Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang sempurna, itulah ungkapan yang sering kita
dengar dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling
sempurna memang memiliki banyak kelebihan dibanding makhluk lainnya. Sebagai
ciptaan-Nya yang sempurna, manusia dibekali akal dan pikiran untuk bisa dikembangkan,
berbeda dengan hewan yang juga memiliki akal dan pengetahuan tapi hanya sebatas
untuk mempertahankan dirinya. Suhartono ( 2005: 1) menyatakan bahwa manusia
mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan
manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk
mengomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja
mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Akal dan pikiran
merupakan perlengkapan paling sempurna yang disematkan Tuhan kepada manusia.
Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan mengembangkan taraf
kehidupannya dari tradisional, berkembang, dan hingga modern. Sifat tidak puas yang
secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong manusia untuk selalu ingin mengubah
keadaan. Ketidakpuasan tersebut menimbulkan perubahan-perubahan sehingga tercipta
peradaban dunia yang maju. Kemajuan yang dihasilkan oleh akal dan pikiran manusia
membawa dampak positif dan negatif. Untuk meminimalisir atau mengatasi masalah-
masalah yang timbul dari dampak negatif, manusia tetap memerlukan akal untuk berpikir
secara benar dan logis. Berpikir secara logis ialah berpikir tepat dan benar yang
memerlukan kerja otak dan akal sesuai dengan ilmu-ilmu logika. Setiap apa yang akan
diperbuat hendaknya disesuaikan dengan keadaan yang ada pada dirinya masing-masing.
Jika hal tersebut sesuai dengan kenyataan dan apabila dikerjakan mendapat keuntungan,
maka segera dilaksanakan
Berpikir secara logis juga berarti bahwa selain memikirkan diri kita sendiri juga
harus memperhatikan lingkungan, serta berpikir tentang akibat yang tidak terbawa emosi.
Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam
bentuk yang paling sehat dan praktis. Logika menyelidiki, menyaring dan menilai
pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan kebenaran,
terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan. Logika merumuskan serta
menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat
berpikir benar, efisien dan teratur. Dengan demikian kami menggangkat logika sebagai
bahan bahasan dalam makalah ini. Dengan harapan mampu menjadi bahan bacaan yang
menarik dan mengandung daya positif.
B. Tujuan
1.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tabel kebenaran dalam logika?
2. Apa yang dimaksud dengan logika matematika?
3. Apa yang dimaksud dengan Proposisi logika?
4. Apa yang dimaksud dengan proposisi matematika?
5. Fungsi Kebenaran
6. Inferensi
BAB II
A. TABEL KEBENARAN
Menurut para ahli
1. Shosky (1997) menemukan bahwa tabel kebenaran sudah muncul dalam
manuskrip yang yang ditulis oleh Peirce pada tahun 1883-1884 dalam karya
Peirce berjudul “One the Algebra of Logic: A contribution to the philosophy of
Notation”yang termuat dalam American Journal of Mathematics pada tahun 1885.
2. Enderton 2001, Tabel kebenaran adalah tabel yang digunakan dalam logika,
khususnya dikaitkan dengan aljabar Boole dan kalkulus.
3. Wittgenstein berpendapat bahwa setiap pernyataan yang kompleks dapat
dianalisis kedalam suatu pernyataan bagian yang mewakilinya dan dianalisis ke
dalam proposisi-proposisi yang secara lengkap mendeskripsikan proposisi yang
kompleks.
Proposisi-proposisi molekuler yang dirangkai hanya dengan salah satu operasi
kebenaran yaitu konjungsi, disjungsi, implikasi dan negasi pada skema fungsi
kebenaran diatas akan disajikan pada tabel :
p q ~p p^q pvq pq
T T F T T T
F T T F T T
T F F F T F
F F T F F T
Nilai kebenaran ditentukan berdasarkan kesepakatan.
T : benar
F : salah
mengapa untuk p dan q bernilai salah tetapi p  q bernilai benar. Dalam
kehidupan sehari-hari, seorang bapak mungkin berjanji kepada anaknya dengan
pernyataan, ”Jika Hapy lulus ujian, maka Hapy dibelikan mobil”.
Kemungkinannya adalah
(1) Hapy lulus ujian dan Hapy dibelikan mobil,
(2) Hapy TIDAK lulus ujian dan Hapy dibelikan mobil,
(3) Hapy lulus ujian, Hapy TIDAK dibelikan mobil, dan
(4) Hapy TIDAK lulus ujian dan Hapy TIDAK dibelikan mobil.
Apabila terjadi (l), maka tidak ada barang yang salah. Apabila terjadi (2),
bapaknya tidak salah karena bukan ingkar janji. Apabila terjadi (3), ada kesalahan
karena bapaknya ingkar janji. Apabila terjadi (4), bapaknya tidak salah karena
tidak ingkar janji. Hukum-hukum logika tersebut kebenarannya ditetapkan.
B. Logika Matematika
Logika dan matematika memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya,
sehingga dinamakan dengan logika matematika. logika masuk ke dalam kategori
matematika murni karena matematika adalah logika tersistematisasi. Matematika adalah
pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-
simbol matematik atau dikenal dengan sebutan logika simbolik.
Enderton(2001) menyatakan bahwa logika matematika merupakan penerapan
matematika untuk mengkaji logika formal berdasarkan aturan-aturan matematika. Logika
matematika adalah hasil penerapan metode-metode matematika yang formal dalam
bidang logika, penelitian logis terhadap penalaran, dan bukti matematis.
Ciri khas logika matematika adalah struktur aksiomatikanya yang keabsahannya
formal semaat-mata, dalam arti kesahihannya tidak tergantung pada isi. Logika
matematika merupakan penggunaan logika formal untuk mengkaji penalaran matematika.
Menurut Lev Beklemisev, bidang kajian logika matematika mengembangkan
gagasan atau konsep tentang validitas logis, kualitas pembuktian (provability), dan
komputasi (Rauntenberg,2009). Logika matematika, logika simbolik, dan logika formal
memiliki banyak kesamaan, bahkan ada yang menganggap bahwa ketiga logika itu sama.
Menurut Rosser(1953), logika simbolik adalah alat utama penalaran matematika. Kreator
dari logika matematika adalah sekelompok matematikawandan filsuf seperti Frege,
Hilbert, Godel, Turing, Tarski, Malcev, dan Gentzen (Rautenberg,2009).
Term, proposisi fungsi kebenaran, kuantifikasi, inferensi, tautologi, kontradiksi,
konjungsi, disjungsi, implikasi, dan negasi merupakan konsep-konsep yang penting
dalam logika matematika. menurut Wittgenstein (1951), objek pikiran yang terkandung
dalam proposisi berhubungan atau bersamaan dengan unsur-unsur dari tanda-tanda
proposisi. Unsur-unsur dari tanda-tanda proposisi itu disebut tanda sederhana dan tanda
sederhana dalam suatu proposisi disebut nama(names). Fungsi nama adalah untuk
menghubungkan objek-objek pikiran dalam proposisi.
Perbedaan antara term dalam logika dengan istilah nama, yaitu term pada logika
merupakan unsur proposisi yang berupa ide dan diwujudkan dalam satu kata atau lebih,
sementara nama menurut istilah Wonttgenstein adalah suatu symbol yang menyatakan
suatu objek.
Kesimpulannya ialah term dalam logika dan nama dalam proposisi Wittgenstein
adalah setara, mereka memiliki struktur yang sama. Dengan demikian proposisi atau
pernyataan memuat objek pikiran yang dihubungkan dengan term atau nama dalam
rangka menyampaikan suatu informasi, dan dapat bernilai benar salah. Proposisi adalah
pernyataan yang tersusun atas term-term atau nama-nama yang membentuk suatu
pengertian yang utuh. Secara teknis, proposisi adalah makna atau isi dari suatu kalimat
pernyataan. Proposisi memiliki salah satu dari dua nilai kebenaran yang mungkin, yaitu
benar atau salah. Menurut Wittgenstein (1958), proposisi merupakan fungsi dari proposisi
elementer.
Pemahaman tentang proposisi elementer bersifat mendasar untuk memahami semua
jenis proposisi, sebab pemahaman tentang proposisi secara umum tergantung pada
proposisi-proposisi elementer (Biggs, 1996). Proposisi elementer atau proposisi atom
adalah kalimat pernyataan yang bernilai benar saja atau salah saja yang tidak dapat
diuraikan menjadi dua pernyataan sederhana.
Contoh, “Gunung Kelud meletus” tidak dapat dibagi menjadi dua pernyataan.
Tetapi, proposisi “Gunung Kelud dan Gunung Sinabung meletus” dapat dipecah menjadi
“Gunung Kelud meletus” dan “Gunung Sinabung meletus”. Dalam sistem logika, secara
umum, benar atau salahnya suatu proposisi ditentukan oleh dua hal, yaitu “bentuk
logisnya” dan “benar salahnya masing. masing proposisi atom” (Quine, 1970).
Proposisi elementer merupakan pernyataan sederhana yang menggmbarkan suatu
keberadaan peristiwa (Anscombe, 197 l). Unsur-unsur dalam proposisi elementer
tersusun hanya dari objek-objek sederhana, unsur-unsur itu dihubungkan secara bersama-
sama dalam suatu susunan yang logis jika proposisi benar, maka objek-objek sederhana
juga dihubungkan bersama dalam suatu susunan logis seperti susunan logis nama. Syarat
mengenal objek adalah mengenal semua kualitas internal (Wittgenstein, 1951).
Menurut Kaelan (2003), ada lima prisip dasar untuk memahami pengertian
proposisi elementer: ia merupakan suatu kelas dari proposisi yang saling bebas, bersifat
positif; hanya mengandung satu kemungkinan dari benar atau salah, tidak memuat
perbedaan negasi internal dan eksternal, dan merupakan rangkaian nama.
Kesimpulannya, proposisi elementer adalah proposisi yang paling sederhana dan
menegaskan eksistensi dari fakta atom. Tidak mungkin suatu proposisi elementer tidak
menegaskan suatu fakta atom. Proposisi elementer merupakan fungsi kebenaran dari
dirinya sendiri mcmbawa konsekuensi bahwa proposisi elementer hanya benar jika ia
sendiri benar dan salah jika dirinya salah. Konsekuensi selanjutnya ialah tidak mungkin
suatu proposisi elementer menjadi tautologi atau menjadi kontradiksi. Suatu proposisi
merupakan suatu tautologi apabila ia benar walaupun proposisi elementernya benar
maupun salah dan suatu proposisi mcrupakan suatu kontradiksi apabila ia bernilai salah
walaupun fungsi elementernya benar maupun salah.
Tabel Kebenaran Proposisi Elementer
P ~p
T F
F T

Proposisi elementer mengekspresikan kondisi kebenaran proposisi, Misalkan suatu proposisi yang
merupakan fungsi kebenaran dari dua proposisi elementer p dan q dengan kondisi kebenaran
seperti disajikan pada Tabel 2.3.
Tael 2.3 Kemungkinan Kebenaran Kombinasi Proposisi Elementer

P P q P q r
T T T T T T
F F T F T T
T F T F T
F F T T F
F F T
F T F
T F F
F F F

Tabel 2.4 Contoh Nilai Kebenaran Suatu Komposisi proposisi elementer

P q
T T T
F T T
T F F
F F T

Tabel 2.4. menunjuk suatu tanda proposisional. Tanda proposisional ini dapat
disajikan secara lebih efisien dengan “(TT-T)(p,q) atau lebih sederhana “(TTFT)(p,q).
Banyaknya unsur dalam tanda kurung sebelah sebelah kanan. Kiri ditentukan oleh
banyaknya unsure dalam tanda kurung sebelah kanan.
F. Proposisi logika
Tractatus Logicus-Philosophicus dan Remarks on Foundations of Mathematics
menyebut istilah proposisi logika. Menurut Wittgensiustein (1951), ...the proposition of
logic are so constructed as to have no application as information in practice. So it could
very well be said that they were not proposition at all; and one’s writing them down at all
stands in need justification. Tidak semua proposisi adalah proposisi matematika.
Proposisi logika ditulis dalam rangka untuk keperluan justifikasi, bukan dikontruksi
untuk suatu informasi dalam praktik. Proposisi logika memperlihatkan sifat-sifat logis
dari proposisi-proposisi. Apabila proposisi logika dicampur atau dilanjutkan dengan
proposisi-proposisi dengan jenis yang berbeda, maka dapat timbul kekacauan. Kekacauan
itu dapat disebabkan kekacauan simbol dan akhirnya juga makna. Sebagai contoh kalimat
“p v q” yang disubtitusi menjadi “Surti memilih nasi rawon untuk sarapan pagi atau Surti
memilih nasi gudeg untuk sarapan pagi” sebagai proposisi logika (dalam artian inklusif)
akan berbeda dengan “Surti memilih Budi sebagai caon suami atau Surti memilih Joni
sebagai calon suami” sebagai informasi dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat pertama
bernilai benar untuk p dan q benar, fedangkan pada kalimat kedua jika itu dimaksudkan
sebagai suatu informasi dalam praktik kehidupan sehati-hari maka kalimat itu akan dinilai
salah (dalam ukuran moral yang berlaku umum). Karena proposisi logika ditulis dalam
rangka untuk keperluan justifikasi, maka proposisi-proposisi logika merupakan hukum-
hukum berpikir. Menurut Wittgenstein (1951), ...they bring out the essence of human
thinking lebih jelas lagi ia mengatakan ...they bring out, or shew, the essence, the
technique, of thinking. They shew what thinking is and also shew kinds of thinking. Jadi,
tugas logika berdasarkan pemikiran Wittgenstein adalah menunjukkan hakikat berpikir,
jenis-jenis berpikir, dan teknik berpikir.
The propositions of logic are tautologies (Wittgenstein, 1951). Maknanya, proposisi
logika tidak mengatakan apa-apa atau tidak memberi informasi apa-apa. Proposisi logika
merupakan tautologi juga menunjukkan sifat formal dan logisnya sifat-sifat bahasa dan
juga dunia. Proposisi logika adalah tautologi sama artinya dengan mengatakan bahwa
logika adalah sesuatu yang berkenaan dengan tautologi. Proposisi dalam logika
menunjukkan sifat logis proposisi. Logika mengkombinasikan proposisi-proposisi ke
dalarn proposisi-proposisi yang tidak mengatakan apa-apa. Karena proposisi logika
merupakan gabungan proposisi-proposisi yang disusun secara logis, maka logika berguna
untuk menentukan benar salahnya suatu proposisi.
Wittgenstein (1951) menyatakan bahwa they are the analytical proposition.
Proposisi logika termasuk suatu proposisi analitik. Schuyler menyatakan proposisi
analitik itu tertentu atau pasti dan benar dan tidak memberi pengetahuan baru, tidak
mengatakan apa-apa dan merupakan tautologi. Wittgenstein berpendapat bahwa logika
berkaitan atau berbicara tentang tautologi dan logika tidak mengatakan apa-apa tentang
dunia, tetapi logika hanya suatu jalan untuk mengetahui dunia dengan melalui realitas
yang ada. Proposisi analitik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian
yang sudah tetkandung pada subjeknya, proposisi analitik juga disebut prposisi a priori
(Mundiri, 2002). Menurut Wittgenstein (1951), ciri khas proposisi logika adalah
kebenarannya dapat dilihat cukup melalui simbol, sebab hanya dengan meneliti sedap
kondisi kebenaran dari masing-masing proposisi elemener sudah dapat diketahui apakah
proposisi tersebut suatu t utologi atau bukan. Setiap proposisi logika adalah bukti dari
dirinya sendiri yang berarti juga proposisi logika membentuk suatu bukti. Proposisi yang
bukan proposisi logis benar dan salahnya tidak dapat diketahui hanya dari proposisi itu
sendiri. Modus ponens adalah suatu aturan penarikan kesimpulan yang syah yang
bentuknya: “Jika p maka q, dan p; maka q” (Hurley, 1996). Skema modus ponens dan
disajikan dengan tanda-tanda adalah sebagai berikut
p  q
p
q
Proposisi merupakan alat yang tepat untuk mengekspresikan pikiran. Proposisi juga
merupakan tanda proposisional atau fakta yang berkaitan dengan gambar dunia. Proposisi
menggambarkan pernyataan keadaan (state of affairs). Proposisi hanya menggambarkan
keadaan dalam arti menyatakan bagaimana sesuatu itu dan bukan menyatakan apa sesuatu
itu. Proposisi logika tidak mewakili pernyataan keadaan dan konstanta logis yang tidak
berada pada objek. Proposisi logika memperlihatkan sifat-sifat logis dari proposisi-
proposisi. Proposisi logika adalah tautologis, yaitu kosong dari isi dalam arti bahwa
mereka tidak menyatakan apa pun mengenai bagaimana hal-hal tersebut ada di dunia.
Tautologi dan kontradiksi adalah proposisi tanpa gagasan, keduanya bukan gambar dari
relitas. Kontradiksi tidak memiliki karakteristik suatu permainan bahasa. Proposisi logika
adalah proposisi analitik di mana kebenarannya dapat dilihat cukup melalui simbol.
Setiap proposisi logika adalah bukti dari dirinya sendiri yang berarti proposisi logika
membentuk suatu bukti. Preposisi-proposisi logika adalah basil penerapan operasi logika
terhadap proposisi elementer. Proposisi logika ditulis dalam rangka untuk keperluan
justifikasi. bukan dikonstruksi untuk suatu informasi dalam praktik.
Karena proposisi-proposisi logika adalah tautologi maka logika berkenaan dengan
tautologi. Logika merupakan suatu cara untuk membedakan gagasan (sense) dan bukan
gagasan (non-sense). Logika tidak memiliki isi dan tidak megatakan apa-apa tentang
dunia, tetapi dapat dikaitkan dengan semua fakta yang mungkin, sebab dunia adalah
totalitas ruang logis. Logika merupakan bentuk realitanya sendiri dan memiliki ciri
mutlak dan berada bersama-sama pada ilmu yang lain dan bahkan mendasari semua ilmu
pengetahuan. Ciri lain dari logika adalah memuat gagasan esensial dan diungkapkan
dengan notasi-notasi khusus sehingga logika tampak lebih sederhana dan
menyederahanakan.
Logika adalah suatu cara untuk menemukan dunia untuk dicocokan dengan realitas;
ia mencerminkan dunia yang diungkapkan dengan proposisi-proposisi. Logika dapat
digunakan untuk membedakan suatu tanda dengan maknanya dan menentukan benar
salahnya suatu proposisi. Proposisi-proposisi logika merupakan hukum-hukum berpikir
dan ditulis dalam rangka untuk keperluan justifikasi. Tugas logika adalah menunjukkan
hakikat berpikir, jenis-jenis berpikir, dan teknik berpikir. Di dalam logika tidak ada objek
logis maupun relasi-relasi. Logika adalah semua bentuk dan tanpa konten, tetapi logika
menentukan bentuk dan struktur segala sesuatu yang dapat dikatakan.
Wittgenstein memandang logika seperti kerangka baja yang melingkupi struktur
bangunan besar, artinya logika merupakan kerangka penguat bagi suatu bangunan ilmu
pengetahuan, tetapi bukan sebagai landasan bagi suatu bangunan ilmu pengetahuan.
Bangunan suatu ilmu pengetahuan tidak diletakkan di atas logika, tetapi suatu bagunan
ilmu pengetahuan akan rapuh apabila tidak tersusun secara logis. Secara singkat,
proposisi logika dapat dideskripsikan sebagai kombinasi proposisi-proposisi elementer,
suatu tautologi yang kebenarannya ada pada dirinya sendiri atau dapat membuktikan
sendiri dan dapat dilihat melalui simbolnya, suatu proposisi analitik, tidak mengatakan
apa-apa, menunjukkan sifat formal dan logisnya bahasa dan dunia, memperlihatkan sifat-
sifat logis dari proposisi-proposisi, hukum-hukum berpikir,dan ditulis dalam rangka
untuk keperluan justifikasi (Hardi Suyitno, 2008)

G. Proposisi Matematika
Menurut Wittgenstein (1951), proposisi matematis tidak mengekspresikan pikiran
dan tidak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Proposisi matematika diperlukan
dalam rangka untuk menarik kesimpulan dari proposisi-proposisi yang tidak termuat
dalam matematika ke proposisi-proposisi yang lain yang secara sama-sama tidak termuat
dalam matematika.
Proposisi matematika dalam matematika terapan merupakan pendukung kerangka
suatu deskripsi sesuai dengan peran matematika untuk memecahkan persoalan dunia
nyata (Wittgenstein, 1978). Masalah dalam dunia nyata diungkapkan dengan bahasa
matematika yang disebut model matematika. Model matematika yang terdiri atas
deskripsi masalah dunia nyata memuat sejumlah proposisi matematika. Proposisi-
proposisi di dalam model matematika, diungkapkan dengan symbol-simbol dan simbol-
simbol itu tidak memuat gagasan apapun (artificial).
Proses operasi dan manipulasi berlangsung dalam rangka memecahkan masalah
dunia nyata, setelah masalah dunia nyata diungkapkan dalam bentuk model matematika
(Skemp, 1975). Proses operasi dan manipulasi yang terjadi di dunia model merupakan
transformasi dari ekspresi. Wittgenstein mengatakan hahwa “suatu proposisi matematika
adalah suatu transformasi dari ekspresi”. Ia juga menyatakan bahwa“. ..mathematical
propositions are regarded as statements about mathemtical object... mathematics as the
exploration of these objects
(Wittgenstein, 1978). Proposisi matematika merupakan pernyataan keadaan dari
objek matematika. Karena objek-objek matematika adalah objek-objek abstrak, maka
proposisi matematika tidak memerlukan dukungan pengalaman. Objek-objek matematika
di samping bersifat abstrak jeuga merupakan objek yang ideal. Sebagai oontoh pengertian
garis lurus adalah pengertian yang abstrak dan ideal sebab dalam realitas dunia tidak ada
sesuatu garis yang benat-benar lurus sebagaimana pengertian lurus dalam matematika.
Karena sifat abstrak dan sifat ideal dari objek matematika serta penggunaan simbol-
simbol dalam proposisi matematika, maka proposisi matematika memungkinkan dapat
mendeskripsikan objeknya secara persis dan mutlak.
Proposisi matematika adalah proposisi sintetik (Wittgenstein, 1978). Ciri sintetik
dan proposisi matematika muncul paling nyata dalam kejadian yang tidak dapat
diprediksi dari bilangan-bilangan prima. Tidak ada rumus umum yang memiliki semua
bilangan prima. Proposisi sintetik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai
pengertian yang tidak menjadi keharusan bagi subjeknya, proposis ini discbut jug:
proposisi c posterior-i (Mundiri, 2002). Memuat Wittgensmin (1978) walaupun proposisi
matematika merupakan proposisi sintcds. mpi in jug: merupakan proposisi a prim-i.
Gagasan thgenstein mung proposisi maternadka yang mcrupakan proposisi sintctik agak
berbeda dcngan gagasan proposisi sintctik yang dideskripsikan oleh Mundiri. Kebcnaran
mu kcnlalun proposisi sintctik tidak akan dapat dikctahui secaxa mudah dengan mcnguji
makna Ram-ham di dalamnya. Orang dapat mcnyusun suatu proposisi matcmatika <hlam
mam can yang mm gramatik bcnar tanpa memahami makmnya (Wittgenstcin, 1978).
Orang dapat mcnyusun suatu proposisi “Ilka mild 546454 My, milk: jbjt'ja Add 1414;
dan dikctahui bahwa swim bababd wife; Inimpulannya jq'g'ia W L114” walaupun kita
tidak mcmahami makm baht: min, 546454 Hiya, jojg’a, Ma, dan L114. Proposisi bcmilai
bcnan Niki ktbcnamn itu dapat dikctahui hanyn dcngan mcmpcrhadkan gramatikanyw
’roposisi mmcbut mempakan contoh pcnganti dad moa'wponm.
Pmposisi mammatika mcmiliki ciri ganda yaim sebagai hukum da” xbagai aturan
(Wugcnstcin, 1978). Proposisi “Hasil kali dua bilangan ganja adalah bilangan ganjil”
menunjukkan sifat pcrkalian dun bilangan ganjil, jadi jug: menunjuk pada suatu hukum.
Proposisi “ Untuk a, b, dan c bilangan 2in bulaku 1(1) + c) ab + ac” menunjukkan hukum
distributif pcrkalian tcrhadap pcnjumlahan dan juga dapat digumkan scbagai aturan untuk
mclakukan pcthitungan a(b + c). Mcnurut Wittgcnncin (1978), aturan pcnarikan
kcsimpulan dari bukti mammatika adalah sclalu proposisi matcmatika dan momma yang
dibuktikm adalah suaru proposisi mammatika.

Scbuah momma dalam ruang topologi umum berbunyi “A subset A qfa


topological :pace X is closed ifand 0an ifA contain: each qfits accumulation points”
(Lipschuxz, 1965). Proposisi dalam momma terscbut bcmilai bcnar. Proposisi misc-but
dapat disajikan dalam bentuk biimplikasi “p¢>q” dengan p: X is closed dam q: A contain:
each qfitt accumulation points.

Karena kcbcnaran p¢>q tcrgantung pad: kcbcnamn dari p dan q, maka p¢>q bukan
suaxu mutologi. Akibatnya ptoposisi maternatika A subset A qfa topological spaceX i:
dosed ifand onb ffA contain: each ofin' accumulation points jug: bukan tautologi. Scbuah
tcorcma dalam mod bilangan dirumuskan dcngan Italian: bcrbunyi If n i: a positive
integer which i: not a perféct square, then 4n if inmional (Apostol, 1978). Proposisi dalam
toorcma tersebut bcmilai bcnar. Proposisi actscbut dapat disajikan dalam bemuk
implikasi “Pq” dengan p: n i: a). Knmmkcbcnaranpqtcrgmmngpadakcbcnmndadpdanq,
makapz>q bukan mam tautologi. Akibamya proposisi mammatika “5' n i: a positive
integer which it notaperjéct square, then Win it inntional’bukan suatu tautologi.

Tabel 2.5. Tabel Kebenaran Implikasi


P Q pq
T T T
T F F
F T T
F F T

Tabel 2.6. Tabel Kebenaran Biimplikasi


P Q pq
T T T
T F F
F T F
F F T
H. Fungsi Kebenaran
Wittgenstein (1951) menyatakan bahwa propositions are truth-functions of
elementary propositions dan konsekuensi logisnya adalah an elementary proposition is a
truth-function of itself. Ia juga menyatakan dengan menggunakan istilah yang berbeda
bahwa the elementary propositions are truth arguments of propositions. Pernyataan-
pernyataan ini menelaskan hubungan antara proposisi-proposisi dengan proposisi
elementer. Misalkan p,q, dan r adalah proposisi-proposisi elementer dan proposisi m
adalah fungsi kebenran dari fungsi-fungsi elementer p,q, dan r maka berari bahwa p
merupakan fungsi kebenaran dari p dan proposisi-proposisi p,q, dan r merupakan
argumen kebenaran dari proposisi m. A proposition is the epression of agreement and
disagreement with the truth-possibiities of the elementary propositions. Selanutnya ia
menegaskan bahwa the truth-possibiities of the elementary propositions are the
conditions of the truth and falsebood of the propositions.
Kebenaran proposisi sebagai fungsi kebenaran dari proposisi-proposisi elementer
ditentukan oleh kemungkinan kebenyakan dari proposisi-proposisi elementer. Apabila
semua proposisi elementer dapat didaftar, maka semua fakta atom juga sudah terdaftar,
dan berarti pula semua entitas atau objek-objek sudah terdaftar. Proposisi adalah gambar
dari realitas. Konsekuensi pernyataan Wittgenstein tersebut adalah kebenaran realitas
ditentukan oleh kebenatan proposisi. Karena toalitas proposisi adalah dunia dan proposisi
adalah fungi kebenaran dari fungsi-fungsi elementer, maka kebenaran dunia dapat
ditentukan hanya oleh kebenatan semua proposisi dementer.
Wittgenstein (1951) menyatakan bentuk umum suatu fungsi kebenamn dengan
simbol [p,()] dan dikatakan pula bahwa itu juga merupakan bentuk umum suatu
proposisi. Fungsi kebenaran adalah suatu proposisi dan proposisi yang bukan proposisi
elementer merupakan kombinasi dari sejumlah proposisi elementer. Proposisi yang bukan
proposisi elementer disebut juga proposisi molekuler. Dengan demikian suatu fungsi
kebenaran dari suatu proposisi yang memuat proposisi eiementer p adalah suatu proposisi
yang benar salahnya tergantung pada benar dan salahnya p. Selanjutnya suatu fungsi
kebenaran dari suatu proposisi yang memuat ptoposisi elementer p, q, r, .. adalah suatu
proposisi yang benar salahnya tetgantung pada benar dan salahnya p,q,r, ....
Proposisi-proposisi atau fungsi-fungsi kebenaran merupakan basil operasi dari
sejumlah proposisl elementer. Dengan perkataan lain semua fungsi kebenaran adalah
hasil dari penerapan berturut-turut dari sejumlah terbatas
Skema Fungsi Kebenaran dari Dua Proposisi Elementer p dan q

(TTTT)(p,q) Tautologi (jika p maka p, dan jika q maka q) [ p p q q ]


(FTTT)(p,q) Tidak keduanya p dan q [ ( p q ) ]
(TTFT)(p,q) Jika q maka p [q p]
(TFTT)(p,q) Jika p maka q [ p q ]
(TTTF)(p,q) p atau q [ p q ]
(FFTT)(p,q) Bukan p [ p ]
(FTFT)(p,q) Bukan q [ q]
(FTTF)(p,q) p atau q, tetapi tidak keduanya ¿
(TFFT)(p,q) Jika p, maka q dan jika q maka p [ p q ]
(TFTF)(p,q) q
(TTFF)(p,q) p
(FFFT)(p,q) Tidak p dan tidak q [ q p atau p q]
(FTFF)(p,q) p dan tidak q [ p q ]
(FFTF)(p,q) q dan tidak p [q p]
(TFFF)(p,q) p dan q [ p q ]
(FFFF)(p,q) Konradiksi p dan tidak q dan q dan bukan p [( p q)(q p)]

Banyaknya proposisi elementer pada bentuk (TTFT)(p,q) menentukan banyaknya grup


kondisi kebenaran. Di antara grup-grup itu ada dua kasus ekstrem. Kasus pertama, proposisi
benar untuk semua kemungkinan benar dari proposisi elementer, sehingga dikatakan bahwa
kondisi kebenaran adalah tautologis. Kasus kedua, proposisi salah untuk semua kemungkinan
benar dari proposisi elementer, sehingga dikatakan bahwa kondisi kebenaran adalah kontradiksi
(Wittgenstein, 1951). Apabila kondisi kebenaran suatu proposisi selalu bernilai benar untuk apa
pun nilai kebenaran proposisi-proposisi elementernya, maka proposisi tarsebut merupakan suatu
kontradiksi. Kebenaran tautologi dan kontradiksi tak tergantung kondisi. Contoh proposisi yang
merupakan tautologi ialah '' p atau tidak p'', dan contoh proposisi yang merupakan kontradiksi
adalah '' p dan tidak p''. Contoh tanda proposional untuk tautologi adalah (T,T,T,T)(p,q) dan
(T,T,T,T,T,T,T,T)(p,q,r), sedangkan contoh untuk kontradiksi adalah (F,F,F,F)(p,q) dan
(F,F,F,F,F,F,F,F)(p,q,r).

Wittgenstein (1951) mengatakan bahwa tautology and contradiction are without sense.
Proposisi-ptoposisi seperti “Ini adalah hujan atau tidak hujan” dan ”Ini adalah hujan dan tidak
hujan” adalah proposisi-ptoposisi yang tidak berbicara apa-apa kepada kita tentang cuaca
Tautologi dan kontradiksi adalah proposisi tanpa gagasan, kcduanya bukan gambar dari realitas.
Mereka adalah bagian dari simbolismc seperti ”0” sebagai bagian simbolismc dalam aritmetika.
Tautologi dan kontradiksi bukan gambaran realita, sebab tidak menggambarkan situasi-situasi
yang mungkin: tautologi mengakui semua situasi yang mungkin sedangkan kontradiksi tidak
mengakui semua situasi yang mungkin (Coliinson, 2001).

Kesimpulannya, ada dua macam proposisi yang tidak menggambarkan realitas dunia,
yaitu tautologi dan kontradiksi (Jones, 1969). Kedua macam proposisi tersebut terdapat dalam
logika dan matematika. Karena logika berkenaan dengan tautologi, maka logika itu sendiru tidak
memiliki isi dan tidak mengatakan apa-apa tentang dunia. Berdasarkan sejarah, format tes
dengan tabel untuk tautologi secara esensial adalah ide Charles S. Pieirce, seorang logikawan
dan Elsuf daIi Amerika. Adapun penggunaan istilah ”tautology” dalam logika pertama kali
dikenalkan oleh Wittgenstein dalam Fatatw Logicus-Philosophicus (Suppers, 1957). Beberapa
filsuf menyebut tautologi merupakan suatu kebenaran logis atau kebenaran matematik

Menurut Wittgenstein (1978), now a language-game can lose its sense through a
contradiction, can lose the character of a language-game. Pernyataan ini menegaskan apa yang
telah disampaikan pada aforisma 4.461 dalam Pactatu: Logicus-Philosophicus, bahwa
kontradiksi adalah proposisi tanpa gagasan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dengan adanya
kontradiksi suatu permainan bahasa kehilangan karakternya. thgenstein menganalogikan
kontradiksi dengan suatu permainan. Suatu permainan dengan aturan tertentu sehingga siapa pun
melangkah terlebih dahulu pasti menang adalah bukan pcrmainan. Kontradiksi yang selalu
bernilai salah untuk kondisi apa pun tidak mirip dengan permainan mana pun. Kontradiksi tidak
memiliki karakteristik suatu permainan bahasa.

I. lnferensi

Inferensi adalah the reasoning process expressed by an argument (Hurlcy. 1993) Menurut
Wittgenstein (1951), ...logic has been called the theory of forms and of inference. Inferensi
adalah suatu proses manusia melakukan penalaran, sedangkan argumen merupakan ekspresi
proses penalaran itu. Penalaran seseorang akan dapat dilihat dan diperiksa melalui argumennya.
Argumen adalah a group of stetement, one or more of which (the premises) are claimed to
provide support for, or reasons to belive, one of the others (the conclusion) (Hurley, I998).

Secara teknis inti penalaran yang diekspresikan oleh argumen memuat sejumlah proposisi
dan proposisi-proposisi tersebut dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok pertama
terdiri dari premis-premis dan kelompok kedua dengan satu proposisi yang disebut konklusi.
Hubungan antara premis dan konklusi dalam suatu ergumen ada yang erat dan ada yang longgar.
Suatu ergumen yang menuntut premis mendukung konklusi sedemikian rupa sehingga tidak
mungkin terjadi premis-premis benar tetapi konklusi salah disebut argumen deduktif (Hurley,
1998). Apabila suatu argumen deduktif memuat dua premis dan satu konklusi maka ia disebut
silogisme.

Inferensi memuat pengertian-pengertian seperti aktifitas, proses, tranformasi dan


ekspresi. Wittgenstein menjelaskan bahwa dalam inferensi terjadi suatu rangkaian yang berupa
transisi dari satu proposisi ke proposisi yang lain melalui proposisi-proposisi. Suaru proses
pembentukan transisi dapat terjadi antara rangkaian-rangkaian transisi. Transisi itu merupakan
suatu proses derivesi dari satu proposisi ke proposisi yang lain menggunakan suatu aturan atau
membendingkan proposisi-proposisi dengan paradigma-paradigma (Wittgenstein, 1978).
Konklusi dapat juga diperoleh dengan suatu cara bahwa satu proposisi diubah dari yang lain
tanpa suatu proses tertentu atau hanya suatu proses dengan kata-kata “oleh karena itu...”,
“berdasarkan itu...", dsb. Suatu proposisi disebut konklusi jika secara faktual proposisi itu
merupakan sehingga tidak mungkin terjadi premis-premis benar tetapi konklusi salah.

Ada perbedaan antara inferensi formal dan inferensi dalam kehidupan sehari-hari.
Inferensi dalam kehidupan sehari-hari tampak seperti mengikuti pikiran atau hati. Contohnya
“Mesin mobil hidup, maka asap akan segera keluar dari knalpot”. Dalam logika formal, inferensi
dilakukan melalui simbolisasi dan penerapan aturan derivasi (Aspeitia, 2007). Wittgenstein
(1978) menyatakan bahwa proses pembentukan rangkaian antar transisi adalah suatu derivasi
satu kalimat dari kalimat yang lain. Pengertian inferensi dan derivasi dapat dibedakan. Di dalam
proses inferensi terkandung proses derivasi. Derivasi suatu proses untuk membangun suatu
inferensi. Himpunan aturan derivasi mencakup apa yang kita sebut aturan derivasi. Contoh
aturan derivasi adalah modus ponens dan modus tollens. Adapun hasil inferensi berupa teorema.
Himpunan aturan inferensi mencakup semua inferensi yang sahih, yaitu semua teori aksiomatik
yang mencakup aksioma dan teorema yang telah dibuktikan.

Himpunan aturan-aturan inferensi dan himpunan aturan-aturan derivasi membentuk suatu


jalinan yang rapat. Derivasi mempunyai peranan penting dalam inferensi, selain membangun
inferensi juga memberikan suatu bukti kesahihan inferensi. Kesahihan suatu inferensi dapat diuji
dengan menerapkan aruran-aturan derivasi. Derivasi merupakan salah alat untuk memberi bukti
formal untuk kasahihan inferensi dan oleh karena itu derivasi sangat penting dalam logika
formal.
Proposisi logika adalah a priori. Karena dalam inferensi terjadi proses transisi dari satu
proposisi ke proposisi yang lain, maka inferensi formal juga a priori (Wittgenstein, 1951). Ada
dua himpunan aturan dalam inferensi yaitu himpunan aturan inferensi yang memuat aksioma dan
teorema-teorema yang telah dibuktikan dan himpunan aturan derivasi yang antara lain berupa
modus ponens dan modus tollem. Hasil inferensi dalam sistem formal berupa teorema. Teorema
baru yang dihasilkan oleh proses inferensi akan menjadi anggota atau unsur dalam himpunan
aturan inferensi. Teorema yang baru dibuktikan tersebut menjadi aturan baru dalam sistem
formal tersebut. Menurut Wittgenstein (1978), the introduction of a new rule of inference can be
conceived as a transition to a new language-game. Pada akhirnya, setiap inferensi akan
membangun suatu tata permainan bahasa baru. Setiap inferensi menghasikan aturan inferensi
baru yang dapat dipahami sebagai transisi kepada tata permainan bahasa baru. Setiap aturan
inferensi merupakan aturan tata permainan bahasa dan inferensi sendiri dapat dipandang sebagai
bagian dari tata permainan bahasa.

Inferensi logis adalah suatu transformasi dari ekspresi. Preses inferensi membentuk suatu
rangkaian yang berupa transisi dari satu proposisi ke proposisi yang lain yang juga melalui
proposisi-proposisi. Transisi merupakan suatu proses derivasi dari satu proposisi ke proposisi
yang lain dengan menggunakan suatu aturan. Himpunan aturan derivasi mencakup apa yang kita
sebut aturan derivasi. Derivasi berperan untuk membangun inferensi dan memberikan suatu bukti
kesahihan inferensi. Derivasi merupakan salah alat untuk memberi bukti formal untuk kesahihan
inferensi.

Proses inferensi memuat prosos dcrivasi. Hasil inferensi yang sahih adalah teorema.
Himpunan aturan inferensi mencakup semua teori aksiomatik yang mencakup aksioma dan
teorema yang telah dibuktikan. Inferensi dan derivasi dapat mengembangkan suatu sistem
aksiomatika. Setiap inferensi pada akhimya membangun suatu tata permainan bahasa baru dan
oleh karena itu setiap aturan inferensi merupakan aturan tata permainan bahasa. inferensi juga
merupakan bagian dari tata permainan bahasa. bahasa adalah totalitas proposisi. Proposisi logika
mencerminkan dunia. Batas bahasa adalah batas dunia dan batas logika adalah batas dunia.

Logika memiliki 18 aturan untuk proses penarikan kesimpulan yang atas 8 aturan
implikasi dan 8 aturan penggantian, yaitu

Aturan lmplikasi
7. Silogisme Disjungsi (Disjunctive Syllagism = DS):

pv q
p
q
8. Silogismc Hipotetis Murni (Hyphotetical Syllogim = HS):

p →q
q→r
p →r
9. Modus Ponens (MP):

p →q
p
q
10. Modus Tollens (MT):

p →q
q
p
11. Dilema Konsruktif (Constructive Dilemma = CD)

( p →q ) ( r → s )
pv r
qvs
12. Penyederhanaan (Simplification = Simp)

pq
p
13. Konjungsi (Conjunction = Conj)

p
pq
14. Penambahan (Addition = Add)
p
q
pv q

Aturan Pengganti
15. Aturan De`Morgan (DM):

( pq ) ∷ ( p v q )
( p v q) ∷( p q )
16. Commutativity (Com):

( pq ) ∷ ( pq )
17. Associativity (Ass):

( pq ) r ∷ p ( qr )
( p v q) v r ∷ p v (q v r )

18. Distribution (Dist):

{ p ( q v r ) } ∷ { ( pq ) v ( pr ) }
{ p v ( qr ) } ∷ { ( p v q ) ( p v r ) }
19. Double Negation (DB):

p∷ p
20. Transposisi (Trans):

( p →q ) ∷ ( q → p )
21. Implikasi Material (Impl):

( p →q ) ∷ ( p v q )
22. Ekuivalensi Material (Equiv):

( p ↔q ) ∷ ( p →q )( q → p )
( p ↔q ) ∷ { ( pq ) v ( p q ) }
23. Eksportasi (Exp):
{ ( p q ) → r } ∷ { p → ( q →r ) }
24. Tautologi (Tau):

p ∷ p v p dan p ∷ p p

Anda mungkin juga menyukai