Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

PENGOLAHAN LIMBAH HOTEL

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Adrianto Ahmad, ST., MT.

DISUSUN OLEH :
Laura Mega Susanti 1807125322
Nila Wulantika 1807124317
Nurul Jumaida 1807113499
Raihani Firdausi 1807113552

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Bioteknologi Lingkungan
dengan judul “Pengolahan Limbah Hotel” dengan segala kemampuan yang ada.
Sebelumnya, kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Adrianto
Ahmad, ST., MT selaku dosen mata kuliah Bioteknologi Lingkungan yang sudah
memberikan kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikan tugas ini. Kepada
kedua orang tua penulis yang telah memberikan banyak kontribusi serta teman-
teman seperjuangan yang saling membantu dalam segala hal penulisan. Kami
sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca tentang “Pengolahan Limbah Hotel”.
Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penyusunan
makalah di masa yang akan datang.
 
Pekanbaru, 20 Oktober 2021
 
 
 Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Definisi Air Limbah Hotel....................................................................3
2.2   Klasifikasi Hotel....................................................................................4
2.3   Karakteristik Limbah Perhotelan..........................................................5
2.4   Pengolahan Limbah Air........................................................................6
2.5   Parameter Kualitas Air Limbah............................................................7
2.6 Proses Pengolahan Secara Anaerobik...................................................9
2.7 Proses Pengolahan Secara Aerobik.....................................................11
BAB III PERANCANGAN IPAL.......................................................................13
3.1 Biofilter Anaerob-Aerob.....................................................................13
3.2 Proses Biofilter....................................................................................13
3.3 Pengolahan Air Limbah pada Biofilter Anaerob-Aerob.....................15
3.4 Kelebihan Proses Biofilter Anaerob-Aerob........................................16
3.5 Media Filter.........................................................................................17
3.5.1 Anaerobic Filter......................................................................18
3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Biofilter........................19
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

ii
DAFTAR GAMBAR

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhnya berbagai usaha perhotelan terutama di pusat pusat perkotaan
dan kawasan pariwisata akan menghasilkan berbagai limbah, baik padat (sampah)
maupun cair. Untuk tetap menjaga kondisi lingkungan agar tetap bersih dan sehat,
maka berbagai sampah dan limbah cair tersebut harus dikelola sesuai dengan
karakteristiknya.
Pengelolaan sampah dan limbah yang tidak benar akan menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan akan menimbulkan kesan kotor, kumuh
dan bau busuk yang menyengat. Jika hal ini sudah terjadi, maka adanya berbagai
potensi wisata yang telah dibangun tidak akan berguna, sebab tidak akan ada
pengunjung yang mau datang ke lokasi seperti ini. Untuk itulah maka sudah
selayaknya dan menjadi kewajibannya. semua pihak yang menghasilkan limbah
harus mengolah limbahnya sampai baku mutu yang telah ditetapkan.
Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan
menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur
kepada orang-orang yang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan
jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya
perjanjian khusus (Sulistiyono, 2011).
Dalam melakukan kegiatannya, hotel menghasilkan air limbah yang dapat
dikategorikan sebagai air limbah domestik karena aktivitasnya relatif sama dengan
pemukiman. Air limbah yang tidak diolah dan langsung dibuang ke badan air
akan berdampak negatif baik terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat
di sekitarnya. Polutan yang terakumulasi akan menyebabkan kemampuan self-
purification badan air terlampaui. Pada gilirannya, hal ini dapat menyebabkan
kelangkaan sumber air bersih dan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan
kandungan oksigen terlarut dalam air berkurang sehingga membahayakan
makhluk hidup di dalamnya (Siswanto dkk, 2014).
Berdasarkan permasalahan di atas, dibutuhkan Insatalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) untuk mengolah air limbah hotel sebelum dibuang ke badan air.

1
Perencanaan IPAL disesuaikan dengan beban polutan dalam air limbah yang
terdiri dari debit air limbah dan konsentrasi polutan di dalamnya. Dalam
mempertimbangkan penggunaan alternative pengolahan air limbah, hal-hal yang
harus diperhatikan adalah biaya yang murah (baik konstruksi maupun operational
and maintenance), kemudahan operasi dan perawatan, kebutuhan energy
(berhubungan dengan biaya operasi rendah), penggunaan bahan kimia (terutama
chlorine atau jenis desinfektan berbahaya lain), dan kebutuhan lahan yang tidak
luas (Mara, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu limbah?
2. Apa itu air limbah hotel?
3. Apa saja parameter kualitas air limbah?
4. Bagaimana pengolahan limbah air hotel?
5. Bagaimana proses pengolahan limbah perhotelan dengan metode biofilter?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian limbah.
2. Mengetahui pengertian air limbah hotel.
3. Mengetahui perameter kualitas air limbah.
4. Mengetahui cara mengolah limbah air hotel.
5. Memahami proses pengolahan limbah perhotelan dengan metode biofilter.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Air Limbah Hotel


Air limbah (waste water) adalah air buangan dari masyarakat, rumah
tangga, industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya (Sutapa DAI,
1999). Didalam limbah cair terkandung zat-zat pencemar dengan konsentrasi
tertentu yang bila dimasukkan ke bahan air dapat mengubah kualitas airnya.
Kualitas air merupakan pencerminan kandungan konsentrasi makhluk hidup,
energi, zat-zat, atau komponen lain yang ada dalam air. Limbah cair mempunyai
efek negatif bagi lingkungan karena mengandung zat-zat beracun yang
mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup yang
terdapat di dalamnya.
Berdasarkan Permen Menteri Lingkungan Hidup No. 68 Tahun 2016,
limbah cair adalah limbah cair lainnya adalah sisa yang dihasil oleh buangan pada
setiap proses produksi atau aktivitas yang berupa cairan. Limbah cair dapat berupa
air beserta bahan - bahan buangan lain yang tercampur, tersuspensi maupun
terlarut dalam air. Limbah cair atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang
berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan
pada umumnya mengandung bahan-bahan II-2 atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup
(Permen LHK,2016).
Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan
menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur
kepada orang-orang yang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan
jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya
perjanjian khusus (Sulistiyono, 2011).
Limbah cair perhotelan adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan
oleh kegiatan hotel yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan
kualitas lingkungan. Karena aktivitas yang ada hotel relatif sama seperti layaknya
pemukiman, maka sumber limbah yang ada juga relatif sama seperti pada
pemukiman dan fasilitas tambahan lainnya yang ada di hotel.

3
Dalam melakukan kegiatannya, hotel menghasilkan air limbah yang dapat
dikategorikan sebagai air limbah domestik karena aktivitasnya relatif sama dengan
pemukiman. Air limbah yang tidak diolah dan langsung dibuang ke badan air
akan berdampak negatif baik terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat
di sekitarnya. Polutan yang terakumulasi akan menyebabkan kemampuan self-
purification badan air terlampaui. Pada gilirannya, hal ini dapat menyebabkan
kelangkaan sumber air bersih dan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan
kandungan oksigen terlarut dalam air berkurang sehingga membahayakan
makhluk hidup di dalamnya (Siswanto dkk, 2014).

2.2   Klasifikasi Hotel


Berbagai jenis usaha penginapan atau industri perhotelan telah banyak
dikembangkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
terbaik sesuai dengan kebutuhan konsumen. Menurut SK No. KM 37/PW.
304/MPPT-86, penggolongan hotel ditandai dengan bintang, yang disusun mulai
dari hotel berbintang satu (1) sampai dengan yang tertinggi dengan bintang lima
(5).
Dalam SK tersebut juga mengatur jenis penginapan dengan fasilitas di
bawah hotel berbintang, yang disebut hotel melati. Selain itu juga terdapat jenis
penginapan lainnya dengan nama wisma, home stay, losmen dan sebagainya.
Klasifikasi hotel berbintang tersebut berdasarkan garis besar pada :
(1). Besar/kecil atau banyaknya jumlah kamar
(2). Lokasi hotel
(3). Fasilitas-fasilitas yang dimiliki hotel
(4). Kelengkapan peralatan
(5). Spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan
(6). Kualitas bangunan I
(7). Tata letak ruangan Di dalam United State Lodging Industry dijelaskan,
bahwa hotel dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Transient Hotel, yaitu hotel yang letak/lokasinya di tengah kota dengan
jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah untuk urusan bisnis dan
turis.

4
b. Residential Hotel, yaitu hotel yang pada dasarnya merupakan rumah-
rumah berbentuk apartemen dengan kamar-kamarnya dan disewakan
secara bulanan atau tahunan. Hotel residensial juga menyediakan
kemudahan-kemudahan seperti layaknya hotel, seperti retoran, pelayanan
makanan yang diantar ke kamar dan pelayanan kebersihan kamar.
c. Hotel resor, yaitu hotel yang pada umumnya berlokasi di tempat wisata
dan menyediakan tempat rekreasi dan juga ruang serta fasilitas konferensi
untuk tamu-tamunya.
Bidang usaha perhotelan di Indonesia terbagi dalam tiga jaringan
pengusaha hotel, yaitu :
 Jaringan hotel internasional (International Hotel Chains)
 Jaringan hotel nasional (National Hotel Chains)
 Hotel yang dikelola secara independen.

2.3   Karakteristik Limbah Perhotelan


         Karakteristik limbah cair dari hotel relatif sama seperti limbah cair dari
pemukiman, karena aktivitas-aktivitas yang ada di hotel relatif sama seperti
aktivitas yang ada di lingkungan pemukiman. Sementara jumlah limbah yang
dihasilkan dari hotel tergantung dari jumlah kamar yang ada dan tingkat
huniannya. Selain itu juga dipengaruhi oleh fasilitas tambahan yang ada di hotel
tersebut. Limbah perhotelan pada umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Senyawa fisik
- Berwarna
- Mengandung padatan
b. Senyawa kimia organiak
- Mengandung karbohidrat
- Mengandung minyak dan lemak
- Mengandung protein tidak mengandung surfactan antara detergen dan
sabun
c. Senyawa kimia anorganik
- Mengandung alkalinitas
- Mengandung Khloride

5
- Mengandyog Nitrogen
- Mengandung Phospor
- Mengandung Sulfur
d. Unsur Biologi
- Mengandung protista dan virus
Rata-rata karakteristik limbah adalah sebagai berikut:
 Konsentrasi BOD dalam air limbah 200 - 300 mg/lt.
 Donsentrasi SS di dalam air limbah 200-250 mg/l.
Menurut Morimura dan Soufyan standar pemakaian air untuk hotel adalah
250-300 liter per orang tamu per hari, dan untuk karyawan adalah 120 - 150 liter
per karyawan per hari. Biasanya karyawan yang masuk dibagi dalam tiga (3) shift
kerja, sehingga misalkan jika jumlah seluruh karyawan 120 orang, maka rata-rata
setiap shift kerja ada 40 orang. Dengan demikian jumlah pemakaian air untuk
karyawan dihitung untuk 40 orang x jumlah pemakaian air setiap hari (120 - 150
liter/hari).

2.4   Pengolahan Limbah Air


Menurut Tchobanoglus et al,. (2014) metode pengolahan air limbah
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pengolahan secara fisik, kimia, dan biologis.
a. Pengolahan Secara Fisik
Pengolahan ini digunakan untuk penyisihan material fisik. Karena
sebagian besar dari metode ini dikembangkan dari observasi langsung,
pengolahan ini digunakan untuk pengolahan pertama pada pengolahan air limbah.
Contoh prosesnya adalah penyaringan, pengadukan, flokulasi, sedimentasi, fotasi,
filtrasi dan adsorpsi.
b. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan ini menyisihkan polutan dengan menambahkan bahan kimia
atau dengan reaksi kimia. Contoh proses pengolahan secara kimia yang umum
digunakan adalah presipitasi, gas transfer, adsorpsi, dan desinfeksi.
c. Pengolahan Secara Biologis
Pengolahan ini menyisihkan polutan dengan memanfaatkan aktivitas
biologis. Pengolahan biologis digunakan terutama untuk menyisihkan koloid atau

6
zat organik biodegradable yang terlarut dalam air limbah. Pada dasarnya, zat
tersebut diubah menjadi (a) gas yang dapat dibuang ke atmosfer dan (b) sel
biologis yang dapat disedimentasi atau dengan proses pengolahan fisik lainnya.
Pengolahan biologis juga digunakan untuk menyisihkan nitrogen dan fosfor.

2.5   Parameter Kualitas Air Limbah


a. Derajat Keasaman (pH)
Merupakan konsentrasi ion hidrogen di dalam air sebagai indikasi apakah
air tersebut bersifat asam atau basa. Air limbah dengan pH di bawah 4 – 5 (asam)
dan di atas 9 (basa) sulit untuk diolah.Dibutuhkan bak netralisasi untuk
menambahkan larutan penyangga dan menetralkan pH (Sasses, 2009). pH yang
sesuai untuk berlangsungnya kehidupan biologis adalah 6 – 9 (Tchobanoglous et
al,. 2004). Perubahan pH pada air sangat berpengaruh terhadap proses fisika,
kimia, dan biologi dari mikroorganisme yang hidup di dalam air. Derajat
keasaman sangat berpengaruh terhadap daya racun bahaya pencemaran dan
kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat di dalam air (Gazali dkk.,
2013).
b. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme
untuk mengoksidasi material karbon (bahan organik). Jika tersedia cukup oksigen,
dekomposisi biologis bahan organik secara serobik dapat berlangsung hingga
semua bahan organik terdegradasi (Tchobanoglous et al., 2014). BOD digunakan
sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Nilai BOD yang
tinggi (melebihi baku mutu) mengindikasikan bahwa perairan terebut sudah
tercemar (Agustina, 2013).
c. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam mengoksidasi
bahan organik secara kimiawi, baik bahan organik biodegradable maupun non-
biodegradable. Nilai COD selalu lebih besar dari BOD karena COD
menggambarkan jumlah total bahan organik dalam air (Agustiningsih, dkk.,
2012). Tipikal rasio BOD/COD untuk air limbah domestik yang belum diolah
adalah 0,3 hingga 0,8. Jika rasio di bawah 0,3, berarti air limbah tersebut

7
mengandung komponen toksik atau dibutuhkan aklimatisasi mikroorganisme
untuk stabilisasi air limbah sebelum diolah (Tchobanoglouset al., 2014). 
d. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah padatan yang tidak terlarut dalam air (padatan
tersuspensi). TSS dapat menimbulkan endapan lumpu dan kondisi anaerobik pada
perairan jika air limbah langsung dibuang ke badan air (Tchobanoglouset al.,
2014). Selain itu, TSS juga menyatakan jumlah bahan organik (BOD. COD, TOC,
dll) maupun anorganik. Kandungan TSS memiliki hubungan erat dengan
kecerahan perairan. Kederadaan padatan tersuspensi dapat menghalangi penetrasi
cahaya yang masuk ke perairan (Gazali dkk., 2013).
e. Minyak dan Lemak
Berdasarkan sifat fisiknya, minyak dan lemak merupakan senyawa yang
tidak larut dalam air namun dapat larut dalam pelarut yang kepolarannya lemah
atau pelarut non-polar (Ngili, 2009). Minyak mempunyai berat jenis lebih kecil
dari air sehingga akan membentuk lapisan tipis di permukaan air. Kondisi ini
dapat mengurangi konsentrasi oksigen dalam air karena fiksasi oksigen bebas
terhambat (Hardiana dan Mukimin, 2014). Minyak dan lemak harus dipisahkan
dari air limbah sebelum memasuki unit pengolahan karena dapat mengganggu
proses pengolahan biologis dan menyumbat pipa atau media filter yang
digunakan.
f. Amoniak
Amoniak merupakan senyawa nitrogen yang berubah menjadi ion NH4
pada pH rendah. Amoniak berasal dari air limbah domestik dan pakan ikan.
Amoniak juga berasal dari proses denitrifikasi pada dekomposisi air limbah oleh
mikroba pada kondisi anerobik (Sastrawijaya,2000). Nitrogen merupakan
komponen penting dalam sintesis protein, data konsentrasi nitrogen dibutuhkan
untuk mengevaluasi kemungkinan pengolahan air limbah dengan proses biologis.
Apabila nitrogen tidak cukup, maka diperlukan penambahan nitrogen agar air
limbah dapat diolah. Namun, untuk mengontrol pertumbuhan alga pada badan air,
dibutuhkan penyisihan nitrogen pada efluen pengolahan sebelum dibuang
(Tchobanoglouset al., 2014).
g. Total Coliform

8
Coliform termasuk dalam bakteri pathogen yang dapat menyebabkan
penyakit (Wahyuni, 2015). Coliform Adalah indikator bakteri yang dianggap
penting dalam kualitas biologis. Bakteri coliform digunakan untuk memantau
tingkat keamanan air dari kemungkinan adanya bakteri patogen. Identifikasi
bakteri dalam air dapat berfungsi sebagai evaluasi efektivitas metode desinfeksi
air (Fatemeh et al., 2014). Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform
maka semakin tinggi pula kehadiran bakteri patogen lain (Natalia et al., 2014).

2.6 Proses Pengolahan Secara Anaerobik


Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan suatu metabolisme tanpa
menggunakan oksigen yang dilakukan oleh bakteri anaerobik. Dalam proses
anaerobik yang sangat berperan adalah aktivitas mikroba dalam multi tahap
pengolahan limbah (Said dan Firly, 2005). Pengolahan anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme dalam air limbah untuk menguraikan zat organik dimana dalam
pengolahan ini juga menghasilkan produk samping yaitu biogas yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi (Anggraini dkk, 2014). Dalam pengolahan
limbah secara anaerobik mikroorganisme menguraikan beberapa senyawa organik
seperti protein, karbohidrat, serta lemak yang terdapat dalam limbah cair dan
kemudian akan menghasilkan hasil samping berupa biogas dengan kandungan gas
metana sekitar 50% - 70%, gas karbon dioksida 25% - 45% dan sejumlah kecil
nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida (Sato dkk, 2015).

9
Gambar 2.1 Prinsip Penyisihan COD dalam Proses Anaerobik (Tchobanoglous et
al,. 2014)
Pengolahan anaerobik menghasilkan biogas, dimana 55% hingga 75%
berupa metana (CH4), 25% hingga 45% berupa karbon dioksida (CO2), dan
sebagian kecil berupa H2S, H, NH3. Material organik yang dikonversi menjadi
metana terdiri dari 34% karbohidrat, 33% protein, dan 33% lemak. Ketiga
komponen ini kemudian dihidrolisis menjadi komponen sederhana, dimana 34%
karbohidrat menjadi 34% monosakarida, 33% protein menjadi 33% asam amino,
dan 33% lemak menjadi 33% Low Carbon Fatty Acids (LCFAs). Kemudian 14%
monosakarida dan 18% asam amino akan mengalami proses fermentasi menjadi
32% Intermediate VFAs. Pada proses asetogenesis, 20% monosakarida dikonversi
menjadi asam asetat dan 6% menjadi hidrogen, 13% asam amino dikonversi
menjadi asam asetat dan 2% menjadi hidrogen, 23% LCFAs dikonversi menjadi
asam asetat dan 10% menjadi hidrogen, sementara 32% Intermediate VFAs
dikonversi menjadi 22% asam asetat dan 10% hidrogen. Sehingga akan dihasilkan
72% asam asetat dan 28% hidrogen. Kedua komponen ini akan menghasilkan
100% metana dalam proses metanogenesis.
       Menurut Tchobanoglous et al,. (2014), tiga tahap dasar yang terlibat dalam
keseluruhan oksidasi anaerobik air limbah : (1) hirolisis, (2) asidogenesis (juga
dikenal dengan fermentasi atau oksidasi anaerobik), dan (3) methanogenesis.
a. Hidrolisis            
       Merupakan tahap pertama, dimana material partikulat dikonversi menjadi
senyawa terlarut yang kemudian dapat dihidrolisis menjadi monomer sederhana
yang digunakan oleh bakteri dalam proses fermentasi. Lemak dipecah menjadi
long chain fatty acids (LCFAs) oleh lipase yang dihasilkan oleh bakteri yang
termasuk Butyrivibrio sp., Clostridium sp., dan Anaerovibrio lipolytica. Peptida
dan asam amino dihasilkan dari aktivitas ekstraseluler bakteri protease yang
termasuk Clostridium proteolyticum, Eubacterium sp., dan Peptococcus
anaerobicus.
b. Asidogenesis
       Tahap kedua, yang dilakukan oleh bakteri adalah asidogenesis (fermentasi)
dan menghasilkan volatile fatty acids (VFAs), CO2, dan hidrogen. Dalam proses

10
fermentasi, substrat bertindak sebagai donor elektron dan elektron akseptor. Hasil
fermentasi dari gula dan asam amino adalah asetat, propionat, butirat, CO2, dan
hidrogen. Fermentasi LCFAs menghasilkan asetat, CO2, dan hidrogen.
c. Asetogenesis
       Asetogenesis merupakan fermentasi lanjutan oleh bakteria untuk
mengkonversi produk setengah jadi dari asidogenesis (propionat dan butirat) agar
menghasilkan asetat, CO2, dan hidrogen. Sehingga produk akhir dari fermentasi
adalah asetat, CO2, dan hidrogen yang memjadi awal terbentuknya metana.
d. Metanogenesis
       Dilakukan oleh kelompok organisme Archaea yang diketahui sebagai
metanogen. Dua kelompok organisme metanogen terlibat dalam produksi metana.
Kelompok pertama, disebut sebagai aceticlastic methanogens, memecah asetat
menjadi karbon dan karbon dioksida. Kelompok kedua, disebut sebagai
metanogen yang menggunakan hidrogen atau hydrogenotrophic methanogenic,
menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2 sebagai elektrop akseptor
untuk menghasilkan metana. Seperti dilhat pada Gambar 2.1, sekitar 72 persen
metana dihasilkan dalam pengolahan anaerobik dari bentuk asetat.
Pengolahan anaerobik memecah molekul yang tersusun dari oksigen dan
karbon dalam proses fermentasi menjadi karbohidrat. Mikroorganisme aerobik
menggunakan beban polutan dalam jumlah besar (sekitar 50% COD) untuk
produksi massa bakteri, dibandingkan dengan mikroorganisme anaerobik (hanya
sekitar 5% COD). Inilah kenapa proses anaerobik menghasilkan 90% lumpur
lebih sedikit dibandingkan proses aerobik (Sasse, 2009).
Lumpur mengendap dalam beberapa lapisan. Lapisan atas mengandung
mikroorganisme aktif, yang menunjang pengolahan dengan memakan polutan
pada air limbah, sementara lapisan di bawahnya terstabilisasi dan menjadi tidak
aktif selama berjalannya waktu. Pengurasan lumpur hanya dilakukan untuk
lumpur yang berada di dasar bak, 30 hingga 50 cm lumpur aktif harus disisakan
untuk memastikan efisiensi pengolahan tetap terjaga (Sasse, 2009).

11
2.7 Proses Pengolahan Secara Aerobik
Pada proses pengolahan air limbah secara aerobik, senyawa komplek
organik akan terurai oleh aktifitas mikroorganisme aerob (Herlambang, 2001).
Pada kondisi aerob mikroorganisme mengambil oksigen dari udara dan makanan
dari bahan organik. Bahan organik tersebut dikonversi menjadi produk
metabolisme biologi berupa CO2, H2O, dan energi (Fitria, 2008).
       Menurut Tchobanoglous et al,. (2014), terjadi tiga tahap pengolahan yang
terjadi pada proses aerobik. Pertama, sebagian air limbah dioksidasi hingga
menghasilkan energi untuk kehidupan sel mikroorganisme dan sistesis jaringan
sel baru. Bersama dengan itu, sebagian air limbah dikonversi menjadi jaringan sel
baru menggunakan sebagian energi yang dilepaskan selama oksidasi. Pada
akhirnya, saat zat organik telah digunakan, sel baru mulai untuk mengkonsumsi
jaringan sel mereka sendiri untuk memperoleh energi demi kehidupan sel. Proses
ketiga ini disebut endogenous respiration. Menggunakan bentuk COHNS (yang
merepresentasikan elemen karbon, oksigen, nitrogen, dan sulfur) untuk
merepresentasikan limbah organik dan bentuk C5H7NO2 untuk
merepresentasikan jaringan sel, ketiga proses dibagi menjadi reaksi kimia berikut:
CHONS berperan sebagai donor elektron, sementara oksogen berperan
sebagai elektron akseptor. Jika semua sel (contohnya donor elektron) dioksidasi
secara keseluruhan, UBOD atau COD sel setara dengan 1,42 kali konsentrasi sel
sebagai VSS. Dalam pengolahan biologis harus tersedia nutrien dalam jumlah
yang cukup. Menggunakan rumus C5H7NO2, untuk komposisi sel biomas, sekitar
12,4 persen berat nitrogen dibutuhkan. Kebutuhan fosfor adalah 1,5 hingga 2
persen berat sel biomas. Ini adalah nilai tipikal, bukan kuantitas tetap, karena
presentase distribusi nitrogen dan fosfor dalam jaringan sel bervariasi sesuai
dengan SRT sistem dan kondisi lingkungan.

12
BAB III PERANCANGAN IPAL

3.1 Biofilter Anaerob-Aerob


Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob adalah proses
pengolahan air limbah dengan cara menggabungkan proses biofilter anaerob dan
aerob. Dengan menggunakan proses biofilter anaerob, polutan organik dalam air
limbah akan terurai menjadi gas karbon dioksida dan metan tanpa menggunakan
energi (blower udara), tetapi amoniak dan gas hidorgen sulfida tidak hilang.
Dengan proses biofilter aerob, polutan organik yang masih tersisa akan terurai
menjadi gas karon diokasida dan air, amoniak akan teroksidasi menjadi nitrit,
selanjutnya akan menjadi nitrat, sedangkan hidrogen sulfida akan diubah menjadi
sulfat. Dengan menggunakan proses biofilter anaerob-aerob maka akan dapat
dihasilkan air olahan dengan kualitas yang baik menggunakan konsumsi energi
yang lebih rendah.
Dalam beberapa kasus dimana penyisihan nutrien dibutuhkan untuk
mencapai baku mutu air limbah, penggunaan proses anaerobik sebelum
pengolahan aerobik untuk penyisihan nutrien secara biologis harus dianalisis
secara cermat, ada kalanya sistem anaerobik menunjukkan penyisihan zat organik
biodegradable yang baik, tetapi tidak ada efisiensi penyisihan N dan P. Hal ini
pasti menyebabkan dampak negatif pada sistem pengolahan biologis yang
mengharapkan penyisihan nutrien yang baik, karena efluen dari reaktor anaerobik
akan memiliki rasio N/COD dan P/COD jauh lebih tinggi daripada hasil yang
diinginkan untuk efisiensi yang baik pada proses penyisihan nutrien secara
biologis (Chernicharo, 2006).

3.2 Proses Biofilter


Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter tercelup dilakukan
dengan mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi
dengan media penyangga untuk mengembangbiakkan mikroorganisme dengan
atau tanpa aerasi. Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm secara
aerobik dijelaskan pada Gambar 3.1 yang menunjukkan sistem biofilm yang

13
terdiri dari media penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan
air limbah dan udara. Senyawa polutan yang ada dalam air limbah, seperti
senyawa organik (BOD, COD), ammonia, fosfor, dan lainnya, akan terdifusi ke
dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat
yang bersamaan, dengan bantuan oksigen terlarut, senyawa polutan tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang ada pada lapisan biofilm dan energi yang
dihasilkan akan diubah menjadi biomasa. Suplai oksigen pada lapisan biofilm
pada sistem biofilter tercelup dapat dilakukan dengan menggunakan blower udara
atau pompa sirkulasi.
Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan
mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik, sedangkan pada bagian dalam
biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada
kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut
cukup besar, maka gas H2S yang terbentuk akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh
bakteri sulfat yang ada pada biofilm.

14
Gambar 3.1 Mekanisme Proses Metabolisme dalam Sistem Biofilm (Kemenkes
RI, 2011)

3.3 Pengolahan Air Limbah pada Biofilter Anaerob-Aerob


Diagram proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerob-aerob
dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Proses Pengolahan Air Limbah dengan Biofilter Anaerob-Aerob


(Kemenkes RI, 2011)
Air limbah dialikan ke bak ekualisasi, selanjutnya dipompa ke bak
pengendap awal untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan bahan organik
tersuspensi. Bak pengendap awal juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran,
bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, serta penampung dan
pengurai lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal, selanjutnya dialirkan ke biofilter
anaerob. Didalam biofilter tersebut diidi dengan media dari bahan plastik tipe
sarang tawon. Biofilter anaerob terdiri dari dua ruangan. Penguraian zat-zat
organik dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik. Setelah beberapa
hari beroperasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan biofilm.
Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang berlum sempat
terurai pada bak pengendap awal.
Air limpasan biofilter anaerob dialirkan ke biofilter aerob. Dalam biofilter
aerob ini diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon, sambil
diberikan aerasi sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat
organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan
media. Air limbah akan mengalami kontak dengan mikroorganisme yang

15
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media, hal
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen, dan
mempercepat proses nitrifikasi sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi
lebih besar. Proses ini dinamakan aerasi kontak (contact aeration).
Selanjutnya, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Dalam bak pengendap
akhir sebagian air limbah dipompa kembali ke bagian inlet biofilter aerob dengan
pompa resirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan dialirkan ke bak kontrol dan
selanjutnya dialirkan ke bak kontraktor klor untuk proses desinfeksi. Proses
desinfeksi bertujuan membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan/ dapat
langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Kombinasi proses anaerob dan
aerob dapa menurunkan zat organik (BOD dan COD), amonia, deterjen, padatan
tersuspensi (SS), fosfat, dan lainnya.

3.4 Kelebihan Proses Biofilter Anaerob-Aerob


Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob
mempunyai beberapa keunggulan, anatara lain yaitu:
1. Adanya air buangan yang mengalir melalui media yang terdapat pada
biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti media
atau yang disebut dengan biological film. Air limbah yang masih
mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap, bila
melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara
biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak anatara air limbah
dengan mikroorganisme yang menempel pada permukaan media filter
tersebut. Makin luas bidang kontaknya, maka efisiensi penurunan
konsentrasi zat organik makin besar. Selain menghilangkan BOD dan
COD, proses ini juga dapat mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi
atau suspended solid (SS), deterjen (MBAS), ammonium, dan fosfor.

2. Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui
media. Sebagai akibatnya, air limbah mengandung suspended solid dan
bakteri E. coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya.
Efisiensi 19 penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter

16
up flow, yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan
mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel
yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendap di dasar bak filter.
Sistem biofilter anaerob-aerob ini sangat sederhana, operasinya mudah dan
tidak memakai bahan kimia, serta tanpa membutuhkan banyak energi.
Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas
yang tidak terlalu besar.

3. Dengan kombinasi proses anaerob-aerob, efisiensi penghilangan senyawa


fosfor menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan proses anaerob atau
proses aerob saja. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa fosfor
anorganik yang ada dalam sel-sel mikroorganisme akan keluar sebagai
akibat hidrolisis senyawa fosfor. Sedangkan energi yang dihasilkan
digunakan untuk menyerap senyawa organik yang ada dalam air limbah.
Selama berada pada kondisi aerob, senyawa fosfor terlarut akan diserap
oleh mikroorganisme dan akan disentesis menjadi polyphosphat
menggunakan energi yang dihasilkan oleh proses oksidasi senyawa
organik. Dengan demikian, kombinasi proses anaerob-aerob dapat
menghilangkan senyawa organik maupun fosfor dengan baik. Proses ini
dapat digunakan untuk pengolahan air libah dengan beban organik yang
cukup besar.

3.5 Media Filter


Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material
organik atau anorganik. Biasanya untuk media biofilter dari bahan anorganik,
semakin kecil diameternya luas permukaan semakin besar, sehingga jumlah
mikroorganisme yang dapat dibiakkan juga menjadi besar pula, tetapi volume
rongga menjadi lebih kecil. Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi aliran
singkat (short pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas
pengolahan dapat menurun drastis (Said dan Ruliasih, 2005).
Media biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat dengan cara dicetak
dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dan laninnya, dengan luas

17
permukaan spesifik yang besar dan volume rongga (porositas) yang besar,
sehingga dapat meletakkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar dengan
resiko kebuntuan yang sangat kecil. Dengan demikian memungkinkan untuk
pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi
pengolahan yang cukup besar (Kemenkes RI, 2011).
Di dalam prakteknya ada beberapa kriteria media biofilter ideal yang perlu
diperhatikan, antara lain yaitu:
 Mempunyai luas permukaan spesifik besar
 Mempunyai fraksi volume rongga tinggi
 Diameter celah bebas besar (large free passage diameter)
 Tahan terhadap penyumbatan
 Dibuat dari bahan inert
 Harga per unit luas permukaan murah
 Mempunyai kekuatan mekanik yang baik
 Ringan
 Fleksibel
 Pemeliharaan mudah
 Kebutuhan energi kecil
 Mereduksi cahaya (menghalangi cahaya masuk ke media)
 Memiliki sifa hidrophilic (suka terhadap air, tidak berminyak, tidak licin)

3.5.1 Anaerobic Filter

18
Gambar 3.3 Sistem Kerja Anaerobic Filter

Anaerobic Filter adalah reactor biologis fixed-bed (media tetap) dengan


satu atau lebih bak filtrasi yang dirangkai seri. Saat air limbah mengalir melewati
filter, partikel-partikel akan terperangkap dan bahan organik terdegradasi oleh
biomas aktif yang menempel pada permukaan media filter. Dengan teknologi ini,
removal TSS dan BOD dapat mencapai 90%. Removal nitrogen terbatas dan
biasanya tidak melebih 15% dalam Total Nitrogen (TN).
Desain bak pengendap dan kompaertemennya tidak berbeda dengan ABR.
Anaerobic filter biasanya dioperasikan secara upflow karena resiko biomas
terlepas dari media lebih kecil. Idelanya, media filter harus memiliki luas
permukaan yang besar untuk tumbuhnya mikroorganisme, dengan poripori yang
cukup besar untuk mencegah penyumbatan (clogging). Idealnya, media filter
memiliki luas permukaan antara 90 hingga 300 m2 per m3 volume reactor, dengan
tipikal ukuran diameter sekitar 12 hingga 55 mm.
Tabel 3.1 Kelebihan dan Kekurangan Anaerobic Filter
Kelebihan Kekurangan
 Tidak memerlukan energy  Membutuhkan desain dan
listrik konstruksi dari tenaga ahli
 Biaya operasional rendah  Removal bakteri patogen dan
 Umur penggunaan panjang nutrien rendah
 Removal BOD dan TSS tinggi  Efluen dan lumpur memerlukan
 Produksi lumpur rendah pengolahan lebih lanjut
 Dapat dibangun di bawah tanah  Risiko penyumbatan pada media
filter
Sumber: Tilley et al., 2014

3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Biofilter


Menurut Sasse (2009), perhitungan pengolahan didasarkan pada kurva
hubungan antara HRT dan prosentase penyisihan COD. Kurva pada Gambar 3.4.
berdasarkan COD 1.500 mg/l pada 25˚C. Nilai tersebut kemudian dihitung dengan
faktor berdasarkan suhu, konsentrasi air limbah dan permukaan spesifik media.

19
Gambar 3.4 Hubungan HRT dan Penyisihan COD (Sasse, 2009)

Kurva pada Gambar 3.4 dapat dimodelkan dengan beberapa persamaan:


 HRT < 12 jam
CODrem = HRT × 0,16 / 12 + 0,44
 HRT < 24 jam
CODrem = (HRT-12) × 0,07 / 12 + 0,6
 HRT < 33 jam
CODrem = (HRT-24) × 0,03 / 9 + 0,67
 HRT < 100 jam
CODrem = (HRT-33) × 0,09 / 67 + 0,7
 HRT ≥ 100 jam
CODrem = 0,78

Gambar 3.5 Hubungan Suhu dan Penyisihan COD (Sasse, 2009)

Kurva pada Gambar 3.4 dapat dimodelkan dengan beberapa persamaan.

20
 Temp < 20˚C
Factor = (temp – 10) × 0,39 / 20 + 0,47
 Temp < 25˚C
Factor = (temp – 20) × 0,14 / 5 + 0,86
 Temp < 30˚C
Factor = (temp – 25) × 0,08 / 5 + 1
 Temp ≥ 30˚C
Factor = 1,10
Ukuran rongga pada media filter mempengaruhi volume pengolahan yang
dibutuhkan untuk memenuhi hydraulic retention time (HRT) yang cukup. Media
kerikil rata-rata memiliki ukuran rongga 35%, sementara plastik yang dibentuk
khusus dapat mencapai lebih dari 90%.

Gambar 3.6 Hubungan Konsentrasi COD Masuk dengan Penyisihan COD


(Sasse, 2009)

Kurva pada Gambar 3.6 dapat dimodelkan dengan beberapa persamaan:


 COD in < 2.000 mg/L
Factor = COD in × 0,17 / 2.000 + 0,87
 COD in < 3.000 mg/L
Factor = (COD in – 2.000) × 0,02 / 1.000 + 1,04
 COD in ≥ 3.000 mg/L
Factor = 1,06

21
Gambar 3.7 Hubungan Luas Permukaan Spesifik Media dengan Penyisihan COD
(Sasse, 2009)

Kurva pada Gambar 3.7 dapat dimodelkan dengan beberapa persamaan:


 Surface < 100 m2/m3
Factor = (Surface – 50) × 0,1 / 50 + 0,9
 Surface < 200 m2/m3
Factor = (Surface – 100) × 0,06 / 100 + 1
 Surface ≥ 200 m2/m3
Factor = 1,06

Setelah mendapatkan efisiensi penyisihan COD berdasarkan faktor-faktor


tersebut, efisiensi penyisihan BOD dapat ditentukan melalui kurva pada Gambar
3.7.

Gambar 3.8 Rasio Efisiensi Penyisihan BOD terhadap Penyisihan COD


(Sasse, 2009)

22
Kurva pada Gambar 3.8 dapat dimodelkan dengan beberapa
persamaan:
 COD rem < 0,5
Factor = 1,06
 COD rem < 0,75
Factor = (COD rem – 0,5) × 0,065 / 0,25 + 1,06
 COD rem < 0,85
Factor = 1,125 – (COD rem – 0,75) × 0,1 / 0,1
 COD rem ≥ 0,85
Factor = 1,025

23
BAB IV KESIMPULAN

1. Air limbah (waste water) adalah air buangan dari masyarakat, rumah
tangga, industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya (Sutapa
DAI, 1999). Didalam limbah cair terkandung zat-zat pencemar dengan
konsentrasi tertentu yang bila dimasukkan ke bahan air dapat mengubah
kualitas airnya.
2. Limbah cair perhotelan adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan
oleh kegiatan hotel yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat
menurunkan kualitas lingkungan.
3. Metode pengolahan air limbah diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
pengolahan secara fisik, kimia dan biologis.
4. Parameter kualitas air limbah meliputi ; derajat keasaman (pH),
biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD),
total suspended solid (TSS), minyak dan lemak, ammonia, dan total
coliform
5. Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter tercelup dilakukan
dengan mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di
dalamnya diisi dengan media penyangga untuk mengembangbiakkan
mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Mekanisme proses metabolisme
di dalam sistem biofilm secara aerobik dijelaskan pada Gambar 3.1 yang
menunjukkan sistem biofilm yang terdiri dari media penyangga, lapisan
biofilm yang melekat pada medium, lapisan air limbah dan udara.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R., Lubis, K. S., dan Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air,
Fisika Air, dan Debit Sungai pada Kawasan DAS Padang Akibat
Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(3).

Agustiningsih, D., Sasongko, S.B., dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal.
Jurnal Presipitasi, 9(2), 54-71.

Anggraini, dkk. 2014. “Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob


menggunaan Sistem Batch”. Reka Lingkungan Jurnal Institut Teknologi
Nasional 1, 2.

Chernicharo, C. A. L. 2006. “Post-treatment Options for the Anaerobic Treatment


of Domestic Wastewater”. Reviews in Environmental Science and
Bio/Technology, 5:73-92

Gazali, I., Widiatmono, R. B., dan Wirosoedarmo, R. 2013. Evaluasi Dampak


Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap Kualitas Air Sungai
Klinter Kabupaten Nganjuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biositem, 1, 1-8.

Hardiana, S. dan Mukimin, A. 2014. Pengembangan Metode Analisis Parameter


Minyak dan Lemak pada Contoh Uji Air. Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri.

Herlambang, A. 2001. ”Pengaruh Pemakaian Biofilter Struktur Sarang Tawon


pada Pengolah Limbah Organik Sistem Kombingasi Anaerob-Aerob (Studi
Kasus: Limbah Tahu dan Tempe)”. Jurnal Teknologi Lingkungan 2, 1:28-
36.

25
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan
Sistem Biofilter Anaerob Aerob pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

Natalia, L. A., Bintari, S. H., Mustikaningtyas, D. 2014. Kajian Kualitas


Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Blora. Unnes Journal of
Life Science, 3(1).

Ngili, Y. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. 1 st Edition.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Permen LHK Nomor 68, 2016.Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

Said, N.I. dan Firly. 2005. “Uji Performance Biofilter Anaerobik Unggun Tetap
Menggunakan Media Biofilter Sarang Tawon untuk Pengolahan Air
Limbah Rumah Potong Ayam”. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air
Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan, BPPT. JAI 1, 3.

Said, N.I. dan Ruliasih. 2005. “Tinjauan Aspek Teknis Pemilihan Media Biofilter
untuk Pengolahan Air Limbah”. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air
Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan, BPPT. JAI 1, 3.

Sasse, L. 2009. Decentralised Wastewater Treatment System (DEWATS) and


Sanitation in Developing Countries. London: Water, Engineering and
Development Centre (WEDC)

Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sato, A., dkk. 2015. “Pengolahan Limbah Tahu Secara Anaerobik-Aerobik


Kontinyu”. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III. ISBN 978-
602-98569-1-0

Siswanto, Darmayanti, Lita., Handayani, Yohana Lilis., dan Ridwan, Mohammad.


2014. Pengolahan Air Limbah Hotel dengan Metode Free Surface

26
Constructed Wetland vii Menggunakan Tumbuhan Equisetum hymale.
Jurnal Teknobiologi 1, 37-42.

SK Dirjen Pariwisata No : Kep14/U/II/1988. Usaha dan Pengelolaan Hotel.

Sulistiyono, Agus. 2011. Manajemen Penyelenggaraan Hotel: Manajemen Hotel.


Bandung: Alfabeta.

Sutapa, D.A.L. 1999 Lumpur Aktif: Alternatif Pengolah Limbah Cair. Jurnal
Studi Pengembangunan Kemasyarakatan & Lingkungan Pencliti
Puslitbang Limnologi-LIPI Cibinong 3(1): 25-38.

Tchobanoglous, G., Burton, F.L., and Stendel, H.D. 2014. Wastewater


Engineering Treatment and Resource Recovery. 5th Edition. New York:
McGraw-Hill Education.

Wahyuni, E.A. 2015. The Influence of pH Characteristics on the Occurance of


Coliform Bacteria in Madura Strait. Jurnal Kesehatan Andalas, 1(3).

Tilley, E., Ulrich, L., Luthi, C., Reymond, P., Zurburgg, C. 2014. Compendium of
Sanitation Systems and Technologies. 2nd Revised Edition. The
Sustainable Sanitation Alliance (SuSanA) and the International Water
Association (IWA)

27

Anda mungkin juga menyukai