Anda di halaman 1dari 12

BAB IX

“BADAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF”


BUKU DASAR-DASAR ILMU POLITIK
Karya Prof. Miriam Budiardjo

a) Badan Eksekutif
Pada negara demokratis badan eksekutif terdiri dari kepala negara seperti
raja atau presiden, beserta menteri-menterinya. Dalam sistem presidential Menteri
dipimpin langsung oleh presiden. Sedangkan dalam sistem parlementer Menteri
dipimpin oleh perdana menteri yang dalam sistem parlementer sendiri
bertanggungjawab menjadi bagian dari bagian eksekutif.

Tugas badan eksekutif sendiri menurut tafsiran tradisional asas trias


politica hanya melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh
badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif. Dalam menjalankan tugasnya, eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja dan
ahli yang terampil, serta berbagai fasilitas yang di masing-masing kementerian.
Hal ini berkebalikan dengan legislatif yang terbatas.

Kekuasaan badan eksekutif:

1. Administratif, melaksanakan undang-undang dan peraturan perundangan,


serta menyelenggarakn administrasi negara.
2. Legislatif, membuat RUU dan membimbingnya dalam badan perwakilan
rakyat hiingga menjadi undang-undang.
3. Keamanan, kekuasaan untuk mengatur keamanan negeri.
4. Yudikatif, memberi grasi, amnesti dan sebagainya.
5. Diplomatik, kekuasaan menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan
negara lain.

Beberapa Macam Badan Eksekutif

Sistem Parlementer dengan Parliamentary Executive


Dalam sistem ini badan eksekutif dan legislative bergantung satu sama
lain. Kabinet semacam ini dinamakan kabinet parlementer yang mempunyai sifat
dan bobot ketergantungan yang berbeda dengan negara lain untuk mencapai
keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif.

Beberapa contoh negara yang menerapkan sistem parlementer :

a. Republik Prancis IV (1946-1958), karena di Prancis tidak terdapat satu


partai yang cukup besar untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri,
maka kabinet di Prancis hampir semuanya berdasarkan koalisi. Badan
eksekutif terdiri dari seorang presiden yang sedikit sekali kekuasaannya
serta menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.
b. Republik Prancis V, terdorong dari kegagalan sistem parlementer
sebelumnya karena badan eksekutif didominasi oleh badan legislatif.
c. Inggris, Badan eksekutif terdiri atas raja sebagai bagian dari badan
eksekutif yang tak dapat diganggu gugat, serta ± 20 menteri yang bekerja
atas asas tanggung jawab menteri (ministerial responsibility). Kekuasaan
raja bersifat simbolis, sedangkan kekuasaan sesungguhnya adalah di
tangan perdana menteri yang memimpin para menteri.
d. India, Sistem ketatanegaraan India agak mirip dengan Inggris, dan sistem
pemerintahannya pun adalah cabinet government. Badan eksekutif terdiri
atas seorang presiden sebagai kepala negara dan menteri-menteri yang
dipimpin oleh seorang perdana menteri.

Sistem Presidensial dengan Fixed Executive atau Non-Parliamentary Executive

Dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif tidak tergantung


pada badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu.
Kebebasan badan eksekutif terhadap badan legislatif mengakibatkan kedudukan
badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Beberapa negara
yang menerapkan sistem presidensial :

a. Amerika Serikat
Dalam memilih menterinya, presiden tidak terbatas pada partainya sendiri,
akan tetapi dapat memilih dari partai lain, atau sama sekali di luar partai.
Begitu pula presiden bebas untuk memilih penasihat pribadinya, yang tidak
perlu disetujui oleh Senat. Penasihat presiden ini kadang-kadang lebih banyak
berpengaruh atas presiden daripada menteri.

b. Pakistan (dalam masa demokrasi dasar)

Seperti India, Pakistan memulai masa kemerdekaannya dengan suatu sistem


parlementer yang mirip dengan sistem di Inggris. Undang-Undang Dasar yang
sesudah mengalami kemacetan parlementer selama beberapa tahun, diterima
pada tahun 1956, menetapkan lagi sistem parlementer ini.

Badan Eksekutif di negara-negara komunis


Perbedaan badan eksekutif di negara demokratis dan negara komunis yang
menonjol beberapanya adalah, Dewan Perwakilan Rakyat tidak selalu dilihat
sebagai badan legislatif, tetapi sebagai badan di mana semua kekuasaan
dipusatkan. Selain itu, perbedaan terbesar ialah peranan yang dominan dari partai
komunis yang menyelami semua aparatur kenegaraan.
Di Uni Soviet fungsi eksekutif dibagi antara dua badan, yaitu antara
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Presidium Soviet Tertinggi dan
kabinet. Pembagian semacam itu menjadikan perbedaan antara badan eksekutif
dan badan legislatif.
Wewenang Presidium mencakup bidang eksekutif seperti mengeluarkan
dekrit-dekrit, yang dalam sidang Soviet Tertinggi berikutnya disahkan. Di
samping itu Presidium mempunyai wewenang yudikatif untuk membatalkan
keputusan-keputusan dan aturan-aturan kabinet kalau dianggap tidak sesuai
dengan undang-undang dan memberi tafsiran yang mengikat mengenai undang-
undang. Presidium secara formal bertanggung jawab kepada Soviet Tertinggi,
akan tetapi dalam praktik Presidium membimbing Soviet Tertinggi. Hal ini
dimungkinkan oleh karena anggota Presidium merangkap menjadi pemimpin
dalam Partai Komunis.
Kekuasaan kabinet meliputi bidang legislatif, sebab biarpun secara formal
Soviet Tertinggi merupakan badan legislatif yang tertinggi dan merupakan satu-
satunya badan yang menyelenggarakan kekuasaan legislatif, tetapi dalam
praktiknya kabinet merupakan legislator yang paling penting.
Membahas badan eksekutif di China, situasinya hampir mirip dengan di
Uni Soviet. Kongres Partai Komunis China (Chinese Party Congress), Komite
Sentral Partai Komunis China (Central Committee), Politbiro dan Standing
Committee Politbiro adalah organ dari partai Komunis China di tingkat Nasional.
Chinese Party Congress dalam teorinya adalah organ partai tertinggi yang
berfungsi untuk membuat kebijakan-kebijakan penting.
Seperti di negara komunis lainnya, peran komunis sangat besar dan
menyelami hampir semua institusi kenegaraan. Kekuasaan pemerintahan secara
formal seperti yang tertuang dalam konstitusi China terletak pada Kongres Rakyat
Nasional atau KRN yang bertemu setiap tahun.

Badan Eksekutif di Indonesia

Mulai juni 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku Kembali dan menurut
ketentuan dari UUD 1945 tersebut, badan eksekutif terdiri atas seorang presiden,
wakil presiden, beserta menteri-menterinya. Presiden dan wakil presiden dipilih
oleh MPR dan presiden merupakan “mandataris” MPR. Ia bertanggungjawab
kepada MPR dan kedudukannya untergeordnet kepada MPR.

Presiden selama masa kekuasaannya tidak boleh dijatuhkan oleh DPR,


sebaliknya presiden tidak bisa membubarkan DPR. Dalam menjalankan
wewenangnya presiden memerlukan persetujuan dari DPR. Sistem checks and
balances dalam sisten Amerika Serikat tidak dikenal dalam sistem Undang-Undang
Dasar 1945.

Amandemen UUD 1945 mengurangi peranan presiden dalam fungsi


legislatif. Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen mengatakan bahwa
kekuasaan membentuk UU dipegang oleh DPR. Hal ini jelas berbeda dari UUD
1945 asli seperti telah disebutkan sebelumnya yang mengatakan bahwa presiden
memegang kekuasaan membentuk UU. Setiap RUU harus dibicarakan bersama
oleh DPR dan badan eksekutif. Namun bila presiden tidak mengundangkan sebuah
RUU yang telah disetujui bersama dalam waktu 30 hari setelah RUU itu disetujui,
RUU tersebut sah sebagai UU dan wajib diundangkan (Pasal 20 Ayat (5) UUD
1945 hasil amandemen). Ketentuan baru ini memberikan hak bagi DPR untuk
melakukan by pass sehingga RUU sah menjadi UU tanpa menunggu persetujuan
presiden.

Presiden di bawah UUD 1945 hasil amandemen adalah presiden di dalam


sistem presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat diberhentikan oleh DPR karena
masalah-masalah politik; sebaliknya, presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Presiden membutuhkan dukungan yang cukup kuat sehingga memerlukan adanya
partai politik atau koalisi partai politik yang kuat sehingga presiden dapat
memerintah dengan baik. Yang diperlukan oleh Presiden RI dalam sistem
presidensial yang berlaku sekarang ini adalah kerja sama yang baik dengan DPR
sehingga terbentuk sinergi dalam pemerintahan.

b)Badan Legislatif

Badan Legislatif atau Legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu,
yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain yang sering dipakai ialah
Assembly yang mengutamakan unsur ”berkumpul”. Nama lain lagi adalah
Parliament, suatu istilah yang menekankan unsur ”bicara” (parler) dan
merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-
anggotanya dan dinamakan People’s Representative Body atau Dewan Perwakilan
Rakyat. Akan tetapi apa pun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa
badan ini merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat. Menurut teori yang berlaku,
rakyatlah yang berdaulat; rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu ”kehendak”
(yang oleh Rousseau disebut Volonte Generale atau General Will). Keputusan-
keputusan yang diambil oleh badan ini merupakan suara yang authentic dari general
will itu. Karena itu keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakan maupun
undang-undang, mengikat seluruh masyarakat.

Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat,


maka badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu
dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya dalam undang-
undang. Dalam pada itu badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari
kebijakan umum itu. Rousseau yang merupakan pelopor dari gagasan kedaulatan
rakyat tidak menyetujui adanya badan perwakilan, tetapi mencita-citakan suatu
bentuk ”demokrasi langsung” (seperti terdapat di Jenewa pada masa hidup
Rousseau), di mana rakyat secara langsung merundingkan serta memutuskan soal-
soal kenegaraan dan politik. Akan tetapi, saat ini demokrasi langsung seperti yang
diinginkan oleh Rousseau dianggap tidak praktis, dan hanya dipertahankan dalam
bentuk khusus dan terbatas seperti referendum dan plebisit. Bisa dikatakan bahwa
dalam negara modern saat ini rakyat menyelenggarakan kedaulatan yang dimilikinya
melalui wakil-wakil yang dipilihnya secara berkala.

Masalah Perwakilan (Representasi)

Dikategorikan menjadi dua yaitu, perwakilan politik dan perwakilan


fungsional. Dua hal ini menyangkut peran anggota parlemen dalam mengemban
mandat perwakilan. Contoh kategori pertama adalah Ketika saat ini anggota badan
legislatif mewakili rakyat melalui partai politik. Sedangkan perwakilan fungsional
bisa dilihat di Indonesia saat pemilihan umum tahun 1971 diselenggarakan dengan
mengikutsertakan partai politik dan golongan fungsional.

Sistem Satu Majelis dan Sistem Dua Majelis

Ada negara yang memakai sistem satu majelis (yang biasa dinamakan House
of Representatives atau Lower House). Negara lain memakai sistem dua majelis yaitu
Upper House atau Senate. Atas dasar apa negara memilih antara dua sistem itu? Para
penganjur sistem satu majelis berpendapat bahwa satu kamar mencerminkan
mayoritas dari ”kehendak rakyat” karena biasanya dipilih secara langsung oleh
masyarakat. Prinsip mayoritas inilah yang dianggap sesuai dengan konsep
demokrasi. Lagi pula prosedur pengambilan keputusan dapat berjalan dengan relatif
cepat.

Majelis Tinggi

Keanggotaan dari Majelis ini ditentukan atas berbagai dasar :

a. Turun-temurun (Inggris)
b. Ditunjuk (Inggris, Kanada)
c. Dipilih (India, Amerika, Filipina).

Majelis Rendah
Biasanya semua anggota dipilih dalam pemilihan umum; dianggap sebagai
majelis yang terpenting. Biasanya masa jabatan sudah ditentukan (Amerika Serikat 2
tahun, Filipina 2 tahun). Di Inggris dan India masa jabatan maksimal 5 tahun, akan
tetapi sewaktu-waktu dapat dibubarkan atas anjuran perdana menteri untuk diadakan
pemilihan baru (Westminster style). Wewenang majelis rendah biasanya lebih besar
daripada wewenang majelis tinggi, kecuali di Amerika Serikat. Wewenang ini
tercermin baik di bidang legislatif maupun di bidang pengawasan (kontrol). Di
negara-negara yang memakai sistem parlementer, seperti Inggris, India, dan
Australia, majelis ini dapat menjatuhkan kabinet. Dalam sistem presidensial, seperti
Amerika Serikat dan Filipina, majelis rendah tidak mempunyai wewenang ini.
Fungsi Legislatif
1. Menentukan kebijakan dan membuat undang-undang.
2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga semua Tindakan badan eksekutif
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
Fungsi Legislasi
Di negara yang badan eksekutifnya dominan, badan legislatif biasanya tidak
akan terlalu banyak mengubah rancangan anggaran belanja. Akan tetapi di negara
yang badan legislatifnya kuat, badan itu dapat saja mengadakan banyak perubahan,
termasuk mengurangi anggaran yang akan dipergunakan. Congress Amerika Serikat,
misalnya, sering mengurangi bantuan ekonomi untuk negara-negara yang sedang
berkembang. Begitu juga di Australia wewenang pemerintah terhadap badan
legislatif mengenai budget lebih kuat dibanding dengan negara lain.
Fungsi Kontrol
1. Pertanyaan Parlementer
2. Interpelasi
3. Angket
4. Mosi.

Badan Legislatif di Indonesia

Kita telah mengenal lima belas badan legislatif di Indonesia, yaitu:

a. Volksraad:1918−1942
b. Komite Nasional Indonesia : 1945-1949
c. DPR dan senat Republik Indonesia Serikat : 1949-1950
d. DPR Sementara : 1950-1956
e. – DPR (hasil pemilu 1955): 1956-1959
- DPR Peralihan : 1959-1960
f. DPR Gotong Royong Demokrasi Terpimpin 1960-1966
g. DPR Gotong Royong Demokrasi Pancasila 1966-1971
h. DPR hasil pemilihan umum 1971
i. DPR hasil pemilihan umum 1977
j. DPR hasil pemilihan umum 1982
k. DPR hasil pemilihan umum 1987
l. DPR hasil pemilihan umum 1992
m. DPR hasil pemilihan umum 1997
n. DPR hasil pemilihan umum 1999
o. DPR hasil pemilihan umum 2004

c). Majelis Permusyawaratan Rakyat


Tugas, wewenang dan hak MPR :
1. Mengubah dan menetapkan UUD.
2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya.
4. Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya.
5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya.
6. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara
bersamaan dalam masa jabatannya.

d. Badan Yudikatif
1. Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Demokratis : Sistem Common Law dan
Sistem Civil Law

Sistem Common Law terdapat di negara-negara Anglo Saxon dan memulai


pertumbuhannya di Inggris pada Abad Pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip
bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang dinamakan
statute law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan Common Law.

Tetapi di kebanyakan negara Eropa Barat Kontinental, di mana kodikasi


hukum telah lama tersusun rapi (sistem Civil Law), penciptaan hukum secara sengaja
oleh hakim pada umumnya adalah tidak mungkin. Di Prancis misalnya, di mana
kodiikasi hukum telah diadakan sejak zaman Napoleon, para hakim dengan tegas
dilarang menciptakan case law. Hakim harus mengadili perkara hanya berdasarkan
peraturan hukum yang termuat dalam kodiikasi saja. Inilah yang dalam ilmu hukum
disebut sebagai aliran Positivisme perundang-undangan atau Legalisme, yang
berpendapat bahwa undang-undang menjadi sumber hukum satu-satunya. Tetapi
apabila peraturan hukum dalam kodiikasi itu ternyata tidak mengatur perkara yang
diajukan ke pengadilan, maka barulah hakim boleh memberikan putusannya sendiri;
akan tetapi putusan ini sama sekali tidaklah mengikat hakim-hakim yang kemudian
dalam menghadapi perkara yang serupa (jadi tidak ada precedent).
2. Badan Yudikatif di Negara Komunis

Pandangan orang komunis terhadap peranan dan wewenang badan yudikatif


berdasarkan suatu konsep yang dinamakan Soviet Legality. Anggapan ini erat
hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan komunisme di Uni Soviet melalui
suatu masa revolusi sampai dengan tercapainya negara sosialis (Sosialisme oleh
mereka dipandang sebagai tahap pertama dari komunisme). Realisasi dari sosialisme
ini merupakan unsur yang paling menentukan dalam kehidupan kenegaraan serta
menentukan pula peranan hukum di dalamnya.

3. Badan Yudikatif dan Judical Riview


Satu ciri yang terdapat di kebanyakan negara, baik yang memakai sistem
Common Law maupun sistem Civil Law ialah hak menguji (toetsingsrecht), yaitu hak
menguji apakah peraturan-peraturan hukum yang lebih rendah dari undang-undang
sesuai atau tidak dengan undang-undang yang bersangkutan. Di beberapa negara
tertentu, seperti Amerika Serikat, India, dan Jerman Barat, Mahkamah Agung juga
mempunyai wewenang menguji apakah suatu undang-undang sesuai dengan
Undang-Undang Dasar atau tidak, dan untuk menolak melaksanakan undang-undang
serta peraturan-peraturan lainnya yang dianggap bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar ini dinamakan Judicial Review.
Untuk sarjana-sarjana ilmu politik wewenang ini sangat menarik perhatian
karena keputusan hakim yang menyangkut soal-soal konstitusional mempunyai
pengaruh besar atas proses politik. Peranan politik ini sangat nyata di Amerika
Serikat; maka dari itu setiap penunjukan hakim agung baru atau setiap keputusan
Mahkamah Agung yang menyangkut soal-soal konstitusional mendapat perhatian
besar dari masyarakat umum.
4. Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia

Asas kebebasan badan yudikatif (independent judiciary) juga dikenal di


Indonesia. Hal itu terdapat dalam Penjelasan (Pasal 24 dan 25) Undang-Undang
Dasar 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: ”Kekuasaan
Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang
tentang kedudukan para hakim”

5. Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia Setelah Masa Reformasi

Kekuasaan kehakiman di Indonesia banyak mengalami perubahan sejak masa


reformasi. Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Nopember
tahun 2001, mengenai Bab Kekuasaan Kehakiman (BAB IX) memuat beberapa
perubahan (Pasal 24A, 24B, 24C). Amandemen menyebutkan penyelenggara
kekuasaan kehakiman terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung bertugas untuk menguji peraturan perudangan di bawah UU
terhadap UU. Sedangkan Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan menguji
UU terhadap UUD 45.

A. Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk ;


1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat
final.
2. Memberikan putusan pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden atas
permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, ataupun perbuatan
tercela.
B. Mahkamah Agung (MA), menyelenggarakn kekuasaan peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha negara.
C. Komisi Yudisial (KY), mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang
dalam rangka menegakkan kehormatan dan perilaku hakim.
D. Komisi Hukum Nasional (KHN), untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi
menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan
dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalah-masalah hukum serta
penyusunan rencana pembaruan di bidang hukum secara obyektif dengan
melibatkan unsir-unsur masyarakat.
E. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pembentukan KPK merupakan respons
pemerintah terhadap rasa pesimistis masyarakat terhadap kinerja dan reputasi
kejaksaan maupun kepolisian dalam hal pemberantasan korupsi.
F. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Lahirnya Komnas
Perempuan merupakan jawaban pemerintah terhadap tuntutan masyarakat sipil,
khususnya kaum perempuan, sebagai wujud tanggung jawab negara dalam
menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan.
G. Komisi Ombudsman Nasional (KON), berperan agar pelayanan umum yang
dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah berjalan dengan baik. Untuk itu
KON menerima pengaduan masyarakat. Tujuannya, melalui peran serta
masyarakat, membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi yang
kondusif dalam melaksanakan pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN), dan lainnya meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar
memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai