Anda di halaman 1dari 23

i

LAPORAN AKHIR

MANAJEMEN TERNAK PERAH

OLEH:
NAMA : ANJAS BUDI SUSANTO
NIM : D1A019126
KELOMPOK : 2C
ASISTEN : HAFIIDH MUHAMMAD

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PERAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
ii

LAPORAN AKHIR
MANAJEMEN TERNAK PERAH

OLEH :
NAMA : ANJAS BUDI SUSANTO
NIM : D1A019126
KELOMPOK : 2C
ASISTEN : HAFIIDH MUHAMMAD

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kurikuler pada Praktikum


Mata Kuliah Manajemen Ternak Perah Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PERAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
iii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR
MANAJEMEN TERNAK PERAH

OLEH:
ANJAS BUDI SUSANTO
D1A019126

Diterima dan disetujui


Pada tanggal : ………………………..

Koordinator Asisten Asisten Pendamping

HAFIIDH MUHAMMAD HAFIIDH MUHAMMAD


NIM. D1B021014 NIM. D1B021014

DAFTAR ISI
iv

COVER......................................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................................2
1.3 Waktu dan Tempat.......................................................................................................2
II. PEMBAHASAN.................................................................................................................3
2.1 Pemeliharaan................................................................................................................3
2.2 Handling........................................................................................................................4
2.3 Perawatan Ternak.........................................................................................................4
2.4 Perkandangan...............................................................................................................5
2.5 Biosecurity dan Sanitasi................................................................................................6
2.6 Pemerahan...................................................................................................................7
2.7 BCS (Body Condition Score)..........................................................................................8
2.8 Evaluasi Kecukupan Pakan...........................................................................................9
III. PENUTUP...................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................11
3.2 Saran...........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................12
LAMPIRAN............................................................................................................................15
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sapi pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu sapi potong atau pedaging, dan sapi
penghasil susu atau sapi perah. Bangsa sapi perah yang memiliki produksi susu paling
tinggi diantara bangsa sapi lain adalah sapi Fries Holland (FH). Produksi susu sapi perah FH
di negara asalnya berkisar 6.000˗˗7.000 liter dalam satu masa laktasi. Produktivitas sapi
FH di Indonesia masih rendah dengan produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari atau
kurang lebih 3.050 Kg/laktasi. Sapi perah merupakan ternak penghasil susu utama untuk
mencukupi kebutuhan susu dunia bila dibandingkan dengan ternak penghasil susu yang
lain, sehingga dalam pemeliharaanya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu.
Usaha untuk meningkatkan produksi susu nasional dapat dilakukan dengan cara
peningkatan populasi sapi perah, perbaikan pemberian pakan dan tatalaksana,
sertaefisiensi reproduksi.
Manajemen perkandangan merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan sapi
perah. Kandang harus memenuhi aspek lingkungan yang aman bagi sapi perah seperti
terhindar dari angin kencang, terik matahari, air hujan, suhu udara malam hari yang
dingin, gangguan binatang buas, dan pencuri. Oleh karena itu, peternak sapi dituntut
untuk menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi terhadap kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan. Kandang sapi perah merupakan kandang yang
dirancang untuk hidup sapi dalam proses usaha pembibitan dan produksi susu pada
periode tertentu, mulai dari sapi baru lahir hingga dewasa.
Perawatan pada sapi perah merupakan salah satu hal yang penting untuk menjaga
kesehatan sapi perah. Terdapat beberapa perawatan yang biasa dilakukan oleh peternak,
yaitu pemotongan tanduk dan kuku serta memandikan sapi.Pakan adalah bahan yang
dapat dimakan dan menyediakan zat pakan untuk ternak. Bahan baku pakan adalah satu
bagian komponen atau suatu penyusun dari suatu kombinasi atau campuran suatu pakan,
mempunyai nilai nutrisi maupun tidak dalam pakan ternak, termasuk pakan tambahan,
bahan berasal dari tanaman, hewan atau hewan air atau bahan organik atau anorganik
lain. Bahan pakan adalah satu atau beberapa macam bahan baik diolah, setengah jadi
atau bahan baku yang bertujuan untuk dibuat menjadi pakan atau diberikan langsung
kepada hewan.
2

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui manajemen pemeliharaan ternak perah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui handling dan perawatan ternak perah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui manajemen perkandangan ternak perah.
4. Mahasiswa dapat mengetahui sanitasi ternak perah.
5. Mahasiswa dapat mengetahui proses pemerahan ternak perah.
6. Mahasiswa dapat mengetahui cara mengukur BCS pada ternak perah.
7. Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi kecukupan pakan ternak perah.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum “Pemeliharaan, Handling dan Perawatan Ternak” dilakukan pada Rabu, 1
September 2021 pukul 19.00 WIB – selesai secara online dengan menggunakan media
Whatsapp, Google Classroom, dan Google Meet, dan praktikum mandiri dilaksanakan
pada Senin, 20 September 2021 pukul 02.00 WIB – selesai di Experimental Farm.
Praktikum “Perkandangan, Sanitasi dan Pemerahan” dilakukan pada Rabu, 8
September 2021 pukul 19.00 WIB – selesai secara online dengan menggunakan media
Whatsapp, Google Classroom, dan Google Meet, dan praktikum mandiri dilaksanakan
pada Selasa, 21 September 2021 pukul 02.00 WIB – selesai di Experimental Farm.
Praktikum “Body Condition Score dan Evaluasi Kecukupan Pakan” dilakukan pada
Rabu, 15 September 2021 pukul 19.00 WIB – selesai secara online dengan menggunakan
media Whatsapp, Google Classroom, dan Google Meet, dan praktikum mandiri
dilaksanakan pada Rabu, 22 September 2021 pukul 02.00 WIB – selesai di Experimental
Farm.
3

II. PEMBAHASAN

2.1 Pemeliharaan
Sapi merupakan hewan ruminansia besar yang dipelihara dengan tujuan untuk
dimanfaatkan hasil daging atupun produksi susunya. Sapi dibagi menjadi dua jenis, yaitu
sapi potong dan sapi perah. Sapi perah menghasilkan susu yang memiliki nilai gizi tinggi
dan bernilai ekonomi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Mahmud, dkk (2020) bahwa susu sebagai salah satu bahan pangan sumber
protein hewani yang bernilai gizi tinggi dan sangat penting dalam mencukupi kebutuhan
gizi masyarakat.
Pemeliharaan ternak penting terhadap produktivitas ternak karena tata laksana
pemeliharaan yang baik akan menentukan kualitas dan kuantitas produksi ternak. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Sari, dkk (2016) bahwa pengetahuan mengenai
manajemen pemeliharaan dan manajemen reproduksi berguna untuk efisiensi
reproduksi. Pemeliharaan ternak perah perlu dilaksanakan secara rutin dan konsisten,
baik berkaitan dengan kebersihan, pemberian pakan, dan perawatan ternak.
Pemeliharaan hewan ternak meliputi pemberian pakan dan minum, pemandian ternak
perah, pembersihan kandang, dan pencampuran konsentrat. Pemberian pakan pada
ternak perah terbagi menjadi konsentrat dan hijauan. Pakan hijauan sebanyak 60% dan
40% konsentrat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ramadhan, dkk (2013) yang
menyatakan bahwa koefisien cerna tidak menyimpang terlalu jauh dan tetap dapat
menghasilkan susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak susu dalam
batas - batas normal bila BK ransum disusun 60% hijauan : 40% konsentrat. Pemberian
pakan dan air minum ternak dilakukan dengan membelakangi kepala ternak agar proses
pemberian pakan maupun air minum tidak mengalami gangguan.
Pemandian bertujuan agar ternak tetap terjaga kebersihan dan kesterilannya. Hal
tersebut dilakukan untuk mengindari ambing dan puting dari mikroorganisme yang dapat
menimbulkan penyakit pada ternak. Londa, dkk (2013) menyatakan bahwa untuk
melakukan pemerahan pada ternak sapi perah dalam keadaan bersih. Memandikan sapi
perah dapat dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir dan disikat searah pada
4

bagian yang kotor. Bagian ambing tidak boleh disikat tetapi cukup disiram saja.
Surjowardojo (2011) menambahkan bahwa pemerah hendaknya memandikan sapi,
membersihkan ambing dengan air hangat yang dibasuhkan dengan handuk dan
mengeringkan ambing dengan handuk kering.
2.2 Handling
Handling merupakan salah satu teknik perawatan yang digunakan peternak supa
ternak mudah dipelihara. Secara prinsip, handling adalah merubah susunan dan
menggabungkan seutas tali tambang pelintiran membentuk kerangka moncong sapi yang
melingkar ke leher sehingga ternak mudah dihandling. Nugroho (2008) menjelaskan
handling harus dilakukan dengan baik dan benar supaya tidak menyebabkan cidera bagi
ternak dan orang yang menanganinya karena ternak ruminansia memiliki tenaga yang
besar dan tanduk untuk menyeruduk.
Penanganan ternak terutama sapi memerlukan keterampilan, pengetahuan, dan
alat-alat yang mendukung untuk mempermudah handling salah satunya adalah membuat
tali brangus. Hal tersebut sesuai dengan Ilmi (2012) bahwa dalam menangani sapi,
peternak perlu memiliki pengetahuan mengenali tali temali terlebih dahulu agar bisa
merestrain dengan baik. Proses handling pada ternak membutuhkan seutas tali untuk
mempermudah proses handling. Didukung oleh Mufidah (2018) bahwa tali pengikat sapi
agar sapi menjadi jinak disebut Halter.
Secara umum, bobot badan sapi dapat diketahui dengan melakukan
penimbangan. Namun bisa juga menggunakan alat pengukur lainnya walaupun hasilnya
tidak setepat timbangan sapi, yaitu pita ukur. Cara menggunakan alat ini adalah dengan
mengukur lingkar dada sapi. Selanjutnya dengan menggunakan rumus, bobot badan sapi
dapat diukur. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat dari Susanto, dkk. (2017)
bahwa lingkar dada diukur dalam satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti
lingkaran dada atau tubuh tepat di belakang kaki depan ternak dengan menggunakan pita
ukur. Data bobot badan diperoleh dengan cara menimbang sapi, dengan memasukan sapi
ke dalam kandang jepit yang sudah dilengkapi dengan timbangan ternak.
2.3 Perawatan Ternak
Perawatan ternak perah dapat dilakukan salah satunya dengan cara pemotongan
kuku. Prinsip dilakukannya pemotongan kuku pada sapi yaitu untuk mengembalikan
bentuk dan fungsi normal kuku sapi dengan memotong dan merapihkan kuku pada sapi
5

menggunakan alat potong kuku, sehingga tidak mengganggu aktivitas ternak perah. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Sudono (2003) bahwa kegiatan pemotongan kuku
pada sapi bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran
pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah deteksi dini laminitis dan
kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku.
Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di
dalam kandang. Lingkungan yang lembab dan kotor akan mempermudah timbulnya luka
pada interdigiti yang akan menyebabkan masuknya kuman. Kuku sapi yang tidak dipotong
merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit pada kuku Hinarno, dkk (2018). Kuku
yang panjang juga dapat menyebabkan kelainan pada bagian kaki. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Rakhmawati, dkk. (2013) yaitu bila faktor perawatan tidak diperhatikan,
maka dapat menimbulkan kelainan dan kerusakan pada kuku, serta memicu timbulnya
penyakit yang dapat memengaruhi kesehatan sapi.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau foot and mouth disease merupakan penyakit
hewan yang terjadi hampir pada seluruh negara di dunia,penyakit ini sangat cepat
menular dan menimbulkan kerugian besar bagi peternak. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
merupakan salah satu penyakit sapi yang dimasukkan kedalam daftar A Organisasi
Kesehatan Hewan Dunia. Menurut Ardianto, dkk. (2012) gejala klinis yang tampak pada
hewan yang terserang penyakit ini hampir sama dengan penyakit sapi ngorok , namun
yang paling Nampak jelas dan membedakan adalah ternak yang terserang penyakit ini
mengalami luka seperti luka melepuh pada mulut bagian dalam dan daerah sekitar kuku.
Penyakit foot rot berkembang di bagian kuku sapi. Sering disebut sebagai penyakit
kuku busuk (Pembusukan kaki atau kuku). Menurut Handika dan Jakaria (2018) kuman
fusiformis masuk ke dalam celah kuku sapi dan berkembang disana, bahkan daya tahan
kuman tersebut semakin lama jika berada di dalam kuku sapi. Penyebab masuknya kuman
ini adalah dimana kuku sapi terluka akibat hantaman benda keras di tempat yang kotor
dan akhirnya kuman masuk dan berkembang pesat.
2.4 Perkandangan
Pada konstruksi bangunan kandang sapi perah dapat diketahui bahwa sebagian
besar bangunan kandang merupakan bangunan permanen yang kuat dan kokoh. Ada
beberapa aturan yang harus diikuti agar ternak merasa nyaman dan aman dalam kandang
tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Sasi (2016) bahwa dalam mendesain
6

