Anda di halaman 1dari 85

EVALUASI MANAJEMEN STOCKPILE BATUBARA UNTUK

MENCEGAH TERJADINYA SWABAKAR


(Studi Kasus: PT. Miyor Pratama Coal)

SKRIPSI

Oleh :

DELLA HIVENTA WIDODO


1410024427036

TEKNIK PERTAMBANGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
(STTIND) PADANG
2018
EVALUASI MANAJEMEN STOCKPILE BATUBARA UNTUK
MENCEGAH TERJADINYA SWABAKAR
(Studi Kasus: PT. Miyor Pratama Coal)

Nama : Della Hiventa Widodo


NPM : 1410024427036
Pembimbing 1 : Rusnoviandi, ST. MM
Pembimbing 2 : H. Riko Ervil, ST. MT

ABSTRAK

Stockpile batubara merupakan tempat penyimpanan batubara yang pertama


masuk setelah mengalami proses pengangkutan yang panjang baik dari tempat
distributor ataupun dari tempat penggalian material pada industri pertambangan.
Sehingga tidak dapat di pastikan bahwa kualitas batubara tersebut tetap terjaga
seperti kualitas aslinya sebelum pengangkutan menuju tempat penyimpanan.
Salah satu cara untuk menjaga kualitas batubara setelah ditambang adalah sistem
penimbunan.
Kondisi area stockpile pada PT. Miyor Pratama Coal sendiri tidak
dilengkapi dengan sistem pendukung seperti sistem penirisan yang berupa paritan,
hal ini menyebabkan terdapat genangan air pada lantai stockpile pada saat hujan.
Sistem penimbunan batubara pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal
masih belum diterapkan dengan baik, seperti kurangnya penanganan batubara
yang masuk dan keluar pada stockpile, selain itu juga terdapat tumpukan yang
terlalu lama ditumpuk pada stockpile akibat tidak diterapkannya sistem
manajemen FIFO (first in first out) dengan baik dan tumpukan batubara tersebut
selalu ditutup menggunakan terpal yang terbuat dari plastik sehingga akan
menyebabkan adanya potensi swabakar.
Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal memiliki potensi swabakar pada
tumpukan batubara yang cukup besar disebabkan oleh dimensi timbunan yang
memiliki rata-rata tinggi tumpukan diatas 7 meter dengan sudut lebih dari sudut
angle of repose (30 ‫ﹾ‬-40 ‫)ﹾ‬.
Perencanaan desain dimensi tumpukan batubara dibuat dengan tinggi 5
meter sesuai dengan tinggi rekomendasi, sudut tumpukan 30 ‫ﹾ‬sesuai sudut
terendah rekomendasi, desain dimensi tumpukan ini dibuat agar dapat mengurangi
potensi swabakar. Desain sistem drainase di area stockpile menggunakan konsep
saluran terbuka alamiah di sekitar area timbunan. Rencana desaindrainase
berbentuk trapesium dengan lebar permukaan 1m dan tinggi 1 m. Selain itu lantai
stockpile didesain dengan penambahan bedding coal dengan tebal sekitar 50 cm
agar pada saat pengangkutan batubara tidak tercampur dengan tanah dibawahnya.

Kata kunci : Tumpukan Batubara, Stockpile batubara, Manajemen, Desain


perbaikan

i
EVALUATION of COAL STOCKPILE MANAGEMENT to PREVENT the
OCCURRENCE of SPONTANEOUS COMBUTION
(Case Study: PT. Miyor Pratama Coal)
Name : Della Hiventa Widodo
Student ID : 1410024427036
Supervisor : Rusnoviandi, ST. MM
Co-Supervisor : H. Riko Ervil, ST. MT

ABSTRACT
Coal stockpile is a storage coal who first walked after a long process of
transporting better than the distributor or material on the dig mining industry. So
they could not in make sure that the quality of coal can be maintained like
qualities the original before the movement toward the storage. One way to
maintain after coal mine is a hoarding system.
The condition of the stockpile area at PT. Miyor Pratama Coal itself does
not come with support systems such as the system of drainage ditches, this causes
there are puddles on the floor of the stockpile on rainy days.
Hoarding coal system at PT. Miyor Pratama stockpile Coal is still not
applied properly, such as the lack of handling incoming and outgoing coal in
stockpile, in addition there are also heaps that are too long are stacked on the
stockpile due not implementing management system FIFO (first in first out) and
the coal pile is always closed using the tarp made of plastic so that it will lead to
the existence of spontaneous combution potential.
Stockpile area PT. Miyor Pratama Coal has the potential of selfheating in a
fairly large coal pile caused by a heap of dimension has an average height of 7
meters above the stack with corner over corner angle of repose (‫ ﹾ‬30-40 ‫) ﹾ‬.
Stockpile area PT. Miyor Pratama Coal has the potential of spontaneous
combution in a fairly large coal pile caused by a heap of dimension has an average
height of 7 meters above the stack with corner over corner angle of repose (‫ ﹾ‬30-
40 ‫) ﹾ‬.
Planning design of the coal pile dimensions created with a height of 5
meters high in accordance with the recommendations, the lowest angle angle
30‫ ﹾ‬sesuai pile of recommendations, design the dimensions of this stack is created
in order to reduce the potential for spontaneous combution. Design of drainage
system in the area of stockpile uses the concept of a natural open channel around
the area of the heap. Drainage design of trapezoid-shaped plan with a wide surface
of 1 m high and 1 m besides the floor stockpile was designed with the addition of
bedding the coal with thickness of about 50 cm so that at the time of the carriage
of coal not mixed with soil beneath.

Key words: coal stockpile, coal stockpile management, design improvements

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan Skripsi ini

sesuai waktu yang ditentukan. Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada

Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya kezaman modern ini.

Skripsi ini berjudul “Evaluasi Manajemen StockpileBatubara Untuk

Mencegah Terjadinya Swabakar (Studi Kasus: PT. Miyor Pratama Coal)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan do’a dalam menyelesaikan

Skripsi ini.

2. Bapak Dr.Murad MS,MT selaku Ketua Prodi Teknik Pertambangan Sekolah

Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

3. Bapak Rusnoviandi, ST, MM, selaku pembimbing I.

4. Bapak H. Riko Ervil, ST, MT, selakupembimbing II, sekaligus Ketua Sekolah

Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

5. Senior Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri yang telah

membantu.

6. Rekan-rekan program studi Teknik Pertambangan dan semua pihak yang

banyak membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun dari pembaca untuk kemajuan kita bersama.

iii
Semoga skripsi ini dapat berguna dan mampu menunjang perkembangan

ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan juga kepada

para pembaca pada umumnya.

Padang,April 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................. iii
Daftar Gambar .......................................................................................... vi
DaftarTabel ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah ................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah..................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 5
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................ 5
1.5 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Perusahaan ....................................................... 7
2.1.1Sejarah Perusahaan............................................................ 7
2.1.2Lokasi dan Kesampaian Daerah ........................................ 10
2.1.3 Keadaan Topografi ........................................................... 11
2.1.4 Iklim dan Curah Hujan ..................................................... 11
2.1.5 Keadaan Geologi dan Stratigrafi ...................................... 12
2.1.6 Kualitas Batubara ............................................................... 16
2.2Landasan Teori ............................................................................ 18
2.2.1Stockpile Batubara............................................................. 19
2.2.2Swabakar Pada Stockpile Batubara ................................... 20
2.2.3 Manajemen Stockpile Batubara ................................................ 23
2.3 Kerangka Konseptual................................................................... 32
2.3.1Input .................................................................................. 33
2.3.2Proses ................................................................................ 34
2.3.3Output................................................................................ 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 35

v
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................. 35
3.2.2 Waktu Penelitian.................................................................. 35
3.3 Variabel Penelitian....................................................................... 35
3.4. Data dan Sumber Data ................................................................ 36
3.4.1 Data ...................................................................................... 36
3.4.2 Sumber Data ........................................................................ 37
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 38
3.5.1 Studi Lapangan .................................................................... 38
3.5.2 Studi Kepustakaan ............................................................... 38
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data .......................................... 38
3.6.1 Teknik Pengolahan Data ....................................................... 38
3.6.2 Analisa Data.......................................................................... 40
3.7 Kerangka Metodologi .................................................................. 41
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data ....................................................................... 43
4.1.1 Dimensi Tumpukan Batubara PT. MPC ................................... 43
4.1.2 Suhu/TemperaturTumpukan Batubara PT. MPC .................... 46
4.1.3Penanganan Batubara Pada Stockpile PT. MPC ........................ 49
4.1.4 Waktu Timbuanan Batubara Stockpile PT. MPC ............... 49
4.1.5 Kondisi Area Stockpile PT. MPC ............................................ 49
4.1.6 Arah Angin ............................................................................... 51
4.2 Pengolahan Data .......................................................................... 53
4.2.1Dimensi Tumpukan Batubara PT. MPC .................................... 53
4.2.2 Suhu/TemperaturTumpukan Batubara PT. MPC ..................... 54
4.2.3 Analisa Penyebab Terjadinya Swabakar .................................. 54
4.2.4Rencana Desain Layout Perbaikan Area Stockpile .................... 55
BAB V ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA
5.1Evaluasi Dimensi Tumpukan Batubara PT. MPC................................. 59
5.2Evaluasi Temperatur Tumpukan Batubara PT. MPC ................... 60
5.3Analisis Terjadinya Swabakar Tumpukan Batubara …… ..................... 60
5.4 Rencana Desain Layout Perbaikan Area Stockpile ……. ..................... 61

vi
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 62
6.2 Saran ............................................................................................ 63
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Segitiga Pembakaran (Fire TTriangle) ................................... 20


Gambar 2.2 Metode Penimbunan Cone Shell ............................................. 28
Gambar 2.3 Metode Penimbunan Chevron ................................................. 28
Gambar 2.4 Metode Penimbunan Chevcon ................................................. 29
Gambar 2.5 Metode Penimbunan Windrow ................................................ 29
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual .............................................................. 32
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .......................................................... 42
Gambar 4.1 Denah Lokasi Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal …..... 43
Gambar 4.2 Sudut timbunan 50˚-70˚.......................................................... 45
Gambar 4.3 Peralatan Untuk Mengukur Temperatur Tumpukan Batubara47
Gambar 4.4 Proses Pengukuran Temperatur Tumpukan Barubara ............. 47
Gambar 4.5 Diagram Temperatur Tumpukan Batubara Pada Pagi Hari .... 48
Gambar 4.6 Diagram Temperatur Tumpukan Batubara Pada Siang Hari48
Gambar 4.7 Kondisi Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal................... 50
Gambar 4.8 Kondisi Lantai Stockpile PT. Miyor Pratama Coal................. 51
Gambar 4.9 Penentuan Arah Angin Dengan Cara Sederhana..................... 51
Gambar 4.10 Potensi Swabakar................................................................... 52
Gambar 4.11 Desain Lantai Tumpukan Batubara........................................ 56
Gambar 4.12 Desain Sistem Penirisan.......................................................... 57
Gambar 4.13 Desain Dimensi Saluran Paritan............................................. 57
Gambar 4.14 Aliran Air Pada Area Stockpile............................................... 58
Gambar 5.1 Desain Dimensi Tumpukan Batubara.......................................59

viii
DAFTAR TABEL

Tabel.2.1 Koordinat Batas Wilayah Operasi Produksi Batubara PT. MPC 10


Tabel 2.2 Banyaknya curah hujan dan Hari Hujan per-Bulan……………. 12
Tabel 2.3 Pengelompokan Geologi Talawi Berdasarkan Kompleks Geologi 13
Tabel 2.5 Kualitas Batubara PT. Miyor Pratama Coal……………………. 17

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batubara merupakan sumber daya alam yang sangat potensial baik sebagai

sumber energi maupun sebagai penghasil devisa negara (Sukandarrumidi, 2006).

Di Indonesia, batubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar Pembangkit

Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk memenuhi permintaan listrik dalam negeri dan

digunakan pada pabrik-pabrik sebagai bahan bakar, selain itu dapat pula diekspor

untuk menambah devisa negara (Hana Mulyana, 2005). Batubara sebagai bahan

galian memiliki peranan penting, misalnya sebagai bahan bakar alternatif

nonmigas, digunakan dalam industri kimia dan industri lainnya (American Society

for Testing And Material, 2007).

Komoditi batubara dihasilkan melalui tahapan kegiatan

penambangan.Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 1 angka 19 penambangan

adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau

batubara dan mineral ikutannya.

Batubara yang telah dieksploitasi atau ditambang dari front penambangan

pada umumnya tidak langsung dikirim ke konsumen sehingga batubara tersebut

harus ditumpuk ditempat penumpukan yang disebut dengan istilah stockpile. Hal

ini dimaksudkan agar batubara terhindar dari gangguan jangka pendek maupun

1
2

jangka panjang seperti penurunan kualitas batubara karena oksidasi, pemanasan,

dan degradasi (M, Nurul. F, dkk, 2016).

Stockpile batubara merupakan tempat penyimpanan batubara yang pertama

masuk setelah mengalami proses pengangkutan yang panjang baik dari tempat

distributor ataupun dari tempat penggalian material pada industri pertambangan.

Sehingga tidak dapat di pastikan bahwa kualitas batubara tersebut tetap terjaga

seperti kualitas aslinya sebelum pengangkutan menuju tempat penyimpanan

(Aliyusra Jolo, 2017).

Kualitas batubara merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh

produsen batubara untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Salah satu cara

untuk menjaga kualitas batubara setelah ditambang adalah sistem penimbunan.

Sistem penimbunan batubara merupakan salah satu tahapan penting dari kegiatan

penanganan batubara.Apabila sistem penimbunan kurang memadai maka dapat

mengganggu kegiatan pembongkaran batubara di tempat penimbunan, terutama

bagi batubara yang mudah terbakar dengan sendirinya (Self Combustion) (Redha

Fathoni, dkk, 2016).

Swabakar(Spontaneous combustion) adalah proses terbakar dengan

sendirinya batubara akibat reaksi oksidasi eksotermis yang terus menyebabkan

kenaikan temperatur (Coaltech, 2011). Sirkulasi udara yang tidak lancar akan

membuat adanya peningkatan suhu dari batubara itu sendiri. Peningkatan suhu

disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas dalam timbunan tidak lancar, sehingga

suhu dalam timbunan akan terakumulasi dan naik sampai mencapai suhu titik

pembakaran (selfheating), yang akhirnya dapat


3

menyebabkan terjadinya proses swabakar pada timbunan tersebut (Hana Mulyana,

2005).

Untuk itu perlu adanya penanganan batubara yang masuk pada stockpile

dengan cara memperlakukan, merawat, mengontrol dan menjaga kualitas batubara

agar tetap stabil serta penanganan batubara pada stockpile ini dilakukan untuk

mencegah agar tidak terjadinya swabakarpada batubara yang ada di stockpile

dengan melakukan proses manajemen (Aliyusra Jolo, 2017).

Manajemen Stockpile batubara merupakan suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk

mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Dimana efektif berarti bahwa tujuan

dapat dicapai sesuai dengan rencana, dan efesien berarti bahwa tugas yang telah

ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan perencanaan.

Dalam kaitanya dengan fungsi dari stockpile batubara sebagai tempat penimbunan

sementara maka diperlukan sistem manajemen stockpile yang tepat (Aliyusra Jolo,

2017).

Sehingga dengan adanya upaya perbaikan manajemen timbunan, upaya

menghindari gejala swabakar dan upaya menghindari dan mengatasi timbulnya

genangan air, proses terjadinya swabakar dan genangan air pada penimbunan

batubara dapat dicegah sekecil mungkin. Dalam proses penyimpanan diharapkan

jangka waktunya tidak terlalu lama, karena akan berakibat pada penurunan

kualitas batubara (Aliyusra Jolo, 2017).

Area stockpile PT. Miyor Pratama Coal memiliki beberapa tumpukan

batubara dengan kualitas yang bervariasi. Kondisi area stockpile pada PT. Miyor
4

Pratama Coal sendiri tidak dilengkapi dengan sistem pendukung seperti sistem

penirisan yang berupa paritan, hal ini menyebabkan terdapat genangan air pada

lantai stockpile pada saat hujan. Sistem penimbunan batubara pada stockpile PT.

Miyor Pratama Coal masih belum diterapkan dengan baik, seperti kurangnya

penanganan batubara yang masuk dan keluar pada stockpile, selain itu juga

terdapat tumpukan yang terlalu lama ditumpuk pada stockpile akibat tidak

diterapkannya sistem manajemen FIFO(first in first out) dengan baik dan

tumpukan batubara tersebut selalu ditutup menggunakan terpal yang terbuat dari

plastik sehingga akan menyebabkan adanya potensi swabakar.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ini akan membahas

masalah tentang “Evaluasi Manajemen Stockpile BatubaraUntuk Mencegah

Terjadinya Swabakar (Studi Kasus: PT. Miyor Pratama Coal)”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian berdasarkan latar belakang diatas

adalah sebagai berikut:

1. Manajemen stockpile PT. Miyor Pratama Coal belum berjalan dengan

baik.

2. Kurangnya penanganan batubara yang masuk dan keluar pada stockpile

PT. Miyor Pratama Coal.

3. Adanya potensi gejala swabakar pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal

yang menyebabkan menurunnya kualitas batubara.

4. Adanya genangan air pada lantai area stockpile saat hujandistockpile PT.

Miyor PratamaCoal.
5

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu pada manajemen penumpukan

untuk mencegah terjadinya swabakar pada stockpile batubara dengan parameter

sebagai berikut: melakukan pemantauan suhu tumpukan batubara, melakukan

pengukuran dimensi tumpukan batubara, mengamati sistem paritan atau sistem

drainase di area stockpile danmengamati sistem penanganan batubara yang masuk

dan keluar pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapat dari identifikasi masalah dan batasan

masalah diatas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana manajemen stockpile batubara yang diterapkan oleh PT. Miyor

Pratama Coal?

2. Bagaimana rancangan manajemen stockpile batubara yang ideal pada PT.

Miyor Pratama Coal?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis manajemen stockpile batubara pada PT. Miyor Pratama

Coal.

b. Merancang manajemen stockpile batubara yang ideal pada PT. Miyor

Pratama Coal.
6

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan

pembanding bagi perusahaan dalam mengevaluasi manajemen stockpile untuk

mencegah terjadinya swabakar pada stockpile batubara PT. Miyor Pratama

Coal.

2. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku

perkuliahan ke dalam bentuk penelitian, meningkatkan kemampuan peneliti

dalam menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan, menambah

wawasan dan pengetahuan, merobah pola berfikir dan memperoleh ilmu

lapangan yang tidak peneliti peroleh dari perkuliahan serta penelitian yang

dilakukan ini dapat dijadikan modal berharga bagi peneliti menuju dunia kerja

nantinya agar dapat bersaing dalam memperoleh pekerjaan setelah selesai

dibangku perkuliahan.

3. Bagi institusi STTIND Padang

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

mahasiswa/mahasiswi yang membacanya, dapat dijadikan sebagai salah satu

masukan untuk pembuatan jurnal sebagai referensi dan pedoman bagi

mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya dibidang yang sama

dengan penelitian yang penulis lakukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Perusahaan

Tinjauan umum perusahaan ini terdiri dari seluruh informasi mengenai

perusahaan, baik itu keadaan umum perusahaan maupun keadaan khusus

perusahaan tersebut, yang didukung oleh teori-teori ilmiah, teori yang ada yang

berhubungan dengan semua aspek perusahaan.

2.1.1 Sejarah Perusahaan

PT. Miyor Pratama Coal adalah perusahaan yang bergerak dibidang

pertambangan. Lahan yang dikelola PT. Miyor Pratama Coal merupakan lahan

Ulayat Kumanis Atas yang mana pada awal tahun 2005, PT. Tambang Batubara

Bukit Asam melakukan pelepasan lahan kepada Pemerintah Daerah Sawahlunto.

Berdasarkan Keputusan Walikota No. 05.29 PERINDAGKOP Tahun 2005

tanggal 29 Desember 2005, PT. Miyor Pratama Coal resmi memperoleh kuasa

pertambangan untuk melaksanakan kegiatan eksploitasi (KW. 1373 MYR 3603)

dengan luas WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) 44,67 Ha yang terletak di

Desa Kumanis Atas, Kota Sawahlunto.

Perusahaan ini mulai bergerak dari tahun 2006 dengan status perusahan

awalnya yaitu CV. Miyor yang memperoleh Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi

berdasarkan Keputusan Walikota Sawahlunto Nomor 05.33. PERINDAGKOP

Tahun 2006.Kemudian ditahun 2010 perusahaan ini mendapatkan Izin Usaha

Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batubara didasarkan pada Keputusan

Walikota Sawahlunto dengan Nomor 05.93.PERINDAGKOP Tahun 2010.

7
8

Setelah itu pada tanggal 24 Maret 2011 dilakukan perpanjangan Izin

Usaha Pertambangan (IUP) Operasi produksi dengan nomor

05.92.PERINDAGKOP Tahun 2011 dengan masa berlaku 5 tahun. Dan

dilanjutkan dengan Keputusan Gubernur Sumatra Barat Nomor: 544- 351- 2016

Tentang Persetujuan Perpanjangan Kedua Izin Usaha Pertambangan Operasi

Produksi Batubara dan Perubahan Badan Usaha dari CV. Miyor ke PT. Miyor

Pratam Coal.

Batubara yang ditambang oleh PT. Miyor Pratama Coal terbagi dalam tiga

golongan: Arang A dan Arang B memiliki berat jenis 1,3 dengan kalori 6000

Kkl/kg dan kemudian Arang C memiliki Berat Jenis 1,25 dengan kalorinya

6000Kkal/kg–7000 kkal/kg.

Penambangan dilakukan dengan melakukan pembuatan lubang di kaki bukit yang

kemudian berkembang menjadi bentuk lorong yang menembus perbukitan.

Kegiatan operasional penambangan di PT. Miyor Pratama Coal dipimpin

oleh seorang Direktur yang mempunyai wewenang penuh terhadap perusahaan,

dan tiga orang Komisaris yang bergerak dibidang Kepala Administrasi, Kepala

Teknik dan Kepala Lapangan. Kegiatan penambangan dipimpin oleh seorang

Kepala Teknik Tambang (KTT).

Masing-masing pembagian kerja kepala teknik terdiri dari: Kepala Teknik

Tambang yang bertanggung jawab atas tugasnya merencanakan penambangan

serta semua kegiatan yang berlangsung di lapangan, mekanik yang bertanggung

jawab terhadap maintenance yang bersangkutan dengan permesinan yang

digunakan untuk penunjang kegiatan penambangan, dan operator yang bertugas


mengoperasikan alat berat dan mesin lori yang dibantu oleh helper dan sopir

dump truck (driver) yang bertugas melakukan transportasi mineral maupun bahan

galian, serta teknisi las yang bertugas memperbaiki bagian peralatan tambang

yang rusak.

Selain itu, kegiatan penambangan dilakukan oleh beberapa karyawan yang

bekerja di dalam lubang tambang yang bertugas melakukan pengambilan batubara

dari di dalam lubang tambang, sekaligus melakukan transportasi keluar lubang

tambang. Pengawas atau formen tambang melakukan pengecekan terhadap gas-

gas yang membahayakan didalam tambang seperti: gas methane (CH4),

karbondioksida (CO2) dan (H2S) sekaligus memperhatikan keadaan dari

penyanggaan, ventilasi, dan memastikan lubang tambang dalam keadaan aman,

dan Eletricman bertugas untuk memasang peralatan yang berhubungan dengan

listrik.

