Anda di halaman 1dari 95

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI


PADA PASIEN RAWAT JALAN
DI PUSKESMAS JATINANGOR,
KECAMATAN JATINANGOR,
KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN 2021

Disusun Oleh:
Irena Cangga Putri
Pembimbing:
dr. Euis

BANDUNG
2021

1
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN
RAWAT JALAN DI PUSKESMAS JATINANGOR,
KECAMATAN JATINANGOR, KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN 2021
PENYUSUN : IRENA CANGGA PUTRI

JATINAGOR, JANUARI 2021


MENYETUJUI,
PEMBIMBING, KEPALA PUSKESMAS
JATINANGOR,

dr. Euis drg. Amie Fitriah., MH.Kes.


NIP: 197211112006042017

2
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Irena Cangga Putri
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai aturan yang berlaku

Demikian pernyataan saya Jatinangor, Januari 2021

Irena Cangga Putri

3
ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN


HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS JATINANGOR,
KECAMATAN JATINANGOR, KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2021

Irena Cangga Putri 2021;


Pembimbing: dr. Euis.

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya dapat bervariasi pada


masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Faktor risiko
hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga (faktor risiko yang tidak dapat
diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres (faktor risiko
yang dapat diubah/dikontrol). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
status gizi, riwayat penyakit hipertensi keluarga, tingkat stres, kebiasaan olahraga, dan
kebiasaan merokok dengan angka kejadian hipertensi di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang Tahun 2021. Penelitian ini adalah analitik
observasional dengan desain potong lintang. Sampel berjumlah 95 responden yang
diambil dengan teknik nonprobability sampling dengan jenis incidental sampling. Alat
pengumpulan datayang digunakan adalah kuesioner. Analisis statistik menggunakan chi
square dengan tingkat kemaknaan p<0,05 dan perhitungan odd ratio. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi
(p=0,003; OR=3,758), tingkat stres dengan kejadian hipertensi (p=0,012; OR=2,818),
kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi (p=0,010; OR=2,908), kebiasaan merokok
dengan kejadian hipertensi (p=0,015; OR=2,800), sedangkan riwayat penyakit hipertensi
keluarga tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi (p=0,233), Sebagai simpulan,
status gizi, tingkat stres, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan merokok berhubungan
dengan angka kejadian hipertensi sedangkan riwayat penyakit hipertensi keluarga tidak
berhubungan dengan hipertensi di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang Tahun 2021.

Kata kunci: Status gizi, Riwayat penyakit hipertensi keluarga, Tingkat stres, Kebiasaan
olahraga, Kebiasaan merokok, Hipertensi

4
ABSTRACT

THE FACTORS RELATED TO HYPERTENSION EVENTS IN PATIENTS IN


JATINANGOR COMMUNITY HEALTH CENTER, JATINANGOR DISTRICT,
SUMEDANG DISTRICT, 2021

Irena Cangga Putri 2021;


Tutor: dr. Euis

Hypertension is a silent killer where the symptomps can be different in each


individual and almost the same as other disease variations. Risk factors for hypertension
are age, gender, family history (risk factors that cannot be changed / controlled),
smoking habits, obesity, lack of physical activity, stress (factors that can be changed /
controlled). This study aims to determine the relationship between nutritional status,
family history of hypertension, stress levels, exercise habits, and smoking habits with the
incidence of hypertension in Jatinangor Health Center, Jatinangor District, Sumedang
Regency in 2021. This study was an observational analytic with cross-sectional design.
Samples totaling 95 respondents were taken by nonprobability sampling technique with
the type of incidental sampling. Data collection tool uses a questionnaire. Statistical
analysis using chi square with significance level p<0.05 and odd ratio calculation. The
results showed that there was a relationship between nutritional status and the incidence
of hypertension (p = 0.001; OR = 3.439), family history of hypertension and
hypertension (p = 0.047; OR = 2.400), stress level and the incidence of hypertension (p
= 0.005; OR = 3.000), exercise habits with hypertension (p = 0.000; OR = 4.711),
smoking habits with hypertension (p = 0.000; OR = 5.180). As a conclusion, nutritional
status, family history of hypertension, stress levels, exercise habits, and smoking habits
related with the incidence of hypertension in Jatinangor Health Center, Jatinangor
District, Sumedang Regency in 2019.

Keywords : Nutritional status, Family history of hypertension, stress levels, exercise


habits, smoking habits, hypertension

5
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan menempuh
program Internship yang diadakan Program PIDI.
Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan moril dan materiil
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. dr. Euis, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk membimbing dan memberi pengarahan dalam penelitian dan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal sampai akhir.
2. drg. Amie fitriah, MH.Kes. selaku Kepala UPTD Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, terima kasih atas
kesempatan-kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk
melakukan penelitian di UPTD Puskesmas Jatinangor dan segala bantuan
yang telah diberikan kepada penulis dalam mengerjakan penelitan ini.
3. dr. Dodi dan dr. Nia selaku dokter pembimbing di UPTD Puskesmas
Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, dan seluruh staf
UPTD Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
penulis dalam mengerjakan penelitian ini.
4. Para peserta penelitian yang telah meluangkan waktu dan membantu
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Kepada orangtua dan keluarga penulis yang selama ini telah memberikan
doa, semangat, dan perhatian dalam mengerjakan penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan Karya Tulis Ilmiah selanjutnya. Akhir kata, tiada gading yang tak retak,

6
semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi Puskesmas Jatinangor,
dunia pendidikan dan kesehatan, serta masyarakat.

7
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN 1
SURAT PERNYATAAN 2
ABSTRAK 3
ABSTRACT 4
KATA PENGANTAR 5
DAFTAR ISI 7
DAFTAR GAMBAR 10
DAFTAR TABEL 11
BAB I 12

1.1. Latar Belakang 12


1.2. Identifikasi Masalah 14
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 15
1.4. Manfaat Penelitian 16
1.5. Kerangka Pemikiran 16
1.6. Hipotesis Penelitian 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20

2.1. Tekanan Darah 20


2.1.1. Definisi dan Nilai Normal 20
2.1.2. Metode Pengukuran 21
2.1.3. Pengaturan Tekanan Darah 23
2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah 25
2.1.5. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron 35
2.2. Hipertensi 36
2.2.1. Definisi Hipertensi 36
2.2.2. Penyebaran Hipertensi36
2.2.3. Faktor Risiko Hipertensi 37
2.2.4. Etiologi Hipertensi 38
2.2.5. Klasifikasi Hipertensi 40
2.2.6. Patofisiologi Hipertensi 41
2.2.7. Manifestasi Klinis Hipertensi 41
2.2.8. Etiologi Hipertensi 42
2.2.9. Komplikasi Hipertensi 45
BAB III METODE PENELITIAN 47

8
3.1 Metode Penelitian 47
3.2 Rancangan Penelitian 47
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 47
3.3.1 Lokasi Penelitian 47
3.3.2 Waktu Penelitian 48
3.4 Teknik Pengumpulan Data 48
3.4.1 Instrumen Penelitian 48
3.4.2 Populasi Penelitian 49
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampling 49
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 50
3.6.1 Variabel Penelitians 50
3.6.2 Definisi Operasional 50
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 54
3.6.1 Pengolahan Data 54
3.6.2 Analisis Data 54
3.6.3 Hipotesis Statistik 55
3.6.4 Kriteria Uji 56
3.7 Etika Penelitian 57
3.8 Penyajian Data 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 58

4.1. Hasil Penelitian 58


4.1.1. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi 62
4.1.2. Hubungan Riwayat Hipertensi Keluarga dengan Kejadian Hipertensi
63
4.1.3. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi 63
4.1.4. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi 64
4.1.5. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi 65
4.2. Pembahasan 65
4.2.1. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi 65
4.2.2. Hubungan Riwayat Hipertensi Keluarga dengan Kejadian Hipertensi
67
4.2.3. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi 68
4.2.4. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi 69
4.2.5. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi 70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 72

5.1. Simpulan 72
5.2. Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 74
LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN 79

9
LAMPIRAN 2 HASIL UJI DATA PENELITIAN 83
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI 94
RIWAYAT HIDUP 95

10
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi 18


2.1 Refleks baroreseptor untuk mengendalikan tekanan darah menjadi normal 24
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah 26
2.3 Ambang batas TDS di klinik untuk inisiasi obat (mmHg) 43
2.4 Alur panduan inisiasi terapi obat sesuai dengan klasifikasi hipertensi 44
2.5 Obat anti hipertensi oral 46

11
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Faktor Risiko Hipertensi 37


2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa (> 18 tahun) 40
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur 58
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 59
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 59
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan 60
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan 60
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi 60
4.7 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kejadian Hipertensi 61
4.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi 62
4.9 Hubungan Riwayat Hipertensi Keluarga dengan Kejadian Hipertensi 63
5.0 Hubungan Stres dengan Kejadian Hipertensi 63
5.1 Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi 64
5.2 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi 65

12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu tantangan besar


dalam bidang kesehatan maupun pengembangan suatu negara dalam abad ke-21
ini.1 Penyakit tidak menular adalah salah satu penyebab kematian terbanyak di
Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah
kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM
makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan
yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. 2
Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari
orang ke orang. penyakit tidak menular mempunyai durasi yang panjang dan
umumnya berkembang lambat.3 Secara global, kematian yang diakibatkan PTM
meningkat 15% dari tahun 2010 sampai tahun 2020 dengan estimasi 10,4 juta
kematian di Asia Tenggara. Dalam wilayah Asia Tenggara didapatkan 48% dari
kematian akibat PTM terjadi pada usia dibawah 70 tahun, terdapat 8,5 juta
kematian akibat PTM setiap tahunnya, dan menjadi 62% dari penyebab kematian
di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.4
Pada bulan September 2011 WHO membentuk komitmen untuk
mengurangi angka kejadian penyakit tidak menular secara global yang
diwujudkan dengan mengurangi sembilan penyebab utama penyakit tidak menular
seperti alkohol, aktivitas fisik yang rendah, garam, rokok, hipertensi,
obesitas/diabetes, penyakit jantung, dan stroke.
Tekanan darah yang meningkat diperkirakan menyebabkan 9,4 juta
kematian di dunia yang diukur pada tahun 2010. Jika hipertensi tidak diterapi
dengan benar, akan menimbulkan komplikasi stroke, miokard infark, demensia,
gagal ginjal, dan kebutaan.1
Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

13
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Menurut American Heart Association (AHA), penduduk
Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka
hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya.
Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada
masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya.
Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo),
jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging
(tinnitus), dan mimisan. 5
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran
pada umur ≥18 tahun sebesar 34,11 %, tertinggi di provinsi
Kalimantan Selatan (44,13%), diikuti provinsi Jawa Barat
(39,60%), provinsi Kalimantan Timur (39,30%), provinsi Jawa
Tengah (37,57%) dan Kalimantan Barat (36,99%).6
Faktor risiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga
(faktor rsiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi
garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-
minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen
(faktor risiko yang dapat diubah/dikontrol).5
Penanganan hipertensi di negara-negara Asia sangat penting, karena
prevalensi hipertensi terus meningkat, termasuk di Indonesia. Di sebagian besar
negara Asia Timur, penyakit kardiovaskular sebagai komplikasi hipertensi terus
meningkat. Karakteristik spesifik untuk populasi Asia yang berbeda dengan ras
lain di dunia yaitu kejadian stroke, terutama stroke hemoragik, dan gagal jantung
non-iskemik lebih sering ditemukan sebagai luaran dari hipertensi terkait penyakit
kadiovaskular. Selain itu hubungan antara tekanan darah dan penyakit
kardiovaskular lebih kuat di Asia dibandingkan negara barat, serta populasi Asia
terbukti memiliki karakteristik sensitivitas terhadap garam yang lebih tinggi

14
(higher salt sensitivity), bahkan dengan obesitas ringan dan asupan garam yang
lebih banyak.7
Angka kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jatinangor
berdasarkan data yang tercatat pada tahun 2019, didapatkan sebesar 17,34% dari
seluruh jumlah pasien yang berobat ke balai pengobatan.8 Berkaitan dengan latar
belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian apakah terdapat hubungan antara
faktor-faktor risiko hipertensi seperti usia, status gizi, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, riwayat penyakit hipertensi di keluarga, stres, olahraga,
merokok dengan angka kejadian hipertensi pada pasien yang rawat jalan di
Puskesmas Jatinangor.
Dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang Tahun 2021”. Penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan bagi petugas
kesehatan dalam memberikan pembinaan dan informasi dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya pada penyakit hipertensi.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat


dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut :
1) Apakah status gizi berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang tahun
2021
2) Apakah riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga berhubungan dengan
angka kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor
Kabupaten Sumedang tahun 2021
3) Apakah stres berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang tahun 2021

15
4) Apakah olahraga berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang tahun
2021
5) Apakah merokok berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang tahun
2021

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui


faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
● Mengetahui hubungan status gizi dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang tahun 2021.
● Mengetahui hubungan riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga dengan
angka kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas
Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021.
● Mengetahui hubungan stres dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021.
● Mengetahui hubungan olahraga dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang tahun 2021.
● Mengetahui hubungan merokok dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang tahun 2021.

16
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat akademis adalah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai


bahan telaah manajemen untuk masukan dalam menyusun kebijakan dan rencana
strategis dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi.
Manfaat praktis adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kepada
masyarakat mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kejadian
hipertensi di lingkungan masyarakat sehingga diharapkan masyarakat dapat
termotivasi untuk mengendalikan faktor-faktor yang berhubungan dengan angka
kejadian hipertensi.
Manfaat untuk peneliti adalah sebagai pengalaman berharga dan sarana untuk
melatih penalaran terhadap pengamatan faktor-faktor yang berhubungan dengan
angka kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021..

1.5. Kerangka Pemikiran

Berikut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian


hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan
Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021. yang akan dibahas dalam penelitian
ini :
1. Riwayat Penyakit Keluarga
Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan
garam dan renin membrane sel. Menurut Davidson bila kedua orang
tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-

17
anaknya, dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi
makan sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.9

2. Rokok
Kandungan nikotin di dalam rokok bersifat vasokonstriktor yang
dapat mengelevasi tekanan darah sistolik dan diastolic secara akut. Pada
invidivu yang memiliki kebiasaan merokok merupakan salah satu insidensi
tertinggi untuk penyakit hipertensi berat, hipertrofi miokardium, dan
kematian yang diakibatkan penyakit jantung koroner. 10

3. Olahraga fisik
Tekanan darah seseorang lebih besar selama dan sesudah
berolahraga karena jantung memukul lebih cepat untuk menyediakan
oksigen tambahan terhadap otot. Aktivitas fisik bukan hanya membantu
mengontrol tekanan darah tinggi, namun itu juga membantu
mengendalikan berat badan, menguatkan jantung, dan menurunkan kadar
stres. Berat badan ideal, jantung yang kuat, dan kesehatan emosional,
semua baik untuk tekanan darah. 11

4. Obesitas
Faktor-faktor yang secara umum dipertimbangkan bertanggung
jawab pada perubahan-perubahan kurva natriuresis tekanan berkaitan
dengan obesitas, termasuk peningkatan tonus simpatis, aktivasi sistem
renin-angiotensin, hiperinsulinemia, perubahan struktural pada ginjal, dan
adipokin (hormon-hormon yang diproduksi lemak itu sendiri) seperti
leptin. Leptin, hormon yang diproduksi oleh lemak dan dapat
menghasilkan kepuasan yang berlebihan (satiety) dan hilangnya berat
badan dengan menghilangkan asupan kalori serta mengaktivasi sistem

18
saraf simpatis untuk meningkatkan thermogenesis, dapat menyebabkan
hipertensi. Leptin berperan terhadap terjadinya hipertensi obesitas
terutama melalui aktivitasi simpatis. 12

5. Emosi
Emosi dapat meningkatkan curah jantung dan resistensi perifer, dan
sekitar 20% dari pasien hipertensi memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi di kantor dokter daripada di rumah, walaupun pasien tersebut
melakukan kegiatan harian rutin mereka (hipertensi jas putih).13

19
Gambar 1.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi
1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang dapat disimpulkan berdasarkan latar belakang dan


kerangka pemikiran tentang “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Angka
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021.” adalah : 

20
1) Status gizi berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021.
2) Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga berhubungan dengan angka
kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021.
3) Stres berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien rawat
jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021.
4) Olahraga berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021.
5) Merokok berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021.

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah


2.1.1. Definisi dan Nilai Normal

Tekanan darah berarti daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh atau tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh darah
pada dinding pembuluh darah.14,15 Tekanan darah sistolik adalah tekanan tertinggi
pada arteri saat sistol, dan tekanan darah diastolik adalah tekanan arteri terendah
saat diastol.15 Kontraksi dari ventrikel menghasilkan tekanan darah. Tekanan
darah ditentukan oleh curah jantung, volume darah, dan resistensi vaskular yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:15,16

BP = CO x TPR

Keterangan: BP = blood pressure, CO = cardiac output, TPR = total


peripheral resistance16

Tekanan darah tertinggi terdapat di aorta dan arteri sistemik besar.


Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mm Hg)
karena manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan standar untuk
pengukuran tekanan sejak diciptakan pada tahun 1846 oleh Poiseuille.14
Tekanan darah dapat berubah-ubah pada setiap tahap siklus jantung.
Tekanan darah sistolik dihasilkan oleh otot jantung yang mendorong isi ventrikel
masuk ke dalam arteri yang telah teregang. Selama diastol, arteri masih tetap
menggembung karena tahanan perifer dari arteriol-arteriol menghalangi semua
darah mengalir ke dalam jaringan. Demikianlah maka tekanan darah sebagian
tergantung kepada kekuatan dan volume darah yang dipompa oleh jantung, dan
sebagian lagi kepada kontraksi otot dalam dinding arteriol. Kontraksi ini
dipertahankan oleh saraf vasokonstriktor, dan ini dikendalikan oleh pusat

22
vasomotorik dalam medula oblongata.
Pusat vasomotorik mengatur tahanan perifer untuk mempertahankan agar
tekanan darah relatif konstan. Tekanan darah mengalami sedikit perubahan
bersamaan dengan perubahan-perubahan gerakan yang fisiologik, seperti sewaktu
latihan jasmani, waktu adanya perubahan mental karena kecemasan dan emosi,
sewaktu tidur dan sewaktu makan. Karena itu sebaiknya tekanan darah diukur
selalu sewaktu orangnya tenang, istirahat, dan sebaiknya dalam sikap rebahan.17
Pada saat keadaan istirahat, dewasa muda, tekanan darah naik menjadi
sekitar 110 mmHg saat sistol (kontraksi ventrikel) dan turun menjadi sekitar 70
mmHg saat diastol (relaksasi ventrikel). Ketika darah meninggalkan aorta dan
mengalir ke dalam sirkulasi sistemik, tekanannya turun secara progresif sesuai
peningkatan jarak dari ventrikel kiri. Tekanan darah turun menjadi sekitar 35
mmHg saat darah dari arteri sistemik melewati arteriol sistemik dan kemudian ke
dalam kapiler, dimana fluktuasi tekanan menghilang. Pada akhir vena kapiler,
tekanan darah turun menjadi sekitar 16 mmHg. Tekanan darah terus menurun saat
darah memasuki venula sistemik dan kemudian vena karena pembuluh-pembuluh
ini paling jauh dari ventrikel kiri. Akhirnya, tekanan darah mencapai 0 mmHg saat
darah mengalir ke dalam ventrikel kanan.15

2.1.2. Metode Pengukuran

Dua metode untuk mengukur tekanan darah, yaitu metode direk dan
indirek. Metode direk merupakan baku emas untuk pengukuran tekanan darah,
dimana metode ini menggunakan kateter intraarterial untuk memperoleh nilai
tekanan darah. Penggunaan alat perekam tekanan yang mengharuskan jarum
masuk ke dalam arteri untuk pengukuran rutin tekanan darah arteri pada pasien
manusia tidak pantas dilakukan dan tidak praktis karena prosedur bersifat invasif,
juga tidak bisa dilakukan pada kelompok individu asimptomatik dalam jumlah
besar untuk skrining hipertensi, walaupun cara tersebut kadang-kadang diperlukan
pada studi khusus.

23
Sebagai gantinya, para klinisi menentukan tekanan sistolik dan diastolik
secara indirek/tidak langsung. Metode indirek dilakukan dengan mengempiskan
arteri menggunakan manset eksternal, dimana metode ini menyediakan cara yang
tidak mahal dan lebih mudah untuk mengukur tekanan darah. Metode indirek
dapat dilakukan dengan manset manual dan sphygmomanometer atau dengan alat
oskilometri otomatis. Metode manual memerlukan auskultasi dari tekanan darah,
sedangkan sistem otomatis tergantung pada alat oskilometri.14,18
1) Metode Palpasi
Tekanan darah sistolik dapat dinilai secara kasar dengan palpasi,
kebanyakan sering dilakukan pada keadaan kegawatdaruratan. Tekanan
darah sistolik ini dinilai dengan melakukan palpasi pada arteri radialis.
Tekanan darah diastolik tidak dapat dinilai dengan metode ini.19
2) Metode Auskultasi
Tekanan darah arteri pada manusia secara rutin diukur dengan
metode auskultasi. Sebuah manset tekanan darah yang dapat
digembungkan (Riva-Roccicuff) dipasang di sekeliling lengan atas dan
sebuah stetoskop diletakkan di atas arteri brachialis di bagian lipat siku
(antekubiti).
Manset digembungkan secara cepat sampai didapat tekanan di atas
tekanan sistolik yang diharapkan pada arteri brachialis. Selama manset
menekan lengan dengan tekanan yang terlalu kecil untuk menyumbat arteri
brachialis, tidak akan terdengar bunyi arteri melalui stetoskop. Tekanan
pada manset dikurangi secara perlahan.
Pada suatu titik saat tekanan sistolik pada arteri melebihi tekanan
manset, terjadi pancaran darah yang keluar tiap denyut jantung. Sesuai
dengan tiap denyut, bunyi ketukan terdengar di bawah manset. Tekanan
manset dimana suara pertama kali terdengar adalah tekanan sistolik.
Ketika tekanan manset semakin turun, suara semakin keras, dan kemudian
tumpul dan teredam. Ini adalah suara korotkoff. Akhirnya, pada
kebanyakan orang, mereka menghilang. Ketika pengukuran tekanan darah
langsung dan tidak langsung dilakukan secara bersamaan, tekanan

24
diastolik pada dewasa dalam keadaan istirahat berkaitan paling baik
dengan tekanan pada saat suara hilang. Namun, pada dewasa sesudah
latihan dan pada anak-anak, tekanan diastolik berkaitan paling baik dengan
tekanan pada saat suara menjadi teredam.
Suara korotkoff dihasilkan oleh aliran turbulen pada arteri
brachialis. Ketika arteri terhimpit oleh manset, kecepatan aliran melalui
konstriksi melebihi kecepatan kritis dan aliran turbulen dihasilkan. Pada
tekanan manset dibawah tekanan sistolik, aliran melalui arteri tterjadi
hanya pada puncak sistol, dan turbulensi kadang-kadang menghasilkan
suara ketukan. Selama tekanan pada manset di atas tekanan diastolik pada
arteri, aliran dihalangi minimal saat bagian diastolik, dan bunyi kadang-
kadang memiliki kualitas stakato. Ketika tekanan manset mendekati
tekanan diastolik arteri, pembuluh masih terkonstriksi, tetapi aliran
turbulen berlanjut. Suara selanjutnya akan teredam daripada suatu kualitas
stakato.
3) Metode Kombinasi
Metode ini merupakan metode gabungan antara metode auskultasi
dengan metode palpasi. Caranya, manset dipasang dengan benar pada
lengan atas, lalu dipompa hingga denyut arteri radialis tidak teraba lagi.
Kemudian dengan stetoskop, dengarkan denyut arteri brachialis sambil
menurunkan tekanan pada manset perlahan-lahan. Tekanan sistolik adalah
saat denyut pertama terdengar dan tekanan diastolik adalah saat denyut
tidak terdengar lagi.14

2.1.3. Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan arteri rata-rata dipantau secara konstan oleh baroreseptor


(pendeteksi tekanan) yang terdapat pada sistem sirkulasi. Ketika terdapat
penyimpangan dari keadaan normal terdeteksi, respon refleks multipel dimulai
untuk mengembalikan tekanan arteri rata-rata menjadi nilainya semula.
Penyesuaian jangka pendek (dalam hitungan detik) dibentuk oleh perubahan pada

25
curah jantung dan resistensi perifer total, diperantarai oleh sistem saraf otonom
yang berpengaruh pada jantung, vena, dan arteriol. Kontrol jangka panjang
(membutuhkan menit sampai hari) melibatkan penyesuaian volume darah total
dengan mengembalikan keseimbangan garam dan air yang normal melalui
mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Jumlah volume darah
total memiliki efek yang dalam pada curah jantung dan tekanan arteri rata-rata.16

Gambar 2.1 Refleks Baroreseptor Untuk Mengembalikan Tekanan Darah


Menjadi Normal16

Selain refleks baroreseptor, terdapat beberapa refleks lain dan respon-respon yang
mempengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah, yaitu :
1) Reseptor volume atrium kiri dan osmoreseptor hipothalamus terutama
penting dalam keseimbangan air dan garam pada tubuh, mereka
mempengaruhi pengaturan tekanan darah jangka panjang dengan mengatur
volume darah.

26
2) Kemoreseptor yang terletak pada arteri carotis dan aorta, berkaitan dekat
namun berbeda dari baroreseptor, yang sensitif terhadap kadar oksigen
yang rendah atau tingginya asam dalam darah. Fungsi utama kemoreseptor
ini adalah untuk meingkatkan aktivitas respirasi secara refleks agar dapat
memperoleh lebih banyak oksigen atau untuk menghilangkan CO2
pembentuk asam, tetapi mereka juga meningkatkan tekanan darah secara
refleks dengan mengirimkan impuls eksitasi pada pusat kardiovasklar.
3) Respon kardiovaskular berkaitan dengan perilaku tertentu dan emosi
diperantarai melalui jalur korteks cerebri-hipothalmus dan muncul
preprogammed. Respon ini meliputi perubahan yang luas pada aktivitas
kardiovaskular bersamaan dengan respon fight or flight simpatetik
generalisata, cirinya ditandai dengan meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah berkaitan dengan orgasme seksual, dan vasodilatasi kulit
terlokalisasi ciri merona.
4) Perubahan kardiovaskular bersamaan dengan latihan, termasuk adanya
peningkatan dalam jumlah besar pada aliran darah ke otot skelet,
peningkatan signifikan pada curah jantung, turunnya resistensi periferal
total (karena vasodilatasi luas pada otot skelet meskipun vasokonstriksi
arterile generalisata pada kebanyakan organ), dan peningkatan sedang
pada tekanan arteri rata-rata.
5) Kontrol hipothalamus pada arteriol kulit dengan tujuan pengaturan suhu
yang mengambil alih terlebih dahulu di atas pusat kardiovaskular pada
pembuluh yang sama dengan tujuan pengaturan tekanan darah. Hasilnya
tekaan darah dapat turun ketika pembuluh kulit terdilatasi secara lebar
untuk membuang kelebihan panas dari tubuh, meskipun respon
baroreseptor meminta untuk vasokonstriksi kutan untuk membantu
mempertahankan resistensi perifer total yang cukup.
6) Bahan-bahan vasoaktif dilepaskan dari sel-sel endotel memiliki peranan
pada pengaturan tekanan darah.16

2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

27
Tekanan darah pada arteri brachialis orang dewasa muda pada posisi
duduk saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg. Karena tekanan arteri merupakan
hasil dari curah jantung dan resistensi perifer, maka dapat dipengaruhi oleh
keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi baik salah satu atau kedua faktor ini :
13

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah16

⮚ Curah jantung dipengaruhi oleh denyut jantung dan isi sekuncup.


⮚ Denyut jantung dipengaruhi oleh keseimbangan relatif dari
aktivitas parasimpatis, yang menurunkan denyut jantung, dan
aktivitas simpatis (termasuk epinefrin), yang meningkatkan
denyut jantung.
⮚ Isi sekuncup meningkat sebagai respon terhadap aktivitas
simpatis; (kontrol ekstrinsik terhadap isi sekuncup).

28
⮚ Isi sekuncup juga meningkat saat aliran balik vena meningkat;
(kontrol intrinsik dari isi sekuncup sesuai hukum frank-starling
dari jantung).
⮚ Aliran balik vena ditingkatkan oleh simpatis yang menyebabkan
vasokonstriksi vena, pompa otot skelet, pompa respirasi, dan
penghisapan jantung.
⮚ Volume darah yang bersirkulasi secara efektif juga mempengaruhi
berapa banyak darah yang dikembalikan ke jantung. Volume
darah jangka pendek tergantung jumlah cairan mengalir. Pada
jangka panjang, volume darah tergantug keseimbangan garam dan
air, yang secara hormonal tergantung oleh sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan vasopressin/ADH.
⮚ Penentu mayor lain dari tekanan darah arteri rata-rata, resistensi
perifer total, tergantung jari-jari dari semua arteriol, dan
viskositas/kekentalan darah. Faktor utama yang menentukan
kekentalan darah adalah jumlah dari sel darah merah.
Bagaimanapun, jari-jari arteriol merupakan faktor yang lebih
penting dalam menentukan resistensi perifer total.
⮚ Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal
(intrinsik) yang menyesuaikan aliran darah dengan kebutuhan
metabolik, juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis, suatu
mekanisme kontrol ekstrinsik yang menyebabkan vasokonstriksi
arteriol untuk meningkatkan resistensi perifer total dan tekanan
darah arteri rata-rata, juga secara ekstrinsik dipengaruhi oleh
hormon vasopressin dan angiotensin II, yang merupakan
vaskonstriktor poten dan penting dalam keseimbangan garam dan
air.16

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain


sebagai berikut :
1) Kondisi dari sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah)

29
a. Jika jantung seseorang tidak memompa darah dengan kekuatan
yang cukup, tekanan darahnya akan rendah. Ini akan menurunkan
kecepatan darah yang dialirkan ke seluruh tubuh. Sirkulasi darah
yang lambat mungkin menyebabkan beberapa bagian tubuh
tertentu (terutama otak) tidak menerima cukup oksigen, di mana
oksigen dibawa oleh darah.
b. Jika jantung seseorang memompa dengan kekuatan berlebihan,
tekanan darahnya akan tinggi. Jika arteri memiliki daerah yang
lemah, kekuatan dari tekanan sistolik mungkin cukup untuk
memecahkan arteri dan mengijinkan darah untuk keluar.
c. Jika arteri seseorang kehilangan bagian dari elastisitasnya, seperti
pada penderita arteriosklerosis, tekanan darah seseorang akan
lebih tinggi, di mana dinding arteri kurang meregang dan tidak
dapat mengurangi tekanan sebanyak itu.20
2) Umur
Pembacaan nilai tekanan darah milik seseorang cenderung semakin tinggi
saat dia semakin tua disebabkan pembuluh darah menjadi kurang elastis
seiring bertambahnya usia. Tekanan darah rata-rata meningkat dari 120/70
menjadi 150/90 mm Hg dan mungkin masih tetap sedikit tinggi, meskipun
diobati. Selain itu, pembuluh darah bereaksi lebih lambat terhadap perubahan
posisi. 21
Pertambahan usia menurunkan distensibilitas dari aorta, penurunan ukuran
serat otot jantung, hilangnya kekuatan otot jantung secara progresif,
penurunan curah jantung, penolakan pada denyut jantung maksimal, dan
peningkatan pada tekanan darah sistolik. Kolesterol darah total cenderung
meningkat seiring bertambah usia, seperti LDL; HDL cenderung menurun.
Perubahan pada pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai jaringan otak
(misalnya, aterosklerosis) menurunkan nutrisi ke otak dan berdampak pada
malfungsi atau kematian sel-sel otak. Pada umur 80 tahun, aliran darah otak
20% lebih rendah dan aliran darah renal 50% lebih rendah daripada orang
yang sama pada umur 30 tahun karena pengaruh penuaan pada pembuluh

30
darah.15
3) Jenis Kelamin
Laki-laki cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada
wanita pada umur yang sama. Data ini menunjukkan bahwa pada orang
dewasa dan pubertas, ketika kadar androgen meningkat, tekanan darah lebih
tinggi pada laki-laki daripada pada perempuan. Androgen dapat
meningkatkan aktivitas renin plasma, meskipun mekanismenya belum jelas.
James dkk mengukur aktivitas renin plasma pada pria dan wanita selama 9
tahun dan melakukan dokumentasi dan didapatkan bahwa pada populasi
normotensi ini, aktivitas renin plasma 27% lebih tinggi pada pria daripada
wanita, tanpa melihat umur dan keturunan etnik.Androgen, yang diperantarai
oleh Angiotensin II, dapat menginduksi stres oksidatif yang menyebabkan
vasokonstriksi renal. Androgen juga dapat menyebabkan peningkatkan
tekanan darah pada laki-laki dengan memicu aktivitas renin dan pembentukan
angiotensin II, baik dengan memicu pengeluaran renin dan/atau dengan
meningkatkan aktivitas renin renal.
Androgen dapat memicu pengeluaran renin dengan adanya penurunan
GFR, secara langsung memicu makula densa. Secara alternatif, aktivitas renin
(dengan demikian angiotensin II juga) dapat meningkat jika androgen
menyebabkan peningkatan kronik angiotensinogen renal dan enzim renin
yang bekerja di bawah kecepatan maksimalnya. Androgen dapat
mempengaruhi jumlah dan afinitas reseptor angiotensin II, dengan demikian
mempengaruhi reabsorbsi dan/atau vasokonstriksi renal. Angiotensin II
melalui reseptor Angiotensin I dapat secara langsung menyebabkan
vasokonstriksi reanl dan juga memicu reabsorbsi natrium melalui tubulus
proksimal dan/atau memicu reabsorbsi natrium melalui tubulus distal yang
diperantarai oleh aldosteron, natriuresis tekanan tumpul, dan peningkatan
tekanan darah. Gabungan peningkatan reabsorbsi sodium dan vasokonstriksi
renal dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.22
4) Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

31
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.23
Tingkat pendidikan yang rendah berdampak pada rendahnya pengetahuan dan
hal tersebut berpengaruh pada prilaku. Pendidikan yang cukupun belum bisa
menjamin terciptanya prilaku yang baik, karena menurut teori Lehendroff dan
Tracy perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan tetapi juga
kemauan. Informasi yang diterima masyarakat di luar pendidikannya juga
berperan penting terhadap peningkatan pengetahuan.24
5) Pekerjaan
Hipertensi lebih berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang
nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.25 Hasil penelitian Sekartaji
mengenai hubungan antara lama kerja dengan kejadian hipertensi dapat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lama kerja terhadap kejadian
hipertensi. Bekerja berlebihan atau selama 11 jam sehari akan meningkatkan
risiko berbagai masalah kesehatan yaitu depresi, stres, mata tegang, kinerja
otak menurun, kualitas tidur menurun dan termasuk mengakibatkan penyakit
jantung dan hipertensi26
6) Pendapatan
Pendapatan (revenue) dapat diartikan sebagai total penerimaan yang
diperoleh pada periode tertentu.27 Seseorang yang pendapatannya rendah
kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada sehingga kurang
mendapatkan pengobatan yang baik ketika seseorang menderita hipertensi.28
7) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga dekat yang mendertia hipertensi (faktor
keturunan) juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer
(esensial). Tentunya faktor lingkungan lain ikut berperan. Faktor genetic juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membrane sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya

32
yang menderita hipertensi makan sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.9

8) Rokok
Di dalam sebatang rokok mengandung 4.000 jenis senyawa kimia beracun
yang berbahaya untuk tubuh, 43 diantaranya bersifat karsinogenik.
Komponen utama yaitu Nikotin suatu zat berbahaya penyebab kecanduan,
Tar yang bersifat karsinogenik, dan CO yang dapat menurunkan kandungan
oksigen dalam darah. Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko
utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung
koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes melitus yang
merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini,
lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif. Jumlah ini terus
bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia ke peringkat
ketiga dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia setelah China dan India.
Selain berdampak buruk bagi kesehatan perokok itu sendiri, asap rokok juga
berbahaya bagi kesehatan orang di sekitarnya, yang disebut perokok pasif.
Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok
pasif di Indonesia, dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4
tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4 juta anak. Rokok merupakan
masalah yang kian menjerat anak, remaja dan wanita di Indonesia. 10
Kandungan nikotin di dalam rokok bersifat vasokonstriktor yang dapat
mengelevasi tekanan darah sistolik dan diastolic secara akut. Pada invidivu
yang memiliki kebiasaan merokok merupakan salah satu insidensi tertinggi
untuk penyakit hipertensi berat, hipertrofi miokardium, dan kematian yang
diakibatkan penyakit jantung coroner29
9) Olahraga Fisik
Orang-orang yang secara fisik memiliki ketahanan tubuh untuk melakukan
aktivitas fisik (fit) cenderung memiliki tekanan darah yang lebih normal
daripada mereka yang bentuk tubuhnya tidak sesuai, antara tinggi dan berat
badan. Aktivitas fisik sendiri dapat meningkatkan kesehatan dari jantung dan

33
pembuluh darah, sehingga sistem kardiovaskular dapat berfungsi dengan
baik. Tekanan darah seseorang lebih besar selama dan sesudah berolahraga
karena jantung memukul lebih cepat untuk menyediakan oksigen tambahan
terhadap otot. Aktivitas fisik bukan hanya membantu mengontrol tekanan
darah tinggi, namun itu juga membantu mengendalikan berat badan,
menguatkan jantung, dan menurunkan kadar stres. Berat badan ideal, jantung
yang kuat, dan kesehatan emosional, semua baik untuk tekanan darah.11
10) Obesitas
Orang-orang yang memiliki berat badan yang sangat berlebihan biasanya
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada jika berat mereka
mendekati berat ideal mereka. Faktor-faktor yang secara umum
dipertimbangkan bertanggung jawab pada perubahan-perubahan kurva
natriuresis tekanan berkaitan dengan obesitas, termasuk peningkatan tonus
simpatis, aktivasi sistem renin-angiotensin, hiperinsulinemia, perubahan
struktural pada ginjal, dan adipokin (hormon-hormon yang diproduksi lemak
itu sendiri) seperti leptin. Leptin, hormon yang diproduksi oleh lemak dan
dapat menghasilkan kepuasan yang berlebihan (satiety) dan hilangnya berat
badan dengan menghilangkan asupan kalori serta mengaktivasi sistem saraf
simpatis untuk meningkatkan thermogenesis, dapat menyebabkan hipertensi.
Leptin berperan terhadap terjadinya hipertensi obesitas terutama melalui
aktivitasi simpatis. Efek dari aktivasi simpatis pada hipertensi obesitas terlihat
berkaitan dengan aktivasi lalu lintas saraf renal dan kemudian adanya
perubahan dari hubungan natriuresis tekanan, padahal denervasi renal
mencegah berkembangnya hipertensi. Jalan hipothalamus-leptin-
melanokortin merupakan modulator penting dari berat badan, dan stimulasi
hiperleptinemia dari jalan hipothamus pro-opiomelanokortin berperan pada
keluaran simpatis yang tinggi.12
11) Nyeri
Nyeri adalah tipe pertahanan tubuh yang membiarkan otak mengetahui
adanya sesuatu yang salah. Otak bereaksi terhadap nyeri dengan
meningkatkan kecepatan dan kekuatan dari pukulan jantung. Peningkatan

34
tersebut ditujukan untuk dapat meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia
bagi otot untuk dapat menghasilkan energi, sehingga hal tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.20 Permulaan reaksi nyeri
atau terjdainya nyeri akut, ditimbulkan oleh stimulus nosiseptif, terutama
dengan adanya aktivasi norepinephrine- dan corticotropin-releasing hormone
oleh lokus coeruleus atau terjadinya peningkatan aktivitas saraf simpatis.
Penyesuaian tubuh terhadap perubahan lingkungan dimodulasi secara spesifik
pada berbagai daerah otak dengan sirkuit yang berbeda. Nukleus
amigdaloideus pusat, menerima jalan enteroseptif, secara tidak langsung
berkaitan dengan batang otak, sementara bagian yang medial, diaktivasi oleh
stimulus emosi, terhubung secara sinaps terhadap nukleus medial oleh stria
terminalis, daerah preoptik, dan hipothalamus anterior. Serotonin dan
asetilkolin memicu axis hipothalamus-pituitari-adrenal, sementara NO dan
GABA menghambat pelepasan kortikotropin dan vasopressin, melalui sistem
limbik. Pelepasan katekolamin dan serotonin diatur oleh kadar kortisol,
menentukan fenomena habituasi terhadap stres nyeri yang berulang atau
baru.30
12) Emosi
Takut, kuatir, gembira, dan emosi-emosi serupa dapat menghasilkan
tekanan darah yang lebih tinggi. Otak dapat bereaksi terhadap emosi-emosi
ini berdasarkan cara yang sama dengan jalannya dia bereaksi terhadap nyeri. 20
Emosi dapat meningkatkan curah jantung dan resistensi perifer, dan sekitar
20% dari pasien hipertensi memiliki tekanan darah yang lebih tinggi di kantor
dokter daripada di rumah, walaupun pasien tersebut melakukan kegiatan
harian rutin mereka (hipertensi jas putih).13
13) Gravitasi
Jika seseorang berdiri, tekanan darah dari arteri pada bagian tubuh yang
lebih rendah dari tubuh akan menjadi lebih besar dari tekanan darah pada
bagian lebih atas dari tubuh.20 Gaya gravitasi secara signifikan mempengaruhi
aliran balik vena, curah jantung, dan tekanan arteri dan vena. Untuk
menggambarkan ini, anggaplah seseorang yang berbaring dan kemudian tiba-

35
tiba berdiri. Ketika orang berbaring (posisi supine), gaya gravitasi sama pada
thoraks, abdomen, dan kaki karena ruangan-ruangan ini terletak pada satu
bidang horizontal yang sama. Pada posisi ini, volume dan tekanan darah vena
didistribusikan ke seluruh tubuh. Ketika seseorang tiba-tiba berdiri tegak,
gravitasi berperan pada volume vaskular menyebabkan darah berakumulasi
pada ekstremitas bawah. Karena kapasitas vena tinggi dan vena mudah
distensi dengan darah, kebanyakan pemindahan volume darah terjadi pada
vena. Volume dan tekanan vena menjadi sangat tinggi pada kaki dan anggota
badan bawah ketika berdiri. Pemindahan volume darah menurunkan volume
darah vena thorakal dan dengan demikian tekanan vena sentral menurun. Ini
menurunkan tekanan pengisian ventrikel kanan (preload), menyebabkan
penurunan isi sekuncup dengan mekanisme Frank-Starling. Isi sekuncup
ventrikel kiri pun berkurang karena aliran balik vena pulmonal menurun. Ini
menyebabkan curah jantung dan tekanan arteri rata-rata menurun. Hal
tersebut meningkatkan preload pada jantung, dengan demikian peningkatan
isi sekuncup, meskipun peningkatan curah jantung akan disesuaikan dengan
penurunan denyut jantung melalui aktivasi vagal dan penurunan simpatis.
Aktivasi simpatis dari vaskular sistemik juga menurun, menyebabkan
resistensi vaskular sistemik menurun saat pembuluh berdilatasi. 31 Faktor
gravitasi juga memengaruhi tekanan di arteri perifer dan kapiler, selain
pengaruhnya pada vena. Contohnya, pada seseorang yang berdiri dan
mempunyai tekanan arteri rata-rata 100 mmHg pada tingkatan setinggi
jantung akan mempunyai tekanan arteri di kaki sekitar 190 mmHg. Oleh
karena itu, bila seseorang menyatakan bahwa tekanan arterinya sebesar 100
mmHg, hal ini umumnya berarti bahwa tekanan tersebut merupakan tekanan
pada tingkatan gravitasi setinggi jantung tetapi tidak berlaku pada pembuluh
arteri di tempat lain.14
14) Penyakit
Hampir berbagai kelainan yang dapat mempengaruhi arteri atau sistem
renal (ginjal) dapat menghasilkan tekanan darah yang lebih tinggi. Penyakit
yang dapat melemahkan jantung, biasanya menghasilkan tekanan darah yang

36
lebih rendah.
15) Obat-obatan
Obat-obatan yang ditujukan untuk memperkuat aksi jantung, seperti
digitalis dapat menyebabkan tekanan darah seseorang meningkat. Obat-
obatan yang menyebabkan diameter arteri menjadi lebih kecil
(vasokonstriktor) juga dapat menyebabkan tekanan darah sesorang
meningkat. Obata-obatan yang menyebabkan diameter arteri seseorang
menjadi lebih besar (disebut vasodilator) akan menurunkan tekanan darah.20

2.1.5. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Tahap-tahap dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron adalah sebagai


berikut: .
a. Penurunan tekanan perfusi ginjal menyebabkan sel-sel
jukstaglomerular vasa aferen mensekresi renin.
b. Renin merupakan enzim yang mengatalasis perubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I di dalam plasma.
c. Angiotensin-converting enzyme (ACE) mengatalisis perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II terutama di dalam paru-paru.
Angiotensin II memiliki empat efek :
1) Zat ini menstimulasi sintesis dan sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal.
● Aldosteron meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal
ginjal dan dengan demikian meningkatkan volume cairan
ekstraseluler, volume darah serta tekanan arterial.
● Kerja aldosteron ini berlangsung dengan lambat karena
memerlukan sintesis protein yang baru.
2) Zat ini meningkatkan pertukaran Na+-H+ dalam tubulus
kontortus proksimal.

37
● Kerja angiotensin II ini meningkatkan secara langsung
reabsorpsi Na+ dengan melengkapi stimulasi tak-langsung
reabsopsi Na+ melalui aldosteron.
● Kerja angiotensin II menimbulkan alkalosis kontraksi.
3) Zat ini meningkatkan rasa haus.
4) Zat ini menyebabkan vasokonstriksi arteriola dan dengan
demikian meningkatkan resistensi total perifer (TPR) serta
tekanan arterial.14,16

2.2. Hipertensi
2.2.1. Definisi Hipertensi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan


darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal),
jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien
hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. 5
Menurut JNC-8 tekanan darah tinggi didefinsikan sebagai peningkatan tekanan
darah > 140/90 milimeter air raksa (mmHg).32

2.2.2. Penyebaran Hipertensi


Sekitar 77,9 juta orang dewasa Amerika (1 dari 3 orang) dan sekitar 970
juta orang di seluruh dunia memiliki BP tinggi. Diperkirakan pada tahun 2025,
1,56 miliar orang dewasa akan hidup dengan hipertensi. Tekanan darah tinggi
lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Peningkatan tekanan darah
tinggi seiring dengan bertambahnya usia.32
Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer

38
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi,
yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada
masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-
gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung
berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan
mimisan.5

2.2.3. Faktor Risiko Hipertensi

Berbagai faktor meningkatkan risiko seseorang untuk menyebabkan


hipertensi. Faktor risiko termasuk kondisi kesehatan, gaya hidup, dan riwayat
keluarga . Beberapa faktor risiko, seperti riwayat keluarga, tidak dapat dikontrol.
Namun, ada faktor risiko seperti aktivitas fisik dan diet yang dapat dikontrol
untuk mengurangi kemungkinan pasien menderita hipertensi. Berikut faktor risiko
hipertensi yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol. 33

Tabel 2.1 Faktor Risiko Hipertensi32


Faktor Risiko Hipertensi
Dapat Dikontrol Tidak Dapat Dikontrol
Overweight atau obesitas Usia
Sedentary Lifestyle
Ras
(aktivitas fisik yang kurang)
Merokok Genetik
Unhealthy diet
(konsumsi tinggi garam)
Konsumsi alkohol yang berlebih
Stres
Sleep Apnea
Diabetes

39
2.2.4. Etiologi Hipertensi

1) Hipertensi Primer
Penyebab yang mendasari tidak diketahui pada 90% kasus hipertensi.
Hipertensi seperti itu dikenal sebagai hipertensi primer (esensial atau idiopatik).
Hipertensi primer merupakan kategori untuk tekanan darah yang ditingkatkan
oleh berbagai penyebab tidak diketahui daripada oleh satu penyakit tertentu.
Orang-orang ini menunjukkan kecenderungan genetik kuat untuk mengalami
hipertensi primer, yang dapat dipercepat atau diperburuk oleh faktor-faktor
pendukung seperti obesitas, stres, merokok, atau kebiasaan makan. Berikut
penyebab-penyebab yang mampu menyebabkan hipertensi primer:
- Kegagalan pengelolaan garam oleh ginjal (gangguan pada fungsi ginjal
terlalu minimal untuk menghasilkan tanda-tanda dari penyakit ginjal akan
tetapi secara tersembunyi menuju pada akumulasi bertahap dari air dan
garam dalam tubuh, menyebabkan peningkat tekanan arterial yang
progresif).
- Asupan garam yang berlebihan, karena garam secara osmotik menahan air,
dengan demikian memperluas volume plasma dan berperan pada kontrol
jangka panjang dari tekanan darah, memakan garam berlebihan dapat
menyebabkan hipertensi. Karena itu, individu hipertensi, sensitif garam
seharusnya membatasi asupan garam.
- Diet rendah buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk-produk olahan susu
(dengan demikian, rendah K+ dan Ca2+). Faktor makanan selain garam
menunjukkan pengaruh pada tekanan darah. Penelitian DASH (Dietary
Approach to Stop Hypertension) menunjukkan bahwa diet rendah lemak
yang kaya pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk olahan susu
dapat menurunkan tekanan darah pada orang dengan hipertensi ringan
sebanyak pengobatan satu macam obat. Penelitian menunjukkan bahwa

40
asupan K+ yang tinggi berkaitan dengan memakan buah-buahan dan
sayur-sayuran dapat menurunkan tekanan darah dengan relaksasi arteri.
- Kelainan membran plasma seperti cacat pompa Na+-K+, dimana akibat
terjadinya perubahan pada gradien elektrokimia yang melalui membran
plasma, dapat mengubah eksitabilitas dan kontraktibilitas jantung dan otot
polos pada dinding pembuluh darah sehingga dapat menjadi suatu cara
untuk menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. Sebagai tambahan,
pompa Na+-K+ penting dalam pengelolaan garam oleh ginjal.
- Variasi pada gen yang mengkode untuk angiotensinogen dan bahan-bahan
seperti digitalis endogen dapat meningkatkan kontraktilitas jantung dan
membuat konstriksi pembuluh darah dan mengurangi eliminasi garam
pada urin, semua itu dapat menyebabkan hipertensi kronis.
- Kelainan pada NO, endotelin, dan bahan lain secara lokal berperan sebagai
bahan kimia vasoaktif. Kekurangan NO telah ditemukan pada dinding
pembuluh darah dari beberapa pasien hipertensi, menyebabkan gangguan
kemampuan untuk vasodilatasi penurun tekanan darah. Adanya
abnormalitas gen yang mengkode untuk endotelin, secara lokal berperan
sebagai vasokonstriktor, secara kuat terlibat sebagai penyebab mungkin
dari hipertensi, terutama pada afrika amerika, dan kelebihan vasopressin.
Hipertensi dapat disebabkan akibat malfungsi dari sel-sel yang mensekresi
vasopressin pada hipothalamus. Vasopressin adalah vasokonstriktor poten
dan juga menyebabkan retensi air.
2) Hipertensi Sekunder
Penyebab pasti hipertensi dapat dibuktikan hanya pada 10% kasus. Hipertensi
yang terjadi sekunder dari masalah primer lain yang diketahui disebut hipertensi
sekunder. Beberapa contoh hipertensi sekunder: Hipertensi renal, hipertensi
endokrin, dan hipertensi neurogenik.16,32

41
2.2.5. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (18 tahun dan lebih tua)
didasarkan pada rata-rata dua atau lebih yang diukur dengan benar pembacaan
tekanan darah dari dua atau lebih kunjungan klinis . Jika tekanan darah sistolik
dan nilai tekanan darah diastolik jatuh ke dalam kategori yang berbeda, klasifikasi
keseluruhan ditentukan berdasarkan pada lebih tinggi dari dua tekanan darah.
Tekanan darahnya diklasifikasikan menjadi satu dari empat kategori: normal,
prehipertensi, hipertensi stage1 dan hipertensi stage 2. Prehipertensi tidak
dianggap suatu penyakit, tetapi mengidentifikasi mereka yang cenderung
berkembang ke tahap hipertensi kategori 1 dan hipertensi kategori 2 di masa
depan. Berikut tabel klasifikasi hipertensi.32

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa (> 18 tahun)32


Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa (> 18 tahun)
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan
Sistol(mmHg) Darah Diastol
(mmHg)
Normal <120 DAN <80
Pre-Hipertensi 120-139 ATAU 80-89
Hipertensi 140-159 ATAU 90-99
stage 1
Hipertensi >160 ATAU > 100
stage 2

2.2.6. Patofisiologi Hipertensi

Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berperan terhadap


timbulnya hipertensi primer. Dua faktor utama yang berperan adalah sistem
hormonal (hormon natriuretik, mekananisne reninangiotensin-aldosteron sistem

42
(RAAS)) dan gangguan pada elektrolit (natrium, klorida, kalium). Hormon
natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium dalam sel yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Reninangiotensin-aldosteron sistem
(RAAS) mengatur natrium, kalium, dan volume darah, yang akan akhirnya
mengatur tekanan darah di arteri (pembuluh darah yang membawa darah menjauh
dari jantung). Dua hormon yang terlibat dalam sistem RAAS yaitu angiotensin II
dan aldosteron. Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
meningkatkan pelepasan bahan kimia yang akan meningkatkan tekanan darah, dan
meningkatkan produksi aldosteron. Penyempitan pembuluh darah akan
meningkatkan tekanan darah (kurang ruang, jumlah darah yang sama), hal ini juga
terjadi pada tekanan darah di jantung. Aldosteron menyebabkan natrium dan air
tetap berada dalam darah. Akibatnya, ada volume darah yang lebih besar, yang
akan meningkatkan tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah.
Tekanan darah arteri adalah tekanan dalam pembuluh darah, khususnya dinding
arteri. Ini diukur dalam milimeter air raksa (mmHg). Dua nilai tekanan darah
arteri adalah tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah
sistolik adalah puncaknya nilai (tertinggi) yang dicapai ketika jantung
berkontraksi. Tekanan darah diastolik adalah tercapai saat jantung dalam keadaan
istirahat (tekanan terendah) dan ruang jantung penuh terisi oleh darah.32

2.2.7. Manifestasi Klinis Hipertensi

Hipertensi dikenal sebagai "silent killer" karena biasanya tidak adatanda


atau gejala peringatan, dan banyak orang tidak mengetahui bahwa ia sebenarnya
menderita hipertensi. Bahkan ketika tingkat tekanan darah sangat tinggi,
kebanyakan orang tidak memiliki tanda atau gejala. Sebagian kecil orang mungkin
mengalami gejala seperti sakit kepala, muntah, pusing, dan lebih sering mimisan.
Gejala ini biasanya tidak timbul sampai tingkat tekanan darah mencapai tahap
yang parah atau mengancam jiwa. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya pasti
jika seseorang memiliki hipertensi adalah periksa secara berkala ketenaga
kesehatan.32

43
2.2.8. Penatalaksanaan Hipertensi

1) Intervensi Pola Hidup


Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun memperlambat awitan hipertensi
dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti
menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi garam dan alkohol,
peningkatan konsumsi sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga
berat badan ideal, aktivitas fisik teratur serta menghindari merokok :
- Pembatasan konsumsi garam
Rekomendasi penggunaan natrium (Na) sebaiknya tidak lebih dari 2
gram/hari (setara dengan 5-6 gram NaCl perhari atau 1 sendok teh garam
dapur). Sebaiknya menghindari makanan dengan kandungan tinggi garam.
- Perubahan pola makan
Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan seimbang yang
mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu
rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak
zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asam lemak jenuh.
- Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal
Terdapat peningkatan prevalensi obesitas dewasa di Indonesia dari 14,8%
berdasarkan data Riskesdas 2013, menjadi 21,8% dari data Riskesdas
2018. Tujuan pengendalian berat badan adalah mencegah obesitas (IMT
>25 kg/m2), dan menargetkan berat badan ideal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m2)
dengan lingkar pinggang <90 cm pada laki-laki dan <80 cm pada
perempuan
- Olahraga teratur.
Olahraga aerobik teratur bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan
hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas kardiovaskular.
Olahraga teratur dengan intensitas dan durasi ringan memiliki efek
penurunan TD lebih kecil dibandingkan dengan latihan intensitas sedang
atau tinggi, sehingga pasien hipertensi disarankan untuk berolahraga

44
setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik berintensitas sedang (seperti:
berjalan, joging, bersepeda, atau berenang) 5-7x/ hari per minggu.

2) Penentuan Batas Tekanan Darah Untuk Inisiasi Obat


Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi merupakan upaya
untuk menurunkan tekanan darah secara efektif dan efisien. Meskipun demikian
pemberian obat antihipertensi bukan selalu merupakan langkah pertama dalam
penatalaksanaan hipertensi.

Gambar 2.3 Ambang Batas TDS di Klinik untuk Inisiasi Obat (mmHg)7

45
Gambar 2.4 Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi
Hipertensi7

3) Pengobatan Hipertensi –Terapi Obat


Strategi pengobatan yang dianjurkan pada panduan penatalaksanaan
hipertensi saat ini adalah dengan menggunakan terapi obat kombinasi pada
sebagian besar pasien, untuk mencapai tekanan darah sesuai target. Bila tersedia
luas dan memungkinkan, maka dapat diberikan dalam bentuk pil tunggal
berkombinasi (single pill combination), dengan tujuan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Obat-obat untuk penatalaksanaan
hipertensi Lima golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan
yaitu: ACEi, ARB, beta bloker, CCB dan diuretic.7

46
47
Gambar 2.5 Obat Anti Hipertensi Oral7

2.2.9. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi yaitu :34


1) Intervensi Pola Hidup
2) Stroke
3) Retinopati hipertensi
4) Miokard Infark
5) Gagal Jantung
6) Angina
7) Penyakit Ginjal Kronis
8) Gagal Ginjal
9) Disfungsi Seksual

48
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka


Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang Tahun 2021” menggunakan
penelitian analitik observasional. Penelitian ini diarahkan untuk menguji
hipotesis-hipotesis dan adanya hubungan antar variabel. Penelitian ini diarahkan
untuk menguji hipotesis mengenai faktor yang mempengaruhi angka kejadian
hipertensi di Puskesmas Jatinangor Tahun 2019. Metode penelitian yang
digunakan adalah wawancara terpimpin dengan kuesioner tertutup.

3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional (potong


lintang). Pada rancangan penelitian cross-sectional, peneliti melakukan observasi
atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

49
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan
Jatinangor, Kabupaten Sumedang

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan penelusuran kepustakaan, penyusunan


usulan penelitian dan etik penelitian, pengumpulan sampel, analisis data, hingga
penyusunan laporan dimulai dari bulan Januari 2021 hingga bulan Februari 2021.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data Primer : didapatkan dari wawancara langsung kepada responden yang


memenuhi kriteria melalui wawancara terpimpin yang berpedoman pada kuisioner
yang telah dipersiapkan sebelumnya

3.4.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur


fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena ini disebut
variabel penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner
berjumlah 34 buah berupa pertanyaan tertutup yang dibagi menjadi lima kategori,
yaitu:
1) Data demografi responden 6 pertanyaan.
2) Faktor yang berhubungan dengan hipertensi :
● Perilaku merokok 1 pertanyaan.
● Riwayat penyakit keluarga 1 pertanyaan

50
● Tingkat aktivitas fisik 1 pertanyaan
● Tingkat stres 25 pertanyaan

3.4.2 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti sedangkan objek


yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel. Populasi
dari penelitian adalah seseorang yang telah terdiagnosis hipertensi baik
perempuan maupun laki-laki dengan usia lebih dari 18 tahun yang datang ke Balai
Pengobatan Puskesmas Jatinangor antara pukul 08.00 sampai dengan 14.00, baik
kunjungan baru maupun kunjungan lama.
● Kriteria Inklusi
✔ Minimal usia responden 18 tahun
✔ Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Jatinangor
✔ Bersedia secara sukarela menjadi subjek penelitian
✔ Dapat berkomunikasi dengan baik
● Kriteria Eksklusi
✔ Memiliki gangguan kejiwaan
✔ Memiliki gangguan pendengaran

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah dengan


nonprobability sampling dengan jenis incidental sampling, yaitu teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu responden yang secara kebetulan/insidental
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. 35 Jumlah yang digunakan

51
95 sampel yang merupakan pengunjung berada di wilayah kerja Puskesmas
Jatinangor, Kabupaten Sumedang, dengan Coincidence level 95%, dan
coincidence interval 10%57

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


3.6.1 Variabel Penelitians
Variabel bebas (Independent Variable) dalam penelitian ini, faktor yang
mempengaruhi angka kejadian hipertensi yaitu riwayat hipertensi dalam keluarga,
stres, olahraga, status gizi dan merokok.
Variabel terikat (Dependent Variable) dalam penelitian ini yaitu angka
kejadian hipertensi di Puskesmas Jatinangor tahun 2019.

3.6.2 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga peneliti dapat melakukan
pengukuran yang tepat terhadap suatu fenomena yang ada. Beberapa definisi atau
batasan operasional yang digunakan pada penelitian ini, antara lain :
● Tekanan Darah
Definisi : Data ini diambil dengan cara mengukur tekanan darah responden
saat mengisi kuesioner. Dalam penelitian ini, tekanan darah digolongkan ke
dalam 2 kelompok, yaitu normal dan hipertensi
✔ Cara pengukuran : Pemeriksaan tekanan darah dengan metode
auskultasi
✔ Skala pengukuran : Ordinal
✔ Alat ukur : Sphygmomanometer
✔ Hasil Ukur : Menurut Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 20197 :
o Normal 120 – 139 dan/ atau 80 – 89 mmHg
o Hipertensi ≥ 140 dan/ atau ≥ 90 mmHg

52
● Usia
Definisi : Jumlah tahun dihitung sejak lahir sampai dengan ulang tahun
terakhir saat pengambilan data. Pada penelitian ini, pengkategorian usia
menurut teori Hurlock) digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu dewasa awal,
dewasa tengah, dan lansia.36

✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner


✔ Skala Pengukuran : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner
✔ Hasil Ukur :
o Dewasa awal (18-39 tahun)
o Dewasa tengah (40-60 tahun)
o Lansia (>60 tahun)

● Status Gizi
Definisi : hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan
kuadrat dalam meter persegi (kg/m2). Dalam penelitian ini, status gizi responden
dihitung berdasarkan Asia-Pacific Body Mass Index (BMI) lalu digolongkan ke
dalam 2 kelompok, yaitu tidak normal dan normal.
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala Pengukuran : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner
✔ Hasil Ukur :
o Tidak Normal : <18,5 kg/m2 atau >22,9 kg/m2
o Normal : 18,5-22,9 kg/m2

● Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin responden digolongkan ke
dalam 2 kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan.

53
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner

● Tingkat Pendidikan
Definisi : Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang setelah mengikuti
pelajaran pada kelas tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan mendapat tanda
tamat (ijazah). Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden digolongkan ke
dalam 5 kelompok, yaitu Tidak tamat SD/sederajat, Tamat SD/sederajat, Tamat
SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, atau Tamat Sarjana/Diploma.
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner

● Status Pekerjaan
Definisi : Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,
paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu lalu. Dalam penelitian ini,
status pekerjaan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bekerja dan tidak bekerja
(termasuk ibu rumah tangga).
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner

● Tingkat Pendapatan
Definisi : Rata-rata tingkat penghasilan yang didapatkan keluarga responden
untuk setiap bulannya. Dalam penelitian ini, tingkat penghasilan keluarga

54
responden dibagi ke dalam 2 kelompok berdasarkan Upah Minimum Kabupaten
(UMK) Sumedang, yaitu berpenghasilan cukup (>Rp. 3.241.929) dan
berpenghasilan kurang (<Rp. 3.241.929).
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner

● Riwayat Hipertensi dalam keluarga


Dalam penelitian ini, riwayat hipertensi dalam keluarga (minimal salah satu
orangtua kandung) respondens dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu tidak ada da
ada (salah satu atau kedua orang tua kandung)
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner

● Stres
Definisi : Stres merupakan gangguan atau kekacauan mental dan emosional
oleh faktor luar; ketegangan. Dalam penelitian ini, keadaan responden mengenai
stres dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu stres ringan-sedang dan berat. Kuesioner
tingkat stres diambil dari kuesioner ISMA (International Stress Management
Association UK), dimana setiap jawaban ya bernilai 1 poin, sedangkan setiap
jawaban tidak bernilai 0 poin. Dengan poin minimal 0 dan poin maksimal 25.37
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner
✔ Hasil Ukur : Menurut
o Stres ringan-sedang : < 13 poin
o Stres berat : > 14 poin

● Olahraga

55
Definisi : Olahraga khusus pasien hipertensi disarankan untuk melakukan
dilakukan secara teratur dengan intensitas sedang dan durasi setidaknya 30 menit
(seperti: berjalan, joging, bersepeda, atau berenang) 5-7 hari per minggu. Dalam
penelitian ini, kebiasaan responden mengenai kebiasaan olahraga dibagi ke dalam
2 kelompok, yaitu teratur dan tidak teratur.7

✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner


✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner

● Merokok
Definisi: Hasil perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang dihisap
setiap hari dan lama merokok dalam tahun. Dalam penelitian ini, kebiasaan
responden mengenai merokok dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu merokok dan
tidak merokok.
✔ Cara pengukuran : Mengisi kuesioner
✔ Skala : Ordinal
✔ Alat Ukur : Kuesioner
✔ Hasil Ukur :
o Tidak merokok : Indeks Brinkman 0.
o Merokok : Indeks Brinkman >1 poin.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

56
Data yang didapatkan dari penelitian ini kemudian direkapitulasi dan diolah
secara manual, dan kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa tabel sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis
bivariat.

● Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan pada semua variabel penelitian untuk melihat
frekuensi (dalam bentuk jumlah dan proporsi) dari setiap variabel penelitian. Hasil
dari analisis ini akan disajikan ke dalam bentuk tabel frekuensi.
● Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada-tidaknya pengaruh status gizi,
riwayat hipertensi dalam keluarga, stres, olahraga, dan merokok. Uji Chi-Square
digunakan untuk melihat hubungan variabel dependen dan variabel independen
dengan α=0,05 menggunakan software SPSS. Melalui uji statistik chi square akan
diperoleh nilai p (p-value) dengan tingkat kemaknaan 0,05. Jika nilai p <0,05,
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang
bermakna antara dua variabel yang diujikan. Namun, apabila p>0,05, maka H0
diterima dan H1 ditolak. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara dua variabel yang diujikan.

3.6.3 Hipotesis Statistik

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Dalam


penelitian ini yang dirancang oleh peneliti adalah
● Null Hypothesis (H0).

57
1. Status gizi tidak berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang tahun 2021.
2. Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga tidak berhubungan dengan
angka kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas
Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021.
3. Stres tidak berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021
4. Olahraga tidak berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang tahun 2021
5. Merokok tidak berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang tahun 2021.
● Alternate Hypothesis (H1)
1. Status gizi berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021
2. Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga berhubungan dengan angka
kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021.
3. Stres berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien rawat
jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021
4. Olahraga berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021
5. Merokok berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021

58
3.6.4 Kriteria Uji
● Jika p <0,05 maka H0 ditolak
● Jika p >0,05 maka H0 gagal ditolak

3.7 Etika Penelitian

● Partisipasi
Pengambilan data dilakukan setelah responden mengerti maksud dan
tujuan penelitian.
● Jaminan kerahasiaan data
Seluruh data dan informasi penelitian ini akan dirahasiakan sehingga
tidak memungkinkan untuk diketahui orang lain.
● Keikutsertaan
Keikutsertaan responden bersifat sukarela. Responden dapat menolak
maupun mengundurkan diri setiap saat. Bila responden tidak mengikuti dan
menaati aturan yang diberikan, responden dapat dikeluarkan setiap saat
selama penelitian dilakukan

3.8 Penyajian Data

Hasil pengumpulan data analisis penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel
disertai dengan pembahasannya.

59
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengumpulan data kuesioner pada responden pasien rawat jalan


di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun
2021 didapatkan sebanyak 95 responden yang memenuhi kriteria inklusi, tidak
ada responden yang dieksklusikan, sehingga terdapat sebanyak 95 responden yang
digunakan sebagai sampel penelitian.

4.1. Hasil Penelitian

Hasil data kuesioner yang sudah dikumpulkan dilakukan analisis univariat


untuk mengetahui distribusi pasien secara keseluruhan. Data kuesioner responden
dilakukan analisis univariat berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status pekerjaan dan tingkat pendapatan

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur


Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
18 – 39 tahun 30 31,6
40 – 60 tahun 41 43,2
>60 tahun 24 25,2
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa di Puskesmas Jatinangor,


Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sebanyak 30 responden (31,6%)
berumur 18 – 39 tahun, sebanyak 41 responden (43,2%) berumur 40 – 60 tahun,
dan sebanyak 24 responden (25,2%) berumur > 60 tahun.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

60
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 28 29,5
Perempuan 67 70,5
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa di Puskesmas Jatinangor,


Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sebanyak 28 responden (29,5%)
berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 67 responden (70,5%) berjenis kelamin
perempuan.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Derajat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tidak tamat SD/sederajat 17 17,9
Tamat SD/sederajat 28 29,5
Tamat SMP/sederajat 38 40
Tamat SMA/sederajat 11 11,5
Tamat Sarjana/Diploma 1 1,1
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa di Puskesmas Jatinangor,


Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sebanyak 17 responden (17,9%)
tidak tamat SD/ sederajat, sebanyak 28 responden (29,5%) tamat SD/ sederajat,
sebanyak 38 responden (40%) tamat SMP/ sederajat, sebanyak 11 responden
(11,5%) tamat SMA/ sederajat dan sebanyak 1 responden (1,1%) tamat Sarjana/
Diploma.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan


Status Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Bekerja 74 77,9
Tidak bekerja 21 22,1

61
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui jumlah penderita hipertensi di Puskesmas


Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sebanyak 74 responden
(77,9%) bekerja dan sebanyak 21 responden (22,1%) tidak bekerja.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan


Tingkat Pendapatan Frekuensi Persentase (%)
> Rp. 3.241.929 48 50,5
< Rp. 3.241.929 47 49,5
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui jumlah penderita hipertensi di Puskesmas


Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sebanyak 48 responden
(50,5%) memiliki pendapatan > Rp. 3.241.929 dan sebanyak 47 responden (49,5%)
memiliki pendapatan < Rp. 3.241.929.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi


Hipertensi Frekuensi Persentase (%)
Ya 53 55,8
Tidak 42 44,2
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui jumlah penderita hipertensi di Puskesmas


Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sebanyak 53 responden
(55,8%) menderita hipertensi dan sebanyak 42 responden (44,2%) tidak menderita
hipertensi.
Data kuesioner responden dilakukan analisis univariat berdasarkan
kategori faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kejadian hipertensi yaitu
status gizi, riwayat hipertensi keluarga, stres, olahraga, dan merokok yang dapat
dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Angka Kejadian Hipertensi

62
Kategori Frekuensi Presentase (%)
Status Gizi
Tidak Normal 61 64,2
Normal 34 35,8
Total 95 100
Riwayat Hipertensi Keluarga
Ada 39 41,1
Tidak Ada 56 58,9
Total 95 100
Stres
Berat 45 47,3
Ringan-Sedang 50 52,7
Total 95 100
Olahraga
Tidak Teratur 50 67,9
Teratur 45 32,1
Total 95 100
Merokok
Merokok 40 42,1
Tidak Merokok 55 57,9
Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui status gizi responden di Puskesmas


Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, sebanyak 61 responden
(64,2%) tidak normal dan sebanyak 34 responden (35,8%) normal. Berdasarkan
riwayat hipertensi dalam keluarga, terdapat 39 responden (41,1%) memiliki
riwayat hipertensi dalam keluarga dan sebanyak 56 responden (58,9%) tidak
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga. Sedangkan berdasarkan tingkat stres,
didapatkan sebanyak 45 responden (47,3%) mengalami stres berat dan sebanyak
50 responden (52,7%) mengalami stres ringan-sedang. Berdasarkan kebiasaan
olahraga hanya didapatkan sebanyak 50 responden (67,9%) yang olahraga tidak
teratur sedangkan sebanyak 45 responden (32,1%) olahraga teratur. Dari kebiasaan
merokok seluruh responden, didapatkan sebanyak 40 responden (42,1%) merokok
sedangkan sebanyak 55 responden (57,9%) tidak merokok.

4.1.1. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi

63
Hipertensi Tidak Hipertensi Total OR P value
Status Gizi N % N % N %

Tidak 41 43,2 20 21,0 61 64,2 3,758 0,003


Normal
Normal 12 12,6 22 23,2 34 35,8
Total 53 62 42 38 95 100

Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi


didapatkan sebanyak 41 subjek penelitian (43,2%) yang memiliki indeks masa
tubuh tidak normal menderita hipertensi. Pada subjek penelitian yang dengan
indeks masa tubuh normal didapatkan 12 subjek penelitian (12,6%) yang
menderita hipertensi. Hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p=0,003
(p<0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan kejadian hipertensi. Dari hasil analisis didapatkan orang dengan indeks
masa tubuh tidak normal memiliki risiko 3,758 kali lebih besar untuk mengalami
hipertensi dibandingkan dengan orang dengan indeks masa tubuh normal.

4.1.2. Hubungan Riwayat Hipertensi Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.9 Hubungan Riwayat Hipertensi Keluarga


dengan Kejadian Hipertensi
Riwayat Hipertensi Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
N % N % N %
Keluarga
Ada 24 25,3 15 15,8 39 41,1 1,490 0,233
Tidak Ada 29 30,5 27 28,4 56 58,9
Total 53 55,8 42 44,2 95 100

Hasil analisis hubungan antara riwayat hipertensi keluarga dengan


kejadian hipertensi didapatkan sebanyak 24 subjek penelitian (25,3%) yang
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga menderita hipertensi. Sedangkan
sebanyak 29 subjek penelitian (30,5%) yang tidak memiliki riwayat hipertensi
dalam keluarga menderita hipertensi. Hasil analisis statistik mengunakan chi
square diperoleh nilai p=0,233 (p<0,05) maka dapat disimpulkan tidak terdapat

64
hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi dalam keluarga dengan
kejadian hipertensi.

4.1.3. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 5.0 Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi


Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
Tingkat Stres
N % N % N %
Berat 31 32,6 14 14,7 45 47,3 2,818 0,012
Ringan-Sedang 22 23,2 28 29,5 50 52,7
Total 53 55,8 42 44.2 95 100

Hasil analisis hubungan antara tingkat stres dengan kejadian hipertensi


didapatkan sebanyak 31 subjek penelitian (32,6%) yang mengalami stres berat
menderita hipertensi. Pada subjek penelitian dengan stres ringan-sedang
didapatkan 22 subjek penelitian (23,2%) yang menderita hipertensi. Hasil analisis
statistik diperoleh nilai p=0,012 (p<0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan
yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian hipertensi. Dari hasil analisis
didapatkan orang dengan tingkat stres berat memiliki risiko 2,818 kali lebih besar
untuk mengalami hipertensi dibandingkan dengan orang dengan tingkat stres
ringan-sedang.

4.1.4. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 5.1 Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi


Kebiasaan Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
N % N % N %
Olahraga
Tidak Teratur 34 50,0 16 17,9 50 67,9 2,908 0,010
Teratur 19 11,9 26 20,1 45 32,1
Total 53 61,9 42 38,1 95 100

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian


hipertensi didapatkan sebanyak 34 subjek penelitian (50,0%) dengan kebiasaan
olahraga yang tidak teratur menderita hipertensi. Pada subjek penelitian dengan

65
kebiasaan olahraga yang teratur didapatkan 19 subjek penelitian (11,9%) yang
menderita hipertensi. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p=0,010 (p<0,05)
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga
dengan kejadian hipertensi. Dari hasil analisis didapatkan orang dengan kebiasaan
olahraga yang tidak teratur memiliki risiko 2,908 kali lebih besar untuk
mengalami hipertensi dibandingkan dengan orang dengan kebiasaan olahraga
yang teratur.

4.1.5. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 5.2 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi


Kebiasaan Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
N % N % N %
Merokok
Merokok 28 29,5 12 12,6 40 42,1
2,800 0,015
Tidak
25 26,3 30 31,6 55 57,9
Merokok
Total 53 55,8 42 44,2 95 100

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian


hipertensi didapatkan sebanyak 28 subjek penelitian (29,5%) dengan kebiasaan
merokok menderita hipertensi. Pada subjek penelitian yang tidak memppunyai
kebiasaan merokok didapatkan 25 subjek penelitian (26,3%) yang menderita
hipertensi. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p=0,015 (p0,05) maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi. Dari hasil analisis didapatkan orang dengan kebiasaan

66
merokok memiliki risiko 2,800 kali lebih besar untuk mengalami hipertensi
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.

4.2. Pembahasan
4.2.1. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi

Status overweight yang menggambarkan lemak tubuh telah terbukti


menjadi faktor risiko independen terhadap hipertensi, yang konsisten dengan
berbagai penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya keterkaitan antara
tingginya kadar lemak tubuh dan hipertensi. Namun, mekanisme pasti yang
mendasari keterkaitan antara lemak visceral dan hipertensi belum diketahui
hingga saat ini. Proses inflamasi telah terbukti memiliki peran penting di dalam
mekanisme patogenesis dari hipertensi. Sel lemak dikarakteristikan sebagai sel
yang sensitif terhadap lipolysis dan kemampuannya untuk memproduksi sitokin
radang dalam jumlah yang banyak. Proses inflamasi terkait dengan peningkatan
tekanan darah dan kerusakan organ. Lebih lanjut, terdapat kemungkinan bahwa
peningkatan jaringan lemak melepaskan berbagai jenis adipokin yang terkait
dengan penurunan produksi dan penggunaan nitrit oksida, yang memiliki fungsi
pentung mengatur tonus vascular dan penekanan proliferasi sel otot polos dinding
pembuluh darah. Penurunan efek nitrit oksida telah dikaitkan dengan disfungsi
endotel dan hipertensi arterial.38
Menurut penelitian yang dilakukan dengan cara follow up selama 10 tahun
terhadap 8832 orang korea dewasa muda didapatkan adanya bukti hubungan antar
BMI dan hipertensi, dimana hasil ini konsisten dengan bukti dari penelitian
observasional yang menunjukan adanya hubungan antara BMI yang tinggi dengan
peningkatan risiko hipertensi. Terdapat beberapa mekansime pathogenesis yang
berperan terhadap timbulnya hipertensi pada populasi obesitas yaitu resistensi
insulin, perubahan vaskular, aktivasi renin-angiotensin-aldosteron system.
Jaringan adiposit yang berlebih menstimulasi sekresi insulin, yang kemudian akan
mengaktivasi sistem saraf simpatis dan meningkatkan tekanan darah. Insulin juga
bekerja langsung pada ginjal yaitu menstimulasi retensi garam, meningkatkan

67
volume plasma, dan meningkatkan tekanan darah. Perubahan vaskular, termasuk
perubahan struktural, disfungsi endotel, dan kekakuan endotel , umum terjadi
pada obesitas dan juga diduga berkontribusi pada perkembangan hipertensi.
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron secara berlebihan jaringan adiposa
dari orang gemuk menghasilkan angiotensin dan aldosteron, yang kembali
meningkatkan BP.39
Menurut penelitian Dua, Suman et al, terdapat hubungan yang signifikan
antara BMI dengan tekanan darah sistolik dan disatolik. Dalam penelitian ini
dijelaskan bahwa pada pasien obesitas dengan hipertensi terjadi vasodilatasi yang
tidak adekuat pada saat peningkatan volume darah dan curah jantung. Pada
keadaan obesitas juga terjadi resistensi perifer hal ini berkaitan terhadap
terjadinya hipertensi.40

4.2.2. Hubungan Riwayat Hipertensi Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam


keluarga. Faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang
kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan
turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi
maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.41
Hasil uji chi-square didapatkan adanya hubungan bermakna antara riwayat
penyakit keluarga dengan angka kejadian hipertensi (p=0,047). Hasil ini sejalan
dengan penelitian di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang menunjukkan
adanya hubungan bermakna antara riwayat penyakit keluarga dengan kejadian
hipertensi (p=0,008). Riwayat hipertensi keluarga merupakan salah satu faktor
risiko hipertensi, tetapi pada penelitian ini riwayat hipertensi keluarga merupakan
faktor pencegah hipertensi. Hal ini dapat terjadi karena orang yang memiliki
riwayat hipertensi keluarga melakukan upaya preventif seperti menghindari

68
konsumsi rokok, tidak mengkonsumsi alkohol, memiliki aktivitas fisik yang
cukup, sehingga yang memiliki riwayat hipertensi keluarga tersebut tidak terkena
risiko hipertensi.42
Penelitian di Kota Bitung, Sulawesi Utara menunjukkan variabel riwayat
penyakit hipertensi dalam keluarga pada responden yang menderita hipertensi
lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki riwayat penyakit hipertensi
dalam keluarga (37,0%) dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki
riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga (24,0%) dan terdapat hubungan antara
riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga dengan kejadian hipertensi
(p=0,003).43 Riwayat penyakit keluarga dekat yang mendertia hipertensi (faktor
keturunan) juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer
(esensial). Tentunya faktor lingkungan lain ikut berperan. Faktor genetic juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membrane sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar
45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi makan sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.9
Menurut penelitian di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, menunjukkan
ada hubungan antara riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga dengan kejadian
hipertensi (p=0,001).44 Hipertensi ditemukan lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel telur
yang berbeda). Jika memiliki riwayat genetik hipertensi dan tidak melakukan
penanganan atau pengobatan maka ada kemungkinan lingkungan akan
menyebabkan hipertensi berkembang dalam waktu 30 tahun, akan muncul tanda-
tanda dan gejala hipertensi dengan berbagai komplikasi.45

4.2.3. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi

Takut, kuatir, gembira, dan emosi-emosi serupa dapat menghasilkan


tekanan darah yang lebih tinggi. Otak dapat bereaksi terhadap emosi-emosi ini
berdasarkan cara yang sama dengan jalannya dia bereaksi terhadap nyeri.20

69
Emosi dapat meningkatkan curah jantung dan resistensi perifer, dan sekitar
20% dari pasien hipertensi memiliki tekanan darah yang lebih tinggi di kantor
dokter daripada di rumah, walaupun pasien tersebut melakukan kegiatan harian
rutin mereka (hipertensi jas putih).13
Hasil uji chi-square didapatkan adanya hubungan bermakna antara tingkat
stres dengan angka kejadian hipertensi (p=0,005). Hasil ini sejalan dengan
penelitian di RSUD Noongan, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara tingkat stres dengan kejadian
hipertensi (p=0,000).44 Faktor risiko terjadinya penyakit hipertensi yang lain yaitu
stres. Stres yang timbul dapat memicu hormon adrenalin yang ada dalam tubuh
mengalami peningkatan sehingga berpotensi mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat, dan tekanan darah meningkat.46
Menurut penelitian di Puskesmas Kaliwungu, ada hubungan bermakna
antara pola stres kerja dengan kejadian hipertensi pada pekerja pabrik di wilayah
kerja(p = 0,001).47 Hipertensi salah satunya disebabkan oleh faktor stres, salah
satunya orang zaman sekarang sibuk mengutamakan pekerjaan untuk mencapai
kesuksesan. Kesibukan dan kerja keras serta tujuan tujuan yang berat
mengakibatkan timbulnya rasa stres dan timbulnya tekanan yang tinggi. Perasaan
tertekan membuat tekanan darah menjadi naik. Selain itu, orang yang sibuk juga
tidak sempat untuk berolahraga.Akibatnya lemaktubuh semakin banyak dan
tertimbun yang dapat menghambat aliran darah.Pembuluh yang terhimpit oleh
tumpukan lemak menjadikan tekanan darah menjadi tinggi. Inilah salah satu
penyebab terjadinya hipertensi.46
Penelitian di Pekanbaru menunjukkan terdapat hubungan antara riwayat
penyakit hipertensi dalam keluarga dengan kejadian hipertensi (p = 0,000). 48 Stres
merupakan mekanisme yang bersifat individual, daya tahan atau penyesuaian
individu terhadap stres akan berbeda satu sama lain karena tergantung pada umur,
jenis kelamin, tipe kepribadian, tingkat intelegensi, emosi, status sosial atau
pekerjaannya.49

4.2.4. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi

70
Penderita hipertensi dianjurkan untuk melakukan latihan fisik atau
berolahraga secara teratur. Berolahraga dengan teratur merupakan salah satu
bagian terpenting dalam pengelolaan hipertensi karena olahraga teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Menurut ahli
kesehatan, satu sesi olahraga dapat menurunkan tekanan darah (sekitar 5-7
mmHg) sedangkan pengaruh olahraga dalam jangka panjang dapat menurunkan
tekanan darah sebesar 7,4 mmHg. Olahraga dikaitkan juga dengan peran obesitas
pada hipertensi. Dengan kebiasaan olahraga yang tidak teratur, kemungkinan
timbulnya obesitas akan meningkat dan akan mudah timbul hipertensi50
Menurut M. Hedge, Sheila dan D. Solomon, Scott menjelaskan bahwa
latihan fisik merupakan komponen utama dari terapi gaya hidup untuk
pencegahan dan pengobatan hipertensi. Sejumlah penelitian secara konsisten
menunjukkan bahwa terdapat efek yang mengungtungkan dari olah olahraga pada
pasien hipertensi yaitu didapatkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik
sebesar 5-7 mmHg pada penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah saat
aktivitas fisik terjadi karena pelemahan pada resistensi pembuluh darah perifer,
yang mungkin diakibatkan oleh response sistem neurohormonal (melalui
penurunan aktivitas saraf simpatis) dan response struktural (penambahan lebar
diameter lumen arteri)Mekanisme lain yang diduga berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah termasuk perubahan stres oksidatif, peradangan, fungsi
endotel, penyesuaian arteri, massa tubuh, aktivitas sistem reninangiotensin,
aktivitas parasimpatis, Fungsi ginjal, dan sensitivitas insulin yang
menguntungkan. Mekanisme yang mendasari penurunan tekanan darah terkait
olahraga dan hasil akhirnya masih dalam penelitian dengan berbagai penelitian
yang terhambat oleh besarnya dan jelasnya heterogenisitas51
Menurut penelitian Carpio-Rivera, Elizabeth et al, olahraga dapat
menurunkan tekanan darah 3-4 mmHg oleh karena itu olahraga dapat digunakan
sebagai terapi non farmakologi pada pasien hipertensi. Temuan yang menunjukan
bahwa BMI yang lebih rendah memiliki hubungan dengan Systolic Blood
Pressure sesuai dengan bukti yang menunjukan bahwa akumulasi jaringan lemak,
khususnya pada daerah abdomen, dikaitkan dengan beberapa mekanisme yang

71
menyebabkan hipertensi, termasuk aktivitas simpatis yang berlebihan, disfungsi
endotel, kekakuan arteri, dan inflamasi. Dampak dari penemuan ini merupakan hal
yang penting, karena sebagian besar propporsi populasi dunia menderita
hipertensi dan obesitas, sehingga mempertahankan BMI yang normal dapat
menyebabkan efek hipotensi yang lebih hebat setelah aktivitas fisik pada
kebanyakan kasus.52

4.2.5. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan mengakselerasi proses


pembentukkan aterotrombotik melalui mekanisme yang bervariasi, yaitu delesi
fungsi endotel, inflamasi, lipid, dan thrombosis.53 Hasil uji chi-square didapatkan
adanya hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan angka kejadian
hipertensi (p=0,000). Hasil ini sejalan dengan penelitian di Kabupaten Minahasa
Utara yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kebiasaan merokok
dengan kejadian hipertensi (p=0,002).54 Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa zat-zat kimia beracun dalam rokok dapat mengakibatkan
tekanan darah meningkat. Salah satu zat kimia beracun adalah nikotin . Nikotin
diserap oleh pembuluh darah kecil yang ada di paru-paru kemudian diedarkan ke
aliran darah. Tidak sampai 1 menit nikotin akan sampai ke otak. Kemudian otak
berpengaruh terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
dengan melepas epinefrin (adrenalin). Hormon ini akan menyempitkan pembuluh
darah sehingga memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang
lebih tinggi.55
Penelitian di Rumah Sakit Umum Noongan menunjukkan variabel
kebiasaan merokok pada responden yang menderita hipertensi lebih banyak terjadi
pada responden yang memiliki kebiasaan merokok (67,9%) dibandingkan dengan
responden yang tidak merokok (39,7%) dan terdapat hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,022).44 Dampak akut dari perilaku
merokok tembakau pada tekanan darah berhubungan dengan aktivitas berlebih
sistem saraf simpatis, yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah, detak

72
jantung, kontraktilitas miokardium, dan tingkat konsumsi oksigen oleh
miokardium.53
Menurut penelitian di Kota Bitung, Sulawesi Utara, menunjukkan ada
hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,016).43
Disfungsi endotel, peningkatan kekakuan arteri, dan perubahan fungsi trombosit
yang disebabkan oleh paparan merokok memberi kontribusi untuk meningkatkan
tekanan darah kronis dan juga merupakan faktor yang erat kaitannya dengan
hipertensi. Hasil observasi ini sudah pasti menunjukkan hubungan yang kuat
antara merokok dengan hipertensi.56

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat kesimpulan sebagai


berikut:
1) Status gizi berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan d Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021
2) Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga berhubungan dengan angka
kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Jatinangor,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang tahun 2021.
3) Stres berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien rawat
jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021

73
4) Olahraga berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021
5) Merokok berhubungan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang tahun 2021

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat saran sebagai berikut:


1) Diharapkan dimasa mendatang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel
yang lebih besar.
2) Diharapkan masyarakat dapat mengenali faktor-faktor yang berhubungan
dengan hipertensi yang dapat diubah seperti status gizi, stres, kebiasaan
olahraga, dan kebiasaan merokok. Sehingga dapat mencegah terjadinya
hipertensi maupun komplikasi yang ditimbulkan hipertensi.
3) Diharapkan masyarakat yang tidak menderita maupun yang menderita
hipertensi dapat mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat sehingga
dapat menekan angka kejadian dan komplikasi hipertensi.

Saran terhadap Puskesmas :

1. Memberikan pelatihan penyuluhan kepada kader tentang pentingnya gizi


seimbang dalam kehidupan sehari-hari, sebaiknya dilakukan secara 2 arah
(diskusi) dan diperagakan secara langsung dengan alat-alat peraga.
Kemudian meminta kader untuk menjalankan penyuluhan rutin
setidaknya 1 bulan sekali.
2. Sebaiknya mulai dilakukan penataan rekam medis dengan sistem family
folder yang akan memudahkan penelusuran riwayat penyakit keluarga
3. Melakukan skrinning massal pada tingkat stress pada masyarakat yang
tinggal dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Jatinangor, mengadakan

74
penyuluhan tentang pentingnya kesehatan baik secara jasmani maupun
jiwa, mengadakan hari konseling gratis setidaknya 1 hari setiap 1 bulan.
4. Meningkatkan jumlah program olahraga (senam, lari pagi, perlombaan
olahraga) yang disertai dengan penyuluhan dan pemeriksaan PTM gratis
bagi peserta acara sehingga meningkatkan minat masyarakat dalam
berolahraga.
5. Memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok, menjelaskan tentang
rokok, dan solusi dalam mengurangi konsumsi rokok.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Status Report On Noncommunicable


Diseases 2014. 2014.
2. Kementrian Kesehatan RI. Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyebab
Kematian Terbanyak di Indonesia.
https://www.depkes.go.id/article/view/1637/penyakit-tidak-menular-ptm-
penyebab-kematian-terbanyak-di-indonesia.html. Published 2011.
3. RI BP dan PKK. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013.
doi:10.1517/13543784.7.5.803
4. WHO. Noncommunicable Disease in the South East Asia. WHO.
https://www.who.int/southeastasia/health-topics/noncommunicable-disease.
Published 2019.
5. Kemenkes.RI. Pusdatin Hipertensi. Infodatin. 2014;(Hipertensi):1-7.
doi:10.1177/109019817400200403
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar 2018. 2018:1-582.
7. Hipertensi P. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019. 2019.
8. PROFIL KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN DI UPTD
PUSKESMAS JATINANGOR TAHUN ANGGARAN 2019. 2019.
9. Kemenkes RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
2013.
10. Kemenkes 2013. PP TEMBAKAU MENYELAMATKAN KESEHATAN

75
MASYARAKAT DAN PEREKONOMIAN NEGARA.
11. American Heart Association. Getting Active to Control High Blood
Pressure. AHA. https://www.heart.org/en/health-topics/high-blood-
pressure/changes-you-can-make-to-manage-high-blood-pressure/getting-
active-to-control-high-blood-pressure. Published 2016.
12. Theodore A. Kotchen. Obesity-Related Hypertension: Epidemiology,
Pathophysiology, and Clinical Management. 2010.
13. Barrett KE, Barman SM, Boitano S BH. Ganong’s Review of Medical
Physiology 25th Edition. 25th ed. United States of America: McGraw-Hill
Education; 2016.
14. Guyton. AC HJ. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 12th
Edition. 12th ed. United States of America: Saunders Elsevier; 2011.
15. Tortora GJ DB. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition. 13th ed.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc.; 2012.
16. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems 7th Edition. 7th ed.
United States of America: Brooks/Cole, Cengage Learning; 2010.
17. Pearce EC. Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
18. Jahangir E. Blood Pressure Assessment Overview, Indications,
Contraindications. 2018. https://emedicine.medscape.com/article/1948157-
overview.
19. B.P by Auscultation and Palpation. Dow University of Health and
Sciences.; 2013.
20. Department USAM. What Factors Affect a Person’s Blood Pressure.
21. Martin LJ ZD. Effects of Age on Blood Pressure. MedlinePlu.
https://medlineplus.gov/ency/imagepages/8693.htm. Published 2017.
22. Reckelhoff JF. Gender Differences in the Regulation of Blood Pressure.;
2001.
23. Undang-Undang Republik Indoesiania No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.; 2003.
24. Suhardi. The Science Of Motivation. Jakarta :Elex Media Komputindo;
2014.

76
25. Miftahul J. Analisis Faktor Penyebab Kejadian Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Mangasa Kecamatan Tamalate Makassar. Jurnal PENA.
Volume 3; 2017.
26. Sekartaji D. Kerja Lembur Berdampak Negatif Pada Kesehatan. In: ; 2013.
27. Reksoprayitno. Sistem Ekonomi Dan Demokrasi Ekonomi. Bina Grafika,
Jakarta; 2004.
28. Sutanto. Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern. Yogyakarta : CV.
Andi Syaifuddin; 2010.
29. athryn L. McCance, Sue E. Huether; section editors, Valentina L. Brashers
NSR. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and
Children. 6th ED.; 2010.
30. Saccò M, Meschi M, Regolisti G, Detrenis S, Bianchi L, Bertorelli M et al.
The Relationship Between Blood Pressure and Pain. J Clin Hypertens;
2013.
31. Klabunde RE. Effects of Gravity on Venous Return. Effects of Gravity on
Venous Return.
32. Olin BR, Pharm D. Hypertension : The Silent Killer : Updated JNC-8
Guideline Recommendations. 2018.
33. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta; 2012.
34. Shin H-R, Junsuk Kim W. Complication prevention for patients with
hypertension. Who. 2017:1-32.
https://iris.wpro.who.int/bitstream/handle/10665.1/13561/9789290618034-
hyp-mod7-eng.pdf.
35. Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta; 2015.
36. Hurlock E. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga; 1998.
37. Folkman S. Stress Questionnaire. Wellness Self-care Libr. 2011;0:12.
doi:10.1037/t06129-000
38. Landi F, Calvani R, Picca A, et al. Body mass index is strongly associated
with hypertension: Results from the longevity check-up 7+ study.

77
Nutrients. 2018;10(12):1-12. doi:10.3390/nu10121976
39. Lee MR, Lim YH, Hong YC. Causal association of body mass index with
hypertension using a Mendelian randomization design. Med (United
States). 2018;97(30). doi:10.1097/MD.0000000000011252
40. Dua S, Bhuker M, Sharma P, Dhall M, Kapoor S. Body mass index relates
to blood pressure among adults. N Am J Med Sci. 2014;6(2):89-95.
doi:10.4103/1947-2714.127751
41. Palmer A. Simple Guide: Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.
42. Nawas RO. HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK,
AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT KELUARGA DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGUTER
PUBLIKASI. 2016;23(45):5-24.
43. Putri IA, Kaunang WPJ, Kepel BJ. Hubungan Antara Aktivitas Fisik,
Kebiasaan Merokok, Dan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Interna Rumah Sakit Umum Daerah
Bitung. 2016.
44. Dajo PC, Kandou GD, Punuh MI. Hubungan Kebiasaan Merokok, Stres,
Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Di Rumah
Sakit Umum Daerah Noongan. Fak Kesehat Masy Univ Sam Ratulangi.
2016:1-8.
45. Gunawan L. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.
46. Onibala Risky Brian Sinubu, Rolly Rondonuwu F, Program. Hubungan
Beban Kerja Dengan Kejadian Hipertensi Pada Tenaga Pengajar Di Sma N
1 Amurang Kabupaten Minahasa Selatan. J Keperawatan UNSRAT.
2015;3(2):77-87.
47. Rusnoto R, Hermawan H. Hubungan Stres Kerja Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pekerja Pabrik Di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwungu. J
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 2018;9(2):111.
doi:10.26751/jikk.v9i2.450

78
48. Sari TW, Sari DK, Kurniawan MB, Syah MIH, Yerli N, Qulbi S.
Hubungan Tingkat Stres Dengan Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di
Puskesmas Sidomulyo Rawat Inap Kota Pekanbaru. J Collab Med.
2018;1(3):55-65.
49. Mesuri, R. P. Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Stres Pada
Pasien Fraktur Di Ruang Trauma Centre RSUP DR M.Djamil Tahun 2013
Padang. Padang; 2013.
50. Sri Tanti Rahmayani. FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN
HIPERTENSI PRIMER PADA USIA 20-55 TAHUN DI POLIKLINIK
PENYAKIT DALAM RSUD 45 KUNINGAN. 2019.
51. Hegde SM, Solomon SD. Influence of Physical Activity on Hypertension
and Cardiac Structure and Function. Curr Hypertens Rep. 2015;17(10).
doi:10.1007/s11906-015-0588-3
52. Carpio-Rivera E, Moncada-Jiménez J, Salazar-Rojas W, Solera-Herrera A.
Acute effects of exercise on blood pressure: A meta-analytic investigation.
Arq Bras Cardiol. 2016;106(5):422-433. doi:10.5935/abc.20160064
53. Lawrence J Appel, MD M. Smoking and Hypertension.
https://www.uptodate.com/contents/smoking-and-hypertension?
csi=951ea6f5-89e4-4b88-b81f-
cf68a153a579&source=contentShare#H4036205542. Published 2019.
54. Pari, Dewi S., Kalesaran, Angela F.C., Nelwan JE. Hubungan Antara
Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan
Di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara.
Kesmas. 2018;7 no.4:1-9.
55. Majid A. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Kardiovaskuler.
56. Eguchi K, Kario K. Smoking and hypertension. Nippon rinsho Japanese J
Clin Med. 2006;64 Suppl 6(2):242-246. doi:10.15406/jccr.2015.02.00057
57. Sample Size Calculator - Confidence Level, Confidence Interval, Sample
Size, Population Size, Relevant Population - Creative Research Systems
(surveysystem.com)

79
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Saya bernama Irena Cangga Putri,Peserta Program PIDI angkatan IV tahun
2020-2021. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Angka Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat
Jalan di Puskesmas Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang Tahun 2021”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia. Penelitian ini bermanfaat
untuk perkembangan dan kemajuan praktek ilmu kedokteran, pendidikan
kedokteran dan penelitian ilmu kedokteran.
Berhubungan dengan hal tersebut, kami mohon kesediaan Saudara/i :
Nama : ……………………………………………….

untuk berpatisipasi dalam penelitian ini sebagai seorang responden. Penelitian ini
bersifat sukarela dan tidak akan memberikan dampak yang membahayakan.
Semua informasi yang Saudara/i berikan akan kami rahasiakan dan hanya
digunakan untuk tujuan penelitian. Bila data Saudara/i dipublikasikan,
kerahasiaan identitas Saudara/i akan tetap dijaga. Oleh sebab itu kami mohon

80
kesediaan Saudara/i untuk mengisi instrumen penelitian ini dengan cara
mencentang/menyilang jawaban yang dianggap benar dengan sejujur-jujurnya
tanpa ada tekanan dan paksaan.

Jatinangor, Januari 2021


Peneliti

Irena Cangga Putri

LEMBAR KUESIONER
Judul Penelitian:
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Angka Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas
Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang Tahun 2021”
Tekanan Darah :
1. Usia :
2. Status Gizi
□ BB :
□ TB :
3. Jenis kelamin
□ Laki-laki
□ Perempuan
4. Pendidikan Terakhir
□ Tidak tamat SD/sederajat
□ Tamat SD/sederajat
□ Tamat SMP/sederajat
□ Tamat SMA/sederajat
□ Tamat Sarjana/Diploma
5. Pekerjaan
□ Bekerja
□ Tidak Bekerja
6. Rata-Rata penghasilan per bulan
□ > Rp. 3.241.929
□ < Rp. 3.241.929
7. Apakah dalam anggota keluarga Anda ada yang menderita hipertensi
(orangtua kandung) ?
□ Tidak ada
□ Salah satu orangtua

81
□ Kedua orangtua
8. Apakah Anda memiliki tingkat kecenderungan mengalami stres
(mengisi kuesioner yang terlampir) ?
□ Ringan (nilai <4)
□ Sedang (nilai 5-13)
□ Berat (nilai >14)
9. Apakah anda rutin berolahraga (berjalan/ jogging/bersepeda/berenang
selama 5-7x/minggu, minimal 30 menit) ?
□ Teratur
□ Tidak Teratur

10. Apakah anda seorang perokok ?


□ Jika, Iya
● Berapa tahun lamanya merokok?
● Berapa jumlah rata-rata batang rokok dalam 1 hari?
□ Tidak

82
Kuesioner Tingkat Stres
Beri tanda (√) yang sesuai dengan keadaan diri Anda saat ini
No Pertanyaan Iya Tidak
1. Saya sering merasa pekerjaan saya tidak selesai
2. Saya sering merasa tidak cukup waktu dalam 1 hari untuk
menyelesaikan semua yang harus diselesaikan
3. Saya sering mengabaikan masalah dengan harapan masalah
itu akan pergi
4. Saya tidak percaya orang lain mengerjakan pekerjaan saya
5. Saya sering menundakan pekerjaan saya
6. Saya sering merasa begitu banyak deadlines dalam
pekerjaan / hidup saya
7. Saya merasa kepercayaan diri saya rendah
8. Saya sering merasa bersalah ketika tidak melakukan apa-apa
9. Saya sering memikirkan masalah saya ketika seharusnya
saya beristirahat
10. Saya sering merasa lelah walaupun dengan tidur yang cukup
11. Saya sering memotong pembicaraan orang lain
12. Saya mempunyai kebiasaan makan, bicara, jalan,
mengemudi secara cepat
13. Saya merasa nafsu makan saya berkurang
14. Saya merasa gelisah/marah ketika macet atau mengantri
15. Saya sering memendam perasaan saya ketika saya sedang
kesal/marah
16. Ketika saya berkompetisi, saya sangat ingin menang
siapapun lawannya
17. Saya mengalami perubahan suasana hati yang mendadak,
kesulitan berkonsentrasi, gangguan memori jangka pendek
18. Saya lebih sering mengkritik dan mencari kesalahan orang
lain dibandingkan memuji mereka
19. Saya seringkali memikirkan masalah saya hingga tidak
mendengar perkataan lawan bicara saya

83
20. Libido saya berkurang / perubahan siklus menstruasi
21. Saya sering menggertakkan gigi saya
22. Saya sering mengalami nyeri pada leher, kepala, punggung
bawah, dan bahu
23. Saya merasa tidak mampu bekerja dan tidak mampu
berpikir sebaik sebelumnya
24. Saya mendapatkan diri saya ketergantungan pada alcohol,
kafein, nikotin, obat
25. Saya merasa tidak ada waktu untuk hobi saya / aktivitas di
luar pekerjaan

LAMPIRAN 2
HASIL UJI DATA PENELITIAN

Usia
Valid
Frequenc Percen Perce Cumulativ
y t nt e Percent
Vali 18-39
30 31,6 31,6 31,6
d tahun
40-60
41 43,2 43,2 68,4
tahun
>60 tahun 24 25,2 25,2 100.0
Total 95 100.0 100.0

Jenis Kelamin
Valid
Frequenc Perce Perce Cumulative
y nt nt Percent
Val Laki-laki 28 29,5 29,5 29,5
id Perempu
67 70,5 70,5 100.0
an
Total 95 100.0 100.0

Pendidikan
Valid
Frequenc Perce Perce Cumulative
y nt nt Percent
Val Tidak 17 17,9 17,9 17,9
id tamat SD

84
Tamat SD 28 29,5 29,5 47,4
Tamat
38 40 40 87,4
SMP
Tamat
11 11,5 11,5 98,9
SMA
Tamat
1 1,1 1,1 100.0
Sarjana
Total 134 100.0 100.0

Pekerjaan
Frequen Perce Valid Cumulativ
cy nt Percent e Percent
Val Bekerja 74 50,5 50,5 50,5
id Tidak
21 47,0 47,0 100.0
Bekerja
Total 95 100.0 100.0

Penghasilan
Valid
Frequen Perce Perce Cumulativ
cy nt nt e Percent
Val ?
id 3.722.299,9 111 82.8 82.8 82.8
4
<3.722.299,
23 17.2 17.2 100.0
94
Total 134 100.0 100.0

Hipertensi
Valid
Frequen Perce Perce Cumulativ
cy nt nt e Percent
Val Hipertensi 83 61.9 61.9 61.9
id Tidak
51 38.1 38.1 100.0
Hipertensi
Total 134 100.0 100.0

Status Gizi

85
Frequenc Perce Valid Cumulativ
y nt Percent e Percent
Val Tidak
82 61.2 61.2 61.2
id Normal
Normal 52 38.8 38.8 100.0
Total 134 100.0 100.0

Riwayat Hipertensi Keluarga


Frequen Perce Valid Cumulativ
cy nt Percent e Percent
Val Ada 44 32.8 32.8 32.8
id Tidak
90 67.2 67.2 100.0
Ada
Total 134 100.0 100.0

Tingkat Stres
Frequen Perce Valid Cumulativ
cy nt Percent e Percent
Val Berat 64 47.8 47.8 47.8
id Ringan-
70 52.2 52.2 100.0
Sedang
Total 134 100.0 100.0

Kebiasaan Olahraga
Frequen Perce Valid Cumulativ
cy nt Percent e Percent
Val Tidak
91 67.9 67.9 67.9
id Teratur
Teratur 43 32.1 32.1 100.0
Total 134 100.0 100.0

Kebiasaan Merokok
Frequen Perce Valid Cumulativ
cy nt Percent e Percent
Val Merokok 63 47.0 47.0 47.0
id Tidak 71 53.0 53.0 100.0

86
Merokok
Total 134 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
Percen Percen
N t N t N Percent
Status Gizi * 100.0
Hipertensi 134 0 0.0% 134 100.0%
%
RPK * 100.0
Hipertensi 134 0 0.0% 134 100.0%
%
Olahraga * 100.0
Hipertensi 134 0 0.0% 134 100.0%
%
Stres * 100.0
Hipertensi 134 0 0.0% 134 100.0%
%
Merokok * 100.0
Hipertensi 134 0 0.0% 134 100.0%
%

Status Gizi * Hipertensi


Crosstab
Hipertensi
Tidak
hipertens
Hipertensi i Total
Status Tidak Coun
60 22 82
Gizi Normal t
% of
44.8% 16.4% 61.2%
Total
Normal Coun
23 29 52
t
% of
17.2% 21.6% 38.8%
Total
Total Coun 83 51 134

87
t
% of
61.9% 38.1% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi- 11.30
1 .001
Square 5a
Continuity 10.11
1 .001
Correctionb 1
Likelihood 11.27
1 .001
Ratio 9
Fisher's Exact
.001 .001
Test
Linear-by-
11.22
Linear 1 .001
1
Association
N of Valid
134
Cases
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 19.79.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Status Gizi
3.439 1.651 7.161
(Tidak Normal /
Normal)
For cohort 1.654 1.187 2.306

88
Hipertensi =
Hipertensi
For cohort
Hipertensi =
.481 .312 .741
Tidak
hipertensi
N of Valid
134
Cases

RPK * Hipertensi
Crosstab
Hipertensi
Tidak
Hiperten hipertens
si i Total
R Ada Count 33 11 44
P % of
K 24.6% 8.2% 32.8%
Total
Tidak Count 50 40 90
Ada % of
37.3% 29.9% 67.2%
Total
Total Count 83 51 134
% of
61.9% 38.1% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Valu Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
e df sided) sided) sided)
Pearson Chi- 4.74
1 .029
Square 0a
Continuity 3.95
1 .047
Correctionb 1
Likelihood 4.90
1 .027
Ratio 9
Fisher's Exact
.037 .022
Test
Linear-by- 4.70 1 .030

89
Linear
4
Association
N of Valid
134
Cases
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 16.75.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Val Interval
ue Lower Upper
Odds Ratio for
2.40
RPK (Ada / Tidak 1.079 5.336
0
Ada)
For cohort
1.35
Hipertensi = 1.050 1.736
0
Hipertensi
For cohort
Hipertensi = Tidak .563 .321 .986
hipertensi
N of Valid Cases 134

Tingkat Stres * Hipertensi

Tingkat Stres * Hipertensi Crosstabulation


Hipertensi
Tidak
Hipertens
Hipertensi i Total
Tingka Berat Count 48 16 64
t Stres % of
35.8% 11.9% 47.8%
Total
Ringan- Count 35 35 70
Sedang % of
26.1% 26.1% 52.2%
Total
Total Count 83 51 134
% of
61.9% 38.1% 100.0%
Total

90
Chi-Square Tests
Asymptoti
c
Significan
ce (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
8.864a 1 .003
Square
Continuity
7.835 1 .005
Correctionb
Likelihood
9.028 1 .003
Ratio
Fisher's
.004 .002
Exact Test
Linear-by-
Linear 8.798 1 .003
Association
N of Valid
134
Cases
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 24.36.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Valu 95% Confidence Interval
e Lower Upper
Odds Ratio for
Tingkat Stres 3.00
1.439 6.254
(Berat/ Ringan- 0
Sedang)
For cohort
1.50
Hipertensi = 1.141 1.972
0
Hipertensi
For cohort
Hipertensi = .500 .308 .812
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 134

91
Olahraga * Hipertensi

Crosstab
Hipertensi
Tidak
Hiperten hiperten
si si Total
Olahrag Tidak Count 67 24 91
a Teratur % of 67.9
50.0% 17.9%
Total %
Teratur Count 16 27 43
% of 32.1
11.9% 20.1%
Total %
Total Count 83 51 134
% of 100.0
61.9% 38.1%
Total %

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi- 16.42
1 .000
Square 8a
Continuity 14.91
1 .000
Correctionb 9
Likelihood 16.28
1 .000
Ratio 1
Fisher's Exact
.000 .000
Test
Linear-by-
16.30
Linear 1 .000
5
Association
N of Valid
134
Cases
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 16.37.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Valu 95% Confidence Interval
e Lower Upper

92
Odds Ratio
for Olahraga
4.71
(Tidak 2.172 10.220
1
Teratur /
Teratur)
For cohort
1.97
Hipertensi = 1.317 2.973
9
Hipertensi
For cohort
Hipertensi =
.420 .278 .635
Tidak
hipertensi
N of Valid
134
Cases

Merokok * Hipertensi
Crosstab
Hipertensi
Tidak
Hiperten hiperten
si si Total
Meroko Merokok Count 51 12 63
k % of
38.1% 9.0% 47.0%
Total
Tidak Count 32 39 71
Merokok % of
23.9% 29.1% 53.0%
Total
Total Count 83 51 134
% of 100.0
61.9% 38.1%
Total %

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

93
Pearson Chi- 18.23
1 .000
Square 1a
Continuity 16.74
b 1 .000
Correction 1
Likelihood 18.96
1 .000
Ratio 1
Fisher's Exact
.000 .000
Test
Linear-by-
18.09
Linear 1 .000
5
Association
N of Valid
134
Cases
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 23.98.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Valu 95% Confidence Interval
e Lower Upper
Odds Ratio
for Merokok
5.18
(Merokok / 2.366 11.340
0
Tidak
Merokok)
For cohort
1.79
Hipertensi = 1.353 2.384
6
Hipertensi
For cohort
Hipertensi =
.347 .200 .602
Tidak
hipertensi
N of Valid
134
Cases

94
RIWAYAT HIDUP

Nama : Timothy Adiwinata


Nomor Pokok Mahasiswa : 1415123
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 24 April 1996
Alamat : Jl. Anggrek No. 38, Kota Bandung
Riwayat Pendidikan :
● SD Kristen Tunas Bangsa, Jakarta, Tahun 2008
● SMP Kristen Tunas Bangsa, Tahun 2011
● SMA Kristen Tunas Bangsa, Tahun 2014
● Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Tahun
2018
● Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha-Rumah
Sakit Immanuel, Bandung, Tahun 2018 – sekarang

95

Anda mungkin juga menyukai