Anda di halaman 1dari 102

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS

SEDIAAN MASKER CLAY YANG MENGANDUNG


AMPAS KOPI (Coffea arabica L.)

SKRIPSI

OLEH:
AGUSTINA SYAPUTRI DAMANIK
NIM 141501195

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS
SEDIAAN MASKER CLAY YANG MENGANDUNG
AMPAS KOPI (Coffea arabica L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
AGUSTINA SYAPUTRI DAMANIK
NIM 141501195

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

ii
Universitas Sumatera Utara
Pembimbing, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt.
NIP 195807101986012001 NIP 195306251986012001

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt


NIP 195807101986012001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.


NIP 196005111989022001

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS


SEDIAAN MASKER CLAY YANG MENGANDUNG
AMPAS KOPI (Coffea arabica L.)

OLEH:
AGUSTINA SYAPUTRI DAMANIK
NIM 14151195

Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 16 Agustus 2018

Medan, Oktober 2018


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang

berjudul “Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Masker Clay yang Mengandung

Ampas Kopi (Coffea arabica L.)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Masker clay adalah sediaan kosmetik perawatan kulit wajah tipe wash off

yang praktis digunakan. Ampas kopi merupakan hasil samping ekstraksi kopi

yang masih dapat digunakan sebagai kosmetik dan memiliki kandungan

berkhasiat seperti kafein, asam organik, mineral, antioksidan dan memiliki tekstur

butiran scrub yang baik untuk mengangkat sel kulit mati, menghaluskan, dan

melembapkan kulit. Tujuan penelitian adalah formulasi dan uji efektivitas masker

clay ampas kopi sebagai perawatan kulit wajah. Hasil penelitian menunjukkan

formulasi masker clay ampas kopi memberikan efektivitas sebagai perawatan kulit

wajah. Penggunaan sediaan masker selama empat minggu perawatan

menunjukkan peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik. Penulis memiliki

harapan agar skripsi ini kiranya dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis tidak lupa

menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia

Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis selama

penelitian, kepada Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.

iv
Universitas Sumatera Utara
Nazliniwaty, M. Si., Apt., selaku dosen penguji, dan Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S.,

Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi beserta seluruh dosen pengajar di Fakultas

Farmasi atas arahan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama

di bangku perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Jarmen

Damanik, S.T, Ibunda Renna Siagian, S.Pd., kakak saya Rani Damanik, S.Pd.,

Febrina Damanik, SKM., adik saya Surya Damanik, Parasian Damanik serta

seluruh keluarga dan sahabat yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan

dukungan penuh kepada penulis tanpa henti selama ini. Akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2018


Penulis,

Agustina Syaputri Damanik


NIM 141501195

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : Agustina Syaputri Damanik

Nomor Induk Mahasiswa : 141501195

Program Studi : Reguler Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Masker Clay


yang Mengandung Ampas Kopi (Coffea arabica L.)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat
karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam
skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Utara, dan bukan menjadi tanggungjawab pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk


dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS
SEDIAAN MASKER CLAY YANG MENGANDUNG
AMPAS KOPI (Coffea arabica L.)

ABSTRAK

Latar belakang: Ampas kopi adalah residu yang diperoleh selama proses
penyeduhan kopi. Ampas kopi memiliki kandungan berkhasiat seperti kafein,
asam klorogenik, dengan tekstur butiran scrub yang baik untuk mengangkat sel
sel kulit mati, menghaluskan, dan melembapkan kulit sehingga dapat digunakan
sebagai masker clay. Masker clay adalah sediaan kosmetik perawatan kulit wajah
tipe wash off yang praktis digunakan.
Tujuan: Tujuan penelitian adalah formulasi dan uji efektivitas masker clay dari
ampas kopi (Coffea arabica L.)
Metode: Metode penelitian meliputi pengolahan ampas kopi, pengeringan dan
pengayakan dengan ayakan mesh 40. Hasil ampas kopi yang telah diayak
diformulasi sebagai masker clay dengan konsentrasi ampas kopi 5% (FI); 10%
(FII), 15% (FIII) dan tanpa menggunakan ampas kopi (blanko). Evaluasi sediaan
masker clay meliputi evaluasi mutu fisik sediaan, uji homogenitas, uji stabilitas
selama 12 minggu penyimpanan (bau, warna, pH dan konsistensi), uji waktu
sediaan mengering. Uji iritasi terhadap kulit dari sukarelawan dan uji efektivitas (
kadar air, kehalusan, pori, noda) sediaan masker clay ampas kopi (Coffea arabica
L.) dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan setiap minggu 1 kali sesudah
pemakaian selama 4 minggu. Uji efektivitas masker clay menggunakan alat skin
analyzer. Data hasil uji dianalisis secara statistik dengan metode Shapiro-Wilk
Test dilanjutkan dengan metode Kruskal Wallis Test.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan masker clay berbentuk
pasta, berwarna coklat muda hingga coklat tua, berbau khas, homogen, stabil
selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar (20±5°C), nilai pH (5,5-6,5)
dan lama waktu pengeringan (13-26 menit), tidak mengiritasi sukarelawan. Hasil
pengujian efektivitas sediaan masker clay ampas kopi (Coffea arabica L.) dengan
konsentrasi 15% memberikan hasil yang lebih baik yaitu dapat meningkatkan
kadar air (14,9%) menambah kehalusan (22,4%) menurunkan ukuran pori ( 24%)
dan menurunkan jumlah noda (32,2%) dibandingkan dengan blanko, ampas kopi
konsentrasi 5% dan 10%. Hasil uji data secara statistik menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan pada kadar air antar formula.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian disimpulkan ampas kopi dapat
diformulasikan sebagai sediaan masker clay dan stabil pada penyimpanan 12
minggu, masker clay ampas kopi 15% memiliki efektivitas yang lebih baik
dibandingkan dengan konsentrasi 5%; 10% dan blanko.

Kata kunci: Formulasi, Ampas kopi, Masker clay

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION AND EVALUATION OF EFFECTIVENESS
OF COFFEE GROUND (Coffea arabica L.) CLAY MASK

ABSTRACT

Background: Coffee grounds are residues obtained during brewing coffee


process. It have nutritious ingredients such as caffeine, chlorogenic acids and have
good scrub grains texture to remove dead skin cells, smooth, and moisturize the
skin so it can be used as clay mask. Clay mask is a wash off type cosmetic facial
skin care preparation that is practical to use.
Purpose: The aim of this research is to formulate and test the effectiveness of
clay mask from coffee grounds (Coffea arabica L.)
Method: Research methods include processing of coffee grounds, drying and
sieving with mesh sieve 40. The result of the coffee grounds that had been sifted
are formulated as clay mask formulation with coffee grounds concentration 5%
(FI); 10% (FII), 15% (FIII) and without using coffee grounds (blank). Evaluation
of clay mask preparation includes evaluation of physical quality of preparations,
homogeneity test, stability test for 12 weeks storage (odor, color, pH and
consistency), test of drying time. Irritation test for volunteer skin and effectivity
test (moisture content, evenness, pore, spot) of coffee grounds (Coffea arabica L.)
clay mask done to 12 volunteers every week once after use clay mask for 4
weeks. Test the effectivity of clay mask using skin analyzer tool. Test result data
were analyzed statistically by Shapiro Wilk Test method and continued with
Kruskal Wallis Test method.
Result: The results showed that all clay mask preparations were in paste form,
brown to dark brown, smelled distinctive, homogeneous, stable during 12 weeks
storage at room temperature (20±5 ° C), pH value (5.5-6.5) and drying time (13-
26 minutes), did not irritate volunteers. The results of effectivity test of coffee
grounds (Coffea arabica L.) clay mask with 15% concentration give better result
that can increase moisture content (14.9%) and evenness (22.4%) decreased pore
size (24%) and spot (32.2%) compared to blank, 5% and 10% concentration
coffee grounds. The results of statistical tests showed a significant difference in
the water content between formulas.
Conclusion: Based on the research concluded coffee grounds can be formulated
as clay mask preparation and stable at 12 weeks storage, 15% coffee clay mask
has better effectivity compared with blank, 5% and 10% concentration.

Keyword: Formulation, Effectiveness, Coffee Ground, Clay Mask.

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT .......................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................ vii

ABSTRACT .............................................................................................. viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................... 3

1.3 Hipotesis ............................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 3

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................ 4

1.6 Kerangka Penelitian .......................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

2. 1 Kopi Arabika ..................................................................... 6

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ............................................. 6

2.1.2 Sinonim .................................................................... 6

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Morfologi ................................................................. 6

2.1.4 Daerah Tumbuh ....................................................... 7

2.1.5 Kandungan ............................................................... 7

2.1.6 Kegunaan ................................................................. 7

2.2 Proses Pengolahan Kopi .................................................... 8

2.3 Ampas Kopi ...................................................................... 9

2.3.1 Kafein ....................................................................... 9

2.3.2 Asam Klorogenat ...................................................... 10

2.4 Kulit .................................................................................. 11

2.4.1 Fungsi Biologis Kulit ............................................... 11

2.4.2 Struktur Kulit ........................................................... 12

2.4.2.1 Epidermis ..................................................... 13

2.4.2.2 Dermis .......................................................... 14

2.4.2.3 Subkutan ....................................................... 14

2.4.3 Jenis Kulit ................................................................ 14

2.5 Kosmetik ........................................................................... 15

2.5.1 Kosmetik Riasan ...................................................... 15

2.5.2 Kosmetik Perawatan ................................................. 15

2.6 Masker ............................................................................... 16

2.6.1 Fungsi dan Manfaat Masker ..................................... 16

2.6.2 Cara Penggunaan Masker ......................................... 17

2.7 Masker Clay ...................................................................... 17

2.7.1 Mekanisme Masker Clay .......................................... 18

2.7.2 Komponen Masker Clay .......................................... 19

x
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.1 Bentonit ........................................................ 19

2.7.2.2 Kaolin ........................................................... 19

2.7.2.3 Xanthan Gum ............................................... 19

2.7.2.4 Gliserin ......................................................... 20

2.7.2.5 Sodium Lauril Sulfat .................................... 21

2.7.2.6 Nipagin ......................................................... 21

2.7.2.7 Natrium Metabisulfit .................................... 22

2.7.2.8 Aquadest ....................................................... 22

2.8 Exfoliation ......................................................................... 22

2.9 Skin Analyxer .................................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 25

3.1 Alat dan Bahan .................................................................. 25

3.1.1 Alat-alat .................................................................... 25

3.1.2 Bahan ........................................................................ 25

3.2 Sukarelawan ...................................................................... 26

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ............................. 26

3.3.1 Teknik Pengumpulan Sampel .................................. 26

3.3.2 Pengolahan Sampel ................................................... 26

3.4 Pemeriksaan Karakteristik ................................................ 27

3.4.1 Penetapan Kadar Air ................................................ 27

3.4.2 Penetapan Kadar Abu Total ..................................... 27

3.5 Skrining Fitokimia ............................................................ 28

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida ............................................. 28

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoida .......................................... 28

xi
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Pemeriksaan Senyawa Fenolik dan Asam Galat ...... 28

3.6 Formulasi Sediaan Masker Clay ....................................... 29

3.6.1 Formula Standar ....................................................... 29

Formula Modifikasi .................................................. 29

3.6.3 Prosedur Pembuatan Sediaan Basis Masker Clay..... 30

3.6.4 Formulasi Masker Clay mengandung Ampas Kopi . 30

3.7 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan ............................................. 31

3.7.1 Uji Homogenitas ...................................................... 31

3.7.2 Pengukuran pH ......................................................... 31

3.7.3 Pengujian Waktu Sediaan Mengering ...................... 31

3.7.4 Pengamatan Stabilitas Sediaan ................................. 32

3.8 Uji Iritasi Sukarelawan ...................................................... 32

3.9 Pengujian Efektivitas Perawatan Kulit Wajah .................. 32

3.10 Analisis Data ..................................................................... 33

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 34

4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi....................................... 34

4.2 Hasil Pemeriksaan Skrining ............................................. 34

4.3 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Clay ............................ 35

4.4 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Masker ..................... 35

4.4.1 Hasil Pemeriksaan Homogenitas ............................. 35

4.4.2 Hasil Pengukuran pH .............................................. 36

4.4.3 Hasil Pengujian Sediaan Mengering ....................... 37

4.4.4 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan ...................... 37

4.4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ......... 38

xii
Universitas Sumatera Utara
4.5 Hasil Pengujian Efektivitas Perawatan Kulit Wajah ........ 39

4.5.1 Kadar Air (Moisture) ............................................... 40

4.5.2 Kehalusan ................................................................ 42

4.5.3 Pori (Pore) ............................................................... 45

4.5.4 Noda (Spot) .............................................................. 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 51

