KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah
asisten pribadi Imam bernama Miftahul Ulum, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad
Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy, dua staf Kemenpora Adhi Purnomo
dan Eko Triyanto, dan Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga
Kemenpora Mulyana.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang senilai
Rp 11.800.000.000.
Hal tersebut disampaikan jaksa saat membacakan surat tuntutan untuk Ending dan
Johny yang menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Menurut jaksa, keterangan Imam dan asisten pribadinya serta staf protokol
Kemenpora Arief Susanto yang membantah adanya penerimaan uang, harus
dikesampingkan.
Keterangan mereka dianggap tidak relevan dengan barang bukti dan keterangan
saksi lainnya.
Menurut jaksa, adanya keterkaitan bukti dan keterangan saksi lainnya justru
menununjukkan bukti hukum bahwa Imam, Ulum, dan Arief melakukan permufakatan
jahat.
"Adanya keikutsertaan para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk
dalam permufakatan jahat diam-diam atau disebut sukzessive mittaterschaft," ujar
jaksa Ronald saat membacakan surat tuntutan.
Pemberian uang itu melalui staf pribadi Imam, Miftahul Ulum dan staf protokol
Kemenpora, Arief Susanto.
Menurut hakim, Miftahul menerima uang dengan rincian, Rp 2 miliar pada Maret
2018. Kemudian, Rp 500 juta diserahkan pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen
KONI.
Selanjutnya, Rp 3 miliar melalui staf protokol Arief Susanto yang menjadi orang
suruhan Ulum. Setelah itu, Rp 3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Sekjen KONI pada
Mei 2018.
Atas dugaan tersebut, Imam membantahnya. "Tidak pernah. Tidak pernah saya
menugaskan (Ulum) untuk berkoordinasi soal yang disampaikan, Pak jaksa," kata
Imam.
Dalam sidang, Ending mengakui kebenaran adanya pemberian uang untuk Muktamar
Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur. Menurut Hamidy, pemberian uang
pinjaman tersebut disaksikan langsung Imam
Menurut Hamidy, pada saat itu dia pernah diajak oleh Sekretaris Menpora, Alfitra
Salam untuk menghadiri Mukatamar NU di Jombang. Alfitra juga meminjam uang Rp
1,5 miliar untuk digunakan Menpora dalam kegiatan NU.
Menurut Hamidy, sejak awal dia sudah memberitahu Alfitra bahwa KONI tidak
memiliki uang Rp 1,5 miliar. Namun, KONI akan memberikan sebesar Rp 300 juta.
Hamidy mengatakan, sebelum berangkat ke Jawa Timur, dia menitipkan uang Rp
300 juta kepada Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah.
Setelah itu, kata Hamidy, Lina datang ke bandara di Surabaya. Lina menyerahkan
langsung uang dalam tas kepada Alfitra.
Selanjutnya, masih menurut Hamidy, tas yang sama yang diberikan Lina berisi uang
Rp 300 juta diserahkan oleh Alfitra kepada Ulum.
"Saya melihat yang menerima Pak Ulum di depan Pak Menteri," kata Hamidy.
Sementara itu, Imam mengaku tidak mengetahui ada pemberian uang Rp 300 juta
untuk Muktamar NU. Imam juga mengaku sudah mengonfirmasi hal itu kepada
panitia Muktamar NU.
"Saya tidak tahu. Saya setelah baca berita kemarin, saya tanya panitia, ternyata tidak
ada," kata Imam.
Ending mengaku pernah mendengar keluh kesah Alfitra Salam yang mengaku tak
kuat lagi jadi Sekretaris Kemenpora.
Menurut Hamidy, Alfitra tidak mampu lagi memenuhi permintaan uang dari Imam.
"Pak Alfitra bilang, 'Saya mau mengundurkan diri dari Sesmenpora karena tidak
tahan. Sudah terlalu berat beban saya'," kata Hamidy.
Menurut Hamidy, saat itu Alfitra menangis sambil menceritakan apa yang dialami.
Penyampaian keluh kesah itu juga disaksikan oleh istri Alfitra.
Hamidy mengatakan, saat itu Alfitra diminta menyiapkan uang Rp 5 miliar. Alfitra
sempat meminjam uang kepada Hamidy, namun Hamidy mengatakan tidak punya
uang sebanyak itu.
Menurut Hamidy, Alfitra selalu diancam akan diganti dari jabatannya apabila tidak
dapat memenuhi permintaan uang. Alfitra bercerita bahwa permintaan uang itu
disampaikan langsung oleh Imam.
"Kalau informasi Beliau (Alfitra) itu Pak Menteri. Dia bilang bukan akan dicopot, tapi
akan diganti," kata Hamidy.
Johny mengatakan, Miftahul tidak akan pernah mengaku menerima uang korupsi
dana hibah KONI. Sebab, menurut Johny, Ulum sendiri pernah mengatakan bahwa
dia dibeking oleh Imam Nahrawi
"Semua berkata terus terang kecuali Ulum," kata Johny kepada majelis hakim.
Menurut Johny, pada saat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Ulum pernah
menyampaikan sesuatu kepadanya.
Menurut Johny, Ulum menyatakan bahwa ia tidak akan berterus terang mengenai
perkara suap tersebut.
Ulum bahkan siap pasang badan dan siap menjalani hukuman. Namun, Ulum
meyakini akan mendapat hukuman ringan karena dibantu oleh Imam Nahrawi.
"Dia (Ulum) katakan Menpora pasti membantu kita. Kita pasti dihukum, tapi akan
ringan. Pak Menpora akan menyewa lawyer-lawyer handal," kata Johny menirukan
ucapan Ulum.
Bahkan, Imam mengaku tidak pernah menugaskan Ulum untuk mengurus proposal
permintaan dana hibah dari KONI.
Sumber :
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/12/17184111/kasus-suap-dana-hibah-koni-imam-
nahrawi-dituntut-10-tahun-penjara?
page=all&jxconn=1*1h7zqzb*other_jxampid*bWE4WVZmQThEdHU2d2JOeWZaRDRJUGd6aE5LN2Nl
LS03VXRueHM1a2Zjd1hXVjY1a3I0R2pTMHhFc2RBdERQUQ..#page2
https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/nasional/2019/09/20/ada-motif-politik-di-
balik-penetapan-tersangka-imam-nahrawi-ini-penjelasan-kpk
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/19/06272931/peranan-menpora-imam-nahrawi-
tersangka-dugaan-korupsi-dana-hibah-koni?
page=all&jxconn=1*1qfku3r*other_jxampid*bWE4WVZmQThEdHU2d2JOeWZaRDRJUGd6aE5LN2NlL
S03VXRueHM1a2Zjd1hXVjY1a3I0R2pTMHhFc2RBdERQUQ..#page2