Anda di halaman 1dari 7

JHECDs, 5 (2), 2019 hal.

62-68

Studi Literatur

Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan Leptospirosis

Epidemiology, diagnosis, and prevention of Leptospirosis

Wening Widjajanti

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga
Jl. Hasanudin No.123, Mangunsari, Kec. Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah
Korespondensi: weningwidjaja@gmail.com
DOI : https://dx.doi.org/10.22435/jhecds.v5i2.174

Tanggal diterima 27 Agustus 2018, Revisi pertama 30 Agustus 2018, Revisi terakhir 10 Desember 2019, Disetujui 13
Desember 2019, Terbit daring 3 Januari 2020

Abstract. Leptospirosis is a zoonotic disease caused by Leptospira bacteria and is transmitted by rats. The disease is mostly found
in the tropics and sub tropics in the rainy season. Leptospirosis occurs because of the complex interaction between disease carriers,
host and the environment. Leptospira bacteria can infect humans through injuries that exist in the soles of the feet and also the
human mucosa. Humans with poor health behaviors have the potential to be infected with this bacteria. Likewise, poor sanitation
supports the occurrence of leptospirosis in humans. The diagnosis of leptospirosis is done by Rapid Diagnostic Test, Polymerase
Chain Reaction, Microscopic Agglutination Test, and others. Treatment of leptospirosis in the form of doxycycline, and intravenous
penicillin G. Hemodialysis and mechanical respiratory ventilation are given in case of renal failure and bleeding in the lungs.
Prevention of leptospirosis is done by prevention in animals as a source of infection, transmission routes and humans.
Keywords: epidemiology, diagnosis, prevention, leptospirosis

Abstrak. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan oleh tikus.
Penyakit ini kebanyakan ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis pada musim penghujan. Leptospirosis terjadi karena
adanya interaksi yang kompleks antara pembawa penyakit, tuan rumah/pejamu dan lingkungan. Bakteri Leptospira dapat
menginfeksi manusia melalui luka yang ada di kulit dan mukosa tubuhnya. Manusia dengan perilaku kesehatan yang buruk
berpotensi untuk terinfeksi bakteri ini. Demikian juga dengan sanitasi yang buruk mendukung terjadinya kasus leptospirosis
pada manusia. Diagnosis leptospirosis dilakukan dengan Rapid Diagnostic Test, Polymerase Chain Reaction, Microscopic
Agglutination Test, dan lainnya. Pengobatan leptospirosis berupa doksisiklin dan penisilin G intravena. Hemodialisis dan
pemberian ventilasi pernafasan mekanis diberikan jika terjadi gagal ginjal dan perdarahan pada paru-paru. Pencegahan
leptospirosis dilakukan dengan pencegahan pada hewan sebagai sumber infeksi, jalur penularan dan manusia.
Kata kunci : epidemiologi, diagnosis, pencegahan, leptospirosis

DOI : https://dx.doi.org/10.22435/jhecds.v5i2.174
Cara sitasi : Widjajanti W. Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan Leptospirosis.
(How to cite) J.Health.Epidemiol.Commun.Dis. 2019;5(2): 62-68.

62
JHECDs Vol. 5, No. 2, Desember 2019

Pendahuluan lingkungan di wilayah tropis sangat mendukung


penyebaran bakteri Leptospira, karena bakteri ini
Leptospirosis pada manusia pertama kali cocok hidup pada lingkungan dengan temperatur
ditemukan oleh Van der Scheer pada tahun 1892 hangat, pH air dan tanah netral, kelembaban dan
di Indonesia, namun isolasi baru dapat dilakukan curah hujan yang tinggi.10 Terlebih jika kondisi
pada tahun 1922 oleh Vervoort.1 Sejak pertama lingkungan dalam keadaan yang buruk yang
kali ditemukan sampai dengan saat ini leptosprosis mendukung perkembangan dan lama hidup bakteri.
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Di wilayah Asia Pasifik leptospirosis di kategorikan
karena belum dapat dikendalikan. Menurut catatan sebagai penyakit yang ditularkan melalui media air
Kementerian Kesehatan, selama tahun 2014 – (water borne disease), terlebih air yang sudah
2016 terdapat tujuh provinsi yang melaporkan terkontaminasi oleh bakteri Leptospira.11
adanya kejadian leptospirosis, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Laporan dari Pusat Data dan Informasi
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten dan Kalimantan Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa Case
Selatan.2 Fatality Rate (CFR) tertinggi kasus leptospirosis
pada tahun 2016 ada di Provinsi Banten sebesar
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis 60%, Daerah Istimewa Yogyakarta 35,29% dan
menular yang dapat menimbulkan wabah jika tidak Jawa Tengah 18,29%.2
dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin.3
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira Leptospirosis terjadi jika ada kontak antara
yang dapat menginfeksi manusia dan hewan.4 manusia dengan hewan atau lingkungan yang sudah
Kejadian leptospirosis biasanya dihubungkan terinfeksi bakteri Leptospira. Manifestasi
dengan bencana banjir, air pasang di daerah pantai, leptospirosis ini beragam mulai dari gejala demam,
daerah rawa atau lahan gambut.5–7 ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta
kerusakan ginjal.5 Sedangkan hewan yang terinfeksi
Tulisan ini merupakan hasil reviu yang membahas oleh leptospira belum tentu tampak dalam kondisi
tentang epidemiologi dan cara mendiagnosis sakit, karena bakteri ini bersifat komensal pada
leptospirosis dengan lebih teliti. Sehingga akan beberapa jenis hewan termasuk tikus yang dikenal
didapatkan rekomendasi untuk melakukan sebagi reservoir leptospirosis di Indonesia.12
pencegahan leptospirosis dengan mengurangi
risiko terinfeksi bakteri Leptospira. Secara alamiah leptospirosis terjadi karena adanya
interaksi yang sangat kompleks dan beragam
antara agent (pembawa penyakit), host (tuan
Metode
tumah/pejamu) dan environment (lingkungan).13,14
Artikel ini ditulis berdasarkan reviu dari berbagai Penjelasan tiap faktor akan dibahas sebagai berikut.
sumber literatur baik dari artikel ilmiah yang terbit
dalam bentuk jurnal, text book, peraturan Agent (Pembawa Penyakit)
perundangan, petunjuk teknis dan laporan hasil Agent atau pembawa penyakit adalah
penelitian. Artikel ilmiah yang ada di media mikroorganisme infeksius atau patogen.13
nasional ataupun internasional yang berkaitan Pembawa leptospirosis adalah bakteri berbentuk
dengan leptospirosis, epidemiologi, diagnosis dan spiral berpilin yang masuk dalam genus Leptospira.15
pencegahan leptospirosis ditelusur dengan Bakteri ini bersifat komensal pada hewan dan
menggunakan peramban. Peramban yang secara alamiah memang berada di tubulus ginjal
digunakan berupa ejournal.litbang.depkes.go.id/; dan saluran kelamin hewan tertentu.16
google scholar; PLos One; elsevier; NCBI;
intechopen; academic.oup; website resmi World Bakteri Leptospira memiliki dua lapis membran,
Health Organization (WHO); dan website resmi berbentuk spiral, lentur, tipis dengan tebal 0,1 µm
Kementerian Kesehatan. dan panjang 10-20 µm. Pada kedua ujungnya
terdapat kait berupa flagelum periplasmik.
Artikel yang ditemukan sebanyak 207 naskah, Bergerak maju mundur dan memutar sepanjang
kemudian diseleksi berdasarkan topik yang terkait sumbunya. Bakteri ini dapat hidup di dalam air
dengan epidemiologi, diagnosis dan pencegahan tawar selama kurang lebih satu bulan dan peka
leptospirosis sehingga ditemukan 46 artikel yang terhadap asam. Dalam air laut, air selokan dan air
relevan dengan tujuan penulisan artikel. kemih yang pekat, bakteri ini akan cepat mati.17
Hasil Berdasarkan strainnya, bakteri Leptospira
dibedakan menjadi strain yang patogen dan non-
Epidemiologi patogen. Leptospira patogen dikenal sebagai L.
interrogans, sedangkan yang non-patogen dikenal
Leptospirosis tersebar luas di negara-negara yang
sebagai L. biflexa. Bakteri Leptospira memiliki lebih
beriklim tropis termasuk Indonesia.8,9 Kondisi
dari 250 buah serovar patogen yang terbagi ke