5.1 Kesimpulan ....................................................................... 51

5.2 Saran .................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 52

LAMPIRAN .............................................................................................. 56

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Manfaat kopi ............................................................................... 7

2.2 Parameter hasil pengukuran dengan alat skin analyzer .............. 24

3.1 Formulasi modifikasi sediaan ..................................................... 29

3.2 Komposisi formula 5%, 10%, 15% ............................................ 30

4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik ampas kopi .............................. 35

4.2 Hasil skrining fitokimia ampas kopi ........................................... 35

4.3 Hasil uji pH sediaan .................................................................... 37

4.4 Hasil uji waktu sediaan mengering ............................................. 38

4.5 Hasil pengamatan stabilitas ........................................................ 39

4.6 Data hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ......................... 40

4.7 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit


sukarelawan ................................................................................ 41

4.8 Data hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit


sukarelawan ................................................................................ 44

4.9 Data hasil pengukuran pori-pori (pore) pada kulit sukarelawan. 46

4.10 Data hasil pengukuran noda (spot) pada kulit sukarelawan ....... 49

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ………………………………………. 4

2.1 Struktur buah kopi ....................................................................... 7

2.2 Proses pengolahan buah kopi menjadi minuman kopi ................ 8

2.3 Struktur kimia kafein ................................................................... 9

2.4 Struktur kimia asam klorogenik .................................................. 10

2.5 Struktur kulit ............................................................................... 12

2.6 Struktur kimia xanthan gum ........................................................ 20

2.7 Struktur kimia gliserin ................................................................. 20

2.8 Struktur kimia sodium lauril sulfat ............................................. 21

2.9 Struktur kimia nipagin ................................................................. 22

4.1 Hasil uji homogenitas .................................................................. 36

4.2 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada wajah


sukarelawan ................................................................................. 41

4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada wajah


sukarelawan ................................................................................. 44

4.4 Grafik hasil pengukuran pori-pori (pore) pada wajah


sukarelawan ................................................................................. 46

4.5 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada wajah sukarelawan.... 49

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Bagan pembuatan masker clay ............................................ 56

2. Contoh surat pernyataan sukarelawan .................................. 57

3. Gambar alat dan bahan ........................................................ 58

4. Gambar sediaan masker clay dan pengaplikasiannya ......... 61

5. Gambar hasil pengukuran menggunakan alat skin analyzer 63

6. Data hasil uji statistik .......................................................... 71

7. Perhitungan persen pemulihan ............................................ 78

8. Perhitungan penetapan kadar air ........................................ 85

9. Perhitungan penetapan kadar abu total ................................ 86

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada semua

makhluk hidup, meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit (Jusuf, 2005).

Apabila kulit wajah tidak dibersihkan dan dirawat dengan teratur akan

mengakibatkan sel kulit mati menumpuk, menghambat produksi kolagen, memicu

terbentuknya garis-garis halus dan kerutan pada kulit. Selain itu dapat

menimbulkan kulit kusam, kering, dan flek pada wajah (Rahim dan Nofiandi,

2014).

Perawatan kulit sangat diperlukan untuk memelihara agar kulit tetap sehat,

indah dan terlihat bersih baik dari dalam dan dari luar. Facial adalah salah satu

perawatan kulit dari luar, yang mencakup face cleansing, eksfoliasi, steam,

masker, dan moisturizing (Rahim dan Nofiandi, 2014; Noormindhawati, 2013).

Masker wajah adalah pasta krim (gel) yang diterapkan pada wajah setelah

dibersihkan, baik digunakan setidaknya satu atau dua kali seminggu. Mengandung

mineral, vitamin, dan protein dan terdapat berbagai jenis masker dan cara aplikasi

masker untuk tujuan yang berbeda (Fauzi dan Nurmalina 2012; Mitsui, 1997).

Salah satu yang sangat populer sediaan masker wajah adalah tipe wash off dengan

basis clay, yang sering disebut dengan clay facial masks atau dengan nama di

pasaran adalah sediaan “mud packs” (Gaffney, 1992). Masker ini tidak

membutuhkan waktu yang lama untuk pengeringan, mampu membersihkan

1
Universitas Sumatera Utara
hingga ke pori, memiliki daya penyerapan yang baik dan tidak mengiritasi kulit

normal (Balsam dan Sagarin, 1972).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2014), jumlah kafe, kedai kopi dan

restoran di Indonesia tumbuh pesat sebesar 15-20% dan akan terus meningkat.

Sekitar 6 juta ton ampas kopi diproduksi didunia setiap tahun oleh industri kopi

(Mebrahtu, 2014). Peningkatan bisnis kedai kopi berimbas terhadap ampas kopi

yang dibuang ke lingkungan. Ampas kopi adalah residu yang diperoleh selama

proses penyeduhan. Merujuk pada residu kopi setelah digunakan (Cruz, dkk.,

2012). Menurut penelitian Cameron dan O’Melly (2016) ampas kopi adalah

produk limbah utama yang dihasilkan oleh proses ekstraksi kopi espresso. Biji

kopi mengandung beberapa kelas bahan kimia yang berhubungan dengan

kesehatan, seperti senyawa fenolik, melanoidin, diterpenes, xanthines dan

prekursor vitamin. Karena senyawa-senyawa ini hanya diekstrak sebagian selama

proses brewing, ampas kopi merupakan sumber potensial senyawa bioaktif karena

ampas kopi yang tersisa setelah ekstraksi tetap memiliki kandungan penting

seperti kafein, asam organik, mineral dan antioksidan yang memiliki berbagai

aplikasi dalam industri makanan, kosmetik dan farmasi (Acevedo, dkk., 2013).

Menurut penelitian Aprilia (2013), ampas kopi juga dikenal sebagai abrasiver

(pengampelas) yang berfungsi sebagai penghalus kulit. Ampas kopi dengan

tekstur kasar mengandung butiran scrub yang sangat baik untuk mengangkat sel-

sel kulit mati dan melembapkan kulit (Dewi, 2012).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai

formulasi sediaan masker clay dengan zat aktif ampas kopi sebagai perawatan

kulit wajah. Dan dilakukan evaluasi sediaan meliputi evaluasi mutu fisik; uji

2
Universitas Sumatera Utara
homogenitas; uji stabilitas selama 12 minggu penyimpanan (bau, warna, pH, dan

konsistensi); uji waktu sediaan mongering, uji iritasi terhadap 12 sukarelawan

selama 4 minggu dan uji efektivitas (kadar air, kehalusan, pori, noda) sediaan

masker clay.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ampas kopi dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan masker

clay?

2. Apakah perbedaan konsentrasi ampas kopi mempengaruhi efektivitas?

3. Apakah penggunaan sedian masker clay mengandung ampas kopi

menunjukkan peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat

minggu perawatan?

1.3 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Ampas kopi dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan masker clay.

2. Perbedaan konsentrasi ampas kopi mempengaruhi efektivitas.

3. Penggunaan sediaan masker clay mengandung ampas kopi menunjukkan

peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu

perawatan.

3
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah ampas kopi dapat diformulasikan dalam bentuk

sediaan masker clay.

2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi ampas kopi terhadap

efektivitas.

3. Untuk mengetahui peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama

empat minggu perawatan dengan masker clay mengandung ampas kopi.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah meningkatkan daya dan

hasil guna dari ampas kopi dalam bidang kosmetika yaitu sebagai masker, sediaan

kosmetik perawatan kulit wajah.

4
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter


Ampas Kopi
- Homogenitas
- Stabilitas
(bau, warna,
konsistensi)
- pH
Evaluasi sediaan - Uji Iritasi
masker clay - Waktu
Formulasi masker Mengering
clay ampas kopi
- Kadar air
- Kehalusan
Efektivitas - Noda
- Pori

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi Arabika

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Integrated Taxonomic Information System (2011), sistematika

tumbuhan kopi arabika sebagai berikut:

Kindom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabica L.

2.1.2 Sinonim

Coffea corymbulosa Bertol.; Coffea laurifolia Salisb.; Coffea moka

Heynh.; Coffea sundana Miq.; Coffea vugaris Moench. (Ditjen Farmalkes, 2015).

2.1.3 Morfologi

Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang, dapat tumbuh mencapai tinggi 12

meter. Tanaman kopi mulai berbunga setelah berumur 2 tahun. Bunga kopi

berukuran kecil. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal buah

yang mengandung dua bakal biji (Najiyati dan Danarti, 2001).

Buah kopi memiliki kulit yang halus dan keras berwarna merah-violet

ketika matang. Ada mesocarp kekuning-kuningan lembut yang ditutupi oleh

6
Universitas Sumatera Utara
pericarp. Kemudian, ada endocarp kekuning-kuningan tipis yang disebut

perkamen. Kulit perak menutupi setiap belahan biji kopi (endosperm). Struktur

buah kopi atau kopi berry digambarkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Buah Kopi (Esquivel dan Jimenez, 2011)

2.1.4 Daerah Tumbuh

Tumbuhan kopi arabika dapat tumbuh dengan ketinggian 700-1.700 meter

diatas permukaan air laut, suhu 16-20°C dan beriklim kering tiga bulan secara

berturut-turut. Tanaman kopi arabika tidak tahan dingin dan suhu minimum harus

diatas 4-5°C. Suhu optimum untuk budidaya tumbuhan kopi arabika adalah

kisaran 18-25°C (Esquivel dan Jimenez, 2011).

2.1.5 Kegunaan

Tabel 2.1 Manfaat Kopi (Ditjen Farmalkes, 2015)


INCI Name Kegunaan
Coffea arabica fruit powder Antioxidant, flavouring, skin
conditioning
Coffea arabica fruit extract Antioxidant
Coffea arabica leaf/seed extract Masking, skin conditioning
Coffea arabica seed extract Masking, skin conditioning
Coffea arabica seed oil Masking
Coffea arabica seed powder Abrasive

7
Universitas Sumatera Utara
2.2 Proses Pengolahan Kopi

Kopi adalah salah satu minuman paling populer di dunia dan merupakan

hasil dari proses teknologi yang panjang dan kompleks, dari persiapan budidaya

hingga pengolahan menjadi minuman. Selama seluruh rantai pengolahan kopi,

beberapa residu diperoleh. Residu ini dapat dibagi dalam dua kategori: yang

dihasilkan di negara-negara produsen, mewakili >50% dari massa buah kopi, dan

yang diproduksi di negara-negara konsumen setelah pengolahan minuman, yang

disebut "ampas kopi" (Cruz, dkk., 2012). Proses pengolahan buah kopi menjadi

minuman kopi ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Buah Kopi

Pencucian

Metode Basah Metode Kering

Penyangraian

Penggilingan

Penyeduhan Residu Ampas


Kopi

Minuman Kopi

Gambar 2.2 Proses pengolahan buah kopi menjadi minuman kopi (Esquivel dan
Jimenez, 2011).

8
Universitas Sumatera Utara
2.3 Ampas Kopi

Ampas kopi adalah residu yang diperoleh selama proses penyeduhan

Merujuk pada residu kopi setelah digunakan (Cruz, dkk., 2012). Menurut

penelitian Cameron dan O’Melly (2016) ampas kopi adalah produk limbah utama

yang dihasilkan oleh proses ekstraksi kopi espresso. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa residu ampas kopi masih mengandung sejumlah senyawa

bioaktif tertentu seperti senyawa fenolik, asam klorogenik, flavonoid, dan

senyawa organik (yaitu asam lemak, lignin, selulosa, hemiselulosa, dan

polisakarida lain) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber produk bernilai

tambah (Camposvega, dkk., 2015; Acevedo, dkk., 2013; Mussato, dkk., 2011).

Jumlah senyawa ini dalam ampas kopi tergantung pada berbagai faktor, misalnya,

varietas kopi, penanganan pra dan pasca panen, mesin brewing (Cruz, dkk., 2012)

dan metode ekstraksi (Chirinos, 2011).

2.3.1 Kafein

Kafein, 1,3,7-trimethyl-xanthine, alkaloid purin, adalah senyawa inti

yang terkandung dalam kopi. Meskipun kandungan kafein dalam ampas kopi

lebih rendah dibandingkan dari biji kopi, sejumlah besar kafein masih tetap ada.

Berbagai konsentrasi kafein (0,007 - 0,5%) telah didapat melalui penelitian

tergantung pada proses ekstraksi dan sumber ampas kopi (Camposvega, dkk.,

2015).

Gambar. 2.3 Struktur kimia kafein (Herman, 2012).

9
Universitas Sumatera Utara
Kafein semakin banyak digunakan dalam kosmetik karena sifat aktivitas

biologisnya tinggi dan kemampuan menembus barrier kulit. Formulasi topikal

yang tersedia secara komersial, biasanya mengandung 3% kafein. Untuk tujuan

kosmetik, kafein digunakan untuk membantu melindungi sel terhadap radiasi UV,

memperlambat proses fotoaging kulit, dan meningkatkan mikrosirkulasi darah

(Herman, 2012).

