Disusun Oleh :
Nama : Farizal Firmansyah
NIM : 195120100111049
Kelas : D-3 SOSIOLOGI
Nomer Absen : 30
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2020
Jalan Veteran, Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia. Telp +62 341 551611, Fax: +62 0341-
565420, Website: https://ub.ac.id
ANALISIS KEBIJAKAN PENANGANAN PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA
MELALUI PRESPEKTIF DEKONSTRUKSI JACQUES DERRIDA
Infeksi Virus Corona atau COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) pertama kali
ditrmukan di China pada 8 Desember 2019. China tercatat sebagai negara yang pertama kali
yang melaporkan kasus COVID-19 di dunia. Banyaknya perubahan tatanan kehidupan di
dunia diakibatkan oleh Virus Corona-19, tak terkecuali di Indonesia. Virus ini pun sudah
melumpuhkan kegiatan manusia mulai dari terserangnya kesehatan hingga aktivitas sosial.
Persebaran virus yang kian tak kunjung mereda, membuat pemerintah terpaksa membuat
aturan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran COVID-19. World Health
Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) dalam websitenya menyebutkan bahwa infeksi
virus corona yang menyebabkan COVID-19 sudah masuk kedalam kategori pandemi.
Definisi dari kata ‘pandemi’ dilansir dari (Ristyawati, 2020) dalam KBBI
didefinisikan sebagai keadaan dimana suatu wabah menyebar secara luas dan menyangkut
daerah geografi yang luas. Pandemi sendiri merupakan salah satu level penyakit yang
berdasarkan penyebarannya. Pada umumnya terdapat tiga level penyakit yang dikenal dalam
dunia epidemiologi, yakni endemi, epidemi, dan pandemi. Ketiga level penyakit tersebut
masing-masing defininya diberikan oleh Centre for Disease Control and Prevention (CDC).
Sedangkan endemi adalah kehadiran konstan suatu penyakit menular pada suatu populasi
dalam cakupan wilayah tertentu. Epidemi adalah pertambahan angka kasus penyakit,
biasanya secara tiba-tiba, di atas batas normal yang diprediksi pada populasi di suatu area.
Pandemi adalah epidemi yang sudah menyebar ke beberapa negara dan benua dengan jumlah
penularan yang masif (Tahrus, 2020:7).
Logosentrisme merupakan anggapan bahwa suatu hal yang pertama merupakan hal
yang paling benar, kemudian hal-hal lainnya selalui lebih terpinggir dibanding hal yang
pertama (Tana, 2021). Setelah mengetahui makna dari logosentrisme maka selanjutnya
adalah pengertian dari dekonstruksi. Dekonstruksi sendiri dimaknakan sebagai suatu
pemikiran skeptis dan bersifat destruktif. Kata dekonstruksi sendiri berasal dari bahasa
prancis “deconstruire” yang berarti membongkar mesin kemudian dapat dipasang kembali.
Pada awalnya pemikiran dekonstruksi ini dianggap negatif karena seolah-olah membongkar
sesuatu yang sudah ada dan dipercayai. Pada awalnya konsep dekonstruksi ini diusulkan
Derrida untuk mengubah sebuah teks atau susuan kata yang kemudian akan memberikan
makna yang baru. Derrida juga menganggap bahwa konsep dekonstruksi merupakan hal yang
positif karena dapat membuka pikiran-pikiran, ia juga menambahkan bahwa konsep
dekonstruksi dapat membuka pemikiran yang tertutup (Q'Donnell, 2009:58 dalam Putra,
2013).
Dikutip dari cnbcindonesia.com melalui surat edaran nomer 4 tahun 2020 Nadiem
Makarim selaku mendikbud mengeluarkan himbauan untuk melaksanakan pembelajaran
dirumah untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19 dan sampai saat ini himabuan
tersebut masih berlaku. Alasan yang diberikan pemerintah adalah untuk mengurangi cluster
penyebaran virus (Bestari, 2020). Kebijakan mengenai pembelajaran dirumah ini dikeluhkan
oleh para pelajar maupun guru, mereka menganggap bahwa pembelajaran daring tidak efektif
dan menyulitkan. Narasi utama yang hadir dari kebijakan ini adalah bagaimana dampak
negatif yang dirasakan oleh para siswa maupun guru dari pembelajaran daring.
Hal ini dapat dikaji melalui prespective dekonstruksi Derrida, Derrida tidak akan
memfokuskan dalam satu titik utama ia akan melihat sisi lain dari sebuah kejadian dalam hal
ini kebijakan pemebelajaran daring. Melalui cara pandang dekonstuksi Derrida penulis
melihat kebijakan pembelajaran daring adalah hal yang bagus untuk mempercepat penerapan
teknologi secara umum di Indonesia khususnya bidang edukasi. Sebelum adanya pandemi
COVID-19 cara pembelajaran masih terpusat pada cara lama dengan datang kesekolah dan
bertemu guru. Namun dengan adanya pandemi COVID-19 kita dipaksa untuk melakukannya
secara daring. Proses ini secara tidak langsung mengajarkan secara paksa masyarakat
Indonesia untuk bisa beradaptasi terhadap teknologi yang sudah ada. Derrida akan selalu
melihat sisi lain atau prespektif lain dari suatu kejadian yang terjadi.
Konsep multitafsir ini pernah terjadi pada kebijakan “New Normal” yang dikeluarkan
pemerintah pada akhir bulan Mei 2020. Dalam artikel Tirto.id disebutkan bahwa konsep new
normal adalah mempercepat penanganan pendemi COVID-19 dengan mempertimbangkan
kesiapan daerah dan studi epidemiologis (Putsanra, 2020). New normal sendiri bukan
menunjukan bahwa kondisi sudah menjadi normal seperti sebelum pandemi, melainkan kita
diharuskan untuk menerapkan kebiasan-kebiasaan baru saat pendemi COVID-19 masih
berlangsung. Dengan mendengar kata “normal” banyak dari masyarakat Indonesia yang
menafsirkan bahwa pandemi sudah berakhir dan dapat menjalankan aktivitasnya seperti
biasa. Hal ini terbukti dari salah satu pengakuan pengguna kereta pada saat penerapan new
normal dikutip dari tempo.co penumpang bernama Nita Hapsari menyebutkan bahwa kondisi
kereta sudah ramai seperti pada kondisi normal sebelum pandemi (Firmansyah, 2020).
Kondisi pemberian makna new normal yang berbeda antara pemerintah dan masyarakat
merupakan contoh konsep different milik Derrida. Pemerintah mendefinisikan konsep new
normal dengan cara masyarakat bisa beraktivitas kembali namun dengan menaati protokol
kesehatan sementara itu masyarakat mendefinisikan bahwa pandemi sudah selesai dan dapat
beraktivitas seperi biasanya.
Bestari, N. (2020, December 31). 2020: Pertama Dalam Sejarah, Sekolah Tutup Beralih ke
Online. Retrieved June 9, 2021, from cnbcindonesia.com website:
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20201231175605-37-212819/2020-pertama-
dalam-sejarah-sekolah-tutup-beralih-ke-online
Firmansyah, M. (2020, June 2). Menjelang New Normal, Penumpang KRL: Ramai, Kayak
Udah Nggak PSBB - Metro Tempo.co. Retrieved June 9, 2021, from Tempo.co website:
https://metro.tempo.co/read/1348732/menjelang-new-normal-penumpang-krl-ramai-
kayak-udah-nggak-psbb/full&view=ok
Putra, R. (2013). Dekonstruksi teks “kepemimpinan” sebagai bentuk gerakan sosial ekspresif
oleh komunitas anti bupati di kabupaten nganjuk. Sosiologi, 1(1), 1–11.
Putsanra, D. (2020, May 26). Apa Itu New Normal dan Bagaimana Penerapannya Saat
Pandemi Corona? - Tirto.ID. Retrieved June 9, 2021, from Tirto.id website:
https://tirto.id/apa-itu-new-normal-dan-bagaimana-penerapannya-saat-pandemi-corona-
fCSg
Ristyawati, A. (2020). Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Masa
Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945.
Administrative Law and Governance Journal, 3(2), 240–249.
https://doi.org/10.14710/alj.v3i2.240-249
Suryanto, B. (2013). Filsafat Sosial. In Filsafat Sosial (1st ed.). Malang: Aditya Media
Publishing.
Suryanto, B. (1996). Postmodernisme Tantangan Bagi Filsafat I
Tana, Y. (2021). Memahami Teori Dekonstruksi Jacques Derrida sebagai Hermeneutika
Radikal | LSF Discourse. Retrieved June 9, 2021, from lsfdiscourse.org website:
https://lsfdiscourse.org/memahami-teori-dekonstruksi-jacques-derrida-sebagai-
hermeneutika-radikal/
Tahrus, Z. (2020). Dunia Dalam Ancaman Pandemi : Kajian Transisi Kesehatan Dan
Mortalitas Akibat Covid-19. (March). https://doi.org/10.13140/RG.2.2.36367.53922