‬


‫ار َوالضهالُّونَ ُه ِم‬ َ ‫وب‬
ُ ‫ض‬ُ ‫ ْال َم ْغ‬:ُ‫اِل ْس ََل ِم َويُقَال‬ َ ‫ضلُّوا‬
ِ ْ ‫ع ِن‬ َ َ‫الهذِين‬
ْ
‫ِال ُمنَافِقُونَ ِأل َ هن هللاَ تَعَالَى ِذ ْكر‬

24
‫ى آيتين ث ُ هم‬ ‫ار فِ ه‬ ِ ‫ى أ َ ْر َب َع آيات ث ُ هم ثَنَى ِب ِذ ْك ِر ْال َكفه‬
‫ى أَ هو َل ْال َبقَ َر ِة فِ ه‬
‫ْال ُمؤْ ِمنِينَ فِ ه‬
َ‫ئ بَ ْعدَ فَ َرا ِغ ِه ِمن‬ِ ‫ار‬ ِ َ‫س ُّن ِل ْلق‬
ُ َ‫ع ْش َرةَ آيَ ِة ؛ َوي‬
َ ‫َلث‬َ َ‫ى ث‬ ‫ث ِب ِذ ْك ِر ْال ُمنَافِ ِقينَ فِ ه‬
ٌ ‫ث ُ ْل‬
‫ ِآمينَ َو ُه َو إسم بِ ُم َعنًّى فَ َع ًّل أَ ْم َر َو ُه َو ِإ ْستجب‬:‫ْالفَا ِت َح ِة أ َ ْن َيقُو َل‬

Yang mereka tersesat dari islam dan dikatakan : Yang dimurkai atas mereka,
mereka adalah orang-orang kafir dan orang-orang yang sesat mereka adalah
orang-orang munafik ; karena Allah ta’ala menyebutkan orang-orang mukminin
diawal surat albaqarah dalam 4 ayat kemudian yang kedua dengan menyebutkan
orang-orang kafir dalam 2 ayat kemudian yang ketiga dengan menyebutkan
orang-orang munafik dalam 13 ayat ; dan disunahkan bagi pembaca setelah
selesainya dia dari membaca alfatihah untuk mengucapkan : aamiin dan kata
aamiin itu adalah isim dengan makna fi’il amar, yaitu kabulkanlah doaku.

EMPAT ILMU DALAM SURAT AL -FATIHAH

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam tafsirnya Marah Labid fi Tafsir al-
Qur’an al-Majid, ayat-ayat dalam surah al-Fatihah ini menjadi prinsip atas empat
ilmu pokok yang ada dalam Islam.
❖ Pertama adalah ‘ilm al-Ushul (ilmu tentang dasar-dasar agama/ketuhanan).
Dalam ilmu tersebut, terkandung tentang ilmu bagaimana kita mengenal
Allah, mengenal para Nabi, dan adanya hari akhir. Kandungan pertama
terdapat dalam ayat Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin, Arrahmaanirrahiim.
Kandungan kedua dalam potongan ayat « … alladziina an’amta ‘alaihim… ».
Kandungan ketiga terdapat dalam potongan ayat « Maaliki yaumid Diin ».

❖ Ilmu kedua adalah ‘ilm al-Furu’. Ilmu ini utamanya berisi tata acara ibadah
baik ibadah fisik maupun ibadah melalui harta. Dari ibadah fisik dan harta
tersebut, kita juga mengenal aspek lain dalam ‘ilm al-furu’ yaitu persoalan
kehidupan yang tercakup dalam muamalah (tata cara berinteraksi sesama
manusia terutama dalam persoalan harta) dan munakahat (tentang pernikahan
antara laki-laki dan perempuan). Semuanya ini sebenarnya tercakup di dalam
potongan ayat “al-shiraathal mustaqiim”.

25
❖ Ilmu ketiga adalah ‘ilm al-Akhlaq. Ilmu ini berisi tentang tata cara istiqamah
(teguh dan konsisten) menjalankan ajaran agama. Ini tercakup sebenarnya di
dalam potongan ayat, “iyyaaka nasta’iin”.

❖ Ilmu keempat adalah ‘ilm al-Qashas wa al-Akhbar. Ilmu tentang kisah-kisah


dan cerita Nabi dan umat terdahulu. Ilmu tentang ini terkandung intisarinya di
dalam ayat « alladziina an’amta ‘alaihim » untuk menyebut mereka yang
beriman. Dan di dalam ayat « ghair al-maghdhubi ‘alaihim wa laaddhalliin »
untuk menyebut mereka yang kafir dan membangkang kepada Tuhan.

Kesimpulan-kesimpulan seperti ini banyak dirumuskan oleh para ulama


terdahulu untuk menegaskan bahwa segala ilmu yang ada di dunia ini sebenarnya
merupakan intisari yang terdalam dalam Alquran. Saya mencoba menghadirkan
contoh lain tentang upaya para ulama untuk menyimpulkan bahwa segala sesuatu
di dunia ini pada dasarnya sumbernya berasal dari Alquran, lalu al-Fatihah,
Bismillah, huruf ba di awal kalimat, sampai titik di huruf ba itu sendiri. Berikut
saya kutipkan dari kitab Hasyiyah Baijuri ‘ala Ibn Qasim karya Syaikh Ibrahim
al-Baijuri. Karya ini merupakan catatan dan komentar atas kitab Fath al-Qarib,
kitab fikih bermazhab Syafi’i :

‫عةٌ فِي ْالبَ ْس َملَ ِة ومعاني‬


َ ‫عةٌ فِي ْالفَاتِ َح ِة ومعاني ْالفَاتِ َحةَ َم ْج ُمو‬
َ ‫ا ْلقُ ْرآنَ َم ْج ُمو‬
‫عةٌ فِي بَائِ َها‬ ْ
َ ‫البَ ْس َملَةَ َم ْج ُمو‬.
‫ون ومعاني ْال َبا َء فِي‬ ُ ‫ون َما َي ُك‬ ُ ‫ي بِي َكانَ َما َكانَ َو ِبي َي ُك‬ ُّ ‫َار‬ ِ ‫َو ُم َعنهاُهَا ْاِلش‬
‫طةُ ْال ُو ُجو ِد ْال ُم ْستَ َم ِد ِم ْن َها ُك هل‬
َ ‫ي أَ هن ذاته تَعَالَى نُ ْق‬ ِ ‫طتِ َها … َو ُم َعنها َ َها ْاِلش‬
‫َار ه‬ َ ‫نُ ْق‬
‫ِ ْال َم ْو ُجود‬

Makna-makna dalam kitab-kitab (kitab suci terdahulu) terkumpul di dalam


Alquran. Dan makna dalam Alquran itu terkumpul di dalam al-Fatihah. Makna
dalam al-Fatihah terkumpul dalam kalimat basmalah. Makna dalam basmalah itu
terkumpul dalam huruf ba-nya. Salah satu dimensi isyarat maknanya adalah «
Karena Allah segala sesuatu yang ada menjadi ada, dan karena-Nya segala
sesuatu yang akan ada menjadi ada ». Makna dalam huruf ba’ itu terkumpul dalam

26
titiknya. Dimensi isyarat maknanya adalah bahwa Zat Allah itu adalah titik
menjadi sumber segala sesuatu yang ada di alam wujud ini.

Kalau melihat ketajaman para ulama dalam meresapi makna agama, kitab suci,
dan relasi keduanya dengan Pencipta Alam Semesta ini, saya selalu terkesima.

‫قال علي عليه السالم‬:

‫لو شئت ألوقرت سبعين بعيرا في تفسير فاتحة الكتاب‬.


Berkata Sayyidina Ali Karamallahu wajha :
" Jikalau aku berkehendak mengarang tafsir niscaya dapat aku penuhi akan
70 unta dari tafsir Al Fatihah "

( Kitab Sairus Salikin jilid 1 halaman 182)

27
42 TANYA JAWAB
SEPUTAR AL FATIHAH

28
TANYA JAWAB SEPUTAR AL FATIHAH

• Pertanyaan 1
Apa ketentuan membaca Surat Al-Fatihah dalam Shalat ?
Dalam mazhab Syafi’i, hukum membaca surat al-Fatihah saat berdiri dalam
salat adalah fardu (wajib). Tidak sah salat bagi yang tidak membaca surat al-
Fatihah. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab:

‫ص ََلةِ َو ُر ْك ٌن ِم ْن أ َ ْر َكانِ َها‬ َ ‫َوقِ َرا َءة ُ ْالفَاتِ َح ِة ِل ْلقَاد ِِر‬


ٌ ‫علَ ْي َها فَ ْر‬
ِ ‫ض ِم ْن فُ ُر‬
‫وض ال ه‬
ِ ‫غي ِْرهَا ِم ْن ْالقُ ْر‬
‫آن‬ َ ُ ‫َو ُمتَ َعيِنَةٌ َال يَقُو ُم َمقَا َم َها ت َ ْر َج َمت ُ َها بِغَي ِْر ْال َع َربِيه ِة َو َال قِ َرا َءة‬
‫ض َها َونَ ْفلُ َها َج ْه ُرهَا َو ِس ُّرهَا َو ه‬
‫الر ُج ُل‬ ُ ‫ت فَ ْر‬ ِ ‫ص َل َوا‬ ‫َو َي ْستَ ِوي ِفي تَعَيُّ ِن َها َج ِمي ُع ال ه‬
ِ‫ط ِج ُع َوفِي َحا ِل ِشدهة‬ َ ‫ض‬ ْ ‫ي َو ْالقَائِ ُم َو ْالقَا ِعدُ َو ْال ُم‬ُّ ‫ص ِب‬ َ ‫َو ْال َم ْرأَة ُ َو ْال ُم‬
‫سافِ ُر َوال ه‬
‫اِل َما ُم َو ْال َمأ ْ ُمو ُم َو ْال ُم ْنفَ ِرد‬
ِ ْ ‫س َوا ٌء فِي تَعَيُّنِ َها‬ َ ‫ف َو‬
َ ‫غي ِْرهَا‬ ِ ‫ِ ْالخ َْو‬

Hukum membaca surat al-Fatihah dalam salat bagi yang mampu adalah fardu
(wajib) dan termasuk salah satu rukun salat. Surat al-Fatihah itu tidak bisa
diganti dengan terjemahannya dalam Bahasa lain, juga tidak bisa diganti
dengan bacaan surat atau ayat lain, ataupun diganti dengan bacaan zikir.
Kewajiban itu berlaku di seluruh salat, baik fardu atau sunat, baik salat jahr
(bacaan dikeraskan) atau sirr (bacaan dipelankan), bagi laki-laki dan
perempuan, bagi musafir dan menetap, anak kecil dan dewasa, yang salat
berdiri, duduk, dan berbaring, salat dalam keadaan aman dan dalam kondisi
ketakutan (perang), baik bagi imam, makmum, dan yang salat sendiri, dan
lainnya.

Di antara dalil wajibnya membaca surat al-Fatihah dalam salat adalah hadis
riwayat dari Ubadah bin al-Shamit RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫ال صَلة لمن ال يقرأ فيها بفاتحة الكتاب‬

29
Tidak ada salat (tidak sah salat/tidak dihitung salat) bagi yang tidak membaca
surat al-fatihah dalam salat. (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

ْ‫ص ََلة ً لَ ْم َي ْق َرأ‬


َ ‫صلهى‬
َ ‫سله َم َم ْن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫َّللا‬‫صلهى ه‬ َ ِ‫َّللا‬‫سو ُل ه‬ ُ ‫قَا َل أَبُو ُه َري َْرةَ قَا َل َر‬
‫ي ِخدَا ٌج يَقُولُ َها ثَ ََلثًا‬ ِ ‫فِي َها بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬
َ ‫ب فَ ِه‬

Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang salat tetapi
tidak membaca al-Fatihah, maka salatnya terputus. Beliau mengulanginya
sebanyak tiga kali. (H.R. Muslim)

Masih banyak dalil lainnya yang tidak perlu diutarakan lebih lanjut, dan tidak
perlu pula menjadi perdebatan bagi selain pengikut mazhab Syafi’i. Selain
itu, dalam mazhab Syafi’i, bacaan basmalah adalah salah satu ayat dari surat
al-Fatihah (ayat pertama) dan juga ayat lainnya selain surat al-Taubah. Oleh
karena itu, wajib juga membaca basmalah dalam surat al-Fatihah pada salat.
Di antara dalilnya adalah hadis:

‫ إنها أم الكتاب والسبع‬،‫ فاقرؤوا بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫إذا قرأتم الحمد هلل‬
‫ بسم هللا الرحمن الرحيم إحدى آياتها‬،‫المثاني‬

Apabila kamu membaca surat Alhamdulillah (surat al-Fatihah) maka bacalah


basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Sesungguhnya surat Alhamdulillah
(surat al-Fatihah) itu adalah ummul kitab (induknya al-Qur’an) dan Al-Sab’u
al-matsani (tujuh yang berulang), sedangkan bismillahirrahmanirrahim
adalah ayat pertamanya. (H.R al-al-Daruquthni dan al-Bayhaqi, sahih)

Mengingat membaca surat Al-Fatihah adalah wajib hukumnya karena


merupakan salah satu rukun salat, maka cara membaca surat al-Fatihah pun
mesti diperhatikan. Membaca surat al-Fatihah harus memperhatikan
ketentuan cara membaca al-Qur’an (hukum tajwid). Syekh Nawawi al-
Bantani al-Jawi dalam kitabnya Kasyifah al-Suja menjelaskan beberapa
aturan yang mesti dipenuhi ketika membaca surat al-Fatihah, khususnya
dalam salat:
30
Pertama, Al-Tartib, maksudnya membaca surat al-Fatihah mesti tertib sesuai
urutan ayat. Dimulai dari bismillahirrahmanirrahim sampai walaadldlallin.
Tidak boleh terbalik susunan ayatnya. Apabila ada yang terbalik, maka harus
ia ulangi.

Kedua, Al-Muwalah, maksudnya adalah membaca surat al-Fatihah mesti


berkesinambungan, tidak ada jeda panjang antar ayat, serta tidak dipisah
dengan bacaan lain yang bukan termasuk ayatnya. Apabila ada jeda atau ada
pemisah antara satu ayat dengan ayat lain, maka harus diulang bacaannya.
Contohnya: ketika seseorang sedang membaca ayat dari surat al-Fatihah, tiba-
tiba ia kaget karena ada kucing melompat di kepalanya sehingga ia membaca
astaghfirullah secara spontan. Maka bacaan astaghfirullah ini telah memisah
bacaan surat al-Fatihahnya, sehingga harus diulangi lagi membacanya. Imam
Nawawi menjelaskan dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab:

‫قال الشافعي واألصحاب تجب قراءة الفاتحة مرتبة متوالية ألن النبي‬
” ‫صلى هللا عليه وسلم ” كان يقرأ هكذا ” وثبت أنه صلى هللا وسلم قال‬
‫صلوا كما رأيتموني أصلي ” فإن ترك الترتيب فقدم المؤخر وأخر المقدم‬
‫فإن تعمد ذلك بطلت قراءته وال تبطل صَلته ألن ما فعل أنه قرأ آية أو‬
‫آيات في غير موضعها ويلزمه استئناف الفاتحة‬

Imam Syafi’i dan para ulama mujtahid mazhab Syafi’i menyatakan bahwa
wajib hukumnya membaca surat al-Fatihah dalam salat secara tertib dan
berkesinambungan. Dalilnya adalah karena Rasulullah SAW membaca surat
Al-Fatihah secara tertib dan muwalah (berurutan dan berkesinambungan),
dan juga ada hadis “salatlah kamu sebagaimana kamu melihatku salat”.
Apabila membaca al-Fatihah tidak tertib, seperti mendahulukan ayat yang
kemudian lalu mengakhirkan ayat yang lebih dahulu, apabila membaca
seperti itu disengaja, maka bacaan al-Fatihahnya batal, tetapi tidak batal
salatnya. Alasannya karena melakukan hal itu (membaca al-Fatihah tidak
tertib, membaca ayat tidak sesuai dengan urutannya) berarti telah membaca

31
ayat tidak sesuai tempatnya, oleh karena itu mesti diulang membaca Al-
Fatihah nya.

Ketiga, Mura’atu Hurufiha, maksudnya adalah menjaga semua huruf-huruf


dalam surat al-Fatihah yang dibaca. Menurut Syekh Nawawi al-Bantani,
jumlah huruf surat al-Fatihah adalah sekitar 138 huruf, maka huruf ini mesti
dijaga. Mengurangi huruf atau mengganti suatu huruf dengan huruf lain bisa
membatalkan salat. Semua huruf tersebut mesti diucapkan dari makhraj
(tempat) keluar hurufnya.

Keempat, Mura’atu Tasydidatiha, maksudnya adalah menjaga tasydid-


tasydidnya. Di dalam surat al-Fatihah ada sekitar empat belas tasydid.
Tasydid-tasydid itu merupakan bentuk dari huruf-huruf yang bertasydid yang
karenanya maka keempat belas tasydid tersebut harus dijaga dalam
pembacaannya. Dengan menjaga tasydid-tasydid itu sama saja dengan
menjaga huruf Surat al-Fatihah yang juga wajib hukumnya untuk dijaga.

Kelima, an Laa Yaskuta Saktatan Thawilah, maksudnya adalah tidak berhenti


di tengah bacaan dengan diam yang panjang, dengan maksud memotong
bacaan. Kecuali kalau memang ada udzur, seperti tidak tahu, lupa, atau lupa-
lupa ingat. Dan an Laa Yaskutan Saktatan Qashiratan Yaqshidu biha Qath’a
al-Qiraah, maksudnya adalah tidak berhenti di tengah bacaan dengan diam
sejenak dengan maksud memotong bacaan.

Keenam, Qiraah Kulli Ayatiha, minha al-Basmalah, maksudnya membaca


seluruh ayat dalam surat al-Fatihah, termasuk bismillahirrahmanirrahim,
karena basmalah adalah ayat pertama dalam surat al-Fatihah sebagaimana
kita singgung di atas.

Ketujuh, ‘Adam al-Lahn al-Mukhilli bi al-Ma’na, maksudnya adalah tidak


ada lahn (kesalahan bacaan) yang dapat mengubah makna kata atau kalimat
atau ayat. Contoh kesalahan baca yang bisa merusak makna adalah kata
“an’amta” yang dibaca secara salah menjadi “an’amtu.” Kesalahan baca ini
bisa merusak makna dari “Engkau memberi nikmat” menjadi “saya memberi
nikmat.”

32
Kedelapan, an Takuna Al-Qiraah Haalata Al-Qiyam fi Al-Fardh, maksudnya
adalah membaca surat Al-Fatihah itu ketika berdiri pada salat fardu. Apabila
dibaca ketika ruku’, i’tidal, sujud, atau duduk antara dua sujud, maka tidak
boleh dan tidak sah salat.

Kesembilan, an Yusmi’a Nafsahu al-Qiraah, maksudnya adalah seluruh surat


Al-Fatihah itu dibaca dan dapat didengar orang diri sendiri. Setiap huruf
dalam surat Al-Fatihah yang dibaca harus bisa didengar oleh diri sendiri bila
pendengaran orang yang salat dalam keadaan sehat atau normal. Bila
pendengarannya sedang tidak sehat (suara bisa terdengar bila lebih
dikeraskan dari biasanya), maka cukup membaca surat al-Fatihah dengan
suara yang kalau pendengarannya normal maka suara itu bisa terdengar, tidak
harus dikeraskan sampai benar-benar dapat didengar oleh telinganya sendiri
yang sedang tidak normal.

Kesepuluh, An Laa Yatakhallalaha Dzikrun Ajnabi, maksudnya adalah


Sebagaimana contoh pada syarat kedua di atas bahwa bacaan surat al-Fatihah
di dalam salat tidak boleh diselingi oleh kalimat zikir lain yang tidak ada
hubungannya dengan salat. Lain halnya bila kalimat yang menyelingi itu ada
kaitannya dengan kebaikan salat seperti mengingatkan imam bila terjadi
kesalahan. Sebagai contoh ketika imam membaca ayat atau surat setelah
membaca al-Fatihah lalu terjadi kesalahan atau kelupaan baca umpamanya,
makmum boleh mengingatkannya meskipun ia sendiri sedang membaca surat
al-Fatihah. Namun perlu diingat, selagi imam masih mengulang-ulang bacaan
ayat yang salah atau lupa tersebut, maka makmum tidak boleh
mengingatkannya. Bila dalam keadaan demikian, makmum mengingatkan
imam padahal ia sendiri sedang membaca al-Fatihah maka terpotonglah
bacaan al-Fatihahnya.

Tambahan juga, semua lafaz dalam surat al-Fatihah mesti diniatkan untuk
membaca surat Al-Fatihah. Apabila ada yang dibaca dengan tidak niat Al-
Fatihah, maka tidak sah. Contohnya, ada yang membaca “alhamdulillahi
rabbil ‘alamin” ketika membaca al-Fatihah, tetapi ucapan tersebut spontan
karena sebelumnya ia bersin, maka bacaan “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin”
tadi dianggap bukan bagian dari ayat surat Al-Fatihah. Begitu juga kalau dia
membaca ayat dengan menaikkan volume suaranya untuk mengusir hewan di
depannya, maka tidak sah. Ia harus mengulangi bacaan Al-Fatihahnya.

33
Syarat-syarat di atas harus dipenuhi setiap umat Islam yang sudah mampu
untuk membaca al-Fatihah. Oleh karena itu, semestinya umat Islam wajib
belajar membaca al-Qur’an secara benar, setidaknya yang paling utama
didahulukan adalah bacaan surat al-Fatihah, karena ia merupakan salah satu
rukun salat.

• Pertanyaan 2
Apa saja nama-nama surat Al-Fatihah ?
Nama-nama lain Surat Al-Fatihah
Surat Al-Fatihah merupakan salah satu surat yang istimewa, karena ia
menjadi surat yang wajib dibaca dalam salat. Ada banyak riwayat tentang
penyebutan surat al-Fatihah dengan sebutan atau nama yang lain. Imam al-
Suyuthi dalam karyanya al- Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an menyebutkan bahwa
jumlah nama dari surat al-Fatihah adalah sekitar dua puluhan nama.
Sedangkan al-Fairuzabadi dalam kitabnya Bashair Dzawi al-Tamyiz fi
Lathaif al-Kitab al-‘Aziz berpendapat bahwa surat al-Fatihah memiliki
hampir tiga puluh nama. Berikut ini adalah nama-nama surat al-Fatihah yang
diuraikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-
Muhadzzab:

‫لفاتحة الكتاب عشرة أسماء حكاها اِلمام أبو اسحق الثعلبي وغيره‬
‫(أحدها) فاتحة الكتاب وجاءت األحاديث الصحيحة عن النبي صلى هللا‬
‫ قالوا سميت به ألنه يفتتح بها المصحف‬.‫عليه وسلم في تسميتها بذلك‬
‫والتعلم والقراءة في الصَلة وهي مفتتحة بالحمد الذي يفتتح به كل أمر ذي‬
‫بال وقيل ألن الحمد فاتحة كل كتاب (الثاني) سورة الحمد ألن فيها الحمد‬
‫(الثالث) و (الرابع) أم القرآن وأم الكتاب ألنها مقدمة في المصحف كما أن‬
‫مكة أم القرى حيث دحيت الدنيا من تحتها وقيل ألنها مجمع العلوم‬
‫والخيرات كما سمي الدماغ أم الرأس ألنه مجمع الحواس والمنافع قال ابن‬
‫دريد األم في كَلم العرب الراية ينصبها األمير للعسكر يفزعون إليها في‬
34
‫حياتهم وموتهم وقال الحسن ابن الفضل سميت بذلك ألنها إمام لجميع‬
‫القرآن يقرأ في كل ركعة ويقدم على كل سورة كأم القرى ألهل اِلسَلم‪.‬‬
‫وقيل سميت بذلك ألنها أعظم سورة في القرآن ثبت في صحيح البخاري‬
‫عن أبي سعيد بن المعلى رضي هللا عنه قال قال لي رسول هللا صلى هللا‬
‫عليه وسلم ” ألعلمنك سورة هي أعظم السور في القرآن قبل أن تخرج‬
‫من المسجد فأخذ بيدي فلما أراد أن يخرج قلت له ألم تقل ألعلمنك سورة‬
‫هي أعظم سورة في القرآن قال الحمد هلل رب العالمين هي السبع المثاني‬
‫والقرآن العظيم الذي أوتيته ” (الخامس) الصَلة للحديث الصحيح في‬
‫مسلم إن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ” قال هللا تعالى قسمت الصَلة‬
‫بيني وبين عبدي ” وهو صحيح كما سبق بيانه قريبا (السادس) لسبع‬
‫المثاني للحديث الصحيح الذي ذكرناه قريبا سميت بذلك ألنها تثنى في‬
‫الصَلة فتقرأ في كل ركعة (السابع) الوافية – بالفاء – ألنها ال تنقص‬
‫فيقرأ بعضها في ركعة وبعضها في أخرى بخَلف غيرها (الثامن) الكافية‬
‫ألنها تكفي عن غيرها وال يكفي عنها غيرها (التاسع) األساس روي عن‬
‫‪.‬ابن عباس (العاشر) الشفاء فيه حديث مرفوع‬

‫‪Pertama, Fatihah al-Kitab (Pembuka al-Kitab/al-Qur’an). Ada banyak hadis‬‬


‫‪yang menyebutkan surat al-Fatihah dengan sebutan Fatihah al-Kitab, di‬‬
‫‪antaranya adalah hadis dari Abu Hurairah berikut :‬‬

‫ص ََلة ً لَ ْم يَ ْق َرأْ ِفي َها ِبفَا ِت َح ِة‬


‫صلهى َ‬
‫سله َم َم ْن َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلهى ه‬
‫َّللاُ َ‬ ‫سو ُل ه‬
‫َّللاِ َ‬ ‫قَا َل َر ُ‬
‫ي ِخدَا ٌج يَقُولُ َها ثَ ََلثًا‬ ‫ب فَ ِه َ‬‫ْال ِكتَا ِ‬

‫‪35‬‬
Rasulullah SAW bersabda: siapa yang mendirikan suatu salat, tetapi ia tidak
membaca fatihah al-kitab (surat al-Fatihah), maka salatnya terputus.
Rasulullah mengatakannya sebanyak tiga kali. (H.R. Muslim)

Surat al-Fatihah dinamai Fatihah al-Kitab (Pembuka al-Kitab) karena mushaf


dibuka dengan surat al-Fatihah, begitu pula pembukaan belajar (juga dibuka
dengan al-Fatihah), dan dibuka pula membaca al-Qur’an dalam salat. Surah
ini juga dimulai dengan pujian (al-Hamdu), yang biasanya dipakai sebagai
pembuka segala urusan yang bermanfaat atau karena pujian (al-Hamdu)
adalah pembuka semua kitab. Ayat pujian (Alhamdulillah) dalam surat al-
Fatihah merupakan ayat kedua, tetapi oleh para ulama tetap disebut dengan
pembuka yaitu ibtida’ idhafi (kalimat pembuka sebelum masuk ke dalam
pembahasan sesungguhnya, tetapi sudah didahului oleh kalimat lain
sebelumnya, yaitu basmalah sebagai ibtida’ hakiki/kalimat pembuka
sesungguhnya, tanpa didahului kalimat sebelumnya).

Kedua, surat al-Hamdu (pujian). Di antara hadis yang menyebut surat al-
Fatihah dengan surat al-Hamdu adalah hadis berikut:

‫ إنها أم الكتاب والسبع‬،‫ فاقرؤوا بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫إذا قرأتم الحمد هلل‬
‫ بسم هللا الرحمن الرحيم إحدى آياتها‬،‫المثاني‬
Apabila kamu membaca surat Alhamdulillah (surat al-Fatihah) maka bacalah
basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Sesungguhnya surat Alhamdulillah
(surat al-Fatihah) itu adalah ummul kitab (induknya al-Qur’an) dan al-sab’u
al-matsani (tujuh yang berulang), sedangkan bismillahirrahmanirrahim
adalah ayat pertamanya. (H.R al-Daruquthni dan al-Bayhaqi, sahih)

Dinamakan surat Al-Hamdu (pujian), karena pujian kepada Allah merupakan


salah satu ayatnya.