63
Widjajanti W. Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan...

dalam 25 serogrup.16 Beberapa serovar yang Environment (Lingkungan)


ditemukan selama ini di Indonesia antara lain
Environment atau lingkungan adalah faktor
adalah serovar hardjo, tarassovi, pomona, australis,
ekstrinsik yang dapat mempengaruhi pembawa
rachmati, bataviae, djasiman, icterohamorragie,
penyakit dan memberikan kesempatan pada
hebdomadis, autumnalis, dan canicola.10,18–20
pembawa penyakit untuk menyebarkan penyakit,
termasuk faktor fisik, biologi dan sosial ekonomi.13
Host (Tuan Rumah/Pejamu)
Penyakit leptospirosis ini biasanya terjadi pada
Host atau tuan rumah adalah manusia yang dapat
wilayah tropis dan subtropis yang memiliki curah
terserang penyakit.13 Penyakit Leptospira memiliki
hujan tinggi, udara yang hangat dan lembab serta
dua pejamu, yaitu binatang/mamalia dan manusia.
biasanya terjadi setelah banjir berlangsung.6,8,27
Mamalia yang menjadi pejamu ini dikenal dengan
Biasanya setelah banjir berakhir, manusia dan
sebutan reservoir, berupa binatang buas dan juga
binatang akan terpapar oleh air maupun tanah yang
ternak, termasuk tikus. Di Indonesia, sumber
terkontaminasi bakteri Leptospira. Lingkungan
penularan utama leptospirosis adalah tikus.1 Tikus
dengan genangan air di sekitar rumah berhubungan
yang terinfeksi oleh bakteri Leptospira terkadang
dengan kejadian leptospirosis, selain itu, rumah
tampak dalam keadaan sehat, karena bakteri ini
dengan dinding dapur bukan dari tembok, tidak ada
bersifat komensal terhadap binatang inangnya.
langit-langit di rumah, tempat sampah terbuka,
Beberapa spesies tikus yang menjadi reservoir
kondisi rumah yang tidak rapi juga berhubungan
leptospirosis di Indonesia di antaranya adalah
dengan kejadian leptospirosis dan daerah yang
Rattus tanezumi, Rattus norvegicus, Bandicota indica,
rawan banjir.10,36,37
Rattus exculan, Mus musculus dan Suncus
murinus.12,20–25 Manusia dan binatang dapat terinfeksi oleh bakteri
ini melalui kontak antara kulit atau mukosa dengan
Leptospirosis pada manusia menampakkan gejala
air maupun tanah yang mengandung urin binatang
yang bervariasi, mulai dari gejala ringan sampai
yang terinfeksi oleh bakteri ini.27 Infeksi juga dapat
dengan berat, tergantung jenis serovar yang masuk
terjadi jika manusia mengkonsumsi air ataupun
ke dalam tubuh manusia.17 Gejala klinis
makanan yang sudah terkontaminasi oleh bakteri
leptospirosis setelah masa inkubasi berupa
Leptospira.
demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, batuk,
rasa tidak nyaman di badan, muntah, nyeri pada Bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia
perut, diare, sufusi konjungtiva, jaundice, urin melalui luka yang ada di kulit, membran mukosa
berwarna seperti teh, oliguria, anuria, batuk (hidung, mulut dan mata), atau bahkan melalui air
berdarah, perdarahan pada kulit, pusing dan minum. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia,
lesu.9,15,26 Penyakit ini dapat menimbulkan bakteri ini berada di dalam darah dan menyerang
kerusakan beberapa organ berupa kegagalan hati jaringan dan organ tubuh.16
akut, kegagalan ginjal akut, perdarahan pada paru-
paru, miokarditis dan meningoencephalitis yang Faktor Risiko Leptospirosis
berakhir pada kematian.15,27 Faktor risiko leptospirosis ini sangat bervariasi,
Leptospirosis sebagian besar menyerang laki-laki tergantung dari faktor sosial budaya, pekerjaan,
pada usia produktif, bekerja di luar rumah, perilaku dan lingkungan.27,32
memiliki kontak dengan tikus dan juga air yang
terkontaminasi dengan bakteri Leptospira.6,18,35,21,28– Beberapa pekerjaan yang sangat berisiko untuk
34 terkena leptospirosis adalah pekerjaan yang
berkaitan dengan pertanian, peternakan, pekerja
Sayangnya leptospirosis ini kurang dikenali, kebun, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah
diabaikan dan tidak dilaporkan, karena dianggap potong hewan, pemburu dan tentara.1,38 Pekerjaan
sebagai demam biasa, bahkan tenaga medis ini risikonya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
biasanya kurang tepat dalam menegakkan diagnosis pekerjaan yang lain.27 Selain itu, pekerjaan sebagai
karena gejala penyakit ini bervariasi dan tidak buruh juga berisiko terkena leptospirosis.27
spesifik.8,15 Gejala leptospirosis mirip sekali dengan Aktivitas rekreasi di tempat yang berair dan
demam dengue atau demam berdarah dengue, melakukan perjalanan ke wilayah endemis juga
malaria dan scrub thypus.27 Untuk melakukan merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis.11,26
konfirmasi leptospirosis diperlukan tes
laboratorium atau menggunakan Rapid Diagnostic Lingkungan yang berlumpur berupa area
Test (RDT), sayangnya tidak semua wilayah persawahan menjadi faktor risiko kejadian
memiliki laboratorium yang memadai dan tersedia leptospirosis.27 Lingkungan yang dekat dengan garis
RDT leptospirosis. pantai juga berisiko leptospirosis. Selain itu juga
daerah rawan banjir, perkebunan dan peternakan.1

64
JHECDs Vol. 5, No. 2, Desember 2019

Hari 2 – 10 Hari 4 - 7 Hari 1 - 3 Hari 0 - >30

Masa Inkubasi Masa Septikemik Interfase Fase Imunitas

Bakteri masuk ke tubuh Demam, sakit kepala, nyeri Demam dan gejala lainnya Demam timbul kembali dan
melalui luka atau permukaan otot, mual secara tiba-tiba; sembuh sementara, sebelum melibatkan susunan saraf
mukosa; Leptospira dapat diisolasi dari memasuki masa imun. pusat (meningitis);
flagel bakteri membantu darah, cairan serebro spinal; Antibodi Leptospira mulai
proses penetrasi ke jaringan. Sebagian besar penderita membersihkan Leptospira
tidak nampak kuning, hanya dar jaringan kecuali pada
5-10% saja. ginjal;
Leptospira keluar melalui urin
dalam jangka waktu yang
lama

Gambar 1. Perjalanan Khas Leptospirosis


Sumber : Dr Richard A. Collins, Hong Kong dalam WHO.

Diagnosis penegakan diagnosis leptospirosis berdasarkan


rekomendasi dari WHO.38
Diagnosis leptospirosis dapat dilakukan baik pada
hewan maupun manusia. Pada hewan diagnosis Pengobatan
dilakukan pada ginjal dan limpa, sedangkan pada
manusia diagnosis dilakukan pada serum, plasma Pengobatan leptospirosis tergantung pada tingkat
darah, urin dan cairan serebrospinal. Diagnosis keparahannya. Bagi penderita leptosiprosis ringan
laboratorium leptospirosis melibatkan dua pengobatannya berupa tablet doksisiklin dengan
kelompok pengujian. Kelompok pertama didesain dosis 100 mg diminum dua kali sehari selama tujuh
untuk mendeteksi antibodi anti-leptospira, hari. Bagi penderita leptospirosis sedang dan/atau
sedangkan kelompok kedua untuk mendeteksi berat pengobatannya berupa penicilin G intravena
Leptospira, antigen Leptospira atau asam nukleat dengan dosis 1,5 MU setiap enam jam selama tujuh
Leptospira pada cairan tubuh maupun jaringan. hari. Jika terjadi gagal ginjal perlu dilakukan
Kultur dan Microscopic Agglutination Test (MAT) hemodialisa dan perlu dilakukan ventilasi
adalah standar emas untuk diagnosis laboratorium pernafasan mekanis jika terjadi perdarahan pada
dan yang paling banyak digunakan. Beberapa cara paru-paru. Bagi orang yang memiliki risiko tinggi
skrining cepat penegakan diagnosis leptospirosis terkena leptospirosis, maka perlu diberikan
telah dikembangkan, di antaranya Enzyme Linked doksisiklin oral sebagai profilaksis sebesar 200 mg
Immunosorbent Assay (ELISA), uji aglutinasi lateks, per minggu selama terpapar risiko.38–40
uji aliran lateral dan dipstik IgM, tapi sayangnya Pencegahan
sensitivitas alat tersebut masih sangat rendah
terutama pada saat fase akut. Selain MAT, alat Berdasarkan saran WHO, upaya pencegahan
diagnosis yang digunakan adalah Polymerase Chain leptospirosis dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu
Reaction (PCR) yang terbukti berguna untuk pada hewan sebagai sumber infeksi, jalur penularan
mendiagnosis leptospirosis lebih awal sebelum dan manusia.16
dimulainya produksi antibodi, sayangnya biaya Pada hewan sebagai sumber infeksi, pencegahan
operasional PCR ini sangat mahal, sehingga dirasa dilakukan dengan memberikan vaksin kepada
kurang efisien.27 hewan yang berpotensi tertular leptospirosis.38
Diagnosis kasus leptospirosis pada manusia dapat Selain itu kebersihan kandang hewan peliharaan
dilakukan pada saat masa akut, transisi dari masa juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
akut ke masa imun dan fase imun. Pada masa akut leptospirosis pada hewan.
diagnosis dilakukan dengan mengkultur bakteri Pada jalur penularan, pencegahan yang bisa
Leptospira dari darah, urin dan cairan dilakukan adalah dengan memutus jalur penularan.
serebrospinal; selain itu diagnosis dilakukan Jalur penularan adalah lingkungan yang bisa menjadi
melalui PCR. Saat masa transisi dari fase akut ke tempat berkembang biak dan hidup bakteri
fase imun diagnosis dilakukan melalui uji ELISA IgM Leptospira.41 Lingkungan dengan kondisi sanitasi
dan dipstik. Pada saat fase imun diagnosis dilakukan yang buruk menjadi faktor risiko terjadinya
melalui uji MAT, yang merupakan standar emas leptospirosis.22,42,43 Kegiatan yang dapat dilakukan

65
Widjajanti W. Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan...

untuk mencegah leptospirosis adalah dengan sehat menjadi tantangan utama untuk mencegah
menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat terjadinya leptospirosis. Masyarakat yang memiliki
tinggal, supaya tidak menjadi sarang tikus, pengetahuan yang baik tentang leptospirosis akan
termasuk tempat penyimpanan air, penanganan memiliki sikap yang baik juga dan diharapkan
sampah yang benar sehingga tidak menjadi sarang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat.
tikus.1,28 Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan
pemberian sosialisasi kepada masyarakat tentang
Pada manusia, pencegahan yang bisa dilakukan
bahaya dan cara pencegahan leptospirosis.
dengan menjaga kebersihan individu setelah Sosialisasi dapat dilakukan oleh petugas kesehatan
beraktivitas di lokasi yang berisiko terpapar maupun kader kesehatan yang ada di masyarakat
leptospirosis; pendidikan kesehatan untuk melalui ceramah, penempelan poster, penyebaran
menggunakan alat pelindung diri bagi pekerja yang leaflet.
bekerja di lingkungan yang berisiko leptospirosis;
menjaga kebersihan kandang hewan peliharaan; Pengurangan Risiko Leptospirosis
membersihkan habitat sarang tikus;
Kejadian leptospirosis biasanya terjadi pada daerah
pemberantasan hewan pengerat bila kondisi
dengan sanitasi lingkungan yang buruk, rendahnya
memungkinkan dan pemberian kaporit atau
perilaku hidup bersih dan sehat dan keberadaan
sodium hipoklorit pada air tampungan yang akan
tikus pembawa bakteri Leptospira di lingkungan
digunakan oleh masyarakat.1,44,45 Selain itu perlu
tersebut. Untuk mengurangi risiko terjadinya
juga dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat
leptospirosis dapat dilakukan dengan memperbaiki
akan bahaya penyakit ini, terlebih bagi kelompok
kondisi lingkungan yang buruk dan meningkatkan
masyarakat yang memiliki risiko tinggi dan juga
perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk melakukan
penyedia pelayanan kesehatan.45,46
pemberantasan tikus sangat sulit untuk
dilaksanakan, mengingat keberadaan tikus yang
Pembahasan tersebar di berbagai tempat dan kondisi.
Tantangan yang Dihadapi
Penyakit Leptospira atau leptospirosis ringan pada Kesimpulan dan Saran
dasarnya tidak berbahaya jika mendapat
Leptospirosis merupakan penyakit yang ditularkan
pengobatan dengan cepat dan tepat. Lain halnya
dengan leptospirosis sedang dan/atau berat yang oleh bakteri Leptospira baik kepada manusia
perlu penanganan khusus. Permasalahan yang maupun hewan. Penyakit ini terjadi karena adanya
dihadapi adalah gejala dan tanda leptospirosis ini interaksi yang kompleks antara pembawa penyakit,
sangat mirip dengan gejala dan tanda penyakit tuan rumah/pejamu dan lingkungan. Bakteri
demam dengue atau demam berdarah dengue, Leptospira bersifat komensal pada ginjal mamalia,
malaria dan scrub thypus, sehingga membuat tenaga termasuk tikus. Manusia dapat terkena
medis kurang tepat dalam melakukan penegakkan leptospirosis jika ada bakteri Leptospira yang masuk
diagnosis. Kurang tepat dalam menegakkan ke dalam tubuhnya melalui luka pada kulit maupun
diagnosis berakibat kurang tepat dalam pemberian mukosa tubuh. Lingkungan dengan sanitasi yang
pengobatan kepada pasien. Peningkatan buruk mendukung terjadinya leptospirosis.
kemampuan tenaga medis untuk menegakkan Pencegahan leptospirosis dilakukan dengan
diagnosis leptospirosis sangat diperlukan, supaya
meminimalisir masuknya bakteri ini ke tubuh
penderita dapat segera ditangani dengan cepat dan
manusia dengan memiliki perilaku hidup bersih dan
tepat. Selain itu alat untuk mendiagnosis
leptospirosis secara cepat dan tepat juga harus sehat dan juga menjaga kesehatan lingkungan
tersedia di pelayanan kesehatan primer sekitar.
masyarakat, misanya berupa RDT.
Ucapan Terima Kasih
Kebersihan diri dan lingkungan juga sangat
berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah yang Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor
bekerja dan beraktivitas di tempat yang berisiko dan Reservoir Penyakit dalam memfasilitasi
terkena leptospirosis cenderung untuk penulisan naskah publikasi ini.
mengabaikan perilaku hidup bersih dan sehat.
Padahal perilaku hidup bersih dan sehat adalah
kunci utama untuk mencegah terjadinya Kontribusi Penulis
leptospirosis. Peningkatan pengetahuan WW berperan sebagai kontributor utama dalam
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan penulisan artikel ini, mulai dari mengkonsep,

66
JHECDs Vol. 5, No. 2, Desember 2019

mencari literatur dan mensarikan semua literatur 2016;10(1):35–40.


sampai menjadi artikel. 13. U.S. Department of Health and Human Services
CDC. Principles of Epidemiology in Public Health
Daftar Pustaka Practice. Third Edit. Atlanta: U.S. Department of
Health and Human Services CDC; 2012.
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku
14. United States Department of Agriculture, Animal
Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
and Plant Health Inspection Service, Veterinary
Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan
Services. FAD PReP/Nahems Guidelines
Keracunan Pangan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 1-97 p. Surveillance Epidemiology and Tracing (2014).
Ames: The Center for Food Security and Public
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Health Iowa State University; 2014.
RI. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
15. Lau C, Smythe L, Weinstein P. Leptospirosis: An
2016. Jakarta; 2017.
emerging disease in travellers. Travel Med Infect
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Dis [Internet]. 2010;8(1):33–9. Available from:
Permenkes Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 http://dx.doi.org/10.1016/j.tmaid.2009.12.002
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
16. World Health Organization. Fact Sheet
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Leptospirosis [Internet]. Available from:
Penaggulangan. Jakarta, Indonesia; 2010.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21497651
4. Zavitsanou A, Babatsikou F. Leptospirosis:
17. Kusmiyati, Noor SM, Supar. Leptospirosis pada
Epidemiology and Preventive measures. Heal Sci J.
Hewan dan Manusia di Indonesia. Wartazoa.
2008;2:75–82.
2005;15(4):213–9.
5. Widoyono W. Infeksi Bakteri. In: Penyakit Tropis
18. Raharjo J, Hadisaputro S, Winarto. Faktor Risiko
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Host pada Kejadian Leptospirosis di Kabupaten
Pemberantasannya. Kedua. Jakarta: Penerbit
Demak. Balaba. 2015;11(2):105–10.
Erlangga; 2011. p. 63–8.
19. Mulyono A, Ristiyanto, WP DB. Survei Serovar
6. Pramestuti N, Djati AP, Kesuma AP. Faktor Risiko
Leptospira dan Inang Reservoir Leptospirosis di
Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis Paska
Banyumas. In: Keanekaragaman dan Pemanfaatan
Banjir di Kabupaten Pati Tahun 2014. Vektora.
Sumberdaya Mikroba Tropika Indonesia. Salatiga;
2015;7(1):1–6.
p. 20–3.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Diagnosa
20. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor
dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan
dan Reservoir Penyakit. Penanggulangan
Leptospirosis di Indonesia. Jakarta: Departemen
Terintegrasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit
Kesehatan RI; 2008.
Tular Vektor Dan Reservoir di Jawa Tengah.
8. Benacer D, Thong KL, Min NC, Verasahib K Bin, Salatiga; 2014.
Galloway RL, Hartskeerl RA, et al. Epidemiology
21. Yunianto B, Ramadhani T. Kajian Epidemiologis
of human leptospirosis in Malaysia, 2004-2012.
Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang dan
Acta Trop [Internet]. 2016;157:162–8. Available
Kabupaten Demak Tahun 2008. BALABA.
from:
2010;6(01):7–11.
http://dx.doi.org/10.1016/j.actatropica.2016.01.03
1 22. Dwi Handayani F, Ristiyanto. Distribusi dan Faktor
Resiko Lingkungan Penularan Leptospirosis di
9. Amilasan AT, Ujiie M, Suzuki M, Salva E, Belo
Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Media Litbang
MCP, Koizumi N, et al. Outbreak of Leptospirosis
Kesehat. 2008;XVIII(4):193–201.
after Flood, the Philippines, 2009. Emerg Infect
Dis. 2012;18(1):91–4. 23. Wahyuni S, Yuliadi. Spot Survey Reservoir
Leptospirosis di Beberapa Kabupaten Kota di Jawa
10. Ningsih R. Faktor Risiko Lingkungan Terhadap
Tengah. Vektora. 2010;II(2):140–8.
Kejadian Leptospirosis di Jawa Tengah. Universitas
Diponegoro Semarang; 2009. 24. Ikawati B, Yunianto B. Identification of Leptospira
Strain in Rat at Leptospirosis Area in Gresik
11. Victoriano A, Smythe L, Gloriani-Barzaga N,
District, East Java Province. Bul Penelit Kesehat.
Cavinta L, Kasai T, Limpakarnjanarat K, et al.
Leptospirosis in the Asia Pacific region. BMC 2010;Suplemen:1–6.
Infect Dis [Internet]. 2009;9(1):147. Available 25. Mulyono A, Handayani FD, Wp DB,
from: http://www.biomedcentral.com/1471- Rahardianingtyas E. Seroprevalensi Leptospira
2334/9/147 pada Rattus norvegicus dan Rattus tanezumi
Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur. Vektora.
12. Marbawati D, Ismanto H, Pramestuti N.
2015;7(1):7–14.
Characteristic of Rats As Reservoirs of
Leptospirosis in Beji Village District of Kedung 26. Agampodi SB, Karunarathna D, Jayathilala N,
Banteng and Kedung Pring Village District of Rathnayaka H, Agampodi TC, Karunanayaka L.
Kemranjen Banyumas Central Java. Kesmas. Outbreak of leptospirosis after white-water

67
Widjajanti W. Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan...

rafting: sign of a shift from rural to recreational 1973–90.


leptospirosis in Sri Lanka? Epidemiol Infect
[Internet]. 2013;142(2014):843–6. Available from: 39. Panaphut T, Domrongkitchaiporn S, Vibhagool A,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23800619 Thinkamrop B, Susaengrat W. Ceftriaxone
Compared with Sodium Penicillin G for
27. Gamage CD, Tamashiro H, Ohnishi M, Koizumi Treatment of Severe Leptospirosis. Clin Infect Dis
N. Epidemiology, surveillance and laboratory [Internet]. 2003;36(12):1507–13. Available from:
diagnosis of leptospirosis in the WHO South-East https://academic.oup.com/cid/article-
Asia Region. In: Lorenzo-Morales J, editor. lookup/doi/10.1086/375226
Zoonosis [Internet]. 2012. p. 213–26. Available
from: 40. Phimda K, Hoontrakul S, Suttinont C,
http://www.intechopen.com/books/zoonosis/epid Chareonwat S, Losuwanaluk K, Chueasuwanchai
emiology-surveillance-and-laboratory-diagnosis- S, et al. Doxycycline versus azithromycin for
of- leptospirosis-in-the-who-south-east-asia- treatment of leptospirosis and scrub typhus.
region Antimicrob Agents Chemother. 2007;51(9):3259–
63.
28. Ramadhani T, Yunianto B. Karakteristik Individu
dan Kondisi Lingkungan Pemukiman di Daerah 41. WHO. Human Leptospirosis: Guidance for
Endemis Leptospirosis di Kota Semarang. Diagnosis Surveilance and Control. Malta: WHO;
Aspirator. 2010;2(2):66–76. 2003.

29. Handayani FD, Ristiyanto, Yuliadi B, Sukarno, 42. Aulia R. Hubungan Antara Strata PHBS Tatatan
Muhidin. Distribusi dan Faktor Risiko Lingkungan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah Dengan
Penularan Leptospirosis di Kabupaten Demak, Kejadian Leptospirosis. Unnes J Public Heal.
Jawa Tengah. J Vektora. 2006;II(2):4–17. 2014;3(3):1–10.

30. Ikawati B, Nurjazuli. Analisis Karakteristik 43. Pramestuti N, Ikawati B, Astuti NT. Populasi Tikus
Lingkungan Pada Kejadian Leptospirosis di dan Pengetahuan Masyarakat tentang Tikus dan
Kabupaten Demak Jawa Tengah Tahun 2009. Penyakit yang Ditularkan di Kecamatan Berbah
Media Kesehat Masy Indones. 2010;9(1):33–40. Kabupaten Sleman. Balaba. 2012;8(02):33–6.

31. Ramadhani T, Yunianto B. Reservoir dan Kasus 44. Ristiyanto, Heriyanto B, Handayani FD,
Leptospirosis di Wilayah Kejadian Luar Biasa. Trapsilowati W, Pujiyanti A, Nugroho A. Studi
Kesehat Masy Nas. 2011;7(4):162–8. Pencegahan Penularan Leptospirosis di Daerah
Persawahan di Kabupaten Bantul, Daerah
32. Anies, Hadisaputro S, Sakundarno MS, Suhartono. Istimewa Yogyakarta. Vektora. 2013;V(1):34–40.
Lingkungan dan Perilaku pada Kejadian
Leptospirosis. Media Med Indones. 45. Pujiyanti A, Trapsilowati W, Ristiyanto.
2009;43(Nomor 6):6–11. Determinan Perilaku Pada Kejadian Leptospirosis
di Kabupaten Demak Jawa Tengah Tahun 2008.
33. Sunaryo, Widiastuti D. Mapping of leptospirosis Media Litbangkes. 2014;24(3):111–6.
risk factor based on remote sensing image in
Tembalang, Semarang City, Central Java. Heal Sci 46. WHO. Human leptospirosis: guidance for
Indones. 2012;3(1):45–50. diagnosis, surveillance and control. WHO Libr.
2003;45(5):1–109.
34. Nuraini S, Saraswati LD, Adi MS, S HS. Gambaran
Epidemiologi Kasus Leptospirosis di Kabupaten
Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. J Kesehat Masy.
2017;5(1):226–34.
35. Sunaryo. Distribusi Spasial Leptospirosis Di
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Bul Penelit
Kesehat. 2014;42(3):161–70.
36. Ramadhani T, Yunianto B. Karakteristik Individu
dan Kondisi Lingkungan Pemukiman di Daerah
Endemis Leptospirosis di Kota Semarang.
Aspirator. 2010;2(2):66–76.
37. Pertiwi SMB, Setiani O, Nurjazuli. Faktor
Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Kejadian
Leptospirosis di Kabupaten Pati Jawa Tengah. J
Kesehat Lingkung Indones. 2014;13(2):51–7.
38. Fraga TR, Carvalho E, Isaac L, Barbosa AS.
Leptospira and Leptospirosis. In: Molecular
Medical Microbiology: Second Edition. 2014. p.

68

Anda mungkin juga menyukai