Semua kinerja pada divisi ini dibawah tanggung jawab Kepala Teknik

Tambang yang mengontrol semua kegiatan yang bersangkutan tentang

penambangan. Sedangkan kepala lapangan masing-masing pembagian kerjanya:

Pengawas tambang, Quality Control Environment, Kepala Lubang. Jumlah

karyawan PT. Miyor Pratama Coal saat ini berjumlah 37 orang dengan rincian

sebagai berikut:

a. Mine Manager = 1 Orang

b. Kepala Teknik Tambang = 1 Orang

c. Peengawas Lapangan = 3 Orang


10

d. Administrasi = 4 Orang

e. Keamanan = 2 Orang

f. Operator Alat Berat = 6 Orang

g. Mekanik = 5 Orang

h. Sopir = 12 Orang

i. Foremen = 2 Orang

j. Office Boy = 1 Orang

2.1.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi kegiatan penambangan PT. Miyor Pratama Coal dapat ditempuh

dari Ibukota Provinsi Sumatera Barat (Padang) – Solok (64 Km) – Muaro

Kalaban (25 Km), lokasi (5 km) dengan waktu tempuh berkisar + 3 jam, kondisi

jalan masuk dari Simpang Muara Kalaban ke lokasi berupa jalan aspal dan

perkerasan berbatuan. Secara rinci batas koordinat geografis batas wilayah Izin

Usaha Pertambangan PT. Miyor Pratama Coal berikut ini :

Tabel 2.1

Koordinat Batas Wilayah Operasi Produksi Batubara PT. Miyor Pratama Coal

No Bujur Timur Lintang Selatan


Ttk
° ’ ” ° ’ ”
1. 100 47 45.00 000 34 57,42

2. 100 47 57.80 000 34 57,42

3. 100 47 57.80 000 35 15,48

4. 100 47 57.80 000 35 34.00

5. 100 47 45.45 000 35 34.00

6. 100 47 45.00 000 35 15,48


Sumber: Arsip PT. Miyor Pratama Coal, 2017
Batas wilayah Operasi Produksi Batubara PT. Miyor Pratama Coal adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : CV. DAKSA EKANG ABADI
Sebelah Selatan : PT. AIC
Sebelah barat : CV. AIR MATA EMAS
Sebelah Timur : CV. KARYA MAJU SEJATI.
2.1.3 Keadaan Topografi

Keaadaan topografi daerah kuasa pertambangan PT. Miyor Pratama Coal

merupakan daerah perbukitan yang ditumbuhi semak-semak kecil yang dahulunya

digunakan untuk lahan perkebunan oleh rakyat setempat.

2.1.4 Iklim dan Curah Hujan

Faktor iklim dan cuaca sangat berpengaruh dalam penambangan baik

penambangan terbuka maupun penambangan yang dilakukan dengan tambang

bawah tanah. Pada dasarnya iklim bukanlah komponen lingkungan yang terkena

dampak, tetapi faktor yang memperbesar intensitas dampak, seperti: erosi lahan

dan kestabilan lahan. Diantara faktor iklim yang perlu dikemukakan adalah curah

hujan.Wilayah Kota Sawahlunto pada umumnya, mempunyai curah hujan

tahunan.Selama tahun 2017 mencapai 6.459,89 (mm). Dari hasil penelitian curah

hujan selama tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
12

Tabel 2.2
Banyaknya curah hujan dan Hari Hujan per-Bulan,
StasiunTanah Hitam Tahun 2017
Jumlah Curah Lama
Rata-rata
No Bulan Hujan Hujan Hujan
(mm)
(Hari) (mm) (jam)
1 Januari 11 226,8 20,62 33
2 Februari 3 20,9 6,97 7
3 Maret 10 241,7 24,17 26
4 April 4 75,2 18,80 12
5 Mei 4 144,8 36,20 8
6 Juni 16 109,2 6,83 16
7 Juli 10 89,6 8,96 14
8 Agustus 11 131,4 11,95 17
9 September 14 164,2 11,73 23
10 Oktober 7 79,1 11,30 14
11 November 18 223,3 12,41 16
12 Desember 10 92,4 9,24 7
118 1598,7 13,55 196
Sumber: Arsip PT. Miyor Pratama Coal, 2017

2.1.5 Keadaan Geologi dan Stratigrafi

a. Geologi Regional

Batuan tertua dari zaman Pra-tersier yang terangkat ke permukaan dengan

cara struktur graben, diendapkan batuan-batuan sedimen berumur tersier pada

cekungan, menghasilkan batuan intrusi tersier. Hasil erosi dari batuan intrusi

terbawa dan mengendap di sekitar aliran sungai menghasilkan endapan aluvial.

Tanah Formasi Sawahlunto mengandung butiran pasir yang dapat mengalirkan

air. Akan tetapi dari gambar penampang geologi Ombilin diduga air tersebut

lolosketempat yang lain. Aspek geologi yang perlu mendapat perhatian yang

serius dalam perencanaan dan pengembangan Kota Sawahlunto adalahsesar,

gempa, dan gerakan tanah.


b. Geologi Struktur

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelompokkan geologi

yaitu aspek tektonik atau gaya-gaya lateral yang berkembang, aspek sedimentasi

karena batubara merupakan endapan sedimenter, dan aspek variasi batubara

kualitas batubara menyangkut keekonomisan batubara bahan galian tersebut.Dasar

inilah yang digunakan untuk mengelompokkan kondisi geologis berdasarkan

komplektisitas geologisnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3

Pengelompokan Geologi Talawi Berdasarkan Kompleks Geologi

No. PARAMETER KONDISI GEOLOGI


Sederhana Moderat Komplek
Aspek
I
Tektonik
Hampir
1 Sesar Jarang Rapat
tidak ada
Hampir
Terlipat
2 Lipatan tidak Terlipat kuat
sedang
terlipat
Tidak
3 Intrusi Berpengaruh Sangat berpengaruh
berpengaruh
4 Kemiringan Landai Sedang Terjal
Aspek
II
Sedimentasi
Variasi
1 X < 10 % 10%<x<50% X >50%
Ketebalan
Ribuan Ratusan
2 Kesinambungan Puluhan meter
meter meter
Hampir
3 Percabangan Beberapa Banyak
tidak ada
Sumber : Dinas Pertambangan Sawahlunto 2011
14

c. Stratigrafi

Stratigrafi wilayah Sumatera Barat terdiri atas batuan beku, batuan

sedimen, dan batuan vulkanik kuarter. Bentuk formasi batuan yang terdapat pada

cekungan Ombilin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Gambar 2.1 Formasi Batuan Sawahlunto


Stratigrafi Daerah Sawahlunto dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu

komplek batuan Pra-tersier dan batuan tersier. Dimana masing-masing kelompok

dibedakan sebagai berikut:

a) Komplek Batuan Pra- Tersier

1. Formasi Silungkang

Formasi ini dibedakan menjadi empat satuan, yaitu lava andesit, lava basalt,

tufa andesit dan tufa basalt.Formasi ini diperkirakan berumur Perm sampai

Trias.

2. Formasi Tuhur

Formasi ini dicirikan oleh lempung abu-abu kehitaman berlapisan baik,

dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu gampinghitam.Formasi ini

diperkirakan berumur Trias.

b) Komplek Batuan Tersier

1. Formasi Brani

Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar yang berwarna coklat

keunguan, dengan kondisi terpilah baik (well sorted), padat keras dan

umumnya memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini diperkirakan

berumur Paleosen.

2. Formasi Sangkarewang

Formasi ini terdiri dari serpihgampingan sampai napal berwarna coklat

kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan yang
16

diendapkan pada lingkungan air tawar.Formasi ini diperkirakan berumur

paleosen.

3. Formasi Sawahlunto

Formasi ini merupakan formasi paling penting karena mengandung

batubara.Formasi ini dicirikan oleh batu lanau, batu lempung dan

berselingan dengan batubara.Formasi ini diendapkan pada lingkungan

sungai.

Batubara yang ditambang sekarang ini terletak di bagian barat yang

terdapat pada Formasi Sawahlunto yang terdiri dari batu lempung (claystone),

batu pasir (sandstone), dan batu lanau(siltstone) dengan sisipan batubara.

2.1.6 Kualitas Batubara

Menurut klasifikasi ASTM Batubara di Sawahlunto termasuk kedalam

tingkat Bituminus High Volatile dengan nilai kalori 6000-7200 kkl/kg. Hasil ini di

dapat dari analisa proximate( analisa komponen pembentuk batubara ) dan analisa

Ultimate(analisa unsur-unsur kimia yang terkandung pada batubara) yang

menunjukkan kadar belerang dan kadar abu yang rendah sedangkan bobot isi rata-

rata batubara dari hasil ekplorasi adalah 1,3 ton/m³.

Kualitas batubara yang ditambang PT. Miyor Pratama Coal dapat dilihat

pada tabel berikut ini:


Tabel 2.5

Kualitas Batubara PT. Miyor Pratama Coal

Hasil
Parameter
AR ADB DB DAFB Metoda

Total Misture % 9.64 - - - ASTM D 3302 –


07
Proximate Analysis
ASTM D 3173 –
-Inherent Moisture, %
- 3.27 - - 03
ASTM D 3174 –
-Ash Content, %
15.92 17.04 17.62 - 04
ASTM D 3174 –
-Volatile Matter, %
32.97 35.29 36.48 - 07

BY
-Fixed Carbon, % 41.47 44.4 45.9 55.72
DIFFERENCE

ASTM D 4239 –
Total Sulphur %
0.81 0.87 0.9 1.09 05
Gross Calorific Value ASTM D 5865 –
K cal/kg 5996 6419 6636 8055 07
HardgroveGrindability
47 ASTM D 409 – 02
index
Sumber : PT. Miyor Pratama Coal 2011

Keterangan:

1. As Received (AR), yaitu batubara yang masih mengandung kandungan air total.

2. Air Dried Base (ADB), yaitu kondisi batubara yang telah dikeringkan.

3. Dry Base (DB), yaitu batubara kering atau telah bebas dari kandungan airnya.

4. Dry Ash Free (DAF), yaitu batubara yang hanya mengandung volatile matter.

5. Dry Mineral Matter Free (DMMF),yaitu kondisi batubara yang bebas.


18

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Stockpile Batubara

Stockpile batubara merupakan tempat penyimpanan batubara yang pertama

masuk setelah mengalami proses pengangkutan yang panjang baik dari tempat

distributor ataupun dari tempat penggalian material pada industri pertambangan.

Sehingga tidak dapat di pastikan bahwa kualitas batubara tersebut tetap terjaga

seperti kualitas aslinya sebelum pengangkutan menuju tempat penyimpanan

(Aliyusra Jolo, 2017).

Salah satu permasalahan yang dapat terjadi akibat adanya tumpukan

batubara adalah penurunan kualitas batubara yang disebabkan oleh proses

terbakarnya batubara dengan sendirinya atau biasa disebut swabakar batubara

(Abdi Alfarisi, dkk, 2017). Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi antara

kandungan yang terdapat pada batubara dengan oksigen yang berada di udara

(Arisoy, A., et.al, 2006).

Penumpukan batubara pada stockpile dalam jangka waktu yang cukup

lama sering mengalami swabakar yang akan mengakibatkan kerugian bagi

perusahaan seperti penurunan kualitas batubara yang akan mempengaruhi

permintaan pasar, terbuangnya sebagian volume batubara dan pengeluaran biaya

tambahan untuk penanganan batubara yang terbakar (Fierro, et al, 1999 dan Ejlali,

A,2009).
2.2.2 Swabakar pada Stockpile Batubara

1. Pengertian Swabakar pada Stockpile Batubara

Swabakar atau Spontaneous combustion atau disebut juga self combustion

merupakan salah satu fenomena yang terjadi pada batubara pada waktu batubara

tersebut disimpan atau di storage/stockpile dalam jangka waktu

tertentu.Spontaneous combustion (swabakar) adalah proses terbakar dengan

sendirinya batubara akibat reaksi oksidasi eksotermis yang terus menyebabkan

kenaikan temperatur (Coaltech, 2011). Sistem penumpukan dan pola penimbunan

batubara harus diatur sedemikian rupa agar segregasi atau pemisahan stock

berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik dan juga tumpukan

tesebut dapat meminimalkan resiko terjadinya swabakar di stockpile(Ejlali, A,

2009).

Swabakar pada timbunan batubara merupakan hal yang sering terjadi dan

perlu mendapatkan perhatian khususnya pada timbunan batubara dalam jumlah

besar.

Pembakaran pada batubara akan terjadi apabila faktor–faktor penyebab

terjadinya pembakaran tersebut terpenuhi, faktor–faktor tersebut adalah:

a. Adanya bahan bakar (fuel)

b. Adanya oksidan (udara / oksigen)

c. Adanya panas (heat)


20

Sumber: www.stenlyroy.blogspot

Gambar 2.1. Segitiga Pembakaran (Fire Triangle)

Untuk mencegah terjadinya kebakaran harus meniadakan sedikitnya satu

dari komponen diatas.Batubara sebagai zat organik yang mengandung gas methan,

mudah terbakar karena beroksidasi dengan oxygen dari udara.Pembakaran

spontan ini dapat dikontrol apabila ditangani secara benar.

2. Penyebab Terjadinya Swabakar pada Stockpile Batubara

Menurut M, Nurul. F, dkk, 2016, Penyebab terjadinya swabakar pada area

timbunan batubara adalah sebagai berikut:

a) Lama Penimbunan

Semakin lama batubara terekspose dengan udara, maka semakin besar

kemungkinan batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti semakin besar

kemungkinan terjadinya swabakar (Muchjidin, 2006). Batubara yang terakumulasi

jumlahnya setiap bulan akan menyimpan panas yang terakumulasi akibat sirkulasi

udara yang tidak lancar didalam area timbunan. Semakin lama batubara tertimbun

akan semakin banyak panas yang tersimpan didalam timbunan, karena volume

udara yang terkandung di dalam timbunan semakin besar sehingga kecepatan

oksidasi semakin tinggi hal ini lah yang menyebabkan terjadinya swabakar
batubara diarea timbunan sehingga rekomendasi lama penumpukan batubara

adalah 4 minggu (30 hari) (Hana Mulyana, 2005).

b) Metode Penimbunan

Batubara dari front penambangan yang ditimbun diarea timbunan

haruslah segera dipadatkan, dengan adanya pemadatan ini akan dapat

menghambat proses terjadinya swabakar batubara, karena ruang antar butir

diantara material batubara berkurang (Widodo G, 2009).

Pada sisi area timbunan yang lebih padat dan rongga antar butirnya kecil

suhu nya lebih rendah.Pemadatan pada area timbunan batubara sangat penting

untuk dilakukan agar kenaikan suhu batubara yang signifikan dapat

diminimalisir.Terjadi swabakar batubara selalu pada sisi samping bukan pada sisi

atas area timbunan dikarenakan mudahnya udara untuk masuk melalui rongga

rongga udara yang ada, karena sisi samping tersebut tidak dipadatkan.Pada saat

menyimpan batubara yang relatif lama, baik batubara golongan rendah maupun

batubara golongan tinggi, sebaiknya setiap slope tumpukan

dipadatkan.(Muchjidin, 2006).

Pada saat menyimpan batubara yang relatif lama, baik batubara golongan

rendah maupun batubara golongan tinggi, sebaiknya setiap slope tumpukan

dipadatkan. Pemadatan permukaan berarti mengurangi penetrasi oksigen kedalam

tumpukan batubara yang juga akan mengurangi tingkat oksidasi batubara dalam

tumpukan tersebut.

c) Dimensi Timbunan
22

Dimensi timbunan batubara seperti tinggi timbunan dimana batubara

yang ditimbun telah disortir ukurannya dengan baik sebaiknya memiliki

ketinggian maksimal 11–12 meter namun apabila batubara tersebut telah

tertimbun lebih dari 1 bulan maka sebaiknya tinggi timbunan hanya mencapai 6

meter (Widodo, G., 2009).

Tumpukan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak panas

yang terserap. Sudut tumpukan yang terbentuk dari suatu tumpukan sebaiknya

lebih kecil dari angle of repose tumpukan batubara (Widodo, 2009), sudut

timbunan sebaiknya dibentuk tidak melebihi batas angle of repose dari material

‫ﹾ‬,
yang ditimbun, dalam hal ini batubara memiliki angle of repose sebesar 38

‫( ﹾ‬Hana
namun sudut yang dibentuk masih dapat ditoleransi sampai membentuk 40

Mulyana, 2005).

Tinggi timbunan batubara dan besarnya sudut kemiringan sangat

berkaitan dengan arah angin dan keselamatan kerja, karena semakin tinggi dan

terjal timbunan akan mempengaruhi aliran angin yang masuk ke rongga timbunan

batubara dan berpotensi menimbulkan swabakar, sedangkan berkaitan dengan

keselamatan kerja, timbunan yang terlalu tinggi dan terjal akan mengganggu

stabilitas timbunan dan berpotensi menyebabkan longsor (Muchjidin, 2006).

d) Arah Angin

Aliran angin dan kecepatan angin menentukan kecepatan batubara

mengalami swabakar dimana udara berfungsi sebagai transfer perpindahan panas

pada stockpile sehingga mempengaruhi cepatnya batubara di timbunan untuk


terbakar (Ejlali, A., 2009). Semakin dominan angin yang menerpa sisi area

timbunan maka akan semakin cepat proses oksidasi terjadi pada area timbunan itu.

e) Ukuran Butir

Ukuran butir batubara juga mempengaruhi kecepatan dari proses oksidasi.

Ukuran batubara yang kecil akan menyebabkan semakin besarnya luas permukaan

batubara tersebut yang terkena kontak dengan oksigen yang dibawa oleh angin,

sehingga membuat potensi terjadinya proses swabakar semakin besar. Sebaliknya

semakin besar ukuran bongkah batubara, semakin lambat proses swabakar terjadi.

2.2.3 Manajemen Stockpile Batubara

Manajemen Stockpile batubara merupakan suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk

mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Dimana efektif berarti bahwa tujuan

dapat dicapai sesuai dengan rencana, dan efesien berarti bahwa tugas yang telah

ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan perencanaan.

Dalam kaitanya dengan fungsi dari stockpile batubara sebagai tempat penimbunan

sementara maka diperlukan sistem manajemen stockpile yang tepat (Aliyusra Jolo,

2017).

Manajemen stockpile adalah proses pengaturan atau prosedur yang terdiri

dari pengaturan kualitas dan prosedur penimbunan batubara di stockpile.

Manajemen stockpile merupakan suatu upaya agar batubara yang diproduksi dapat

dikendalikan, dari kualitasnya maupun kuantitasnya. Selain itu manajemen

stockpile juga dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang mungkin timbul


24

dari proses handling atau penanganan batubara yang kurang tepat. Seperti

misalnya terjadi penyusutan kuantitas batubara baik yang diakibatkan oleh erosi

pada musim hujan, debu pada musim kering, atau terbuang yang disebabkan oleh

terbakarnya batubara di stockpile (Redha Fathoni, dkk, 2016).

1. DesainStockpile

Prinsip-prinsip pembuatan stockpile yang berorientasi pada pemeliharaan

kuantitas, pemeliharaan kualitas serta berwawasan lingkungan pada dasarnya

sama, baik itu stockpile berkapasitas kecil maupun berkapasitas besar (Redha

Fathoni, dkk, 2016).

Menurut Redha Fathoni, dkk., 2016, pada desain stockpile ini ada

beberapa bagian yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Desain permukaan dasar stockpile.

2. Pembuatan saluran di sekililing stockpile.

3. Pembuatan penangkal angin atau wind sield.

4. Sistem penimbunan batubara.

Lantai dasar Stockpile seharusnya terbuat dari bahan yang tak tembus air

dan kuat, spesifikasinya dapat menghindari terjadinya amblesan serta mencegah

merembesnya air limpasan dan/atau air resapan pada timbunan ke dalam tanah

dan air tanah, untuk menghindari tercemarnya air tanah oleh air limbah yang telah

bercampur dengan air resapan. Lantai timbunan harus mampu mengalirkan air

limpasan yang berasal dari timbunan menuju saluran drainase yang telah dibuat,

untuk kemudian dialirkan menuju kolam pengendapan.Oleh sebab itu idealnya


permukaan lantai timbunan adalah sedikit cembung (2-3 ‫( )ﹾ‬Peraturan Gubernur

Jawa Barat No. 2 Tahun 2006).

Sistem penirisan diperlukan untuk mengalirkan air dari rembesan

timbunan batubara yang akhirnya dialirkan ke kolam pengendapan.Sebaiknya

pemeliharaan sistem penirisan ini dilakuakan secara berkala dan selalu dalam

pengawasan terutama pada saat musim hujan. Bentuk lantai dasar stockpile dibuat

agak cembung agar tidak terjadi penurunan lantai dasar jika dilakukan

penimbunan. Hal ini akan berdampak pada air yang akan mengalir menuju paritan

dari stockpile tersebut (Lakon Utamakno, dkk, 2017).

Penangkal angin atau wind sield dibuat agar dapat mencegah terjadinya

pemanasan sendiri tumpukan batubara yang menyebabkan terjadinya swabakar

dan debu di udara yang dapat berpengaruh pada lingkungan. Pembuatan

penangkal angina ini dapat dibuat semacam green belt didaerah dimana biasanya

angin berhembus.Green belt tersebut biasanya dapat dibuat dengan menggunakan

jarring pepohonan disekitar stockpile, sehingga pada saat angina berhembus dapat

dihalangi oleh pepohonan tersebut. Untuk stockpile yang berada disekitar bukit,

maka dinding bukit tersebut dapat berfungsi sebagai wind sield.

Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar dapat

meminimalkan resiko terjadinya pembakaran spontan atau swabakar pada

stockpile.Selain itu sistem pembongkaran juga penting diperhatikan,

pembongkaran merupakan kegiatan untuk mengambil atau membongkar batubara

yang ditimbun di tempat penimbunan. Pembongkaran timbunan memiliki

beberapa sistem antara lain yaitu:


26

1. Sistem LIFO (Last In First Out) yaitu di mana batubara yang terakhir kali

ditimbun paling awal diambil. Pada sistem ini kegiatan penimbunan dilakukan

sesuai dengan jadwal akan tetapi kegiatan pembongkaran timbunan dilakukan

pada batubara yang terakhir ditimbun, sehingga pola ini memungkinkan

batubara tertimbun lebih lama.

2. Sistem FIFO (First In First Out) yaitu di mana batubara yang pertama kali

ditimbun pertama kali diambil. Manajemen FIFO di setiap stockpile baik di

perusahaan tambang batubara maupun di end user harus diusahakan terlaksana

karena akan mencegah risiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile. Hal

ini dikarenakan semakin lama batubara terekspose di udara semakin

besar kemungkinannya batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti pula

semakin besar kemungkinan terjadinya self heating sampai terjadinya

pembakaran spontan. Biasanya manajemen FIFO ini terkendala dengan

masalah kualitas.Ada kalanya batubara yang sudah ditimbun pertama kali di

stockpile tidak dapat dimuat atau diambil karena alasan kualitas yang tidak

memenuhi. Namun demikian setiap kesempatan manajemen FIFO ini tetap

harus diprioritaskan dilakukan pada saat tidak ada alasan kualitas karena di

antara langkah pencegahan yang lain, manajemen FIFO adalah yang paling

murah.

3. Sistem FEFO (First Expired First Out) adalah sistem pembongkaran dimana

barang yang cepat kadaluarsa harus pertama kali keluar. Pada sistem

penumpukan batubara, sistem ini tidak pernah digunakan karena batubara tidak
memiliki masa expired atau masa kadaluarsanya. Selain itu juga sistem ini

biasanya diterapkan pada obat-obatan, makanan, minuman.

4. Average (rata-rata) yang termasuk pada bagian sistem pembongkaran. Metode

ini menyatakan bahwa nilai persediaan akhir akan menghailak antara nilai

persediaan dengan metode FIFO. Dengan menggunakan metode ini maka akan

berdampak pada laba kotor dan harga pokok penjualan. Metode ini biasa

digunakan pada ilmu akuntansi pada bidang ekonomi.

Menurut Roflin, E., desain atau bentuk stockpile dirancang sesuai dengan

kebutuhan perusahaan karena dipengaruhi oleh jumlah batubara yang diproduksi,

permintaan konsumen, dan sebagainya.Umumnya, batubara didesain dengan

bentuk kerucut ataupun limas terpancung.

Volume dari timbunan batubara yang ditimbun menggunakan bentuk

kerucut terpancung dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan sebagai

berikut:

1
V₁ = 3 π x t₁ ( R + r + R x r) (2.1)

Keterangan:

V₁ = Volume kerucut terpancung (m³)

t₁ =Tinggi kerucut terpancung (m)

R = Jari-jari lingkaran atas (m)

r = Jari-jari lingkaran bawah (m)

Volume timbunan batubara dengan bentuk limas terpancung dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan berikut:

1
V₂ = x t₂ ( B + A + B x A) (2.2)
3
28

Keterangan:

V₂ = Volume limas terpancung (m³)

t₂ = Tinggi limas terpancung (m)

B = Luas bidang atas

A = Luas bidang bawah

2. Pola Penimbunan

Pola penimbunan batubara bertujuan untuk menyesuaikan jumlah batubara

yang akan ditimbun di dalam stockpile.

Menurut Algurkaplan, E., 2006 terdapat empat pola penimbunan yang

digunakan untuk menimbun batubara antara lain:

a. Cone shell

Cone shell merupakan pola penimbunan yang dilakukan dengan

menempatkan satu baris material sepanjang stockpile secara bolak-balik

sampai mencapai ketinggian yang ditentukan.

Sumber: www.stenlyroy.blogspot
Gambar 2.2 Metode Penimbunan Cone Shell

b. Chevron
Chevronmerupakan pola penimbunan dengan menempatkan stacker untuk

memulai penumpukan kerucut pertama yang kemudian dilanjutkan

menumpahkan tumpukan kedua sampai ketinggian tertentu dan begitu

seterusnya sampai ketinggian timbunan benar-benar seperti yang telah

direncanakan.

Sumber: www.stenlyroy.blogspot

Gambar 2.3 Metode Penimbunan Chevron


c. Chevcon

Chevcon merupakan pola kombinasi antara pola penimbunan chevron dan

cone shell, pola penimbunan ini biasanya digunakan untuk penyimpanan

dengan kapasitas yang besar dengan bentuk limas/prisma terpancung.

Sumber: www.stenlyroy.blogspot

Gambar 2.4 Metode Penimbunan Chevcon

d. Windrow
30

Windrow merupakan pola penimbunandengan baris sejajar sepanjang lebar

stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendak, kemudian

maju ke depan dengan mengubah sudut stacker dari dasar stockpile.

Sumber: www.stenlyroy.blogspot

Gambar 2.5 Metode Penimbunan Windrow

Menurut Aliyusra Jolo, 2017, disamping hal diatas ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam manajemen stockpile yaitu sebagai berikut:

a) Kontrol temperatur dan swabakar

Sirkulasi udara yang tidak lancar akan membuat adanya peningkatan suhu

dari batubara itu sendiri. Peningkatan suhu disebabkan oleh sirkulasi udara dan

panas dalam timbunan tidak lancar, sehingga suhu dalam timbunan akan

terakumulasi dan naik sampai mencapai suhu titik pembakaran (selfheating), yang

akhirnya dapat menyebabkan terjadinya proses swabakar pada timbunan tersebut

(Sukandarrumidi, 2006).

Monitoring suhu dilakukan untuk mengamati perubahan suhu yang terjadi

pada tumpukan batubara agar dapat dipantau kenaikan suhu perharinya..Selain itu

hal ini juga dilakukan agar dapat diketahui titik suhu mulai terjadinya gejala

swabakar sehingga pada saat sebelum mencapai titik tersebut dapat dilakukan

kegiatan preventif sebelum timbulnya gejala-gejala tersebut sehingga dapat


meminimalisir terjadinya swabakar.Secara umum suhu kritis batubara untuk

‫ﹾ‬C (Hana Mulyana, 2005).


bituminous di tempat penimbunan berkisar ± 50

b) Kontrol terhadap kontaminasi dan housekeeping

Kontaminasi merupakan sesuatu yang hal sangat tidak diinginkan dalam

suatu proses produksi batubara selain dapat mempenagaruhi kualitas batubara

maupun performance daripada miner/penambang tersebut. Kontaminasi dapat

terjadi mulai dari tambang, proses rehandling, di stockpile maupun di vessel. Hal

ini dapat mengakibatkan claim atau complain dari suatu konsumen. Kontaminasi

yang umum terbawa pada saat expose batubara antara lain overburden yang

berupa clay, tanah atau batuan lainnya. Hal ini berakibat akan meningkatnya

kandungan abu (ash content). Kontaminasi proses rehandling, terjadi saat proses

pengangkutan batubara.

Kontaminasi ini biasanya berupa:

1. Terdapatnya sparepart kendaraat berat/potongan logam

2. Kawat, besi, kayu, plastik, kaleng minuman, karet ban, dll.

c) Kontrol terhadap aspek kualitas batubara

Kualitas dan kuantitas batubara merupakan faktor penting yang harus

diperhatikan oleh produsen batubara untuk dapat memenuhi permintaan

konsumen. Salah satu cara untuk menjaga kualitas dan kuantitas dari batubara

setelah ditambang adalah sistem penimbunan.

Guna memastikan dan menjaga kondisi batubara agar tetap bersih serta

kualitas batubara tetap tinggi ketika batubara pertama masuk stockpile hingga
32

keluar dari tempat tersebut. Maka dilakukan perawatan dan pemeliharaan kualitas

batubara yang dikontrol oleh pengawas disekitaran lokasi stockpile (Aliyusra Jolo,

2017).

d) Kontrol terhadap aspek lingkungan

Selama batubara ditimbun di stockpile, limbah cair batubara berupa air

asam tambang dan batubara halus yang tersuspensi dalam air limpasan selama

musim hujan dapat terbentuk.Air asam (acid water) dapat ditimbulkan oleh

tumpukan (stockpile) batubara, terutama apabila kandungan belerangnya tinggi

(N, Maha.P, dkk, 2017).Selain itu, pada kegiatan dan teknis penumpukan dapat

menimbulkan ash terbang di sekitaran areal stockpile, dari segi manajemen perlu

dilakukan pembuatan penangkal debu batubara tersebu (Aliyusra Jolo, 2017).

Untuk itulah diperlukan adanya kontrol terhadap aspek lingkungan sebagai bagian

dari efek adanya stockpile batubara.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini terdiri dari input, proses dan output yang

merupakan data-data kebutuhan penelitian dan proses pengumpulan data lapangan

yang dilakukan pada saat penelitian serta hasil analisis data.

INPUT PROSES OUTPUT

Data Primer 1. Analisis


1. Dimensi tumpukan Parameter pengukuran yang
dilakukan antara lain: pengukuran manajemen
batubara
2. Suhu/temperatur suhu atau temperature tumpukan stockpile batubara
tumpukan batubara batubara menggunakan alat pada PT. Miyor
3. Penanganan batubara thermocouple, pengukuran dimensi Pratama Coal.
pada stockpile. tumpukan batubara menggunakan
2. Rancangan
4. Waktu timbunan meteran dan rumus kerucut
terpancung, serta arah angin yang manajemen
batubara pada stockpile. stockpile batubara
5. Kondisi area stockpile. ditentukan dengan bendera
sederhana pada area tumpukan yang ideal pada
6. Arah angin.
batubara, dan melakukan PT. Miyor Pratama
Data Sekunder pengamatan kondisi area stockpile Coal.
1. Sejarah dan profil batubara PT. Miyor Pratama Coal.
Perusahaan.
2. Peta Topografi.
3. Peta Lay out.
4. Peta kesampaian daerah.
2.3.1 Input
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual
Input terdiri dari data-data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh

peneliti dari lapangan.

Data primer yang dibutuhkan adalah:

1. Dimensi tumpukan batubara

2. Suhu/temperatur tumpukan batubara

3. Penanganan batubara pada stockpile.

4. Waktu timbunan batubara pada stockpile.

5. Kondisi area stockpile

6. Arah angin

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperlukan dalam penelitian untuk

melengkapi informasi yang diperoleh dari data primer. Data sekunder dapat

berupa studi pustaka yang berasal dari buku-buku,penelitian lapangan, maupun

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Berbagai dokumen

dihasilkan melalui objek penelitian yang dipergunakan untuk mendukung data

primer dan memperkuat data dalam melakukan penelitian.

Data sekunder yang dibutuhkan adalah:

1. Sejarah dan profil prusahaan.


34

2. Peta Lay out tambang

3. Peta IUP.

4. Peta topografi.

5. Peta kesampaian daerah.

2.3.2 Proses

Proses merupakan teknis pemecahan masalah, dengan parameter

pengukuran yang dilakukan antara lain: pengukuran suhu atau temperature

tumpukan batubara menggunakan alat thermocouple, pengukuran dimensi

tumpukan batubara menggunakan meteran dan rumus kerucut terpancung, serta

arah angin yang ditentukan dengan bendera sederhana pada area tumpukan

batubara, dan melakukan pengamatan kondisi area stockpile batubara PT. Miyor

Pratama Coal.

2.3.3 Output

Dari hasil proses pengolahan data maka selanjutnya akan didapat hasil

analisis data berupa kesimpulan dan saran.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian terapan (applied

research). Menurut Sugiyono, 2009, penelitian terapan adalah menerapkan,

menguji, mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam

memecahkan masalah-masalah praktis.

Penelitian terapan ini digolongkan menurut tujuan, penelitian yang

bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat

diaplikasikan.Walaupun ada kalanya penelitian terapan juga untuk

mengembangkan produk penelitian dan pengembangan bertujuan untuk

menemukan, mengembangkan dan memvalidasi suatu produk.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di PT. Miyor Pratama Coal, Desa Batu Tanjung,

Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2018 sampai bulan Juni 2018.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Sesuai

dengan permasalahan yang diteliti, maka variabel dari penelitian ini adalah

evaluasi manajemen stockpile untuk mencegah terjadinya swabakar.

35
36

3.4 Data dan Sumber Data

3.4.1 Data

3.4.1.1 Data Primer

Data primer merupakan data utama, dimana data primer yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah:

1. Dimensi tumpukan batubara

Pengukuran dimensi tumpukan batubara ini dilakukan dengan mengukur

langsung tinggi dan lebar timbunan menggunakan meteran yang diukur manual.

2. Suhu/temperatur tumpukan batubara

Pengukuran suhu dilakukan dengan alat thermocouple yang ditancapkan

pada bagian tertentu dari tumpukan batubara, misalnya pada kaki tempat

penimbunan batubara ataupun dibagian tengah tumpukan batubara

tersebut.Pengukuran suhu dilakukan setiap hari untuk mengetahui perbandingan

suhu setiap harinya, apakah terjadi peningkatan yang dapat menyebabkan

terjadinya swabakar atau tidak.

3. Penanganan batubara pada stockpile

Penanganan batubara yang masuk dan keluar pada stockpile ini berupa

sistem penumpukan dan pembongkaran batubara yang diterapkan perusahaan

tersebut. Data ini didapatkan dari dokumen perusahaan sendiri, wawancara dan

pengamatan langsung dilapangan.

4. Waktu timbunan batubara pada stockpile

Untuk data waktu timbunan batubara atau lamanya timbunan batubara

pada stockpile dapat diketahui dengan pengamatan dilapangan selama waktu


penelitian berlangsung dengan batasan tertentu, yaitu saat penelitian dilakukan

apakah stockpile sudah lama tertimbun atau tidak ataupun berdasarkan dokumen

perusahaan yang ada.

5. Kondisi area stockpile

Kondisi area stockpile yang diamati diantaranya sistem paritan atau

drainase, lantai dasar stockpile serta kebersihan lingkungan sekitar stockpile untuk

mengamati ada kontaminasi atau tidak pada area stockpile tersebut. Hal ini dapat

dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan.

6. Arah angin

Untuk menentukan arah angin ini dapat dilakukan dengan menggunakan

bendera yang ditancapkan pada sisi tumpukan batubara.

3.4.1.2 Data sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:

1. Sejarah dan profil perusahaan.

2. Peta Lay out tambang.

3. Peta IUP.

4. Peta topografi.

5. Peta kesampaian daerah.

Data sekunder ini merupakan data pendukung dalam penelitian, dimana

data sekunder yang dibutuhkan tersebut didapatkan dari dokumen perusahaan.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data yang didapatkan berasal dari pengamatan langsung di

lapangan, buku-buku, literatur dan dokumentasi dari PT. Miyor Pratama Coal.
38

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:

3.5.1. Studi Lapangan

Yaitu cara mendapatkan data yang dibutuhkan dengan melakukan

pengamatan langsung di lapangan atau tempat penelitian. Data ini berupa data

primer pada penelitian yang dilakukan diantaranya: dimensi tumpukan batubara

yang diukur menggunakan meteran dan rumus kerucut terpancung,

suhu/temperatur tumpukan batubara yang diukur menggunakan alat thermocouple,

penanganan batubara yang masuk pada stockpile, kondisi area stockpile dan waktu

timbunan batubara pada stockpiledengan wawancara dan mengamati langsung

dilapangan, serta arah angina yang dilakukan dengan bendera sederhana.

3.5.2. Studi Pustaka

Yaitu mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan membaca buku-buku

literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dan data-data serta

arsip perusahaan sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam pemecahan

masalah.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara dan

proses untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sesuai dengan tujuan

yang sudah ditetapkan. Pada pengolahan data ini ada beberapa hal yang akan

dilakukan yaitu:

1. Mengikuti, mengamati dan menganalisa secara langsung kegiatan di lapangan.


2. Evaluasi manajemen stockpile batubara untuk mencegah terjadinya swabakar.

Dengan parameter pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a) Pengukuran dimensi tumpukan batubara

Dari dimensi tumpukan batubara batubara yang telah diketahui

nantinya dapat menjadi bahan perbandingan dari teori yang didapatkan

dimana untuk tinggi timbunan yang direkomendasikan adalah 11-12

meter untuk waktu timbunan maksimal 30 hari dan 6 meter untuk waktu

timbunan lebih dari 30 hari.

b) Pengukuran suhu/temperatur perhari tumpukan batubara

Kegiatan ini dilakukan setiap hari pada pagi, dan siang hari, selama

waktu penelitian berlangsung, sehingga didapatkan perbandingan suhu

pada tumpukan batubara tersebut, apakah mengalami kenaikan yang

menyebabkan terjadinya swabakar atau tidak.Dengan acuan suhu kritis

batubara di tempat penimbunan berkisar ± 50 ‫ﹾ‬C (Hana Mulyana, 2005).

c) Sistem pencegahan swabakar dengan memperhatikan hal berikut: lama

timbunan, metode penimbunan dan arah angin.

Semakin lama batubara tertimbun pada stockpile tersebut maka

semakin rentan batubara itu mengalami proses swabakar. Sedangkan

untuk arah angin, semakin dominan angin yang menerpa sisi timbunan

batubara maka semakin cepat proses swabakar terjadi. Faktor inilah yang

akan menjadi tolak ukur dalam proses terjadinya swabakar yang

merupakan topik dalam melakukan penelitian ini.


40

d) Rekomendasi desain layout perbaikan dengan memperhatikan beberapa

faktor berikut: kemiringan sudut timbunan, tinggi timbunan,

memperhatikan sistem penanganan batubara, serta sistem paritan atau

drainase pada area stockpile

Setelah dilakukannya pengukuran dan pengamatan di area

stockpile tersebut dengan memperhatikan faktor diatas, maka dapat

menghasilkan rancangan manajemen stockpile batubara yang akan

menjadi bahan rekomendasi kepada perusahaan dan solusi pada

penelitian ini nantinya.

3.6.2 Analisa Data

Data yang akan di analisis berupa evaluasi manajemen stockpile batubara

pada PT. Miyor Pratama Coal ini adalah hasil pengolahan data dengan

pembahasan sebagai berikut:

1. Analisis dimensi tumpukan batubarayang baik dan sesuai peruntukannya

Pengukuran dimensi timbunan ini dilakukan agar dimensi tumpukan

batubara yang telah diketahui nantinya dapat menjadi bahan perbandingan dari

teori yang didapatkan.

2. Analisis perbandingan suhu perhari batubara pada tumpukan batubara

Analisis ini akan dilakukan untuk mendapatkan perbandingan suhu pada

tumpukan batubara tersebut, apakah mengalami kenaikan yang menyebabkan

terjadinya swabakar atau tidak.


3. Analisis terjadinya swabakar pada area stockpile.

Dengan memperhaitkan faktor berikut: lama timbunan, metode

penimbunan dan arah angin. Dari data ini didapatlah rekomendasi apakah

faktor diatas dapat menyebabkan swabakar pada stockpile tersebut atau tidak.

Karena swabakar dapat terjadi disebaban oleh beberapa faktor tersebut.

4. Analisis desain layout perbaikan stockpile batubara.

Rekomendasi desain layout perbaikan ini memperhatikan beberapa faktor

yaitu: kemiringan timbunan, tinggi timbunan, memperhatikan sistem

penanganan batubara, serta sistem paritan atau drainase pada area stockpile.

3.7 Kerangka Metodologi

Kerangka metodologi yang digunakan adalah seperti diperlihatkan pada

gambar diagram alir di bawah ini:

Evaluasi Manajemen Stockpile


Batubara Untuk Mencegah Terjadinya
Swabakar

Identifikasi Masalah
a. Manajemen stockpile PT. Miyor Pratama Coal belum
berjalan dengan baik.
b. Kurangnya penanganan batubara yang masuk dan keluar
pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal.
c. Adanya potensi gejala swabakar pada stockpile PT.
Miyor Pratama Coal yang menyebabkan menurunnya
kualitas batubara.
d. Adanya genangan air pada musim hujan di sekitar area
stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

Tujuan Penelitian
a. Menganalisis manajemen stockpile batubara pada PT. Miyor
Pratama Coal.
b. Merancang manajemen stockpile batubara yang ideal pada PT.
Miyor Pratama Coal.

A
42

Pengumpulan Data
-
Primer Sekunder
1. Geometri tumpukan batubara 1. Sejarah dan profil
2. Suhu/temperature tumpukan batubara 2. Perusahaan.
3. Penanganan batubara pada stockpile. 3. Peta Topografi.
4. Waktu timbunan batubara pada stockpile. 4. Peta Lay out.
5. Kondisi area stockpile. 5. Peta topografi.
6. Arah angin 6. Peta kesampaian daerah.

-
Pengolahan Data
1. Pengambilan suhu perhari batubara pada tumpukan batubara
2. Pengukuran dimensi tumpukan batubara
3. Menganalisis penyebab terjadinya swabakar pada area timbunan antara lain :
lama penimbunan, metode penimbunan, dimensi timbunan, arah angin dan
ukuran butir.
4. Rekomendasi desain layout perbaikan dengan memperhatikan beberapa faktor
berikut: kemiringan sudut timbunan, tinggi timbunan, memperhatikan sistem
penanganan batubara yang masuk dan keluar, serta sistem paritan atau
drainase pada area stockpile.

Analisis Data
1. Analisis dimensi tumpukan batubarayang baik dan sesuai peruntukannya.
2. Analisis perbandingan suhu perhari batubara pada tumpukan batubara
3. Analisis terjadinya swabakar pada area stockpile.
4. Analisis desain layout perbaikan stockpile batubara.

Hasil Analisa Data


1. Dimensi stockpile yang ideal untuk tumpukan
batubara PT. MPC adalah tinggi 5 meter, sudut 30 .‫ﹾ‬
Temperatur tumpukan rata-rata memiliki nilai lebih
besar dari 50 ‫ﹾ‬celcius yang melebihi suhu kritis
tumpukan batubara pada waktu siang hari, maka perlu
adanya pemantauan suhu secara berkala agar dapat
meminimalisir terjadinya swabakar
2. Rancangan Desain layout perbaikan untuk area
stockpile PT. MPC ini diantaranya desain lantai
dengan tambahan bedding coal dan sistem drainase.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data

4.1.1 Dimensi Tumpukan Batubara Pada Stockpile PT. Miyor Pratama

Coal

Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal ini terdiri dari 2 bagian, dimana

pada tempat tumpukan batubara yang dihasilkan dari front penambangan PT.

Miyor Pratama Coal sendiri, terletak di area depan, dan area belakang. Penelitian

yang dilakukan adalah pada area depan stockpile PT. Miyor Pratama Coal.

Berdasarkan pengamatan dilapangan, pada area stockpile terdapat beberapa

tumpukan yang terdiri dari dua kalori yang berbeda, yaitu tumpukan dengan kalori

rendah dan tumpukan dengan kalori tinggi.

Gambar 4.1 Denah Lokasi Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal

Tumpukan batubara yang berkalori rendah yaitu sekitar 3000-4000kcal,

kondisi aktual tumpukan ini sudah tidak diperhatikan lagi, dilihat dari umur

43
44

tumpukan yang sudah lebih dari satu tahun dan tidak ada aktivitas pengangkutan

maupun penimbunan lagi.Sedangkan batubara dengan kalori tinggi yaitu sekitar

6000-7000 kcal, selalu ada aktivitas pengangkutan maupun penimbunan dari front

penambangan PT. Miyor Pratama Coal.Penelitian dilakukan pada timbunan

batubara dengan kalori tinggi yaitu 6000-7000 kcal.

Kondisi timbunan batubara di area stockpile PT. Miyor Pratama Coal yang

berbentuk limas terpancung memanjang, kerucut terpancung dan membentuk

beberapa timbunan sesuai dengan kalori batubara yang masuk kedalam stockpile

tersebut.

1. Tinggi timbunan

Tinggi timbunan batubara sangat berkaitan dengan arah angin dan

keselamatan kerja, karena semakin tinggi dan terjal timbunan akan

mempengaruhi aliran arah angin yang masuk ke rongga timbunan batubara

dan berpotensi menimbulkan swabakar pada timbunan batubara,

sedangkan berkaitan dengan keselamatan kerja, timbunan yang terlalu

tinggi akan mengganggu stabilitas timbunan dan berpotensi menyebabkan

longsor. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan disesuaikan dengan

data yang didapatkan dari perusahaan, stockpile memiliki tinggi timbunan

yang bervariasi, seperti batubara berkalori rendah (dibawah 5000kcal)

memiliki tinggi 4 meter.Sedangkan untuk batubara dengan kalori tinggi

memliki tinggi timbunan dari 7 hingga 10 meter.


2. Sudut timbunan

Sudut timbunan dipengaruhi oleh arah angin yang menerpa timbunan,

sudut yang dibentuk oleh timbunan (angel of repose) dengan besaran sudut

yang aman berkisar antara 30˚-40˚.Sedangkan berdasarkan pengamatan di

lapangan, sudut yang dibentuk oleh stockpile PT. Miyor Pratama Coal

adalah 50˚-70˚.

Gambar 4.2 Sudut timbunan 50˚-70˚

Berdasarkan pengamatan di lapangan, dengan pengukuran pada tumpukan

berkalori tinggi, untuk batubara dengan kualitas rendah tidak dihitung

karena tumpukan batubara berkalori rendah ini sudah lama ditumpuk pada

stockpile yakni sudah lebih dari satu tahun dan tidak diperhatikan lagi oleh

perusahaan, sehingga bisa dikatakan tumpukan ini tidak dilakukan

aktivitas biasa pada stockpile biasanya, selain itu tumpukan batubara

berkalori rendah ini kondisi timbunan sudah mengeras dan sudah

bercampur dengan tanah. Dari pengukuran dimensi tumpukan pada


46

batubara dilapangan yang berbentuk kerucut terpancung ini didapatkan

hasil sebagai berikut:

Jari – jari Lingkaran Bawah (R) : Jari – jari lingkaran atas (r) :

Keliling Lingkaran bawah = 2 π R Keliling Lingkaran atas = 2 π r

36,7 m = 2 . 3,14 R 18,5 m = 2.3,14 r

R = 5,84 m r = 2,94 m

Panjang Sisi miring =8m

Tinggi = Sisi Miring2 − R − r 2

= 82 − 5,84 − 2,94 2

= 64 − 8,41

= 55,59 = 7,45 m

Y Tinggi 7,45
Kemiringan: Tan α =X = = 5,84 − 2,94 = 2,56
R−r

α = tan-1 2,56

= 68,66o

4.1.2 Suhu/Temperatur Tumpukan Batubara

Pengukuran temperatur pada tumpukan batubara dilakukan pada tumpukan

batubara kalori tinggi (6000-7000kcal) dengan menggunakan alat Thermocouple

dan ditandai dengan kayu berpita setelah melakukan pengukuran.


Gambar 4.3 Peralatan Untuk Mengukur Temperatur Tumpukan Batubara

Cara kerja alat ini sendiri yaitu dengan cara menancapkan besi yang sudah

di modifikasi pada kabel alat tersebut, lalu baca angka temperatur tumpukan

batubara pada alat Thermocouple yang secara otomatis angka tersebut muncul

pada alat. Selanjutnya beri tanda pada setiap titik pengukuran yang sudah

dilakukan dengan kayu kecil berpita.

Gambar 4.4 Proses Pengukuran Temperatur Tumpukan Batubara

Berdasarkan pengukuran temperatur tumpukan batubara dilapangan,

didapatkan hasil pengukuran pada pagi hari temperatur berada pada angka

dibawah suhu kritis (50 ‫ ﹾ‬celcius), sedangkan pada siang hari temperatur
48

tumpukan batubara naik hingga mencapai suhu kritis bahkan lebih.Hal ini

disebabkan oleh panas matahari dan angin yang menerpa sisi tumpukan batubara

tersebut. Pengukuran temperatur area tumpukan batubara ini dapat pada gambar

berikut:

Temperatur Tumpukan Batubara (Pagi, Pukul 09.00)


39
38
37
T1
TEMPERATUR (°C)

36
T2
35
T3
34
T4
33
32 T5

31 T6
30
RABU KAMIS JUMAT SABTU MINGGU SENIN SELASA

Gambar 4.5 Diagram temperatur tumpukan batubara pada pagi hari

Temperatur Tumpukan Batubara (Siang, Pukul 13.00)


60
58
56
T1
54
Temperatur (°C)

T2
52
T3
50
T4
48
46 T5

44 T6
42
RABU KAMIS JUMAT SABTU MINGGU SENIN SELASA

Gambar 4.6 Diagram temperatur tumpukan batubara pada siang hari


4.1.3 Penanganan Batubara Pada Stockpile PT. Miyor Pratama Coal

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilapangan, pola penimbunan di

stockpile PT. Miyor Pratama Coal menggunakan pola windrow, dengan

penimbunan kerucut penuh pada saat ditimbun oleh dump truck dari front

penambangan tanpa dilakukan pemadatan.

Sistem pengaturan timbunan seperti sistem first in first out yang memiliki

prinsip batubara yang dimuat harus segera diangkut menuju timbunan

lanjutan.Batubara yang di dumping pertama kali harus dikeluarkan pertama kali,

hal ini dilakukan untuk mencegah adanya swabakar yang menyebabkan

penurunan kualitas dari batubara.Sistem ini tidak diterapkan dengan baik oleh PT.

Miyor Pratama Coal, sehingga dapat menyebabkan batubara yang pertama masuk

umurnya semakin lama dan semakin berpotensi swabakar.

4.1.4 Waktu Timbunan Batubara Pada Stockpile

Umur tumpukan batubara yang diamati pada penelitian yaitu sudah

mencapai 3 bulan dimana batubara tersebut masuk ke stockpile pada bulan Maret

dan ditutup terpal yang terbuat dari plastik tebal.

4.1.5 Kondisi Area Stockpile

Kondisi area stockpile ini diantaranya sistem penirisan atau paritan, lantai

dasar serta kebersihan lingkungan sekitar stockpile.

4.1.5.1 Sistem Penirisan

Penirisan merupakan aliran buatan yang dibuat untuk mengalirkan air

disekitar timbunan batubara menuju kolam penampungan (settling pond).

Penirisan menjadi bagian yang penting untuk diperhatikan karena pada bagian ini,
50

air hujan yang masuk ketimbunan diarahkan untuk langsung dialirkan ke sistem

penirisan sehingga tidak menjadi genangan, karena apabila terjadi genangan maka

akan menimbulkan masalah lain di area sekitar terutama di area penimbunan.

Berdasarkan hasil pengamatan, sistem penirisan pada area timbunan

stockpile PT. Miyor Pratama Coal kurang baik dilihat dari tidak adanya paritan

pada area stockpile, adanya genangan air yang berada di lanti dasar stockpile,

selain itu juga terdapat batubara berukuran kecil ikut terbawa aliran air karena

tidak adanya sistem penirisan yang mendukung. Sehingga perlu adanya paritan

yang dapat mengalirkan air dengan baik pada saat hujan.

Gambar 4.7 Kondisi Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal

4.1.5.2 Lantai Dasar

Kondisi lantai dasar stockpile PT. Miyor Pratama Coal ini tidak dilakukan

pemadatan maupun bedding atau perlapisan lantai dasar stockpile melainkan

hanya lapisan tanah dan batuan asli pada area tersebut, sehingga dapat

menyebabkan tergerusnya lapisan tanah tersebut akibat pengangkutan dengan

menggunakan alat seperti excavator.


Gambar 4.8 Kondisi Lantai Stockpile PT. Miyor Pratama Coal

4.1.6 Arah Angin

Untuk menentukan arah angin ini dapat dilakukan dengan cara sederhana

yaitu menggunakan bendera yang ditancapkan pada sisi tumpukan batubara.

Pengamatan yang dilakukan dilapangan untuk angin yang menerpa sisi tumpukan

batubara tetap ada pada saat pengukuran temperatur tumpukan batubara

tersebut.Namun angin yang menerpa ini dihalang oleh terpal plastik yang

menutupi semua bagian tumpukan batubara.

Gambar 4.9 Penentuan Arah Angin Dengan Cara Sederhana


52

Swabakar merupakan kejadian terbakarnya batubara karena adanya

akomodasi dari oksigen dan panas matahari, ditambah dengan adanya aliran angin

yang masuk sehingga meningkatkan temperatur batubara. Gejala atau potensi

swabakar harus diperhatikan karena apabila terjadi swabakar di area stockpile,

maka akan terjadi penggerusan dari kekerasan batubara serta adanya pengurangan

kandungan air didalamnya yang akan menjaga kualitas batubara.

Selain itu juga batubara pada area stockpile PT. Miyor Pratama Coal yang

memiliki kalori tinggi (6000-7000kcal) setelah dilakukan penumpukan dari front

penambangan tidak langsung dilakukan pemadatan bahkan tumpukan batubara

tersebut ditutup menggunakan terpal yang terbuat dari plastik, selain itu juga

penerapan sistem FIFO (First In First Out) tidak diterapkan dengan baik. Ini

mengindikasikan bahwa batubara pada stockpile PT. Miyor Pratama Coal ini

rentan mengalami swabakar karena penanganan batubara yang masuk tidak

dilakukan sesuai dengan ketentuan, oleh karena itu dibutuhkan sistem

penangganan yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya swabakar di

area timbunan ini.

Sumber: www.stenlyroy.blogspot

Gambar 4.10 Potensi Swabakar


4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Dimensi Tumpukan Batubara Pada Stockpile PT. Miyor Pratama

Coal

Dimensi tumpukan batubara yang terdiri dari tinggi timbunan dan sudut

timbunan sangat mempengaruhi terjadinya swabakar. Berdasarkan pengamatan di

lapangan pada tumpukan batubara dengan kalori tinggi yaitu sekitar 6000-

7000kcal, tinggi timbunan dengan bentuk kerucut terpancung mencapai 7 meter,

sudut kemiringan lebih dari 60 ‫ﹾ‬, dengan umur tumpukan yaitu 3 bulan dan

ditutup terpal yang terbuat dari plastik tebal. Tinggi yang direkomendasikan untuk

umur tumpukan lebih dari 30 hari atau satu bulan adalah 6 meter.Maka tumpukan

batubara ini tingginya sedikit melampaui tinggi rekomendasi dan sudut tumpukan

yang terlalu menyudut serta ditutup terpal, yang terbuat dari plastik sehingga

dapat menyebabkan adanya potensi terjadinya swabakar. Batubara yang

terakumulasi jumlahnya setiap bulan akan menyimpan panas yang terakumulasi

akibat sirkulasi udara yang tidak lancar didalam area timbunan. Semakin lama

batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang tersimpan didalam

timbunan, karena volume udara yang terkandung di dalam timbunan semakin

besar sehingga kecepatan oksidasi semakin tinggi hal ini lah yang menyebabkan

terjadinya swabakar batubara diarea timbunan sehingga rekomendasi lama

penumpukan batubara adalah 4 minggu (30 hari) (Hana Mulyana, 2005 dalam M,

Nurul. F, dkk, 2016).


54

4.2.2 Temperatur Tumpukan Batubara Pada Stockpile PT. Miyor

Pratama Coal

Berdasarkan pengamatan di lapangan gajala swabakar yang kemungkinan

terjadi di area stockpile PT. Miyor Pratama Coal relatif besar, hal ini berdasarkan

data pengukuran suhu perhari batubara yang dilakukan di area timbunan

(Lampiran A). Dimana temperatur tumpukan batubara yang diamati memiliki nilai

yang cukup tinggi pada siang hari yang melebihi temperatur kritis tumpukan

batubara, dimana temperatur kritis tumpukan batubara adalah 50 ‫ ﹾ‬celcius.

4.2.3 Analisa Penyebab Terjadinya Swabakar Pada Timbunan Batubara

Sistem pencegahan swabakar adalah sistem yang digunakan untuk

mencegah terjadinya swabakar di area timbunan batubara. Sistem ini harus

dilakukan agar batubara yang ditimbun dapat terjaga kualitas dan meningkatkan

keamanan serta keselamatan pekerja di area sekitar stockpile PT. Miyor Pratama

Coal.

a. Lama Timbunan

Pengamatan dilapangan pada batubara yang ditumpuk pada stockpile

batubara PT. Miyor Pratama Coal memiliki umur tumpukan lebih dari 3 bulan.

Tinggi yang direkomendasikan untuk umur tumpukan lebih dari 30 hari atau satu

bulan adalah 6 meter.Maka tumpukan batubara ini tingginya sedikit melampaui

tinggi rekomendasi, sehingga dapat menyebabkan adanya potensi terjadinya

swabakar.
b. Metode Penimbunan

Penerapan manajemen FIFO (first in first out) kedalam rencana stockpile

PT. Miyor Pratama Coal dimana batubara yang masuk dari pit ke dalam area

stockpile akan ditimbun berdasarkan urutan yang sudah direncanakan, kemudian

pemuatan batubara dilakukan pada batubara yang pertama kali di dumping.

Manajemen ini direncanakan untuk diterapkan di area stockpile PT. Miyor

Pratama Coal dimana batubara yang pertama kali masuk ke area ini ditimbun dan

diangkut pertama kali kemudian secara berurutan dilakukan hal yang sama pada

batubara yang masuk.

c. Arah Angin

Pengamatan arah angin dilapangan dilakkukan dengan memancangkan

bendera sederhana pada sisi tumpukan batubara, namun tumpukan batubara ini

ditutup terpal plastic, hal ini membuat panas pada tumpukan batubara yang

tertutup terpal saat angin yang masuk pada sela terpal plastik yang berlubang

membuat udara tersebut terperangkap didalam tumpukan batubara sehingga akan

berpotensi swabakar.

4.2.4 Rencana Desain Layout Perbaikan Area StockpilePT. Miyor Pratama

Coal

Desain yang direncanakan ini diantaranya desain lantai dan sistem

penirisan pada area stockpile yang akan berpengaruh pada tumpukan batubara

diatasnya. Rencana desain lantai stockpile PT. Miyor Pratama Coal adalah

bedding coal yakni lapisan yang dibentuk dari batubara sisa atau yang tertinggal

saat pengangkutan pada stockpile,bedding coal ini dipadatkan agar bisa


56

mennopang batubara diatasnya, dibuat dengan ketebalan sekitar 50 cm agar tidak

terjadi pengotoran pada saat pengangkutan batubara.

Gambar 4.11 Desain Lantai Tumpukan Batubara

Desain dengan ketebalan sekitar 50 cm ini dibuat sesuai pengamatan lantai

area stockpile PT. Miyor Pratama Coal dilapangan, dibuat agak tebal dengan

ukuran tersebut agar dapat menopang beban tumpukan batubara dan 1tidak

mengikis lapisan tanah dibawahnya yang dapat menyebabkan pengotoran

batubara pada proses pengangkutan. Serta tinggi tumpukan batubara dibuat lebih

rendah yaitu 5 meter sesuai tinggi rekomendasi untuk tumpukan batubara lebih

dari satu bulan agar dapat meminimalisir potensi swabakar pada tumpukan

tersebut.

Rencana desain sistem penirisan ini dibuat mengelilingi tumpukan

batubara agar dan dialirkan pada tempat penampungan air yang agak landai atau

rendah permukaan tanahnya agar air dapat mengalir dengan baik pada saat hujan.
Gambar 4.12 Desain Sistem Penirisan

Rencana sistem pendukung stockpile seperti sistem penirisan ini

menggunakan konsep saluran terbuka alamiah di sekitar area timbunan yang

menyangkut efektifitas pekerjaan di area stockpile karena perannya sebagai

tempat mengalirnya air agar tidak menjadi genangan.


1m

1m

0,5 m
Gambar 4.13 Desain Dimensi Saluran Paritan

Desain saluran paritan ini dibuat dengan bentuk trapezium karena mudah

menampung serta mengalirkan air sehingga lantai stockpile tidak tergenang air

pada saat hujan. Ukuran tersebut diatas dibuat berdasarkan pengamatan

dilapangan yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi area stockpile

seperti kemiringan tanah dan luas area stockpile itu sendiri. Selain itu juga aliran

air yang berada pada area stockpile PT. Miyor Pratama Coal ini tidak terlalu besar,
58

sehingga sistem paritan dibuat tidak terlalu dalam dan luas, kondisi ini dapat

dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.14 Aliran Air Pada Area Stockpile


BAB V

ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA

5.1 Evaluasi Dimensi Tumpukan Batubara Pada StockpilePT. Miyor

Pratama Coal

Dimensi tumpukan batubara pada pengamatan dilapangan, dengan tinggi

yang melebihi tinggi rekomendasi yaitu 7 meter, sudut yang juga melebihi sudut

rekomendasi yaitu 30-40 ‫ﹾ‬, serta lama timbunan yang melebihi 3 bulan, maka

untuk dimensi ini sangat berpotensi swabakar, untuk itu dimensi yang baik untuk

tumpukan batubara ini adalah sebagai berikut tinggi 5 meter, sudut 30 ‫ ﹾ‬dan

menerapkan sistem FIFO (First In First Out) agar tumpukan batubara tidak

mengalami swabakar akibat terlalu lama pada stockpile.

Dimensi perbaikan tumpukan batubara ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.1 Desain Dimensi Tumpukan Batubara

Dengan desain diatas diharapkan agar potensi swabakar dapat

diminimalisir, sehingga dapat mengurangi kerugian bagi perusahaan akibat

menurunnya kualitas batubara dari efek swabakar tersebut.

59
60

5.2 Evaluasi Temperatur Tumpukan Batubara Pada Stockpile PT. Miyor

Pratama Coal

Pengukuran temperatur yang dilakukan pada tumpukan batubara seperti

yang terlampir pada lampiran A, memperlihatkan bahwa temperatur tumpukan

batubara ini mengalami kenaikan pada siang hari, disebabkan oleh panas matahari

yang menerpa sisi tumpukan tersebut.Pada siang hari temperatur tumpukan rata-

rata memiliki nilai lebih besar dari 50 ‫ﹾ‬celcius yang melebihi suhu kritis

tumpukan batubara.Untuk itu perlu adanya kontrol suhu secara berkala, dan

pengelolaan tumpukan batubara dengan menggunakan terpal plastik yang kurang

efektif untuk temperatur tumpukan tersebut.Pengukuran suhu ini dapat

menggunakan alat thermocouple dengan melakukan pengukuran setiap hari agar

dapat mengetahui potensi swabakar yang terjadi dan melakukan tindakan

pencegahan swabakar dengan cepat.

5.3 Analisis Terjadinya Swabakar Pada Tumpukan Batubara Pada Stockpile

PT. Miyor Pratama Coal

Potensi swabakar yang terjadi pada tumpukan batubara stockpile PT.

Miyor Pratama Coal disebabkan oleh beberapa hal diantaranya lama timbunan

yang melebihi jangka waktu rekomendasi, penerapan sistem FIFO (first in first

out) yang belum berjalan dengan baik, serta tumpukan batubara tersebut yang

ditutup menggunakan terpal plastik yang membuat udara yang masuk melalui sela

terpal plastik yang berlubang terperangkap dan menyebabkan suhu didalam

tumpukan menjadi naik.


5.4 Rencana Desain Layout Perbaikan Area Stockpile PT. Miyor Pratama

Coal

Desain layout perbaikan untuk area stockpile PT. Miyor Pratama Coal ini

diantaranya desain lantai dengan tambahan bedding coal dan Sistem drainase

bertujuan untuk meminimalisir dan mengeluarkan air dari stockpile. Setelah

dilakukan pengolahan data dengan mengamati area sekitar stockpile maka

didapatlah dimensi saluran untuk sistem penirisan ini dengan lebar dasar saluran

0,5 meter, tinggi 1 meter dan lebar permukaan aluran 1,5 meter dan mengarah ke

bagian pembuangan dengan permukaan tanah yang agak landai.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian pada bab sebelumnya, penulis mendapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Area Stockpile PT. Miyor Pratama Coal memiliki potensi swabakar pada

tumpukan batubara yang cukup besar disebabkan oleh dimensi timbunan yang

memiliki rata-rata tinggi tumpukan diatas 7 meter dengan sudut lebih dari

sudut angle of repose (30 ‫ﹾ‬-40 ‫ )ﹾ‬serta ditutup terpal yang terbuat dari plastik,

waktu timbunan batubara yang cukup lama yaitu 3 bulan melebihi waktu

rekomendasi, belum diterapkannya sistem FIFO (first in first out) dengan baik,

serta tidak didukung dengan sistem penirisan atau paritan.

2. Perencanaan desain dimensi tumpukan batubara dibuat dengan tinggi 5 meter

sesuai dengan tinggi rekomendasi, sudut tumpukan 30 ‫ﹾ‬sesuai sudut terendah

rekomendasi, desain dimensi tumpukan ini dibuat agar dapat mengurangi

potensi swabakar. Desain sistem drainase di area stockpile menggunakan

konsep saluran terbuka alamiah di sekitar area timbunan. Rencana

desaindrainase berbentuk trapesium dengan lebar permukaan 1m dan tinggi 1

m. Selain itu lantai stockpile didesain dengan penambahan bedding coal

dengan tebal sekitar 50 cm agar pada saat pengangkutan batubara tidak

tercampur dengan tanah dibawahnya.

62
63

6.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah didapat, maka penulis dapat

menyarankan sebagai berikut:

1. Tumpukan batubara area stockpile PT. Miyor Pratama Coal harus memiliki

tinggi kurang dari 7 meter jika ditumpuk lebih dari 1 bulan dan sudut

tumpukan harus dikurangi agar dapat meminimalisir terjadinya swabakar.

2. Penggunaan terpal plastik yang kurang efektif untuk menutupi tumpukan

batubara sangat tidak disarankan, karena membuat potensi swabakar menjadi

lebih tinggi. Untuk itu jika tetap menggunakan terpal plastik, segera buka

terpal plastic tersebut pada pagi hingga siang hari agar sirkulasi udara pada

tumpukan baik dan tutup kembali dengan terpal plastic pada sore hari.

3. Penerapan sistem FIFO (first in first out) pada penanganan batubara yang

masuk dan keluar pada area stockpile PT. MIyor Pratama Coal harus

diterapkan denngan baik agar dapat mengurangi potensi terjadinya swabakar.

4. Pembuatan saluran drainase atau penirisan pada area stockpile PT. Miyor

Pratama Coal sangat baik dilakukan agar lantai pada area stockpile tidak

becek dan banyak genangan air pada saat hujan. Selain itu kebersihan area

stockpile juga harus tetap dijaga.


DAFTAR PUSTAKA

Abdi, Alfarisi, dkk, Analisis Potensi Self Heating Batubara Pada Live Stock
Dan Temporary Stockpile Banko Barat Pt. Bukit Asam, Universitas
Sriwijaya,
Palembang, 2016.

Aliyusra, Jolo, Manajemen stockpile Untuk Mencegah Terjadinya Swabakar


di PT. PLN (Persero) Tidore, Universitas Muhammadiyah, Maluku Utara,
2017.

Anonim, Data-data dan Arsip-arsip Laporan, PT. Miyor Pratama Coal

Lakon, Utamakno dkk, Kajian Teknis Sistem Penimbunan Batubara Pada


Intermediate Stockpile di PT. Indonesia Pratama Tabang KabupatenKutai
Kartanegara Kalimantan Timur Sebagai Langkah Dalam Konservasi
Energi, UPN Veteran, Yogyakarta, 2017.

M, Nurul. F dkk, Analisis Terjadinya Swabakar Dan Pengaruhnya Terhadap


Kualitas Batubara Pada Area Timbunan 100/200 Pada Stockpile Kelok S
di PT. Kuansing Inti Makmur, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2016.

N, Maha. P dkk, Evaluasi Pengelolaan Limbah Cair Batubara Distockpile


PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Dermaga Kertapati, Universitas
Sriwijaya, Palembang, 2017.

Panji, Rayuda, Evaluasi Desain StockpileInpit Tambang Air Laya Upte Untuk
Memenuhi Target Produksi 2016 Pt. Bukit Asam (Persero) Tbk Tanjung
Enim Sumatera Selatan, STTIND Padang, 2017

Redha, Fathoni dkk, Manajemen Penimbunan Batubara Pada Lokasi Rom


Stockpile PT. Titan Wijaya, Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Ulok
Kupai, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, Universitas Islam
Bandung, 2016.

Riko, Ervil, dkk, Buku Panduan Penulisan dan Ujian Skripsi, Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang, Padang, 2016.

Syahrul, S, dkk, Efektifitas Penggunaan Cara Pemadatan Untuk Mencegah


Terjadinya Swabakar Pada Temporary Stockpile Pit 1b di PT. Bukit
Asam (Persero) Tbk. Tanjung Enim, Universitas Sriwijaya, Palembang,
2014.
Yuyun, Maryuningsih, Analisis Dampak Industri Stockpile Batubara
Terhadap Lingkungan Dan Tingkat Kesehatan Masyarakat Desa Pesisir
Rawaurip Kec. Pangenan Kab. Cirebon, Institut Agama Islam
Negeri(IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, Cirebon, 2015.
LAMPIRAN A

FORMAT PENGAMBILAN DATA


Nama Pengukur : Della Hiventa Widodo
Jenis Alat : Thermocouple TM—902c
Lokasi : Stockpile PT. Miyor Pratama Coal
Tumpukan Batubara : Kalori 6000-7000kcal
Waktu Pengukuran : Pagi Hari (Pukul 09.00)

TABEL PENGUKURAN SUHU TUMPUKAN BATUBARA


Titik Patok Pengamatan Dengan Satuan °Celcius
Hari/Tanggal T1 T2 T3 T4 T5 T6
Rabu/30 Mei
2018 38,2 35,2 35,3 37,1 38,6 36,7
Kamis/31 Mei
2018 34,1 38,2 37,5 37,5 35,2 38,4
Jum’at/1 Juni
2018 35,7 37,8 35,6 34,2 37,8 34,9
Sabtu/2 Juni
2018 33,8 36,5 36,3 35,7 35,9 37,3
Minggu/3 Juni
2018 36,2 33,4 34,2 34,6 38,5 36,5
Senin/4 Juni
2018 38,3 36,5 37,2 36,8 36,3 35,9
Selasa/5 Juni
2018 35,6 37,6 36,4 37,5 37,6 38,5
Suhu Tertinggi
Pertitik 38,3 38,2 37,5 37,5 38,6 38,5
Suhu Terendah
Pertitik 33,8 33,4 34,2 34,2 35,2 34,9
FORMAT PENGAMBILAN DATA
Nama Pengukur : Della Hiventa Widodo
Jenis Alat : Thermocouple TM—902c
Lokasi : Stockpile PT. Miyor Pratama Coal
Tumpukan Batubara : Kalori 6000-7000kcal
Waktu Pengukuran : Siang Hari (Pukul 13.00)

TABEL PENGUKURAN SUHU TUMPUKAN BATUBARA


Titik Patok Pengamatan Dengan Satuan °Celcius
Hari/Tanggal T1 T2 T3 T4 T5 T6
Rabu/30 Mei
2018 48,5 49,9 52,2 53,2 52,5 54,6
Kamis/31 Mei
2018 51,2 49,7 49,9 50,8 53,8 53,2
Jum’at/1 Juni
2018 50,5 52,7 50,9 54,8 57,6 55,2
Sabtu/2 Juni
2018 52,6 51,2 56,1 57,6 54,8 52,8
Minggu/3 Juni
2018 52,8 49,8 52,3 56,5 53,5 53,5
Senin/4 Juni
2018 51,2 53,2 50,9 51,4 54,7 53,2
Selasa/5 Juni
2018 50,9 51,2 52,1 55,2 52,8 51,5
Suhu Tertinggi
Pertitik 52,8 53,2 52,3 57,6 57,6 54,6
Suhu Terendah
Pertitik 48,5 48,7 49,9 50,8 52,5 51,5
LAMPIRAN B

LOKASI

Peta Lokasi dan Akses Jalan Kesampaian Daerah

Anda mungkin juga menyukai