Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Nilai Guna (Utility) dan Tingkat Kepuasan


Konsumen
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ekonomi Kesehatan
Dosen Pengampu : Anif Prasetyorini, SKM.,M.Kes.

DISUSUN OLEH :
Yasmine Alisha Tari Syahputri 202012012

PRODI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


STIKES YAYASAN RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Nilai Guna (utility) dan Tingkat Kepuasan Konsumen ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen Anif Prasetyorini, SKM.,M.Kes. pada mata kuliah Ekonomi Kesehatan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
pengertian hukum dan pengukuran utility bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Anif Prasetyorini, selaku dosen
pengampu mata kuliah Ekonomi Kesehatan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Gresik, 27 Februari 2021


DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................6
C. Tujuan............................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Pengertian Nilai Guna (Utility).....................................................................................................7
B. Hukum Nilai Guna (Utility)...........................................................................................................8
C. Cara Pengukuran Nilai Guna (Utility).........................................................................................9
D. Konsekuensi Hukum Nilai Guna (Utility) Kardinal.................................................................13
E. Identifikasi Dimensi Tingkat Kepuasan Bidang Kesehatan.....................................................16
F. Jurnal Survey Need Deman dan Utility.....................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................................21
PENUTUP................................................................................................................................................21
A. Simpulan.......................................................................................................................................21
B. Saran.............................................................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penting untuk memahami dan mengetahui prinsip dasar nilai guna


(utility) dan tingkat kepuasan konsumen, apakah telah mampu memberikan
kepuasan kepada konsumen dan juga penting untuk mengetahui kebutuhan yang
diperlukan konsumen dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen. Wijaya
(2011:52) mengungkapkan kualitas layanan adalah ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspetasi pelanggan.
Tujuan utama dari konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk (barang / jasa)
yang dijual di pasar adalah memaksimumkan kepuasan total. Segala usaha yang
dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan pendapatan yang
terbatas dapat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap barang dan jasa di
pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan konsumen secara lebih
akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang akan menyederhanakan
realitas ekonomi. Atas dasar beberapa hal tersebut maka terdapat pokok bahasan
teori nilai guna (utility).

Dalam sejarahnya, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih
dahulu dikembangkan untuk menerangkan perilaku individu dalam memilih
barang barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis
tersebut telah memberikan gambaran yang cukup jelas tentang prinsip prinsip
pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang orang yang berfikir secara
rasional dalam memilih berbagai barang keperluannya. Para konsumen pada
umumnya akan mencari barang atau jasa yang dapat memberikan yang terbaik
kepadanya.

Kepuasan sangat bersifat subjektif dan unik bagi setiap pelanggan,


pelanggan (klien/pasien) yang merasa puas adalah mereka yang mendapatkan
value dari pemberi layanan/pemasok/produsen suatu produk (barang/jasa).
Value di sini bisa bermakna produk, layanan, sistem, maupun sesuatu yang
bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahwa value itu adalah
produk yang berkualitas, maka kepuasan akan terjadi hanya jika pelanggan
tersebut mendapatkan produk/barang yang berkualitas. Kalau value itu adalah
kenyamanan, maka dia akan puas bila pelayanan yang diberikan pemberi.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengertian dan penjelasan teori nilai guna (utility) dalam ekonomi
dan tingkat kepuasan konsumen dibidang kesehatan?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami teori
nilai guna (utility) dalam ekonomi dan tingkat kepuasan konsumen dibidang
kesehatan.

b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus makalah ini antara lain :
1) Untuk Mengetahui dan memahami pengertian, hukum, dan cara
pengukuran utility.
2) Untuk mengetahui dan memahami konsekuensi dari hukum marginal
utility.
3) Untuk mengetahui dan memahami cara pengukuran utility (tingkat
kepuasan).
4) Untuk mengidentifikasi dimensi tingkat kepuasan bidang kesehatan.
5) Untuk menganalisis jurnal suvey need demand dan utility.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai Guna (Utility)

Utility atau nilai guna sering digunakan sebagai istilah untuk


menjelaskan mengenai suatu manfaat barang atau komoditas tertentu. Pada teori
keseimbangan, diketahui bahwa teori keseimbangan menggambarkan antara
kesesuaian antara permintaan dan penawaran. Permintaan timbul karena konsumen
memerlukan manfaat dari komoditas yang diminta. Manfaat inilah yang dikenal
dengan istilah utilitas (utility). Jadi sebenarnya permintaan suatu komoditas
menggambarkan permintaan akan manfaat dari komoditas tersebut (Sugiarto Dkk,
2007)

Teori utility sering digunakan sebagai pendekatan dalam menjelaskan perilaku


konsumen. Pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap orang dalam perannya
sebagai konsumen membutuhkan bermacam barang dan jasa yang semua harus
diimbangi dengan kemampuan membeli. Konsumen harus berhadapan dengan pilihan
jenis dan jumlah barang dan jasa yang harus di beli serta harga yang harus dibayar
untuk mendapatkan barang dan jasa yang dituju.

Konsumen yang bertindak ekonomis harus mempertimbangkan pengorbanan,


yaitu harga yang harus dibayar dan hasilnya, yaitu manfaat atau nilai guna atau
kepuasan yang diperoleh dari pengeluaran uang tersebut. Sebagai contoh yaitu jika
seseorang hanya mempunyai satu baju yang baik, maka manfaat baju yang satu itu
(dan penilaiannya terhadap baju itu) amat besar. Jika baju tersebut sobek, maka
seseorang itu akan merasa susah dan perlu/butuh untuk membeli baju lain meskipun
harus membayar harga yang cukup mahal. Tetapi jika seandainya terdapat persediaan
10 baju yang masih baik di almari, manfaat dari satu potong baju itu tidak dirasakan
begitu besar. Kalau ada satu baju yang sobek, maka tingkat kebutuhan terhadap
pembelian baju menjadi menurun.

Utility atau daya guna suatu barang sebenarnya berarti kemampuan barang
tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia secara obyektif. Produksi menciptakan
kemampuan tersebut. Namun baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsi. Oleh
karena itu, pengertian utility dalam analisis perilaku konsumen berarti manfaat yang
dirasakan dari konsumsi suatu barang atau kepuasan yang diperoleh dari barang / jasa
tersebut dan dengan demikian juga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility
juga merupakan suatu yang subyektif, tergantung pada pribadi yang melekat pada diri
konsumen yaitu sejauh mana kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa
tertentu (Gilarso, 2003).

B. Hukum Nilai Guna (Utility)

Hukum nilai guna yang semakin menurun dikenal dengan Hukum Gossen I,
dikemukaan oleh Herman Henrich Gossen (1818-1859), seorang ahli ekonomi dari
Jerman.Hipotesis teori nilai guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna kardinal
menurun (Law Diminishing Kardinal Benefit):
“Tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan
suatubarang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus
menambah komsumsinya keatas barang tersebut dan pada akhirnya tambahan
nilaiguna akan menjadi negatif”

Hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus menerus dalam


mengonsumsi suatu barang, tidak secara terus menerus menambah kepuasan yang
dinikmati orang yang mengonsumsinya. Pada mulanya, setiap tambahan konsumsi
akan mempertinggi tingkat kepuasan orang tersebut, namun semakin lama, tingkat
kepuasan seseorang tersebut akan semakin menurun.

Pada akhirnya, tambahan nilai guna akan menjadi negatif yang artinya apabila
konsumsi atas barang tersebut ditambah satu unit lagi maka nilai guna total akan
menjadi semakin sedikit. Misalnya, apabila seseorang yang sedang merasa haus
memperoleh segelas air, maka ia memperoleh sejumlah kepuasan dan jumlah
kepuasan itu akan menjadi bertambah tinggi apabila ia dapat meminum segelas air
lagi. Kepuasan yang lebih tinggi akan diperolehnya apabila ia diberi kesempatan
untuk memperoleh gelas yang ke tiga. Pertambahan kepuasan ini tidak terus
berlangsung, misalnya pada gelas yang ke lima, ia merasa bahwa yang diminumnya
sudah cukup banyak dan sudah memuaskan dahaganya.

Gelas ke enam akan ia tolak karena dia merasa lebih puas meminum lima gelas
air dari pada enam gelas air. Artinya, pada gelas yang ke enam, tambahan nilai guna
adalah negatif. Nilai guna total dari meminum enam gelas air adalah lebih rendah dari
nilai guna yang diperoleh dari meminum lima gelas air. Hukum nilai guna marjinal
yang semakin menurun dapat dipahami lebih jelas dalam contoh secara angka dan
selanjutnya, contoh tersebut digambarkan dengan grafik.
C. Cara Pengukuran Nilai Guna (Utility)

1. Cara Pengukuran Nilai Guna Kardinal

Dalam pendekatan marginal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh


seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Pendekatan ini bertitik
tolak pada anggapan bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan angka.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendekatan ini:
a. Nilai Guna Total / Total Utility (TU)
Nilai Kepuasan secara keseluruhan yang diperoleh konsumen dalam
mengkonsumsi barang / jasa.
Contohnya : Saat mengkonsumsi 5 unit diperoleh kepuasan total (TU) 30
b. Nilai Guna Marginal / Marginal Utility (MU)
Tambahan Kepuasan yang diperoleh konsumen dari setiap unit tambahan
barang yang dikonsumsi.
Contohnya : Saat mengkonsumsi 4 unit diperoleh TU 28, sedangkan saat
mengkonsumsi unit diperoleh TU 30, jadi besarnya marginal Utility :
30−28
MU = =2
5−4
c. Nilai Guna Marginal Yang semakin Menurun (Diminishing Marginal
Utility)
Nilai guna marginal (MU) yang diperoleh konsumen untuk setiap
tambahan konsumsi pada mulanya meningkat tetapi sampai pada titik
tertentu akan mengalami penurunan.
Contoh perhitungan dengan pendekatan kardinal adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perhitungan dengan Pendekatan Kardinal
Konsumsi Air Gelas Nilai Guna Total Nilai Guna Marginal
(TU) (MU)
1 50 50
2 90 40
3 100 10
4 100 0
5 80 -20

Keterangan :
1) Pada awalnya TU bertambah dari 50, 90, 100 dan mencapai titik
maksimum 100, bila diteruskan (menum gelas ke 5) TU akan turun
(menjadi 80)
2) Kepuasan maksumum (titik kepuasan maksimum) terjadi pada saat
tingkat TU sama dengan tingkat TU sebelumnya dan MU sama
dengan nol (pada gelas ke-4)
3) Setelah mencapai kepuasan maksimum TU akan mengalami
penurunan (pada gelas ke 5)
4) MU turun terus dari 50, 40, 10, 0, -20 (berlakunya Law of
Diminishing Marginal Utility)

D. Konsekuensi Hukum Nilai Guna (Utility) Kardinal

Konsep nilai guna telah dikembangkan oleh beberapa ahli, salah satunya
adalah Herman Heinrich Gossen. Gossen menjelaskan mengenai nilai guna total dan
nilai guna kardinal dalam hukum Gossen I.Nilai guna total adalah kepuasan total
yang dinikmati oleh konsumen ketika mengkonsumsi sejumlah barang tertentu
secara keseluruhan, sedangkan nilai guna kardinal adalah tambahan kepuasan yang
diperoleh dari setiap penambahan konsumsi barang tersebut.

Dalam nilai guna kardinal dikenal sebuah hukum yaitu Law of Diminishing
Kardinal Utility atau hukum penurunan nilai guna. Hukum tersebut menyatakan
bahwa individu akan mendapatkan nilai guna yang semakin sedikit dari suatu barang
apabila barang tersebut dikonsumsi terus menerus. Pada tahap awal konsumsi, nilai
guna yang diperoleh individu akan bertambah seiring dengan bertambahnya unit
konsumsi. Hal ini akan berlangsung hingga mencapai satu titik tertentu, titik ini
dapat dijelaskan sebagai tahap individu memperoleh kepuasan maksimal. Setelah
melewati titik tersebut, apabila individu tetap melanjutkan konsumsi atas barang
yang sama, maka nilai guna yang diperoleh justru semakin menurun.

Perubahan nilai guna kardinal suatu barang dapat dipengaruhi oleh perubahan
cita rasa dan perubahan pendapatan konsumen. Perubahan cita rasa konsumen dapat
terjadi dengan membandingkan barang yang biasa dikonsumsi dengan barang
lain akibat terjadi perubahan harga pada barang tersebut. Harga suatu barang yang
semakin naikmenyebabkan nilai guna marginalnya semakin rendah, sebaliknya harga
barang yang mengalami penurunan akan menyebabkan nilai guna marginalnya
semakin tinggi.
Teori nilai guna dapat menerangkan mengenai wujud kelebihan
kepuasan yang dinikmati oleh konsumen, atau disebut sebagai surplus konsumen.
Surplus konsumen menunjukkan adanya perbedaan antara kepuasan yang
diperoleh dibandingkan dengan pembayaran yang dilakukan untuk mendapatkan
produk atau jasa tersebut, dalam hal ini diasumsikan bahwa kepuasan yang
diperoleh seseorang selalu lebih besar. Surplus konsumen berkaitan dengan nilai
guna kardinal yang semakin sedikit. Misal pada barang ke-n yang dibeli, nilai guna
marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian, karena nilai guna kardinal
barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya, maka nilai guna kardinal barang
sebelumnya lebih tinggi dari harga barang tersebut, dan perbedaan harga yang
terjadi merupakan surplus konsumen.

Penggambaran tentang cardinal utility dan law diminshing cardinal utility


adalah ketika seseorang sedang lapar maka iya akan makan, setiap nasi yang ia
makan akan memiliki nilai kepuasan namun bila porsinya ditambah terus menerus
pada suatu saat akan kenyang disini disebut dengan titik kepuasaan maksimal.
Namun bila sudah mencapai kepuasaan maksimal dan terus ditambah maka akan
menurunkan nilai kepuasannya, sama seperti bila sudah kenyang namun porsi
makanan terus ditambah maka pada suatu saat akan muntah.

Gambar 2.4. Kurva law diminshing cardinal utility


Terlihat pada kurva 2.3 bahwa konsumsi suatu barang secara kontinyu akan
mencapai suatu titik yang disebut dengan titik kepuasaan puncak atau titik jenuh . dan
konsumsi yang dilakukan setelah mencapai titik puncak akan menurunkan tingkat
kepuasan dari barang tersebut secara total.
Gambar 2.5. Kurva nilai guna suatu barang
Gambar 2.5 menggambarkan tentang nilai guna suatu barang. Jumlah barang yang terus
ditambahkan akan menurunkan tingkat nilai guna dari barang tersebut.
Jika nilai guna menurun, maka solusinya adalah melakukan inovasi. Inovasi
digunakan produsen untuk mencegah konsumen beralih ke produk pesaing. Dengan kata
lain, inovasi dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan konsumen. Inovasi dilihat
sebagai generator penciptaan dan perbaikan atau modifikasi nilai guna. Ketika nilai guna
sudah berada pada titik maksimal dan akan turun, maka diperlukan sebuah inovasi untuk
membuat nilai guna kembali naik. Inovasi adalah pengenalan cara baru dalam mengubah
input menjadi output sehingga menghasilkan perubahan besar dalam perbandingan
antara nilai guna yang dipersepsikan oleh konsumen atas manfaat produk (barang
atau jasa) dan harga (nilai moneter) yang ditetapkan produsen untuk dikenakan kepada
konsumen dan/atau pengguna. Setiap usaha bisnis atau usaha pelayanan publik
hendaknya berinovasi untuk menciptakan nilai guna yang lebih tinggi atas produk yang
dihasilkannya bagi konsumen atau pengguna atau pasar yang ditargetkan. Inovasi ini
harus melihat dari kacamata konsumen, bukan dari kacamata produsen semata.
Bentuk inovasi seperti inovasi produk yang dapat mencakup perubahan dalam
bungkus produk, ukuran produk atau model produk termasuk warna produk, inovasi
proses dalam bentuk proses produksi menjadi lebih efisien, inovasi sistem distribusi
seperti membuat saluran distribusi lebih sederhana, dan inovasi manajemen seperti
membuat organisasi lebih fleksibel. Apapun jenis inovasi yang dilakukan, pada akhirnya
konsumen yang menentukan keputusan membeli atau tidak membeli produk yang
ditawarkan kepadanya. Karenanya, menjadi penting untuk memperhatikan prinsip
inovasi, yaitu bahwa konsumen menjadi pusat dari proses penciptaan nilai dalam inovasi.

Pembuatan atau penciptaan produk baru harus mempertimbangkan


masukan dari konsumen. Karenanya, konsumen harus dilibatkan dari awal proses inovasi
atau penciptaan nilai. Aspek personal atau pengalaman personal konsumen dalam inovasi
menjadi penting. Hal ini berlaku pula untuk produk- produk kerajinan dan seni.
Bagaimana menciptakan produk-produk kerajinan dan seni yang diminati oleh
konsumen, tentunya dengan tetap mempertahankan kreativitas dan idealisme atau cita-
cita luhur pencipta produk itu sendiri. Prinsip inovasi mempunyai pengaruh pada
bagaimana proses penciptaan nilai dilakukan yaitu prosesnya harus bersifat ko-kreatif
(value cocreation), antara produsen dan konsumen atau calon konsumen.
Nilai guna menurut persepsi konsumen, sangat dipengaruhi oleh pengalaman
konsumen dalam ikut menciptakan nilai dan dalam menggunakan produk dibandingkan
dengan harga produk (konsumen memperoleh surplus konsumen). Semakin tinggi nilai
guna dibandingkan dengan harganya (konsumen mengalami surplus konsumen), semakin
besar kemungkinan konsumen membeli produk. Dan semakin menarik bagi produsen
untuk terus melakukan aktivitas produksi atau aktivitas penciptaan nilainya (yang
mengikutsertakan konsumen). Ini akan berdampak pada peningkatan nilai tambah bisnis
perusahaan. Keuntungan atau surplus yang diperoleh produsen adalah pertama-tama
hasil dari usahanya dalam memenuhi kebutuhan konsumen, dalam memenuhi atau
menciptakan nilai yang baik bagi konsumen dan menurut persepsi konsumen yang sudah
dilebur dalam proses penciptaan nilai bersama dengan produsen. Suatu proses yang
indah, adanya lingkaran saling ketergantungan yang membawa manfaat bagi banyak
pihak.
Ada dua kondisi ekonomi yang diperlukan agar kegiatan penciptaan nilai
bertahan. Pertama, harga yang dikenakan harus melebihi biaya produksi (uang,
waktu, biaya, kesenangan) yang dialami produsen dalam menciptakan nilai tersebut,
paling tidak pada suatu waktu tertentu ketika proses pertukaran terjadi. Kedua, harga
yang konsumen ingin bayar merupakan fungsi dari selisih kinerja antara nilai guna
yang baru dari produk baru atau dari produk lama yang sudah mengalami re-touch dan
alternatif produk terdekat yang konsumen miliki (produk-produk yang sudah ada).
Karenanya, produsen sangat penting dan perlu untuk mengikutsertakan konsumen
dalam proses penciptaan nilai. Kondisi pertama dan kedua di atas akan berjalan dengan
baik pada saat produsen berfokus pada proses penciptaan nilai yang melibatkan
konsumen (value co-creation). Tanpa adanya keuntungan/marjin positif yang produsen
alami dan tanpa adanya kelebihan nilai guna dibanding harga (surplus konsumen)
yang konsumen/pengguna alami maka dalam jangka panjang, baik konsumen/pengguna
maupun produsen tidak ingin mengulangi keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan
penciptaan nilai tersebut. Produsen harus memfokuskan proses penciptaan nilai dengan
melibatkan konsumen atau calon konsumen (value cocreation).
E. Identifikasi Dimensi Tingkat Kepuasan Bidang Kesehatan