Ketiga dan keempat, Ummul Qur’an dan Ummul Kitab. Di antara hadis yang
menyebutkan surat al-Fatihah dengan Ummul Qur’an adalah hadis riwayat
Abu Hurairah RA berikut:

36
ُ ‫س ْب ُع ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬
‫آن‬ ‫ي ال ه‬ ِ ‫سله َم أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬
َ ‫آن ِه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬
‫ِ ْال َع ِظيم‬

Rasulullah SAW bersabda: Ummul Qur’an (surat al-Fatihah) adalah al-Sab’u


al-Matsani (tujuh yang diulang) dan al-Qur’an yang agung. (H.R. al-Bukhari)

Di antara hadis yang menyebutkan surat al-Fatihah dengan Ummul Kitab


adalah hadis riwayat Abu Hurairah RA :

‫آن َوأ ُ ُّم‬


ِ ‫ب ْالعَالَ ِمينَ أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬
ِ ‫سله َم ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫س ْب ُع ْال َمثَانِي‬
‫ب َوال ه‬ِ ‫ْال ِكتَا‬

Rasulullah SAW bersabda: Surat Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin (Surat al-


Fatihah) adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, dan al-Sab’u al-Matsani.
(H.R. Abu Daud)

Alasan surat al-Fatihah dinamakan dengan Ummul Qur’an (Induk al-Qur’an)


dan Ummul Kitab (Induk al-Kitab) adalah karena al-Fatihah merupakan
pembuka dari mushaf al-Qur’an dimana isi al-Qur’an membentang di
bawahnya. Ada juga yang berpendapat bahwa alasannya adalah karena al-
Fatihah merupakan kumpulan segala ilmu dan kebaikan, sebagaimana otak
disebut induk kepala karena otak adalah tempat indra dan manfaat berkumpul.

Ibn Duraid menjelaskan bahwa kata al-Umm (induk) dalam bahasa Arab juga
berarti bendera yang ditegakkan pemimpin negara untuk militer, sebagai
perlindungan tentara saat hidup dan mati. Al-Hasan bin al-Fadhl berpendapat
bahwa al-Fatihah disebut induk karena al-Fatihah adalah pemimpin al-Qur’an
secara keseluruhan, dibaca pada setiap rakaat, dan lebih didahulukan dari
surat-surat lainnya, sama seperti gelar Ummul Qura bagi Mekah bagi umat
Islam.
Pendapat lain mengatakan bahwa surat Al-Fatihah disebut induk karena ia
merupakan surat paling agung dalam al-Qur’an. Dalam Sahih al-Bukhari
diriwayatkan dari Abu Sa’id bin al-Ma’li RA, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda kepadaku: Sungguh aku akan mengajarkanmu satu surat yang

37
merupakan surat paling agung dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar dari
masjid. Beliau lalu meraih tanganku, saat hendak keluar aku berkata kepada
beliau: Bukankah engkau bilang akan mengajariku satu surah yang paling
agung dalam al-Qur’an? Beliau menjawab: surat Alhamdulillahirabbil
‘alamin (al-Fatihah). Itu adalah tujuh ayat yang diulang-ulang dan ayat al-
Qur’an yang paling agung yang diturunkan kepadaku. (H.R. al-Bukhari)

Kelima, al-Shalat (salat). Di antara hadis yang menyebutkan surat al-Fatihah


disebut dengan al-shalat ada dalam riwayat Imam Muslim: Rasulullah SAW
bersabda:

‫سأَل‬
َ ‫صفَي ِْن َو ِل َع ْبدِي َما‬ َ َ‫ص ََلةَ بَ ْينِي َوبَيْن‬
ْ ِ‫ع ْبدِي ن‬ َ َ‫َّللاُ تَ َعالَى ق‬
‫س ْمتُ ال ه‬ ‫ِقَا َل ه‬

Allah SWT bersabda: Aku membagi al-Shalat (surat al-Fatihah) antaraKu dan
hambaKU dua bagian. Dan untuk hambaKu apa yang mereka minta. (H.R.
Muslim dalam sebuah hadis cukup panjang)

Keenam, al-Sab’u al-Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Di antara hadis


yang menyebutkan surat al-Fatihah disebut dengan al-Sab’u al-Matsani
adalah hadis yang sudah disinggung beberapa kali di atas:

ُ ‫س ْب ُع ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬


‫آن‬ ‫ي ال ه‬ ِ ‫سله َم أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬
َ ‫آن ِه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬
‫ِ ْال َع ِظيم‬

Rasulullah SAW bersabda: Ummul Qur’an (surat al-Fatihah) adalah al-Sab’u


al-Matsani (tujuh yang diulang) dan al-Qur’an yang agung. (H.R. al-Bukhari)

Surat al-Fatihah disebut al-Sab’u al-Matsani (tujuh yang diulang-ulang)


karena surat al-Fatihah dibaca secara berulang-ulang di setiap salat pada
setiap rakaatnya. Setidaknya seorang muslim membaca surat al-Fatihah
secara berulang-ulang sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam.

Ketujuh, al-Wafiyah (Sempurna). Al-Fatihah disebut al-Wafiyah karena surat


al-Fatihah tidak boleh dibaca setengah-setengah, atau dibagi setengah di dua
rakaat menurut jumhur ulama’, melainkan harus dibaca lengkap satu surat di

38
setiap rakaat. Berbeda dengan surat-surat lain yang dapat dibaca setengah-
setengah (tidak seluruh surat secara lengkap).

Kedelapan, al-Kafiyah (Cukup). Al-Fatihah disebut al-Kafiyah karena al-


Fatihah dapat mencukupi dari surat-surat yang lain dalam salat, tetapi
membaca seluruh surat lain pun dianggap tidak cukup dalam salat kecuali
mesti membaca al-Fatihah.

Kesembilan, Al-Asas (Dasar). Al-Fatihah disebut al-Asas sebagaimana


riwayat dari al-Sya’bi dari sahabat ibn Abbas RA:

‫واساس الفاتحه بسم هللا‬، ‫واساس القران الفاتحه‬، ‫اساس الكتب القرآن‬
‫الرحمن الرحيم ؛ فإذا اعتللت او اشتكيت فعليك بالفاتحه تشفى‬

Asas kitab-kitab adalah al-Qur’an, asas al-Qur’an adalah al-Fatihah, dan asas
al-Fatihah adalah bismillahirrahmanirrahim. Apabila kamu sakit atau ingin
mengadu, maka hendaklah kamu membaca al-Fatihah, itu akan
memberikanmu penawar.

Kesepuluh, al-Syifa’ (penawar). Al-Fatihah disebut sebagai al-Syifa’


sebagaimana hadis riwayat dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri RA, Rasulullah
SAW bersabda:
‫فاتحة الكتاب شفاء من كل سم‬
Al-Fatihah itu adalah al-Syifa’ (penawar) dari segala racun (H.R. al-Tirmidzi
dan al-Hakim)

Ini adalah nama-nama surat al-Fatihah yang disebutkan oleh Imam Nawawi
dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab. Selain nama-nama ini, al-
Fatihah juga disebut dengan al-Ruqyah (obat, sebagaimana hadis riwayat al-
Bukhari dan Muslim), al-Waqiyah (tameng pelindung), Surah al-Tsana’
(Surat Pujian), al-Kunz (perbendaharaan), al-Nur (cahaya), Surah al-Syukr
(Surat Kesyukuran), Surah al-Du’a (Surat Permintaan), Surah Ta’lim al-
Masalah (Surat Pengajaran Beberapa Perkara), Surah al-Munajah (Surat
Bermunajat), Surah al-Tafwidl (Surat Penyerahan Diri). Semakin kita

39
mengetahui samudera kemuliaan al-Fatihah semoga menambah rasa cinta kita
kepada al-Qur’an. Aamiin
Wallahu A’lam

• Pertanyaan 3
Apa hukum Imam Diam Sejenak Setelah Membaca al-Fatihah?.

Hukum Imam Diam Sejenak Setelah Membaca al-Fatihah

Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam mazhab Syafi’i wajib hukumnya


bagi makmum dalam salat jamaah untuk membaca surat al-Fatihah, baik
dalam salat sendiri maupun berjamaah, baik salatnya jahr (dikeraskan)
maupun salat sirr. Diantara dalilnya adalah hadis-hadis sahih berikut:

‫صَلَةَ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ ِبأ ُ ِم القُ ْرآن‬


َ َ‫ِال‬

Dari Ubadah bin Shamit RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidak


sah salat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat al-Fatihah)”(H.R. al-
Bukhari dan Muslim)

Juga hadis :

‫صَلَة ٌ الَ يَ ْق َرأ ُ ه‬


‫الر ُجل فِي َها ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَاب‬ ُ ‫ِالَ ت ُ ْج ِز‬
َ ‫ئ‬

Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca Fatihatul-kitab (Surat Al-
Fatihah)

Namun, dalam mazhab Syafi’i juga memperhatikan kewajiban makmum


untuk mendengarkan bacaan imam, khususnya ketika di dalam salat yang
bacaan imamnya dikeraskan (jahr). Allah SWT berfirman:

‫صتُوا‬ ُ ‫ئ ْالقُ ْر‬


ِ ‫آن فَا ْستَ ِمعُوا لَهُ َوأَ ْن‬ َ ‫َو ِإذَا قُ ِر‬

40
Dan apabila dibacakan Al-Quran, dengarkannya dan perhatikan. (QS. Al-
A’raf : 204).

Sepintas terlihat ada dua dalil yang bertentangan. Dalil pertama, kewajiban
membaca surat al-Fatihah. Dalil kedua, kewajiban mendengarkan bacaan
surat al-Fatihah yang dibaca imam. Oleh karena itu, untuk
mengkompromikan dua dalil tersebut serta untuk terlaksananya dua perintah
tersebut, maka seyogianya bagi imam untuk memberikan waktu sejenak
sekira-kira makmum dapat menyempurnakan bacaan al-Fatihahnya selepas
imam membaca al-Fatihah. Dalilnya adalah sebagai berikut :

‫صلهى‬ ُ ‫ع ْن َر‬
‫سو ِل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ْ ‫ان َح ِف‬
َ ‫ظت ُ ُه َما‬ ِ َ‫س ْكتَت‬
َ ‫س ُم َرةَ قَا َل‬
َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬
َ ‫س ِن‬ َ َ‫ع ْن قَتَادَة‬
َ
‫س ْكتَةً فَ َكتَ ْبنَا إِلَى‬
َ ‫ظنَا‬ْ ‫صي ٍْن َوقَا َل َح ِف‬َ ‫ان ب ُْن ُح‬ ُ ‫سله َم فَأ َ ْن َك َر ذَ ِل َك ِع ْم َر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫ه‬
َ ُ‫َّللا‬
‫س ِعيدٌ فَقُ ْلنَا ِلقَتَادَةَ َما‬
َ ‫س ُم َرة ُ قَا َل‬
َ ‫ظ‬ ٌّ َ‫ب أُب‬
َ ‫ي أَ ْن َح ِف‬ َ َ‫ب ِب ْال َمدِينَ ِة فَ َكت‬ٍ ‫أُبَي ِ ب ِْن َك ْع‬
َ‫غ ِم ْن ْال ِق َرا َء ِة ث ُ هم قَا َل َب ْعد‬
َ ‫ص ََلتِ ِه َو ِإذَا فَ َر‬ ِ َ‫س ْكتَت‬
َ ‫ان قَا َل ِإذَا دَ َخ َل ِفي‬ ‫ان ال ه‬ ِ َ‫هَات‬
‫} ِذَ ِل َك َو ِإذَا قَ َرأَ { َو َال الضها ِلين‬

Dari Qatadah, dari Hasan, dari Samurah bin Jundub, ia berkata; “Ada dua
saktah (jeda sejenak dengan tidak membaca bacaan) yang aku hafal dari
Rasulullah SAW, “. Namun, hal itu diingkari oleh Imran bin Hushain, lalu ia
berkata; “Kami menghafal hanya ada satu saktah.” Maka kami pun menulis
surat kepada Ubai bin Ka’ab di Madinah, lalu Ubai menulis balasan
sebagaimana yang dihafal oleh Samurah.” Sa’id berkata; “Kami bertanya
Qatadah, “Dua saktah itu letaknya di mana saja?” ia menjawab, “Jika ia telah
masuk salat dan ketika selesai dari membaca bacaan (Al Fatihah).” Setelah
itu ia berkata lagi, “Jika membaca wa laadh dhallin.”. (H.R. al-Tirmidzi, hadis
ini mempunyai banyak penguat).

ُ‫ فَإِنهه‬، ‫اِل َم ِام‬ ‫ يَا بَنِ ه‬: ‫ع ْن أَبِي ِه أَنههُ قَا َل‬
َ ‫ى ا ْق َر ُءوا فِى‬
ِ ‫س ْكت َ ِة‬ ُ ‫ع ْن ِهش َِام ب ِْن‬
َ َ‫ع ْر َوة‬ َ
‫صَلَة ٌ ِإاله ِبفَاتِ َحة‬
َ ‫ِالَ تَتِ ُّم‬

41
Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari Ayahnya, ia berkata: Hai Anakku, bacalah
olehmu (surat Al-Fatihah) pada saat imam saktah (diam sejenak setelah
membaca Al-Fatihah). Sesungguhnya salat tidak sempurna melainkan dengan
membaca Al-Fatihah. (H.R. Al-Bayhaqi).

Kesimpulannya, imam mesti diam sejenak setelah ia membaca al-Fatihah


(secara jahr/keras dalam salat jamaah) untuk memberikan kesempatan kepada
makmum membaca surat Al-Fatihah. Lama waktu diam ini disesuaikan
dengan kondisi, sekira-kira makmum dapat membaca al-Fatihah secara
sempurna dengan bacaan murattal, standar. Setelah makmum membaca al-
Fatihah, maka ia mesti konsentrasi untuk mendengarkan bacaan surat/ayat
yang dibaca oleh Imam.

Lalu bagaimana kalau imam tetap tidak diam sejenak setelah membaca al-
Fatihah, melainkan langsung “tancap gas” membaca surat/ayat pilihan?

Mengingat status membaca Al-Fatihah adalah rukun salat dalam mazhab


Syafi’i, maka makmum harus tetap membaca al-Fatihah dan
menyempurnakan bacaannya meskipun imam sedang membaca ayat/surat
pilihan, bahkan meskipun imam kemudian ruku’ (karena cepatnya bacaan
imam).

Lalu bagaimana kalau makmum datang agak telat sehingga ketika ia akan
takbiratul ihram imam sedang membaca al-Fatihah, apakah ia diam
mendengarkan bacaan Imam atau membaca doa iftitah?

Imam Al-Ramli sebagaimana disampaikan oleh Imam Zakaria Al-Anshari


menyatakan dalam Hasyiyah Al-Jamal bahwa jika makmum dapat
memperkirakan waktunya cukup untuk membaca iftitah dan Al-Fatihah
hingga imam ruku’, maka ia disunahkan membaca iftitah. Namun, bacaan
iftitahnya sunah dilakukan dengan cepat. Hal ini dilakukan supaya ia bisa
segera mendengarkan bacaannya imam.

ِ ‫اء ِاال ْفتِتَاحِ إذَا َكانَ يَ ْس َم ُع قِ َرا َءة َ إ َم‬


‫ام ِه ا هـ‬ ِ ‫ع‬َ ُ‫اِل ْس َراعُ ِبد‬ ِ ‫س ُّن ِل ْل َمأ ْ ُم‬
ِ ْ ‫وم‬ َ ُ‫َوي‬
‫ش َْر ُح م ر‬

42
Dan disunnahkan bagi makmum mempercepat membaca doa iftitah, jika ia
mendengar bacaan imamnya. Demikian penjelasan Imam al-Ramli.

Namun, kalau dalam perkiraan si makmum bacaannya itu lelet, tidak bisa
cepat, dan dapat menghilangkan masa untuk mendengarkan bacaan imam
serta untuk membaca al-Fatihah, maka mestilah diam untuk mendengarkan
bacaan imam serta membaca al-Fatihah ketika nanti imam diam sejenak.
Tambahan

Dalam mazhab kita (Syafi’i) disukai bagi imam untuk diam sejenak pada
empat tempat di salat yang jahr (dikeraskan bacaan al-Qur’annya). Imam
Nawawi RA dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab mengatakan:

‫ب‬
َ ‫ع ِق‬َ )‫(األُولَى‬ ْ ‫ص ََل ِة ْال َج ْه ِريه ِة‬
‫إل َم ِام ِفي ال ه‬ِ ْ ‫ت ِل‬
ٍ ‫س َكتَا‬َ ‫ب ِع ْندَنَا أَ ْر َب ُع‬ ُّ ‫يُ ْستَ َح‬
َ‫(والثهانِيَةُ) بَيْنَ قَ ْو ِل ِه َو َال الضها ِلين‬ َ ِ‫عا َء ِاال ْستِ ْفتَاح‬ َ ُ‫اِل ْح َر ِام يَقُو ُل فِي َها د‬ ِ ْ ِ‫يرة‬ َ ‫تَ ْك ِب‬
‫ْث يَ ْق َرأ ُ ْال َمأ ْ ُمو ُم‬
ُ ‫ط ِويلَةٌ بِ َحي‬ َ ٌ‫س ْكتَة‬
َ َ‫س ْكتَةٌ لَ ِطيفَةٌ (الثها ِلثَةُ) بَ ْعدَ ِآمين‬ َ َ‫َو ِآمين‬
ِ ‫س ْكتَةٌ لَ ِطيفَةٌ ِجدًّا ِليَ ْف‬
َ‫ص َل بِ َها َبيْن‬ َ ِ‫ورة‬
َ ‫س‬ ‫ْالفَا ِت َحةَ ه‬
ُّ ‫(الرا ِب َعةُ) َب ْعدَ فَ َرا ِغ ِه ِم ْن ال‬
‫الر ُكوع‬ ُّ ِ‫يرة‬ ْ
َ ‫ِال ِق َرا َءةِ َوتَ ْك ِب‬

Disukai di dalam mazhab kita agar imam diam sejenak pada empat tempat di
salat yang dikeraskan bacaannya:

Pertama, diam sejenak setelah takbiratul ihram. Ini untuk memberikan


kesempatan bagi makmum membaca doa iftitah (Al-Istiftah).

Kedua, diam sejenak antara saat membaca al-Fatihah antara ayat wa laadh
dhallin (‫ََو َال الضها ِلين‬
َ ) dengan aamin ( ‫ََآمين‬
ِ ). Diam ini berfungsi agar ada
pemisah antara bacaan al-Fatihah dengan bacaan aamin.

Ketiga, diam sejenak setelah imam membaca surat al-Fatihah sebelum


membaca surat/ayat al-Qur’an pilihan. Ini untuk memberikan kesempatan
bagi makmum membaca surat al-Fatihah.

43
Keempat, diam sejenak setelah selesai membaca surat/ayat pilihan sebelum
takbir untuk turun ke ruku’. Diam ini berfungsi agar ada pemisah antara
bacaan surat/ayat pilihan dengan bacaan takbir untuk ruku’.

Dalil tempat pertama sampai ketiga sudah disebutkan di atas. Dalil tempat
keempat adalah hadis juga dari Samurah bin Jundub RA, tetapi dengan
redaksi berikut:

‫غ ِم ْن ْال ِق َرا َءةِ ُك ِل َها‬ َ ُ‫أَنههُ َكانَ يَ ْس ُكت‬


َ ‫س ْكتَتَي ِْن إذَا ا ْستَ ْفت َ َح َوإِذَا فَ َر‬

Bahwasanya Rasulullah SAW dahulu diam sejenak pada dua tempat, yaitu
apabila membaca doa iftitah, dan ketika telah selesai membaca ayat/surat
keseluruhannya. (H.R. Abu Daud.[]

• Pertanyaan 4
Apa Hukum Menambah Bacaan Rabbighfirli Wa Li Walidayya sebelum
Bacaan Ãmin dalam Surat Al-Fatihah ?
Rabbighfirli wa Li Walidayya
Banyak ditemukan di masyarakat ada yang membaca doa “rabbighfirli wa li
walidayya” setelah membaca surat al-Fatihah sebelum ãmin dalam salat.
Sebagian mengatakan bahwa tambahan doa ini adalah bidah, sementara
sebagian lagi tetap mengamalkannya karena begitu diajarkan oleh ulama
mereka. Bagaimana hukumnya?

Permasalahan ini cukup sukar dijawab karena dalam literatur mazhab Syafi’i
klasik tidak ditemukan bahasannya. Akan tetapi, salah seorang imam hadis
bernama al-Bayhaqi RA dalam kitabnya al-Sunan al-Kubra menuliskan
sebuah riwayat sebagai berikut:

( ‫ ِحينَ قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ‫سو َل ه‬ َ ُ‫ أَنهه‬: ‫ع ْن َوائِ ِل ب ِْن ُح ْج ٍر‬
ُ ‫س ِم َع َر‬ َ
ِ ‫ َر‬: ‫علَ ْي ِه ْم َوالَ الضها ِلينَ ) قَا َل‬
‫ب ا ْغ ِف ْر ِلى ِآمين‬ َ ‫ب‬
ِ ‫ضو‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
َ ِ

44
Dari Wail bin Hujr, sesungguhnya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda
(setelah membaca ayat “ghairil maghdhubi ‘alaihim wa lãdh dhallin”, beliau
berdoa “rabbighfirli (Wahai Tuhanku ampunilah aku)”, ãmin (H.R. al-
Bayhaqi).

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Al-Thabarani dalam kitabnya al-
Mu’jam. Imam al-Dzahabi mengomentari hadis ini bahwa hadis ini adalah
hadis munkar yang masuk kategori dhaif jiddan (sangat lemah). Dalam
silsilah rawinya ada al-‘Uthoridi dan ayahnya, keduanya merupakan rawi
yang banyak dikomentari oleh para ahli hadis. Begitu juga dalam rawinya ada
Abu Abdillah al-Yahsubi yang dihukumi majhul (tidak diketahui statusnya
dalam ilmu hadis). Hadis ini kemungkinan dihukumi munkar karena
menyelisihi hadis-hadis semisal yang perawinya tsiqah yang dalam redaksi
hadisnya tidak ada tambahan doa rabbighfirli tersebut.

Adapun tentang hukum mengamalkannya, sepertinya para ulama mazhab


Syafi’i mutaqaddimin tidak mengamalkan hadis ini, sehingga mereka pun
tidak membahasnya dalam kitab-kitab mereka. Namun, para ulama mazhab
Syafi’i muta’akhirin dan era belakangan ada yang membahasnya. Di
antaranya adalah Syekh Abu Bakar (al-Bakri) bin Muhammad Syatha al-
Dumyati (guru dari Syekh Ahmad Khatib al-Mangkabawi/Minangkabawi)
dalam kitabnya yang termasyhur I’anah al-Thalibin ‘ala Halli Alfazhi Fath al-
Mu’in menguraikan sebagai berikut:

(‫ سوى رب اغفر لي‬:‫)قوله‬


‫ فإنه ال يضر للخبر‬،‫أي أنه يستثنى من التلفظ بشئ التلفظ برب اغفر لي‬
‫ رب‬:* )‫ أنه – صلى هللا عليه وسلم – قال عقب * (وال الضالين‬:‫الحسن‬
‫ ولوالدي ولجميع‬:‫ وينبغي أنه لو زاد على ذلك‬:‫وقال ع ش‬.‫اغفر لي‬
‫اه‬.‫لم يضر أيضا‬.‫المسلمين‬.

(Perkataan pengarang Fath Al-Mu’in: selain rabbighfirli) artinya :


Dikecualikan dari membaca sesuatu adalah melafazhkan doa rabbighfirli.
Sesungguhnya berdoa dengan rabbighfirli tidak memberi mudharat

45
(kerusakan), karena ada khabar/hadis hasan bahwa Nabi Muhammad SAW
berdoa dengannya selesai membaca wa lãdh dhallin, rabbighfirli. Dan kalau
begitu pantas juga kalau ditambah doa tersebut dengan redaksi wa li
walidayya wa li jami’il muslimin, maka juga tidak memberi mudharat
(kerusakan)

Syekh Bakri Syatha ketika membahas tentang Imam yang mesti memisahkan
antara wa lãdh dhallin dengan bacaan ãmin saat membaca surat al-Fatihah
dalam salat, menjelaskan bahwa semestinya imam memisahkannya dengan
diam sejenak dan tidak berkata apa-apa, kecuali memisahkannya dengan
berdoa rabbighfirli karena ada riwayatnya. Akan lebih baik juga ditambah
dengan mendoakan kedua orang tua dan seluruh umat Islam dengan redaksi
wa li walidayya wa li jami’il muslimin. Berdoa ini dianggap tidak memberi
kerusakan, artinya tidak membuat salat batal, serta tidak menghilangkan
keutamaan imam diam sejenak untuk memberikan pemisah antara ayat wa
lãdh dhallin dengan bacaan ãmin.

Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar yang dikenal
dengan Sayyid Ba ‘Alawi (Mufti Negeri Hadramaut) dalam kitabnya
Bughyah al-Mustarsyidin (kumpulan fatwa-fatwa para imam muta’akhkhirin)
mengungkapkan sebagai berikut:

‫ ال يطلب من المأموم عند‬: ‫ قال الشريف العَلمة طاهر بن حسين‬: ‫فائدة‬


، ‫ وإنما يطلب منه التأمين فقط‬، ‫فراغ إمامه من الفاتحة قول رب اغفر لي‬
‫وقول ربي اغفر لي مطلوب من القارىء فقط في السكتة بين آخر الفاتحة‬
‫ رأيت‬: ‫ أخبر الطبراني عن وائل بن حجر قال‬: ‫ وفي اِليعاب‬.‫وآمين اهـ‬
‫ آمين ثَلث مرات‬: ‫رسول هللا دخل الصَلة فلما فرغ من فاتحة الكتاب قال‬
‫ ولم أر من صرح‬، ‫ ويؤخذ ممن ندب تكرير آمين ثَلثا ً حتى في الصَلة‬،
‫بذلك اهـ‬.

46
Al-Syarif al-‘Allamah Thahir bin Husein berkata: Seorang makmum setelah
imam selesai membaca al-Fatihah tidak diwajibkan membaca “rabbighfirli”.
Yang dituntut dari makmum hanyalah membaca “ãmin” saja. Membaca
“rabbighfirli” hanya dituntut dari orang yang membaca al-Fatihah ketika ada
diam sejenak antara surat al-Fatihah dengan bacaan “ãmin”. Dalam kitab al-
I’ab, disebutkan bahwa Imam al-Thabarani mengutarakan riwayat dari Wail
bin Hujr, ia berkata: Aku melihat Rasulullah SAW salat, ketika beliau selesai
membaca surat al-Fatihah beliau berkata: “Ãmin” sebanyak tiga kali.
Disimpulkan dari anjuran mengulang ãmin tiga kali ini bahkan dalam salam,
tetapi aku tidak melihat ada yang menjelaskan demikian.

Uraian para ulama di atas menjelaskan hukum sebagai berikut :


Pertama, boleh hukumnya, bahkan dianjurkan berdoa rabbighfirli setelah
membaca wa lãdh dhallin sebelum bacaan ãmin dalam salat, apalagi di luar
salat. Kalau doa tersebut ditambah dengan redaksi wa li walidayya wa li
jami’il muslimin, maka tidak apa-apa.

Kedua, dalam salat jamaah, yang membaca doa tersebut adalah yang
membaca surat al-Fatihah. Artinya ketika imam yang membaca surat al-
Fatihah, maka yang membaca hanyalah imam saja, tidak bagi makmum.
Makmum membacanya ketika ia membaca surat al-Fatihah.

