Modul Pemetaan Topografi PT She PDF
Modul Pemetaan Topografi PT She PDF
MODUL PEMETAAN
TOPOGRAFI
1
1. PENDAHULUAN
Peta topografi dapat disebut juga sebagai peta dasar karena peta
topografi menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi, dan
peta topografi dapat digunakan sebagai dasar (base map) dalam
pembuatan peta tematik untuk berbagai tujuan. Peta topografi yang
akan dihasilkan dalam format digital sehingga dapat dengan mudah
diintegrasikan dengan data lain, seperti data jaringan drainase yang
sudah ada, jaringan jalan, dan pembangunan di area pekerjaan.
2
2. PEMBUATAN TITIK KONTROL PEMETAAN
Jika pada proses rekonaisans posisi titik kontrol yang telah direncanakan
harus dipindah karena ternyata lokasi tersebut tidak baik dan memadai
3
untuk pelaksanaan pengamatan, pihak pelaksana harus membuat
laporan kepada petugas penanggung jawab teknis untuk memastikan
bahwa perubahan tersebut tidak akan mempengaruhi fungsi titik
kontrol. Dalam proses pelaksanaan rekonaisans ini, untuk setiap lokasi
titik tim lapangan harus mengisi secara lengkap semua informasi yang
diminta pada formulir rekonaisans titik pada saat berada di lokasi,
termasuk :
a. Sketsa lokasi yang akurat dan deskripsi lokasi ,
b. Aksesibilitas (pencapaian) lokasi,
c. Diagram obstruksi,
d. Foto dari empat arah (utara, timur, selatan, dan barat) sehingga bisa
didapatkan gambaran latar belakang lokasi dari setiap arah.
4
3. PENGUKURAN KERANGKA DASAR
1. Pembuatan Kerangka
3. Teknis Pengukuran
5
b. Dirikan alat seperti sketsa dibawah ini :
1 3
6
iii. Lakukan pengukuran salah indeks, bidik suatu objek yang
jaraknya jauh sehingga terlihat hanya „titik‟, baca dalam kondisi
teropong biasa dan luar biasa
iv. Lakukan bidikan terhadap simpul benang pada reflector untuk
mendapatkan nilai sudut vertical dan jarak (SD) serta bidik tanda
Δ pada reflector untuk mendapatkan nilai sudut horizontal
v. Bidik titik 1 dalam keadaan biasa, catat bacaan SD, vertical, dan
horizontal
vi. Bidik titik 3 dalam keadaan biasa, catat bacaan SD, vertical, dan
horizontal
vii. Bidik titik 3 dalam keadaan luar biasa, catat bacaan SD , vertical
dan horizontal
viii. Bidik titik 1 dalam keadaan luar biasa, catat bacaan SD , vertical
dan horizontal
ix. Jika ketika diputar kondisi luar biasa nivo tabung bergeser, maka
atur dengan memutar kiap lagi
x. Cek toleransi sudut dalam hasil bacaan biasa (βBiasa ) dan sudut
dalam hasil bacaan luar biasa (βLuar Biasa):
7
- Isi secara lengkap bagian “identitas”
- Jika ada medan yang sulit dan pengukuran tidak yakin, berilah
tanda berupa keterangan pada tempat tersebut
- Membuat sketsa kerangka untuk memudahkan analisis data (cek
hasil sudut luar atau sudut dalam)
Salah indeks:
VS = VU – si
8
Sedangkan untuk menghitung salah kolimasi menggunakan
rumus:
Terdiri dari 4-6 digit untuk BM dan 2-3 digit untuk titik poligon,
(XXXXYY) untuk nama BM XXXX umumnya kode yang dapat
menjelaskan lokasi (misal dekat masjid maka MSJD atau di Cilegon
maka CLGN) dan YY untuk nomor urut BM di lokasi tersebut.
Sedangkan nama titik poligon umumnya merupakan kode titik dan
nomor urut titik seperti P01, P02, P03, dst. atau S01, S02, dst.
a. Alat
9
- Jika medan di rasa aman untuk berjalan dan jarak perpindahan
tidak terlalu jauh, maka alat ETS dan reflektor boleh dibawa
tanpa box. Jika ETS terpasang dengan statif, maka ETS dibawa
di pundak dalam posisi miring untuk menjaga prisma alat tetap
dalam kondisi yang baik.
b. Data
8. Perhatian Teknis
1. Kelengkapan Alat
10
2. Persiapan Pengukuran
a. Penempatan Alat
1. Dirikan rambu ukur pada dua titik yang akan diukur beda
tingginya dengan menggunakan stratpot.
b. Pembacaan Rambu
11
c. Kesalahan Garis Bidik
12
di mana :
C = besar kesalahan garis bidik
Di = 100 ( BAi – BBi )
I = dudukan i ( I , II )
3. Prosedur Pengukuran
13
Sistem ini dapat memperkecil/menghilangkan pengaruh kesalahan
yang bersumber dari peralatan yaitu salah nol rambu dan
perbedaan titik tempat rambu dari titik sebelumnya.
vi. Ulangi langkah 1 s.d. 5.
| BT−((BA+BB)/2)| ≤ 2mm
Dimana:
BT = Bacaan Benang Tengah
BA = Bacaan Benang Atas
BB = Bacaan Benang Bawah
Jika nilai beda tinggi pada stand 1 dan stand 2 lebih dari 2 mm,
membuat stand 3 dengan prosedur yang sama dengan double
stand dan hanya dibaca bacaan tengahnya saja kemudian dipilih 2
bacaan dengan selisih terkecil untuk dirata-ratakan.
f. Pengukuran dilakukan dengan pergi-pulang pada satu hari yang
sama, dan toleransi yang diperbolehkan untuk perbedaan
ketinggian antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang harus
memenuhi:
𝝈 = 15√d
d = Jarak pergi atau pulang pengukuran (km)
14
g. Perhitungan toleransi pergi dan pulang dilakukan untuk metode
yang sama yaitu sipat datar dan ETS.
h. Toleransi salah penutup untuk satu kring untuk setiap pengukuran
pergi dan pengukuran pulang harus memenuhi:
𝝈 = 15√d
d = Jarak pergi atau pulang pengukuran (km)
15
g. Jika cuaca sedang panas dan terik, diharapkan untuk memayungi
alat sipat datar yang digunakan.
h. Pengukuran dan pembacaan data untuk KDV (levelling,
pembacaan benang) dilakukan oleh satu orang saja. Hal ini
ditujukan untuk menghasilkan data yang konsisten sehingga
nantinya akan mendapatkan hasil pengkuran yang akurat dan
presisi.
i. Pencatatan data dilakukan oleh satu orang saja untuk menjaga
keakuratan data.
j. Setelah data dicatat, pencatat diminta mengulangi kembali untuk
menyebutkan data bacaan pengukuran. Hal ini ditujukan untuk
menghindari terjadinya kesalahan pembacaan dan pencatatan data
hasil pengukuran.
7. Pengolahan Data
D = 100 x (BA-BB)
16
b. Beda tinggi
Untuk menyatakan perbedaan tinggi dari slag adalah sebagai
berikut:
ΔH = BT1 – BT2
dimana:
ΔH = beda tinggi slag
BT1 = bacaan benang tengah rambu belakang
BT2 = bacaan benang tengah rambu muka
Dimana:
dimana:
HB = HA + ΔHAB
17
Dimana:
HB = ketinggian titik yang akan ditentukan ketinggiannya
HA = ketinggian titik yang telah diketahui ketinggiannya
atau
1. Kelengkapan Alat
18
g. Papan jalan dan alat tulis 1 set
h. Payung
2. Persiapan Pengukuran
a. Penempatan Alat
i. Dirikan ETS pada titik 1 (titik awal), lakukan
2
centering dan leveling dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
- Buat statif kira-kira mendatar dan berada
dia atas paku/pin dari patok. 1 3
- Letakan ETS pada statif.
- Dekatkan tanda lingkarang pada alat dengan titik pada patok
dengan cara menggeserkan statif.
- Nivo kotak ditengahkan dengan cara naik-turun statif secara
halus.
- Jika sudah mendekati, antara tanda lingkaran dan titik pada
patok, putar kiap untuk menghimpitkannya
- Nivo tabung ditengahkan dengan memutar kiap
2 kiap sejajar alat
Putar 90o alat terhadap 2 kiap sejajar pertama, putar
kiap ketiga
(jika belum center, maka ulang dari 2 kiap sejajar lagi
lalu putar 90o lagi)
- Putar ke sembarang arah untuk mengecek apakah gelembung
pada nivo tabung sudah di tengah
- Nivo tabung, nivo kotak sudah center, cek antara titik pada
patok dan tanda lingkarang di alat apakah masih berhimpit atau
tidak, jika tidak, longgarkan alat lalu geser (lakukan translasi)
19
b. Salah Indeks
Perhitungan salah indeks dengan rumus:
- Untuk sudut zenit
Keterangan:
ZB = Bacaan susut vertikal zenit biasa
ZLB = bacaan sudut vertikal zenit luar biasa
mB = Bacaan sudut vertikal miring biasa
mLB = Bacaan sudut vertikal miring luar biasa
3. Prosedur Pengukuran
20
9. Untuk pengukuran pulang lakukan semua langkah di atas tetapi
dengan membalik posisi ETS pada titik 2 dan reflektor pada titik 1.
V1 - V2 ≤ 20”
Dengan:
SD1 = Jarak miring yang diperoleh dari bacaan pertama
SD2 = Jarak miring yang diperoleh dari bacaan kedua
Dengan:
VD1 = Jarak vertikal yang diperoleh dari bacaan langsung ETS
(VD)
VD2 = Jarak vertikal yang diperoleh dari perhitungan dengan
sudut vertikal
21
𝝈 = 15√d mm
Dimana:
d = Jarak mendatar pergi atau pulang pengukuran (km)
𝝈 = 15√d mm
Dimana:
d = Jarak pergi atau pulang pengukuran (km)
a. Keselamatan pengukuran:
Jika terjadi gerimis ataupun hujan :
- alat ETS segera di payungi dan dipasangkan sarung pembungkus
alat yang ada pada box. Setelah dipasangkan, pindahkan dan
simpan ETS pada box.
- Refelektor juga dipindahkkan ke dalam box. Namun prioritas
utama adalah ETS, karena reflekor tidak akan rusak jika terkena
air, sedangkan ETS akan sangat sensitif karena adanya
komponen elektronik pada ETS.
22
- Jika medan di rasa aman untuk berjalan dan jarak perpindahan
tidak terlalu jauh, maka alat ETS dan reflektor boleh dibawa
tanpa box. Jika ETS terpasang dengan statif, maka ETS dibawa
di pundak dalam posisi miring untuk menjaga prisma alat tetap
dalam kondisi yang baik.
23
c. Kesalahan dalam penulisan, hanya boleh
dicoret sekali (60o menjadi 59o 20‟ 31”)
d. Penulisan sudut hingga detik (59o 20‟
31.02” dituliskan 59o 20‟ 31”)
e. Pengisian data pada formulir untuk jarak
mendatar, jarak miring dan beda tinggi
menggunakan satuan desimeter.
f. Penulisan jarak hingga ketelitian mm (2
angka dibelakang koma).
g. Isi secara lengkap bagian “identitas”
h. Jika ada medan yang sulit dan
pengukuran tidak yakin, berilah tanda berupa keterangan pada
tempat tersebut
i. Membuat sketsa kerangka untuk memudahkan analisis data.
7. Pengolahan Data
Vs = Vu - si
Keterangan:
Vs = sudut vertikal setelah dikoreksi
Vu = sudut vertikal ukuran
HD = SD sin z
VD = SD cos z
24
- Untuk sudut vertikal sebagai sudut miring
HD = SD cos m
VD = SD sin m
BT = TA + VD – TR
Keterangan:
BT = Beda tinggi antara titik 1 dan 2 (dm)
TA = Tinggi ETS (dm)
VD = Jarak vertikal antara titik 1 dan 2 (dm)
TR = Tinggi Reflektor (dm)
VD
TA
BT TR
1
25
5. PENGUKURAN DETAIL SITUASI
1. Skala peta
2. Kondisi lapangan
3. Tujuan penggunaan peta
a. Perlengkapan
26
- Letak titik-titik kerangka
- Perkiraan dari titik kerangka yang mana akan dilakukan
pengukuran titik detail.
Titik Tinggi
27
ketinggiannya dan kepentingan dari unsur tersebut. Apabila
merupakan puncak suatu daerah, sebaiknya diukur.
1. Data
Elemen yang diukur selama pengambilan data titik detail adalah :
- Tinggi ETS
- Tinggi Reflektor
- Sudut Horizontal (H)
- Sudut Vertikal (V)
- Horizontal Distance (HD)
- Slope Distance (SD)
- Vertical Distance (VD)
2. Metode
Pengukuran Titik Detail dilakukan dengan Metode Backsight. Hal
ini dikarenakan dalam perhitungannya, diperlukan tidak hanya
sudut dan jarak namun azimuth dan jarak. Metode Backsight
bertujuan untuk memudahkan mendapatkan hasil akhir berupa
azimuth dari arah utara ke titik detail.
28
- Dirikan ETS pada salah satu titik kerangka tempat melakukan
pengukuran.
Pada ilustrasi di atas, titik 2 adalah titik tempat pendirian alat
- Lakukan centering dan leveling
- Perhitungan salah indeks dan kolimasi
- Dirikan reflektor pada titik kerangka sebelumnya setelah
dilakukan centering dan leveling
Pada ilustrasi di atas, titik 1 adalah titik tempat reflektor
- Bidik ETS ke reflektor dan lakukan 0 set, kunci horizontal
- Buka kunci horizontal, bidik ETS ke prisma tempat titik detail
berada
- Baca dan catat data-data yang perlu. Pengukuran hanya
dilakukan satu kali.
- Lakukan untuk semua titik detail
Untuk titik detail yang tidak dapat diukur dari titik kerangka dasar
manapun, maka harus digunakan Metode Titik Bantu, dimana
pengukuran dilakukan ke suatu titik detail yang akan dijadikan
tempat berdiri alat untuk mengukur titik detail lainnya.
29
Berikut adalah contoh tabel atau formulir pengukuran titik detail
situasi:
30
horizontal tercatat) ditambah dengan Azimuth titik 54. Sehingga
perhitungan azimuth untuk daerah ini adalah :
αk = α54 + βk
31
6. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA
a. Pengolahan Data
Jarak Jarak Koreksi Absis Absis Koreksi Ordinat Tinggi Alat Beda Tinggi Koreksi Beda Beda Tinggi
dut Vertikal (θ) D sin (α) D cos (α) Koordinat
Miring (SD) Datar (D) (K x) terkoreksi Ordinat (K y) terkoreksi Titik (ΔH) Tinggi (K H) terkoreksi Nama Tittik
΄ ˝ dd (meter) (meter) (meter) (meter) (meter) (meter) (meter) (meter) Target (meter) (meter) (meter) X Y Z
32
Dengan:
- Kolom I adalah nama titik kerangka (nama BM atau titik
poligon)
- Kolom II adalah sudut horisontal (sudut dalam) yang telah
dikoreksi salah kolimasi dalam derajat (o), menit („), detik (“),
dan derajat desimal (dd)
- Kolom III adalah koreksi sudut poligon (Kβ), dengan rumus
sebagai berikut:
Kβ = fβ/n
Dimana: fβ = ∑β – (n-2)*180o
β adalah sudut dalam poligon
n adalah jumlah sudut dalam poligon/jumlah titik kerangka
Kβ adalah koreksi sudut poligon
fβ adalah besarnya salah penutup poligon
- Kolom IV adalah sudut dalam terkoreksi (β’), dimana
β' = β – Kβ
- Kolom V adalah sudut jurusan (α) atau azimut dari titik
kerangka 1 ke foresight atau titik kerangka 2 dalam derajat (o),
menit („), detik (“), dan derajat desimal (dd), dengan rumus
sebagai berikut:
αi+1 = αi + βi ± 180o
± disesuaikan dengan kuadran dari sudut jurusan
Dimana azimut (α) awal dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
α21 = arc tan ((X2 – X1) / (Y2 – Y1))
dengan x dan y merupakan koordinat dari dua titik
awal yang telah diketahui, umumnya x adalah easting
dan y adalah northing (UTM).
- Kolom VI adalah sudut vertikal (θ) yang telah terkoreksi
salah indeks dalam derajat (o), menit („), detik (“), dan
derajat desimal (dd)
- Kolom VII adalah jarak miring (SD), hasil bacaan alat
33
- Kolom VIII adalah jarak datar (D) hasil hitungan dengan
rumus:
D = sin (θ) * SD
- Kolom IX adalah absis titik 2 terhadap titik 1 (Δx) dari hasil
hitungan sebagai berikut:
Δx = D sin (α)
- Kolom X adalah besarnya koreksi absis (Kx) dari rumus:
Kxi = (Di / ∑D)* ∑Δx
- Kolom XI adalah absis terkoreksi (Δx‟) atau
Δx‟ = Δx – Kx
- Kolom XII adalah ordinat titik 2 terhadap titik 1 (Δy) dari hasil
hitungan sebagai berikut:
Δy = D cos (α)
- Kolom XIII adalah besarnya koreksi ordinat (Ky) dari rumus:
Kyi = (Di / ∑D)* ∑Δy
- Kolom XIV adalah ordinat terkoreksi (Δy‟) atau
Δy‟ = Δy – Ky
- Kolom XV adalah tinggi alat (TA) dan tinggi target/reflektor
(TT)
- Kolom XVI adalah beda tinggi antara titik berdiri alat dengan
target/reflektor (ΔH), yang didapat dari rumus:
ΔH = (cos(V)*SD) + TA – TT
- Kolom XVII adalah koreksi beda tinggi (KΔH) yang didapat
dari rumus:
KΔHi = (Di / ∑D)* ∑ΔH
∑ΔH merupakan salah penutup beda tinggi karena poligon
tertutup, maka nilai ∑ΔH harusnya 0 (nol)
- Kolom XVIII adalah beda tinggi terkoreksi (ΔH‟) atau
ΔH‟ = ΔH – KΔH
34
- Kolom XIX adalah koordinat hasil hitungan (XYZ), umumnya
dalam sistem koordinat UTM dimana X adalah easting, Y
adalah northing, dan Z dapat didefinisikan sebagai tinggi
ellipsoid, geoid, maupun MSL sesuai dengan sistem tinggi yang
digunakan pada titik awal yang telah diketahui nilainya.
Berikut perhitungannya:
Xi+1 = xi + Δx‟
Yi+1 = yi + Δy‟
Zi+1 = zi + ΔH‟
- Kolom XX adalah nama titik seperti kolom pertama
35
b. Penyajian Data
Peta pada dasarnya hanya terdiri dari tiga elemen peta, yaitu muka
peta, informasi batas peta, dan informasi tepi peta. muka peta
adalah bagian peta yang menyajikan seluruh simbol yang
merepresentasikan informasi yang hendak disampaikan oleh peta.
Informasi batas peta berisi
koordinat peta pada setiap
ujung peta berupa
koordinat geografis,
kartesian (XY), ataupun
keduanya, harga koordinat
pada setiap interval
tertentu, dan arah
koordinat. Sedangkan
informasi tepi peta berisi
keterangan sebagai berikut:
- Judul peta
- Nomor lembar peta (pada peta RBI atau jika peta untuk suatu
area/pekerjaan lebih dari satu lembar peta)
- Edisi peta, berhubungan dengan waktu pembuatan peta
- Petunjuk letak peta (posisi peta terhadap lembar peta yang lain)
36
- Diagram lokasi (inset peta)
37
REFERENSI
38