Menurut Budiastuti (2002 dalam Purwanto, 2007) pasien dalam


mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa
faktor, antara lain kualitas produk, harga, service quality, emotional faktor, kemudahan
dan iklan / promosi yang dijanjikan pemberi pelayanan/produsen barang. Tetapi ada saat
dimana kualitas dan harga ternyata bukan jaminan untuk memuaskan pelanggan.
Kualitas yang baik dan harga yang murah akan menjadi hal yang tidak bermakna bila
pelayanan yang diberikan karyawan tidak baik (tidak ramah, prosedur yang susah, dan
pelayanan yang tidak nyaman). Kualitas pelayanan disokong oleh tiga hal, yaitu sistem,
teknologi, dan manusia. Menurut konsep service quality yang populer, ServQual
dinyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu reliability,
responsiveness, assurance, empathy, dan tangible (Parasuraman, 1985 dalam
Rahmulyono, 2008).

5 dimensi kualitas pelayanan :


1. Reliability, diartikan sebagai kehandalan institusi dalam memberikan pelayanan
kepada pelanggannya. Dalam pelaksanaannya, dimensi ini memuat dua unsur
utama, yaitu kemampuan institusi untuk memberikan pelayanan
sebagaimana yang dijanjikannya dan keakuratan pelayanan yang diberikan atau
seberapa jauh institusi mampu meminimalisir/mencegah terjadinya kesalahan/error
dalam proses pelayanan yang diberikan. Rumah sakit/tempat pelayanan kesehatan
akan menjadi tidak reliabel bila hasil tes laboratorium yang diterima pasien ternyata
tertukar dengan pasien lain, ataupun kecerobohan-kecerobohan lainnya. Ada
beberapa hal yang harus dilakukan institusi untuk mewujudkan pelayanan yang
reliable, di antaranya adalah melakukan pendidikan dan pelatihan kepada
karyawan secara berkesinambungan sehingga mereka menjadi karyawan yang
benar-benar mampu memberikan pelayanan yang reliable (zero defect/free
error) sekaligus memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya pelayanan
yang reliable. Selain itu, institusi juga perlu menyediadan infrastruktur yang
menunjang program free error. Dalam seting pelayanan rumah sakit, pelayanan
yang reliabel berarti pelayanan yang bebas dari kesalahan pengkajian,
diagnosa, maupun penanganan, tidak terjadi malpraktik, dan pelayanan yang
diberikan memberikan jaminan perbaikan kondisi pasien yang berobat.
2. Responsivenes, dimensi kualitas pelayanan ini mengandung arti kecepatan/
ketanggapan pemberian layanan. Dimensi yang satu ini termasuk dimensi yang
paling dinamis. Seiring dengan peningkatan intensitas aktivitas masing-masing
individu, harapan pelanggan akan dimensi ini semakin meningkat. Setiap
pelanggan semakin mengharapkan waktu tunggu yang semakin pendek. Pada
aspek ini, seorang pasien akan merasa puas kalau mereka mendapatkan
pelayanan yang cepat (tidak membutuhkan waktu tunggu yang lama).
3. Assurance, Merupakan kemampuan institusi untuk meyakinkan pelanggan bahwa
layanan yang diberikan dapat dipercaya/terjamin. Ada empat aspek yang
membangun dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan
keamanan. Aspek keramahan warga institusi dapat dinilai dari senyuman, intonasi
bicara, bahasa dan sikap tubuh selama berkomunikasi dan memberikan
pelayanan kepada pelanggan. Sepintas menumbuhkan budaya ramah bukan
hal yang sulit. Namun pada kenyataannya membuat warga institusi untuk
tersenyum saat memberikan pelayanan butuh banyak hal, dari mulai penempelan
pin yang disematkan di baju pemberi layanan, memeang slogan-slogan,
pelatihan, bahkan sampai pengaturan reward yang sesuai, dll. Pelanggan juga akan
mempercayai institusi bila pemberi layanan adalah orang yang kompeten dan
memiliki kredibilitas dalam bidangnya. Selain itu, pelanggan juga
membutuhkan jaminan keamanan. Seorang pasien akan merasa puas bila dilayani
oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi, ahli farmasi) yang mampu
memberikan pelayanan yang ramah, kompeten, oleh orang kredibel, dan juga aman.
4. Tangible, Unsur ini mewakili penilaian pelanggan terhadap apa-apa yang bisa
diilhatnya. Meskipun pada kenyataannya pelayanan tidak bisa diraba, dicium,
maupun dilihat, namun pada kenyataannya pelanggan akan menilai
pelayanan yang diterimanya berdasar dari hasil penginderaannya terhadap
banyak hal dalam bentuk persepsi. Seorang pasien akan menilai/mempersepsikan
pelayanan yang diberikan rumah sakit memuaskan bila bangunan rumah sakitnya
memiliki design yang modern, lingkungannya (ruang perawatan, ruang tunggu,
kamar mandi, dll) bersih, terkesan mewah, peralatan yang digunakan serba
canggih, seragam perawat/karyawannya rapih, bersih dan modelnya menarik, dan
lain-lain.
5. Empathy, Secara umum aspek ini memang sering dianggap tidak terlalu penting
oleh para pelanggan. Namun bagi pelanggan dari kalangan tertentu (menengah
ke atas) unsure ini menjadi hal yang cukup penting. Mereka merasa ego, status,
dan gengsinya tetap terpelihara atau bahkan terus menerus ditingkatkan dihadapan
banyak orang. Hal ini sesuai dengan teori Maslow tentang kebutuhan dasar
manusia. Setiap orang yang sudah mencapai pemenuhan kebutuhan tingkat
tertenu tidak akan terpuaskan bila mendapatkan hal-hal yang bersifat pemenuhan
kebutuhan di tingkat yang lebih rendah. Hal inilah yang mendasari institusi pemberi
pelayanan (termasuk rumah sakit) memberikan pelayanan dalam tingkaan kelas;
kelas ekonomi, bisnis, ekskutif, dst. Selain itu, dimensi empati adalah dimensi
yang memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang bersifat
surprise. Misalnya dengan selalu menyebut nama pelanggan, memberilkan ucapan/
hadiah di kala pelanggan/anggota keluarga ulang tahun, dll.

