Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ASPEK TEORI KEPRIBADIAN PERSPEKTIF ISLAM

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Psikologi Kepribadian


DOSEN PENGAMPU : Dr.Laila Maharani,M.Pd

Disusun oleh kelompok 9 :


AULIA BELA SAPIRA (2011080029)
AHMAD ADE MISTOZAHRON (2011080374)
SYIFA SHOFIANA SALSABILLA (2011080208)
DINDA CAHYA PUTRI (2011080197)
ELI NURJANAH (2011080455)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT.
Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas
segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah ASPEK TEORI
KEPRIBADIAN PERSPEKTIF ISLAM dapat terselesaikan.

Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah
kebenaran yang semakin teruji kebenarannya Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-
sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.

Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi
wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, penulis
mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon
Rahmat dan Ridho-Nya.

lampung, 27 april 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4

A. latar belakang.....................................................................................................................................4

B. rumusan masalah...............................................................................................................................5

C. tujuan masalah...................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................................5

DINAMIKA KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM..................................................................................7

A. Kepribadian Ammarah (nafsal-ammarah)..........................................................................................8

B. Kepribadian Lawwamah (nafsal-lawwamah).....................................................................................8

C. Kepribadian Muthmainnah (nafsal-muthmainnah)...........................................................................9

D. HUBUNGAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DALAM ISLAM.....................................................................10

BAB III PENUTUP........................................................................................................................................12

A. kesimpulan.......................................................................................................................................12

B. saran.................................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kepribadian adalah gambaran cara seseorang bertingkah laku terhadap lingkungan


sekitanya, yang terlihat dari kebiasaan berfikir, sikap dan minat, serta pandangan hidupnya
yang khas untuk mempunyai keajegan.
Karena dalam kehidupan manusia sebagai individu ataupun makhluk social, kepribadian
senantiasa mengalami warna-warni kehidupan.Ada kalanya senang, tentram, dan
gembira.Akan tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang-kadang
mengalami hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya.Ini menunjukan bahwa
manusia mengalami dinamika kehidupan.
 Oleh karena itu kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan
menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kita harus memahami definisi
kepribadian serta bagaiman kepribadian itu terbentuk.Untuk itu kita membutuhkan teori-teori
tingkah laku, teori kepribadian agar gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian
setiap individu dapat dihindari.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna psikologi dalam perspektif islam ?
2. Bagaimana dinamika kepribadian dalam dalam perspektif islam ?
3. Apa hubungan psikolgi kepribadian dalam islam ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Agar mengetahui makna psikologi dalam perspektif islam
2. Mengetahui dinamika kepribadian dalam perspektif islam
3. Mengetahui hubungan psikologi kepribadian dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Psikologi berasal dari Yunani kuno yang terdiri atas dua kata, yaitu psyche dan logos.
Psyche mengandung arti jiwa,roh,sukma, atma, atau napas hidup. Adapun kata logos berarti ilmu
atau studi. Pengertian psikologi secara etimologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa, roh, sukma,
atma,atau napas hidup. Pengertian ini selaras dengan arti psikologi ketika psikologi masih
merupakan cabang atau bagian dari filsafat.

Pada perkembangan berikutnya, para ahli psikologi modern tidak lagi memaknai psikologi
sebagai ilmu yang mempelajari jiwa,roh atau sukma karena keadaan jiwa,rah atau sukma bersifat
abstrak sehingga sulit untuk diteliti dan dipelajari secara empiris dengan kemampuan pancaindra
manusia yang memiliki keterbatasan pengamatan. Hal ini selaras denganfirman Allah SWT.:
Dan mereka bertanya kepada mu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah,"Ruh itu termasuk
urusanTuhanku,sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit."1
(Q.S. Al-Isra '[17]:85)
Firman Allah SWT. tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan manusia mengenai jiwa atau rah
sangat terbatas. Manusia memiliki

Asbabal-nuzul ayat ini diriwayatkan Imam Bukhari melalui Ibnu Mas'ud "Aku berjalan
bersama Rasulullah SAW. diMadinah sedangkan beliau bersandar pada sekedup kendaraan nya-
maka kami berjumpa dengan segolongan orang Yahudi. Lalu sebagian mereka berkata,
"Bagaimana kalau kalian tanyakan kepadanya?" Maka berkatalah mereka, "Ceritakanlah kepada
kami tentang roh.Rasulullah SAW. bangkit sesaat seraya mendongakkan kepalanya. Aku
mengetahui saat itu ada wahyu yang turun kepadanya. Ketika wahyu telah turun,Rasulullah
bersabda membacakan firman Allah. "Roh itu termasuk urusanTuhanku, sedangkan kamu diberi
pengetahuan sedikit (Q.S. Al• Isra' ayat 85). Adapun Imam Tirmidzi menyampaikan hadis
melalui lbnu Abbasr.a.yang menceritakan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada orang-
orang Yahudi, "Ajarkanlah kepada kami sesuatu yang akan kami tanyakan kepada laki-laki ini
(Nabi Muhammad SAW). maka orang Yahudi berkata kepada mereka. "Tanyakanlah kepadanya
tentang roh. "Lalu orang Quraisy bertanya kepada Nabi SAW. Allah menurunkan firman-Nya,
"Dan pengetahuan tentang roh, tetapi sangat sedikit karena kemampuan manusia yang terbatas
dalam mempelajari dan menelitinya. Adapun jiwa dalam perspektif Islam menurut Abdul Mujib
dan Yusuf Mudzakir dapat disamakan dengan istilahan-nafs yang merupakan salah satu substansi
dalam kepribadian manusia.
Adapula sebagian ahli yang menyamakan an-nafs dan istilahar -ruh, Sekalipun demikian,
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari,istilah an-nafs (nafs) lebih populer penggunaannya dari
pada ar-ruli. Untukitu, pengkaji an tentang jiwa atau roh secara luas dan mendalam oleh
kemampuan pancaindra manusia tidak memungkinkan, bahkan mustahil dicapai oleh
kemampuan manusia pada umumnya.

Berkaitan dengan keterbatasan pengetahuan manusia, para ahli psikologi memberikan batasan
yang berbeda-beda. Misalnya,Mussen dan Rosen zwieg mengemukakan bahwa psikologi pada
masalampau diartikan sebagai ilmu yang mempelajari pikiran (mind), tetapi dalam
perkembangannya kata pikiran (mind) berubah menjadi tingkah laku (behavior) sehingga batasan
psikologi menjadi ilmu yang mernpelajari perilaku manusia.

2. DINAMIKA KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Kepribadian menurut psikologi islami adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia
yang menimbulkan tingkah laku. Aspek nafsani manusia memiliki tiga daya, yaitu: (1) qalbu
(fitrah ilahiyah) sebagai aspek supra-kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa); (2)
akal (fitrah insaniah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kognisi (cipta); (3)
nafsu (fitrah hayawaniyah) sebagai aspek pra atau bawah kesadaran manusia yang memiliki daya
konasi (karsa).Ketiga komponen nafsani ini berintegrasi untuk mewujudkan suatu tingkah
laku.Qalbu memiliki kecenderungan natur ruh, nafs(daya syahwat dan ghadhab) memiliki
kecenderungan natur jasad, sedangkan akal memiliki kecenderungan antara ruh dan jasad. Dari
sudut tingkatannya, kepribadian itu merupakan integrasi dari aspek-aspek supra-kesadaran (fitrah
ketuhanan), kesadaran (fitrah kemanusiaan), dan pra atau bawah sadar (fitrah kebinatangan).
Sedang dari sudut fungsinya, kepribadian merupakan integrasi dari daya-daya emosi, kognisi dan
konasi, yang terwujud dalam tingkah laku luar (berjalan, berbicara, dan sebagainya) maupun
tingkah laku dalam (pikiran, perasaan, dan sebagainya).
Kepribadian sesungguhnya merupakan produk dari interaksi di antara ketiga komponen
tersebut, hanya saja ada salah satu yang lebih mendominasi dari komponen yang lain. Dalam
interaksi itu kalbu memiliki posisi dominan dalam mengendalikan suatu kepribadian. Prinsip
kerjanya cenderung pada fitrah asal manusia, yaitu rindu akan kehadiran Tuhan dan kesucian
jiwa. Aktualitas kalbu
sangat ditentukan oleh sistem kendalinya. Sistem kendali yang dimaksud adalah dhamir yang
dibimbing oleh fitrah al-munazzalah (Al-Qur’an dan Sunnah). Apabila sistem kendali ini
berfungsi sebagaimana mestinya, maka kepribadian manusia sesuai dengan amanat yang telah
diberikan oleh Allah di alam perjanjian. Namun, apabila sistem kendali berfungsi maka
kepribadian manusia akan dikendalika oleh komponen lain yang lebih rendah kedudukannya.
Akal prinsip kerjanya adalah mengejar hal-hal yang realistik dan rasionalistik. Oleh sebab itu,
maka tugas utama akal adalah mengikat dan menahan hawa nafsu. Apabila tugas utama ini
terlaksana maka akal mampu untuk mengaktualisasikan sifat bawaan tertingginya, namun jika
tidak maka akal dimanfaatkan oleh nafsu. Sementara nafsu prinsip kerjanya hanya mengejar
kenikmatan duniawi dan ingin menggambarkan nafsu-nafsu impulsifnya. Apabila sitem kendali
kalbu dan akal melemah, maka nafsu mampu mengaktualkan sifat bawaannya, tetapi apabila
sistem kendali kalbu dan akal tetap berfungsi, maka daya nafsu melemah. Nafsu sendiri memiliki
daya tarik yang sangat kuat dibanding dengan kedua sistem fitrah nafsani yang lainnya.
Kekuatan tersebut disebabkan oleh bantuan dan bisikan setan serta tipuan-tipuan impulsif
lainnya. Sifat nafsu adalah mengarah pada amarah yang buruk. Namun apabila ia diberi rahmat
oleh Allah, ia menjadi daya yang positif, yaitu kemauan (iradah) dan kemampuan (qudrah) yang
tinggi derajatnya.

a. Kepribadian Ammarah (nafsal-ammarah)

Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar
prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure principle). Kepribadian ammarah mendominasi peran kalbu
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga
merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela.Kepribadian ammarah
adalah kepribadian yang dipengaruhi oleh dorongan-dorongan bawah sadar manusia.
Barangsiapa yang berkepribadian ini, maka sesungguhnya tidak lagi memiliki identitas manusia,
sebab sifat-sifat humanitasnya telah hilang. Manusia yang berkepribadian ammarah tidak saja
dapat merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak diri orang lain. Keberadaannya
ditentukanoleh dua daya, yaitu:
1. syahwat yang selalu menginginkan birahi, kesukaan diri, ingin tau dan campur tangan
urusan orang lain, dan sebagainya.
2. daya ghadah yang selalu menginginkan tamak, serakah, mencekal, berkelahi, ingin
menguasai orang, keras kepala, sombong, angkuh, dan sebagainya. Jadi orientasi
kepribadian ammarah adalah mengikuti sifat binatang.Kepribadian ammarah dapat
beranjak ke kepribadian yang baik apabila telah diberi rahmat oleh Allah SWT. Hal
tersebut diperlukan latihan atau riyadhah khusus untuk menekan daya nafsu dari hawa,
seperti dengan berpuasa, shalat, berdoa dan sebagainya.

b. Kepribadian Lawwamah (nafsal-lawwamah)

Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperolah cahaya kalbu, lalu ia
bangkit untuk memperbaiki kebimbangan antara dua hal. Dalam upaya yaitu kadang-kadang
tumbuh perbuatan yang buruk yang disebutkan oleh watak gelapnya, namun kemudian ia
diingatkan oleh nurilahi, sehingga ia mencela perbuatannya dan selanjutnya ia bertaubat dan
beristighfar.14Hal itu dapat dipahami bahwa kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan
antara
kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.Kepribadian lawwamah merupakan
kepribadian yang didominasi oleh akal. Sebagai komponen yang memiliki sifat insaniah, akal
mengikuti prinsip kerja rasionalistik dan realistik yang membawa manusia pada tingkat
kesadaran. Apabila sistem kendalinya berfungsi, maka akal mampu mencapai puncaknya
seperti berpaham rasionalisme. Rasionalisme banyak dikembangkan oleh kaum humanis yang
mengorientasikan pola pikirnya pada kekuatan “serba” manusia, sehingga sifatnya
antroposentris.
Akal apabila telah diberi percik annur kalbu maka fungsinya menjadi baik. Ia dapat dijadika
sebagai salah satu medis untuk menuju Tuhan. Al-Ghazali sendiri meskipun sangat
mengutamakan pendekatan cita rasa (zawq), namun ia masih menggunakan kemampuan akal.
Sedangkan menurut Ibnu Sina, akal mampu mencapai pemahaman yang abstrak dan akal juga
mampu menerima limpahan pengetahuan dari Tuhan.Oleh karena kedudukan yang tidak stabil
ini, maka Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi kepribadian lawwamah menjadi dua
bagian, yaitu: (1) kepribadian lawwamahmalumah, yaitu kepribadian lawwamah yang bodoh dan
zalim; (2) kepribadian lawwamah ghayrmalumah, yaitu kepribadian yang mencela atas
perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk memperbaikin
c. Kepribadian Muthmainnah (nafsal-muthmainnah)

Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur kalbu,
sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi pada
komponen kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala kotoran, sehingga
dirinya menjadi tenang. Kepribadian muthmainnahbersumber dari qalbu manusia, sebab hanya
qalbu yang mampu merasakan thuma’ninah (QS. Al-Ra’d, [13]: 28). Sebagai komponen yang
bernatur ilahiah qalbu selalu cenderung pada ketenangan dalam beribadah, mencintai, bertaubat,
bertawakkal, dan mencari ridha Allah Swt. Orientasi kepribadian ini adalah teosentris (QS Al-
Nazi’at [79]: 40-41).
Kepribadian muthmainnah merupakan kepribadian atas dasar atau supra-kesadaran
manusia, dengan orientasi kepribadian ini adalah teosentris. Dikatakan demikian sebab
kepribadian ini merasa tenang dalam menerima keyakinan fitrah. Keyakinan fitrah adalah
keyakinan yang dihujamkan pada roh manusia di alam arwah dan kemudian dilegitimasi oleh
wahyu Ilahi. Penerimaan ini tidak bimbang apalagi ragu-ragu seperti yang dialami kepribadian
lawwamah, tetapi penuh keyakinan. Oleh sebab itu, kepribadian muthmainnah terbiasa
menggunakan daya cita rasa (zawq) dan mata batin dalam menerima sesuatu, sehingga
Kepribadian muthmainnah merasa yakin dan tenang.Al-Ghazali menyatakan bahwa daya kalbu
yang mendominasi kepribadian muthmainnah mampu mencapai pengetahuan ma’rifat melalui
daya cita rasa(zaqw) dan rasa terbukanya tabir misteri yang menghalangi penglihatan batin
manusia.
Dengan kekuatan dan kesucian daya kalbu, maka manusia mampu memperoleh
pengetahuan wahyu dan ilham dari Tuhan. Wahyu diberikan pada para nabi, sedang ilham
diberikan pada manusia suci biasa. Kebenaran pengetahuan ini bersifat suprarasional, sehingga
bisa jadi ia tidak mampu diterima oleh akal. Pengetuahuan yang dapat ditangkap oleh akal
seharusnya dapat pula ditangkap oleh qalbu, sebab qalbu sebagian dayanya ada yang digunakan
untuk berakal. Namun sebaliknya, pengetahuan yang diterima oleh qalbu belum tentu dapat
diterima oleh akal.
3. HUBUNGAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DALAM ISLAM

 Islam dengan psikologi memiliki hubungan yang erat. Dimana artinya psikologi digunakan


untuk mengembangkan kesehatan mental manusia dan menata perilaku keimanan dan ketakwaan
kepada Allah.
Pada masa keemasan Islam psikologi yang ditekuni dan dikembangkan oleh dua kalangan,
filusuf dan sufi, yang melahirkan psikologi-falsafiu dan psikologi-sufistik. Mereka melahirkan
konsep tentang jiwa secara menyeluruh dengan melakukan kajian terhadap nas-nas naqliyahDan
melakukannya dengan metode empiris (perenungan, observasi, dan praktik) secara sistematis,
spekulatif, universal, dan radikal. Terkait dengan hal tersebut, hubungan antara kajian psikologi
dalam Islam dan Psikologi dalam pandangan Barat memiliki daya tarik bergerak. Dalam studi
psikologi, paradigma psikologi dalam perspektif Islam, dan sikap ilmuwan terhadap kajian
psikologi Islam dapat di telusuri melalui pandangan beberapa. pertama adalah dengan ayat-ayat
Al-qur'an dan Al-hadis yang memotivasi manusia untuk mengkaji dirinya sendiri. Kedua,
dilatarbelakangi oleh kajian tentang akhlak dan tasawuf dan berbagai kajian yang berkaitan
dengan upaya membangun kesehatan mental manusia, hal tersebut membuat para ilmuwan Islam
klasik melakukan kajian mendalam tentang jiwa. Kajian ini juga menyertakan para filsuf Muslim
yang membahasruh dan nafs dengan kumpulan kajian roh dari filsafat Yunani, selama lebih dari
tujuh abad psikologi dibahas dalam kajian filsafat dan tasawuf
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Psikologi berasal dari Yunani kuno yang terdiri atas dua kata, yaitu psyche dan logos. Psyche
mengandung arti jiwa,roh,sukma, atma, atau napas hidup. Adapun kata logos berarti ilmu atau
studi. Pengertian psikologi secara etimologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa, roh, sukma,
atma,atau napas hidup. Pengertian ini selaras dengan arti psikologi ketika psikologi masih
merupakan cabang atau bagian dari filsafat.

Kepribadian menurut psikologi islami adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia
yang menimbulkan tingkah laku. Aspek nafsani manusia memiliki tiga daya, yaitu: (1) qalbu
(fitrah ilahiyah) sebagai aspek supra-kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa); (2)
akal (fitrah insaniah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kognisi (cipta); (3)
nafsu (fitrah hayawaniyah) sebagai aspek pra atau bawah kesadaran manusia yang memiliki daya
konasi (karsa).Ketiga komponen nafsani ini berintegrasi untuk mewujudkan suatu tingkah
laku.Qalbu memiliki kecenderungan natur ruh, nafs(daya syahwat dan ghadhab) memiliki
kecenderungan natur jasad, sedangkan akal memiliki kecenderungan antara ruh dan jasad. Dari
sudut tingkatannya, kepribadian itu merupakan integrasi dari aspek-aspek supra-kesadaran (fitrah
ketuhanan), kesadaran (fitrah kemanusiaan), dan pra atau bawah sadar (fitrah kebinatangan).
Sedang dari sudut fungsinya, kepribadian merupakan integrasi dari daya-daya emosi, kognisi dan
konasi, yang terwujud dalam tingkah laku luar (berjalan, berbicara, dan sebagainya) maupun
tingkah laku dalam (pikiran, perasaan, dan sebagainya).

Islam dengan psikologi memiliki hubungan yangerat.Dimana artinya psikologi digunakan
untuk mengembangkan kesehatan mental manusia dan menata perilaku keimanan dan ketakwaan
kepada Allah.

B. SARAN
Dengan di buatnya makalah ini di harapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
aspek teori psikologi kepribadian dalam perspektif islam.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. bambang samsul arifin,M.Si.2018.psikologi kepribadian islam.cv pustaka


setia.bandung.
Anisia kumala dkk.2016.pengantar psikologi kepribadian.uhamka press.jakarta.
Safrinasafrina.2008.psikologidalamislam.https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/islamfutu
ra/article/view/3068.bandung.

Anda mungkin juga menyukai