kandang sapi terdapat aturan khusus yang harus diikuti, hal itu dikarenakan desain
kandang sapi dapat sangat berpengaruh dengan mood sapi itu sendiri, sedangkan mood
sapi akan berpengaruh terhadap banyaknya susu yang dihasilkan dan kualitas susu yang
dihasilkan. Bangunan kandang terbuat dari batu bata dan semen. Lantai kandang sapi
perah terbuat dari bahan yang keras dan kuat yaitu terbuat dari pasir semen sehingga
lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tetap dapat menopang beban sapi diatasnya.
Pada beberapa kandang juga terdapat karpet karet yang digunakan sebagai alas bagi
ternak sehingga sapi perah tetap merasa nyaman walaupun bangunan lantainya keras.
Namun, masih terdapat kandang yang tidak mempunyai sudut kemiringan pada bagian
lantai. Hal tersebut sesuai dengan Maulida (2013) bahwa kemiringan pada lantai
diperlukan untuk memudahkan peternak dalam melakukan proses pembersihan kandang
dan menjaga lantai kandang supaya tetap kering.
Fungsi daripada kandang pada ternak sapi perah adalah sebagai pelindung dari
berbagai cuaca baik pada saat hujan atau pada saat terkena panas sinar matahari. Sesuai
dengan Pernyataan Kusumawati dan Tjahjati (2014) bahwa kandang ternak harus dapat
berfungsi sebagai pelindung ternak dari bebagai kondisi cuaca baik terik maupun hujan,
keadaan suhu disiang maupun malam hari, gangguan binatang buas, dan pencurian.
Selaras dengan pendapat Putra, dkk (2018) bahwa secara umum kandang berfungsi
sebagai tempat untuk tempat berlindung ternak dari cuaca yang tidak menentu,
contohnya panas, hujan serta angin. Menjaga keamanan ternak dari tindakan pencurian,
dan melindungi ternak dari penyakit. Disamping itu, kandang berfungsi supaya
memudahkan perawatan, pengawasan, dan sebagainya yang berkaitan dengan
penanganan ternak. Fungsi lain dari kandang adalah untuk memudahkan pembersihan
kotoran ternak.
Lokasi kandang harus jauh dari pemukiman, berada ditempat tinggi, dekat dengan
sumber air bersih dan cukup sinar matahari. Hal tersebut sependapat dengan pernyataan
dari Syarif dan Harianto (2011), Lokasi kandang harus dekat dengan sumber air, tidak
membahayakan ternak dan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Lokasi usaha
peternakan diusahakan bukan areal yang masuk dalam daerah perluasan kota dan juga
merupakan daerah yang nyaman dan layak untuk peternakan sapi perah
2.5 Biosecurity dan Sanitasi
7

Sanitasi merupakan kegiatan untuk melindungi dan mencegah hewan ternak dari
berbagai macam penyakit. Hal tersebut sesuai dengan Anggriani dan Mariana (2016)
menyatakan bahwa sanitasi kandang adalah cara pemeliharaan kandang yang meliputi
kebersihan lingkungan ternak seperti kandang, tempat pakan dan minum, serta
kesehatan ternak skaligus pemili ternak tersebut. Sesuai dengan pendapat Nurjanah, dkk
(2018) bahwa Sanitasi kandang ternak adalah suatu upaya guna mensterilkan ternak dari
berbagai bibit penyakit maupun parasit lainnya dengan cara pemberian obat-obatan
pengendendali seperti disifektan dengan dosisi tertentu.
Biosecurity dalam kandang merupakan hal yang vital dalam sebuah peternakan.
Biosecuriti sendiri bertujuan untuk membunuh virus yang akan masuk kedalam suatu
peternakan. Hal tersebut sesuai dengan Martyuzal (2020) upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah sapi tertular penyakit ataumenyebarluaskan penyakit yaitu dengan
tindakan biosekuriti. Dalam sebuah peternakan, kesehatan ternak adalah suatu hal yang
paling penting dan harus di perhatikan baik baik. Mekonnen, dkk (2012) menyatakan
bahwa Kesehatan ternak merupakan aspek yang sangat penting dalam keberhasilan
budidaya sapi perah karena ternak mampu berproduksi dengan optimal jika dalam
kondisi sehat.
Pada suatu peternakan penyebaran penyakit dapat terjadi sangat komplek hal ini
dapat disebabkan akibat kepadatan populasi dalam suatu kandang, spesies atau bangsa
hewan, dan sistem sanitasi pada peternakan tersebut, sehingga pengembangan
biosekuriti sangat penting guna mencegah masuk dan tersebarnya penyakit yang
merugikan Hal ini sesuai dengan Pendapat Sudono, dkk (2011) Biosecurity pada
peternakan dapat meliputi sanitasi peternakan, pagar pelindung, pengawasan yang ketat
lalu lintas pengunjung dan kendaraan, menghindari kontak dengan hewan liar,
mempunyai fasilitas bangunan yang memadai, penerapan karantina dan menerapkan
sistem tata cara penggantian stok hewan.
2.6 Pemerahan
Pemerahan merupakan tindakan mengeluarkan susu dari ambing yang bertujuan
untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Proses pemerahan pada sapi perah
sebelumya dilakukan sanitasi terlebih dahulu, yaitu dengan cara mencuci tangan sebelum
melekukan pemerahan serta mengeringkan tangan dan mengolesi tangan dengan vaselin
atau pelicin. Sebelum kegiatan pemerhan dimulai ambing pada sapi terlebih dahulu
8

dibersihkan dengan menggunakan air hangat. Pernyataan tersebut sesuai dengan


pendapat Cahyono dkk (2013) yang menyatakan bahwa kontaminasi bakteri pada proses
pemerahan seringkali bearasal dari tangan pemerah itu sendiri karena kebersihan tangan
pemerah sering tidak diperhatikan. Upaya yang harus disarankan yaitu dengan cara
mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan pemerahan. Proses pemerahan dilakukan
pada pagi dan sore hari. Pada pemerahan pagi hari biasanya dilakukan sekitar pukul 06.00
sedangkan proses pemerahan pada sore hari dilakukan sekitar pukul 15.00. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Christi, dkk (2020) yang menyatakan bahwa Umumnya
pemerahan susu di tingkatpeternak rakyat dilakukan sebanyak dua kali yaitu pemerahan
di pagi dan sore hari.
Sapi perah harus selalu bersih, karena akan berdampak kepada kesehatan sapi itu
sendiri, caranya yaitu dengan memandikan sapi perah hendaknya dilakukan setiap hari
untuk menjaga agar sapi tetap sehat dan bersih sehingga bakteri penyebab mastitis tidak
mudah menginfeksi. Disamping itu, memandikan sapi bertujuan untuk memperlancar
proses metabolisme dalam memproduksi susu agar tetap tinggi dan stabil, serta menjaga
susu tetap bersih dari bulu bulu yang rontok maupun kotoran yang menempel pada kulit.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Bimantoro (2014) yang menyatakan bahwa
debu terutama debu kotoran dapat mencemari susu apabila tempat buangan dan
pengeringan kotoran sapi berdekatan dengan kandang ketika dilakukan pemerahan
sehingga mikroorganisme dapat masuk melalui kotoran yang menempel pada tubuh sapi.
Didukung dengan pernyataan Londa, dkk (2013) bahwa penggunaan pelicin bertujuan
untuk memudahkan dalam pemerahan dan meminimumkan terjadinya luka bahkan
infeksi pada puting.
Penyakit yang paling banyak dialami dalam pemerahan sapi adalah mastitis. Mastitis
adalah penyakit yang menyerang ambing sapi. Mastitis disebabkan oleh bakteri, penyakit
ini dapat dicegah dengan cara memberihkan ambing menggunakan cairan desinfektan
yang dilakukan setelah pemerahan. Hal tersebut sesuai dengan Pisestyani dan Herwin
(2017) yang menyatakan bahwa mastitis merupakan peradangan ambing yang dapat
disebabkan oleh masuknya bakteri melalui lubangputing. Salah satu kegiatan yang dapat
mencegah infeksi bakteri ke dalam jaringan internal ambing adalah celupputing setelah
pemerahan.
2.7 BCS (Body Condition Score)
9

Body Condition Score (BCS) merupakan suatu metode untuk memberi skor kondisi
tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan terhadap lemak tubuh pada
bagian tertentu tubuh ternak. Bertujuan untuk mengetahui pencapaian standar
kecukupan cadangan lemak tubuh yang akan mempengaruhi dalam penampilan produksi
susu, dan efesiensi reproduksi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Surjowardjojo dan
Sarwiyono (2016) yang menyatakan bahwa Body Condition Score adalah metode
pengukuran terhadap keefektifan sistem pemberian pakan pada sapi perah, tujuannya
adalah untuk mengetahui pencapaian standar kecukupan cadangan lemak tubuh yang
akan mempengaruhi efisiensi reproduksi, sedangkan efisiensi reproduksi sapi perah akan
berpengaruh terhadap produksi susu. Didukung dengan Aziz, dkk (2019) bahwa penilaian
BCS merupakan suatu metode penilaian kondisi tubuh ternak baik secara visual (inspeksi)
maupun dengan perabaan (palpasi) terhadap lemak tubuh pada bagian tertentu.
Tubuh yang kurus menandakan bahwa ternak tersebut kekurangan pakan dan
menyebabkan terlambat birahi pada ternak akibat kerja fisiologis didalam tubuh ternak
yang kurang baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hidayat (2013) yang
menyatakan bahwa Body Conditioning Score yang ideal menghasilkan produksi susu yang
optimal sekitar 18,49 liter per hari dibanding dengan BCS kurang ideal maupun melebihi
ideal. Semakin tinggi nilai BCS maka produksi susu semakin menurun dan pada BCS yang
rendah produksi susu yang dihasilkan juga kurang maksimal. Apabila ternak mempunyai
bobot badan yang melebihi bobot badan yang ideal, ternak tersebut akan mengalami
penurunan produktivitas dan penyakit metabolisme lainnya, sebaliknya apabila ternak
memiliki bobot badan kurang dari bobot badan ideal akan berdampak pada sistem
reproduksinya.
Body condition score (BCS) perlu dilakukan oleh peternak agar dapat mengetahui
bagaimana kondisi ternak dalam mengonsumsi pakannya. Sesuai dengan pernyataan dari
Baco (2011) bahwa BCS dapat digunakan untuk pendugaan status nutrisi, mengetahui
status produksi sapi. BCS ini telah digunakan sebagai alat yang praktis dan penting dalam
menilai kondisi tubuh ternak, karena BCS merupakan indikator sederhana yang terbaik
untuk melihat cadangan lemak yang tersedia dan dapat digunakan untuk menilai ternak
dalam apapun periodenya. Didukung oleh pernyataan Gunawan, dkk (2011) BCS
dimaksudkan untuk memberikan kriteria pada seekor ternak sapi yang dinilai secara
kualitatif.
10

2.8 Evaluasi Kecukupan Pakan


Konsumsi pakan yang di berikan dapat menjadi parameter dalam mengetahui nilai
parameter palatabilitas suatu bahan pakan yang dapat menyebabkan pertumbuhan
bobot badan ternak yang optimal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tedy dan Taeny
(2016) bahwa konsumsi pakan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk menilai kualitas pakan ternak yang dapat menyebabkan pertumbuhan dari ternak
ruminansia menjadi lebih optimal.
Pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya
perkembangan. Menghitung konsumsi pakan ternak dapat dengan cara mencari hasil
selisih dari jumlah pemberian dan jumlah sisa maka akan mengalami kesalahan karena
tiap bahan pakan pemberian dan sisa memiliki perbedaan nutrient serta tiap bahan pakan
selalu dinyatakan dalam Bahan Kering (BK). Pernyataan tersebut sesuai dengan Murni,
dkk (2012) bahwa bahan organik merupakan bagian terbesar nutrien yang dibutuhkan
oleh ternak. Bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik
merupakan bagian terbesar dari bahan kering. Tinggi rendahnya konsumsi bahan organik
akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya konsumsi bahan kering. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar komponen bahan kering terdiri dari komponen bahan organik, perbedaan
keduanya terletak pada kandungan abunya. Pemberian pakan pada ternak ruminansia
yang baik adalah dilakukan pemberian konsentrat terlebih dahulu yang kemudian
diberikan pakan hijauan dengan jangka waktu minimal 2 jam. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Arifin, dkk (2012) bahwa pemberian pakan dilakukan dengan memberikan
pakan konsentrat terlebih dahulu kepada ternak kemudian diberikan rumput lapangan
segar. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya guna pakan, menambah unsur
pakan yang defisien dan kecernaan pakan. Alasan lain bahwa ternak yang diberikan
konsentrat terlebih dahulu maka mikroba dalam rumen tersebut cenderung akan
memanfaatkan konsentrat terlebih dahulu sebagai sumber energy dan protein yang
nantinya dapat dimanfaatkan oleh pakan kasar yang ada serta mikroba rumen akan lebih
mudah dan cepat berkembang biak.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah umur, bobot badan, status
fisiologis, jenis kelamin, rasio hijauan dan konsentrat. Frekuensi pemberian pakan,
kepadatan kendang dan temperatur. Suhu dingin menyebabkan konsumsi pakan semakin
meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila suhu panas maka konsumsi pakan akan
11

semakin menurun. Hal tersebut sesuai pendapat Suherman dkk (2015) bahwa ternak sapi
perah yang tidak tahan terhadap panas, produktifitasnya akan turun akibat menurunnya
konsumsi pakan.
Ternak sapi apabila mengalami kelebihan BK, kelebihan PK, dan kelebihan TDN,
dapat dikatakan bahwa nutrien yang diberikan sudah lebih dari cukup untuk ternak
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Budiawan, dkk (2015) yang menyatakan
bahwa apabila terjadi kekurangan nutrisi pakan pada ternak, maka secara otomatis ternak
tersebut akan mengalami gangguan pada produksi maupun reproduksinya.

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pemeliharaan ternak penting terhadap produktivitas ternak karena tata laksana
pemeliharaan yang baik akan menentukan kualitas dan kuantitas produksi ternak.
2. Handling merupakan salah satu teknik perawatan yang digunakan peternak supa
ternak mudah dipelihara.
3. Perawatan ternak perah dapat dilakukan salah satunya dengan cara pemotongan
kuku.
4. Kandang merupakan tempat ternak melakukan aktivitas produksi, sehingga
kenyamanan dan bentuk kandang perlu diperhatikan supaya ternak merasa
nyaman dan tidak mengganggu proses produksi.
5. Biosecurity bertujuan untuk membunuh virus yang akan masuk kedalam suatu
peternakan. Sanitasi merupakan tindakan pencegahan penyakit melalui menjaga
kebersihan untuk memperoleh lingkungan yang sehat, bersih dan higienis.
6. Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing yang bertujuan
untuk mendapatkan produksi susu.
7. Body Condition Score (BCS), merupakan suatu metode untuk memberi skor
kondisi tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan terhadap lemak
tubuh pada bagian tertentu tubuh ternak.
8. konsumsi pakan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
menilai kualitas pakan ternak yang dapat menyebabkan pertumbuhan dari ternak
ruminansia menjadi lebih optimal.
12

3.2 Saran
1. Sebaiknya penyampaian materi dijelaskan secara lebih rinci agar tidak terjadi
kesalah pahaman materi oleh praktikan

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, A., & Mariana, E. (2016). Evaluasi aspek teknis pemeliharaan sapi perah
menuju good dairy farming practices pada peternakan sapi perah rakyat Pondok
Ranggon. Jurnal Agripet, 16(2), 90-96.
Ardianto, W., Anggraeni, W., & Mukhlason, A. (2012). Pembuatan sistem pakar untuk
pendeteksian dan penanganan dini pada penyakit sapi berbasis mobile android
dengan kajian kinerja teknik knowledge representation. Jurnal Teknik ITS, 1(1),
A310-A315.
Arifin, M., & Adhianto, K. 2012. Pengaruh Penambahan Konsentrat dengan Kadar Protein
Kasar yang Berbeda pada Ransum Basal terhadap Performans Kambing Boerawa
Pasca Sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 1(1):1-7
Aziz, C. N., Purwantini, D. D., & Astuti, T. Y. (2019). Hubungan Antara Kemiringan Rusuk,
Sudut dan Lebar Panggul Terhadap Body Condition Score (BCS) pada Sapi Perah
Friesian Holstein di BBPTU HPT Baturraden. ANGON: Journal of Animal Science and
Technology, 1(1), 65- 74.
Baco, S. 2011. Konservasi Sapi Bali sebagai Plasma Nutfah Ternak Indonesia. Buletin
Peternakan. 40 : 12 – 21.
Bimantoro, S. 2014. Penaruh Hygiene Pemerah dan Sanitasi Kandang terhadap Jumlah
Cemaran Mikroba pada Susu Sapi di Peternakan Mojosongo Boyolali. Skripsi.
Kesmas Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Budiawan, A. Y. R., Shrestha, S., N., & Gaire, T.N (2010). Effect of nutrition on
reproduction- A review. Advances in Applied Science Research 4 (1): 421-429.
Cahyono, D., M. C. H. Padega dan M. E. Sawitri. 2013. Kajian Kualitas Mikrobiologis Total
Plate Count (TPC), Enterobactericeae dan Staphylococcus Aureus Susu Sapi Segar
di Kecamatan Krucil Kbupaten Probolinggo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak.
Vol 8(1) : 1 – 8.
Christi, Raden Febrianto, et al. "Perbandingan Susu Sapi Perah pada Pemerahan Pagi dan
Sore Terhadap Total Plate Count dan Colioform di KUD Gemah Ripah, Sukabumi
Jawa Barat." Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 7.1 (2020): 65-69.
13

Gunawan, F., A, Putra, dan Rusdhi. 2021. PENENTUAN BOBOT BADAN SAPI PERANAKAN
ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN PROFIL BODY CONDITION SCORE (BCS) DI
KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG. In Scenario (Seminar
of Social Sciences Engineering and Humaniora) (pp. 80-91).
Handika, R., & Jakaria, D. A. (2018). Sistem pakar diagnosa penyakit sapi dengan metode
certainty factor. Jurnal Manajemen dan Teknik Informatika (JUMANTAKA), 1(1).
Hidayat, R., A. Zabiq, M. F. Ridho, M. Yuniarti, dan D. Samsudewa. 2016. Peran Mahasiswa
Dalam Pendampingan Penguatan Pakan Induk Sapi Potong Di Kabupaten
Kebumen. Jurnal Info. 18 (3) : 97 – 103.
Hinarno., H. E. Anggraeni, F. Bari, A. Suwandi, I. Setiawan, dan Rukmana. 2018. Tata
Laksana Pemotongan Kuku pada Sapi Perah. ARSHI 2 (1) : 11-12.
Ilmi,F.F., I.W.Batan, dan I.G.Soma. 2012. Karakteristik Simpul Tali Telusuk Sapi Bali dan
Tali Keluh Sapi. Indonesia Medicus Veterinus 1(3) : 305-319.
Londa, P. K., P.O.V. Waleleng, R.A.J. Legrans-A, dan F. H. Elly. 2013. Analisis Break Even
Poin (BEP) Usaha Ternak Sapi Perah Tarekat MSC di Kelurahan Pnaras Kota
Tomohon. Jurnal Zootek. 32(1): 158-166.
Mahmud, A., W. Busono, dan P. Surjowardojo. 2020. Reproduksi Sapi Perah Friesian
Holstein pada Berbagai Periode Laktasi. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 6(1):
89- 92.
Martyuzal, Z. (2020). Penerapan Biosekuriti Di Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor.
Student e-Journal. 5(3): 1 – 8.
Maulida, F.N (2013). Tatalaksana kesehatan peternakan sapi perah rakyat di kecematan
Cisarua, Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor
Mekonnen, M.H., Asmamaw, K., Courreau, J.F., 2012. Husbandry practices and health in
smallholder dairy farms near Addis Ababa, Ethiopia. Prev Vet Med. 74(2):99-107.
Mufidah, A. D., & Adi, I. R. 2018. Pemberdayaan Masyarakat oleh PT Nestle Indonesia
Melalui Kelompok Sapi Perah Budi Luhur. Journal of Social Welfare. 19(2): 109-
131.
Murni, R., Akmal, dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao yang
Difermentasi dengan Kapang Phanerochaete Chrysosporium sebagai Pengganti
Hijauan dalam Ransum Ternak Kambing.Agrinak. 2(1):6-10.
Nugroho P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia Jilid 3. Jakarta (ID): Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Pisestyani, Herwin, et al. "Perlakuan celup puting setelah pemerahan terhadap
keberadaan bakteri patogen, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae,
dan E. coli pada sapi perah penderita mastitis subklinis di peternakan Kunak
Bogor." Jurnal Sain Veteriner 35.1 (2017): 63-70.
14

Putra, F. A. I. A., Hidayat, N., & Afirianto, T. 2018. Penentuan Kelayakan Kandang Sapi
Menggunakan Analytic Hierarcy Process-Weighted (AHP-WP)[Studi Kasus UPT
Pembibitan Ternak Dan Hijauan Makanan Ternak Singosari]. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN, 2548, 964X.
Rakhmawati I, Batann IW, Suata IK. 2013. Kejadian Kuku Aladin pada Sapi Bali. Denpasar.
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
Ramadhan, B. G., Suprayogi, T. H., dan Sustiyah, A. 2013. Tampilan produksi susu dan
kadar lemak susu kambing Peranakan Ettawa akibat pemberian pakan dengan
imbangan hijauan dan konsentrat yang berbeda (Doctoral dissertation,
Diponegoro University). Animal Agriculture Journal. 2(1): 353 – 361.
Sari, C., M. Hartonob, dan S. Suharyatib. 2016. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Service
Per Conception Sapi Perah pada Peternakan Rakyat di Provinsi Lampung. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu 4 (4) : 313-318.
Sarjowardojo P., dan Sarwiyono. 2013. Pengaruh Body Condition Score Sapi Perah
Friesian Holstein Bunting Tua terhadap Jumlah dan Kadar Protein Kolostrum.
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Sasi, A. O. (2016). Fasilitas Rekreasi dan Kuliner Susu Sapi Perah di Kota Batu. eDimensi
Arsitektur Petra, 4(2), 833-840.
Setiawan,H., D,W Harjanti., Dan P,Sambodho. 2018. Hubungan Antara Konsumsi Protein
Pakan Dengan Produksi Dan Protein Susu Sapi Perah Rakyat Di Kabupaten Klaten.
Jurnal Agromedia 36(1) : 10-15.
Sudono A., Rosdiana R. F., dan Setiawan B. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Surjowardojo, P. 2011. Tingkat Kejadian Mastitis dengan Whiteside Test dan Produksi
Susu Sapi Perah Friesien Holstein. Jurnal Ternak Tropika. 12(1): 46-55.
Suherman, D. dan B. P. Purwanto. 2015. Respon Fisiologi Sapi Perah Dara Fries Holland
yang diberi Kosentrat dengan Tingkat Energi Berbeda. Jurnal Sains Peternakan 10
(1) : 13-21.
Susanto, M. R. A., Dewi, R. K., & Dahlan, M. (2017). Kesesuaian Rumus Schrool dan Pita
Ukur Terhadap Bobot Badan Sapi Brahman Cross Di Kelompok Ternak Sumber Jaya
Dusun Pilanggot Desa Wonokromo Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. 
Syarif, E. K., & Harianto, B. (2011). Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Perah. AgroMedia.
Tedy S. dan T. Fahmi. 2016. Aplikasi Pakan Lengkap Berbahan Baku Lokal Untuk
Penggemukkan Sapi Potong PO Di Kabupaten Ciamis. Buletin Hasil Kajian 6 (6) : 22
– 26.
15

LAMPIRAN

Log Book dan Lembar Kerja


16
17
18
19

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai