Tugas Akhir Sonya Regina Cahyani (Bismillah Sidang)
Tugas Akhir Sonya Regina Cahyani (Bismillah Sidang)
TUGAS AKHIR
Diajukan guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Teknik
Oleh
SONYA REGINA CAHYANI
143210643
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Tomi Erfando, S.T., M.T. (……………………….)
Diterapkan di : Pekanbaru
Disahkan Oleh:
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini merupakan karya saya sendiri
dan semua sumber yang tercantum di dalam baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar sesuai ketentuan.
iii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur disampaikan kepada Allah SWT karena atas Rahmat dan limpahan
ilmu dari-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penelitian tugas
akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Islam Riau. Saya menyadari
bahwa banyak pihak yang telah membantu dan mendorong untuk menyelesaikan
tugas akhir ini serta memperoleh ilmu pengetahuan selama perkuliahan. Oleh
karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, ayah Joel Chasiar Zulfikar dan ibu Siti Sugiarti, adik M.
Girardy Chaviezel serta keluarga besar atas segala doa dan kasih sayang,
dukungan moril maupun materil yang selalu diberikan sampai penyelesaian
tugas akhir ini.
2. Tomi Erfando, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing 1 dan Novia Rita, S.T.,
M.T. selaku dosen Pembimbing 2, yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk memberikan masukan dalam penyusunan tugas akhir ini.
3. Laboratorium Teknik Perminyakan Universitas Islam Riau, yang telah
menyediakan sarana serta prasarana guna mendukung keberhasilan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti selama kurun waktu 30 hari.
4. Fitrianti, S.T., M.T. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
arahan, nasihat, penyemangat selama menjalani perkuliahan di Teknik
Perminyakan.
5. Ketua dan Sekretaris Prodi serta dosen-dosen yang banyak membantu terkait
perkuliahan, ilmu pengetahuan, dan dukungan yang telah diberikan.
6. Seluruh teman-teman Teknik Perminyakan UIR yang telah memberi semangat
kepada saya, terutama untuk Energy Class (PE 2014 E) dan sahabat
seperjuangan tugas akhir yaitu Dita Audina, Leovaldo Pangaribuan, Borry
Maulana, Ihsan Cahyadi, Rita Susanti, Romal Ramadhan, Rendi Septian,
Riska Putri, Sigit Munandar, Tri Yuda, dan teman-teman lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
iv
7. Teman serta sahabat di luar lingkungan kampus yang selalu memberikan saya
dukungan moril agar dapat menyelesaikan studi S1 di Teknik Perminyakan
Universitas Islam Riau yaitu Ulfa Sulistyani, Sis Sumantri, Wahyu Septyani,
Mitha Audia, Pertiwi Maryadi, Yuli Marlena, serta teman-teman lainnya.
Teriring doa serta shalawat, semoga Allah memberikan balasan atas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
3.1 ALAT DAN BAHAN ............................................................................... 27
3.1.1 Alat ...................................................................................................... 27
vii
4.3.6 Formula CDO.......................................................................................60
5.1 KESIMPULAN..........................................................................................62
5.2 SARAN......................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................63
LAMPIRAN...............................................................................................................67
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
x
Gambar 4.12 Demulsifikasi tertinggi dan water quality terbaik pada konsentrasi
5 ml, (A) DO 4 (70 ˚C) dan (B) DO 2 (80˚C)................................48
Gambar 4.13 Grafik efisiensi demulsifikasi terhadap waktu pengujian pada
formula DO 1...............................................................................51
Gambar 4.14 Demulsifikasi tertinggi dan water quality terbaik pada formula DO
1, (A) DO 1 (5 ml;70˚C) dan (B) DO 1 (3 ml;80˚C)...................51
Gambar 4.15 Grafik efisiensi demulsifikasi terhadap waktu pengujian pada
formula DO 2...............................................................................53
Gambar 4.16 Demulsifikasi tertinggi dan water quality terbaik pada formula DO
2, (A) DO 2 (5 ml;60 ˚C) dan (B) DO 2 (3 ml;80˚C)..................53
Gambar 4.17 Grafik efisiensi demulsifikasi terhadap waktu pengujian pada
formula DO 3...............................................................................55
Gambar 4.18 Demulsifikasi tertinggi dan water quality terbaik pada formula DO
3, (A) DO 3 (5 ml;60 ˚C) dan (B) DO 3 (1 ml;80˚C)..................55
Gambar 4.19 Grafik efisiensi demulsifikasi terhadap waktu pengujian pada
formula DO 4...............................................................................57
Gambar 4.20 Demulsifikasi tertinggi dan water quality terbaik pada formula DO
4, (A) DO 4 (5 ml;70 ˚C) dan (B) DO 4 (1 ml;80˚C)..................57
Gambar 4.21 Grafik efisiensi demulsifikasi terhadap waktu pengujian pada
formula DK..................................................................................59
Gambar 4.22 Demulsifikasi tertinggi dan water quality terbaik pada formula DK,
DK (5 ml;80 ˚C)...........................................................................59
Gambar 4.23 Grafik efisiensi demulsifikasi terhadap waktu pengujian pada CDO
(base case)................................................................................... 60
Gambar 4.24 Demulsifikasi tertinggi pada formula CDO (base case), CDO
(60˚C)...........................................................................................61
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembuatan Serta Evolusi dari Penggunaan Bahan Kimia pada
Demulsifier....................................................................................... 22
Tabel 2.2 Contoh Bahan-Bahan Lokal Beserta Fungsinya yang Digunakan dalam
Memisahkan Emulsi......................................................................... 25
Tabel 3.1 Klasifikasi crude oil berdasarkan nilai ºAPI dan densitas.................... 31
Tabel 3.2 Karakteristik fisik minyak lapangan A................................................. 31
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
DAFTAR SIMBOL
-1
Energi Bebas Gibbs, kJ mol
∆G
A 2
Luas Permukaan, m
E Modulus elastisitas
m Massa, gr
P Tekanan di dalam droplet, Pa atau Psi
r Jari-jari tetesan, m
S -1 -1
Entropi, J.K mol
SG Spesific gravity
T Suhu, ˚C atau F
γ Tegangan Antarmuka Pada Antarmuka Air-Minyak, N/m
η Viskositas, cp
ηsolvent Viskositas fasa kontinyu, cp
ρ
Densitas, g/ml
φ Fraksi volume fase terdispersi
xiv
“STUDI LABORATORIUM FORMULASI DEMULSIFIER
MENGGUNAKAN BAHAN LOKAL UNTUK MEMISAHKAN AIR
DARI EMULSI MINYAK PADA LAPANGAN A”
ABSTRAK
Saat proses produksi, permasalahan emulsi kerap kali terjadi. Emulsi ialah
air yang terdispersi dalam fasa minyak. Emulsi merupakan masalah yang perlu
diatasi dengan mekanisme demulsifikasi guna memisahkan fasa air dari minyak.
Hal ini ditransformasikan menjadi senyawa kimia yang diharapkan dapat
berfungsi sebagai emulsion blocking atau lazim dikenal dengan demulsifier.
Dampak lingkungan juga perlu dikaji akibat penggunaan dari demulsifier
konvensional, yang umumnya diformulasikan dari senyawa aktif yang tidak
mudah diurai oleh lingkungan. Demulsifier organik merupakan salah satu gagasan
yang tepat dalam mencegah pencemaran lingkungan tanpa mengurangi fungsi
utamanya sebagai pemecah emulsi.
Metode bottle test merupakan pengujian empiris di mana sejumlah formula
demulsifier potensial dengan berbagai variasi ditambahkan ke dalam serangkaian
tabung atau botol. Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan emulsi yang telah
dipreparasi, yaitu 50 ml fluida (25 ml air dan 25 ml minyak) ke dalam botol,
kemudian diletakkan ke dalam water bath dengan kondisi temperatur tertentu
selama 3 jam. Uji temperatur akan dilakukan pada kondisi 60˚C, 70˚C, dan 80˚C,
sedangkan untuk uji konsentrasi akan dilakukan penambahan volume formula
demulsifier sebanyak 1 ml, 3 ml, dan 5 ml. Formulasi Demulsifier Organik (DO)
dibagi menjadi 4 formula yang terdiri dari bahan organik dan lokal seperti, Citrus
Hystrix, Citrus Limon, dan sabun cair. Selain itu, terdapat formula pembanding
yang berasal dari Demulsifier Konvensional (DK) dan kondisi base case (CDO)
dari emulsi minyak tanpa diberi tambahan apapun.
Dari pengujian temperatur, konsentrasi, serta efektivitas dari setiap formula
diperoleh kondisi optimal berdasarkan efisiensi demulsifikasi tertinggi. Hasil
penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa kondisi optimal dari formula
demulsifier organik adalah DO 4 (5 ml, 70˚C) yang berasal dari campuran perasan
Citrus Limon dan sabun cair dengan perolehan efisiensi demulsifikasi sebesar 23
ml (92%). Berdasarkan hasil yang diperoleh, peningkatkan efektivitas dari proses
pemecahan emulsi pada formulasi bahan organik maupun lokal lebih baik
dibandingkan dengan demulsifier konvensional dan kondisi base case.
xv
Universitas Islam Riau
“A LABORATORY STUDY FOR DEMULSIFIER
FORMULATION USING LOCAL MATERIALS TO SEPARATE
WATER FROM OIL EMULSION IN FIELD A”
ABSTRACT
During the production process, emulsion problems often occur. The
emulsion is water dispersed in the oil phase. Emulsions are a problem that needs
to be surmounted by a demulsification mechanism to separate the water phase
from the oil. It is transformed into a chemical compound that is expected can be
emulsion blocking or usually known as demulsifier. Environmental issues need to
be assessed as result of conventional demulsifier usage generally formulated from
chemical active compounds that difficult to decipher the environment. Organic
demulsifier is one of the best solutions to prevent environmental pollution without
diminishing its main functions of emulsion breaker.
Bottle test method is an empirical test in which a number of potensial
demulsifier formulas with various variations are added to a series of tubes or
bottles. This method is done by inserting emulsion that was prepared, which is 50
ml fluid (25 ml of water and 25 ml of oil) inside the bottle then it is placed into
water bath under certain temperature for some hours. Temperature testing will be
done at 60˚C, 70˚C, and 80˚C, at the same time for concentration testing will be
done by rising demulsifier volume as much as 1 ml, 3 ml, and 5 ml. Organic
demulsifier can be divided into 4 formulas that consisting of organic and local
compounds such as Citrus Hystrix, Citrus Limon, and Liquid Soap. Futhermore,
there is a comparative formulas derived from the Conventional Demulsifier (DK)
and base case condition (CDO) of the oil emulsion without any addition.
Based on temperature test, concentration test, and the effectiveness of each
formula that obtained optimal condition appropriate higher demulsification
efficiency. Based on the research, optimal condition of organic demulsifier is DO
4 (5 ml,70˚C) derived from the mixture of Citrus Limon and liquid soap, with
demulsification efficiency amount 23 ml (92%). The result obtained from the
organic and local material can increase emulsion breakdown process
effectiveness compared by conventional demulsifier and base case condition.
xvi
Universitas Islam Riau
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Islam Riau
2
sehingga sulit untuk memisahkan minyak mentah murni dari emulsi. Emulsi
minyak mentah merupakan hal yang tidak diinginkan, sehingga memisahkan
minyak mentah dari emulsi merupakan tantangan dalam industri minyak saat ini
(Emuchay, Onyekonwu, Ogolo, & Ubani, 2013).
Ketika minyak bercampur dengan air, maka tingkat kualitas serta ekonomis
dari minyak mentah akan semakin berkurang. Dengan demikian, diperlukannya
formulasi demulsifier untuk memisahkan air dari emulsi minyak sehingga kualitas
dari minyak akan semakin baik. Dalam pembuatan formulasi demulsifier tentunya
harus memikirkan dampak dari komposisi yang digunakan, terutama terhadap
lingkungan. Zhou, Dismuke, Lett, & Penny (2012) menyatakan dengan semakin
ketatnya standar dan keamanan dalam penggunaan bahan kimia di lapangan
minyak, sehingga adanya dorongan yang signifikan untuk mengembangkan
formulasi yang lebih ramah lingkungan untuk diaplikasikan di lapangan minyak,
yang dilakukan seefisien mungkin dengan menggunakan bahan kimia yang ada.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengembangkan formulasi
demulsifier dengan menggunakan bahan-bahan lokal yang dapat ditemui di
lingkungan sekitar. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Reservoir Teknik
Perminyakan Universitas Islam Riau. Penelitian dilakukan guna memperkecil
dampak negatif dari penggunaan bahan kimia terhadap lingkungan maupun fisik.
Sehingga evaluasi pada formulasi demulsifier berbahan lokal terhadap demulsifier
konvensional dilakukan guna menguji efektivitas dari formulasi yang akan dibuat.
Hal ini dilakukan agar menghasilkan demulsifier yang efektif dan ramah
lingkungan.
Mulai
Pengumpulan Data
1. Karakteristik fluida
2. Komposisi bahan formula
3. Teori yang berasal dari beberapa referensi
Tahap Pengerjaan
1. Preparasi emulsi
2. Pembuatan formula demulsifier
3. Pengujian efisiensi demulsifikasi
menggunakan metode bottle test dengan
berbagai temperatur, konsentrasi, dan formula.
Pengolahan Data
Percobaan serta penelitian pada
beberapa temperatur,
konsentrasi, dan formulasi dari
masing-masing jenis
demulsifier.
Selesai
5
Universitas Islam Riau
6
Fingas (seperti yang dikutip pada Nofrizal & Prashetya, n.d.) berpendapat
bahwa air dalam emulsi minyak (W/O emulsion), dimana minyak mentah sebagai
fase kontinu dan air (yang mengandung berbagai garam terlarut) sebagai fase
terdispersi.
Karakterisasi emulsi meliputi analisis sedimen dan air (BS&W), SARA
(jenuh, aromatik, resin, dan aspal), efek demulsifier dan aditif, suhu, shear,
watercut, pencampuran minyak mentah yang berbeda, dan padatan yang
berpengaruh terhadap stabilitas emulsi (Kokal & Al-Juraid, 1999).
dan luas permukaan. Yang dapat dijelaskan dengan menggunakan kerangka termodinamika.
Perubahan energi bebas dari sebuah sistem diwakili oleh:
∆ = ∆ − ∆ ......................................................................................... (1)
atau
∆ = ∆ . − ∆ ................................................................................. (2)
Dimana:
G = Energi bebas
Gibbs, T = Suhu,
S = Entropi,
A = Daerah antarmuka,
γ = Tegangan antarmuka pada antarmuka air-minyak.
Saat emulsi terbentuk, entropi akan meningkat dengan terbentuknya
beberapa tetesan kecil. Namun, pembentukan tetesan ini juga menyebabkan area
antarmuka minyak/air bertambah besar. Penambahan surfaktan dapat menurunkan
tegangan antarmuka, sehingga mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan untuk
membentuk sebuah interface.
Kegagalan emulsifikasi dapat terjadi apabila, coalescence terjadi ketika dua
tetesan yang terdispersi saling bersentuhan dan digabungkan sehingga membentuk tetesan yang
lebih besar. Hal ini akan menyebabkan tetesan menjadi lebih besar seiring berjalannya waktu,
yang akhirnya menyebabkan pemisahan menjadi dua fase. Hal ini bisa dijelaskan dengan Istilah
tekanan Laplace:
2.
(3)
=
.....................................................................................................
Dimana:
P = Tekanan di dalam droplet
r = Jari-jari tetesan.
Dengan demikian tetesan yang lebih kecil (yaitu, istilah r yang lebih kecil)
memiliki tekanan internal yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan
kemungkinan terbentuknya tetesan yang lebih besar. Kedua proses tersebut pada
akhirnya menghasilkan pemisahan fasa.
Stabilitas emulsi dapat meningkat apabila terdapat:
Dimana:
η = Viskositas,
ηsolvent = Viskositas fasa kontinu,
φ = Fraksi volume fase terdispersi
Dengan demikian, semakin tinggi fraksi volume fasa internal, emulsi
akan semakin kental dengan syarat dispersi terjadi dengan baik. Interaksi ini
juga dapat diamati dengan menggunakan berbagai campuran surfaktan yang
dapat mengubah tegangan permukaan serta sudut kontak dari tetesan dan
partikel. Interaksi inilah yang dapat meningkatkan hasil dan kekuatan dari
cairan.
3. Padatan juga dapat bertindak sebagai pengemulsi sekunder yang terdapat
pada antarmuka air-minyak untuk menstabilkan emulsi. Energi yang
dibutuhkan untuk mengganti partikel padat yang terdapat di antarmuka kira-
kira 10-100 kali yang akan digantikan dengan surfaktan/pengemulsi pada
interface yang sama. Dengan demikian, terjadi peningkatan stabilitas pada
surfaktan/padatan.
2.3 DEMULSIFIKASI
Kerusakan formasi yang disebabkan oleh air di dalam emulsi minyak
memberikan dampak besar pada produksi minyak. Penambahan bahan kimia
sering diterapkan dengan menginjeksikan surfaktan yang dikenal sebagai
demulsifier untuk memecahkan air pada emulsi minyak (Zhou et al., 2012).
Kerusakan formasi yang disebabkan oleh emulsi pada batu pasir singkapan rendah
hingga medium dapat diimbangi dengan permeabilitas (100-300 md). Kerusakan
formasi akibat emulsi bisa bersifat non-permanen karena termodinamika tidak
stabil. Potensi kerusakan permanen yang disebabkan oleh emulsi. Oleh karena itu,
potensi kerusakan permanen lebih rendah pada kondisi suhu yang lebih tinggi.
Sehingga semakin rendah suhu, tingkat kerusakan formasi yang terjadi semakin
tinggi (Fjelde, 2009). Dari hal tersebut maka diperlukannya demulsifikasi untuk
mengurangi efek dari emulsi yang terdispersi dengan baik (stabil), demulsifikasi
dapat dilakukan berdasarkan mekanisme serta dengan berbagai metode, sebagai
berikut;
= = ..............................................................( / ) (5)
Evaluasi kuantitatif stabilitas emulsi dengan teknik medan listrik kritis (CEF)
dikembangkan untuk memainkan peran penting dalam riset demulsifier kimia.
Ditemukan bahwa teknik CEF berguna tidak hanya dalam evaluasi stabilitas
emulsi air dalam minyak, tetapi juga dalam mempelajari mekanisme stabilisasi
dan demulsifikasi. Dalam teknik CEF, sampel emulsi air dalam minyak dilakukan
di antara dua pelat elektroda paralel. Tegangan arus searah diterapkan antara dua
elektroda dan ditingkatkan dalam tahap inkremental, dengan pemantauan terus
menerus terhadap konduktivitas atau jumlah arus listrik melalui sampel minyak.
tetesan karena molekul polar tidak lagi kuat pada permukaan tetesan.
Proses ini biasanya tidak mengatasi emulsi sepenuhnya dengan
sendirinya, meskipun ini adalah penambahan bahan kimia atau panas
yang efisien dan sering dibutuhkan.
b. Thermal treatment biasanya digunakan sebagai salah satu metode
demulsifikasi. Metode ini dilakukan dengan memanaskan emulsi
minyak, yang mana memiliki beberapa manfaat seperti; meningkatkan
laju dari flokulasi pada droplet air, meningkatkan solubilitas dari emulsi
kemudian mendestabilitasikan emulsi, menurunkan viskositas dari
emulsi yang mana dapat meningkatkan kemungkinan koalesensi
(Hamadi & Mahmood, 2009). Proses termal dalam memecahkan emulsi
biasanya didasarkan pada keseluruhan aspek gambaran ekonomi dari
fasilitas pengolahan. Kelebihan panas tidak dapat menjadi pelengkap
bila lebih komersial jika dengan menambahkan bahan kimia atau
mengatur panas elektrostatik. Suhu tidak cukup tinggi untuk secara
signifikan meningkatkan kelarutan air dalam minyak mentah tertentu,
dan suhu tinggi tidak menyebabkan sejumlah besar aspal menjadi tidak
larut dalam minyak mentah dan membentuk pad antarmuka (Sulaiman
et al., 2015).
c. Proses kimia adalah metode resolusi emulsi yang paling umum di
ladang minyak dan kilang. Kombinasi panas dan penerapan bahan
kimia yang dirancang untuk menetralkan efek agen pengemulsi
memiliki keuntungan besar karena dapat memutus film antarmuka
secara efektif tanpa penambahan peralatan baru atau modifikasi
peralatan yang ada (Sulaiman et al., 2015).
=
0
............................................................................... (6)
18
Dimana:
D = Diameter tetesan.
2.3.2.4 Metode Oliensis Spot Test dan Asphaltene Dispersant Test (ADT)
Wiggett, Hughes, Ricza, & Plc (2013) menggunakan dua metode
pengujian dari proses demulsifikasi yaitu, Oliensis Spot Test dan Asphaltene
Dispersant Test (ADT). Oliensis Spot Test adalah metode cepat untuk menentukan
titik ketidakstabilan aspal dan flokulasi dengan memberi titrasi larutan minyak
mentah dengan heptana dan merekam hasil visual pada kertas saring gridded.
Minyak yang tidak stabil akan memiliki titik uji di bawah 3. Minyak yang stabil
biasanya memiliki titik uji yang lebih tinggi. Selain itu juga terdapat metode
Asphaltene Dispersant Test (ADT), yang mana n-heptana dipilih sebagai zat
pengendapan untuk aspal. Agen n-heptana adalah pelarut non-polar, dan
menghasilkan aglomerasi dan presipitasi aspal polar. Ketika dispersan
semakin baik, maka semakin banyak asphaltenes yang akan dilarutkan atau
tersuspensi dalam n-heptana.
2.4 DEMULSIFIER
Demulsifier adalah senyawa kimia yang bisa digunakan untuk memecah
emulsi. Dengan fungsinya tersebut diharapkan emulsion blocking dapat
dipecahkan dan tidak lagi menghambat aliran dari formasi ke lubang sumur.
Demulsifier ini bisa terlarut dalam air ataupun minyak (Rusin, 2012). Demulsifier
merupakan senyawa aktif permukaan yang bermigrasi ke antarmuka air-minyak
dan pecah atau melemahkan film yang kaku sehingga meningkatkan koalesensi
pada tetesan air. Demulsifier dapat mengubah wettability zat padat untuk
meningkatkan koalesensi. Bahan kimia demulsifier khas meliputi rantai polimer
dari etilena oksida dan propilena oksida alkohol, alkohol teretoksilasi, fenol
teretoksilasi, amina teretoksilasi, resin asam teretoksilasi, garam asam sulfonat,
diepoksida, nonylfenol teretoksilasi, alkohol polihidrat dan kemudian sejumlah
besar kimia surfaktan (Wylde et al., 2008).
Demulsifier merupakan surfaktan, sangat penting memahami peran
demulsifier sebagai zat aktif di permukaan. Pada dasarnya, ada dua kelompok
dalam molekul demulsifier; kelompok hidrofobik (tidak mudah larut dengan air)
dan kelompok hidrofilik (kelompok yang mudah larut dengan air). Molekul
demulsifier dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.4 berikut.
Tabel 2.1 Pembuatan Serta Evolusi dari Penggunaan Bahan Kimia pada
Demulsifier
Tahun Demulsifier
1920-1930 Sabun, garam asam naftenat dan alkil aril sulfonat, minyak
jarak silang
didefinisikan sebagai material yang dibasahi hanya oleh air, sedangkan material
yang secara istimewa dibasahi oleh parafin didefinisikan sebagai lipofilik
(Henríquez, 2009).
Demulsifier konvensional pada umumnya diformulasikan dalam pelarut
seperti alkohol rantai pendek, aromatik, atau aromatik aromatik berat dan dapat
mengandung campuran beberapa bahan aktif (Particle Sciences, 2011).
Kapur atau
kapur sirih Berfungsi sebagai flocculants
Kalsium Ca(OH)2 yang
Hidroksida dicampur, atau dan pit booster
dicairkan
dengan air.
Sumber: (Sulaiman et al., 2015) dan (Emuchay et al., 2013)
3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan formulasi adalah alat perasan
jeruk, batang pengaduk, pisau, saringan. Untuk uji Bottle Test, adalah botol
berukuran 100 ml, gelas kimia 50 ml, gelas kimia 250 ml, gelas kimia 300 ml,
gelas ukur 10 ml, gelas ukur 25 ml, heater, labu volumetrik, neraca digital, dan
water bath. Gambar peralatan-peralatan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1
dan 3.2 sebagai berikut.
c. Pisau d. Saringan
27
Universitas Islam Riau
28
k. Picnometer l. Corong
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
1. Sampel Minyak pada Lapangan A
Sampel minyak pada Lapangan A diperoleh dari ketersediaan minyak yang
terdapat di Laboratorium Reservoir Teknik Perminyakan. Sampel minyak
Lapangan A akan digunakan sebagai emulsi yang akan diuji efektivitas
pemisahannya ketika ditambahkan dengan demulsifier guna mengetahui
besarnya pengaruh penambahan demulsifier berbahan lokal terhadap pemecahan
emulsi minyak. Pada penelitian ini penentuan SG dan ºAPI dilakukan dengan menggunakan
persamaan, yang mana di dalam persamaan tersebut dibutuhkan nilai densitas dari minyak.
Densitas minyak ditentukan dengan menggunakan labu volumetrik yang akan diketahui selisih
massa labu volumetrik yang berisikan minyak dengan massa labu volumetrik yang kosong.
Kemudian, setelah didapatkan massa dari minyak akan dibandingkan dengan volume minyak
yang terukur dalam labu volumetrik tersebut. Ketika nilai densitas sudah didapatkan akan
dimasukkan ke dalam persamaan sebagai berikut;
− 131.5 ........................................................ (7)
141.5
(ºAPI) =
(National Programme on Technology Enhanced Learning, 2006)
Nilai specific gravity dapat diperoleh dengan perbandingan densitas minyak
terhadap densitas air. Dalam penelitian ini, nilai densitas, SG, dan ºAPI telah
didapatkan yang tercantum di dalam tabel 3.2. Nilai ºAPI untuk minyak
Lapangan A yang didapatkan ialah 34.4. Di mana minyak Lapangan A
tergolong ke dalam minyak light oil berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan
oleh Santos, Loh, Bannwart, & Trevisan (2014) di dalam jurnal yang berjudul
An Overview of Heavy Oil Properties and Its Recovery and Transportation
Methods yang mana di adaptasi dari artikel yang dikemukakan oleh National
Petroleum Agency of Brazil pada tahun 2000.
Tabel 3.1 Klasifikasi crude oil berdasarkan nilai ºAPI dan densitas
2. Demulsifier Konvensional
Demulsifier konvensional pada umumnya diformulasikan dalam pelarut
seperti alkohol rantai pendek, aromatik, atau aromatik aromatik berat dan dapat
mengandung campuran beberapa bahan aktif (Particle Sciences, 2011).
Demulsifier ini tersedia di di Laboratorium Reservoir Teknik Perminyakan
ialah SP-169 yang mana diperoleh dari perusahaan yang bergerak dibidang
chemical.
4) Formulasi DO 4
Dalam pembuatan formulasi DO 4, bahan lokal yang digunakan adalah
Lemon dan sabun cair. Lemon akan dicampurkan dengan sabun cair
dengan perbandingan 2:1, kemudian ke dalam gelas ukur dengan
volume yang berbeda-beda, yaitu 1 ml, 3 ml, dan 5 ml.
Berbagai formulasi di atas akan ditambahkan ke dalam emulsi minyak
mentah yang telah disediakan dan kemudian dilakukan pengocokan selama 10
menit hingga homogen.
0 0 0
60 C, 70 C, dan 80 C selama 3 jam. Pemilihan suhu terbaik berdasarkan %
pemisahan air tertinggi.
%=
Volume Total Larutan
Di dalam bab ini akan disampaikan hasil serta pembahasan yang didapat dari
penelitian “Studi Laboratorium Formulasi Demulsifier Menggunakan Bahan
Lokal Guna Memisahkan Air dari Emulsi Minyak pada Lapangan A”. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan bahan lokal sebagai
komposisi utama dalam formulasi demulsifier. Selain itu, dalam penelitian ini
akan didapatkan temperatur optimum, konsentrasi (volume) optimum, serta
formula yang paling efektif dalam meningkatkan efisiensi dari proses
demulsifikasi.
4.1 PENGARUH TEMPERATUR
Pada dasarnya temperatur merupakan salah satu parameter yang dapat
memengaruhi kondisi dari suatu fluida secara signifikan. Dalam penelitian ini
proses pemisahan air dari emulsi minyak akan ditentukan berdasarkan perbedaan
temperatur, yaitu pada temperatur 60˚C, 70˚C, dan 80˚C. Efisiensi pemisahan
terhadap perbedaan temperatur akan dilihat berdasarkan persentase atau jumlah air
maksimum yang dapat terpisahkan dari emulsi minyak. Efisiensi pemisahan pada
tiap temperatur yang akan diuji dan dapat dilihat dengan melakukan penelitian
selama 3 jam (180 menit) menggunakan water bath. Emulsi akan berada pada
kondisi suhu yang cenderung stabil yang nantinya dapat dilihat seberapa besar air
yang terpisahkan. Dalam penelitian ini terdapat 1 kondisi base case dan 5
skenario. Kondisi base case merupakan emulsi minyak dan air yang telah
homogen tanpa diberi tambahan apapun. Sedangkan untuk 5 skenario lainnya
terdiri dari 4 formula demulsifier organik dan 1 demulsifier konvensional dengan
masing masing perbedaan konsentrasi/volume demulsifier diinjeksikan ke dalam
emulsi. Setiap temperatur akan menghasilkan tingkat efisiensi demulsifikasi yang
berbeda-beda pada setiap formulanya. Berikut penjelasan pengaruh efisiensi
demulsifikasi dari sampel base case maupun skenario lainnya pada terhadap
kondisi temperatur 60˚C, 70˚C, 80˚C.
35
Universitas Islam Riau
36
20
DO 1 (1 ml)
DO 1 (3 ml)
DO 1 (5 ml)
DO 2 (1 ml)
Perolehan Volume Pemisahan
15 DO 2 (3 ml)
DO 2 (5 ml)
DO 3 (1 ml)
DO 3 (3 ml)
10
DO 3 (5 ml)
DO 4 (1 ml)
5
DO 4 (3 ml)
DO 4 (5 ml)
DK (1 ml)
0
DK (3 ml)
DK (5 ml)
0 30 60 90 120 150 180
CDO
Waktu Pengujian (menit)
20 DO 1 (1 ml)
DO 1 (3 ml)
DO 1 (5 ml)
DO 2 (1 ml)
DO 2 (3 ml)
Perolehan Nilai Pemisahan
15
DO 2 (5 ml)
DO 3 (1 ml)
DO 3 (3 ml)
10
DO 3 (5 ml)
5 DO 4 (1 ml)
DO 4 (3 ml)
DO 4 (5 ml)
0
DK (1 ml)
DK (3 ml)
DK (5 ml)
0 30 60 90 120 150 180
CDO
Waktu Pengujian (menit)
DO 1 (1 ml)
DO 1 (3 ml)
Perolehan Nilai Volume Pemisahan Air
20 DO 1 (5 ml)
15 DO 2 (1 ml)
DO 2 (3 ml)
DO 2 (5 ml)
10
DO 3 (1 ml)
DO 3 (3 ml)
DO 3 (5 ml)
5 DO 4 (1 ml)
DO 4 (3 ml)
DO 4 (5
0 ml) DK (1
ml) DK (3
0 30 60 90 120 150 180 ml) DK (5
Saat suhu meningkat, viskositas minyak menurun jauh lebih cepat. Hasilnya,
bila viskositas menurun, ukuran tetesan air meningkat (Abdulbari et al., 2011).
Berdasarkan penelitian ini, untuk beberapa kondisi serta formula, ketika terjadinya
peningkatan temperatur maka terjadi pula peningkatan dari efisiensi demulsifikasi,
terutama pada jenis formula yang berasal dari demulsifier konvensional.
Sedangkan, hanya beberapa formula dari demulsifier organik yang mengalami
peningkatan kinerja demulsifikasi saat terjadinya peningkatan temperatur.
Berdasarkan hipotesis peneliti, hal ini terjadi dikarenakan chemical akan bekerja
optimal pada temperatur yang tinggi. Abdulkadir (2010) mengatakan bahwa
aplikasi panas pada emulsi yang telah ditambahkan dengan demulsifier dapat
meningkatkan efektivitas serta pencampuran bahan kimia dengan emulsi.
Sedangkan tidak semua bahan organik tahan akan temperatur tinggi yang nantinya
dapat menyebabkan terjadinya penurunan kinerja dari komposisi organik tersebut.
Njoku, Ayuk, & Okoye (2011) mengatakan bahwa peningkatan temperatur
umumnya mengurangi konsentrasi vitamin C sehingga dapat menurunkan tingkat
keasaman sebuah citrus. Sehingga, berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
temperatur optimal yang didapatkan dari demulsifier konvensional dan
demulsifier organik berbeda. Berdasarkan dari nilai efisiensi demulsifikasi
tertinggi, temperatur optimal untuk demulsifier organik adalah 60˚C dan 70˚C,
sedangkan untuk demulsifier konvensional adalah 80˚C.
4.2.1 Konsentrasi 1 ml
Konsentrasi 1 ml merupakan penambahan formula dari setiap skenarionya
baik dari 4 formula demulsifier organik maupun 1 formula demulsifier
konvensional sebanyak 1 ml. Jika dikonversikan ke dalam (% Solution), maka dapat
dihitung dengan persamaan berikut,
× 100% ................................. (9)
Volume
%=
Volume Total Larutan
20
DO 1 (60˚C)
DO 2 (60˚C)
DO 3 (60˚C)
DO 4 (60˚C)
DK (60˚C)
Perolehan Volume Pemisahan
15
DO 1 (70˚C)
DO 2 (70˚C)
DO 3 (70˚C)
10
DO 4 (70˚C)
DK (70˚C)
5 DO 1 (80˚C)
DO 2 (80˚C)
DO 3 (80˚C)
0 DO 4 (80˚C)
DK (80˚C)
4.2.2 Konsentrasi 3 ml
Pengujian konsentrasi yang kedua ialah konsentrasi 3 ml (6%). Saat
dilakukan penambahan konsentrasi sebanyak 3 ml terdapat perubahan terhadap
peningkatan dari efisiensi demulsifikasi. Nilai efisiensi tertinggi dari konsentrasi
ini sama dengan saat penambahan demulsifier dengan konsentrasi 1 ml, akan
tetapi dari setiap formula mengalami peningkatan demulsifikasi yang cukup
merata dibandingkan dengan konsentrasi sebelumnya. Berdasarkan data yang
diperoleh nilai volume pemisahan tertinggi pada 30 menit pertama didapatkan dari
formula DK (80˚C) yaitu sebesar 20 ml yang mana nilai tersebut tetap konstan
hingga menit ke-180. Selain itu, terdapat beberapa formula lainnya yang
memperoleh nilai volume pemisahan yang sama pada menit ke-180 yaitu, DO 3
(70˚C), DO 4 (70˚C), DK (70˚C), DK (80˚C) sebesar 20 ml. Berdasarkan data
tersebut temperatur juga berpengaruh terhadap penambahan konsentrasi.
Tingginya temperatur juga akan memengaruhi efektivitas penambahan
konsentrasi. Sedangkan, water quality yang terbaik (jernih) dihasilkan oleh
formula DO 2 (70˚C). Baik atau tidaknya water quality bisa saja disebabkan oleh
formula terlarut sempurna dengan minyak sehingga air yang terpisah tidak
terkontaminasi dengan formula itu sendiri. Namun, disisi lain masih terdapat juga
formula yang memiliki nilai pemisahan air yang rendah seperti DO 1 (60˚C) yaitu
hanya sebesar 2 ml. Hal ini terjadi kemungkinan akibat dari komposisi formula
yang tidak efektif untuk dijadikan sebagai akselerator dalam proses pemisahan air
dari emulsi minyak. Perbedaan hasil efektivitas dari setiap formulanya disebabkan
oleh parameter yang berbeda. Namun, jika dibandingkan dengan konsentrasi 1 ml,
penambahan konsentrasi 3 ml lebih baik dalam meningkatkan nilai pemisahan air
dari emulsi minyak. Hajivand & Vaziri (2015) mengatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi dari demulsifier akan meningkatkan laju koalesensi pada droplet.
Untuk dapat melihat peningkatan yang lebih terstruktur berdasarkan data yang
telah ditransformasikan ke dalam grafik sebagai berikut beserta contoh pemisahan
dan water quality yang paling baik dari formula yang ditambahkan konsentrasi
sebanyak 3 ml ke dalam sampel emulsi yang dapat dilihat pada gambar 4.9 dan
4.10 sebagai berikut;
20 DO 3 (60˚C)
DO 4 (60˚C)
DK (60˚C)
Pemisahan
15 DO 1 (70˚C)
DO 2 (70˚C)
Volume
DO 3 (70˚C)
DO 4 (70˚C)
10 DK (70˚C)
Perolehan
DO 1 (80˚C)
DO 2 (80˚C)
5 DO 3 (80˚C)
DO 4 (80˚C)
DK (80˚C)
0
0 30 60 90 120 150 180
Waktu Pengujian (menit)
Gambar 4.9 Grafik perbandingan perolehan volume pemisahan air terhadap
waktu pengujian dari setiap formula pada konsentrasi 3 ml
4.2.3 Konsentrasi 5 ml
Penambahan konsentrasi sebanyak 5 ml (10%) merupakan uji konsentrasi
terakhir di mana merupakan konsentrasi tertinggi dari penelitian ini. Jika dilihat
berdasarkan hasil data yang didapatkan peningkatan yang diperoleh cukup
signifikan dibandingkan konsentrasi sebelumnya. Pada 30 menit pertama
pemisahan tertinggi diperoleh dari beberapa formula, yaitu; DO 2 (70˚C), DO 2
(80˚C), DK (70˚C), dan DK (80˚C) sebesar 20 ml. Sedangkan pada menit ke-180
volume pemisahan tertinggi didapatkan dari DO 4 (70˚C) sebesar 23 ml. Dalam
hal ini demulsifikasi tertinggi dipengaruhi oleh semakin banyaknya konsentrasi
yang ditambahkan dengan temperatur yang cukup tinggi. Sehingga kinerja dari
formula akan meningkat dengan seiring bertambahnya konsentrasi dan temperatur.
Sedangkan untuk water quality yang terbaik (jernih) dihasilkan oleh DO 2 (80˚C).
Baik atau tidaknya water quality bisa saja disebabkan oleh formula yang terlarut
sempurna dengan minyak sehingga air yang terpisah tidak terkontaminasi dengan
komposisi dari formula itu sendiri. Namun, disisi lain masih terdapat juga formula
yang memiliki nilai pemisahan air yang rendah seperti DO 1 (80˚C) yaitu hanya
sebesar 2 ml. Hal ini kembali terjadi pada formula DO 1 yang dapat dikatakan
merupakan formula yang kurang efektif dijadikan sebagai formula demulsifier.
Selain itu, perbedaan ini juga bisa disebabkan oleh proses homogenisasi yang
tidak merata pada beberapa sampel, dan juga batas dari penambahan konsentrasi
yang belum mumpuni untuk menghasilkan kinerja yang baik. Terlepas dari
permasalahan yang ada, konsentrasi 5 ml merupakan konsentrasi yang
menghasilkan peningkatan yang cukup signifikan dalam proses demulsifikasi.
Hajivand & Vaziri (2015) mengatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi dari
demulsifier akan meningkatkan laju koalesensi pada droplet. Untuk dapat melihat
peningkatan yang lebih terstruktur dari perolehan volume air yang terpisahkan
dapat dilihat berdasarkan data yang telah ditransformasikan ke dalam grafik
sebagai berikut beserta contoh pemisahan dan water quality yang paling baik dari
formula yang diberi penambahan konsentrasi sebanyak 5 ml ke dalam sampel
emulsi yang dapat dilihat pada gambar 4.11 dan 4.12 sebagai berikut;
DO 3 (60˚C)
(ml)
15
DO 4 (60˚C)
DK (60˚C)
DO 1 (70˚C)
Perolehan Volume Pemisahan Air
DO 2 (70˚C)
10
DO 3 (70˚C)
DO 4 (70˚C)
DK (70˚C)
5
DO 1 (80˚C)
DO 2 (80˚C)
0 DO 3 (80˚C)
DO 4 (80˚C)
DK (80˚C)
Dari hasil analisis ketiga konsentrasi, yaitu 1 ml, 3 ml, dan 5 ml,
peningkatan efisiensi demulsifikasi terjadi ketika terjadinya penambahan
konsentrasi yang semakin banyak. Konsentrasi 5 ml merupakan konsentrasi yang
optimal dalam meningkatkan efisiensi demulsifikasi di antara kosentrasi 1 ml dan
3ml. Artinya, ketika konsentrasi yang ditambahkan semakin banyak, maka
komponen yang bekerja dalam mempercepat proses demulsifikasi semakin
banyak. Hajivand & Vaziri (2015) juga menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi dari demulsifier akan meningkatkan laju koalesensi pada droplet
karena terjadinya perenggangan pada interfacial film.
4.3.1 Formula DO 1
Formula yang pertama ialah DO 1 yang merupakan formula demulsifier
organik yang berbahan dasar Jeruk Purut. Jeruk Purut merupakan jenis jeruk yang
memiliki kandungan asam sitrat. Asam sitrat (Citric Acid) memiliki efisiensi
demulsifikasi yang tinggi dikarenakan memiliki lebih banyak gugus karboksil
yang lebih tinggi dari asam lainnya, sehingga perolehan efisiensi demulsifikasi
dari penggunaan asam sitrat memiliki nilai yang tinggi. Selain itu, asam sitrat
merupakan jenis asam yang tidak beracun, tidak menimbulkan iritasi, dan ramah
lingkungan (Liu et al., 2018). Asam sitrat juga dapat ditemukan pada bahan
organik sejenis jeruk (citrus) termasuk jeruk purut (Citrus Hystrix). Kandungan
asam sitrat yang terdapat dalam jeruk purut (sejenis lime) adalah 45.8 g/L (L. et
al., 2008).
Berdasarkan data yang didapatkan efisiensi kinerja dari formula DO 1 yang
paling optimal adalah DO 1 (5 ml) pada temperatur 70˚C dan DO 1 (3 ml) pada
temperatur 80˚C yaitu sebesar 7 ml. Jika dilihat dari hasil data yang diperoleh
pada DO 1, optimalisasi akan berubah seiring dengan bertambahnya temperatur
yang membuat dosis optimal dari formula DO 1 berkurang tanpa mengurangi
efektivitasnya. Sedangkan pada konsentrasi 1 ml saat temperatur 60˚C pemisahan
tidak terjadi, hal ini mungkin saja terjadi karena jeruk purut tidak mampu bekerja
secara optimal dengan konsentrasi dan temperatur yang rendah. Sedangkan dari
segi water quality, formula DO 1 cenderung larut terhadap minyak dibandingkan
dengan air. Sehingga, air tidak terkontaminasi dengan perasan jeruk purut tersebut
dan menghasilkan water quality yang cukup baik, seperti yang dapat dilihat pada
gambar 4.14. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa formula DO 1 cukup
aman untuk digunakan dalam meminimalisir dampak lingkungan serta limbah
berbahaya. Namun, perlu adanya tambahan bahan kimia yang cukup aman untuk
meningkatkan kinerja efisiensi demulsifikasi dari jeruk purut. Untuk dapat melihat
peningkatan yang lebih terstruktur dari efisiensi demulsifikasi dapat diketahui
berdasarkan data yang telah ditransformasikan ke dalam grafik sebagai berikut
beserta contoh pemisahan dan water quality yang paling baik dari formula DO 1
yang dapat dilihat pada gambar 4.13 dan 4.14 berikut.
10
(ml)
1 ml (60˚C)
Perolehan Volume Pemisahan Air
8
3 ml (60˚C)
6
5 ml (60˚C)
1 ml (70˚C)
4
3 ml (70˚C)
5 ml (70˚C)
2
1 ml (80˚C)
3 ml (80˚C)
0 5 ml (80˚C)
Gambar 4.13 Grafik perolehan volume pemisahan air terhadap waktu pengujian
pada formula DO 1
4.3.2 Formula DO 2
Formula yang kedua ialah DO 2 yang merupakan formula demulsifier
organik yang berbahan dasar Lemon. Lemon juga merupakan jenis jeruk yang
memiliki kandungan asam sitrat. Asam sitrat juga dapat ditemukan pada bahan
organik sejenis jeruk (citrus) termasuk lemon (Citrus Limon). Kandungan asam
sitrat yang terdapat dalam lemon adalah 48.0 g/L (L. et al., 2008).
Berdasarkan data yang didapatkan perolehan volume air yang terpisahkan
dari formula DO 2 yang paling optimal adalah DO 2 (5 ml) pada temperatur 60˚C,
yaitu sebesar 20.5 ml. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa lemon bekerja
secara optimal dengan konsentrasi 5 ml pada temperatur 60˚C dan nilai efisiensi
dari demulsifikasi pada formula DO ± 3 kali lebih besar dibandingkan dengan
formula DO 1. Hal ini dapat terjadi karena kandungan asam sitrat di dalam lemon
lebih banyak dibandingkan dengan jeruk purut. Sehingga, peningkatan dari
efisiensi pemisahan pada emulsi meningkat. Jika dilihat dari grafik 4.15 pada
konsentrasi 5 ml dengan kondisi 60˚C dan 70˚C, pengaruh temperatur berbanding
terbalik dengan nilai efisiensi demulsifikasi, oleh karena itu pada temperatur
rendah kinerja dari lemon lebih efektif. Namun pada konsentrasi 1 ml, kondisi
berbanding terbalik, hal ini dapat terjadi kemungkinan dikarenakan banyak
sedikitnya komposisi lemon yang berperan dalam memengaruhi hasil dari
penelitian, sehingga pemisahan tidak terjadi pada DO 2 (1 ml;60˚C). Sedangkan,
dari sisi water quality, hal yang sama berlaku pada formula DO 2 yang cenderung
larut terhadap minyak dibandingkan dengan air. Sehingga, kualitas dari air tidak
terkontaminasi dengan air lemon tersebut, seperti yang dapat dilihat pada gambar
4.16. Untuk dapat melihat peningkatan yang lebih terstruktur dari efisiensi
demulsifikasi dapat diketahui berdasarkan data yang telah ditransformasikan ke
dalam grafik beserta contoh pemisahan dan water quality yang paling baik dari
formula DO 2, dapat dilihat pada gambar 4.15 dan 4.16 sebagai berikut;
20
1ml (60˚C)
Perolehan Volume Pemisahan Air
3 ml (60˚C)
15
5 ml (60˚C)
1 ml (70˚C)
3 ml (70˚C)
10
5 ml (70˚C)
1 ml (80˚C)
5 3 ml (80˚C)
5 ml (80˚C)
Gambar 4.15 Grafik perolehan volume pemisahan air terhadap waktu pengujian
pada formula DO 2
4.3.3 Formulasi DO 3
Formulasi selanjutnya adalah DO 3 yang merupakan formulasi demulsifier
yang berasal dari campuran perasan jeruk purut dengan sabun cair (detergent).
Perbandingan volume dari kedua komposisi ini adalah 2:1 yaitu, 2 ml perasan
jeruk purut dengan 1 ml sabun cair. Penambahan sabun cair dalam formula ini
adalah sebagai bahan pelengkap/pendukung. Sabun cair (detergent) merupakan
cairan pembersih yang komposisi utamanya terdiri dari surfaktan, yang mana pada
umumnya surfaktan yang digunakan dalam sabun cair adalah anionic surfactant
(Colgate-Palmolive Australia, 2006).
Berdasarkan data yang didapat penambahan sabun cair pada perasan jeruk
purut mampu meningkatan efisiensi demulsifikasi secara signifikan sehingga
efisiensi demulsifikasi meningkat hingga 88%. Perolehan nilai volume
demulsifikasi tertinggi didapatkan pada kondisi 5 ml saat temperatur 60˚C, yaitu
sebanyak 22 ml. Hal ini terjadi dikarenakan penggunaan sabun cair yang
mengandung surfaktan anionik memberikan efisiensi yang baik sebagai
demulsifier. Surfaktan anionik merupakan agen yang ramah lingkungan dan telah
dievaluasi sebagai pengemulsi untuk memecahkan air dalam emulsi minyak
mentah dan juga telah dievaluasi baik menggunakan prosedur bottle test maupun
menggunakan interval pemanasan microwave dielektrik (Martínez-palou &
Aburto, 2015). Dengan penambahan sabun cair ini pula, seluruh emulsi dari
berbagai temperatur dan konsentrasi masing-masing terdemulsifikasi, hanya saja
dengan peningkatan serta hasil pemisahan yang berbeda-beda. Dari segi water
quality, formula DO 3 cenderung larut dengan minyak dibandingkan air sehingga
kualitas dari air yang terpisahkan masih dalam kategori sedang yang mana dapat
dilihat pada gambar 4.18. Sehingga, dapat dikatakan bahwa formula DO 3
merupakan formula yang cukup optimal untuk digunakan sebagai racikan formula
demulsifier organik. Untuk dapat melihat peningkatan yang lebih terstruktur dari
efisiensi demulsifikasi berdasarkan data yang telah ditransformasikan ke dalam
grafik dan juga contoh pemisahan dan water quality yang paling baik dari formula
DO 3 yang dapat dilihat pada gambar 4.17 dan 4.18 sebagai berikut;
20
1ml (60˚C)
15
3 ml (60˚C)
5 ml (60˚C)
10 1 ml (70˚C)
3 ml (70˚C)
5 ml (70˚C)
5 1 ml (80˚C)
3 ml (80˚C)
5 ml (80˚C)
Gambar 4.17 Grafik perolehan volume pemisahan air terhadap waktu pengujian
pada formula DO 3
4.3.4 Formula DO 4
Formulasi selanjutnya adalah DO 4 yang merupakan formulasi demulsifier
yang berasal dari campuran perasan lemon dengan sabun cair (detergent).
Perbandingan volume dari kedua komposisi ini adalah 2:1 yaitu, 2 ml perasan
lemon dengan 1 ml sabun cair. Penambahan sabun cair dalam formula ini adalah
sebagai bahan pelengkap/pendukung. Sabun cair (detergent) merupakan cairan
pembersih yang komposisi utamanya terdiri dari surfaktan, yang mana pada
umumnya surfaktan yang digunakan dalam sabun cair adalah anionic surfactant
(Colgate-Palmolive Australia, 2006).
Hasil yang didapat serta penjelasan mengenai DO 4 ini tidak jauh berbeda
dengan DO 3. Namun formula DO 4 memiliki nilai efisiensi lebih tinggi
dibandingkan DO 3. Berdasarkan data yang didapat penambahan sabun cair pada
perasan lemon mampu meningkatan efisiensi demulsifikasi secara signifikan
sehingga efisiensi demulsifikasi meningkat hingga mencapai nilai 92%. Perolehan
volume demulsifikasi tertinggi didapatkan pada kondisi 5 ml saat temperatur
70˚C, yaitu sebanyak 23 ml. Dengan penambahan sabun cair ini pula, seluruh
emulsi dari berbagai temperatur dan konsentrasi masing-masing terdemulsifikasi,
hanya saja dengan peningkatan serta hasil pemisahan yang berbeda-beda. Dari
segi water quality, formula DO 4 cenderung larut dengan minyak dibandingkan
air sehingga kualitas dari air yang terpisahkan masih dalam kategori baik yang
mana dapat dilihat pada gambar 4.20. Sehingga, dapat dikatakan bahwa formula
DO 4 merupakan formula yang paling optimal untuk digunakan sebagai racikan
formula demulsifier organik. Perpaduan antara lemon dengan sabun cair
menghasilkan kualitas air yang lebih baik dibandingkan perpaduan sabun cair
dengan jeruk purut. Namun, untuk peningkatan demulsifikasi dari masing-masing
konsentrasi dan temperatur lebih merata dan lebih signifikan ketika menggunakan
formula DO 3. Untuk dapat melihat peningkatan yang lebih terstruktur dari
efisiensi demulsifikasi hal ini dapat diketahui berdasarkan data yang telah
ditransformasikan ke dalam grafik beserta contoh pemisahan dan water quality
yang paling baik dari formula DO 4 yang dapat dilihat pada gambar 4.19 dan 4.20
sebagai berikut;
20 1ml (60˚C)
Air
3 ml (60˚C)
Pemisahan
3 ml (70˚C)
5 ml (60˚C)
15 1 ml (70˚C)
Volume
5 ml (70˚C)
10 1 ml (80˚C)
Perolehan
3 ml (80˚C)
5 5 ml (80˚C)
Gambar 4.19 Grafik perolehan volume pemisahan air terhadap waktu pengujian
pada formula DO 4
4.3.5 Formula DK
DK merupakan demulsifier konvensional atau jenis demulsifier yang pada
umumnya memiliki komposisi dari beberapa zat atau senyawa kimia. Demulsifier
konvensional ini merupakan pembanding yang digunakan untuk melihat kinerja
dari formula organik yang telah diracik. Demulsifier konvensional pada umumnya
diformulasikan dalam pelarut seperti alkohol rantai pendek, aromatik, atau
aromatik aromatik berat dan dapat mengandung campuran beberapa bahan aktif
(Particle Sciences, 2011). Dengan menggunakan demulsifier konvensional waktu
pemisahan air dari emulsi minyak menjadi lebih cepat. Selain itu, demulsifier
konvensional juga tahan terhadap temperatur yang tinggi, yang mana bahan kimia
akan bekerja lebih efektif pada temperatur tinggi. Kombinasi panas dan penerapan
bahan kimia yang dirancang untuk menetralkan efek agen pengemulsi memiliki
keuntungan besar karena dapat memutus film antarmuka (Sulaiman et al., 2015).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan data yang
diperoleh, volume demulsifikasi tertinggi didapatkan pada saat konsentrasi 5 ml
dengan temperatur 80˚C yaitu, 20.5 ml. Sedangkan, perolehan volume
demulsifikasi terkecil dari demulsifier konvensional ini adalah sebesar 18 ml pada
saat (3 ml; 60˚C) dimana hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh dari nilai
maksimumnya. Akan tetapi, dari segi water quality, demulsifier konvensional
menghasilkan kualitas pemisahan air yang buruk. Hal ini disebabkan oleh formula
demulsifier konvensional yang cenderung tidak sepenuhnya larut terhadap
minyak, sehingga mengkontaminasi kualitas dari air yang terpisahkan. Untuk
demulsifier konvensional dibutuhkan solvent guna membantu terlarutnya formula
terhadap minyak sehingga, apabila tidak digunakan kemungkinan solvent dapat
memengaruhi penurunan kualitas dari air pada saat proses demulsifikasi. Untuk
dapat melihat peningkatan yang lebih terstruktur dari efisiensi demulsifikasi hal
ini dapat diketahui berdasarkan data yang telah ditransformasikan ke dalam grafik
beserta contoh pemisahan dan water quality dari formula DK, yang dapat dilihat
pada gambar 4.21 dan 4.22 sebagai berikut;
20
Perolehan Volume Pemisahan Air
1ml (60˚C)
15 3 ml (60˚C)
5 ml (60˚C)
1 ml (70˚C)
10 3 ml (70˚C)
5 ml (70˚C)
1 ml (80˚C)
5
3 ml (80˚C)
5 ml (80˚C)
Gambar 4.21 Grafik perolehan volume pemisahan air terhadap waktu pengujian
pada formula DK
3
Pemisaha
CDO
n
2 CDO
(60˚C)
Perolehan Volume
(70˚C)
CDO
1 (80˚C)
0
0 30 60 90 120 150 180
Waktu Pengujian (menit)
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan uji temperatur terhadap emulsi minyak Lapangan A pada
kondisi temperatur 60˚C, 70˚C, 80˚C baik formula DO 1, DO 2, DO 3,
DO 4, DK, maupun CDO pada berbagai konsentrasi, temperatur
optimal yang didapatkan dari demulsifier konvensional dan
demulsifier organik berbeda. Berdasarkan dari nilai efisiensi
demulsifikasi tertinggi, temperatur optimal untuk demulsifier organik
adalah 60˚C dan 70˚C, sedangkan untuk demulsifier konvensional
adalah 80˚C.
2. Berdasarkan uji konsentrasi dengan 3 perbedaan penambahan volume
formula demulsifier yaitu sebesar 1 ml, 3 ml, dan 5 ml pada setiap
formula dan setiap kondisi temperatur, konsentrasi optimal yang
diperoleh adalah 5 ml. Nilai tersebut diperoleh dari volume
demulsifikasi tertinggi yaitu DO 4 (5 ml, 70˚C ) sebesar 23 ml.
3. Efektivitas demulsifikasi bergantung pada komposisi formula yang
diformulasikan. Efisiensi demulsifikasi tertinggi dari formula
demulsifier lokal diperoleh dari formula DO 2, DO 3, dan DO 4 yang
berasal dari perasan lemon dan campuran dari perasan citrus dengan
sabun cair. Nilai perolehan volume pemisahan air adalah sebesar 22
ml dan 23 ml dari volume awal emulsi yang terdiri dari 50 ml fluida
(25 ml air dan 25 ml minyak).
5.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan, dibutuhkan penelitian lebih
lanjut mengenai pengaruh API, pH, salinitas dan parameter lainnya yang dapat
memengaruhi efisiensi demulsifikasi pada emulsi minyak, serta pengaplikasian uji
demulsifikasi pada temperatur rendah.
62
Universitas Islam Riau
DAFTAR PUSTAKA
Barkat Ali Khan, Akhtar, N., Khan, H. M. S., Waseem, K., Mahmood, T., Rasul,
A., … Khan, H. (2011). Basics of pharmaceutical emulsions: A review.
African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 5(25).
https://doi.org/10.5897/AJPP11.698
Emuchay, D., Onyekonwu, M. O., Ogolo, N. A., & Ubani, C. (2013). Breaking of
Emulsions Using Locally Formulated Demusifiers. SPE, 167528.
https://doi.org/10.2118/167528-MS
Estiasih, T., & Ahmadi, K. (n.d.). Stabilisasi Oksidasi Mikrokapsul – Estiasih dan
Ahmadi J. Tek. Pert. J. Tek. Pert., 5(1), 35–47.
63
Universitas Islam Riau
64
Hayuningwang, D., Fadli, A., & Akbar, F. (2015). Pengaruh Salinitas KCl &
NaCl Terhadap Kestabilan Emulsi Minyak Mentah– Air di Lapangan
Bekasap, PT. Chevron Pacific Indonesia. Jom FTEKNIK, 2(2), 1–11.
L., K., Penniston, M. D., Stephen Y. Nakada, M. D., Ross P. Holmes, P. D., &
Dean G. Assimos, M. D. (2008). Quantitative assessment of citric acid in
lemon juice, lime juice, and commercially-available fruit juice products.
Journal of Endourology, 34(2), 567–570.
https://doi.org/10.1089/end.2007.0304
Liu, D., Suo, Y., Zhao, J., Zhu, P., Tan, J., Wang, B., & Lu, H. (2018). Effect of
Demulsification for Crude Oil-in-Water Emulsion: Comparing CO and
Organic Acids. Energy and Fuels, 32(1).
https://doi.org/10.1021/acs.energyfuels.7b03334
Mat,H., & Al., E. (2006). Study on demulsifier formulation for treating Malaysian
crude oil emulsion. Ministry of Science, Technology and Innovation
(MOSTI), EA098/VOT(December 2013), 158.
Nguyen, D., Sadeghi, N., & Company, N. (2012). Stable Emulsion and
Demulsification in Chemical EOR Flooding : Challenges and Best Practices.
SPE EOR Conference at Oil and Gas West Asia, 154044.
Nguyen, D. T., Sadeghi, N., & Company, N. (2011). SPE 140860 Selection of the
Right Demulsifier for Chemical Enhanced Oil Recovery. SPE International
Symposium on Oilfield Chemistry, 140860(April), 11–13.
Nofrizal, A., & Prashetya, Y. A. (n.d.). Pengaruh Suhu dan Salinity Terhadap
Kestabilan Emulsi Minyak Mentah Indonesia. Jurnal Teknik Kimia
Universitas Diponogoro, 1–9.
Nour, A. H., Abu Hassan, M. A., & Yunus, R. M. (2007). Characterization and
Demulsification of Water-in-Crude Oil Emulsions. Journal of Applied
Sciences, 7, 196–201. https://doi.org/10.3923/jas.2007.196.201
Salam, K. K., Alade, a. O., Arinkoola, a. O., & Opawale, A. (2013). Improving
the Demulsification Process of Heavy Crude Oil Emulsion through Blending
with Diluent. Journal of Petroleum Engineering, 2013, 1–6.
https://doi.org/10.1155/2013/793101
Santos, R. G., Loh, W., Bannwart, A. C., & Trevisan, O. V. (2014). An Overview
of Heavy Oil Properties and Its Recovery and Transportation Methods.
Brazilian Journal of Chemical Engineering, 31(3), 571–590.
https://doi.org/10.1590/0104-6632.20140313s00001853
Sulaiman, A. D. I., Abdulsalam, S., Technology, E., Tafawa, A., Francis, A. O., &
Polytechnic, A. (2015). Formulation of Demulsifiers from Locally Sourced
Raw Materials for. SPE, 178377–MS.
Sun, M., Mogensen, K., Bennetzen, M., & Firoozabadi, A. (2016). Demulsifier in
Injected Water for Improved Recovery of Crudes That Form Water / Oil
Emulsions. SPE Reservoir Evaluation & Engineering, 180914(March 2015),
664–672.
Wiggett, A. J., Hughes, B., Ricza, T., & Plc, M. O. L. (2013). Enhancement of
Heavy Oil Demulsification. SPE Journal, 164335(March), 10–13.
Wylde, J. J., Coscio, S., & Barbu, V. (2008). A Case History of Heavy Oil
Separation in Northern Alberta: A Singular Challenge of Demulsifier
Optimization and Application. 2008 SPE International Thermal Operations
and Heavy Oil Symposium, 1–8.
Yang, Y., Dismuke, K. I., Penny, G. S., Chemical, C., Company, F., Paktinat, J.,
& Services, U. W. (2009). Lab and Field Study of New Microemulsion-
Based Crude Oil Demulsifier for Well Completions. SPE International
Symposium on Oilfield Chemistry, 121762.
Zanten, R. Van, Miller, J. J., & Baker, C. (2012). Improved Stability of Invert
Emulsion Fluids. IADC/SPE, 151404(March), 6–8.
Zhou, H., Dismuke, K., Lett, N., & Penny, G. (2012). Development of More
Environmentally Friendly Demulsifiers. SPE International Symposium and
Exhibition on Formation Damage Control, 151852(February).
https://doi.org/10.2118/151852-MS
DO 1 5 ml 1 ml 2 ml 2 ml 2 ml 3 ml 3 ml Suhu 60ºC,
Crude - - - - 1 ml 1 ml 1 ml Suhu 60ºC,
Oil
DO 2 3 ml 5 ml 10 12 13 15 15 Suhu 60ºC
ml ml ml ml ml
DO 2 5 ml 3 ml 12 20 20 21 22 Suhu 60ºC
ml ml ml ml ml
DO 3 3 ml 15 16 18 18 18 18 Suhu 60ºC
ml ml ml ml ml ml
DO 3 5 ml 5 ml 8 ml 10 11 12 15 Suhu 60ºC
ml ml ml ml
67
DO 4 3 ml 8 ml 10 11 12 14 15 Suhu 60ºC
ml ml ml ml ml
DO 4 5 ml 8 ml 10 12 14 15 15 Suhu 60ºC
ml ml ml ml ml
DK 1 3 ml 18 18 18 18 18 18 Suhu 60ºC
ml ml ml ml ml ml
DO 1 5 ml 2 ml 3 ml 5 ml 5 ml 6 ml 7 ml Suhu 70ºC
Crude - - - - - - - Suhu 70ºC
Oil
DO 4 5 ml 15 18 20 21 22 23 Suhu 70ºC
ml ml ml ml ml ml
DK 1 5 ml 20 20 20 20 20 20 Suhu 70ºC
ml ml ml ml ml ml
DO 1 3 ml 2 ml 3 ml 5 ml 6 ml 6 ml 7 ml Suhu 80ºC
DO 1 5 ml - 0.5 1 ml 1 ml 1 ml 2 ml Suhu 80ºC
ml
DO 2 3 ml 10 13 18 18 18 18 Suhu 80ºC
ml ml ml ml ml ml
DO 2 5 ml 20 20 20 20 20 20 Suhu 80ºC
ml ml ml ml ml ml
DO 3 5 ml 13 19 20 20 20 20 Suhu 80ºC
ml ml ml ml ml ml
DO 4 3 ml 10 12 14 15 16 16 Suhu 80ºC
ml ml ml ml ml ml
DK 1 3 ml 20 20 20 20 20 20 Suhu 80ºC
ml ml ml ml ml ml