Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PSIKOLOGI HUKUM

“ANALISIS KASUS PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH

UMUR OLEH EMON SI PREDATOR ANAK ”

Diajukan untuk memenuhi nilai mata kuliah Psikologi Hukum yang diampu oleh :

Prof. Dr. Pangerang Moenta, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH

Zhafira Nur Zahra Amaliah Thamrin


(B011191102)

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan makalah yang bertemakan Analisis Kasus Pelecehan Seksusal Terhadap
Anak dibawah Umur oleh Emon Si Predator Anak.
Disini penulis mencoba menjelaskan tentang Analisis kasus melalui prespektif
psikologi hukum. Analisis ini, memperhatikan psikologi dari pelaku tindakan
pelecehan yang telah dilakukan oleh pelaku bernama Emon.
Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Pangerang
Moenta, S.H., M.H. selaku dosen mata kuliah Psikologi Hukum atas ilmu dan
kemudahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun
dan mengerjakan makalah yang berkenaan dengan pelajaran Psikologi Hukum
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, serta masih banyak
kekurangan dan kesalahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penting bagi penulis dan mudah-mudahan makalah ini
dapat mendorong kita untuk lebih giat dalam proses menimbah ilmu dengan sebaik-
baiknya.

Makassar, 01 Oktober 2021

Zhafira Nur Zahra Amaliah Thamrin

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................5


A. Uraian Kasus.......................................................................................................5
B. Analisis Kasus Berdasarkan Psikologi Hukum...................................................7

BAB III. PENUTUP..............................................................................................11


A. Kesimpulan.......................................................................................................11
B. Saran.................................................................................................................11

Daftar Pustaka.......................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut L.J. Van Apeldoorn, Hukum merupakan patokan dan peraturan dalam
bertingkah laku dengan hadirnya hukum, pertentangan kepentingan, pertentangan
antar golongan, maupun pertentangan individu yang akan membuat pertkaian,
maka akan diatur sedekimian rupa sehingga tidak adanya pertikaian lagi. Karena
itulah tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai.
Psikologi dan hukum sebenarnya dapat dipandang sebagai satu kesatuan, sebab
Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Psikologi sendiri mencari tahu dan memahami apa penyebab atau latar belakang
dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Sedangkan Hukum sendiri
merupakan sebuah aturan yang berlaku dengan tujuan untuk memberikan
kepastian, keadilan, dan kemanfaaatan bagi setiap orang. Ilmu psikologi dan
hukum bersatu untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam masyarakat.
Ilmu psikologi dan hukum bisa dijadikan landasan untuk menilai sebuah kasus
atau permaslaahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Berbagai macam teori dan penelitian dalam psikologi hukum muncul sebagai
respon atas permasalahan yang berkembang dalam masyarakat. Psikologi hukum
sebagai lapangan hukum baru, timbul dari bercampurnya aturan hukum pidana
dengan psikologi sosial sebagai bagian dari psikologi sehingga menjadi suatu
kelompok aturan hukum yang bulat, homogen dan berkepribadian sendiri. 1
Hal ini membuat Studi psikologi dapat dipandang mempelajari
ketidakmampuan setiap individu untuk melakukan penyesuaian diri terhadap
aturan hukum yang berlaku dengan kata lain individu tersebut dapat mengatasi
setiap tekanan yang dialaminya. Maka dari itu tentu saja Psikologi Hukum
diperlukan untuk memperhatikan perilaku manusia selama berproses dalam
hukum. Psikologi hukum juga memperhatikan sebab akibat dari suatu peristiwa
yang terjadi. Tentu saja hal ini diperhatikan dan dianalisa dari beragam aspek.

1 Abintoro Prakoso, 2014, Hukum dan Psikologi Hukum, Yogyakarta: Laksbang


Grafika, hlm. 9.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. URAIAN KASUS

Andri Sobari alias Emon merupakan pelaku pelecehan seksual terhadap anak
dibawah umur. Emon berusia 24 tahun dan bekerja serabutan sejak SMK. Emonn
merupakan tesangka sebab, Emon diduga memiliki perilaku seks menyimpang
karena lebih tertarik dengan lawan jenisnya, dan memilih melampiaskan birahinya
kepada anak-anak.
Menurut pengakuan tersangka jumlah korban telah melebihi 110 anak atau
sekitar 120 anak. Dari jumlah tersebut 36 anak diduga menjadi korban sodomi
Emon. Pada mulanya prilaku Emon yang mencabuli anak dibawah umur
terungakp dengan adanya laporan keluarga korban menganai ulah dan perbuatan
Emon ke Polres Sukabumi. Padahal, awalnya keluarga korban ingin
menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan. Dari 1 laporan, korban Emon
yang awalnya takut atau malu, akhirnya satu per satu mulai melapor. Tercatat usia
korban yang melapor berkisar mulai dari 6 hingga 13 tahun dan sebagian besar
tinggal dekat rumah tersangka. Polisi juga menemukan nama-nama korban
lainnya di buku harian milik Emon dan nama korban yang melaporpun tertera
dalam buku harian Emon. Di permandian Santa Lio yang terbengkalai di
Sukabumi, Jawa Barat, Emon menggencarkan aksinya untuk melecahkan korban-
korbannya. Lokasi tersebut digunakan Emon untuk memuaskan nafsu bejatnya
dan disana pula Emon ditangkap
Menurut kesaksian para korban yang disamarkan namanya mengaku bahwa ,
Korban I sedang berenang, kemudian Emon datang untuk mengajak Korban I
untuk bersetubuh hanya saja Korban tetap saja menolak kemudian Emon
memaksa dan menawarkan uang sebesar lima ribu rupiah apabila korban hendak
untuk bersetubuh dengannya. Selanjutnya menurut kesaksian Korban II, ia sedang
bermain laying-layang. Kemudian Emon mengajaknya untuk pergi kerumah
kosong. Kemudian Emon mengajak Korban untuk melakukan hubungan badan
namun Korban menjawab tidak mau. Kemudian, Emon menawarkan uang sebesar
sepuluh ribu rupiah dan secara tiba-tib Emon langsung menurunkan celana korban
meskipun korban telah mengatakan tidak mau. Emon yang memaksa, mengancam

5
korban dengan mengatakan jika korban tidak mau memenuhi keinginan Emon,
Emon akan mengeluarkan ilmunya santetnya dan tentu saja korban akan
dipastikan akan mati.
Menurut pengakuan Emon, awalnya dia tertarik pada anak anak karena hanya
ingin mencoba untuk melakukan hubungan intim kepada anak-anak kemudian
Emon menjadi ketagihan. Selanjutnya emon mengakui adanya buku harian untuk
mencatat nama anak yang telah menjadi korbannya. Menurut Emon nama-nama
tersebut merupakan sebuah koleksi akan tetapi Emon tidak mengingat ataupun
membayangkan kejadian yang telah ia lakukan terhadap anak-anak yang menjadi
korbannya. Emon juga menyadari bahwa perbuatannya ini salah tapi entah
mengapa Emon terus memiliki hasrat untuk melakukan tindakannya ini terhadap
anak-anak dibawah umur.
Atas perbuatannya, Emon pun dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, dijerat
undang-undang perlindungan anak pasal 82 dan pasal 292 KUHP serta 64 KUHP.
Karena Emon melakukan tindakan pelecehan terhadap anak secara berulang-ulang
dan tentu saja sesuai hukum ancaman hukumannya 20 tahun penjara. Pada
akhirnya, Terdakwa Andri Sobari alias Emon, 24 tahun, pelaku sodomi asal
Sukabumi, divonis 17 tahun penjara plus denda Rp 200 juta oleh majelis hakim
Pengadilan Negeri Sukabumi pada Selasa, 16 Desember 2014. Terdakwa terbukti
melakukan kejahatan seksual terhadap puluhan anak di bawah umur. Vonis yang
dijatuhkan majelis hakim itu lebih berat dua tahun dari tuntutan jaksa. Terdakwa
dengan sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana. Vonis yang
dijatuhkan selama 17 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta. Sesuai
ketentuan, jika denda tak dibayar, maka Emon harus meggantinya dengan pidana
kurungan sela.

6
B. ANALISIS KASUS BERDASARKAN PSIKOLOGI HUKUM

Kekerasan seksual (Terry Lawson, 2008), yaitu setiap perbuatan berupa


pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak
wajar dan tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan komersial atau tujuan tertentu (Huraerah, 2008). Kekerasan seksual dapat
berupa tindakan oral-genital, genital-genital, genital-rektal, tangan-genital,
tangan-rektal, tangan-payudara, pemaparan anatomi seksual, melihat dengan
paksa, dan menunjukkan pornografi. Kekerasaan seksual (Tobach, 2008) biasanya
disertai dengan tekanan psikologis atau fisik (Kurniawati, 2013). 2

Kekerasan seksual terhadap anak tentu saja selalu dapat dikaitkan dengan
pelaku yang mengidap perilaku penyimpangan seksual. Biasanya pelaku
pelecehan atau sodomi terhadap anak dapat dikatakan sebagai seorang pedofilia.

Menurut ilmu psikologi, pedofilia termasuk kategori parafilia atau


penyimpangan seksual. Istilah parafilia (paraphilia) merupakan bahasa Yunani
yaitu para berarti pada sisi lain, dan philos berarti mencintai sebagai respon
terhadap stimulus yang tidak biasa dilakukan. Menurut DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke empat), parafilia merupakan
dorongan yang kuat untuk melakukan aktivitas seksual secara berulang, dengan
menggunaka objek selain manusia bisa seperti pakaian dalam, sepatu, kulit,
atapun yang lainnya, aktivitas seperti ini biasanya bertahan selama 6 (enam) bulan
atau bahkan lebih, yang biasanya disertai dengan perasaan merendahkan atau
menyakiti orang lain yang tidak setuju dengan perbuatannya. 3

Dalam buku perilaku seks menyimpang dan seksualitas kontemporer umat


Islam karya Marzuki Umar sa’abah menyebutkan bahwa pedofilia terdiri dari 2
kata yaitu pais, paidos yang berart anak, dan phileo, philos yang berarti mencinta.
Pedofilia merupakan aktivitas penyaluran hasrat seksual yang objeknya anak-anak

2
Ratih Probosiwi dan Daud Bahransyaf , 2015, Pedofilia dan Kekerasan
Seksual: Masalah dan Perlindungan Terhadap Anak,, Vol. 01, No. 1, hlm 32.
3
Jeffrey S. Nevid dkk, Psikologi Abnormal, Jilid II, 2003, Jakarta: Penerbit
Erlangga, hlm. 77.

7
4
dan pelakunya orang dewasa. Sedangkan menurut Kartini Kartono dalam
bukunya juga menyebutkan bahwa praktek pedofilia ini bisa berupa, perbuatan
ekshibisionitis dengan memperlihatkan alat kelaminnya sendiri pada anak-anak,
memanipulasikan tubuh anak-anak (membelai-belai, menciumi, mengeloni,
meniman, dan lain-lain), dan sampai melakukan coitus (persetubuhan) dengan
anak-anak. 5

Berdasarkan pengertian pedofilia yang telah dikemukakan oleh para Ahli,


dapat disimpulkan bahwa Pelaku yakni Andri Sobari alias Emon merupakan
seorang pedofilia sebab Emon dalam pengakuannya mengatakan bahwa ia merasa
ketagihan untuk melakukan hubungan badan, dalam hal ini dapat diartikan bahwa
Emon memiliki hasrat untuk berhubungan badan dengan para korban yang
merupakan anak-anak dibawah umur baik yang berjenis lelaki maupun perempuan.

Sebenarnya tindakan seorang predator anak atau yang biasa disebut dengan
pedofil tak jauh dari perbuatan cabul.dan sodomi. Pengertian perbuatan cabul
ontuchtige handelingen) adalah segalamacam wujud perbuatan, baik yang
dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang
berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat
merangsang nafsu seksual. Misalnya mengelus-elus atau menggosok-gosok penis
atau vagina, memegang buah dada, mencium mulut seorang perempuan dan
sebagainya. 6 Sedangkan, Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan untuk
merujuk kepada tindakan seks "tidak alami", yang bergantung pada yuridiksinya
dapat terdiri atas seks oral, seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-
kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual,
atau antara manusia dan hewan. Istilah ini berasal dari bahasa latin“peccatum
Sodomiticum” atau "Dosa kaum Sodomi”. Hukum Sodomi melarang semua

4
Marzuki Umar Sa’abah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas
Kontemporer Umat Islam, 2001, Yogyakarta: UII Press, hlm.133.
5
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, 1989,
Bandung: Penerbit Mandar Maju, hlm. 252.
6 Adami Chazwi, Tindakan Pidana Mengenai Kesopanan, 2005, Jakarta: Raja

Grafindo Perseda, hlm. 80.

8
aktivitas seks yyang tidak lazim dalam standar moral keagamaan Yahudi, Kristen
dan Islam. 7

Apabila ditinjau dari pengertian Kekerasan Seksual, Tersangka Emon dapat


dikatakan bahwa ia telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak dibawah
umur. Tentu saja secara hukum tindakan Emon dinilai mengerucut pada tindakan
pencabulan terhadap anak dan kekerasan seksual yang dimana menurut
keterangan para korban Emon melakukan perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual. Emon juga melakukan hubungan seksual dengan cara yang
tidak wajar (sodomi) terhadap anak laki-laki dan juga anak perempuan.

Dalam sebuah wawancara Emon memberikan sebuah pengakuan bahwa


dulunya ia juga merupakan korban dari seorang pedofil yang bernama Endei saat
umurnya 13 tahun. Emon mengutarakan perasaannya bahwa ia memiliki
keinginan atau hasrat untuk mencoba melakukan pelecehan setelah ia
mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari Endei, kemudian ia pun mulai
mencari korban dan sampai akhirnya ketagihan hingga saat ini. Pada mulanya
Emon hanya ingin melampiaskan amarahnya setelah dicabuli dengan cara
melakukan balas dendam dengan memilih korban yang berupa anak tetangganya.

Jika diperhatikan dari pernyataan yang dilontarkan oleh Emon tentu saja tidak
terdengar rasa penyesalan sebab menurut emon anak-anak yang merupakan
korban baik anak laki-laki maupun anak perempuan adalah sebuah objek sasaran
untuk melampiaskan rasa dendam dan hasrat yang dimilikinya. Tentu saja anak-
anak merupakan sasaran empuk bagi para pelaku tindak kekerasan seksual, sebab
anak-anak dianggap lemah secara fisik dan anak-anak gampang terpengaruh oleh
tawaran atau janji.

Berdasarkan klasifikasi psikologi hukum menurut Soedjono, kasus Emon


merupakan kasus yang termasuk kedalam ruang lingkup Perilaku menyimpang
serta psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku. Hal ini

7
Ilmu Pengetahuan Universitas Krisnadwipayana Website,
http://p2k.unkris.ac.id/id6/1-3065-2962/sodomi_244462_p2k-unkris.html,
diakses pada 5 Oktober 2021

9
dikarenakan Emon merupakan seorang pedofilia. Pedofilia merupakan sebuah
penyimpangan seksual dengan menjadikan anak sebagai objek untuk memenuhi
hasrat seksual seseorang yang dapat dikatakan telah dewasa. Menurut hukum,
tindakan pelecehan, pencabulan atau sodomi yang dilakukan oleh seorang
predator anak (pedofil) telah diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2015
tentang Perlindungan Anak. Secara tidak langsung pemerintah telah berusaha
untuk meningkatkan jaminan perlindugan terhadap anak. Mengenai tindakan
pencabulan terhadap anak, tertera dalam Pasal 82 jo. Pasal 76 E Undang-Undang
No. 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak. Mengenai ancaman pidana bagi
pelaku pencabulan terhadap anak telah diatur dalam Pasal 292 KUHP.

Dalam vonis kasuspun, Emon dijatuhi hukuman 17 tahun penjara dan denda
200 juta rupian dengan dijerat oleh peraturan undang-undang perlindungan anak
Pasal 82 dan Pasal 292 KUHP serta Pasal 64 KUHP. Karena perbuatan Emon
telah memenuhi setiap unsur yang terdapat tersebut yaitu melakukan tindakan
pelecehan dalam bentuk tindakan pencabulan atau tindakan sodomi terhadap anak
laki-laki dan perempuan dibawah umur secara berulang-ulang dan dengan cara
menghasut, menjanjikan sesuatu, memaksa dan bahkan mengancam para korban.

Peran dari setiap aparat hukum yang mengawal kasus ini pun tidak main-main
dalam menjalankan tugasnya sebab kasus ini telah dijadikan sebagai kasus
pelecehan yang dilakukan oleh Emon pun dinyatakan sebagai kasus kejadian luar
biasa oleh Pemerintah daerah Sukabumi. Kapolda dan Kapolres pun turut andil
dalam penangan kasus ini, mereka bekerjasama untuk menemui para korban emon
dan meminta keterangan tak hanya itu mereka juga berusaha mengumpulkan bukti.
Sebelum Hakim menjatuhkan hukumuan yang seadil-adilnya kepada Emon,
beberapa ahli seperti Psikolog dan Psikiater juga turut mengambil bagian dalam
memeriksa kejiwaan dan mengklasifikasikan penyimpangan yang dimiliki oleh
Emon. Tak hanya Emon, Para korban pun diberikan penanganan atau fasilitas
yang berupa bantuan oleh Psikologi forensik untuk membantu menghilangkan
rasa trauma dan cemas pada anak serta mereka juga berusaha untuk menciptakan
rasa aman kepada korban yang merupakan anak-anak. Tak luput, meraka juga
memastikan kebenaran dari setiap kesaksian yang dinyatakan oleh para korban.

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Peran psikologi hukum sebagai ilmu tentang perilaku dan kejiwaan manusia
tentu saja berusaha untuk berkontribusi dalam usaha penegakan hukum yang
nantinya akan memberikan pengetahuan yang berguna dalam proses hukum.
Seperti yang telah dianalisa, dari kasus kekerasan seksual yang berupa pelecehan
dan sodomi yang dilakukan oleh Andri Sobari alias Emon kita dapat melihat
mengetahui bahwa di Negara Indonesia masih ada terjadi kasus tindakan asusila
terhadap anak dibawah umur. Berdasarkan kasus Emon kita dapat mengetahui
bahwa kasus pelecehan terhadap anak sebenarnya marak terjadi hanya saja tidak
disadari oleh orang sekitar. Sebenarnya dari kasus Emon ini kita dapat melihat
bahwa sebenarnya peningkatan kejahatan kekerasan seksual yang berupa
pelecehan dan sodomi terhadap anak terjadi karena beberapa hal, misalnya
adanaya hasrat atau perasaan kenikmatan yang menimbulkan rasa ketagihan,
adanya perasaan ingin membalas dendam akibat adanya memori mengenai
pelecehan dan sodomi yang diderita oleh pelaku di masa lalu pada saat si pelaku
menjadi korban serta adanya mindset bahwa anak merupakan sasaran empuk
sebab anak lemah secara fisik dan mudah untuk dibujuk dan juga diiming-imingi
sesuatu. Kemudian, karena pendidikan seksual sejak dini dianggap tabu di Negara
Indonesia maka dari itu tentunya anak-anak dapat dengan mudah dijadikan
sebagai objek dan target untuk melakukan pelecehan dan sodomi oleh para pedofil.

B. SARAN
Untuk menjerat pelaku tindak pidana pedofilia Sebaiknya Pemerintah segera
merumuskan dan menetapkan sanksi yang lebih tegas dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak karena jika ditinjau dengan saksama hukuman bagi pelaku
kejahatan kesusilaan terhadap anak dalam KUHP tidak berpihak pada korban.
Sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada pelaku pedofil ini seyogyanya dapat
memberikan efek jera. Selain adanya sanksi kurungan, sanksi tambahan
jugasangatlah diperlukan. Sanksi yang dimaksud dapat berupa rehabilitasi psiko-
sosial dengan tujuan untuk memberikan segala macam cara untuk menolong

11
pasien agar berhenti berperilaku menyimpang. Selain itu, kastrasi bisa saja
menjadi hukuman tambahan namun dibutuhkan sebuah pengkajian yang serius
menganai penetapan hukuman yang berupa kastrasi sebelum dijadikan landasan
untuk menghukum pelaku pelecehan ataupun pelaku pedofil.
Pengawasan dari orang dewasa khususnya orang tua hendaknya berperan
aktif dalam rangka usaha penanggulan kejahatan dan untuk meminimalisir setiap
anak yang ditargetkan menjadi korban tindakan kekerasan seksual Kemudian
kerjasama antar pihak dari orang tua, keluarga, masyarakat dan pihak berwajib
sangatlah diperlukan untuk memberantas tindak kejahatan kesusilaan terhadap
anak., pendidikan seksual sejak dini haruslah ditanamkan kepada anak, hal ini
merupakan upaya untuk mencegah terjadinya pelecehan terhadap anak dalam
artian, dengan adanya edukasi sejak dini, si anak telah memiliki perisai untuk
melindungi dirinya dari para pelaku tindak pelecehan terutama pelaku
penyimpangan seksual (pedofilia).
Selain itu, adanya upaya penyuluhan ilmu psikologi dan hukum mengenai
kekerasan seksual hingga sanksi-sanksi terkait perlu dilakukan dari sabang sampai
marauke karena kasus ini sebenarnya sering terjadi tanpa kita sadari.
Semua saran yang diberikan oleh penulis semata mata bertujuan untuk
memberantas, mengurangi atau bahkan menghentikan adanya tindakan pelecehan
anak dibawah umur. Sebab anak merupakan makhluk yang memiliki hak untuk
hidup dan hak untuk diperlakukan sebagai selayaknya makhluk hidup.

12
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Abintoro Prakoso. 2014. Hukum dan Psikologi Hukum. Laksbang Grafika. DI


Yogyakarta.
Jeffrey S. Nevid dkk. 2003. Psikologi Abnormal, Jilid II. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Marzuki Umar Sa’abah. 2001. Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas
Kontemporer Umat Islam. UII Press. DI Yogyakarta.
Kartini Kartono. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Penerbit
Mandar Maju. Bandung.
Adami Chazwi. 2005. Tindakan Pidana Mengenai Kesopanan. Raja Grafindo
Perseda. Jakarta.

JURNAL

Ratih Probosiwi dan Daud Bahransyaf. 2015. Pedofilia dan Kekerasan Seksual:
Masalah dan Perlindungan Terhadap Anak. Sosio Informa. 1(1): 32.

ARTIKEL INTERNET

Marzuki. 2015. Sodomi. Ilmu Pengetahuan Universitas Krisnadwipayana Website,


http://p2k.unkris.ac.id/id6/1-3065-2962/sodomi_244462_p2k-unkris.html, diakses
pada 5 Oktober 2021 (18.06)

13

Anda mungkin juga menyukai