Kesimpulannya adalah bahwa perkara ini adalah perkara ikhtilaf. Bagi yang
menyukai membaca doa rabbighfirli wa li walidayya setelah membaca wa
lãdh dhallin sebelum bacaan ãmin dalam surat al-Fatihah, maka mereka
bertaqlid kepada pendapat-pendapat ulama mujtahid di atas. Bagi yang tidak
membaca, maka juga tidak apa-apa, karena bisa jadi bertaqlid kepada
pendapat-pendapat ulama mujtahid lain yang tidak membacanya. Tidak ada
pendapat yang lebih utama satu dari yang lain dalam masalah ini.

Jangan banyak menghabiskan waktu untuk berdebat dalam perkara yang


status hukumnya masih diperselisihkan (ikhtilaf). Dalam perkara ikhtilaf, ada
kaidah fikih yang dijelaskan oleh Imam al-Syuyuthi RA dalam kitabnya al-
Asybah wa al-Nazhair sebagai berikut:

َ ‫ َو ِإنه َما يُ ْن َك ُر ْال ُم ْج َم ُع‬،‫ف فِ ْي ِه‬


‫علَيْه‬ ُ َ‫ِ َال يُ ْن َك ُر ْال ُم ْختَل‬

47
Masalah yang masih diperselisihkan status hukumnya, maka tidak boleh
diingkari. Yang harus diingkari adalah masalah yang status
ketidakbolehannya (keharamannya) telah disepakati.

Syekh Muhammad Mustafa al-Zuhaili (adik Syekh Wahbah al-Zuhaili) dalam


kitabnya al-Qawa’id al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fî al-Madzahib al-
Arba’ah menjelaskan tentang kaidah di atas:

‫ وإنما يجب إنكار فعل‬،‫ ألنه يقوم على دليل‬،‫فَل يجب إنكار المختلف فيه‬
‫ ألنه ال دليل عليه‬،‫يخالف المجمع عليه‬

Tidak diwajibkan menolak masalah-masalah yang masih diperselisihkan


(status boleh atau tidak bolehnya), karena (pendapat-pendapat boleh atau
tidak boleh itu) masih berdasarkan pada dalil. Penolakan harus diterapkan
pada perbuatan yang menyalahi kesepakatan ulama (atas boleh atau tidak
bolehnya), karena tidak berdasarkan dalil.[]

• Pertanyaan 5
Bagaimana Hukum Mengucapkan Amin setelah Membaca Surat
Al-Fatihah ?

Semua ulama sepakat bahwa hukum mengucapkan amin/ãmin (istilahnya


ta’min) setelah membaca surat al-Fatihah adalah sunah. Kesunahan ini
berlaku bagi imam dan makmum setelah imam membaca surat al-Fatihah
dalam salat jahr (dikeraskan bacaannya). Kesunahan juga berlaku bagi
masing-masing imam dan makmum yang membaca surat al-Fatihah secara
sendiri-sendiri. Begitu pula sunah bagi orang yang salat sendiri, laki-laki dan
perempuan, anak-anak dan dewasa, salat dalam keadaan berdiri, duduk, atau
berbaring, salat fardu atau sunah.

Kesunahan mengucapkan Amin/ ãmin juga berlaku bagi yang membaca surat
Al-Fatihah di luar salat. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ syarh Al-
Muhadzzab menyatakan:

48
ٍ‫ص ََلة‬ َ ‫غ ِم ْن ْالفَاتِ َح ِة‬
َ ‫س َوا ٌء َكانَ فِي‬ ُ ‫س ُّن التهأ ْ ِم‬
َ ‫ين ِل ُك ِل َم ْن فَ َر‬ َ ُ‫ص َحابُنَا َوي‬ْ َ‫قَا َل أ‬
َ َ‫ص ََلةِ أ‬
‫شدُّ ا ْستِ ْحبَابًا‬ ‫ي لَ ِكنههُ فِي ال ه‬ ُّ ‫اح ِد‬ِ ‫َار َج َها قَا َل ْال َو‬
ِ ‫أَ ْو خ‬

Ashhab kita (ulama mujtahid dalam mazhab Syafi’i) berpendapat bahwa


disunahkan mengucapkan amin bagi setiap orang yang selesai membaca surat
al-Fatihah, baik di dalam salat maupun di luar salat. Al-Wahidi berpendapat
bahwa di dalam salat lebih dianjurkan.

Ucapan amin makmum dalam salat berjamaah dianjurkan untuk diucapkan


bersamaan dengan ucapan amin imam, tidak sebelum atau sesudahnya. Dalil-
dalil tentang aturan mengucapkan amin tersebut banyak ditemukan dalam
hadis Rasulullah SAW, di antaranya adalah sebagai berikut:

” ‫سله َم قَا َل‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫سو َل ه‬ ُ ‫ع ْنهُ أ َ هن َر‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ع ْن أَ ِبي ُه َري َْرة َ َر‬
َ ‫ض‬ َ
‫َّللاُ لَهُ َما‬
‫غفَ َر ه‬ َ ‫إذَا امن االمام فأمنوا فَلنه َم ْن َوافَقَ تَأ ْ ِمينُهُ تَأ ْ ِمينَ ْال َم ََلئِ َك ِة‬
‫” ِتَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Apabila imam


mengucapkan amin, maka ucapkan juga lah amin oleh mu (para makmum).
Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan ãminnya dengan ucapan amin
para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari,
Muslim, Malik, Abu Daud, al-Tirmidzi, dan lain-lain)

‫سله َم قَا َل ” إذَا قَا َل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫سو َل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ضا أَ هن َر‬ ً ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ أ َ ْي‬
َ
‫إحدَا ُه َما ْاأل ُ ْخ َرى‬
ْ ‫ت‬ ْ َ‫اء ِآمينَ فَإِ ْن َوافَق‬ ‫ت ْال َم ََل ِئ َكةُ ِفي ال ه‬
ِ ‫س َم‬ ْ َ‫أَ َحدُ ُك ْم ِآمينَ قَال‬
‫َّللاُ لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬
‫غفَ َر ه‬
َ ِ“

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Apabila salah seorang
kamu mengucapkan amin, maka para malaikat di langit juga mengucapkan
amin. Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan ãminnya dengan ucapan

49
amin para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari
dan Muslim)

‫علَ ْي ِه ْم َوال الضها ِلينَ فَقُولُوا‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ضو‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ َ ‫اِل َما ُم‬ِ ْ ‫فِي ِر َوا َي ٍة لَهُ ” إذَا قَا َل‬
‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬ُ ‫” ِ ِآمينَ فَإِنههُ َم ْن َوافَقَ قَ ْولُهُ قَ ْو َل ْال َم ََلئِ َك ِة‬

Dalam riwayat lain: Apabila imam selesai membaca ghairil maghdlubi


‘alaihim wa laadldlallin, maka ucapkanlah amin. Sesungguhnya siapa yang
bersamaan ucapan aminnya dengan ucapan amin para malaikat, Allah ampuni
dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari dan Muslim, ini redaksi riwayat al-
Bukhari)

‫علَ ْي ِه ْم وال الضالين فَقَا َل َم ْن‬


َ ‫ب‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
ِ ‫ضو‬ َ ‫ئ‬ ِ َ‫ظ ُم ْس ِل ٍم ” إذَا قَا َل ْالق‬
ُ ‫ار‬ ُ ‫َولَ ْف‬
‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْن ِبه‬
ُ ‫اء‬ ‫” ِخ َْلفَهُ ِآمينَ فَ َوافَقَ قَ ْولُهُ قَ ْو َل أَ ْه ِل ال ه‬
ِ ‫س َم‬

Dalam redaksi riwayat Muslim: Apabila qari’ (imam) selesai membaca


ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, maka orang yang di belakangnya
ucapkanlah amin. Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan ãminnya
dengan ucapan amin para penduduk langit (malaikat), Allah ampuni dosanya
yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari dan Muslim, ini redaksi riwayat Muslim)

‫سله َم قَا َل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ع ْن النه ِبي‬ َ ُ‫ع ْنه‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ضا َر‬ ً ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ أَ ْي‬َ ‫َو‬
َ‫ئ فَأ َ ِمنُوا فَإِ هن ْال َم ََلئِ َكةَ ت ُ َؤ ِم ُن فَ َم ْن َوافَقَ تَأ ْ ِمينُهُ تَأ ْ ِمين‬
ُ ‫ار‬ ِ َ‫” إذَا أَ همنَ ْالق‬
‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬ ْ “
ُ ‫ِال َم ََلئِ َك ِة‬

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Apabila qari’ (imam)
mengucapkan amin, maka ucapkan juga olehmu amin. Sesungguhnya para
malaikat juga mengucapkan ãmin. Siapa yang bersamaan ucapan ãminnya
dengan ucapan amin para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu.
(H.R. al-Bukhari)

50
‫علَ ْي ِه‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫س ِم ْعتُ أ َ هن النه ِب ه‬
َ ‫ي‬ َ ” ‫ع ْنهُ قَا َل‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ع ْن َوائِ ِل ابن ُح ُج ٍر َر‬
َ ‫ض‬ َ
” ‫غي ِْر المغضوب عليهم وال الضالين فقال آمين مد بها صوته‬ َ َ ‫سله َم قَ َرأ‬
َ ‫َو‬
‫س ٌن َو ِفي ِر َوا َي ِة أَ ِبي دَ ُاود ” َرفَ َع بِ َها‬ ٌ ‫ي َوقَا َل َحد‬
َ ‫ِيث َح‬ ُّ ‫رواه ابودواد َوال ِت ْر ِم ِذ‬
‫ير ْال َع ْبدَ ه‬
ُ‫ي َج هر َحه‬ ٍ ِ‫ات هإال ُم َح همدَ بْنَ َكث‬
ٌ َ‫س ٌن ُك ُّل ِر َجا ِل ِه ثِق‬
َ ‫ص ْوتَهُ ” َو ِإ ْسنَادُهُ َح‬
َ
َ ُ‫ين َو َوثهقَه‬
‫غي ُْرهُ َوقَ ْد َر َوى له البخاري‬ ٍ ‫اب ُْن َم ِع‬

Dari Wail bin Hujur RA, ia berkata: Aku mendengar Nabi Muhammad SAW
membaca ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, lalu beliau mengucapkan
amin, beliau memanjangkan suaranya. (H.R. Abu Daud dan al-Tirmidzi, al-
Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.) Dalam riwayat Abu Daud
dengan redaksi: Beliau mengangkat suaranya. (H.R. Abu Daud, sanadnya
hasan, seluruh rijal hadisnya tsiqah, kecuali Muhammad bin Katsir al-‘Abdi
yang dijarh/dianggap cacat oleh Yahya bin Ma’in, tetapi para ulama ahli hadis
lainnya menganggapnya tsiqah, dan al-Bukhari meriwayatkan darinya).

َ ‫سله َم إذَا فَ َر‬


‫غ ِم ْن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ قَا َل ” َكانَ َر‬ َ
ْ ُ‫هارق‬
‫ط ِني ِ َوقَا َل‬ َ ‫ص ْوتَهُ فَقَا َل ِآمينَ ” َر َواهُ أَبُو دَ ُاود َوالد‬ ِ ‫ِق َرا َء ِة أ ُ ِم ْالقُ ْر‬
َ ‫آن َرفَ َع‬
‫ص ِحي ٌح‬
َ ‫ِيث‬ ٌ ‫َّللاِ َهذَا َحد‬ َ ‫ظهُ َوقَا َل ْال َحا ِك ُم أَبُو‬
‫ع ْب ِد ه‬ ُ ‫س ٌن َو َهذَا لَ ْف‬
َ ‫َهذَا إ ْسنَادٌ َح‬
َ ‫سله َم إذَا تَ ََل‬
‫غي ِْر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬‫سو ُل ه‬ ُ ‫َو ِفي رواية ابي داود ” َو َكانَ َر‬
‫ف‬ ‫علَ ْي ِه ْم َوال الضها ِلينَ َقا َل ِآمينَ َحتهى َي ْس َم َع َم ْن يَ ِلي ِه ِم ْن ال ه‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ضو‬ ُ ‫ْال َم ْغ‬
‫ِ ْاأل َ هو ِل ” َر َواهُ اب ُْن َما َج ْه َوزَ ادَ فَيَ ْرتَ ُّج ِب َها ْال َم ْس ِجد‬

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW apabila selesai membaca
ummul qur’an (surat al-Fatihah) beliau mengangkat suaranya dan
mengucapkan amin. (H.R. Abu Daud, al-Daruquthni, dan Ibn Majah). Al-
Daruquthni mengatakan bahwa sanad hadis ini hasan. Ini adalah lafaz riwayat
dari al-Daruquthni. Al-Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih. Dalam
riwayat Abu Daud dengan redaksi: Rasulullah SAW apabila selesai membaca

51
ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, beliau mengucapkan amin (dengan
suara dikeraskan) sehingga didengar oleh orang yang mengikutinya di saf
pertama. Dalam riwayat Ibn Majah ditambah dengan redaksi: Sehingga masjid
bergemuruh akibatnya (mengucapkan amin tersebut).

َ ‫ع‬
‫طاءٍ قَا َل‬ َ ‫ع ْن‬ َ ٍ‫ع ْن اب ِْن ُج َريْج‬ َ ‫ي ِفي ْاأل ُ ِم أَ ْخ َب َرنَا حكم بن خَا ِل ٍد‬ ‫َوقَا َل ال ه‬
ُّ ‫شا ِف ِع‬
‫الزبَي ِْر َو َم ْن بَ ْعدَهُ يَقُولُونَ ِآمينَ َو َم ْن خ َْلفَ ُه ْم ِآمينَ َحتهى‬
ُّ َ‫ُك ْنتُ أَ ْس َم ُع ْاألَئِ همةَ ابْن‬
‫يح ِه َهذَا االثر عن ابن الزبير‬
ِ ‫ص ِح‬
َ ‫ي فِي‬ ِ ‫إن ِل ْل َم ْس ِج ِد لَلَ هجةً َوذَ َك َر ْالبُخ‬
ُّ ‫َار‬ ‫ه‬
‫تعليقا‬

Imam Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm: Hakam bin Khalid mengabarkan
kepada kami dari Ibn Juraij dari ‘Atha’, ia berkata: Aku mendengar para imam,
yakni Ibn Zubair dan imam-imam setelahnya mengucapkan amin, begitu juga
orang yang mengikuti mereka di belakangnya juga mengucapkan amin,
sehingga masjid pun bergemuruh. Al-Bukhari menyebutkan atsar ini dalam
kitab sahihnya dari ibn Zubair secara muallaq.

Tentang redaksi amin, maka ada beberapa cara mengucapkannya sebagaimana


dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab:

‫ان مشهورتان (أفصحهما) وأشهرهما وأجودهما‬ ِ َ‫َوأَ هما لُغَاتُهُ فَ ِفي ِآمينَ لُغَت‬
)ُ‫(والثها ِنيَة‬
َ ‫ث‬ِ ‫ت ِر َوا َياتُ ْال َحدِي‬
ْ ‫يف ْال ِم ِيم َوبِ ِه َجا َء‬
ِ ‫عند العلماء آمىنَ ِب ْال َم ِد ِبتَ ْخ ِف‬
ً‫ي لُغَة‬ ِ ‫ب َوآخ َُرونَ … َو َح َكى ْال َو‬
ُّ ‫اح ِد‬ ٌ َ‫يف ْال ِم ِيم َح َكاهَا ثَ ْعل‬
ِ ‫ص ِر َو ِبتَ ْخ ِف‬ْ َ‫أَ ِمينَ ِب ْالق‬
…‫اِل َمالَ ِة ُم َخفهفَةَ ْال ِم ِيم وحكاها عن حمزة ولكسائي‬ ِ ْ ‫ثَا ِلثَةً ِآمينَ بِ ْال َم ِد َو‬
َ ‫ع ْن ْال َح‬
‫س ِن‬ َ ‫ضا َوتَ ْشدِي ِد ْال ِم ِيم قَا َل ُر ِو‬
َ ‫ي ذَ ِل َك‬ ً ‫ي ِآمينَ ِب ْال َم ِد أَ ْي‬ ِ ‫َو َح َكى ْال َو‬
ُّ ‫اح ِد‬
‫سي ِْن ابن ْالفَضْل‬ َ ‫ص ِري ِ َو ْال ُح‬ ْ …
ْ َ‫ِالب‬

52
Pertama, “amiin” diucapkan dengan memanjangkan hamzah dan
meringankan bacaan mim. Cara membaca ini merupakan cara yang paling
fasih, paling masyhur, dan paling bagus menurut para ulama.

Kedua, “amiin” diucapkan dengan memendekkan hamzah dan meringankan


bacaan min. Cara membaca ini diriwayatkan oleh Tsa’lab dan lainnya.

Ketiga, “eemiin” diucapkan dengan memanjangkan hamzah serta


mengucapkannya dengan imalah (antara fathah dan kasrah) dan dengan
meringankan bacaan mim. Cara membaca ini diriwayatkan dari Hamzah dan
al-Kisai.

Keempat, “aammiin” diucapkan dengan memanjangkan hamzah dan


mentasydidkan huruf mim. Cara membaca ini diriwayatkan oleh al-Wahidi
dari al-Hasan al-Bashri dan al-Husain bin al-Fadl. Cara membaca ini
dikomentari oleh para ulama sebagai cara membaca amin yang syadz (jarang
dan menyelisihi yang lebih sahih), munkar, dan ditolak. Cara membaca ini
merupakan salah satu cara membaca yang salah, tetapi banyak diucapkan oleh
orang awam.

Adapun makna dari kata amin tersebut, Imam Nawawi menjelaskan:

َ ‫ض َع ا ْس ِم ِاال ْس ِت َجا َب ِة َك َما أَ هن‬


‫ص ٍه‬ ِ ‫عةٌ َم ْو‬َ ‫ضو‬ ُ ‫قَا َل أَ ْه ُل ْال َع َر ِبيه ِة ِآمينَ َم ْو‬
‫ت فَإِ ْن َح هر َك َها‬
ِ ‫ص َوا‬ْ َ ‫ف ِألَنه َها َك ْاأل‬ ُ ‫ت قَالُوا َو َح ُّق ِآمينَ ْال َو ْق‬
ِ ‫س ُكو‬ ُّ ‫عةٌ ِلل‬ َ ‫ضو‬ ُ ‫َم ْو‬
َ ‫سا ِكنَي ِْن قَالُوا َوإِنه َما لَ ْم ت ُ ْك‬
‫س ْر‬ ِ َ‫محرك ووصلها بشئ بَ ْعدَهَا فَتَ َح َها ِال ْلتِق‬
‫اء ال ه‬
‫ف ْالعُلَ َما ُء ِفي َم ْعنَاهَا‬ َ َ‫اختَل‬ْ ‫ْف َو‬َ ‫اء َك َما فَتَ ُحوا أَيْنَ َو َكي‬ ِ ‫ِل ِثقَ ِل ْال َح َر َك ِة َب ْعدَ ْال َي‬
َ ْ‫ب َو ْال ِف ْق ِه َم ْعنَاهُ الله ُه هم ا ْستَ ِجب‬
)‫(وقِي َل‬ ِ ‫ور ِم ْن أَ ْه ِل اللُّغَ ِة َو ْالغ َِري‬
ُ ‫(فَقَا َل) ْال ُج ْم ُه‬
َ ‫(و ِقي َل) َال َي ْقد ُِر‬
‫ع َلى َهذَا‬ َ ‫(و ِقي َل) َال ت ُ َخيِبْ َر َجا َءنَا‬ َ ‫(وقِي َل) ا ْف َع ْل‬
َ ‫ِل َي ُك هن َكذَ ِل َك‬
‫(وقِي َل) ُه َو‬
َ ‫ت‬ ِ ‫ع ْن ُه ْم ْاآلفَا‬
َ ‫علَى ِع َبا ِد ِه َي ْدفَ ُع بِ ِه‬ َ ‫(وقِي َل) ُه َو‬
‫طا َب ُع ه‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫غي ُْر َك‬ َ
‫َّللاِ تَ َعالَى َو َهذَا‬
‫(وقِي َل) ُه َو ا ْس ُم ه‬ ‫وز ْالعَ ْر ِش َال يَ ْعلَ ُم تَأ ْ ِويلَهُ هإال ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ُ‫َك ْن ٌز ِم ْن ُكن‬
َ ‫إن ِل ْل َم ْس ِج ِد لَلَ هجةً ِه‬
‫ي ِبفَتْحِ الَلمين‬ ‫غي ُْر ذَ ِل َك قَ ْولُهُ َحتهى ه‬
َ )‫(و ِقي َل‬
َ ‫يف ِجدًّا‬
ٌ ‫ض ِع‬
َ
53
Ahli bahasa Arab menyatakan bahwa kata amin adalah kata yang dimaknakan
dengan makna al-Istijabah (harapan agar dikabulkan), sebagaimana kata shah
dimaknakan dengan makna perintah untuk diam. Kata amin tersebut pada
dasarnya dibaca dengan waqaf (asalnya adalah ãmiina menjadi ãmiin). Namun,
kalau bacaan amin tersebut tidak dibaca waqaf melainkan disambungkan
dengan membaca kalimat setelahnya, maka harus dibaca dengan fathah huruf
nun (harus dibaca ãmiina kalau disambungkan dengan kata setelahnya), tidak
dibaca kasrah huruf nun-nya, sama seperti kata ayna dan kayfa.

Tentang makna kata amin, para ulama berbeda pendapat :


a. Menurut mayoritas ahli bahasa dan ahli fikih, makna kata amin adalah Ya
Allah kabulkanlah.
b. Makna kata amin adalah supaya hendaknya demikian.
c. Makna kata amin adalah tunaikanlah.
d. Makna kata amin adalah jangan Engkau sia-siakan harapan kami.
e. Makna kata amin adalah tiada yang mampu untuk itu selain Engkau.
f. Makna kata amin adalah cap stempel Allah untuk para hambaNya sebagai
pengusir bala dan musibah

g. Makna kata amin adalah salah satu perbendaharaan arsy, tidak ada yang
mengetahui maknanya selain Allah SWT.
h. Makna kata amin adalah salah satu asma Allah SWT.

Setiap manusia pasti pernah melakukan perbuatan dosa, baik itu dosa kecil
maupun besar. Namun, Allah Swt. tidak memberatkan seorang hamba untuk
memohon ampun. Karena ada beberapa cara yang ringan untuk menghapus
dosa yang telah lalu, salah satunya yaitu dengan mengucapkan ‘amin’ pada
saat shalat berjamaah.

Ucapan amin yang dibaca seseorang ketika shalat berjamaah dapat menjadi
penggugur dosa, dengan syarat ucapan amin tersebut bertepatan dengan
aminnya para malaikat. Rasulullah saw. bersabda.

ُ ‫اِل َما ُم فَأ َ ِمنُوا فَإِنههُ َم ْن َوافَقَ تَأ ْ ِمينُهُ تَأ ْ ِمينَ ْال َمَلَئِ َك ِة‬
‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم‬ ِ َ‫ِإذَا أَ همن‬
‫ِم ْن ذَ ْنبِه‬
ِ

54
Apabila Imam mengucapkan amin maka ikutilah, karena barangsiapa yang
ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para Malaikat, maka akan
diampuni dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)

Amin diucapkan dengan memanjangkan “Aa” dan “mii” (Aamiin) yang berarti
kabulkanlah ya Allah. Dalam hal ini perlu diperhatikan panjang pendeknya
ucapannya amin karena jika tidak tepat panjang dan pendeknya bisa berarti
lain.

Hukum membaca amin adalah sunah dan juga dianjurkan untuk dikeraskan
saat imam membaca Alfatihah saat shalat Magrib, Isya, dan Subuh. Kata amin
merupakan permohonan kepada Allah agar rangkaian doa yang terkandung
dalam Alfatihah yang kita senandungkan dikabulkan Allah Swt. Sebagaimana
yang disabdakan Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Allah
Swt. membagi Alfatihah antara Dia dan hamba-Nya.

Jika dibedah, Alfatihah memang terdiri atas dua bagian, bagian berisi pujian
kepada Allah Swt. dan bagian berisi permohonan hamba kepada Tuhannya.
Kata amin sangat mudah sekali ucapkan tapi di balik amalan yang mudah ini
Allah simpan penebus dosa dan kesalahan dengan syarat ucapan Amin tersebut
bertepatan dengan ucapan aminnya para malaikat.

Sebagian ulama mengatakan bahwa malaikat yang dimaksud adalah para


malaikat yang ada di langit, ada pula yang mengatakan maksudnya adalah para
malaikat yang mendampingi manusia.

Apakah perempuan juga mengeraskan suara Amin saat shalat?

Ketika Imam melakukan kekeliruan gerakan atau bacaan shalat, kaum laki-laki
hendaknya mengucapkan kalimat tasbih, sedangkan perempuan menepuk
tangan. Hal ini yang menunjukkan bahwa perempuan tidak dianjurkan
mengeraskan suara. Benarkah demikian?

Menurut Ibnu Hajar, beliau berkata :

55
‫وكان منع النساء من التسبيح ألنها مأمورة بخفض صوتها في الصَلة‬
‫مطلقا لما يخشى من االفتتان ومنع الرجال من التصفيق ألنه من شأن‬
‫النساء اهـ‬

Wanita tidak diperkenankan mengucapkan tasbih ketika ingin mengingatkan


imam, wanita diperintahkan untuk memelankan suaranya dalam shalat. Hal
ini dikarenakan takut menimbulkan godaan. Sedangkan laki-laki dilarang
menepuk punggung telapak tangan karena yang diperintahkan adalah
perempuan. (Fathul Bari, 3: 77)

Menurut pendapat para ulama mazhab Syafii, wanita saat shalat sendiri atau
berjamaah dengan wanita lain dan bersama laki-laki mahramnya, maka
dianjurkan untuk mengeraskan kata Amin. Namun jika ia shalat dan terdapat
laki-laki bukan mahramnya, maka dianjurkan untuk melirihkan bacaannya.

Wa Allahu A’lam bis Shawab.

• Pertanyaan 6
Ada seseorang tidak Baca Amin Setelah Al-Fatihah Shalat, Apa Perlu Sujud
Sahwi?

Sudah maklum bahwa hukum membaca Amin setelah Al-Fatihah adalah


sunnah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Namun bagaimana jika
kita sengaja tidak baca Amin setelah Al-Fatihah dalam shalat, apakah kita
perlu sujud sahwi.Kalimat Amin sangat berkaitan dengan surah Al-Fatihah,
dan kalimat-kalimat doa lainnya. Hampir setiap kita membaca surah Al-
Fatihah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat, kita pasti membaca Amin
setelahnya. Jarang kita meninggalkan membaca Amin setelah membaca surah
Al-Fatihah, terutama dalam shalat.

Anjuran membaca Amin setelah surah Al-Fatihah, terutama dalam shalat,


setidaknya bersumber dari hadis. Hadis pertama diriwayatkan oleh Imam Al-
Tirmidzi dari Wail bin Hujr, dia berkata :

56
َ‫علَ ْي ِه ْم َوال‬
َ ‫ب‬
ِ ‫ض ْو‬ َ ( : ُ ‫س ْو َل هللاِ صلى هللا عليه و سلم َي ْق َرأ‬
ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َ
َ ‫ ِآميْنَ َمده ِب َها‬: ‫ِالض ِهاليْنَ ) فَقَا َل‬
‫ص ْوتَه‬

Aku mendengar Rasulullah Saw membaca ‘ghairil maghdhubi ‘alaihim


waladhdhallin’, lalu beliau mengucapkan Amin, dengan memanjangkan
suaranya.

Hadis kedua diriwayatkan oleh Imam Al-Thabrani dari Wail bin Hujr, dia
berkata;

ِ ‫غ ِم ْن فَا ِت َح ِة ْال ِكتَا‬


َ َ‫ب قَا َل ِآميْنَ ثََل‬
‫ث‬ َ ‫صَلَةَ فَلَ هما فَ َر‬ ُ ‫َرأَيْتُ َر‬
‫س ْو َل هللاِ دَ َخ َل ال ه‬
‫ِ َم هرات‬

Aku melihat Rasulullah Saw masuk melaksanakan shalat, setelah beliau


selesai membaca surah Al-Fatihah, beliau mengucapkan Amin tiga kali.

Meski Amin sangat berkaitan dengan surah Al-Fatihah, namun ia bukan


bagian dari surah Al-Fatihah, dan mengucapkannya hanya sunnah, bukan
wajib. Karena itu, menurut para ulama, terutama ulama Syafiiyah, jika kita
sengaja meninggalkan membaca Amin setelah Al-Fatihah dalam shalat, maka
shalat kita tetap sah, tidak batal dan tidak perlu melakukan sujud sahwi.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-


Kuwaitiyah berikut;
‫المذاهب االربعة على ان المصلي لو ترك امين واشتغل بغيرها ال تفسد‬
‫صَلته وال سهو عليه النه سنة فات محلها‬

Menurut pendapat ulama empat madzhab, bahwa jika orang yang


melaksanakan shalat meninggalkan mengucapkan Amin, dan ia sibuk
membaca lainnya, maka shalat tidak rusak dan dia tidak perlu melakukan
sujud. Ini karena membaca Amin adalah sunnah yang tempatnya sudah
hilang.

57
• Pertanyaan 7
Baca Amin Tiga Kali Setelah Baca Surah Al-Fatihah, Apakah Ada Dalilnya?

Surah Al-Fatihah adalah surah yang paling sering kita baca, terutama pada
saat kita melaksanakan shalat. Lalu setelah selesai membaca, kita
disunnahkan membaca Amin. Umumnya kita membaca Amin hanya satu kali,
baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Namun ada sebagian yang
membaca hingga tiga kali. Bagimana hukum membaca Amin tiga kali setelah
membaca surah Al-Fatihah, apakah boleh? (Baca: Arti Amin dalam Bahasa
Arab)

Para ulama telah sepakat bahwa membaca Amin setelah selesai membaca
surah Al-Fatihah hukumnya adalah sunnah, baik di dalam shalat maupun di
luar shalat. Ha lini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim, bahwa Nabi Saw
bersabda :

َ ‫صفُوفَ ُك ْم ث ُ هم ْليَ ُؤ هم ُك ْم أ َ َحدُ ُك ْم فَإِذَا َكب َهر فَ َكبِ ُروا َو ِإذَا قَا َل‬
‫غي ِْر‬ ُ ‫صله ْيت ُ ْم فَأَقِي ُموا‬
َ ‫ِإذَا‬
‫علَ ْي ِه ْم َوالَ الض ِهالينَ فَقُولُوا ِآمينَ يُ ِج ْب ُك ُم ه‬
‫َّللا‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ضو‬ ْ
ُ ‫ِال َم ْغ‬

Apabila kalian shalat maka luruskanlah shaf (barisan) kalian kemudian


hendaknya salah seorang diantara kalian menjadi imam. Apabila imam
bertakbir maka kalian bertakbir dan bila imam mengucapkan ‘ghairil
maghdhubi ‘alaihim waladhdhallin’, maka ucapkanlah ‘Amin, niscaya Allah
mengabulkannya.

Juga disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Tirmidzi dari Wail bin Hujr,
dia berkata :

َ‫علَ ْي ِه ْم َوال‬
َ ‫ب‬
ِ ‫ض ْو‬ َ ( : ُ ‫س ْو َل هللاِ صلى هللا عليه و سلم َي ْق َرأ‬
ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َ
َ ‫ ِآميْنَ َمده ِب َها‬: ‫ِالض ِهاليْنَ ) فَقَا َل‬
‫ص ْوتَه‬

Aku mendengar Rasulullah Saw membaca ‘ghairil maghdhubi ‘alaihim


waladhdhallin’, lalu beliau mengucapkan Amin, dengan memanjangkan
suaranya.
58
Dua hadis ini dijadikan dalil oleh para ulama mengenai kesunnahan membaca
Amin. Adapun mengenai membaca Amin sampai tiga kali, terdapat sebagai
ulama mengatakan bahwa hal itu tidak masalah, bahkan sunnah. Hal ini
karena dalam sebuah disebutkan bahwa Nabi Saw pernah membaca Amin
sampai tiga setelah selesai membaca surah Al-Fatihah.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin berikut :

‫صَلَةَ فَلَ هما‬


‫س ْو َل هللاِ دَ َخ َل ال ه‬ُ ‫ع ْن َوائِ ِل ب ِْن َح َج ٍر َقا َل َرأَيْتُ َر‬ َ ‫ي‬ ‫أَ ْخ َب َر ه‬
ُّ ِ‫الطب َْران‬
َ َ‫ت َويُؤْ َخذُ ِم هم ْن نَد‬
َ‫ب تَ ْك ِري ُْر ِآميْن‬ ٍ ‫ث َم هرا‬ َ َ‫ب قَا َل ِآميْنَ ثََل‬ ِ ‫غ ِم ْن فَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬
َ ‫فَ َر‬
َ ‫صَلَ ِة َولَ ْم أ َ َر َم ْن‬
‫ص هر َح ِبذَ ِلك‬ ‫ِثََلَثا ً َحتهى ِفي ال ه‬
Imam Al-Thabrani mengeluarkan hadis dari Wail bih Hujr, dia berkata; Aku
melihat Rasulullah Saw masuk melaksanakan shalat, setelah beliau selesai
membaca surah Al-Fatihah, beliau mengucapkan Amin tiga kali. Dari hadis
ini diambil mengenai pendapat sebagian ulama yang menganjurkan
mengulang Amin sampai tiga kali, bahkan sampai di dalam shalat. Namun
saya tidak pernah melihat ulama yang menjelaskan demikian.

• Pertanyaan 8
Apa ada anjuran Mengucapkan Amin Setelah Membaca Al-Fatihah ?

Kita tentu sudah biasa mendengar bahkan mengucapkan kata amin setelah
membaca al-Fatihah. Baik di luar shalat maupun di dalam shalat. Bahkan
kebiasaan ini sudah kita lakukan jauh hari, saat kita masih kecil dulu di
pengajian Al-Quran yang diselenggarakan di Taman Pendidikan Al-Quran
(TPA) atau pengajian di masjid-masjid.

Saat itu mungkin kita bisa dikatakan tidak tahu-menahu terkait hal itu,
bagaimana hukumnya, dan dosakah jika kita tidak mengucapkan amin setelah
membaca Al-Fatihah?
Mustafa al-Khin dan Mustafa al-Bugha dalam Fiqh Manhaji ala Madzhabi
Imam as-Syafii menjelaskan bahwa hukum ta’min (mengucapkan amin)
setelah membaca Al-Fatihah adalah sunnah untuk setiap orang yang
melakukan shalat.

59
Saat membaca Al-Fatihah dengan keras (jahr), maka disunnahkan pula
membaca amin dengan keras. Namun jika pelan (sirr), maka disunnahkan
membaca amin dengan pelan. Adapun makna amin adalah kabulkanlah wahai
Tuhanku! (istajib ya rabbi).

Dalil kesunahan membaca amin ini tertulis dalam sebuah hadis riwayat
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah berikut:

‫ فإن من وافق تأمينه تأمين المَلئكة غفر له ما تقدم‬.‫إذا أمن اِلمام فأمنوا‬
‫من ذنبه‬

“Jika imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah (makmum) amin. Karena


sesungguhnya jika ucapan amin makmum yang sesuai dengan ucapan amin
malaikat, maka akan diampuni dosa yang telah lalu.”

Wallahu A’lam.

• Pertanyaan 9
Bagaimana Cara Shalat Bagi Orang Yang Tak Hafal Al-Fatihah ?

Bagi kamu yang belum hafal alfatihah, ini caranya untuk tetap bisa shalat
Rukun shalat yang wajib ditunaikan setelah niat, takbiratul ihram, dan berdiri
bagi yang mampu adalah membaca surat Al-Fatihah pada tiap rakaat.
Dikarenakan Al-Fatihah rukun shalat, maka orang yang tidak membaca surat
Al-Fatihah secara sengaja shalatnya tidak sah.

Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Muin menjelaskan sebagai


berikut:

‫ورابعها قراءة فاتحة كل ركعة في قيامها لخبر الشيخين “ال صَلة لمن لم‬
‫يقرأ بفاتحة الكتاب” أي في كل ركعة‬

60
Artinya, “Rukun shalat keempat ialah membaca Al-Fatihah pada tiap rakaat
shalat saat berdiri berdasarkan hadis riwayat Al-Bukhari-Muslim
(Syaikhaini), ‘Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah’,
maksudnya pada tiap rakaat” (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in,
Jakarta, Darul Kutub Islamiyyah, 2009 halaman 38).

Berdasarkan hadits itu, para ulama menghukumi tidak sah shalat orang yang
tidak membaca Al-Fatihah. Pertanyaannya, bagaimana dengan shalat orang
yang belum pandai membaca surat Al-Fatihah, misalnya orang yang baru
masuk Islam, atau orang yang baru tobat sementara umurnya sudah tua dan
sulit menghafal surat Al-Fatihah dengan sempurna.

Seluruh ulama sepakat bahwa tidak ada toleransi shalat bagi setiap umat
Islam. Maksudnya, bagi orang yang memenuhi persyaratan shalat harus
mengerjakan shalat dalam kondisi apapun, termasuk orang yang tidak hafal
surat Al-Fatihah.

Bagi orang yang tidak hafal surat Al-Fatihah, Syekh Zainuddin Al-Malibari
menjelaskan sebagai berikut:

‫ومن جهل جميع الفاتحة ولم يمكنه تعلمها قبل ضيق الوقت وال قراءة في‬
‫ لزمه قراءة سبع آيات ولو متفرقة ال ينقص حروفها عن‬،‫نحو مصحف‬
‫ وهي بالبسملة بالتشديدات مائة وستة وخمسون حرفا‬،‫حروف الفاتحة‬
‫ ولو قدر على بعض الفاتحة كرره ليبلغ قدرها وإن لم‬.‫بإثبات ألف مالك‬
‫يقدر على بدل فسبعة أنواع من ذكر كذلك فوقوف بقدرها‬

Artinya, “Orang yang tidak tahu (hafal) seluruh ayat dalam surat al-Fatihah
dan tidak mungkin mempelajarinya sampai waktu shalat berakhir, dan tidak
bisa pula membaca mushaf, wajib baginya untuk membaca tujuh ayat,
meskipun berbeda-beda, dan jumlah hurufnya tidak kurang dari jumlah huruf
surat Al-Fatihah. Jumlah huruf surat Al-Fatihah sekitar 156 beserta basmalah,
tasydid, dan alif pada “‫”مالك‬.

61
Kalau tidak mampu dibolehkan mengulang-ulang sebagian ayat dalam surat
Al-Fatihah sampai durasinya sama. Kalau tidak mampu juga, dibolehkan
menggantinya dengan tujuh macam zikir. Bagi yang tidak mampu juga wajib
diam sesuai durasi waktu baca surat al-Fatihah,” (Lihat Zainuddin Al-
Malibari, Fathul Mu’in, Jakarta, Darul Kutub Islamiyyah, 2009, halaman 39).

Dari penjelasan di atas, orang yang tidak hafal shalat dibolehkan membaca
surat Al-Fatihah dengan menggunakan mushaf Al-Quran. Kalau tidak pandai
membaca Al-Quran dibolehkan membaca tujuh ayat yang jumlah hurufnya
sama dengan Al-Fatihah, meskipun dari surat yang berbeda-beda.

Bila tidak ada surat atau ayat lain yang dihafal dibolehkan membaca sebagian
surat Al-Fatihah dan mengulang-ulanginya sesuai lama membaca surat Al-
Fatihah. Kalau tidak hafal sama sekali surat Al-Fatihah dan ayat lain,
dibolehkan membaca tujuh macam zikir, misalnya:

‫سبحان هللا والحمد هلل وال إله إال هللا وهللا أكبر وال حول وال قوة إال باهلل‬
‫العلي العظيم وما شاء هللا كان وما لم يشأ لم يكن‬

Subhanallâh wal hamdulillâh wa lâ ilâha illallâh wallâhu akbar wa lâ hawla


wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘adzîm wa mâsyâ allâhu kâna wa mâ lam
yasya’ lam yakun.

Kalau tidak hafal dan mampu membaca zikir di atas dibolehkan diam sesuai
dengan durasi membaca surat Al-Fatihah. Meskipun demikian, setiap umat
Islam diwajibkan untuk terus belajar agar ibadahnya sempurna, terutama
belajar membaca Al-Quran. Paling tidak surat Al-Fatihah hafal di luar kepala,
minimal bisa membaca surat Al-Fatihah meskipun tidak hafal. Wallahu a’lam

• Pertanyaan 10
Apakah ada syarat membaca surat Al-Fatihah dalam sholat ?

Lima Syarat Ketika Membaca Al Fatihah di Dalam Salat :

62
Salah satu rukun salat adalah membaca Al Fatihah di setiap rakaat. Oleh
karena itu tidaklah sah salat seseorang yang tidak membaca Al Fatihah.
Namun, ketika membaca Al Fatihah di dalam salat pun harus memperhatikan
syarat-syaratnya. Dan berikut adalah lima syarat yang harus diperhatikan saat
membaca Al Fatihah di dalam salat. Sebagaimana yang telah diterangkan di
dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii karya
Mustafa Al-Khan dan tim penulis lainnya.

❖ Pertama, hendaknya bacaan Al Fatihah terdengar oleh dirinya sendiri. Jadi,


tidak boleh membaca Al Fatihah di dalam hati atau hanya menggerak-
gerakkan mulut tanpa ada suara.

❖ Kedua, hendaknya membaca Al Fatihah dibaca secara tertib, sesuai


makhraj hurufnya dan tampak tasydidnya. Sehingga, ketika membaca Al
Fatihah di dalam salat haruslah hati-hati. Terlebih memperhatikan
tajwidnya, makhrajnya, tasydidnya dan panjang pendek bacaan.

❖ Ketiga, hendaknya tidak melakukan kesalahan bacaan yang sampai


mengubah makna/arti lafal yang dibaca. Namun, jika kesalahannya masih
bisa ditoleransi dengan tidak mengubah makna bacaan, maka salatnya
tidak batal.

❖ Keempat, bacaan Al Fatihah dibaca dengan menggunakan bahasa Arab


(sesuai dengan Alquran). Oleh karena itu tidaklah sah membaca
terjemahan Al Fatihah dengan bahasa apapun. Hal ini disebabkan
terjemahan Al Fatihah bukanlah Alquran.

❖ Kelima, Al Fatihah dibaca ketika musalli (orang yang melaksanakan salat)


masih dalam keadaan berdiri. Sehingga, jika ia rukuk dan masih
menyempurnakan bacaan Al Fatihah, maka bacaan Al Fatihahnya batal,
dan ia wajib kembali kepada posisi berdiri.

Demikianlah lima syarat membaca Al Fatihah yang harus diperhatikan bagi


orang yang sedang salat. Adapun bagi orang yang belum mampu membaca Al
Fatihah. Maka, ia boleh menggantinya dengan ayat apapun yang ia hafal
sebanyak tujuh ayat sebagai ganti Al Fatihah. Seandainya ia belum hafal sama
sekali ayat yang ada di dalam Alquran. Maka, ia boleh mengganti Al

63
Fatihahnya dengan bacaan zikir yang berdurasi sepanjang Al Fatihah, baru
kemudian dia rukuk. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

• Pertanyaan 11
Cukupkah, Membaca Al-Fatihah pada Shalat di Dalam Hati?
Shalat, baik fardhu atau-pun sunnah memiliki cara yang sama seperti yang
pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Di dalam shalat terdapat dua
aspek, yaitu aspek dzohir dan bathin. Kedua aspek tersebut yang harus (wajib)
dijaga adalah aspek dzohir yang berkaitan dengan rukun dan syarat. Sedangkan
aspek bathin yang berkaitan dengan ke-khusyu-an hanya sebagai penyempurna
saja. Perlu diketahui bahwa shalat memiliki peran ganda. Selain sebagai
ibadah, juga sebagai perantara bagi seorang hamba untuk bermunjat (berbisik)
kepada Tuhan-nya. [Lihat; Sayyid Muhammad Alawi, Risalatu Al-Muawanah,
1/7]

Dengan sebab kesakralan ini, Nabi Muhammad Saw. selalu mengingatkan


pada Ummat-nya agar mengerjakan shalat sesuai dengan apa yang telah beliau
contohkan. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda :

َ ُ ‫صلُ ْوا َك َما َرأَ ْيت ُ ُم ْونِ ْي أ‬


‫ص ِلي‬ َ ِ
(…Shalatlah kalian sebagaimana aku shalat…) [H.R. Al-Bukhori]

Hadis tersebut sangat simpel. Nabi hanya ingin supaya gerakan shalat yang
telah dicontohkan dan dilakukan itu diikuti oleh umatnya. Berdasarkan hadis
ini, dan ditambahkan dengan hadis lainnya, para ahli fikih membuat ketentuan
rukun dan syarat tentang shalat. Diantaranya adalah rukun qowli (berupa
ucapan), yaitu membaca surah al-fatihah. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda :

‫ص ََلةَ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَاب‬


َ َ‫ِال‬
(…tidak ada shalat (yang diterima) bagi orang yang tidak membaca fatihah…)
[H.R. Al-Bukhari]

64
Namun belakangan ini banyak masyarakat muslim yang belum sepenuhnya
memahami tentang standarisasi daripada qira’atu al-fatihah. Ada saja
masyarakat muslim yang masih gagal dalam mempraktikkan rukun ini
(membaca al-fatihah). Sehingga setiap kali membaca fatihah sering kali tidak
terdengar suara bacaan-nya sekalipun bagi dirinya sendiri. Padahal jika ini
betul-betul terjadi maka akibatnya akan sangat fatal, yaitu batalnya shalat yang
dia kerjakan.

Menurut Al-Handawani dan Al-Fadhali bahwa yang dimaksud daripada


“Qira’ah” adalah membaca yang sekiranya bacaan tersebut bisa didengar oleh
dirinya sendiri. Oleh karena itu, bacaan fatihah seseorang yang diucapkan di
dalam hati tidak akan bisa dibenarkan. Karena membaca di dalam hati tidak
termasuk membaca. Akibat daripada bacaan fatihah yang tertolak itu akan
menyebabkan shalat menjadi tidak sah.

Namun ada sebagian pendapat Ulama bahwa apabila orang yang shalat telah
menerapkan bacaan fatihah-nya maka sudah dianggap cukup, dengan alasan
yang wajib adalah melafalkan, bukan mendengarkan. Pendapat tersebut adalah
pendapatnya Imam Al-Karkhi. Akan tetapi di dalam Kitab Al-Muhith, Ulama
telah memilihkan bahwa pendapat yang Ashah (kuat) adalah pendapatnya Al-
Handawani dan Al-Fadhali yang mengatakan batal. [Lihat; Khazinah Al-
Asror/53.

• Pertanyaan 12
Apa makna di Balik Rahasia Surah Al-Fatihah Menurut Kiai Sholeh Darat?
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya berisi petunjuk dan
pedoman. Di dalamnya terdapat keistimewaan-keistimewaan. Surah al-Quran
yang menjadi ummul Quran (ibunya Al-Quran) yakni surah al-Fatihah
misalnya. Sebagai induk dari Al-Quran surah ini memiliki banyak rahasia dan
keistimewaan.

Surah yang diturunkan di kota Makkah (Makiyah) ini merupakan surah yang
paling sering dibaca oleh umat Islam. Untuk mengakhiri sebuah doa, para
muslim mengakhirinya dengan surah al-Fatihah. Untuk membuka sebuah
acara, Al-Fatihah selalu menjadi penandanya. Bahkan, di dalam menjalankan
shalat, Al-Fatihah merupakan salah satu rukun yang tidak boleh ditinggalkan.
65
Sehingga umat Islam dalam sehari membaca surah Al-Fatihah minimal
sebanyak 17 kali di dalam salat wajib.

Al-Fatihah memiliki tujuh ayat. Meskipun di kalangan ulama terjadi perbedaan


jumlah ayat al-Fatihah. Misalnya Imam Malik yang menyebut surah al-Fatihah
hanya berjumlah enam ayatDi dalam surah al-Fatihah terdapat 139 huruf. Dari
kesemuanya itu ada 7 huruf dari 28 huruf hijaiyah yang tidak masuk dalam al-
Fatihah. Tujuh huruf itulah yang sering disebut sebagai sawaqithul fatihah.

Tujuh huruf yang masuk sebagai sawaqithul fatihah yaitu huruf fa’, jim, syin,
tsa’, dho’, kho’, dan za. Kesemmuanya tergabung dalam istilah Fajasya
nadhokhoza. Menurut kiai Sholeh Darat dalam Minhaj al-Atqiya’ fi Syarhi
Ma’rifat al-Adzkiya’ ila Thoriqil Auliya’, huruf-huruf ini merupakan huruful
adzab. Sehingga ia tidak terdapat dalam surah al-Fatihah.

Kiai Sholeh Darat kemudian menjelaskan bahwa huruf fa’ singkatan dari
iftiroq atau firoq yang berarti perpecahan. Surah al-fatihah secara implisit
menjaga para pembacanya dari bahaya perpecahan. Sehingga aneh jika umat
Islam yang setiap hari membaca surah al-Fatihah minimal 17 kali justru
mengajak dan menyebabkan perpecahan di antara setiap warga negara.

Huruf jim mengisyaratkan pada kata jahannam. Dengan surah al-Fatihah, umat
Islam akan diselamatkan dari bahayanya neraka jahanam. Huruf syin
menunjuk pada kata syaqowah yang berarti kesengsaraan. Barangkali ini yang
diajarkan para ulama dahulu hingga sampai di kehidupan kita sekarang.
Aktivitas sehari-hari kita, berdoa, memulai acara, dan lainnya selalu
memasukan surah al-Fatihah sebagai spirit untuk terhindar dari kesengsaraan
hidup.

Huruf tsa’ yang bermaksud tsubur. Kata tsubur memiliki arti kerusakan. Huruf
dho’ merujuk pada kata ladho yang berarti nyala api. Mereka yang membaca
al-Fatihah akan terjaga dari siksa api dan kerusakan di dunia dan akhirat. Huruf
kho’ mengisyaratkan pada kata khoziy. Kata ini memiliki makna kehinaan.
Sedangkan huruf za merujuk pada kata zaqqum yang berarti makanan beracun.
Sehingga umat Islam yang membaca surah al-Fatihah dapat terhindar dari tujuh
adzab yang telah disebutkan di atas.

66
Menurut kiai Sholeh Darat, tujuh huruf sawaqithul fatihah juga merupakan
simbol yang sesuai dengan bumi dan langit yang berjumlah tujuh lapisan. Di
setiap lapisan atau tingkatan langit terdapat 14 kedudukan. 14 tingkatan ini
menyimbolkan 14 huruf syamsiyah dan 14 huruf qomariyah.

Selain itu, tidak masuknya tujuh huruf sawaqithul fatihah dalam surah al-
Fatihah karena ketujuh huruf itu menunjukan ismullah al a’dhom (nama Allah
yang Maha Agung). Huruf ini menyembunyikan sebuah rahasia ilmu Allah.
Ketujuhnya adalah simbol kebaikan dan keselamatan.

Barang siapa yang membaca al-Fatihah akan mendapatkan rahmat yang


tersembunyi di balik ilmullah (ilmu Allah) tersebut. Rahmat-Nya ini ialah
sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar telinga, dan
tidak pernah terbesit dalam hati seorang manusia.

Maka inilah rahasi di balik sawaqithul fatihah. Kiai Sholeh Darat tidak
menejelaskan lebih detail rahasia ini karena tidak diperkenankannya membuka
rahasia sawaqithul fatihah kecuali mereka orang-orang tertentu. Fihi asrorun la
yajuzu kasyfuha lighoiri ahliha (di dalamnya terdapat rahasia-rahasia yang
tidak diperbolehkan membukanya kepada selain ahlinya).

Wallahu a’lam bis showab…

• Pertanyaan 13
Apakah ada tata cara Berdoa dengan Surah Al-Fatihah Saat Sakit ?

Surah Al-Fatihah memiliki banyak keutamaan, di antaranya menjadi perantara


berdoa untuk sebuah penyakit. Berdoa dengan surah al-Fatihah saat sakit itu
berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi, bahwa Nabi Saw pernah berkata
sahabat Jabir;

‫ قَا َل‬،ِ‫سو َل هللا‬ ِ ‫ت فِي ْالقُ ْر‬


ُ ‫ بَلَى يَا َر‬:‫آن؟ قَا َل‬ ْ َ‫ورةٍ نَزَ ل‬
َ ‫س‬ُ ‫ أ ُ ْخبُ ِر َك ِب َخي ِْر‬،‫يَا َجا ِب ُر‬
‫فِيَها ِشفَا ٌء ِم ْن ُك ِل دَاء‬: ‫ وأحسبه قال‬:‫ب قال راوي الحديث‬ ِ ‫ِفَاتِ َحةُ ْال ِكتَا‬

67
Wahai Jabir, maukah aku beritahu padamu tentang surah terbaik yang terdapat
dalam Al-Quran? Jabi menjawab; Iya, wahai Rasulullah. Rasullah berkata;
Yaitu surah Al-Fatihah. Menurut perawi hadis ini, Nabi menambahkan redaksi;
Surah Al-Fatihah itu bisa menjadi obat dari setiap penyakit.

Adapun tata cara menyembuhkan penyakit dengan surah Al-Fatihah ini,


sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al-Dairabi dalam kitab Fathul Malikil
Majid, adalah sebagai berikut;

Pertama, meletakkan tangan pada tubuh yang terkena penyakit.

Kedua, kemudian membaca surah Al-Fatihah sekali.

Ketiga, setelah membaca surah Al-Fatihah, lalu membaca doa berikut


sebanyak tujuh kali:

‫ار ِك اْالَ ِمي ِْن اْل َم ِكي ِْن‬


َ ‫شهُ ِبدَع َْو ِة نَبِ ِي َك اْل ُم َب‬
َ ‫س ْو َء َما اَ ِجدُ َوفُ ْح‬ َ ْ‫اَلله ُه هم ا ْذهِب‬
ُ ‫ع ِن ْي‬
‫ِ ِع ْندَك‬

Allohummadzhib ‘annii suu-a maa ajidu wa fuhsyahuu bi da’wati nabiyyikal


mubaarokil amiinil makiin ‘indaka.

Ya Allah, hilangkanlah dariku keburukan apa yang aku temukan dan alami
serta kekejiannya melalui doa Nabi-Mu yang diberkahi, yang dipercaya lagi
teguh pendirian di hadapan-Mu

• Pertanyaan 14
Apa hukum membaca Surat Al-Fatihah Ketika Shalat Menurut 4 Mazhab?
Di antara polemik yang sering menjadi masalah di masyarakat adalah hukum
membaca surat al-Fatihah ketika shalat. Pertanyaan tersebut yakni perihal
bagaimana hukum membaca surat al-Fatihah ketika shalat? Untuk
mengetahuinya, mari simak ulasan di bawah ini:

68
Syekh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya Rawai’ al Bayan fi Tafsiri
Ayat al-Ahkam (j. 1 h. 44-46) menuturkan perbedaan ulama tentang wajibkah
membaca al-Fatihah dalam shalat?

Pertama, mazhab mayoritas ulama (imam Malik, Syafi’i dan Ahmad bin
Hanbal) berpendapat bahwasanya membaca surat al-Fatihah ketika shalat
merupakan syarat sah shalat. Sehingga orang yang tidak membaca surat al-
Fatihah ketika shalat padahal ia mampu maka shalatnya dihukumi tidak sah.

Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut:

َ ‫سله َم قَا َل َال‬


َ‫ص ََلة‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ت أَ هن َر‬
‫سو َل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ام‬ِ ‫ص‬ ‫ع َبادَةَ ب ِْن ال ه‬ ُ ‫ع ْن‬ َ
‫ِ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَاب‬

“Dari Ubadah bin Shamit bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda ‘tidak
sah shalatnya seseorang yang tidak membaca surah al-Fatihah’”. (Muhammad
bin Ismail al-Bukhari, Shahih Shahih Bukhari, jus 1 hal 152)

َ ‫صلهى‬
‫صَلَة ً َل ْم‬ َ ‫ قَا َل « َم ْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ع ِن النه ِب ِى‬ َ َ ‫ع ْن أَ ِبى ُه َري َْرة‬ َ
َ – ‫ى ِخدَا ٌج – ثََلَثًا‬
‫غي ُْر تَ َمام‬ ِ ‫ِ َي ْق َرأْ فِي َها ِبأ ُ ِم ْالقُ ْر‬
َ ‫آن فَ ْه‬

“Dari Abu Hurairah dari Rasulullah Saw. bersabda ‘barang siapa shalat
kemudian tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) maka shalatnya kurang-
beliau mengulanginya tiga kali- tidak sempurna.’” (Muslim bin Al-Hajjaj an-
Naisaburi, Shahih Muslim, jus 2 hal 9)

Kedua, mazhab imam Tsauri dan Abu Hanifah berpendapat sebaliknya.


Mereka mengatakan bahwa shalat dianggap cukup (sah) meski tanpa membaca
Al-Fatihah namun hal ini jelek. Meski tidak diwajibkan membaca Al-Fatihah,
orang yang shalat tetap diwajibkan membaca ayat Al-Qur’an yang mana saja,
minimal 3 ayat yang pendek atau 1 ayat yang panjang.
Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut:

69
‫س َر ِمنَ ْالقُ ْرآن‬
‫ِفَا ْق َر ُءوا َما تَيَ ه‬
“Maka bacalah apa yang mudah dari (ayat-ayat) Al-Qur’an” (Q.S al-
Muzammil ayat 20)

Ayat di atas menunjukkan bahwa yang wajib adalah membaca ayat apa saja
yang mudah dalam Al-Qur’an.
Mazhab Tsur dan Abu Hanifah juga menggunakan dalil hadis dari Ubadah
bin Shamit di atas, namun mereka menafsiri kata la shalata dengan kamilatan
(tidak sempurna):

‫ص ََلةَ ِل َم ْن لَ ْم َي ْق َرأْ ِبفَا ِت َح ِة ْال ِكتَاب‬


َ ‫ِ َال‬
“Tidak sempurna shalatnya seseorang yang tidak membaca surah al-Fatihah.”

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat perihal
wajibkah membaca Al-Fatihah ketika shalat. Mayoritas ulama mengatakan
bahwasanya membaca al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib, sementara
sebagian yang lain (Abu Hanifah dan Tsauri) berpendapat sebaliknya.

Demikianlah ragam pendapat para ulama perihal apakah wajib membaca Al-
Fatihah dalam shalat ataukah tidak yang disampaikan oleh Syekh Muhammad
Ali as-Shabuni, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam

• Pertanyaan 15
Bolehkah Menutup Doa dengan Membaca Surah Alfatihah?
Kebiasaan umat Muslim Nusantara setelah berdoa adalah mengakhiri doa
tersebut dengan membaca surah Alfatihah. Mereka berharap doa yang
dipanjatkan bisa dikabulkan oleh Allah dengan wasilah bacaan surah
Alfatihah. Setiap selesai berdoa, baik setelah salat wajib atau lainnya, berdoa
sendirian atau berjemaah, mereka selalu menutupnya dengan surah Alfatihah.
Bolehkah menutup doa dengan surah Alfatihah?

70
Disebutkan dalam kitab Shahih Shifati Shalatin Nabi Saw. bahwa menutup
doa dengan surah Alfatihah sangat dianjurkan, bahkan termasuk amalan sunah
yang disyariatkan. Hal ini dikarenakan surah Alfatihah merupakan surah
paling agung dalam Alquran dan membacanya merupakan amal saleh.
Bertawassul dengan amal saleh merupakan perkara yang di sepakati oleh para
ulama.

‫من السنة ان يختم الداعي دعاءه بالصَلة على النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ثم بقراءة سورة الفاتحة‬

“Termasuk bagian dari sunah adalah orang yang berdoa mengakhiri doanya
dengan membaca salawat kepada Nabi Saw., kemudian membaca surah
Alfatihah.”

Oleh karena itu, dianjurkan untuk menutup doa dengan surah Alfatihah
sebagai wasilah dan perantara supaya doa yang dipanjatkan diterima oleh
Allah. Para sahabat Nabi SAW. menjadikan surah Al Fatihah sebagai wasilah
dan perantara terpenuhinya kebutuhan dunia, termasuk untuk menyembuhkan
penyakit.

Disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu
Sa’id Alkhudri, dia berkisah;

َ ‫ َكانُوا فى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬


‫سفَ ٍر‬ ‫سو ِل ه‬ ُ ‫ب َر‬ِ ‫ص َحا‬ ْ َ‫سا ِم ْن أ‬ ً ‫أَ هن نَا‬
‫ فَقَالُوا َل ُه ْم ه َْل‬.‫ضيفُو ُه ْم‬
ِ ُ‫ضافُو ُه ْم فَ َل ْم ي‬ ِ ‫اء ْال َع َر‬
َ َ‫ب فَا ْست‬ ِ ‫فَ َم ُّروا ِب َح ٍى ِم ْن أَ ْح َي‬
ُ‫ فَقَا َل َر ُج ٌل ِم ْن ُه ْم نَعَ ْم فَأَتَاهُ فَ َرقَاه‬.‫اب‬
ٌ ‫ص‬َ ‫س ِيدَ ْال َح ِى لَدِي ٌغ أَ ْو ُم‬ ٍ ‫فِي ُك ْم َرا‬
َ ‫ق فَإِ هن‬
‫ َوقَا َل‬.‫غن ٍَم فَأَبَى أَ ْن يَ ْقبَلَ َها‬ َ ‫ى قَ ِطيعًا ِم ْن‬ ِ ‫الر ُج ُل فَأُع‬
َ ‫ْط‬ ‫ب فَبَ َرأَ ه‬ ِ ‫بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬
‫ فَأَتَى النه ِب ه‬.-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َحتهى أَ ْذ ُك َر ذَ ِل َك ِللنهبِ ِى‬
‫صلى هللا عليه‬- ‫ى‬
ِ ‫َّللاِ َما َرقَيْتُ ِإاله ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬
.‫ب‬ ‫َّللاِ َو ه‬ ُ ‫ فَقَا َل يَا َر‬.ُ‫ فَذَ َك َر ذَ ِل َك لَه‬-‫وسلم‬
‫سو َل ه‬

71
َ ‫ ُخذُوا ِم ْن ُه ْم َواض ِْربُوا ِلى ِب‬: ‫ ث ُ هم قَا َل‬.ٌ‫اك أَنه َها ُر ْق َية‬
‫س ْه ٍم‬ َ ‫ َو َما أَ ْد َر‬: ‫س َم َوقَا َل‬
‫فَتَبَ ه‬
‫ِ َم َع ُكم‬

“Ada sekelompok sahabat Nabi Saw. berada dalam perjalanan, lalu melewati
suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun
penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung
tersebut lantas berkata kepada sekolompok sahabat tersebut, ‘Apakah di antara
kalian ada yang bisa meruqyah (mengobati) karena pembesar kampung
tersengat binatang atau terserang demam.’ Di antara para sahabat lantas
berkata, ‘Iya ada.’
Lalu dia pun mendatangi pembesar tersebut dan dia meruqyahnya
(mengobatinya) dengan membaca surat Alfatihah dan tak lama pembesar
tersebut sembuh. Lalu yang mengobati tadi diberikan seekor kambing, namun
dia enggan menerimanya. Dia berkata, ‘Saya mau melaporkan terlebih dahulu
kepada Nabi Saw. Lalu dia mendatangi Nabi Saw. dan menceritakan kisahnya
tadi pada beliau. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidaklah mengobati
kecuali dengan membaca surat Alfatihah.’ Rasulullah Saw. lantas tersenyum
dan berkata, ‘Bagaimana engkau bisa tahu Alfatihah adalah ruqyah?. Beliau
pun bersabda, ‘Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku
sebagiannya bersama kalian.”

Hadis ini menjelaskan bahwa surah Alfatihah bisa dijadikan wasilah untuk
mengobati, dan karena itu bisa juga dijadikan wasilah agar sebuah doa diterima
Allah dengan membacanya setelah doa tersebut.

• Pertanyaan 16
Dalam shalat jenazah, sebaiknya Al Fatihah dibaca pelan atau keras?
Salat jenazah memiliki rukun dan tata-cara pelaksanaan yang berbeda dari
rukun dan tata-cara salat pada umumnya. Imam Abu Ishaq Assyairazi
menyebutnya dengan solatun wahidah, salat tersendiri yang tidak sama dengan
salat lainnya. Tentunya termasuk dengan tata-cara membaca surah Alfatihah.
Apakah dalam salat jenazah, sebaiknya Alfatihah dibaca pelan atau keras?

72
Menurut kebanyakan ulama, sebaiknya surah Al Fatihah dibaca pelan dalam
salat jenazah, baik dilaksanakan di waktu malam maupun siang hari. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Imam Abu Ishaq Assyairazi dalam kitabnya
Almuhazzab berikut:

‫ فلم يختلف فيها الليل‬، ‫ وسننها اِلسرار‬.……‫والسنة في قراءتها اِلسرار‬


‫والنهار‬

“Sunahnya dalam membaca Alfatihah adalah dipelankan…sunah-sunah salat


jenazah adalah dipelankan, dan tidak ada bedanya salat jenazah tersebut
dilaksanakan di waktu malam maupun siang hari.”

Bahkan menurut Imam Syafii sebagaimana dikutip Imam Nawawi dalam


kitabnya Almajmu, tidak hanya surah Alfatihah, seluruh bacaan dalam seluruh
salat jenazah disunahkan dibaca pelan semua, mulai dari salawat kepada Nabi
Saw. dan keluarganya, doa kepada jenazah maupun doa kepada diri sendiri dan
seluruh kaum Muslim. Hanya ketika melakukan takbir dan salam saja yang
disunahkan untuk dikeraskan dan dinyaringkan.

‫ ويخفي القراءة‬: ‫وظاهر نص الشافعي في المختصر اِلسرار ألنه قال‬


‫ ولو‬، ‫ ولم يفرق بين الليل والنهار‬، ‫ هذا نصه‬، ‫ ويجهر بالتسليم‬، ‫والدعاء‬
‫كانا يفترقان لذكره‬

“Teks Imam Syafii dalam kitab Almukhtashar dengan jelas mengatakan untuk
dipelankan. Beliau berkata, ‘Hendaknya orang salat jenazah mempelankan
bacaan Alfatihah dan doa, dan mengeraskan salam.’ Ini adalah teks perktaan
Imam Syafii dan beliau tidak membedakan antara dilaksanakan di waktu
malam atau siang hari. Andaikan antara salat jenazah yang dilaksanakan
malam dan siang hari berbeda, maka beliau pasti akan menyebutkannya.”

73
• Pertanyaan 17
Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an untuk orang masih hidup?

Ulama Ahlussunnah wal Jamaah telah sepakat akan sampainya pahala bacaan
Alquran yang dihadiahkan oleh orang yang masih hidup kepada yang sudah
meninggal dunia. Lalu bagaimana jika hadiah pahala bacaan Alquran tersebut
dihadiahkan kepada orang yang masih hidup? Apakah hal ini diperbolehkan?

Terkait pahala bacaan Alquran yang dihadiahkan untuk orang-orang yang


masih hidup, maka Syeikh Dr. Ali Jum’ah telah menjawabnya.

‫ لكن يجوز لإلنسان على سبيل‬،‫األصل أن ثواب القراءة يكون لصاحبها‬


ً ‫الدعاء أن يقول‬
‫ “اللهم هب مثل ثواب عملي هذا أو قراءتي هذه إلى‬:‫مثَل‬
‫ وهبة الثواب على جهة الدعاء مما اتفق‬،”‫ حيًّا كان أو ميتًا‬،‫فَلن أو فَلنة‬
‫عليه العلماء‬.

Pada dasarnya pahala membaca Alquran adalah milik pembacanya. Tetapi,


boleh bagi manusia atas dasar doa mengatakan semisal “Allahumma Hab
Mitsla Tsawabi Amali Hadza Au Qiraati Hadzihi Ila Fulan au Fulanah, Hayyan
kana au Mayyitan.” Ya Allah, berikanlah semisal pahala amalku ini atau
bacaanku ini untuk si fulan (laki-laki) atau fulanah (perempuan), baik dia
masih hidup atau telah tiada. Pemberian hadiah pahala tersebut adalah kategori
doa sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

Berdasarkan keterangan Syekh Ali Jumah di laman Darul Ifta’ Al-Misriyyah


tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pahala membaca Alquran untuk
orang yang masih hidup adalah boleh. Sebagaimana doa yang boleh kita
panjatkan atas nama siapapun, maka membaca Alquran pun demikian. Bahkan
ulama telah sepakat akan kebolehan menghadiahkan amal kebajikan atau
membaca Alquran baik untuk yang masih hidup atau telah meninggal. Oleh
karena itu, maka sangat boleh sekali jika kita membaca Alquran atau
melakukan hal-hal kebaikan apapun kita hadiahkan untuk orang tua atau guru-
guru kita, baik mereka masih hidup atau telah tiada. Wa Allahu a’lam bis
shawab.
74
• Pertanyaan 18
Apa hukum menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad?

Sebelum menghadiahkan Al-Fatihah pada para ulama, para wali dan ahli
kubur, kita umumnya mengawalinya dengan menghadiahkan Al-Fatihah untuk
Nabi Muhammad dan keluarganya terlebih dahulu. Rasanya kurang sempurna
jika kita tidak menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad sebelum
para ulama, para wali dan lainnya. Sebenarnya, bagaimana hukum
menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad? (Baca: Hukum
Membacakan Surah Alfatihah untuk Kesembuhan Penyakit)

Menurut para ulama, menghadiahkan Al-Fatihah, bacaan Al-Quran dan


amalan-amalan lainnya untuk Nabi Muhammad dan keluarganya hukumnya
adalah boleh. Tidak masalah menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi
Muhammad, bahkan hal itu bisa menambah kemuliaan dan kesempurnaan
untuk beliau.
Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Ihsan Jampes dalam kitab Sirajuth
Thalibin:

‫ هل تجوز قراءة الفاتحة للنبي صلى هللا عليه وسلم أوال؟ قال‬:‫فائدة‬
‫ والمعتمد‬،‫ أي معاشر المالكية‬:‫ ال نص في هذه المسئلة عندنا‬:‫األجهوري‬
‫عند الشافعية جواز ذلك فنرجع لمذهبهم فَل يحرم عندنا والكامل يقبل‬
‫زيادة الكمال قاله الشيخ أحمد تركي في حاشية الخرشي‬

Faidah: Apakah boleh atau tidak membaca (mengirim) Al-Fatihah untuk Nabi
Muhammad Saw? Al-Ajhuri mengatakan; Masalah ini menurut kami
(kalangan ulama Malikiyah) tidak ada nashnya. Sementara pendapat yang kuat
di kalangan ulama Syafi‘iyah membolehkan menghadiahkan Al-Fatihah untuk
Nabi Muhammad. Maka kami mengikuti pendapat mereka sehingga hal itu
tidak haram bagi kami. Orang sempurna tetap menerima peningkatan
kesempurnaan sebagaimana dikatakan Syekh Ahmad Tarki dalam Hasyiyah
Al-Kharasyi.

75
Imam Al-Buhuti dari kalangan ulama Hanabilah dengan tegas membolehkan
menghadiahkan pahala kebaikan untuk Nabi Muhammad, tentu di antaranya
adalah menghadiahkan Al-Fatihah. Dalam kitab Kasyful Qina’, beliau berkata
sebagai berikut :

‫كل قربة فعلها المسلم وجعل ثوابها أو بعضها كالنصف والثلث أو الربع‬
‫ حتى لرسول‬،‫ لحصول الثواب له‬،‫لمسلم حي أو ميت جاز ذلك ونفعه ذلك‬
‫هللا صلى هللا عليه وسلم‬

Semua ibadah yang dilakukan seorang muslim, dan dia hadiahkan semua
pahalanya atau sebagiannya, seperti setengah, sepertiga, atau seperempat
kepada muslim yang lain, baik masih hidup atau sudah mati, hukumnya boleh
dan bisa bermanfaat bagi penerima, bahkan boleh menghadiahkan pahalanya
untuk Rasulullah SAW.

• Pertanyaan 19
Mengapa surat Al Fatihah di jadikan bacaan Ruqyah apa kaga ada alasannya ?

Ini Alasan Surat Alfatihah Cocok Digunakan untuk Ruqyah

Dalam riwayat disebutkan ada beberapa surat yang sering digunakan untuk
ruqyah oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabat. Salah satunya adalah
surat Alfatihah, dalam sebuah riawayat diceritakan

‫ت إِ هن‬ ْ َ‫ار َيةٌ فَقَال‬


ِ ‫ت َج‬ْ ‫ِير لَنَا فَنَزَ ْلنَا فَ َجا َء‬
ٍ ‫س ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِري ِ قَا َل ُكنها ِفي َمس‬ َ ‫ع ْن أَ ِبي‬ َ
ُ‫ام َمعَ َها َر ُج ٌل َما ُكنها نَأْبُنُه‬
َ ‫ق َف َق‬ٍ ‫ْب َف َه ْل ِم ْن ُك ْم َرا‬ َ ِ ‫س ِيدَ ْال َحي‬
َ ‫س ِلي ٌم َو ِإ هن نَفَ َرنَا‬
ٌ ‫غي‬ َ
‫ت‬َ ‫سقَانَا لَبَنًا فَلَ هما َر َج َع قُ ْلنَا لَهُ أَ ُك ْن‬َ ‫بِ ُر ْقيَ ٍة فَ َرقَاهُ فَبَ َرأ َ فَأ َ َم َر لَهُ بِثَ ََلثِينَ شَاة ً َو‬
‫ب قُ ْلنَا َال ت ُ ْح ِدثُوا‬ ِ ‫ت تَ ْرقِي قَا َل َال َما َرقَيْتُ ِإ هال ِبأ ُ ِم ْال ِكتَا‬ َ ‫ِن ُر ْقيَةً أَ ْو ُك ْن‬ ُ ‫ت ُ ْحس‬
َ‫سله َم فَلَ هما قَ ِد ْمنَا ْال َمدِينَة‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬ ‫ي أَ ْو نَ ْسأ َ َل النه ِب ه‬ ْ
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ َ ِ‫ش ْيئًا َحتهى نَأت‬
َ

76
‫سله َم فَقَا َل َو َما َكانَ يُ ْد ِري ِه أَنه َها ُر ْقيَةٌ ا ْق ِس ُموا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ذَ َك ْرنَاهُ ِللنه ِبي‬
‫س ْهم‬
َ ِ‫َواض ِْربُوا ِلي ب‬

Dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Dalam sebuah perjalanan jauh, kami
singgah di suatu tempat. Kemudian datang hambasahaya perempuan berkata,
‘ketua kampung kami sakit, adalah di antara kalian yang bisa meruqyah? Lalu
salah seorang di antara kita bangkit dan kami tidak tahu sebelumnya dia bisa
meruqyah. Kemudian laki-laki itu meruqyahnya sehingga si ketua kampung itu
sembuh. Karena itu sang ketua kampung menyuruh memberinya hadiah 30
kambing dan kami dijamu dengan susu kambing.

Ketika dia kembali kami bertanya kepadanya apakah dia ahli meruqyah atau
pernah meruqyah? Laki-laki itu menjawab, saya hanya membacakannya
Ummul Kitab (Alfatihah). Kami katakana padanya agar jangan menceritakan
hal ini hingga kita datang atau menanyai Rasulallah. Ketika kita sudah sampai
Madinah kami menceritakannya kepada Nabi Saw, beliau berkata, ‘siapa yang
mengajarinya bahwa Surat Alfatihah adalah bacaan ruqyah? Kalau begitu bagi-
bagi saja hadiahnya dan jangan lupa untuk saya.’.” (HR. Bukhari)

Ibnu Hajar dalam Fathul bari berkata, hadis ini menjelaskan keistimewaan
Surat Alfatihah sebagai penyembuh penyakit.

Menurut Imam Al-Qurthubi, surat Alfatihah cocok dijadikan sebagai bacaan


meruqyah karena karena kandungan makna di dalamnya yang mencangkup
seluruh aspek ajaran Islam.

Di mana dalam surat Alfatihah mengandung pujian kepada Allah, penekanan


untuk selalu menyembah-Nya dengan ikhlas, memohon petunjuk dari-Nya,
sekaligus isyarat dan pengakuan akan lemahnya seorang hamba untuk bertahan
jika tanpa nikmat karunia-Nya. Selain itu, Surat Alfatihah juga menjelaskan
tentang hari akhir sekaligus akibat perbuatan orang-orang yang enggan
berserah diri. Wallahu’alam

77
• Pertanyaan 20
Adakah dalil bahwa Rasul menyebut surat Al Fatihah sebagai surat paling
agung ?

Suatu ketika Rasulullah pernah menyebutkan surat Alfatihah sebagai surat


yang paling agung dan istimewa, dalam sebuah riwayat diceritakan

‫علَ ْي ِه‬ ‫صلهى ه‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫عانِي النه ِب‬ َ َ‫ص ِلي فَد‬َ ُ ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم َعلهى قَا َل ُك ْنتُ أ‬ َ ‫ع ْن أَ ِبي‬ َ
‫ص ِلي قَا َل أَلَ ْم يَقُ ْل ه‬
‫َّللاُ ا ْستَ ِجيبُوا‬ َ ُ ‫َّللاِ إِنِي ُك ْنتُ أ‬ ‫سو َل ه‬ ُ ‫سله َم فَلَ ْم أ ُ ِج ْبهُ قُ ْلتُ يَا َر‬
َ ‫َو‬
ِ ‫ورةٍ فِي ْالقُ ْر‬
‫آن قَ ْب َل أَ ْن‬ َ ‫س‬ُ ‫ظ َم‬ َ ُ ‫عا ُك ْم ث ُ هم قَا َل أ َ َال أ‬
َ ‫ع ِل ُم َك أَ ْع‬ َ َ‫سو ِل ِإذَا د‬
ُ ‫لر‬ ‫ِ هّلِلِ َو ِل ه‬
‫َّللاِ ِإنه َك‬
‫سو َل ه‬ ُ ‫تَ ْخ ُر َج ِم ْن ْال َم ْس ِج ِد فَأ َ َخذَ ِبيَدِي فَلَ هما أَ َر ْدنَا أَ ْن ن َْخ ُر َج قُ ْلتُ يَا َر‬
‫س ْب ُع‬
‫ي ال ه‬ َ ‫ب ْال َعالَ ِمينَ ِه‬
ِ ‫آن قَا َل ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َر‬
ِ ‫ور ٍة ِم ْن ْالقُ ْر‬
َ ‫س‬ ُ ‫ظ َم‬ َ ُ ‫ت َأل‬
َ ‫ع ِل َمنه َك أَ ْع‬ َ ‫قُ ْل‬
‫آن ْالعَ ِظي ُم الهذِي أُوتِيتُه‬ ُ ‫ِال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬
ْ

Dari Abu Sa’id bin al-Mualla berkata, “Aku sedang shalat kemudian
Rasulullah memanggilku maka aku tidak bisa menjawabnya. Lalu aku berkata
wahai Rasulullah tadi saya sedang shalat. Kemudian beliau bersabda,
‘bukankah Allah pernah berfirman jawablah panggilang Allah dan Rasul-
Nya?, kemudian beliau berkata, maukah kau aku beritahu surat yang paling
agung di dalam Alquran sebelum keluar dari masjid?’, kemudian beliau
menarik tanganka hingga ketika kita hendak keluar aku berkata kepada beliau,
wahai Rasulullah bukankah engkau akan memberitahukanku surat yang paling
agung dalam Alquran?” beliau bersabda, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, dia
adalah tujuh yang diulang dan al-Quran al-‘Adzim yang diberikan kepadaku,”
(HR. Bukhari)

Surat Alfatihah disebut pula Ummu Alquran, dinamakan demikian karena


Surat Alfatihah adalah surat pembuka dalam Alquran. Namun adapula ahli
tafsir yang mengatakan bahwa penamaan ini karena surat Alfatihah
mengandung pujian terhadap Allah, perintah untuk menyembah-Nya,
sekaligus ancaman dan janji, termasuk di dalamnya juga disebutkan sifat-Nya;

78
yang maha pengasih lagi maha penyayang. Karena kandungan makna yang
terdapat dalam surat Alfatihah inilah surat tersebut disebut Ummu Alquran.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan maksud daripada surat yang paling
agung adalah besarnya pahala yang didapatkan karena membaca Alfatihah
meskipun banyak surat lain yang lebih panjang darinya karena Alfatihah
adalah surat yang selalu dibaca dalam shalat baik shalat fardhu atau shalat
sunnah karena itulahlah surat Alfatihah disebut alsab’u almasani.

Berdasarkan hadis inilah para ulama berpendapat bahwa Alsab’u almasani dan
Alquran adalah dua pegangan yang akan menyelamatkan umat dari kesesatan.
Karena ini adalah dua perkara yang dengannya Rasululah tenang
meninggalkan umatnya. Wallahu’alam.

• Pertanyaan 21
Mengapa setiap akan berdoa, di akhir doa, membuka kajian, menutup
pengajian dan sebagainya selalu membaca Surat Al Fatihah ?

Berikut adalah dalil-dalilnya;

Hadis pertama:

،‫ بينما جبريل قاعد عند النبي صلى الله عليه وسلم‬:‫ قال‬،‫عن ابن عباس‬
‫ ” هذا باب من السماء فتح اليوم‬:‫ فقال‬،‫ فرفع رأسه‬،‫سمع نقيضا من فوقه‬
‫ هذا ملك نزل إلى األرض لم‬:‫ فقال‬،‫ فنزل منه ملك‬،‫لم يفتح قط إال اليوم‬
:‫ أبشر بنورين أوتيتهما لم يؤتهما نبي قبلك‬:‫ وقال‬،‫ فسلم‬،‫ينزل قط إال اليوم‬
” ‫ لن تقرأ بحرف منهما إال أعطيته‬،‫ وخواتيم سورة البقرة‬،‫فاتحة الكتاب‬
‫رواه مسلم‬

Ibnu Abbas berkata, ketika Jibril duduk di dekat Nabi maka Jibril mendengar
suara dari atas, ia mengangkat kepalanya dan berkata: “Ini adalah pintu langit

79
yang tidak pernah dibuka kecuali har ini” Lalu turun malaikat. Jibril berkata:
“Ini adalah malaikat yang tidak pernah turun ke bumi kecuali hari ini”. Ia
mengucap salam lalu berkata: “Kabarkan dengan 2 cahaya yang diberikan
kepadamu, yang tidak diberikan pada seorang nabi sebelum kamu. Yaitu
Fatihah dan ayat-ayat akhir Surat Baqarah. Tidak kamu baca sehuruf pun
kecuali dikabulkan untukmu” (HR Muslim)

Hadis kedua;

‫ إن سيد الحي‬:‫ فأتتنا امرأة فقالت‬،‫ نزلنا منزال‬:‫ قال‬،‫عن أبي سعيد الخدري‬
‫ ما كنا نظنه يحسن‬،‫ فهل فيكم من راق؟ فقام معها رجل منا‬،‫ لدغ‬،‫سليم‬
‫ أكنت‬:‫ فقلنا‬،‫ وسقونا لبنا‬،‫ فأعطوه غنما‬،‫ فرقاه بفاتحة الكتاب فبرأ‬،‫رقية‬
‫ ما رقيته إال بفاتحة الكتاب … فأتينا النبي صلى الله‬:‫تحسن رقية؟ فقال‬
‫ «ما كان يدريه أنها رقية؟ اقسموا‬:‫ فقال‬،‫عليه وسلم فذكرنا ذلك له‬
‫»واضربوا لي بسهم معكم‬

Abu Said al-Khudri berkata: “Kami singgah di sebuah tempat, lalu datang
wanita dan berkata: “Kepala suku kami disengat binatang. Adakah yang bisa
mengobati?” Lalu seorang Sahabat berdiri, menurut kami dia tidak ahli
mengobati. Ia meruqyat dengan Fatihah, ternyata sembuh. Mereka
memberinya kambing dan memberi minuman susu. Kami bertanya: “Kamu
bisa ruqyat?” Dia menjawab: “Saya hanya membacakan Fatihah”. Lalu kami
mendatangi Nabi dan cerita di atas. Nabi bersabda: “Dari mana dia tahu Fatihah
adalah ruqyah? Bagikan kambingnya dan beri aku bagian bersama kalian” (HR
Muslim).

• Pertanyaan 22
Mana yang lebih Afdhal berhenti ( waqaf ) pada setiap ayat menyambungnya
pada surat Al Fatihah ?

80
Jawaban :
Di sunatkan menyambung Basmalah dengan Al Hamdulillah bagi imam dan
selainya karena ada Warid : siapa yang melakukan itu maka Allah
mengampuni dia ,di terima kebaikan - kebaikannya , dimaafkan kesalahan -
kesalahanya ,di selamatkan dia dari neraka ,dari azab qubur ,azab hari qiyamat
dan ketakutan yang sangat dahsyat .Berkata Ibnu Hajar Al Haitami dalam dua
syarah Irsyad sebaik sebaik waqaf di ujung - ujung ayat itu lebih Afdhal
karena mengikut .

Disunatkan waqaf pada ujung setiap ayat dari surah Al fatiha sehingga atas
akhir basmalah sebagaimana dalam Tuhfah ,Berbeda dengan apa yang di
dalam kitab Mughni muhtaj dan Fathul jawad dimana dia berkata :di sunatkan
menyambung Basmalah dan Al hamdulillah demikian di sebutkan dalam kitab
As Syamsul Munirah jilid 1,hal 190.

• Pertanyaan 23
Membaca Alhamdulillah karena Bersin, Apakah Memutus Bacaan Al-
Fatihah?

Dalam kitab Safinatun Najah disebutkan bahwa salah satu syarat membaca
Surah al-Fatihah saat shalat adalah tidak menyisipkan bacaan dzikir lain di
tengah al-Fatihah. Bagaimana jika di tengah-tengah membaca al-Fatihah saya
bersin, apakah tetap disunnahkan membaca Alhamdulillah? Jika saya
membaca Alhamdulillah, apakah dinilai telah menyisipkan bacaan dzikir lain
di tengah Al-Fatihah?

Jawaban :
Orang bersin saat shalat tetap disunnahkan membaca Alhamdulillah. Akan
tetapi, membacanya secara sirr (dengan suara pelan/lirih; tidak keras). Begitu
pula apabila bersinnya di tengah-tengah membaca Surah al-Fatihah, tetap
disunnahkan membaca Alhamdulillah. Namun, Anda harus mengulang al-
Fatihah lagi dari awal karena terbilang telah menyisipkan bacaan dzikir lain,
yakni bacaan Alhamdulillah, di tengah-tengah al-Fatihah.
Yang dimaksud dengan “bacaan dzikir lain” (dzikr ajnabiy) adalah bacaan-
bacaan yang tidak ada hubungan dengan kemaslahatan shalat. Adapun dzikir
yang memiliki hubungan kemaslahatan dengan shalat maka tidak apa-apa.

81
Tidak perlu mengulang membaca Fatihah dari awal. Contohnya, di tengah-
tengah makmum sedang membaca Fatihah, dia mendengar imam selesai
membaca Fatihah, maka si makmum membaca aamiin. Walaupun Fatihah si
makmum terputus disebabkan membaca aamiin, dia tidak perlu mengulang
lagi Fatihah dari awal. Alasannya, karena bacaan aamiin memiliki hubungan
dengan kemaslahatan shalat.

Referensi
Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Nailul Raja’ bi Syarhi Safinatin Naja’,
(Libanon & Jeddah: Darul Minhaj, 2007), hlm. 173 dan 176.

• Pertanyaan 24
Terlanjur membaca Al Fatihah, Apakah boleh membaca do’a Iftitah?
Salah satu kesunnahan dalam shalat adalah membaca doa iftitah yang dibaca
setelah takbiratul ihram dan sebelum al-Fatihah. Bagaimana hukumnya jika
lupa membaca doa iftitah, dan baru tersadar saat sedang atau setelah membaca
Al-Fatihah, apakah boleh kembali ke doa Iftitah?

Jawaban :
Menurut mayoritas ulama (selain ulama Malikiyah), hukum membaca doa
iftitah adalah sunnah, yakni pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram dan
sebelum membaca ta’awudz atau al-Fatihah. Sementara menurut ulama
Malikiyah, membaca doa iftitah hukumnya adalah makruh.
Membaca doa iftitah dihukumi sunnah apabila memenuhi lima syarat berikut:
1) Bukan shalat Jenazah, karena dalam shalat Jenazah tidak disunnahkan
membaca doa iftitah.
2) Tidak khawatir kehilangan waktu ada’ (lawan kata qadha’), yaitu waktu
yang bisa digunakan untuk melakukan satu rakaat. Jika waktu shalat sempit
atau khawatir waktu shalat akan segera habis maka tidak disunnahkan
membaca doa iftitah.
3) Bagi makmum, dia tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk membaca
sebagian surah al-Fatihah. Jika makmum khawatir kehilangan kesempatan
jika membaca doa iftitah, maka tidak disunahkan membaca doa iftitah.
4) Bagi makmum, dia masih menjumpai imam dalam posisi berdiri. Bila
menjumpainya dalam posisi selain berdiri, seperti imam telah i’tidal, maka

82
tidak disunahkan membaca doa iftitah, tetapi makmum langsung ikut
menyusul mengikuti posisi imam.
5) Tidak terlanjur membaca ta’awwudz atau surah al-Fatihah. Jika sudah
terlanjur membaca ta’awwudz atau surah al-Fatihah maka tidak
disunahkan membaca doa iftitah.

Berdasarkan penjelasan di atas, kembali kepada doa iftitah (setelah terlanjur


membaca ta’awudz atau Fatihah) tidaklah disunnahkan karena waktu
kesunnahan membacanya telah terlewat, yakni setelah takbiratul ihram dan
sebelum membaca ta’awudz atau al-Fatihah.

Lantas, bagaimana jika tetap kembali kepada doa iftitah, apakah membatalkan
shalat?
Shalatnya tetap sah (tidak batal) karena pada dasarnya bacaan iftitah
merupakan ucapan/bacaan (dzikir), dan menambah ucapan/bacaan baik
berupa doa maupun dzikir tidaklah membatalkan shalat.

Hanya saja, dia tidak mendapatkan pahala kesunnahan dari iftitah tersebut
karena sudah terlewat waktunya.
Bukankah memutus perkara fardhu demi melaksanakan kesunnahan (qath’u
fardhin li naflin) itu dilarang dan membatalkan shalat?
Teori umumnya memang qath’u fardhin li naflin itu dilarang. Namun, perlu
diketahui bahwa larangan yang sehingga membatalkan shalat ini hanya
berlaku apabila perkara fardhu yang diputus tersebut merupakan rukun fi’ly
(rukun yang berupa perbuatan/gerakan badan).

Misalnya, orang lupa tasyahud awal dan sudah terlanjur melaksanakan rukun
fi’ly berupa berdiri, maka dia dilarang kembali ke posisi tasyahud awal. Jika
tetap kembali ke posisi tasyahud awal, padahal dia tahu bahwa itu dilarang,
maka batallah shalatnya.
Berbeda halnya apabila perkara fardhu yang diputus tersebut merupakan
rukun qauly (rukun yang berupa ucapan/bacaan), seperti membaca surah al-
Fatihah, maka tidak membatalkan shalat. Walaupun semestinya memang tidak
perlu atau tidak usah kita memutus Fatihah dan kembali kepada doa iftitah.

83
‫‪Referensi :‬‬
‫‪Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, Jilid 1, Cet. II,‬‬
‫‪(Damaskus: Darul Fikr, 1985), hlm. 689.‬‬

‫ي َو َي ْق َرأُ‪ ،‬لَ هما َر َوى‬ ‫اال ْس ِت ْفتَاحِ‪ ،‬بَ ْل يُ ْك ِب ُر ْال َم ْ‬


‫ص ِل ُّ‬ ‫قَا َل ْال َما ِل ِكيهةُ‪ ُ:‬يُ ْك َرهُ دُ َ‬
‫عا ُء ْ ِ‬
‫ي هللاُ‬
‫ض ه‬ ‫ع َم َر َر ِ‬ ‫سله َم‪َ ،‬وأَبَا بَ ْك ٍر‪َ ،‬و ُ‬ ‫صلهى هللاُ َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ي َ‬ ‫س قَا َل‪َ “:‬كانَ النهبِ ُّ‬ ‫أَ ْن َ‬
‫ب ْالعَالَ ِمين‬
‫ص ََلَةَ ب{ ْال َح ْمدُ ِّلِلِ َر ِ‬ ‫ع ْن ُه َما‪، ،‬يَ ْفتَتِ ُحونَ ال ه‬‫‪َ ِ}“.‬‬
‫الر ْك َع ِة ْاأل ْولَى‪،‬‬ ‫عا ُء ْ ِ‬
‫اال ْس ِت ْفتَاحِ بَ ْعدَ الت ه ْح ِري َم ِة ِفي ه‬ ‫س ُّن دُ َ‬ ‫َوقَا َل ْال ُج ْم ُه ُ‬
‫ور‪ :‬يَ ُ‬
‫اج ُح ِلدِي‬‫الر ِ‬ ‫َو ُه َو ه‬
‫‪Abu Bakar bin Muhammad Zainal Abidin Syatha (Sayyid Abu Bakar Syatha),‬‬
‫‪I’anah ath-Thalibin, juz 1, (Semarang: Karya Thoha Putra, tth), hlm. 145.‬‬
‫‪Lihat pula dalam Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqhi ‘ala al-Madzahib al-‬‬
‫‪Arba’ah, juz 1, (Beirut: Darul Fikr, 2008), hlm. 213.‬‬

‫ص هرحٍ ِب َها ُكلُّ َها فِي‬ ‫وط َخ ْم َ‬


‫س ٍة ُم َ‬ ‫ش ُر ِ‬ ‫س ُّن بِ ُ‬ ‫َو ْال َح ِ‬
‫اص ُل أَ هن دُ َ‬
‫عا َء ِاال ْفتِتَاحِ ِإنه َما يَ ُ‬
‫ت َو ْقتُ ْاألَدَ ِ‬
‫اء‬ ‫ص ََلَةِ ْال ِجنَازَ ةِ َوأَ هن َال يَخ ُ‬
‫َاف فَ هو َ‬ ‫غي ِْر َ‬ ‫َك ََلَ ِم ِه أَ ْن يَ ُكونَ فِي َ‬
‫ض ْالفَاتِ َح ِة َوأ َ هن َال يُ ْد ِركُ ْاِل َما ُم فِي َ‬
‫غي ِْر‬ ‫ت َب ْع ُ‬‫َاف المأموم فَ هو َ‬ ‫َوأَ هن َال َيخ ُ‬
‫الر ْم ِلي ِ َوأَ هن َال يَ ْش َر ُ‬
‫ع‬ ‫ْال ِقيَا ِم فَلَ ْو أَ ْد َر َكهُ فِي ْ ِ‬
‫اال ْعتِدَا ِل لَ ْم يَ ْفتَتِ ْح َك َما فِي ش َْرحِ ه‬
‫طلَقًا ِفي الت ه َع ُّو ِذ أَ ِو ْال ِق َراءة‬
‫ي ُم ْ‬
‫ص ِل ُّ‬ ‫ْ‬
‫ِال َم ْ‬
‫‪Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in,‬‬
‫‪Cet. I, (tt: Darul Fikri, tth), hlm. 63.‬‬

‫ع ْمدًا أَ ْو َ‬
‫س ْه ًوا‪َ ,‬وخ ََر َج ِبذَ ِل َك َمالُو‬ ‫عا ُء ِاال ْفتِتَاحِ ِبال ُّ‬
‫ش ُروعِ فِي َما بَ ْعدَهُ َ‬ ‫َويَفُوتُ دُ َ‬
‫سانُهُ فَ ََل يَفُوت‬ ‫سبَقَ ِل َ‬
‫ِ َ‬

‫‪84‬‬
• Pertanyaan 25
Bagaimana komentar dalam kitab Abi syuja yaitu Al ghayatu wa taqrib
tentang bismillah dalam surat Al Fatihah ?

‫قال المؤلف رحمه هللا‬


‫وبسم هللاِ الرحمن الرحيم ءايةٌ منها‬
ِ ‫وقراءة ُ الفاتح ِة‬
“Dan membaca al Fatihah, Bismillahirrahmanirrahim adalah ayat dari al
Fatihah”

PENJELASAN :
Rukun shalat yang ke empat adalah membaca surat Al Fatihah.
a. Membaca al Fatihah bisa dengan hafalan atau dengan membaca mushhaf,
atau dituntun oleh seseorang yang ada didekatnya.
b. Dalam membaca al Fatihah wajib memperhatikan huruf-huruf dan
tasydid-tasydidnya.
c. Apabila seseorang menggugurkan satu huruf saja dalam membaca al
Fatihah maka bacaan al Fatihahnya tidak sah.
d. Demikian juga apabila seseorang mengganti huruf, misalnya mengganti
dzal pada ‫ الذين‬dengan za’ sehingga menjadi ‫الزين‬.
e. Apabila seseorang salah dalam membaca al Fatihah tanpa sengaja maka
dia harus langsung kembali pada bagian yang salah dan meralatnya.
f. Apabila seseorang melakukan kesalahan membaca secara sengaja, padahal
dia tahu bahwa dia salah (tidak sabqullisan) maka bacaan dan shalatnya
rusak.
g. Apabila seseorang menyangka bahwa bacaannya itu sudah benar, tetapi
sebenarnya bacaannya itu salah, maka dirinci:
- Jika kesalahan tersebut merubah makna maka batal shalatnya.
- Seperti orang yang menghilangkan tasydid pada lafadz ‫إياك نعبد‬. Lafadz
‫ االياك‬tanpa tasydid dalam bahasa Arab artinya cahaya matahari. Bahkan
jika seseorang mengetahui maknanya kemudian tetap membacanya
tanpa tasydid maka dia jatuh pada kekufuran, karena seakan-akan dia
mengakatakan: “kepada cahaya matahari kami menyembah”.
- Apabila tidak merubah makna maka tidak batal shalatnya.

85
h. Dalam membaca al Fatihah seseorang juga harus tidak memisahkan antara
kalimat-kalimatnya dengan pemisah yang lama, karena jika lakukan
berarti dia tidak menjaga muwalah.
i. Jika memisahnya sekitar waktu untuk bernafas, atau misalnya seseorang
menguap maka bacaannya tidak rusak.
j. Basmalah adalah ayat pertama dalam surat Al Fatihah, ini dalam madzhab
Syafi’i.
k. Apabila seseorang tidak mampu membaca surat al Fatihah maka dia boleh
menggantinya dengan tujuh ayat dalam Al Qur’an, jika tidak mampu maka
membaca dzikir, sekira huruf-hurufnya tidak kurang dari huruf-huruf al
Fatihah.
l. Jumlah huruf dalam Al Fatihah adalah 156 huruf.
m. Apabila seseorang bisa membaca separo al Fatihah maka dia harus
membaca yang dia mampu untuk membacanya dan selebihnya diganti
dengan ketentuan di atas
n. Apabila tidak mampu membaca alfatihah dan penggantinya sebagaimana
disebutkan di atas maka dia diam selama cukup untuk membaca al Fatihah.

• Pertanyaan 26
Penggantian huruf dalam Al-Fatihah
Entah dengan alasan apa (mungkin karena tidak pernah mengaji), kebanyakan
saat membaca Al Fatihah dalam shalat, huruf Dlad diganti dengan huruf Dza’.
Apakah hal tersebut dapat membatalkan shalat?

Jawab: Menurut pendapatnya al-Fakhrûr ar-Râzi tidak batal, karena sulitnya


membedakan kedua huruf tersebut.
Referensi:

‫ مكتبة دار‬67 : ‫بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ‬


‫الفكر‬
َ َ ‫صَلَتُهُ فِي اْأل‬
( ِ ‫صح‬ َ ‫ت‬ َ َ‫ظا ًء فِي ْالفَاتِ َح ِة ب‬
ْ َ‫طل‬ َ َ‫َم ْسأَلَةُ ب ) لَ ْو أ َ ْبدَ َل الضهاد‬
ُ ‫ي يَ ُج ْو ُز تَ ْق ِل ْيدُهُ أَنه َها الَ تَ ْب‬
‫ط ُل ِلعُ ْس ِر الت ه ْميِي ِْز بَ ْينَ ُه َما َوفِي‬ ٌّ ‫َو ُمقَابِلُهُ َو ْجهٌ قَ ِو‬

86
َ َ‫الر ِازي ِ تَ ُج ْو ُز ْال ِق َرا َءة ُ ِبإِ ْبدَا ِل الضهاد‬
‫ظا ًء ِلتَشَابُ ِه ِه َما َو َهذَا‬ ‫تَ ْف ِسي ِْر ْالفَ ْخ ِر ه‬
‫علَ ْي ِه ْم اهـ‬ ُّ ‫عدَ َم الت ه ْش ِد ْي ِد َوالتهن‬
َ ِ‫َطع‬ ُ ‫ع ِن ْال َع َو ِام َويُ ْو ِج‬
َ ‫ب‬ َ ‫ف‬
ُ ‫يُخ َِف‬

Pertanyaan dan jawaban ini terkutip didalam buku KANG SANTRI volume
1 menyingkap problematika umat buku satu halaman 112.

• Pertanyaan 27

Hukum Membaca Surat Al Fatihah Di Akhir Majlis


Adakah keterangan dari kitab atau lainnya yang menyatakan bahwa surat al-
fatihah itu dibaca setelah membaca surat atau Al-Qur'an.. bukankah al-fatihah
itu artinya pembukaan tetapi kasus yang saya temukan ini al-fatihah di baca
sebagai penutupan. Mohon penjelasannya...?

Hal itu adalah boleh, bahkan dianggap baik secara syar'i sebagaimana
keterangan dalam kitab nihayatul mufid disebutkan : Masalah syin : telah
berlaku kebiasaan umum muslimin di semua tempat yaitu mentartibkan baca
surat al fatekhah dan membacanya setelah berdoa dalam akhir majlis - sampai
perkataan mushonnef -maka ini adalah hal yang dianggap baik secara sayr'ie
walaupun tdk terdapat asalnya dari kitab dan sunnah. Wallohu a'lam.
Referensi :
- Kitab nihayatul mufid halaman 17-19 :

َ‫يب ْالفَا ِت َح ِة َو ِق َراء ِت َها َب ْعد‬


َ ‫عا َم ِة ْال ُم ْس ِل ِمينَ ِب َج ِمي َع االقطار ت َ ْر ِت‬
َ ُ ‫عادَة‬ ْ ‫َج َر‬
َ ‫ت‬
‫ان لَ ْم‬
ٍ ‫عا َو‬ َ ‫سنَةُ ش ََر‬ ‫ الى ه‬-‫ام ْال ُم َجا ِل ِس‬
َ ‫ فَ ِهي ُم ْستَ ْح‬-‫ان قَا َل‬ َ َ‫ى ِخت‬ ‫ت فِ ه‬ِ ‫الدهع َْوا‬
‫سنهة‬ ْ ِ‫ ِيَ ُك ْن لَ َها ا‬٠
ٍ ‫ص ِل ِم ْن ِكتَا‬
ُ ‫ب َو‬
• Pertanyaan 28
Hukum membaca Ta’awudz dalam Shalat?
Semua ulama, selain mazhab imam Malik serta riwayat dari Atha’ dan Sufyan
al-Tsauri, berpendapat bahwa disunnahkan membaca ta’awudz sebelum

87
membaca surat al-Fatihah dalam salat. Dalilnya adalah firman Allah SWT
surat Al-Nahl ayat 98:

‫ان الرجيم‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
‫اّلِلِ ِمنَ ال ه‬ َ ْ‫فَإِذَا قَ َرأ‬
‫ت ْالقُ ْرآنَ فَا ْستَ ِع ْذ ِب ه‬
Apabila kamu membaca al-Qur’an maka mohon perlindunganlah kepada
Allah dari setan yang terkutuk

Imam al-Syirazi membawakan hadis yang menjadi dalil juga kesunnahan


membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dalam salat. Hadisnya
sebagai berikut:

‫ان‬
ِ ‫ط‬ ‫س ِميعِ ْالعَ ِل ِيم ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬ ُ َ‫سله َم قَا َل أ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ال ه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ‫إن النه ِب ه‬
‫ه‬
‫الر ِج ِيم َونَ ْف ِخ ِه َونَ ْفثِه‬
‫ِ ه‬

Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berdoa: Aku berlindung kepada Allah


yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari
keburukan dan kesombongannya. (H.R. al-Tirmidzi)

Adapun mazhab Maliki berpendapat bahwa ta’awudz tidak dibaca (tidak


diwajibkan dan tidak pula dianjurkan) ketika salat, sementara al-Abdari
meriwayatkan dari Atha’ dan Sufyan al-Tsauri serta riwayat dari Daud al-
Zhahiri berpendapat bahwa hukum membaca ta’awudz adalah wajib.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa ta’awudz dibaca dalam salat sebelum


membaca surat al-Fatihah. Sementara sebagian lagi seperti Abu Hurairah, Ibn
Sirin, dan al-Nakha’i berpendapat bahwa ta’awudz dibaca setelah selesai
membaca al-Qur’an, berdalil dengan tekstual ayat di atas. Ayat tersebut
dimaknai dengan “apabila engkau telah (selesai) membaca al-Qur’an, maka
mohonlah perlindungan kepada Allah.” Mayoritas ulama berpendapat bahwa
makna dari ayat yang dimaksud adalah “apabila engkau hendak membaca al-
Qur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.”

Bacaan ta’awudz dalam salat yang jahr (dikeraskan bacaannya) dapat dibaca
secara jahr (keras) atau sirr (pelan). Menurut pendapat yang kuat dalam

88
mazhab Syafi’i, ta’awudz dalam salat dibaca pada setiap rakaat. Imam
Nawawi menjelaskan:

‫ب‬ ‫اضي أَبُو ه‬


ِ ‫الط ِي‬ ِ َ‫ص هح َحهُ ْالق‬ َ ‫اب الت ه َع ُّو ِذ فِي ُك ِل َر ْك َع ٍة َو‬
ُ َ‫َب ا ْستِ ْحب‬ ُ ‫َو ْال َم ْذه‬
‫ي‬ ُّ ‫الرا ِف ِع‬
‫ي َو ه‬ ‫ي َوال ه‬
ُّ ‫شا ِش‬ ُّ ‫الرو َيا ِن‬
ُّ ‫ِيط َو‬ِ ‫ي ِفي ْال َبس‬ ُّ ‫َو ِإ َما ُم ْال َح َر َمي ِْن َو ْالغَزَ ا ِل‬
‫ِوآخ َُرون‬
َ

Pendapat mazhab adalah bahwa disunnahkan membaca ta’awudz pada setiap


raka’at. Pendapat ini dibenarkan oleh Qadhi Abu Thayyib al-Thabari, Imam
al-Haramaini, al-Ghazali dalam kitab al-Basith, al-Ruyani, al-Syasyi, al-
Rafi’i, dan lain-lain.

Apabila seseorang lupa atau sengaja tidak membaca ta’awudz dalam salat,
maka tidak ada sanksi baginya, karena membaca ta’awudz adalah sunah
hay’ah dalam salat, yang kalau tertinggal tidak wajib sujud sahwi. Imam
Nawawi sebagaimana mengutip pendapat Imam Syafi’i berkata:

َ َ‫ي فِي ْاأل ُ ِم لَ ْو ت َ َر َك التهعَ ُّوذ‬


‫ع ْمدًا فَإِ ْن تَ َر َكهُ عمدا أو سهوا فليس‬ ‫قَا َل ال ه‬
ُّ ‫شافِ ِع‬
‫عليه سجود سهو‬

Imam Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm: kalau seseorang meninggalkan


membaca ta’awudz, baik sengaja ataupun karena lupa, maka ia tidak perlu
sujud sahwi.
Ada beberapa redaksi bacaan ta’awudz sebagaimana yang dijelaskan oleh
Imam Nawawi berikut:

)‫الر ِج ِيم‬
‫ان ه‬ َ ‫ش ْي‬
ِ ‫ط‬ ُ َ‫ب أَ ْن يَقُو َل (أ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ُّ ‫صفَتُهُ فَ َم ْذ َهبُنَا أَنههُ يُ ْستَ َح‬
ِ ‫َوأَ هما‬
‫ب أَ ْن َيقُو َل‬ ُّ ‫ب َوقَا َل الث ه ْو ِر‬
ُّ ‫ي يُ ْست َ َح‬ ‫اضي أَبُو ه‬
ِ ِ‫الطي‬ ِ َ‫َو ِب ِه قَا َل ْاأل َ ْكثَ ُرونَ قَا َل ْالق‬
‫إن هللا هو السميع العليم) وقال الحسن ابن‬ ‫الر ِج ِيم ه‬
‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ ُ َ ‫(أ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬
‫ي‬ ‫الر ِج ِيم) َونَقَ َل ال ه‬
ُّ ‫شا ِش‬ ‫طا ِن ه‬ ‫س ِميعِ ْالعَ ِل ِيم ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬ ُ َ ‫صا ِلحٍ يَقُو ُل (أ‬
‫عوذُ بِا َ هّلِلِ ال ه‬ َ
89
‫إن ه‬
َ‫َّللا‬ ‫الر ِج ِيم ه‬
‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ ‫س ِميعِ ْال َع ِل ِيم ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬ ُ َ‫صا ِلحٍ (أ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ال ه‬ َ ‫س ِن ب ِْن‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬
َ
‫ع ْن أَ ْح َمدَ ب ِْن َح ْنبَ ٍل واحتج‬
َ ‫ام ِل َهذَا‬ ِ ‫ش‬‫ب ال ه‬ُ ‫اح‬ ِ ‫ص‬ َ ‫س ِمي ُع ْال َع ِلي ُم) َو َح َكى‬
‫ُه َو ال ه‬
‫بقول هللا تعالى (وإما ينزغنك من الشيطان نزع فاستعذ باهلل انه سميع‬
َ ْ‫َّللاِ تعلى (فَإِذَا قَ َرأ‬
َ‫ت ْالقُ ْرآن‬ ْ َ‫احتَ هج أ‬
‫ص َحابُنَا ِبقَ ْو ِل ه‬ َ ‫ث أ َ ِبي‬
ْ ‫س ِعي ٍد َو‬ ِ ‫عليم) َو َحدِي‬
‫ان الرجيم) فَقَ ْد ا ْمتَثَ َل ْاأل َ ْمر‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ ‫ِفَا ْستَ ِع ْذ بِ ه‬
‫اّلِلِ ِمنَ ال ه‬
Tentang redaksi ta’awudz ada beberapa pendapat:
Pertama, mazhab kita (Syafi’i) dan juga merupakan pendapat mayoritas
ulama, dianjurkan mengucapkan:

‫الر ِجيم‬
‫ان ه‬ِ ‫ط‬ ُ َ ‫ِأ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬
Kedua, menurut Sufyan al-Tsauri, redaksi ta’awudz yang dianjurkan adalah:

‫الر ِج ِيم ه‬
‫إن هللا هو السميع العليم‬ ‫ان ه‬ِ ‫ط‬ ُ َ‫أ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬
Ketiga, menurut al-Hasan bin Saleh, pendapat ini juga dipastikan oleh al-
Badaniji, dan diriwayatkan oleh al-Rafi’i, ta’awudz dengan redaksi:

‫الر ِجيم‬
‫ان ه‬ ‫س ِميعِ ْال َع ِل ِيم ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬
ِ ‫ط‬ ُ َ ‫ِأ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ال ه‬
Keempat, Al-Qaffal Al-Syasyi menukilkan pula dari Al-Hasan bin Saleh, dan
pengarang kitab al-Syamil menghikayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal
dengan redaksi:

‫س ِمي ُع ْالعَ ِليم‬


‫َّللاَ ُه َو ال ه‬
‫إن ه‬ ‫الر ِج ِيم ه‬
‫ان ه‬ِ ‫ط‬ ‫س ِميعِ ْالعَ ِل ِيم ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬ ُ َ ‫ِأ‬
‫عوذُ بِا َ هّلِلِ ال ه‬
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pada dasarnya semua bentuk redaksi
ta’awudz (mohon perlindungan kepada Allah) sudah cukup untuk
mendapatkan pahala Sunnah, tetapi redaksi yang utama adalah sebagaimana
redaksi yang disepakati oleh mayoritas ulama. Imam Nawawi menukil
pernyataan Imam Syafi’i sebagai berikut:

90
َ ‫ص ُل الت ه َع ُّوذُ بِ ُك ِل َما ا ْشت َ َم َل‬
‫علَى‬ ْ َ‫ي فِي ْاأل ُ ِم َوأ‬
ُ ‫ص َحابُنَا َي ْح‬ ‫قَا َل ال ه‬
ُّ ‫شافِ ِع‬
‫الر ِجيم‬
‫ان ه‬ِ ‫ط‬ ُ َ ‫ضلَهُ أ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬ َ ‫ان لَ ِك هن أ َ ْف‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
‫ِ ِاال ْستِ َعاذَةِ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬

Imam Syafi’i berpendapat dalam al-Umm dan para ashhab kami (ulama
mujtahid): menunaikan anjuran membaca ta’awudz sudah hasil (cukup)
dengan membaca setiap lafaz yang mengandung permohonan diberikan
perlindungan Allah dari setan. Namun, redaksi ta’awudz yang paling utama
adalah redaksi:

‫الر ِجيم‬
‫ان ه‬ِ ‫ط‬ ُ َ ‫ِأ‬
‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬
َ ‫ش ْي‬

Wallahu A’lam

• Pertanyaan 29
Bagaimana hukumnya ,wajib atau sunatkah membaca
Bismillahirrahmanirrahiim pada awal Al Fatihah pada tiap tiap sembahyang?

Jawaban :
Membaca Fatiha adalah rukun sembahyang .Rukun adalah wajib .Sedangkan
bismillahirrahmanirrahim adalah satu ayat dari pada fatiha .maka membaca
bismillah dalam fatiha sembahyang adalah wajib .
Dalilnya sebagaimana tersebut dalam zubadnya syeikh Ibnu Ruslan :

‫س ِبقَ ★ َو ْال ُح ُروف َ َو ْال ه‬


‫ش ِد نُ ِط ِِق‬ ُ ‫ِ َو ْال َح ْمدُ َال ِفي َر ْك َع ٍة ِل َم ْن‬
َ َ‫ف ِب َح ْرفٍ أ‬
‫ط ًَّل‬ َ ‫★لَ ِو ابدا ْال َح ْر‬
‫ب تَ ْرتِيبِ َها َم َع ْال َو َال‬
َ ‫اج‬
ِ ‫َو َو‬

Artinya :
(rukun yang ke empat ) adalah (membaca ) alhamdu ( maksudnya fatiha )tidak
pada raka'at orang yang masbuk .( Baca alhamdu itu )bersama Bismillah dan
dengan segala hurufnya dan tasydidnya .jika sekiranya di tukar satu huruf saja
91
dari fatiha dengan huruf lain niscaya membatalkan .Dan wajib mentartibkan
segala ayatnya serta berturut - turut .Tersebut dalam Ghayatul bayan bagi Al
' Allamah fahamah Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Arramli Al Anshari
halaman 95 sebagai berikut :

َ .ً‫ع ْلي ِه َوسله َم إياَهَا آيَة‬


َ‫ص ِح ْي ًحا اِب ُْن ُخزَ ْي َمة‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ْ ُّ‫ب الن‬
َ ِ‫طقَ بِها ِل ِعدهة‬ ُ ‫فَيَ ِج‬
‫ِو ْال َحا ِكم‬
َ

Artinya : maka hadis wajiblah menuturkan Bismillah karena Rasullullah


Wallahu 'alaihi wasallam menghitung Bismillah tersebut .telah di shahihkan
oleh Ibnu khuzaimah dan Al hakim .

Demikianlah pula dalam kitab Iaantut Thalibin bagi Assyyid Abi bagi Bakr
bin Ibnu 'arif Billah Assayyid Syara' Addimyati ,Juz pertama halaman 139
sebagai berikut :

‫ فَإِنه َها‬،‫الر ِحي ِْم‬


‫الر ْحمٰ ِن ه‬ ‫ ِإذَا قَ َرأْ ِْت ُ ْم َبالفَا ِت َح ِة قَا ْق َرأ ُ ْو ِب ْس ِم ه‬: ‫ضا ﷺ‬
‫َّللا ه‬ ً ‫ص هح اَ ْي‬
َ ‫َو‬
‫الر ِحي ِْم إح ٰدى آيَتِ َها‬
‫الر ْحمٰ ِن ه‬ ‫َّللاِ ه‬ ‫ ِب ْس ِم ه‬، ‫س ْب ُع المثَانِى‬ ِ ‫أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬
‫آن وال ه‬
Artinya :
Dan sahlah pula sabda nabi ‫ ﷺ‬Apabila kamu membaca Fatiha maka bacalah
bismillahirrahmanirrahim maka sesungguhnya ia itu ibunya Al- Qur'an
danTujug pujian dan Bismillahirrahmanirrahim itu salah satu ayat dari
padanya .

Pertanyaan dari Sjamsuddin Jln. A GG 3 No 11, Kelurahan Karang Anyar


Jakarta .
Dalam buku Taudihu Adillah 100 Masalah Jilid 1 halaman 109 karangan
K.H.M.SJAFI'I HADZMI, Penerbit Menara Kudus .

• Pertanyaan 30
Makmum belum selesaikan Al-Fatihah, Imam keburu Ruku’, Bagaimana
sikap makmum ketika itu ?

92
Dalam shalat apakah makmum wajib melengkapi bacaan Fatihah-nya? Misal
saya shalat Isya’ bermakmum kepada Zaid dan ketika rakaat ketiga bacaan
Fatihah saya tidak selesai, hanya sampai iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’in
dan imam langsung ruku’, apakah Fatihah saya tetap dilanjutkan atau setelah
iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’in langsung mengikuti ruku’?

Imam dalam shalat jamaah memiliki fungsi yang begitu penting bagi
makmum. Wajib bagi makmum untuk mengikuti segala gerakan imam. Tidak
boleh ada perbedaan gerakan dengan imam. Hal ini sesuai dengan hadits:

‫إنما جعل اِلمام ليؤتم به فَل تختلفوا عليه فإذا كبر فكبروا وإذا ركع‬
‫فاركعوا‬

“Imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihi
imam. Jika imam telah takbir maka takbirlah kalian. Jika imam telah ruku’
maka ruku’lah kalian.” (HR Bukhari Muslim)
Terkait bacaan Fatihah-nya, makmum terbagi dalam dua jenis. Pertama,
makmum muwafiq, yakni mereka yang mendapati imam pada saat berdiri
sebelum ruku’ dan menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan
bacaan Fatihah-nya sendiri sebelum imam beranjak untuk ruku’. Maka dalam
keadaan demikian wajib bagi makmum untuk menyempurnakan bacaan
Fatihah-nya.
Kedua, makmum masbuq, yaitu mereka yang mendapati imam pada saat
berdiri sebelum ruku’ tapi tidak menemukan waktu yang cukup untuk
menyempurnakan bacaan Fatihah-nya dirinya sendiri karena imam sudah
ruku’ terlebih dahulu sebelum bacaan Fatihah-nya ia baca secara komplet.
Dalam keadaan demikian wajib baginya untuk langsung mengikuti ruku’
imam, tanpa perlu melanjutkan secara komplet bacaan Fatihah-nya. Sebab
Fatihah-nya sejatinya telah ditanggung oleh imam. Dua pembagian makmum
ini secara tegas dijelaskan dalam kitab Nihayah az-Zein:

‫وإن وجد اِلمام في القيام قبل أن يركع وقف معه فإن أدرك معه قبل‬
‫الركوع زمنا يسع الفاتحة بالنسبة للوسط المعتدل فهو موافق فيجب عليه‬
‫إتمام الفاتحة ويغتفر له التخلف بثَلثة أركان طويلة كما تقدم وإن لم يدرك‬
93
‫مع اِلمام زمنا يسع الفاتحة فهو مسبوق يقرأ ما أمكنه من الفاتحة ومتى‬
‫ركع اِلمام وجب عليه الركوع معه‬

“Jika makmum menemukan imam pada saat berdiri sebelum ruku’, maka
makmum berdiri bersamanya. Jika makmum menemukan waktu yang cukup
untuk membaca Fatihah dengan bacaan yang tengah-tengah, maka ia disebut
makmum muwafiq, wajib baginya untuk menyempurnakan bacaan Fatihah
dan dimaafkan baginya muundur dari imam tiga rukun yang panjang. Seperti
penjelasan yang telah lalu.

Dan jika makmum tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca
Fatihah maka ia dinamakan makmum masbuq. Ia wajib membaca Fatihah
yang masih mungkin untuk dibaca, dan ketika imam ruku’ maka wajib
baginya untuk ruku’ bersama dengan imam.” (Syekh Muhammad Nawawi al-
Jawi, Nihayah az-Zein, hal. 124)
Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh penanya di atas konteksnya
ketika terjadi pada rakaat ketiga, berarti makmum tidak dapat
menyempurnakan bacaan Fatihah secara komplet di pertengahan rakaat.
Maka dalam keadaan tersebut jika bacaan Fatihah imam memang terlalu
cepat—sekiranya makmum yang bacaannya tengah-tengah (tidak terlalu
cepat dan tidak terlalu lamban) tidak dapat menemukan waktu yang cukup
untuk menyempurnakan Fatihah-nya—maka ia dihukumi makmum masbuq,
sehingga ia langsung ruku’ mengikuti imam tanpa perlu melanjutkan bacaan
Fatihah-nya, sebab bacaan Fatihah-nya telah ditanggung oleh imam.
Ketentuan ini juga berlaku ketika hal yang sama (bacaan imam terlalu cepat)
terjadi di rakaat-rakaat lainnya. Seperti yang dijelaskan dalam Hasyiyah
I’anah at-Thalibien:

‫وأما لو أسرع االمام حقيقة بأن لم يدرك معه المأموم زمنا يسع الفاتحة‬
‫للمعتدل فإنه يجب على المأموم أن يركع مع االمام ويتركها لتحمل االمام‬
‫ ولو في جميع الركعات‬،‫لها‬.

94
“Jika Imam membaca Fatihah dengan cepat, sekiranya makmum tidak
menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet
dengan bacaan yang tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lamban) maka wajib bagi makmum untuk ruku’ bersama dengan imam dan
meninggalkan bacaan Fatihah-nya, sebab Imam sudah menanggung bacaan
Fatihah makmum, meskipun hal ini terjadi di semua rakaat.” (Syekh Abu
Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibien, Juz 2, hal. 40)

Sedangkan ketika bacaan imam biasa-biasa saja, hanya saja bacaan makmum
terlalu lamban hingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan Fatihah-nya
secara komplet maka dalam keadaan demikian makmum tetap wajib
melanjutkan bacaannya sampai selesai selama ia tidak tertinggal dari imam
melebihi tiga rukun yang panjang. Sekiranya bacaan Fatihah-nya sudah
selesai sebelum imam beranjak dari sujudnya yang kedua. Ketertinggalan
makmum dalam hal ini merupakan uzur yang dimaafkan, sebab ia tergolong
makmum muwafiq yang mestinya mendapatkan waktu yang cukup untuk
menyempurnakan Fatihah. Hal ini ditegaskan dalam kitab Fath al-Wahab:

‫ـ (والعذر كأن أسرع إمام قراءة وركع قبل إتمام موافق) له (الفاتحة) وهو‬
‫بطئ القراءة (فيتمها ويسعى خلفه ما لم يسبق بأكثر من ثَلثة أركان‬
‫طويلة) ـ‬

“Contoh uzur seperti imam membaca Fatihah dengan cepat dan ruku’
sebelum makmum muwafiq menyempurnakan Fatihah-nya, karena faktor
bacaan dia yang pelan. Maka makmum wajib menyempurnakan bacaannya
dan melanjutkan rukunnya di belakang imam selama imam tidak
mendahuluinya lebih dari tiga rakaat yang panjang.” (Syekh Zakaria Al-
Anshari, Fath al-Wahab, Juz 1, hal. 117)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal yang menjadi pijakan adalah
apakah ditemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet
atau tidak. Ketika bacaan imam terlalu cepat sampai-sampai makmum yang
bacaannya tengah-tengah (kecepatan sedang) tidak selesai membaca Fatihah
secara komplet maka makmum dalam keadaan ini langsung mengikuti imam
tanpa perlu meneruskan Fatihah-nya. Sedangkan ketika bacaan imam tengah-
tengah yang mestinya para makmum biasanya dapat menyempurnakan

95
Fatihah-nya secara komplet, tapi karena bacaan salah satu makmum yang
terlalu lamban maka dalam keadaan demikian wajib bagi makmum tersebut
untuk meneruskan dan dimaafkan baginya tertinggal dari imam dengan tiga
rukun yang panjang. Sedangkan standar bacaan dianggap cepat atau lamban
disesuaikan dengan penilaian masyarakat di wilayah sekitar (‘urf).

Wallahu a’lam.

• Pertanyaan 31
Hukum membaca do’a Iftitah setelah surat Al-Fatihah?

Seperti yang telah diketahui bahwa tempat yang disunnahkan untuk membaca
doa iftitah dalam shalat adalah setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca
ta’awudz dari Al-Fatihah. Jadi bagaimana jika saya lupa membaca doa iftitah
di tempat tersebut. Bolehkah saya menggantinya di tempat lain seperti setelah
membaca Al-Fatihah atau setelah saya membaca surat pendek?

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya


kepada kita semua. Doa iftitah dibaca setelah takbiratul ihram baik pada shalat
wajib maupun shalat sunnah.

Doa iftitah ini dibaca ketika waktu yang tersisa masih cukup untuk
melaksanakan shalat hingga selesai tanpa keluar dari waktunya. Dalam shalat
berjamaah doa iftitah dianjurkan bagi makmum dengan kelapangan waktu
yang memungkinkannya untuk mengejar rukuk bersama imam.

‫قوله (وسن) وقيل يجب (بعد تحرم) بفرض أو نفل ما عدا صَلة جنازة‬
‫(افتتاح) أي دعاؤه سرا إن أمن فوت الوقت وغلب على ظن المأموم‬
‫إدراك ركوع اِلمام (ما لم يشرع) في تعوذ أو قراءة ولو سهوا‬

Artinya, “(Dianjurkan) ada ulama mengatakan, diwajibkan (setelah takbiratul


ihram) shalat wajib, atau shalat sunnah selain shalat jenazah (membaca doa
iftitah) doa yang dibaca perlahan jika aman dari luputnya waktu shalat dan

96
kuat pada sangka makmum mendapatkan rukuk imam (selama ia belum mulai
masuk) membaca ta‘awudz, atau surat Al-Fatihah meski karena lupa.”(Lihat
Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut,
Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 170).

Adapun mereka yang terlanjur membaca ta’awudz atau Surat Al-Fatihah


tidak perlu membaca doa iftitah. Mereka tidak dianjurkan lagi membacanya
karena telah kehilangan momentumnya sebagaimana keterangan pada Kitab
I‘anatut Thalibin berikut ini.

َ ‫ش ُروعٍ فِي تَ َع ُّو ٍذ أ َ ْو قِ َراءة ٌ فَإِ هن ش ََر‬


َ َ‫ع فِي ذَ ِل َك ف‬
‫ات‬ ُ ‫عدَ ِم‬ ِ ْ ‫ِس ُّن‬
َ َ‫اال ْفتِتَاحِ ُمدهة‬
‫ت َم َح ِله‬ ِ ‫ِب لَهُ ْالعُودُ ِإلَ ْي ِه ِلفَ َوا‬
ُ ‫علَ ْي ِه فَ ََل يُ ْند‬
َ ِ
Artinya, “(Seseorang) dianjurkan membaca doa iftitah selagi ia belum mulai
membaca ta‘awwudz atau Surat Al-Fatihah. Jika telah mulai masuk ke dalam
bacaan itu, maka luputlah anjuran (untuk membaca doa iftitah). Ia tidak
dianjurkan untuk kembali padanya (doa iftitah) karena telah luput tempat
(momen)-nya.” (Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-
Dimyathi, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz
I, halaman 170).

• Pertanyaan 32
Menjaga kualitas sholat, salah satunya adalah dengan menjaga kaidah bacaan
dari surat Al Fatihah. Terdapat banyak huruf dan makhraj yang rawan salah,
apabila diucapkan dengan ucapan yang salah maka makna dari ayat tersebut
berubah. Bahkan bisa jadi maknanya berlawanan dari apa yang dimaksud
ayat-ayat tersebut, apa saja kesalahan itu ?

Jawaban :
ADA 7 KESALAHAN FATAL KETIKA MEMBACA AL-FATIHAH :
a) Bacaan Basmalah
BENAR.
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
97
Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

SALAH
‫بسم هللا الرهمن الرهيم‬
Dengan Nama ALLAH Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis
yg berkepanjangan.

Jangan menyamakan h‫ ح‬dengan H‫ه‬

b) Ayat 1
BENAR
‫الحمد هلل رب العالمين‬
Segala Puji hanya untuk ALLOH Tuhan Pemelihara Alam semesta.

SALAH
‫الهمد هلل رب اآللمين‬
Segala diam, pasif dan mati untuk ALLOH Tuhan Pemelihara segala
penyakit.
Jangan menyamakan ‫ ع‬dengan ‫ؤ ئ أ‬

c) Ayat 2
BENAR
‫الرحمن الرحيم‬
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

SALAH
‫الرهمن الرهيم‬
Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis yg berkepanjangan.
Jangan menyamakan h‫ ح‬dengan H

d) Ayat 3
BENAR
‫مالك يوم الدين‬
98
Yang Menguasai hari pembalasan.

SALAH
‫مالكي يوم الدين‬
Yang Menguasaiku / Yang menjadi Tuhanku adalah hari pembalasan.
(bukan ALLAH tuhanku).

Memberi spasi di MALIKI ,-, YAUMIDDIN saat membaca ayat ini adalah
sama dengan memanjangkan bacaaan ‫ مالك‬menjadi ‫مالكي‬.

e) Ayat 4
BENAR
‫إياك نعبد و إياك نستعين‬
Hanya kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami memohon
pertolongan.

SALAH
‫إيياكا نأبد و إيياكا نستئين‬
Kami lebih abadi dari Engkau, dan kami minta perpanjangan waktu.

Jangan memanjangkan bacaan pendek dan jangan memendekkan bacaan


panjang
Jangan menukar ‫ ع‬dengan ‫ ء‬/ ‫إ ؤ ئ‬

f) Ayat 5
BENAR
‫اهدنا الصراط المستقيم‬
Tunjuki kami jalan yg lurus

SALAH
‫اهدنا السرات المستكيم‬
Berikan kami sertifikat segundukan seperti gundukan punuk onta.

Jangan mengganti :
‫ ص‬dengan ‫س‬
99
‫ ط‬dengan ‫ت‬
‫ ق‬dengan ‫ك‬

g) Ayat 6 dan 7
BENAR

‫صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم وال الضآلين‬


Yaitu jalan orang orang yg Engkau berikan nikmat, bukan jalan orang
orang yg Engkau murkai dan bukan jalan orang orang yg sesat.

SALAH
‫سرات الذين أنئمت أليهم كير المكدوب أليهم وال الدآلين‬
Yaitu sertifikat org org yg kau beri seperti auman singa yg keras dan
sertifikat seujung kuku dan sertifikat yg ngeles.

Jangan menukar :
‫ ص‬dengan ‫س‬
‫ ع‬dengan ‫ئ ؤ أ ء‬
‫ غ‬dengan ‫ك‬
‫ ض‬dengan ‫د‬
Dari pemaparan di atas, terlihat jelas kesalahan-kesalahan fatal yang bisa
merubah kandungan makna di dalam setiap ayat. Mari kita sama-sama
saling memperbaiki bacaan, terus menerus melakukan perbaikan dalam
bacaan al Quran.

• Pertanyaan 33
Bagaimana hukumnya bacaan Al Fatihah tanpa di ikuti basmalah menurut 4
Mazhab ?

Jawaban :
Menurut Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal, basmalah itu salah satu
ayat dari surat Al fatiha ,sehingga wajib di baca beserta Fatihah ,dan apabila
Fatiha tidak di baca tanpa basmalah maka hukunya tidak sah .
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas
,basmalah itu tidak termasuk ayat dari surat Alfatihah,sehingga tidak wajib di
100
baca bersama Fatiha ,tetapi sunah saja . Dan praktiknya mereka tidak pernah
tidak membaca basmalah sebelum Fatihah hanya saja mereka membacanya
pelan sebagaimana kita baca
" Ta'awwudz ".
Dasar pengambilan :
Kitab Rahmatul Ummah ,Hamisy dari Kitab mizanu Al kubra juz 1 halaman
39 :

‫واختلفوا فىي البسملة فقال الشافعي وأحمد هي آية من الفاتحة تجب‬


‫ قراءتها معها وقال أبو حنيفة ومالك ليست من الفاتحة فال تجب‬.

Mereka berbeda pendapat mengenai : " Basmalah " maka berkata Imam Syafi'i
dan Ahmad : " basmalah itu adalah satu ayat dari Al fatiha yang wajib
membacanya bersama Al fatiha . Dan Imam Abu Hanifah dan Malik berkata :
" Basmalah itu tidak termasuk Surat alfatiha sehingga tidak wajib
membacanya ".

Demikian pertanyaan yang penulis kutib dari buku Tanya Jawab Hukum Islam
buah karya dari KH Achmad Masduqi Mahfudh halaman 213 .
Sedangkan Syekh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya Rawai’
Al-Bayan fi Tafsiri Ayat al-Ahkam (j. 1 h. 37-42) menuturkan perbedaan
pendapat perihal tersebut,
Pertama, mazhab imam Syafi’i mengatakan bahwa basmalah merupakan
bagian ayat dari surah al-Fatihah dan juga di setiap awal surah. Mereka
berargumen menggunakan dalil sebagai berikut :

ِ‫ّللا‬ َ ‫أَنَه َكانَ يَ ْفتَتِح ال‬: ‫ع ْنه َما‬


َ ‫صالَةَ بِبِ ْس ِم‬ َ ‫ى‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ع ِن اب ِْن ع َم َر َر‬
َ
‫الر ِح ِيم‬
َ ‫الر ْح َم ِن‬
َ

“Dari Sahabat Umar ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. membuka


shalat dengan bacaan bismillāhir rahmānir rahīm” (H.R. al-Baihaqi).

Dari hadis di atas diketahui bahwasanya basmalah merupakan bagian ayat dari
surah Al-Fatihah.

101
َ َ‫ّللاِ –صلى هللا عليه وسلم– ذ‬
َ‫ات يَ ْوم َبيْن‬ َ ‫ع ْن أَنَس قَا َل َب ْينَا َرسول‬ َ
‫ض َح َك َك يَا‬ َ ْ‫ظه ِرنَا ِإ ْذ أَ ْغفَى إِ ْغفَا َءة ث َم َرفَ َع َرأ‬
ْ َ‫سه متَبَسِما فَق ْلنَا َما أ‬ ْ َ‫أ‬
‫الر ْح َم ِن‬ َ ‫ َف َق َرأَ ِب ْس ِم‬. ‫ورة‬
َ ِ‫ّللا‬ َ ‫ى آنِفا س‬ َ ‫ع َل‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫ّللاِ َقا َل أ ْن ِزل‬
َ ‫َرسو َل‬
َ َ‫َاك ْال َك ْوثَ َر ف‬
‫ص ِل ِل َر ِب َك َوا ْن َح ْر ِإ َن شَانِئَ َك ه َو األ َ ْبتَر‬ َ ‫ط ْين‬ َ ‫الر ِح ِيم ِإنَا أَ ْع‬
َ

“Pada suatu hari ketika Rasulullah Saw. ada di antara kami, beliau tertidur
sebentar, kemudian mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum, lalu
kami bertanya, ‘apa yang membuat engkau tertawa wahai Rasulullah? ‘ Beliau
menjawab, ‘baru saja diturunkan kepadaku suatu surat, lalu beliau membaca,
‘ Bismillāhir Rahmānir Rahiīm, Innā A’thaināka Al-Kautsar Fashalli
Lirabbika Wanhar, Inna Syāniaka Huwa al-Abtar.” (H.R. Muslim)

Melalui hadis di atas diketahui bahwa basmalah juga merupakan bagian ayat
dari setiap surah dari surah-surah al-Qur’an.

Kedua, mazhab imam Malik berpendapat bahwasanya basmalah bukanlah


bagian ayat dari surah al-Fatihah maupun di setiap awal surah dari surah-surah
al-Qur’an. Mereka berargumen dalil sebagai berikut :

‫ع ِن النَبِ ِى –صلى هللا عليه وسلم– َكانَ يَ ْفتَتِح‬ َ ‫ع ْن َها‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫ى‬ َ ‫ض‬ِ ‫شةَ َر‬ َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن‬
َ
َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫ير َو ْال ِق َرا َءة َ ِب ْال َح ْمد ِ َلِلِ َر‬
ِ ‫صالَةَ ِبالت َ ْك ِب‬
َ ‫ال‬

“Dari ‘Aisyah ra. dari Rasulullah Saw. bahwasanya beliau membuka shalat
dengan bacaan takbir dan alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīin.” (H.R. al-Baihaqi)

‫ف النَبِ ِى –صلى هللا عليه وسلم– َوأَ ِبى‬ َ ‫صلَيْت خ َْل‬ َ ‫ع ْن أَن َِس ْب ِن َما ِلك قَا َل‬
َ
َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫َب ْكر َوع َم َر َوعثْ َمانَ فَ َكانوا َي ْستَ ْفتِحونَ ِب ْال َح ْمد ِ َلِلِ َر‬
ِ ‫الر ِح ِيم فِى أ َ َو ِل قِ َرا َءة َولَ فِى‬
‫آخ ِرهَا‬ َ ‫الر ْح َم ِن‬ َ ‫لَ يَ ْذكرونَ ِب ْس ِم‬
َ ِ‫ّللا‬

102
“Dari sahabat Anas bin Malik berkata ‘aku shalat di belakang Rasulullah Saw.,
Abu Bakar, Umar dan Utsman ra. mereka semua membuka shalat dengan
bacaan ‘alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīin’ seraya tidak mengucapkan bismillāhir
rahmānir rahīm baik di awal maupun di akhir bacaan.” (H.R. Muslim)

Ketiga, mazhab imam Abu Hanifah mengatakan bahwasanya basmalah


memang merupakan bagian dari al-Qur’an akan tetapi bukan termasuk ayat
dari setiap awal surah dari surah-surah al-Qur’an. Fungsi basmalah hanya
sebagai pemisah diantara surah-surah dalam al-Qur’an. Mereka berargumen
menggunakan dalil sebagai berikut :

‫سلَ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫صلَى‬
َ ‫ّللا‬ َ ِ‫ع ْنه َما أ َ َن َرس ْو َل هللا‬ َ ‫ي هللا‬َ ‫ض‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬
ِ ‫عبَاس َر‬ َ
‫الر ْح َم ِن‬ َ ‫علَ ْي ِه بِ ْس ِم‬
َ ِ‫ّللا‬ َ ‫ورةِ َحتَى يَ ْن ِزل‬
َ ‫س‬ُّ ‫ص َل ال‬ْ َ‫َكانَ َل يَ ْع ِرف ف‬
‫الر ِح ِيم‬
َ

“Dari sahabat Ibnu Abbas ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. tidak
mengetahui pemisah antar surah sampai turun kepadanya ayat bismillāhir
rahmānir rahīm. (H.R Abu Daud)

Dari ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat terkait
apakah basmalah merupakan ayat dari al-Qur’an ataukah tidak. Sebagian
berpendapat bahwasanya basmalah merupakan ayat dari al-Qur’an, sementara
pendapat yang lain mengatakan sebaliknya.

Demikianlah ragam pendapat para ulama lintas mazhab perihal basmalah yang
disampaikan oleh Syekh Muhammad Ali as-Shabuni .Penulis Aqimus Sholah
tanya jawab tuntas permasalah sholat Haji Najib Hasan Lubis guru saya saya
sendiri beliau berpendapat : untuk menjaga kesahihan sholat bagi yang
mewajibkan membaca Basmalah ,maka sebaiknyalah bagi mereka yang
menjadi imam agar membaca Basmalah walaupun dibaca dengan sir ( pelan)
.Bagi jamaah haji Indonesia yang sholat di mesjid Al haram atau Masjid
Nabawi sebaiknya mengikut imam meskipun terkadang tidak terdengar
bacaan sir dari imam dalam membaca Basmalah .Wallahu 'alam . Buku
Aqimus Sholah Tanya jawab tuntas permasalahan Shalat halaman 272.

103
• Pertanyaan 34
Bagaimana hukumnya orang sembahyang makmum, tetapi si Imam dalam
membaca Al Fatihah ada satu tasydid yang tertinggal dan apakah si Makmum
harus mengulangi sembahyang ?

Jawaban :
Orang yang meninggalkan satu tasydid dari pada Fatiha ,walaupun ia hanya
haiat ul harfi hukumnya sama seperti meninggalkan satu huruf dari padanya
.Maka orang tersebut termasuklah dalam katagori Ummi menrut ibarat Fuqoha
dalam kitab kitab mereka.

‫ئ بِأ ُ ِميِ) َو ُه َو‬ ٌ ‫ار‬ ِ َ‫( َو َال) قُ ْد َوة َ( ق‬


َ َ‫ ِبأ َ ْن يُ ْع ِجز‬،‫ َولَ ْو ِب َح ْرفٍ ِم ْن َها‬،‫ض َها‬
ُ‫ع ْنه‬ ُ ‫َل ِب ْالفَا ِت َح ِة أ َ ْو َب ْع‬
ِ ‫َم ْن يُخ‬
ْ َ‫ع ْن أ‬
.ٍ‫ص ِل ت َ ْشدِيدَة‬ َ ‫ أ َ ْو‬،‫ع ْن ُم ْخ ِر ِج ِه‬ ِ ‫ع ْن ِإ ْخ َر‬
َ ‫اج ِه‬ َ ‫ أَ ْو‬،‫ِب ْال ُك ِليه ِة‬

Artinya :
Dan TIDAK SAH seorang Qori’ bermakmum pada seorang yang Ummi, yaitu
orang yang merusak bacaan fatihahnya, atau SEBAGIAN dari fatihah itu,
meski hanya satu huruf, baik karena tidak bisa membaca secara
keseluruhannya atau tidak sesuai makhrojnya, atau tasydidnya.

Para pendengar yang budiman ,khususnya sdr penanya ,yaitu yth sdt
M.Sam'un ,hanya sukar atasnya menandaskan tasydid itu sahlah mengikutinya
serta makruh .

Sebagaimana tersebut dalam kitab Ianantuth Tholibin pada juz dan halaman
yang sama :

َ ‫علَ ْي ِه ْالم َبالَغَة‬


‫ص َح ِال ْق ِتدَاء بِ ِه َم َع‬ ْ َ‫سنَ أ‬
ْ ‫ص َل الت َ ْشدِي ِد َوتَ َعذَ َر‬
َ ‫ت‬ َ ‫َولَ ْو أَ ْح‬
‫ْال َك َرا َه ِة‬

104
Artinya :
Jika pandai ia akan ashal Tashdid ,dann' uzur atasnya bersangkutan ,sahlah
perikutan itu serta makruh .

Kalau nyata tidak sahnya perikutan makmum kepada imam ,dan hala tersebut
di ketahuinya ,maka tidaklah sah sembahyangnya dan wajib ia mengulangi
sembahyangnya itu. Terkutip pertanyaan ini dalam buku Taudihul Adhillah
100 masalah jilid 2 karangan K.H.M.SYAFI'I HADZAMI penerbit menara
Kudus.

• Pertanyaan 35
Bagaimana pelaksanaan sholat orang yang muallaf ( orang baru masuk Islam
) atau orang yang belum mampu membaca Al Fatihah ?

Jawab :
Di temukan dalam kitab Ibanatul Al -Ahkam jilid 1 halaman 304 - 305 Karya
Assayid Alawi bin Abbas Al Maliki cetakan darul Fikri pada hadis yang ke
228 :
‫ ( َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى‬: ‫ قَا َل‬-‫ع ْن ُه َما‬ ‫ي َه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ َر‬- ‫َّللاِ ب ِْن أَبِي أَ ْوفَى‬
َ ‫ض‬ ‫ع ْب ِد َ ه‬
َ ‫ع ْن‬
َ ‫َو‬
‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ ِإنِي َال أَ ْستَ ِطي ُع أ َ ْن آ ُخذَ ِم ْن اَ ْلقُ ْر‬: ‫اَلنه ِبي ِ صلى هللا عليه وسلم فَقَا َل‬
َ ‫آن‬
‫َّللاِ َو ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َو َال ِإلَهَ ِإ هال َ ه‬
ُ‫َّللا‬ ‫س ْب َحانَ َ ه‬
ُ “ : ‫ قَا َل‬. ]ُ‫]م ْنه‬ ِ ‫ي‬ٌ ‫فَ َع ِل ْم ِني َما يُ ْج ِزئ ُ ِن‬
ُ‫ َر َواه‬. ‫ِيث‬ َ ‫ ) ا َ ْل َحد‬. . . ‫َّللاُ أَ ْكبَ ُر َو َال َح ْو ٌل َو َال قُ هوة ً ِإ هال ِبا َ هّلِلِ اَ ْل َع ِلي ِ اَ ْل َع ِظ ِيم‬
‫َو َ ه‬
‫ي َو ْال َحا ِك ُم‬ ْ ُ‫هارق‬
ُّ ِ‫طن‬ َ ‫ص هح َحهُ اِب ُْن ِحبهانَ َواَلد‬
َ ‫ي َو‬ َ ‫أَ ْح َمدُ َوأَبُو دَ ُاودَ َوالنه‬
ُّ ِ‫سائ‬

Abdullah Ibnu Aufa Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seorang laki-laki


datang menghadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam seraya berkata:
Sungguh aku ini tidak bisa menghafal satu ayat pun dari al-Qur’an maka
ajarilah diriku sesuatu yang cukup bagiku tanpa harus menghapal al-Qur’an.
Beliau bersabda: “Bacalah subhanallaah walhamdulillah walaa ilaaha illallaah
wallaahu akbar walaa haula walaa quwwata illa billaahil ‘aliyyil ‘adziim
(artinya= Maha Suci Allah segala puji hanya bagi Allah tidak ada Tuhan
105
kecuali Allah dan Allah Maha Besar tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan Allah yang Maha Tinggi lagiMaha Agung).” Hadits riwayat Ahmad
Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban Daruquthni dan
Hakim.

MAKNA HADITS :
Membaca Surah al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat yang wajib
dipelajari bagi setiap orang yang baru masuk Islam supaya dia dapat
membacanya ketika dalam shalat. Barang siapa yang masuk Islam lalu dia
tidak menemukan seseorang pun yang mengajarkannya membaca Surah al-
Fatihah atau waktunya terllalu ssempit hingga tidak sempat belajar Surah al-
Fatihah, maka Surah al-Fatihah boleh digantikan dengan membaca zikir,
tasbih, tahmid dan tahlil agar membolehkannya mengerjakan shalat tepat pada
waktunya. Setelah itu, dia mesti belajar membaca al-Fatihah untuk shalat-
shalat yang akan datang, sekalipun dia terpaksa bermusafir ke negeri lain jika
dia mempunyai biaya.

FIQH HADITS :
Barang siapa yang tidak mampu membaca al-Fatihah ketika dalam shalat,
karena waktu yang terlalu sempit atau tidak ada orang lain yang mau
mengajarkannya, maka dia boleh membaca penggantinya berupa zikir
sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis ini.Kalau zikir seperti yang
diatas belum mampu juga di baca dan di hapal maka sholatlah dia
sesanggupnya .

Hendaklah dia berdiri seukuran lamanya orang baca Al Fatiha dan hendaklah
ia duduk seukuran lamanya orang yang duduk tasyahud.

Wallahu a’lam bisshowab..

• Pertanyaan 36
Ada seseorang yang shalat berjamaah sementara ma’mum yang berada
dibelakangnya imam tidak membaca fatihah tetapi dia mendengarkan
bacaannya imam ketika baca fatihah.
Sahkah shalatnya makmum dengan tampa membaca Al- Fatihah?

106
Jawaban :
Tidak sah karena fatehah termasuk rukun yang wajib dibaca bagi imam dan
makmum.

٩١ ‫ ص‬١ ‫اسعاد الرفيق ج‬


‫الركن الرابع قراءة جميع أيات الفاتحة أو بدلها في قيام كل ركعة او‬
.‫بدلها في فرض او نفل حفظا او تلقينا او نظرا في نحو مصحف‬

Rukun sholat yang ke empat adalah membaca fatehah atau penggantinya


ketika berdiri di semua rokaat baik berupa sholat fardu atau sunnat.
Membacanya karena hafal atau di tuntun atau dengan cara melihat pada
mushaf.

‫اال لمعذور لسبق حقيقة او حكما كزحمة ونسيان وبطء حركة كأن لم‬
‫يقم من السجود اال واالمام راكع او قريب منه فتسقط كلها في االولى‬
.‫وبعضها في الثانية‬

Terkecuali tidak membaca fatehah karena ada udzur, seperti :


Berdesak desakan atau lupa bahwa dia wajib baca fatehah, maka boleh tidak
baca fateha langsung rukuk bersama imam.
Atau makmum termasuk lambat gerakannya, maka boleh langsung rukuk
bersama imam walaupun fatehahnya tidak sempurna.

‫ دار الفكر‬٤٣-٤٢ ‫ ص‬٢ ‫إعانة الطالبين ج‬


‫او لم تشتغل بشيئ بأن سكت بعد تحرمه وقبل قراءته وهو عالم بان‬
.‫واجبه الفاتحة‬

Jika makmum setelah takbir dan sebelum baca fahehah diam sedangkan dia
tahu bahwa kewajibannya baca Al -Fatihah.
107
‫او استمع قراءة اِلمام قرأ وجوبا من الفاتحة بعد ركوع اِلمام… الخ‬
Atau makmum hanya mendengarkan bacaan fatehahnya imam, maka dia
wajib baca fatehah walaupun imam ruku’ dia tidak boleh ikut. (harus
membaca fateha sesuai lamanya kelalaian). Yang dimaksud lalai disini adalah:
diam setelah takbir atau mendengar bacaan imam.

• Pertanyaan 37
Mengapa Al-Qur'an diawali dengan Surat Al-Fatihah ???

Jawaban :
Al-Qur'an diawali dengan Surat Al-Fatihah sebab al fatihah ummul qur'an /
ummul kitab, dan ini sudah ketetapan yang diajarkan nabi saw. Kata ummu di
sini bisa diartikan ibu, asal, pangkal, sumber atau induk.
kitab asror tartibul qur'an (1/74) :

‫ افتتح سبحانه كتابه بهذه السورة; ألنها جمعت مقاصد‬: ‫سورة الفاتحة‬
،‫ واألساس‬،‫ وأم الكتاب‬،‫ أم القرآن‬:‫القرآن; ولذلك كان من أسمائها‬
.‫فصارت كالعنوان وبراعة االستهَلل‬

Surat Al-Fatihah : Allah subhanahu wa ta'ala membuka dengan surat ini,


karena surat ini mengumpulkan;memuat tujuan-tujuan Al-Qur'an. Dan karena
itulah termasuk dari nama-namnya adalah: Ummul Qur'an, Ummul Kitab, Al-
Asas, maka seakan seperti judul dan baroatul istihlal (istilah dalam ilmu sastra
arab/balaghoh).

• Pertanyaan 38
Mengapa dalam sembayang 5 waktu itu mesti membaca surah Al-Fatihah,
tidak surah yang lain nya?

Jawaban:

108
Dijadikannya SURAT AL FATIHAH rukun dalam shalat karena :
a. Berdasarkan hadits Nabi “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca
fatihahnya Al-Qur’an”.
b. Berdasarkan hadits Nabi “Tidak mencukupi shalat yang didalamnya tidak
dibaca Fatihahnya Al-Qur’an”.
c. Berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebagimana keterangan
dalam shahih Bukhari-Muslim “Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihatku mengerjakan shalat”.

Al-Fiqh Al-Islaam II/24 :

‫ هو‬:‫ ركن القراءة الواجبة في الصَلة‬:)‫ (غير الحنفية‬: ‫وقال الجمهور‬


‫ «ال صَلة لمن لم يقرأ بفاتحة‬: ‫ لقوله صلى هللا عليه وسلم‬،‫الفاتحة‬
»‫ «ال تجزئ صَلة ال يقرأ فيها بفاتحة الكتاب‬:ً‫الكتاب» وقوله أيضا‬
‫ مع خبر‬،‫ ولفعله صلى هللا عليه وسلم كما في صحيح مسلم‬، )1(
»‫ «صلوا كما رأيتموني أصلي‬:‫البخاري‬

Mayoritas Ulama Fiqh selain kalangan Hanafiyyah menyatakan, Rukun


bacaan yang wajib dibaca dalam shalat adalah FATIHAH berdasarkan hadits
Nabi “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca fatihahnya al-Quran”
dan sabda Nabi lainnya “Tidak mencukupi shalat yang didalamnya tidak
dibaca Fatihahnya al-Quran” dan berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh
Nabi sebagimana keterangan dalam shahih Bukhari-Muslim “Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihatku mengerjakan shalat”.
[ Al-Fiqh al-Islaam II/24 ].

Keterangan diambil dari Fatkhul Mu'in, Hamis I'anatut Tholibin :

‫ورابعها قراءة فاتحة كل ركعة فى قيامهالخبرالشيخين الصَلة لمن لم‬


‫يقرأبفاتحة الكتاب أى فى كل ركعة اه فتح المعين هامش إعانةالطالبين‬
1:138

109
Rukun sholat yang ke empat adalah membaca surah Al-Fatihah pada setiap
rokaat pada waktu berdiri, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Asy-
syaikhoni (Bukhori - Muslim) "tidak sah sholat bagi yang tidak membaca
surah Al-Fatihah" maksudnya pada setiap raka'at. Sedang membaca aamiin
dipenghujung surat tersebut hukumnya sunnah.

• Pertanyaan 39
Dalam shalat apakah makmum wajib melengkapi bacaan Al-Fatihah-nya?
Misal saya shalat Isya’ bermakmum kepada Zaid dan ketika rakaat ketiga
bacaan Al-Fatihah saya tidak selesai, hanya sampai iyyâka na'budu wa iyyâka
nasta'in dan imam langsung ruku’, Apakah Al-Fatihah saya tetap dilanjutkan
atau setelah iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'in langsung mengikuti ruku’?

Jawaban:
Imam dalam shalat jamaah memiliki fungsi yang begitu penting bagi
makmum. Wajib bagi makmum untuk mengikuti segala gerakan imam. Tidak
boleh ada perbedaan gerakan dengan imam. Hal ini sesuai dengan hadits:

‫إنما جعل اإلمام ليؤتم به فال تختلفوا عليه فإذا كبر فكبروا وإذا ركع‬
‫فاركعوا‬

“Imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihi
imam. Jika imam telah takbir maka takbirlah kalian. Jika imam telah ruku’
maka ruku’lah kalian.” (HR Bukhari Muslim)

Terkait bacaan Fatihah-nya, makmum terbagi dalam dua jenis. Pertama,


makmum muwafiq, yakni mereka yang mendapati imam pada saat berdiri
sebelum ruku’ dan menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan
bacaan Fatihah-nya sendiri sebelum imam beranjak untuk ruku’. Maka dalam
keadaan demikian wajib bagi makmum untuk menyempurnakan bacaan
Fatihah-nya. Kedua, makmum masbuq, yaitu mereka yang mendapati imam
pada saat berdiri sebelum ruku’ tapi tidak menemukan waktu yang cukup
untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya dirinya sendiri karena imam
sudah ruku’ terlebih dahulu sebelum bacaan Fatihah-nya ia baca secara

110
komplet. Dalam keadaan demikian wajib baginya untuk langsung mengikuti
ruku’ imam, tanpa perlu melanjutkan secara komplet bacaan Fatihah-nya.
Sebab Fatihah-nya sejatinya telah ditanggung oleh imam. Dua pembagian
makmum ini secara tegas dijelaskan dalam kitab Nihayah Az-Zein:

‫وإن وجد اإلمام في القيام قبل أن يركع وقف معه فإن أدرك معه قبل‬
‫الركوع زمنا يسع الفاتحة بالنسبة للوسط المعتدل فهو موافق فيجب‬
‫عليه إتمام الفاتحة ويغتفر له التخلف بثالثة أركان طويلة كما تقدم وإن‬
‫لم يدرك مع اإلمام زمنا يسع الفاتحة فهو مسبوق يقرأ ما أمكنه من‬
‫الفاتحة ومتى ركع اإلمام وجب عليه الركوع معه‬

“Jika makmum menemukan imam pada saat berdiri sebelum ruku’, maka
makmum berdiri bersamanya. Jika makmum menemukan waktu yang cukup
untuk membaca Fatihah dengan bacaan yang tengah-tengah, maka ia disebut
makmum muwafiq, wajib baginya untuk menyempurnakan bacaan Fatihah
dan dimaafkan baginya muundur dari imam tiga rukun yang panjang. Seperti
penjelasan yang telah lalu. Dan jika makmum tidak menemukan waktu yang
cukup untuk membaca Fatihah maka ia dinamakan makmum masbuq. Ia wajib
membaca Fatihah yang masih mungkin untuk dibaca, dan ketika imam ruku’
maka wajib baginya untuk ruku’ bersama dengan imam.” (Syekh Muhammad
Nawawi al-Jawi, Nihayah az-Zein, hal. 124)

Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh penanya di atas konteksnya ketika


terjadi pada rakaat ketiga, berarti makmum tidak dapat menyempurnakan
bacaan Fatihah secara komplet di pertengahan rakaat. Maka dalam keadaan
tersebut jika bacaan Fatihah imam memang terlalu cepat—sekiranya makmum
yang bacaannya tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban)
tidak dapat menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan Fatihah-
nya—maka ia dihukumi makmum masbuq, sehingga ia langsung ruku’
mengikuti imam tanpa perlu melanjutkan bacaan Fatihah-nya, sebab bacaan
Fatihah-nya telah ditanggung oleh imam. Ketentuan ini juga berlaku ketika
hal yang sama (bacaan imam terlalu cepat) terjadi di rakaat-rakaat lainnya.
Seperti yang dijelaskan dalam Hasyiyah I’anah At-Thalibien:

111
‫وأما لو أسرع المام حقيقة بأن لم يدرك معه المأموم زمنا يسع الفاتحة‬
‫للمعتدل فإنه يجب على المأموم أن يركع مع المام ويتركها لتحمل‬
‫ ولو في جميع الركعات‬،‫المام لها‬.

“Jika Imam membaca Fatihah dengan cepat, sekiranya makmum tidak


menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet
dengan bacaan yang tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lamban) maka wajib bagi makmum untuk ruku’ bersama dengan imam dan
meninggalkan bacaan Fatihah-nya, sebab Imam sudah menanggung bacaan
Fatihah makmum, meskipun hal ini terjadi di semua rakaat.” (Syekh Abu
Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibien, Juz 2, hal. 40)

Sedangkan ketika bacaan imam biasa-biasa saja, hanya saja bacaan makmum
terlalu lamban hingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan Fatihah-nya secara
komplet maka dalam keadaan demikian makmum tetap wajib melanjutkan
bacaannya sampai selesai selama ia tidak tertinggal dari imam melebihi tiga
rukun yang panjang. Sekiranya bacaan Fatihah-nya sudah selesai sebelum
imam beranjak dari sujudnya yang kedua. Ketertinggalan makmum dalam hal
ini merupakan uzur yang dimaafkan, sebab ia tergolong makmum muwafiq
yang mestinya mendapatkan waktu yang cukup untuk menyempurnakan
Fatihah. Hal ini ditegaskan dalam kitab Fath Al-Wahab:

‫ـ )والعذر كأن أسرع إمام قراءة وركع قبل إتمام موافق(له‬


)‫الفاتحة(وهو بطئ القراءة )فيتمها ويسعى خلفه ما لم يسبق بأكثر من‬
‫ثالثة أركان طويلة(ـ‬

“Contoh uzur seperti imam membaca Fatihah dengan cepat dan ruku’
sebelum makmum muwafiq menyempurnakan Fatihah-nya, karena faktor
bacaan dia yang pelan. Maka makmum wajib menyempurnakan bacaannya
dan melanjutkan rukunnya di belakang imam selama imam tidak
mendahuluinya lebih dari tiga rakaat yang panjang.” (Syekh Zakaria al-
Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 117)

112
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal yang menjadi pijakan adalah
apakah ditemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet
atau tidak. Ketika bacaan imam terlalu cepat sampai-sampai makmum yang
bacaannya tengah-tengah (kecepatan sedang) tidak selesai membaca Fatihah
secara komplet maka makmum dalam keadaan ini langsung mengikuti imam
tanpa perlu meneruskan Fatihah-nya. Sedangkan ketika bacaan imam tengah-
tengah yang mestinya para makmum biasanya dapat menyempurnakan
Fatihah-nya secara komplet, tapi karena bacaan salah satu makmum yang
terlalu lamban maka dalam keadaan demikian wajib bagi makmum tersebut
untuk meneruskan dan dimaafkan baginya tertinggal dari imam dengan tiga
rukun yang panjang. Sedangkan standar bacaan dianggap cepat atau lamban
disesuaikan dengan penilaian masyarakat di wilayah sekitar (‘urf).
Wallahu a’lam.

• Pertanyaan 40
Kalau sembahyang di rumah sendirian ( sembahyang Maghrib ,Isya dan
Shubuh ) membaca Al Fatihah dan surahnya pada raka'at ke satu dan kedua,
tidak kedengaran oleh orang lain, sah atau tidak sembahyang itu ?

Jawab :
Menyaringkan fatiha dan sirih bagi imam dan munfarid pada dua rakaat
Magrib ,Isya dan shubuh bukanlah syarat atau rukun sembahyang ,Oleh
karnanya sahlah sembahyang tanpa menyaringkan Hanya makruh
sembahyang di sirkan (di pelankan) pada sunat di jaharkan .
Tersebut dalam kitab Hasyaitul Bajuri juz1 halaman 167 sebagai berikut :

‫واذاأسر في موضع الجهر أوجهر في موضع اِلسرار كره إال لعذر‬


Artinya :
Jika ia membaca sir pada tempat jahar atau ia baca jahar tempat sir
dimakruhkanlah ,terkecuali karena ' uzur .

Demikian di sebutkan dalam Kitab Taudihu Adhillah pada jilid 3 halaman


196 - 197 karya KHM SYAFI'I HADZMI.

113
Jadi seorang yang sholat itu sunah mengeraskan suaranya baik seorang jadi
imam atau Munfarid,Adapun perempuan bila mengeraskan suaranya saat
sholat sendirian menurut BUYA YAHYA ( ZAINUL MA'RIF )pimpinan
pesantren ALBAHJAH di CERIBON dalam youtube beliau bahwa
perempuan mengencangkan suara saat sholat sendirian tidaklah masalah kalau
itu didepan suaminya atau saudara Mahramnya tapi bila di dengar oleh Ajnabi
(orang lain ) maka haramlah hukumnya mengencangkan suara dalam sholat
didepan mereka .Oleh karna itu Orang yang sholat sendirian lanjut beliau (
BUYA YAHYA ) bacaanya Al fatihanya hanya menggerak gerakan bibirnya
saja tanpa mendengarkan bacaanya sendiri di telinganya maka hukumnya
batallah sholahnya. Wallahu ‘alam.

• Pertanyaan 41
Ada berapa tempat di anjurkan ketika mengulangi membaca surat Al Fatihah
dalam sholat ?

‫اض َع‬ َ ‫عادَة ْالفَا ِت َح ِة ِف ْي ال‬


َ ‫ص َالة ِفي َخ ْم‬
ِ ‫س ِة َم َو‬ ْ ‫ت‬:
َ ِ‫طلَب ا‬
‫اذَا قَ َرأ قَ َرهَا ْالمأم ْوم قَ ْب َل اِ َمامه‬.ِ١،
َ ‫طقَ ْال ِق َي‬
‫ام‬ َ َ‫ث َم ا‬،‫ َو ِلعا َ ِج ِز قَ َرأَهَا قَا ِعدا‬.٢ ،
َ ِ‫طس ب ْعد قِرأَتِ َها فَتَ ِجب ا‬
‫عدَت َها‬ َ ‫ع‬ َ ‫ َو َم ْن نَذَ َر قِ َرأَتِ َها كلَ َما‬.٣ ،
‫ب اَن يَ ْنت ِق َل ِل ْلخَت َم ِة األ ْخ َرى في ِعدهَا نَ ْدبا‬ُّ ‫ص َالةِ ي ْستَ َح‬
َ ‫َتم فِي ال‬َ ‫ َو َم ْن خ‬.٤ ،
‫س ْور ِة قَلَه اِبْن ِعما َ ِد‬ ُّ ‫ع ِن ال‬َ ‫غي َْرهَا في ِعيْدهَا‬َ ‫ظ‬ْ َ‫ َو َم ْن لَ ْم َي ْحف‬.٥.

Artinya :
"Di tuntut mengulangi Al fatiha dalam pada lima tempat :
1. Apabila makmum membaca Fatiha sebelum imam membacanya .
2. Karena lemah membacanya dalam keadaan duduk kemudian dia sanggup
berdiri.
3. Orang bernazar membacanya setiap dia bersin ,Apabila dia bersin setelah
membaca Al-Fatihah maka wajib membaca Al-Fatihah.

114
4. Orang yang mengkhatamkan Al Qur'an dalam sholat di aunatkan baginya
berpindah untuk khatam yang berikutnya mengulangi Al-Fatihah.
5. Orang yang hanya hafal surat Al-Fatihah, maka setelah membaca faiha
sunat mengulangi membaca Al-Fatihah.

Demikian disebutkan dalam kitab BUGHYATUL MUSYTARSYIDIN


HALAMAN 59 pertanyaan tertulis dalam buku guru saya seorang IMAM
MESJID AL QANITIN DI SKIP MEDAN pada buku beliau yang berjudul
AQIMUS SHOLAH JAWABAN TUNTAS PERMASALAHAN SHOLAT
HALAMAN 289 pada soal yang ke 217.

• Pertanyaan 42
Apa keunikan yang lain dari surat Al Fatihah ?

Jawab :
Huruf - huruf Hijaiyah yang terdapat dalam surat Al fatiha berjumlah
22 dan para sahabat Nabi di kala turunya surat Al fatiha berjumlah 22 orang.
Huruf - Huruf Hijaiyyah yang tidak ada pada surat Al Fatihah ada 7 huruf
yaitu :
1. Tsa yang berarti Tsabur (pengusiran )
2. Jim yang berarti Jahim ( Neraka Jahim )
3. Kha yang berarti Khauf ( rasa takut )
4. Zay yang berarti Zalim (pohon dalam neraka )
5. Syin yang berarti Syaqawah ( kesengsaraan )
6. Zha yang berarti AZ Zhulmah ( Kezaliman )
7. Fa yang berarti Firaq (Kesengsaraan )

Siapa yang meyakini dan membaca surat ini dengan pengagungan dan
penghormatan maka dia akan aman dari ketujuh perkara tersebut .Demikian
di sebutkan dalam TERJEMAHAN TAFSIR RUHUL BAYAN ,JILID 1
HALAMAN 89-90.
Diantara 114 jumlah dalam Alquran hanya surat Al fatihah saja yang tidak
ada huruf Fa.

115

Anda mungkin juga menyukai