F. Jurnal Survey Need Deman dan Utility

Reseme Jurnal
1. Judul Jurnal : Analisis Kebutuhan (Need) Masyarakat Terhadap Pelayanan
Kesehatan Di puskesmas Mulyorejo Kota Surabaya
2. Judul : Analisis Kebutuhan (need) masyarakat terhadap pelayanan
masyarakat
3. Volume : Vol. 7 nomor 4 2016
4. Tahun : 2016
5. Penulis : Rindha Mareta
6. Tanggal : Oktober 2016
A. Latar Belakang

Terkait dengan analisis kebutuhan (need) masyarakat terhadap pelayanan


masyarakat, setiap orang akan berusaha dengan berbagai cara untuk mengatasi
dan mengobati penyakit yang dideritanya hingga sembuh. Seseorang dalam
mencapai kesembuhan yang diharapkan terkadang membutuhkan bantuan dari
pihak lain dalam hal ini adalah sarana pelayanan kesehatan, salah satunya adalah
Puskesma. Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dari Dinas
Kesehatan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Salah satu tugas Puskesmas adalah memelihara
dan meningkatan kesehatan perorangan, keluarga, dan masyrakat berserta
lingkungannya. Sehingga suatu wilayah tersebut dapat kesehatannya dapat terjaga
dengan baik. Tetapi pada kenyataannya, Puskesmas harus bersaing dengan sarana
pelayanan kesehatan yang lain seperti rumah sakit, klinik swasta, praktek
dokter, dll. Hal ini dikarenakan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap
Puskesmas dalam banyak hal. Adanya ketidakpuasan tersebut merupakan
kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan pelayanan kesehatan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui kebutuhan (need) masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di


wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo.

C. Metodelogi

Metodelogi yang digunakan adalah menggunakan kuesioner yang


diberikan kepada masyarakat yang ada di sekitar wilayah kerja puskemas
Mulyorejo. Pertanyaan dalam kuesioner merupakan gabungan pertanyaan tertutup
dengan memilih langsung jawaban pilihan yang telah disediakan dan 2
pertanyaan terbuka dengan cara mengisi isian. Hasil survey dengan kuesioner
responden dianalisis secara deskriptif.

D. Hasil

a. Pemilihan langkah yang dilakukan ketika sakit


Hasil yang didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dilakukan ketika sakit
adalah lebih dari separuh responden memilih untuk memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan yakni sebesar 68%.
b. Pemilihan tempat memeriksa diri jika sakit
Berdasarkan sebaran jawaban responden saat ditanyai mengenai pemilihan
tempat pelayanan kesehatan yang dituju jika sakit maka jawaban terbanyak
adalah datang ke puskesmas yakni sebesar 52% dan juga ke dokter praktek
sebesar 24%.
c. Kebutuhan akan dokter spesialis jika sedang berobat
Berdasarkan sebaran jawaban responden saat ditanyai mengenai kebutuan akan
dokter spesialis jika sedang berobat dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden menyatakan tidak membutuhkan pelayanan dokter spesialis pada
saat berobat yakni sebesar 76%.
d. Pemilihan petugas kesehatan yang diinginkan untuk melayani
Dapat disimpulkan jawaban bahwa Petugas kesehatan yang paling banyak
diinginkan saat berobat ke sarana pelayanan adalah dokter umum yakni sebesar
88%.
e. Alasan pemilihan sarana pelayanan kesehatan jika sedang sakit
Dapat disimpulkan jawaban bahwa 34% memilih lokasi saranan
pelayanan kesehatan yang tidak jauh dari rumah. Sebesar 16% memilih
untuk datang ke dokter yang terampil dan ke sarana pelayanan kesehatan yang
pelayanannya mudah dan cepat.
f. Tempat pelayanan kesehatan yang dipilih saat sakit
Dapat disimpulkan bahwa 58% responden pada saat sakit memilih untuk
menuju ke kesehatan yang mereka gunakan untuk berobat. Dan, sebanyak
20% memilih berobat ke dokter praktek.
g. Jenis pelayanan kesehatan yang digunakan
Dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari responden memilih balai pengobatan
umum atau poli umum sebagai jenis pelayanan kesehatan yang digunakan,
yakni sebesar 82% responden.
h. Biaya yang dikeluarkan saat melakukan pemeriksaaan
Sebanyak 54% resonden mengatakan menggunakan asuransi (BPJS, Askes, dll)
sehingga gratis. Sedangkan 46% responden adalah pasien umum dimana kisaran
biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 5.000,- sampai dengan Rp 300.000,-
bergantung kepada jenis pelayanan dan obat yang digunakan.

E. Kesimpulan

Masyarakat di wilayah Puskesmas Mulyorejo membutuhkan pelayanan


kesehatan di Puskesmas dengan alasan lokasi tidak jauh dengan rumah disbanding
fasilitas kesehatan yang lain. Masyarakat lebih membutuhkan dokter umum
dibanding tenaga kesehatan yang lain. Masyarakat membutuhkan poli umum saat
awal berobat ke pelayanan kesehatan dibanding poli yang lain. Dan masyarakat di
wilayah Puskesmas Mulyorejo menggunakan BPJS saat berobat ke pelayanan
kesehatan.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Pengertian utility dalam analisis perilaku konsumen berarti manfaat yang


dirasakan dari konsumsi suatu barang atau kepuasan yang diperoleh dari barang / jasa
tersebut dan dengan demikian juga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility
juga merupakan suatu yang subyektif, tergantung pada pribadi yang melekat pada diri
konsumen yaitu sejauh mana kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa
tertentu.
B. Saran

Demikian makalah yang saya buat, semoga bermanfaat. Apabila terdapat


kritik dan saran silahkan disampaikan karena saya menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih banyak kesalahan dan sangat jauh dari kata sempurna. Tentunya,
penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Apabila ada salah mohon dimaafkan dan
dimaklumi.

Anda mungkin juga menyukai