2.3.2 Asam Klorogenik

Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Klorogenik (Kitagawa, dkk., 2011)

Asam klorogenik adalah ester dari asam trans-sinamat dan asam quinic.

Ester asam klorogenik yang biasanya ditemukan dalam biji kopi adalah asam

caffeic, asam ferulat, dan asam p-coumaric.

Seperti polifenol tanaman lainnya, aplikasinya untuk tujuan topikal, seperti

fotoproteksi terhadap kerusakan kulit yang diinduksi UV (fotoaging), pencegahan

kanker kulit, dan perawatan kulit. Berbeda dari polifenol tanaman lainnya, seperti

resveratrol, quercetin, dan genistein, asam klorogenat bersifat hidrofilik dan larut

dalam air (Kitagawa, dkk., 2011).

Berdasarkan penelitian Yen, dkk., (2005) ditemukan sejumlah setara

kandungan fenolat dalam residu ampas kopi. Mussatto, dkk., (2011) menganalisis

ampas kopi dan memverifikasi keberadaan konten asam klorogenik. Penelitian

oleh Aprilia (2013) menemukan rata-rata sebesar 80 – 222 mg/100 g kandungan

10
Universitas Sumatera Utara
asam klorogenik dari 10 jenis residu ampas kopi berbeda yang dikumpulkan dari

berbagai kedai kopi.

2.4 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5m 2 dengan berat

kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis,

dan sensitive, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi

tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

2.4.1 Fungsi biologis kulit

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang memiliki fungsi biologis

antara lain :

a. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan

berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan

tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah

masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga

berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar.

b. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan

konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi

saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi,

sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi.

11
Universitas Sumatera Utara
c. Persepsi sensoris

Kulit merupakan indera yang melindungi tubuh terhadap rangsangan dari

luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor tekanan,

reseptor raba, reseptor suhu dan reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh

reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh

korteks serebri.

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk kedalam tubuh melalui dua

jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah

larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut

dalam air (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.2 Struktur kulit

Secara hispatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu: 1) Lapis

epidermis atau kutikel; 2) Lapis dermis (korium, kutis vera, true skin); dan 3)

Lapis subkutis (hipodermis) (Wasitaatmadja, 1997).

Gambar 2.5 Struktur Kulit (Wasitaatmadja, 1997)

12
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.1 Epidermis

Para ahli histologi membagi epidermis menjadi lima lapisan, yakni:

1. Lapisan Tanduk (Stratum corneum)

Terdiri dari beberapa lapis sel yang mati, tidak memiliki inti, tidak

mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung

air, sebagian besar terdiri dari keratin. Permukaan stratum korneum dilapisi oleh

lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam disebut mantel asam kulit.

2. Lapisan Jernih (Stratum lucidum)

Terletak tepat dibawah stratum korneum. Merupakan lapisan yang tipis,

jernih, mengandung eleidin, alas pada telapak tangan dan telapak kaki. Antara

stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang

disebut rein’s barrier yang tidak bisa ditembus (impermeable).

3. Lapisan Berbutir-butir (Stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratin yang berbentuk polygonal, berbutir kasar,

berinti mengkerut. Ditemukan bahwa didalam butir keratohyalin itu terdapat

bahan lain khususnya tembaga yang menjadi katalisator proses pertandukan kulit.

4. Lapisan Malpighi (Stratum spinosum)

Memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval.

Setiap layer berisi filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Cairan masih

ditemukan dalam lapisan Malpighi ini

5. Lapisan Basal (Stratum germinativum)

Merupakan lapisan terbawah epidermis. Terdapat sel melanosit, fungsinya

membentuk pigmen melanin dan memberikannya pada sel keratin melalui

dendritnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

13
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.2 Dermis

Lapisan dermis jauh lebih tebal daripada epidermis, terbentuk oleh

jaringan elastis dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan rambut

sebagai adneksa kulit. Terdiri atas:

1. Pars papilaris yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

2. Pars retikularis yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis,

terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin, dan retikulin (Wasitaatmadja,

1997).

2.4.2.3 Subkutan

Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar,

berisi sel-sel lemak didalamnya. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus

berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan (Wasitaatmadja, 1997).

2.4.3 Jenis kulit

Pada umumnya, keadaan kulit dibagi menjadi 3 jenis (Wasitaatmadja,

1997):

1. Kulit normal

Kulit normal merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan

mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.

2. Kulit berminyak

Kulit berminyak adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan

kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya

pori-pori kulit besar sehingga kesannya kasar dan lengket.

3. Kulit kering

14
Universitas Sumatera Utara
Kulit kering adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang

kurang ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat

kerutan.

2.5 Kosmetik

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan

pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian

luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,

mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.5.1 Kosmetik Riasan

Kosmetik jenis ini adalah kosmetik paling populer di masyarakat.

Diperlukan untuk merias wajah dan menutupi ketidaksempurnaan pada kulit

sehingga penampilan jadi lebih menarik. Kosmetik riasan menjadi sesuatu yang

dibutuhkan untuk meningkatkan rasa percaya diri (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.5.2 Kosmetik Perawatan

Perawatan kulit diperlukan seseorang untuk memelihara agar kulit tetap

sehat, bersih dan sedap dipandang mata. Maksud dan tujuan perawatan kulit

bermacam-macam, misalnya pembersih, pelembap, penipis dan proteksi. Setiap

tujuan mempunyai tata cara berbeda di antara kosmetika satu dengan yang lainnya

(Wasitaatmadja, 1997)

Perawatan kulit dibagi menjadi perawatan dari dalam dan dari luar.

Perawatan dari dalam meliputi pengonsumsian jamu dan ramuan tradisional serta

pperawatan dari luar meliputi facial, body scrubbing, skin moisturizing, body

15
Universitas Sumatera Utara
massage, spa dan lulur. Perawatan wajah yaitu facial meliputi face cleansing,

exfoliation, steam, masker dan moisturizing. Setelah melakukan kompres hangat

(steaming) perawatan wajah dilanjutkan dengan menggunakan masker

(Noormindhawati, 2013).

2.6 Masker

Masker merupakan salah satu jenis kosmetik perawatan yang cukup

dikenal dan banyak digunakan. Masker bekerja mendalam dalam mengangkat sel-

sel tanduk yang sudah mati pada kulit. Ia digunakan setelah massage (pengurutan)

dengan cara dioleskan pada kulit wajah kecuali alis, mata, dan bibir (Muliyawan

dan Suriana, 2013).

2.6.1 Fungsi dan manfaat masker

Fungsi masker antara lain:

a. Memperbaiki dan merangsang aktivitas sel-sel kulit yang masih aktif

b. Mengikat kotoran dan sel-sel tanduk yang masih terdapat pada kulit secara

mendalam

c. Memberi nutrisi, menghaluskan, melembutkan dan menjaga kelembaban

kulit

d. Mencegah, mengurangi dan menyamarkan kerusakan-kerusakan pada kulit

seperti gejala keriput dan hiperpigmentasi

e. Memperlancar aliran darah dan getah bening pada jaringan kulit

(Mulyawan dan Suriana, 2013).

16
Universitas Sumatera Utara
Manfaat masker antara lain:

a. Kulit yang rutin dirawat menggunakan masker wajah akan meningkatkan

taraf kebersihan, kesehatan dan kecantikannya

b. Kulit tampak lebih kencang, halus, dan lembut.

c. Kulit yang rutin dirawat menggunakan masker wajah akan terhindar dari

gejala penuaan dini

d. Wajah senantiasa tampak lebih cerah, segar, dan sehat (Mulyawan dan

Suriana, 2013)

2.6.2 Cara Penggunaan Masker

Cara penggunaan masker meliputi:

 Pastikan wajah dalam keadaan bersih dan kering.

 Pengolesan masker dilakukan merata pada permukaan kulit wajah dan

dihindari area mata, mulut dan hidung.

 Diamkan hingga masker mengering.

 Masker dibersihkan dengan handuk lembut yang telah dicelupkan dalam

air hangat

 Wajah lalu dibilas menggunakan handuk yang telah dicelupkan dalam air

dingin untuk meringkas pori-pori.

 Dikeringkan menggunakan handuk yang bersih (Noormindhawati, 2013).

2.7 Masker Clay

Masker wajah dengan tipe clay telah banyak digunakan karena

kemampuannya yang mampu meremajakan kulit. Perubahan kulit terasa ketika

masker mulai memberikan efek yang menarik lapisan kulit ketika masker

17
Universitas Sumatera Utara
mengering. Sensasi ini menstimulasi sensasi penyegaran kulit dimana clay jenis

pasta mampu mengangkat kotoran dari wajah. Kotoran dan komedo terangkat

ketika sediaan dicuci dari kulit wajah. Efek setelah penggunaan masker adalah

kulit yang tampak cerah dan bersih (Harry, 2000).

Menurut Polumulo (2015), Masker lumpur ini berfungsi untuk

mengangkat kotoran serta mendetoksifikasi kulit wajah. Basis lumpur yang

digunakan yaitu kombinasi antara kaolin dan bentonit. Kegunaan utama tipe ini

adalah membersihkan dan melembapkan.

2.7.1 Mekanisme Kerja Masker Clay

Clay menyerap lemak dan kotoran dari kulit wajah. Masker wajah

biasanya tertinggal di wajah selama sekitar 10–25 menit, untuk memungkinkan

sebagian besar air menguap dan lapisan clay yang dihasilkan berkontraksi dan

mengeras, setelah itu clay dicuci (Viseras, dkk., 2007).

Faktor utama yang membentuk clay adalah mineral clay seperti bentonit

dan kaolin. Mineral clay ini akan mengeras dan membentuk massa padatan seiring

dengan hilangnya air karena penguapan. Kaolin digunakan sebagai pengental dan

pelekat, dapat menarik kelebihan minyak dan kotoran penyumbat pori-pori,

mengadsorpsi partikel kecil dengan mudah. Kaolin mencegah timbulnya jerawat,

membersihkan kulit wajah, melancarkan peredaran darah, serta membuat kulit

halus dan lembut. Sedangkan bentonit berkhasiat sebagai pelembut dengan

menyerap kotoran dan minyak berlebih serta mengangkat penyumbatan pori-pori.

Bentonit memiliki keunggulan sebagai absorben dengan tingkat plastisitas lebih

tinggi dari kaolin sehingga memberikan rasa kencang dan dan tidak mudah pecah

ketika mengering (Polumulo, 2015; WHO, 2005).

18
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Komponen Bahan Masker Clay

2.7.2.1 Bentonit

Bentonit dengan nama lain Albagel; E558; Magnabrite; mineral soap;

Polargel; soap clay; taylorite; Veegum HS; wilkinite adalah mineral kristal,

seperti tanah liat, pucat, kekuning-kuningan, atau krim bubuk halus keabu-abuan,

yang bebas dari pasir. Terdiri dari partikel sekitar 50-150 mm dalam ukuran sama

dengan banyak partikel sekitar 1–2 mm. Bentonit adalah silicate alumunium

terhidrasi koloid terdiri dari montmorillonite, Al2O3.4SiO2.H2O; juga

mengandung kalsium, magnesium, dan zat besi. Bentonit digunakan terutama

dalam formulasi untuk aplikasi farmasi topikal, dalam sediaan farmasi oral,

kosmetik sebagai adsorben, suspending agent, dan stabilizing agent (Rowe, dkk.,

2009).

2.7.2.2 Kaolin

Kaolin dengan nama lain Argilla; bolus alba; China clay; E559; kaolinite;

Lion; porcelain clay; Sim 90; weisserton; white bole dengan rumus empiris

Al2H4O9Si2 berfungsi sebagai adsorben; suspending agent; diluen tablet dan

kapsul. Kaolin berwarna putih hingga putih keabu-abuan, berbentuk serbuk bebas

pasir, berubah menjadi warna gelap ketika menyerap air. Digunakan untuk

formulasi untuk aplikasi farmasi topikal dan sediaan farmasi oral. Merupakan

bahan tidak beracun, esensial, dan nonirritant (Rowe, dkk., 2009).

2.7.2.3 Xantan Gum

Xantan Gum dikenal dengan nama lain Corn sugar gum; E415; Grindsted;

Keldent; Keltrol; polysaccharide B-1459; Rhodicare S; Rhodigel; Vanzan NF;

xanthani gummi; Xantural. Berwarna putih, krem, tidak berbau,

19
Universitas Sumatera Utara
berbentuk serbuk free flowing. Merupakan getah polisakarida dengan berat

molekul tinggi. Mengandung D-glukosa dan D-mannose sebagai unit heksose

yang dominan, bersama dengan asam D-glukuronat, dan dipersiapkan sebagai

natrium, kalium, atau garam kalsium.

Gambar 2.6 Struktur Xantan Gum (Rowe, dkk., 2009)

2.7.2.4 Gliserin

Gambar 2.7 Struktur Gliserin (Rowe, dkk., 2009).


Gliserin dengan nama lain Croderol; glycon G-100; kemstrene; Optim;

Pricerine; 1,2,3-Propanetriol; trihidroksipropan glikol memiliki rumus empiris

C3H8O3. Fungsinya adalah sebagai antimikroba, emolien, humektan, plastisizer,

pelarut, sweetening agent, tonicity agent. Dalam formulasi dan kosmetik farmasi

topikal, gliserin digunakan terutama untuk humektan dan properti emoliennya.

Dalam larutan oral, gliserin digunakan sebagai pelarut, pemanis, pengawet

antimikroba, dan agen peningkat viskositas. Juga digunakan sebagai plasticizer

dan lapisan film. Gliserin juga digunakan dalam formulasi topikal seperti krim

dan emulsi (Rowe, dkk., 2009).

20
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.5 Sodium Lauril Sulfat

Sodium lauryl sulfate (SLS), sodium lauril sulfate atau sodium dodecyl

sulfate (SDS atau NaDS) (C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionik yang

digunakan dalam banyak produk pembersih dan kebersihan. Juga berfungsi

sebagai detergen; emulsifying agent; skin penetrant; tablet and capsule lubricant;

zat pembasah.

Gambar 2.8 Struktur Sodium Lauril Sulfat (Rowe, dkk., 2009).


Molekul ini memiliki ekor 12 atom karbon, melekat pada kelompok sulfat,

memberikan molekul sifat amphiphilic yang dibutuhkan dari deterjen. SLS adalah

surfaktan yang sangat efektif dan digunakan dalam tugas apa pun yang

membutuhkan penghapusan noda dan residu berminyak (Rowe, dkk., 2009).

2.7.2.6 Nipagin

Nipagin dengan nama kimia Methil-4-hidroksibenzoat dan rumus molekul

C8H8O3 memiliki bentuk Kristal atau bubuk Kristal, tidak berwarna atau putih,

berbau atau hamper tidak berbau, dan memiliki rasa terbakar sedikit. Nipagin

memiliki aktivitas antimikroba.

Gambar 2.9 Struktur Nipagin (Rowe, dkk., 2009).

21
Universitas Sumatera Utara
Fungsinya sebagai pengawet (antimikroba). Biasanya digunakan

kombinasi sebagai pengawet dengan perbandingan metal paraben (0,185) dan

propil paraben (0,02%) (Rowe, dkk., 2009).

2.7.2.7 Sodium Metabisulfit

Sodium Metabisulfit dikenal dengan nama lain Disodium disulfite;

disodium pyrosulfite; disulfurous acid, disodium salt; E223; natrii disulfis; natrii

metabisulfis; sodium acid sulfite. Sodium metabisulfite (Na2S2O5) mengandung

24.19% sodium, 42.08% oxygen, and 33.73% sulfur. Berfungsi sebagai pengawet

antimikroba dan antioksidan. Sodium metabisulfit sebagai kristal prisma yang

tidak berwarna atau bubuk kristal putih, putih krem yang memiliki bau belerang

dioksida dan asam, rasa garam. Sodium metabisulfit mengkristal dari air dingin

sebagai hidrat yang mengandung tujuh molekul air (Rowe, dkk., 2009).

2.7.2.8 Aquadest

Air Murni/aquades adalah air yang memenuhi persyaratan air minum, yang

dimurnikan dengan cara destilasi, penukar ion, osmosis balik atau proses lain

yang sesuai. Tidak mengandung zat tambahan lain. Catatan Air Murni digunakan

untuk pembuatan sediaan-sediaan (Ditjen POM, 1979).

2.8 Exfoliation

Pengelupasan kulit terjadi secara alami pada sel stratum korneum yang

sudah tua. Penggantian sel stratum korneum terjadi oleh proses regenerasi sel

epidermis bergerak ke atas dari lapisan basal, stratum basalis, sampai stratum

korneum. Proses ini membutuhkan sekitar empat minggu, bisa berkepanjangan

pada penuaan dan kulit lainnya kondisi. Pengelupasan kulit secara teratur

22
Universitas Sumatera Utara
diperlukan karena dapat menghilangkan penumpukan kulit mati, sel kulit yang

rusak, menstimulasi pembentukan sel-sel baru, dan yang meningkatkan

penampilan, kehalusan, dan tekstur kulit (Packianathan dan Kandasamy, 2011).

Pengelupasan kulit secara manual mengacu pada segala jenis pengelupasan

kulit topikal yang diaplikasikan pada kulit secara manual dengan jari atau

aplikator. Sangat cocok untuk kulit normal. Pengelupasan mekanis meliputi

penggosokan kulit secara fisik dengan abrasif ringan seperti kain microfiber,

lembaran pengelupasan adhesif, scrub wajah mikro, kertas krep, aprikot yang

dihancurkan atau menggunakan spons dan sikat abrasif. Gesekan mekanis dengan

abrasive exfoliant corneocytes luar yang terdiri dari stratum korneum dan hasilnya

akan bervariasi tergantung pada jumlah gesekan dan sifat abrasif yang digunakan.

Sebagai proses mekanis, eksfoliasi lembut dapat dilakukan dengan scrub wajah

mikro yang akan merengkuh lapisan atas kulit (Packianathan dan Kandasamy,

2011).

2.9 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan

kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat menjadikan diagnosis menjadi

bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti

ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak

adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

23
Universitas Sumatera Utara
melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer

menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

Pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer yaitu

moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle

(keriput). Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat

dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer (Aramo, 2012)

Pengukuran Parameter
Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi
(Kadar air) 0-29 30-50 51-100
Evenness Halus Normal Kasar
(Kehalusan) 0-31 32-51 52-100
Pore Kecil Besar Sangat besar
(Pori) 0-19 20-39 40-100
Spot Sedikit Banyak noda Sangat banyak
(Noda) noda
0-19 20-39 40-100
Wrinkle Tidak berkerut Berkerut Berkerut parah
(Kerutan) 0-19 20-52 53-100

24
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan, pemeriksaan

karakteristik sampel, skrining fitokimia sampel, pembuatan basis masker clay,

pembuatan masker clay ampas kopi, evaluasi mutu fisik sediaan masker clay, uji

iritasi sediaan dan uji efektivitas skin care sediaan terhadap sukarelawan dengan

menggunakan Skin Analyzer Aramo (Aramo SG) di Laboratorium Kosmetologi,

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, ayakan mesh 40, timbangan analitik (Boeco Germany), Moisture

Checker (Aramo-SG), pH meter digital (Hana Instrument), dan Skin Analyzer

Aramo (Aramo SG).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Air suling

(Aquadest), Ampas Kopi, Bentonit, Gliserin, Kaolin, Larutan Dapar pH Asam

(4,01), Larutan Dapar pH Netral (7,01), Natrium Metabisulfit, Nipagin, Sodium

Lauril Sulfat, dan Xantan Gum.

25
Universitas Sumatera Utara
3.2 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan

kemampuan sediaan untuk memberikan efek perawatan kulit wajah adalah

mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara berjumlah 12 orang

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985)

3.3 Pengumpulan Sampel dan Pengolahan Sampel

3.3.1 Teknik pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan bahan yang sama dari daerah lain. Ampas kopi yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan ampas kopi segar dari biji kopi arabika roasted varietas

lokal yang digiling dan diseduh dengan mesin kopi espresso automatic merk X.

3.3.2 Pengolahan sampel

Persiapan sampel terdiri dari pengeringan dan pengayakan. Ampas kopi

basah harus dikeringkan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar air yang

terkandung dalam bahan. Ampas kopi dikeringkan dengan nyala api kecil untuk

menurunkan kadar air yang terkandung dalam ampas kopi. Hal itu bertujuan agar

ampas kopi tidak cepat berjamur. Lalu diayak dengan saringan ukuran 40 agar

ukuran seragam.

26
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Sampel

Karakterisasi sampel meliputi penetapan kadar air dan penetapan kadar abu

total (Ditjen POM., 1995).

3.4.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode destilasi toluen (Azeotropi).

Prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluen:

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudiaan toluen didinginkan selama 30

menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml

(WHO, 1992).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke

dalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

perdetik sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan

dingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna volume air

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992)

3.4.2 Penetapan kadar abu total

Serbuk simplisia sebanyak 2 g yang telah digerus, ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan pada suhu 550oC hingga arang habis,

27
Universitas Sumatera Utara
lalu didinginkan dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kemudian dihitung

kadar abu total (WHO, 1992).

3.5 Skrinning Fitokimia

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1

ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloida, diambil 3

tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml

filtrat. Pada tabung pertama ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer, tabung kedua

ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, dan tabung ketiga ditambahkan 2 tetes

pereaksi Dragendorff. Alkaloida disebut positif jika terjadi endapan atau

kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditimbang kemudian ditambahkan 100

ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat

yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan

1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, lalu dikocok, dan dibiarkan

memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan

amil alkohol (Farnsworh, 1996).

3.5.3 Pemeriksaan Senyawa Fenolik dan Asam Galat

Ekstrak (2ml) dipindahkan ke dalam tabung. Kemudian, 2-3 tetes FeCl3

ditambahkan ke dalam tabung. Ekstrak dengan endapan memiliki warna biru, biru

28
Universitas Sumatera Utara
tua, biru ungu, hijau, atau hijau-biru, menunjukkan adanya senyawa fenolik dan

asam galat (Farnsworth, 1966).

3.6 Formulasi Sediaan

3.6.1 Formulasi standar

Formulasi standar yang digunakan (Harry, 2000)

R/ Bentonite 1 to 8%

Xantan Gum 0,1 to 1,0%

Kaolin 5 to 40%

Gliserin 2 to 10%

Sodium Lauril Sulfat 2 to 20%

TiO2 < 1%

Nipagin < 1%

Parfum q.s

Aquadest ad 100%

3.6.2 Formulasi modifikasi

Tabel 3.1 Formulasi modifikasi sediaan


Bobot per Formula
Bahan
F0 FI FII FIII
Bentonit 1g 1g 1g 1g
Kaolin 34 g 34 g 34 g 34 g
Xanthan Gum 0,8 g 0,8 g 0,8 g 0,8 g
Gliserin 2g 2g 2g 2g
Natrium Lauril Sulfat 2g 2g 2g 2g
Ampas Kopi - 5g 10 g 15 g
Nipagin 0,1 g 0,1 g 0,1 g 0,1 g
Parfum q.s q.s q.s q.s
Natrium Metabisulfit 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g
Aquadest ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml

29
Universitas Sumatera Utara
3.6.3 Prosedur pembuatan sediaan basis masker clay ampas kopi

Cara pembuatan untuk sediaan basis masker yaitu aquadest dituangkan

dalam lumpang dan ditambahkan Bentonit. Bentonit dibiarkan terbasahi lalu

ditambahkan Xantan gum dan digerus cepat sampai seluruh gum melarut. Kaolin

ditambahkan sedikit demi sedikit dalam lumpang sambil digerus dan ditambahkan

gliserin dalam lumpang (Phase 1). Disamping itu dilarutkan Na Metabisulfit

dengan Nipagin dalam air panas (Larutan A) dan juga Sodium Lauril Sulfat

dilarutkan dalam Aquadest (Larutan B). Larutan A dituangkan kemudian digerus

pelan setelah itu dituangkan perlahan lahan larutan B sampai terbentuk pasta

homogen (Phase 2). Phase 1 dan phase 2 digabungkan, lalu digerus homogen

hingga terbentuk pasta basis masker clay.

3.6.4 Formula mengandung ampas kopi

Konsentrasi ampas kopi yang digunakan adalah 5%, 10%, dan 15%.

Formula dasar masker yang tidak mengandung ampas kopi digunakan sebagai

blanko. Formulasi masing-masing konsentrasi sediaan masker clay dapat dilihat

pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Komposisi formula 5%, formula 10%, dan formula 15%.
Konsentrasi
Bahan Blanko Fomula 5% Formula 10% Formula 15%
Ampas kopi 0 5 10 15
Basis 100 95 90 85

Cara pembuatan:

Ampas kopi ditimbang sesuai dengan konsentrasi, kemudian ditambahkan dengan

basis masker clay yang telah dibuat hingga 100 g dan digerus merata hingga

terbentuk pasta homogen.

30
Universitas Sumatera Utara
3.7 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan .

3.7.1 Uji homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.7.2 Pengukuran pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter

digital. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar

standar (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan

harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan

dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu timbang 1 g sediaan dan

dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam

larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka

yang ditunjukkan pH meter digital merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

Dilakukan pengukuran pH dengan tiga kali pengulangan pada waktu yang

ditentukan selama dua belas minggu pada suhu kamar.

3.7.3 Pengukuran lama pengeringan masker

Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu ±25°C dengan

mengambil ±2 g sediaan masker dan dioleskan pada wajah sukarelawan, ditandai

lalu diukur waktu saat sediaan mengering. Dilakukan tiga kali pengukuran lama

pengeringan dengan sukarelawan yang bebeda-beda.

3.7.4 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula sediaan diambil 50 g dan dimasukkan kedalam

pot plastik. Pengamatan dilakukan pada saat sediaan telah selesai dimasukkan

31
Universitas Sumatera Utara
dalam pot plastik dan dilanjutkan tiap minggu selama dua belas minggu

penyimpanan. Pengujian fisik masker yang telah dibuat meliputi pengamatan

perubahan bau, warna dan bentuk (konsistensi) selama dua belas minggu pada

kondisi suhu kamar.

3.8 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan masker clay ampas kopi dengan

maksud untuk mengetahui bahwa masker clay yang dibuat dapat menimbulkan

iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi

primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan

pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah

penyentuhan atau pelekatan pada kulit (Ditjen POM, 1985).

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan masker clay

ampas kopi konsentrasi 15% (FIII) sebanyak 500 mg dioleskan dibelakang telinga

dengan diameter 3 cm, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan lihat perubahan

yang terjadi berupa pembengkakan, kemerahan, gatal pada kulit (Wasitaatmadja,

1997).

3.9 Pengujian Efektivitas

Pengujian efektivitas dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak 12 orang

dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

a. Kelompok I : 3 sukarelawan untuk masker clay F0 (blanko)

b. Kelompok II : 3 sukarelawan untuk masker clay FI (5%)

c. Kelompok III : 3 sukarelawan untuk masker clay FII (10%)

d. Kelompok IV : 3 sukarelawan untuk masker clay FIII (15%)

32
Universitas Sumatera Utara
Semua sukarelawan diukur kondisi awal kulit pada area uji yang telah

ditandai dengan menggunakan skin analyzer yang meliputi:

1. Kadar air (moisture), dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat

dalam perangkat skin analyzer Aramo.

2. Kehalusan kulit (evenness), menggunakan lensa perbesaran 60x (normal lens)

dengan sensor warna biru.

3. Pori wajah (pore), menggunakan lensa perbesaran 60x (normal lens) dengan

sensor warna biru.

4. Noda (spot), menggunakan lensa perbesaran 60x (polarizing lens) dengan

sensor warna jingga.

Perawatan mulai dilakukan dengan mengaplikasikan masker clay hingga

merata pada wajah yang telah ditandai, masker clay diaplikasikan berdasarkan

kelompok yang telah ditetapkan di atas. Perubahan kondisi kulit diukur saat

sebelum aplikasi masker clay dan setelah aplikasi masker clay setiap minggu

selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer.

3.10 Analisis Data

Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Smirnov) 17. Data dianalisis terlebih dahulu

distribusinya menggunakan metode Shapiro-Wilk Test. Selanjutnya data dianalisis

menggunakan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui efektivitas pada kulit

diantara formula.

33
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Sampel

Karakteristik sampel ampas kopi yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel

4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik ampas kopi


No Parameter Hasil Pemeriksaan (%)
1. Kadar air 7,03
2. Kadar abu total 0,82

Kadar air di bawah 7% (SNI, 2004), akan membuat ampas kopi dapat

disimpan dalam waktu yang lebih lama, dapat mencegah kontaminasi bakteri,

serta menghambat pertumbuhan kapang yang dapat menyebabkan kerusakan

ampas kopi. Kadar air yang terlalu tinggi tidak baik untuk bahan scrub.

Kandungan air yang terlalu tinggi dalam scrub dapat memengaruhi stabilitas

emulsi dan umur simpan (Aprilia, 2013).

4.2 Hasil Pemeriksaan Skrining Sampel

Hasil pemeriksaan skrining ampas kopi¸dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut

Tabel 4.2 Hasil skrinning fitokimia ampas kopi

No. Golongan senyawa Hasil


1. Alkaloid +
2. Asam Klorogenik +
3. Flavonoid +
Keterangan (+) = Positif, (-) = Negatif

34
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil skrining ampas kopi diketahui bahwa ampas kopi mengandung

alkaloid yaitu kafein, asam klorogenik, dan flavonoid.

4.3 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Clay

Sediaan masker clay dibuat dengan menggunakan formula standar masker

clay (Harry, 2000). Formula standar ini dimodifikasi. Ampas kopi ditambahkan

dalam sediaan masker clay sebagai perawatan kulit wajah dengan konsentrasi

masing-masing 5%, 10% dan 15%. Sediaan yang diperoleh berupa masker clay

berbentuk pasta, bewarna coklat dan berbau khas.

4.4 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Masker

4.4.1 Hasil pemeriksaan homogenitas

Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan masker clay ampas kopi

menunjukkan bahwa sediaan tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada

saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan

yang dibuat memiliki susunan yang homogen (Ditjen POM, 1979). Hasil uji

homogenitas dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil uji homogenitas sediaan

35
Universitas Sumatera Utara
4.4.2 Hasil pengukuran pH

Pengukuran pH sediaan masker clay dilakukan dengan menggunakan alat

pH meter digital (Hana Instrument). Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena

dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan jika pH terlalu basa dapat

menyebabkan kulit bersisik. Persyaratan pH yang diizinkan adalah 5-8 (Harry,

2000). Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Hasil pengukuran pH sediaan masker clay


Parameter Formula Waktu (Minggu)
2 4 6 8 10 12
F0 5,6 6,0 6,0 6,1 6,1 6,1
pH FI 5,5 6,0 6,1 6,1 6,1 6,2
FII 5,5 6,1 6,1 6,2 6,2 6,3
FIII 5,5 6,1 6,2 6,4 6,4 6,5
Keterangan:
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%

Pada pemeriksaan pH sediaan masker clay, didapatkan hasil bahwa

formula F0 mempunyai pH 6,1; formula FI mempunyai pH 6,2; formula FII

mempunyai pH 6,3; formula FIII mempunyai pH 6,5. Ampas kopi yang

digunakan memiliki pH 5,4. Menurut Rohim (2015) ampas kopi mempunyai

cakupan pH antar 5-6. Perbedaan pH sediaan disebabkan oleh perbedaan

konsentrasi ampas kopi yang digunakan. pH ampas kopi dipengaruhi oleh kadar

asam yang terkandung dalam ampas kopi. Setelah penyimpanan selama 12

minggu, pH yang diperoleh naik dibandingkan dengan pH setelah dibuat.

Meskipun terjadi kenaikan pada pH, tetapi sediaan tersebut masih aman

digunakan. Dimana pH sediaan ini masih dalam pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5

(Tranggono dan Latifah, 2007).

36
Universitas Sumatera Utara
4.4.3 Hasil pengukuran waktu sediaan mengering

Pengukuran waktu sediaan mengering dilakukan pada suhu ruangan yaitu

±25°C dengan cara mengoleskan ±2 g sediaan masker pada daerah yang ditandai

lalu diukur waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering. Pengukuran

dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan sukarelawan yang berbeda-beda.

Hasil pengukuran waktu sediaan mengering dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil pengukuran waktu sediaan mengering


Pengukuran F0 (menit) FI (menit) FII (menit) FIII (menit)
1 12 17 22 22
2 13 18 27 28
3 14 22 26 28
Rata-rata 13 19 25 26
Keterangan:
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%

Berdasarkan hasil pengukuran waktu sediaan mengering pada Tabel 4.4

diperoleh hasil berkisar 13-26 menit. Semakin tinggi konsentrasi ampas kopi yang

ditambahkan pada formula menyebabkan semakin lama waktu pengeringan

masker.

Clay menyerap lemak dan kotoran dari kulit wajah. Masker wajah

biasanya tertinggal di wajah selama sekitar 10–25 menit, untuk memungkinkan

sebagian besar air menguap dan lapisan clay yang dihasilkan berkontraksi dan

mengeras, setelah itu clay dicuci (Viseras, dkk., 2007).

4.4.4 Hasil uji stabilitas

Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama penyimpanan 12 minggu

dengan interval pengamatan setiap 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 minggu. Sediaan masker

clay disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bau, warna, konsistensi

37
Universitas Sumatera Utara
(bentuk). Sediaan akhir masker clay F0 berwarna putih, FI berwarna cokelat

muda, FII berwarna cokelat tua, FIII berwarna cokelat kehitaman, bentuk akhir

sediaan masker clay adalah pasta dan seluruh sediaan berbau khas kopi. Suatu

sediaan menjadi tidak stabil akibat penggumpalan dari globul-globul dari fase

terdispersi. Hasil evaluasi stabilitas dari tiap parameter dapat dilihat dalam Tabel

4.5.

Tabel 4.5. Hasil pengamatan stabilitas sediaan masker clay


Suhu Kamar
M F0 FI FII FIII
B W K B W K B W K B W K
2 - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - - -
12 - - - - - - - - - - - -
Keterangan :
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%
M : Minggu (waktu pemakaian)
- : Tidak terjadi perubahan
+ : Terjadi perubahan
B : Perubahan bau
W : Perubahan warna
K : Terpisahnya basis (konsistensi)

Hasil pengamatan sediaan masker clay ampas kopi menunjukkan bahwa

warna sediaan masker tidak mengalami perubahan selama 12 minggu

penyimpanan pada suhu kamar, dan semua sediaan tidak mengalami perubahan.

Hal ini menunjukkan bahwa sediaan masker clay ampas kopi yang dibuat stabil.

4.4.5 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 12 sukarelawan yang

dilakukan dengan cara menempelkan sediaan masker clay pada kulit belakang

38
Universitas Sumatera Utara
telinga, menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil negatif

terhadap parameter reaksi iritasi. Parameter yang diamati yaitu adanya kulit

merah, gatal-gatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil uji iritasi tersebut

yang disimpulkan bahwa sediaan masker clay yang dibuat aman untuk digunakan

(Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dapat

dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan


Sukarelawan
Pengamatan FIII
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kemerahan - - - - - - - - - - - -
Gatal-gatal - - - - - - - - - - - -
Bengkak - - - - - - - - - - - -
Keterangan:
(-) : tidak ada reaksi
(+) : kulit kemerahan
(++) : kulit gatal-gatal
(+++) : kulit bengkak
FIII : Masker clay ampas kopi 15%

Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak ada efek samping berupa gatal,

kemerahan dan bengkak pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan masker clay

yang dioleskan ke kulit. Sediaan masker clay ampas kopi aman digunakan.

4. 5 Hasil Pengujian Efektivitas

Pengukuran efektivitas dilakukan dengan mengukur kondisi kulit

sukarelawan yang meliputi kadar air (moisture), kehalusan (evenness), ukuran

pori-pori (pore), dan banyak noda (spot). Hal ini bertujuan agar bisa melihat

seberapa besar pengaruh masker clay dari ampas kopi yang digunakan dalam

perawatan kulit, dilihat dari persen kenaikan. Diukur kondisi awal kulit dengan

menggunakan skin analyzer Aramo-SG. Lalu dioleskan sejumlah sediaan masker

pada wajah sukarelawan dan dibiarkan mengering. Setelah mengering sediaan

39
Universitas Sumatera Utara
masker dicuci dari wajah sukarelawan sampai bersih. Dilakukan pengecekan

kembali setelah wajah sukarelawan bersih dan kering.

4.5.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo.

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran kadar air pada kulit sukarelawan
Kadar Air Kulit
Formula Relawan Kondisi MI M II M III M IV %Kenaik
Awal an Kadar
Air
1 31 32 32 33 33 6
2 31 32 32 33 34 9,6
F0 3 31 32 32 33 32 3,2
Mean 31 32 32 33 33 6
1 31 32 33 33 34 9,6
2 31 32 32 32 33 6
FI 3 31 32 33 33 34 9,6
Mean 31 32 32,67 32,67 33,67 8,6
1 32 33 33 34 35 9,3
2 31 32 32 32 34 9,6
FII 3 31 33 33 34 34 9,6
Mean 31,33 32,67 32,67 33,33 34,33 9,5
1 32 33 34 35 37 15,6
2 32 33 34 35 36 12,5
FIII 3 30 33 33 34 35 16,67
Mean 31,33 33 33,67 34,67 36 14,9
Keterangan:
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%
MI : Minggu pertama
MII : Minggu kedua
MIII : Minggu ketiga
MIV : Minggu keempat

Data pada Tabel 4.7 menunjukkan selama empat minggu perawatan

dengan pemberian sediaan masker seminggu sekali secara rutin, kelembapan pada

40
Universitas Sumatera Utara
kulit sukarelawan mengalami peningkatan terutama dari FIII dengan rata-rata

sebesar 14,9%. Grafik pengaruh pemakaian masker clay terhadap kelembaban

kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

37

36

35
Kadar Air

34 F0 (Blanko)
33 FI (5%)
FII (10%)
32
FIII (15%)
31

30
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)

Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan

Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kelembapan kulit

sukarelawan dan diperoleh nilai p < 0,05 pada penggunaan pada minggu 4 yang

menunjukkan bahwa perubahan kelembapan pada kulit signifikan. Untuk

mengetahui perbedaan tiap konsentrasi formula mempengaruhi peningkatan

kelembapan pada kulit dilakukan uji Mann-Whitney. Dari uji Mann-Whitney

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kehalusan kulit yang

signifikan (p < 0,05) antara F0 dengan FIII dan FI dengan FIII.

Kulit menjadi kering karena menurunnya fungsi kelenjar minyak kulit

(kelenjar sebasea) (Tranggono dan Latifah, 2007) dan akibat terganggunya

jaringan barrier kulit oleh ekstraksi larutan atau deterjen pada lipid, kehilangan

air karena rendahnya kelembapan relatif, dan kondisi lingkungan yang lain. Dapat

41
Universitas Sumatera Utara
dinormalkan dengan formulasi yang mengandung ekstrak lipid alami (De Polo,

1998).

Asupan nutrisi, aktivitas serta lingkungan merupakan faktor yang sangat

mempengaruhi kadar air epidermis dan dermis. Kulit harus mampu menjaga kadar

air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang sehat. Apabila kadar air

menurun secara drastis, kulit akan kekurangan asupan nutrisi dan menyebabkan

kulit menjadi kering, kasar, pecah-pecah serta terkelupas (Mitsui, 1997). Coffea

arabica L. mampu untuk meningkatkan produksi kolagen dan elastin untuk

memberi perlindungan terhadap berkurangnya kelembapan (Chandrasekar, dkk.,

2016).

Berdasarkan penelitian Rodrigues (2016), bahwa kopi yang mengandung

kafein dan asam klorogenik mempunyai mekanisme yang sama seperti asam

hialuronat dalam meningkatkan kelembapan kulit dan menjaga kadar air. Asam

hialuronat pada dermis berfungsi untuk mengatur keseimbangan air, tekanan

osmotik, aliran ion dan menstabilkan struktur kulit oleh interaksi elektrostatik.

Seperti fungsi sebuah spons asam hialuronat mampu untuk mengikat air dalam

jumlah besar (De Polo, 1998). Asam hialuronat menunjukkan resistensi yang

tinggi terhadap aliran air dan dengan demikian dapat bertindak dalam jaringan

sebagai penghalang terhadap perubahan cepat dalam kadar air. juga menghambat

tekanan osmotik non ideal (Laurent, dkk., 1995).

4. 5.2 Kehalusan (evenness)

Wasitaatmadja (1997) menyebutkan bahwa kulit terasa kasar, kusam, dan

bersisik akibat menurunnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit yang

lama untuk diganti dengan sel kulit yang baru.

42
Universitas Sumatera Utara
Data hasil pengukuran kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu

dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah
sukarelawan
Kehalusan
Formula Relawan Kondisi MI M II M III M IV %Kenaika
Awal n
Kehalusan
1 42 41 41 41 40 4,7
2 46 45 44 43 43 6,5
F0 3 43 42 41 40 40 6,9
Mean 43,67 42,67 42 41,33 41 6,1
1 47 46 43 40 38 19,1
2 46 45 44 43 42 8,6
FI 3 42 40 38 38 38 9,5
Mean 45 43,67 41,67 40,33 39,33 12,6
1 48 46 44 42 39 18,7
2 44 43 41 39 37 15,9
FII 3 40 38 37 35 36 10
Mean 44 42,33 40,67 38 37,33 15,1
1 49 47 44 41 38 22,4
2 45 43 42 39 36 20
FIII 3 44 41 37 35 33 25
Mean 46 43,67 41 38,33 35,67 22,4
Keterangan:
Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012).
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%
MI : Minggu pertama
MII : Minggu kedua
MIII : Minggu ketiga
MIV : Minggu keempat

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kondisi awal kehalusan kulit

sukarelawan berkisar antara 40-49 yaitu pada kondisi normal. Setelah penggunaan

masker clay, semua kelompok formula menunjukkan perbaikan kondisi kulit

dengan persentase rata-rata perbaikan masing-masing 6,1%, 12,5%, 15,1%, dan

22,4%. Formula III menunjukkan rata-rata perbaikan kondisi kulit paling besar,

43
Universitas Sumatera Utara
yaitu 22,4%. Grafik pengaruh pemakaian masker clay terhadap perbaikan kondisi

kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

47

45

43
Kehalusan

F0 (Blanko)
41
FI (5%)
39 FII (10%)

37 FIII (15%)

35
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)

Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah
sukarelawan

Perbaikan kondisi kehalusan kulit ditunjukkan dengan semakin

menurunnya angka hasil pengukuran yang didapatkan, mendekati range kategori

kulit halus yaitu 0-31. Dari data yang diperoleh setelah perawatan selama empat

minggu dianalisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas

formula terhadap kehalusan kulit sukarelawan dan menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan antar formula.

Ampas kopi bermanfaat sebagai scrub alami yang berfungsi untuk

mengangkat kotoran pada permukaan kulit, sehingga memberikan efek kulit

menjadi lembut. Ampas kopi memiliki kandungan yang baik bagi kesehatan kulit

yaitu kafein yang bermanfaat memberikan efek lembut dan mengencangkan kulit.

Ampas kopi juga menghasilkan minyak sebagai antioksidan yang bersifat

menghaluskan kulit (Dewi, 2012).

44
Universitas Sumatera Utara
Minyak dari ampas kopi mengandung kadar asam linoleat yang tinggi,

yang memiliki sifat emolien yang sangat baik dan merupakan komponen penting

untuk mengatur dan pengekangan skin barrier (Fluhr, dkk., 2001).

4.5.3 Pori (pore)

Analisa besar pori menggunakan perangkat skin analyzer yang sama

dengan pengukuran kehalusan, hasil analisa besar pori ikut terbaca (Aramo,

2012). Hasil pengukuran besar pori dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Data hasil pengukuran ukuran pori-pori pada kulit wajah sukarelawan
Ukuran Pori-pori Kulit
Formula Relawan %
Kondisi MI M II M III M IV Penuruna
Awal n Ukuran
Pori-pori
1 43 43 42 42 41 4,6
2 39 38 36 35 35 10,25
F0 3 34 34 33 32 32 5,8
Mean 38,67 38,33 37 36,33 36 6,9
1 42 40 42 41 39 6,1
2 41 40 38 36 33 19,5
FI 3 44 43 42 41 39 11,3
Mean 42,33 41 40,33 39,67 37 12,5
1 50 49 45 43 40 20
2 44 42 40 36 34 22,7
FII 3 42 38 34 32 31 26,8
Mean 45,33 43 39,67 37,33 35 22,7
1 25 23 22 19 17 32
2 51 48 44 39 37 27,4
FIII 3 53 50 49 48 44 16,9
Mean 43 40,33 38,33 35,33 32,67 24
Keterangan :
Pori berukuran kecil 0-19; sedang 20-39; besar 40-100 (Aramo, 2012).
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%
MI : Minggu pertama
MII : Minggu kedua
MIII : Minggu ketiga
MIV : Minggu keempat

45
Universitas Sumatera Utara
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pada F0, FI, FII, FIII,

menunjukkan adanya pengecilan ukuran pori masing-masing sebesar 6,9%,

12,5%, 22,7%, dan 24%. Formula I, II, III menunjukkan penurunan ukuran pori-

pori kulit dari kondisi besar menjadi sedang. Grafik pengaruh pemakaian masker

clay terhadap ukuran pori kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan

dapat dilihat pada Gambar 4.4. Penurunan ukuran pori-pori ditunjukkan dengan

semakin menurunnya angka hasil pengukuran yang didapatkan, mendekati range

kategori kulit dengan pori berukuran kecil yaitu 0-19.

47
45

43

41
F0 (Blanko)
Pori-pori

39
FI (5%)
37
FII (10%)
35 FIII (15%)
33

31
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)
Gambar 4.4 Grafik hasil pengukuran ukuran pori-pori (pore) pada kulit wajah
sukarelawan

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa masker clay FIII lebih cepat

mengecilkan pori-pori kulit. Data selanjutnya dianalisis dengan Kruskal Wallis

Test untuk mengetahui efektifitas formula terhadap penurunan ukuran pori-pori

kulit. Nilai p yang diperoleh adalah p > 0,05 yaitu tidak ada perbedaan statistika

yang signifikan antar formula.

Salah satu kunci kulit wajah sehat adalah pori-pori kecil. Pori-pori dapat

membesar apabila terkena matahari terlalu terik terus-menerus, bertambahnya

46
Universitas Sumatera Utara
usia, berkurangnya elastisitas kulit sehingga sel-sel kulit mati menumpuk.

Perbesaran pori-pori dapat dikurangi dengan pengelupasan kulit secara teratur

(Bogadenta, 2012; Sulastomo, 2013).

Ampas kopi mengandung lignin, yaitu polimer fenol kompleks tak larut

yang terletak pada dinding sel ampas kopi sehingga ampas kopi bertekstur kasar

dan dapat menjadi abrasiver (pengampelas kulit) (Kanza, 2016).

Kafein yang terkandung di dalam ampas kopi menghambat PDE dan

meningkatkan intraseluler cAMP (Herman, 2013) yang memicu apoptosis

(kematian sel terprogram) dari keratinosit yang dirusak UVB, mengangkat sel-sel

kulit yang rusak sehingga sel kulit mati tidak menumpuk (Chandrasekar, dkk.,

2016).

4.5.4 Noda (spot)

Noda pada kulit berhubungan dengan lamanya paparan sinar matahari dan

penuaan. Noda pada kulit diakibatkan oleh radikal bebas dan polutan dalam

lingkungan. Noda dapat berupa kotoran dan hasil pigmentasi yang berlebihan

terbentuk pada bagian kulit yang terkena matahari. Biasanya berwarna kuning -

coklat muda hingga hitam pada permukaan kulit (Rizza, dkk., 2012).

Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan perangkat skin analyzer

lensa perbesaran 60 kali dengan lampu sensor jingga (terpolarisasi). Hasil

pengukuran banyak noda dapat dilihat pada Tabel 4.10.

47
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Data hasil pengukuran banyak noda pada kulit wajah sukarelawan
Banyaknya Noda Kulit
Formula Relawan Kondisi MI M II M III M IV %
Awal Penuruna
n Jumlah
Noda
1 44 43 42 40 39 11,36
2 61 60 59 57 56 8,1
F0 3 70 68 67 66 65 7,1
Mean 59,33 57 56 54,33 53 10,6
1 56 54 51 49 45 19,6
2 68 65 62 58 56 17,6
FI 3 69 67 64 61 58 15,9
Mean 64,33 62 59 56 53 17,6
1 56 51 48 44 41 26,7
2 62 58 56 53 49 20,9
FII 3 56 52 49 44 40 28,5
Mean 56 52,67 49,67 48 44,67 20,2
1 66 61 56 50 44 33,3
2 65 59 55 49 44 35,3
FIII 3 58 52 49 44 40 31
Mean 63 57 53,33 47,67 42,67 32,2
Keterangan:
Jumlah noda sedikit 0-19; Jumlah noda sedang 20-39; Jumlah noda banyak 40-
100 (Aramo, 2012)
F0 : Masker clay tanpa ampas kopi (blanko)
FI : Masker clay ampas kopi 5%
FII : Masker clay ampas kopi 10%
FIII : Masker clay ampas kopi 15%
MI : Minggu pertama
MII : Minggu kedua
MIII : Minggu ketiga
MIV : Minggu keempat

Hasil pengukuran kondisi kulit sukarelawan menunjukkan bahwa pada

kondisi awal, semua kelompok sukarelawan memiliki noda yang sangat banyak

(44-70). Setelah penggunaan masker clay ampas kopi, dapat dilihat bahwa

formula F0, FI, FII, FIII menunjukkan adanya efek pengurangan noda dengan

persentase pemulihan 10,6%, 17,6%, 20,2%, 32,3%, dan perubahan kategori

jumlah noda banyak menjadi jumlah noda sedang. Hasil pengukuran banyaknya

noda semua kelompok sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 4.5.

48
Universitas Sumatera Utara
66
64
62
Banyaknya Noda 60
58
56
F0 (Blanko)
54
52 FI (5%)
50 FII (10%)
48
FIII (15%)
46
44
42
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)

Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran banyaknya noda (spot) pada kulit wajah
sukarelawan

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa masker clay FIII lebih cepat

menghilangkan noda. Data selanjutnya dianalisis dengan Kruskal Wallis Test

untuk mengetahui efektivitas formula terhadap banyaknya noda kulit. Nilai p yang

diperoleh adalah p>0,05 yaitu tidak ada perbedaan statistika yang signifikan antar

formula.

Radiasi UV meningkatkan produksi radikal bebas, memicu kerusakan sel.

Menambah kafein dengan formula kosmetik memberi efek pelindung terhadap

radiasi UV, mengurangi formasi radikal bebas dalam sel-sel kulit dengan efektif

mengumpulkan radikal hidroksil dan alkoksil, dan radikal alkil peroksil (Herman,

2013).

Asam klorogenik efektif menekan ekspresi MMP-1, MMP-3,dan MMP-9

dan memiliki potensi untuk meningkatkan sintesis prokolagen dalam fibroblast

yang diinduksi oleh UV, yang bisa efektif untuk mengurangi photoaging. Selain

itu, asam klorogenik menyajikan faktor perlindungan matahari yang baik (SPF) —

sebuah faktor yang mengukur kapasitas suatu senyawa untuk menyerap radiasi

49
Universitas Sumatera Utara
UV. Aplikasi kafein mempromosikan penghapusan keratinosit DNA-rusak, yang

dapat mengurangi photodamage (Bessada, dkk., 2018).

50
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Ampas kopi (Coffea arabica L.) dapat diformulasikan dalam bentuk

sediaan masker clay menghasilkan sediaan yang homogen, tidak mngiritasi

dan stabil dalam penyimpanan.

b. Perbedaan konsentrasi ampas kopi (Coffea arabica L.) dalam sediaan

masker clay mempengaruhi efektivitas dengan konsentrasi paling baik

yaitu 15% menunjukkan peningkatan kadar air sebesar 14,9%, peningkatan

kehalusan sebesar 22,4%, pengecilan ukuran pori sebesar 24%, dan

pengurangan jumlah noda sebesar 32,2%.

c. Penggunaan sediaan masker clay wajah yang mengandung ampas kopi

(Coffea arabica L.) 15% menunjukkan peningkatan kondisi kulit menjadi

lebih baik, meliputi kadar air kulit meningkat, kulit semakin halus, pori-

pori semakin mengecil, berkurangnya jumlah noda serta kerutan selama

empat minggu perawatan.

4.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menguji efektivitas

sediaan masker ampas kopi pada sukarelawan dengan mengekstraksi ampas kopi

terlebih dahulu sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik.

51
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, A., A. (2013). Antimicrobial and Antioxidant Activities of Microwave


Assisted Extracts from Coffee Ground Residue in Chiang Rai Province,
Thailand. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Halaman 2-5, 8, 26.

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea
Ltd. Halaman 1-10.

Acevedo F., Rubilar, M., Scheuermann, E., Cancino, B., Uquiche, E., Garces, M.,
Inostroza, K., Shene, C. (2013). Bioactive Compounds of Spent Coffee
Grounds, a Coffee Industrial Residue. Symposium on Agricultural and
Agroindustrial Waste Management III. Brazil. 1-4.

Balsam, M., S., dan Sagarin, E. (1972). Cosmetics Science and Technology. Edisi
kedua. London: Jhon Willy and Son. Halaman 336-338.

BPS. (2014). Statistik Restoran atau Rumah Makan. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Bessada, S., M., Alves, R., C., Oliveira, M., B. (2018). Coffee Silverskin: A
Review on Potential Cosmetic Applications. Journal Cosmetics MDPI. 5
(5) : 6.

Bogadenta, A. (2012). Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan


Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Halaman 15.
Cameron, A., dan O’Malley, S. (2016). Coffee Ground Recovey Program
Summary Report Planet Ark. Halaman 1, 5, 14.
Camposvega, R., Loarca-Pina, G., Vergara-Castaneda, H., Omah, D., B. (2015).
Spent Cofee Ground: A Review on Current Research and Future
Prospects. Trends in Food Science & Technology. Halaman 1, 3, 10, 11.
Chandrasekar, R., Sivagami, B., Swapna, D. (2016). Herbal Cosmetics An
Overview. International Journal of Pharma Research & Review. 5 (12) :
6-7.

Chirinos, R., Rogez. H., Campos, D,, Pedreschi, R., Larondelle, Y. (2007).
Optimization Of Extraction Conditions Of Antioxidant Phenolic
Compounds From Mashua (Tropaeolum Tuberosum) Tubers, Sep. Purif.
Technol. 55: 217.

Cruz, R., Cardoso, M., M., Fernandes, L., Oliveira, M., Mendes, E., Baptista, P.,
Morais, S., Casal, S. (2012). Espresso Coffee Residues: A Valuable
Source Of Unextracted Compounds. Journal of Agricultural and Food
Chemistry. Halaman 7777-7782.

52
Universitas Sumatera Utara
De Polo, K., F. (1998). A Short Textbook of Cosmetology. Edisi Pertama. Jerman:
Verlag Fur Chemische Industrie. Halaman 134-137, 142.

Dewi, D. (2012). Sehat dengan Secangkir Kopi. Surabaya: Stomata. Journal :


Halaman 6-7.

Ditjen Farmalkes. (2015). Materia Kosmetika Bahan Alam Indonesia. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI. Halaman 296-300.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman 6.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman 7-8, 854-855.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman 22, 356.

Esquivel, P., dan Jiménez, V., M. (2011). Functional Properties of Coffee and
Coffee by Products. Food Research International. 46(2) : 488-490.

Fauzi, A., R., dan Nurmalina, R. (2012). Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. Halaman 137, 156.
Farnsworth, N., R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science. 55(3) : 262-264.
Fluhr, J., W., Kao, J., Jain, M., Ahn, S., K., Feingold, K., R., dan Elias, P., M.,
(2001). Generation Of Free Fatty Acids From Phospholipids Regulates
Stratum Corneum Acidification And Integrity. Journal of Investigative
Dermatology 117 : 44.

Gaffney, M., D. (1992). Cosmetics, Science and Technology. Florida: Krieger


Publishing company. Halaman 660.

Harry, R., G. (2000). Harry’s Cosmeticology. Edisi Delapan. New York:


Chemical Publishing Co. Inc. Halaman 471-483.

Herman, A., P. ( 2013). Caffeine’s Mechanisms of Actions and Its Cosmetic Use.
Skin Pharmacol Physiol. 26(8) : 11.

Integrated Taxonomic Information Systems (2011). Coffea L. www.itis.gov.

Jusuf, N., K. (2005). Kulit Menua. Medan: Majalah Kedokteran Nusantara 38 (2).
Halaman 184.

Kanza, A., M. (2016). Formulasi Body Scrub dari Ampas Kopi. Skripsi. Bogor :
Institut Pertanian Bogor. Halaman 2, 4-6.

53
Universitas Sumatera Utara
Kitagawa, S., Yoshi, K., Morita, S., Teraoka, R. (2011). Efficient Topical
Delivery of Chlorogenic Acid by an Oil in Water Emulsionto Protect Skin
Against UV Induced Damage. Chem. Pharm. Bull. 59(6) : 793.

Laurent, T., C., Laurent, U., B., Fraser, J., R. (1995). Functions of Hyaluronan.
Annals of the Rheumatic Diseases 54 : 430.

Mebrahtu, H. (2014). Integrated Volarization of Spent Coffee Grounds to Biofuel.


Biofuel Research Journal. 2(2) : 65.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Pertama. Amsterdam: Elseveir


Science. Halaman 38.

Mulyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex
Media Komputindo. Halaman 137, 172-174.
Mussatto, S., Ballesteros, L., F., Martins, S., Teixeira, J., A. (2011). Extraction Of
Antioxidant Phenolic Compounds From Spent Coffee Grounds. Separation
and Purification Technology 83 (2) ;173-174.

Najiyati dan Danarti (2001). Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 25-26.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta:


Kompas Gramedia. Halaman 32, 47-48.
Packianathan, N., dan Kandasamy, R. (2011). Skin Care with Herbal Exfoliants.
Functional Plant Science and Biotechnology. Halaman 95.
Polumulo, N., I., R. (2015). Formulasi dan Evaluasi Sediaan Masker Ketimun
(Cucumis sativus L.) dengan Menggunakan Basis Kaolin dan Bentonit.
Skripsi. Program Studi S1 Farmasi. Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo. Halaman 3.

Rahim, F., dan Nofiandi, D. (2014). Formulasi Masker Peel-Off Ekstrak Rimpang
Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Anti Jerawat, Prosiding
Seminar dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik
IV”. Halaman 65.
Rawlins, E., A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan
belas. London: Bailierre Tindall. Halaman 355.

Rodrigues, F., Matias, R., Ferreira, M., Amaral, M., Oliveira, P., P. (2016). In
Vitro And In Vivo Comparative Study Of Cosmetic Ingredients Coffee
Silverskin And Hyaluronic Acid. Elsevier. Halaman 2.

Rohim, H. (2015). Formulasi Produksi dan Karakterisasi Minuman Kopi Telur


Instan. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Halaman 7.

54
Universitas Sumatera Utara
Rowe, R., C., Sheskey, P., J., Owen, S., C., (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th ed. London: Pharmaceutical Press. Halaman 58-60, 301-
303, 378-380, 466-468, 687-692, 821-822.

Rizza, L., Claudia, B., Giuseppina, F., dan Carmelo, P. (2012). Skin-whitening
Effects of Mediterranean Herbal Extracts by In Vitro and In Vivo Models.
Journal of Cosmetics Science. 63: 311-320.

SNI. (2004). Kopi Bubuk. SNI 01-3542-2004. Jakarta: Badan Standarisasi


Nasional.

Sulastomo, E. (2013). Kulit Cantik dan Sehat: Mengenal dan Merawat Kulit.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Halaman 110.

Tokimoto, T., Kawasaki, N., Nakamura, T., Akutagawa, J., and Tanada, S.
(2005). Removal of Leads Ion in Drinking Water by Coffee Ground as
Vegetable Biomass. Journal of Colloid an Interface Science. 1(2) : 56-61.

Tranggono, R., I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Halaman 11-13, 21, 26-
27, 166.

Viseras, C., Aguzzi, C., Cerezo, P., Lopez-Galindo, A. (2007). Uses Of Clay
Minerals In Semisolid Health Care And Therapeutic Products. Elsevier.
Halaman 47.
Wasitaatmadja, S., M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit
UI-Press. Halaman 3-5, 8, 68-69.

WHO. (2005). Bentonite, Kaolin, and Selected Clay Minerals. Enviromental


Health Criteria 231 Report. Halaman 9-11.

WHO. (1992). Quality Control Methods For Medical Plant Materils. Journal of
World Health Organization. 92(4) : 25-28.

Yen, W., J., Wang, B., S., Chang, L., W., dan Duh, P., D. (2005). Antioxidant
Properties of Roasted Coffee Residues. Journal of Agricultural and Food
Chemistry. 53(7) : 2658-2663.

Zague, V., Diego, de A.S., Andre, R., B., Telma, M., K., Maria, V., R., V. (2006).
Clay Facial Masks: Physicochemical Stability at Different Storage
Temperature. Journal of Cosmetics Science. 58: 45-51.

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Bagan pembuatan masker clay ampas kopi

Air suling dituangkan dalam Na Metabisulfit Sodium Lauril


lumpang dan Nipagin Sulfat

Ditambahkan bentonit dan


bentonit dibiarkan terbasahi Dilarutkan
Dilarutkan dengan
dengan air
air suling
Ditambahkan xantan gum dan suling,diaduk
kemudian
digerus cepat sampai larut hingga larut
panaskan sambil
diaduk hingga larut
Ditambahkan kaolin sedikit
demi sedikit sambil digerus

Campurkan, aduk hingga homogen

Tambahkan Gliserin

Campurkan, aduk hingga homogen


hingga terbentuk massa pasta masker
clay

Tambah Ampas Kopi (5%, 10%, 15%) Masker clay tanpa


sedikit demi sedikit, digerus sampai ampas kopi (blanko)
terbentuk masker clay yang homogen

Masker clay Ampas Kopi dengan


konsentrasi 5%, 10%, 15%)

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Contoh surat pernyataan sukarelawan

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA

DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama lengkap :

Umur :

Alamat :

Telah mendapat penjelasan secukupnya bahwa wajah saya akan digunakan


sebagai daerah yang akan diuji. Setelah mendapat penjelasan secukupnya tentang
manfaat penelitian ini maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam
penelitian AGUSTINA SYAPUTRI DAMANIK dengan judul “UJI
EFEKTIVITAS DAN FORMULASI SEDIAAN MASKER CLAY YANG
MENGANDUNG AMPAS KOPI (Coffea arabica L.)” sebagai usaha untuk
mengetahui apakah sediaan masker clay yang dihasilkan mampu memberikan efek
perawatan. Saya menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur
penelitian yang telah ditetapkan.

Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak
manapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Medan, Agustus 2018


Sukarelawan

Nama Lengkap

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar alat dan bahan

Skin analyzer Moisture checker

Penangas air Neraca Analitik

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. (Lanjutan)

Alat Gelas Lumpang dan Alu

pH meter digital Ayakan mesh 40

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. ( Lanjutan)

Kopi yang Digunakan

Hasil Ayakan Pengeringan Ampas Kopi

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar sediaan masker clay dan pengaplikasiannya

Blanko
(F0) F1 F2 F3
Sediaan masker clay pada awal pembuatan

Blanko
(F0) F1 F2 F3
Sediaan masker clay pada minggu ke 12

61
Universitas Sumatera Utara
Pengaplikasian masker clay pada volunteer

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar hasil pengukuran menggunakan alat skin analyzer

1. Kadar Air

( Kondisi Awal)

(Minggu I)

63
Universitas Sumatera Utara
( Minggu II )

( Minggu II )

( Minggu III )

64
Universitas Sumatera Utara
( Minggu IV )

2. Kehalusan ( Evenness) dan Pori ( Pore )

( Kondisi Awal )

65
Universitas Sumatera Utara
( Minggu I )

( Minggu II )

66
Universitas Sumatera Utara
( Minggu III )

( Minggu IV )

67
Universitas Sumatera Utara
3. Noda ( Spot )

( Kondisi Awal )

( Minggu I )

68
Universitas Sumatera Utara
( Minggu II )

( Minggu III )

69
Universitas Sumatera Utara
( Minggu IV )

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Hasil data uji SPSS

Kadar Air (Moisture)

1. Uji Normalitas

b,c,d,e,f,g
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Moisture Kondisi Awal F2 .385 3 . .750 3 .000

F3 .385 3 . .750 3 .000

Moisture Minggu 1 F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .385 3 . .750 3 .000

Moisture Minggu 2 F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .385 3 . .750 3 .000

F3 .385 3 . .750 3 .000

Moisture Minggu 3 F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .385 3 . .750 3 .000

F3 .385 3 . .750 3 .000

Moisture Minggu 4 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000

F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .385 3 . .750 3 .000

F3 .175 3 . 1.000 3 1.000

a. Lilliefors Significance Correction

b. Moisture Kondisi Awal is constant when Formula = F0. It has been omitted.

c. Moisture Kondisi Awal is constant when Formula = F1. It has been omitted.

d. Moisture Minggu 1 is constant when Formula = F0. It has been omitted.

e. Moisture Minggu 1 is constant when Formula = F3. It has been omitted.

f. Moisture Minggu 2 is constant when Formula = F0. It has been omitted.

g. Moisture Minggu 3 is constant when Formula = F0. It has been omitted.

2. Uji Kruskal Wallis

a,b
Test Statistics

Moisture Kondisi Moisture Moisture Moisture Moisture


Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

71
Universitas Sumatera Utara
Chi- 1.352 6.111 7.273 6.783 8.278
Square

Df 3 3 3 3 3

Asymp. .717 .106 .064 .079 .041


Sig.

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Formula

3. Uji Mann Whitney


a. F0 dengan F1

b
Test Statistics

Moisture Kondisi Moisture Moisture Moisture Moisture


Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mann-Whitney U 4.500 3.000 1.500 3.000 2.500

Wilcoxon W 10.500 9.000 7.500 9.000 8.500

Z .000 -1.000 -1.581 -1.000 -.943

Asymp. Sig. (2- 1.000 .317 .114 .317 .346


tailed)
a a a a a
Exact Sig. [2*(1- 1.000 .700 .200 .700 .400
tailed Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

b. F0 dengan F2
b
Test Statistics

Moisture Moisture Moisture Moisture Moisture


Kondisi Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mann-Whitney U 3.000 1.500 1.500 3.000 1.000

Wilcoxon W 9.000 7.500 7.500 9.000 7.000

Z -1.000 -1.581 -1.581 -.707 -1.623

Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .114 .114 .480 .105


a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed .700 .200 .200 .700 .200
Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

c. F0 dengan F3

72
Universitas Sumatera Utara
b
Test Statistics

Moisture Moisture Moisture Moisture Moisture


Kondisi Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mann-Whitney U 3.000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 9.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -.707 -2.236 -2.121 -2.121 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .480 .025 .034 .034 .050


a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed .700 .100 .100 .100 .100
Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

d. F1 dengan F2
b
Test Statistics

Moisture Moisture Moisture Moisture Moisture


Kondisi Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mann-Whitney U 3.000 3.000 4.500 2.500 2.000

Wilcoxon W 9.000 9.000 10.500 8.500 8.000

Z -1.000 -.745 .000 -.913 -1.291

Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .456 1.000 .361 .197


a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed .700 .700 1.000 .400 .400
Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

e. F1 dengan F3
b
Test Statistics

Moisture Moisture Moisture Moisture Moisture


Kondisi Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mann-Whitney U 3.000 1.500 1.000 .000 .000

Wilcoxon W 9.000 7.500 7.000 6.000 6.000

Z -.707 -1.581 -1.650 -2.023 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .480 .114 .099 .043 .046


a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed .700 .200 .200 .100 .100
Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

73
Universitas Sumatera Utara
f. F2 dengan F3
b
Test Statistics

Moisture Moisture Moisture Moisture Moisture


Kondisi Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mann-Whitney U 4.000 3.000 1.000 1.000 .500

Wilcoxon W 10.000 9.000 7.000 7.000 6.500

Z -.236 -1.000 -1.650 -1.650 -1.798

Asymp. Sig. (2-tailed) .814 .317 .099 .099 .072


a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed 1.000 .700 .200 .200 .100
Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Formula

Kehalusan (Evenness)
1. Uji Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Evenness Kondisi Awal F0 .292 3 . .923 3 .463

F1 .314 3 . .893 3 .363

F2 .175 3 . 1.000 3 1.000

F3 .314 3 . .893 3 .363

Evenness Minggu1 F0 .292 3 . .923 3 .463

F1 .328 3 . .871 3 .298

F2 .232 3 . .980 3 .726

F3 .253 3 . .964 3 .637

Evenness Minggu 2 F0 .385 3 . .750 3 .000

F1 .328 3 . .871 3 .298

F2 .204 3 . .993 3 .843

F3 .276 3 . .942 3 .537

Evenness Minggu 3 F0 .253 3 . .964 3 .637

F1 .219 3 . .987 3 .780

F2 .204 3 . .993 3 .843

74
Universitas Sumatera Utara
F3 .253 3 . .964 3 .637

Evenness Minggu 4 F0 .385 3 . .750 3 .000

F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .253 3 . .964 3 .637

F3 .385 3 . .750 3 .000

a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskal Wallis


a,b
Test Statistics

Evenness Kondisi Evenness Evenness Evenness Evenness


Awal Minggu1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Chi- 1.335 .442 .311 2.310 7.058


Square

Df 3 3 3 3 3

Asymp. .721 .931 .958 .511 .070


Sig.

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Formula

Pore (Ukuran Pori-pori)


1. Uji Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pore Kondisi Awal F0 .196 3 . .996 3 .878

F1 .253 3 . .964 3 .637

F2 .292 3 . .923 3 .463

F3 .362 3 . .803 3 .122

Pore Minggu 1 F0 .196 3 . .996 3 .878

F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .238 3 . .976 3 .702

F3 .362 3 . .805 3 .127

Pore MInggu 2 F0 .253 3 . .964 3 .637

F1 .385 3 . .750 3 .000

75
Universitas Sumatera Utara
F2 .191 3 . .997 3 .900

F3 .320 3 . .883 3 .334

Pore Minggu 3 F0 .269 3 . .949 3 .567

F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .238 3 . .976 3 .702

F3 .264 3 . .954 3 .588

Pore Minggu 4 F0 .253 3 . .964 3 .637

F1 .385 3 . .750 3 .000

F2 .253 3 . .964 3 .637

F3 .288 3 . .928 3 .482

a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskal Wallis

a,b
Test Statistics

Pore Kondisi Awal Pore Minggu 1 Pore MInggu 2 Pore Minggu 3 Pore Minggu 4

Chi-Square 2.556 1.205 1.170 .479 .232

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .465 .752 .760 .923 .972

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Formula

Spot (Noda)
1. Uji Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Spot Kondisi Awal F0 .247 3 . .969 3 .664

F1 .361 3 . .807 3 .132

F2 .385 3 . .750 3 .000

F3 .343 3 . .842 3 .220

Spot MInggu 1 F0 .260 3 . .959 3 .609

F1 .333 3 . .862 3 .274

76
Universitas Sumatera Utara
F2 .337 3 . .855 3 .253

F3 .304 3 . .907 3 .407

Spot Minggu 2 F0 .260 3 . .959 3 .609

F1 .333 3 . .862 3 .274

F2 .343 3 . .842 3 .220

F3 .204 3 . .993 3 .843

Spot Minggu 3 F0 .247 3 . .969 3 .664

F1 .292 3 . .923 3 .463

F2 .385 3 . .750 3 .000

F3 .328 3 . .871 3 .298

Spot Minggu 4 F0 .247 3 . .969 3 .664

F1 .333 3 . .862 3 .274

F2 .349 3 . .832 3 .194

F3 .385 3 . .750 3 .000

a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskal Wallis

a,b
Test Statistics

Spot Kondisi Awal Spot MInggu 1 Spot Minggu 2 Spot Minggu 3 Spot Minggu 4

Chi-Square 1.794 2.792 2.505 2.649 3.472

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. .616 .425 .474 .449 .324

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Formula

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Perhitungan persentase aktivitas antiaging

 Penurunan Tingkat Kadar air

 F0

1. x 100% = 6%

2. x 100% = 9,6%

3. x 100% = 3,2%

Rata-rata = x 100% = 6%

 F1

1. x 100% = 9,6 %

2. x 100% = 6%

3. x 100% = 9,6%

Rata-rata = x 100% = 8,6%

 F2

1. x 100% = 9,3 %

2. x 100% = 9,6 %

78
Universitas Sumatera Utara
3. x 100% = 9,6 %

Rata-rata = x 100% = 9,5%

 F3

1. x 100% = 15,6%

2. x 100% = 12,5%

3. x 100% = 16,67%

Rata-rata = x 100% = 14,9%

 Kenaikan Angka Kehalusan

 F0

1. x 100% = 4,7%

2. x 100% = 6,5%

3. x 100% = 6,9%

Rata-rata = x 100% = 6,1%

 F1

79
Universitas Sumatera Utara
1. x 100% = 19,1 %

2. x 100% = 8,6%

3. x 100% = 9,5%

Rata-rata = x 100% = 12,6%

 F2

1. x 100% = 18,7 %

2. x 100% = 15,9 %

3. x 100% = 10 %

Rata-rata = x 100% = 15,1%

 F3

1. x 100% = 22,4%

2. x 100% = 20%

3. x 100% = 25%

80
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata = x 100% = 22,4%

 Penurunan Ukuran Pori

 F0

1. x 100% = 4,6%

2. x 100% = 10,25%

3. x 100% = 5,8%

Rata-rata = x 100% = 6,9%

 F1

1. x 100% = 6,1%

2. x 100% = 19,5%

3. x 100% = 11,3%

Rata-rata = x 100% = 12,5%

 F2

1. x 100% = 20 %

81
Universitas Sumatera Utara
2. x 100% = 22,7 %

3. x 100% = 26,8 %

Rata-rata = x 100% = 22,7%

 F3

1. x 100% = 32%

2. x 100% = 27,4%

3. x 100% = 16,9%

Rata-rata = x 100% = 24%

 Penurunan Jumlah Noda

 F0

1. x 100% = 11,36%

2. x 100% = 8,1%

3. x 100% = 7,1%

82
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata = x 100% = 10,6%

 F1

1. x 100% = 19,6%

2. x 100% = 17,6%

3. x 100% = 15,9%

Rata-rata = x 100% = 17,6%

 F2

1. x 100% = 26,7 %

2. x 100% = 20,9 %

3. x 100% = 28,5 %

Rata-rata = x 100% = 20,2%

 F3

1. x 100% = 33,3%

83
Universitas Sumatera Utara
2. x 100% = 35,3%

3. x 100% = 31%

Rata-rata = x 100% = 32,2%

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Perhitungan penetapan kadar air dari ampas kopi

Penetapan kadar air

NO Berat sampel (g) Volume air (ml)


1. 5,00 0,0
2. 5,02 1,1
3. 5,05 0,0

1.

2.

3.

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan penetapan kadar abu total dari ampas kopi

Penetapan kadar abu total

NO Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,03 0,01
2. 2,05 0,02
3. 2,02 0,02

1.

2.

3.

86
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai