Dosen : Prasetyowati,S.Pd,M.Kes
Disusun oleh:
TP 2019/2020
Korupsi Orde Lama
1.Sejak Indonesia merdeka, pasca 1945, korupsi juga telah mengguncang sejumlah partai
politik. Sejarawan Bonnie Triyana menceritakan, skandal korupsi menimpa politisi senior
PNI, Iskaq Tjokrohadisurjo, yang adalah mantan Menteri Perekonomian di Kabinet Ali
Sastroamidjojo I. Kasus tersebut bergulir 14 April 1958.
Kejaksaan Agung yang memeriksa Iskaq memperoleh bukti cukup untuk menyeretnya
ke pengadilan terkait kepemilikan devisa di luar negeri berupa uang, tiket pesawat terbang,
kereta, dan mobil tanpa seizin Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negeri (LAAPLN).
Iskaq akhirnya mendapat grasi dari Presiden Soekarno. Namun, mobil Mercedes Benz
300yang diimpornya dari Eropa tetap disita untuk negara.
Sementara itu, mengenai uang dari Lim Kay (utusan Dewan Pimpinan Pusat PNI)
sejumlah M$3.363 atau US$1.008 untuk pembelian tiket pesawat Singapura-Jerman
Barat pada 1954 dan uang sebanyak fl.5.000 dari Seylhouwer di Jerman Barat untuk tiket
kereta api dari Jerman Barat ke Paris, Prancis, Iskaq menganggap tuduhan itu aneh dan salah
alamat karena kejadian tersebut terjadi pada tahun 1955 ketika dia tidak lagi menjabat
menteri. Akan tetapi, saat itu Iskaq hendak ditangkap terkait kebijakannya selama menjadi
menteri yang dianggap menguntungkan PNI. Menerima sumbangan tak bisa dianggap
sebagai penyalahgunaan dan sama sekali tak merugikan pemerintah sehingga tak perlu izin
LAAPLN.
Setelah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum Mr. Baharsan dan pembelaan
Iskaq, pada 4 Januari 1960 Hakim Pengadilan Ekonomi Jakarta M. Soebagio memutuskan
menolak eksepsi Iskaq dan menjatuhkan vonis hukuman penjara sembilan bulan dan denda
Rp 200.000,00 dan tambahan hukuman lima bulan penjara jika denda tak dibayar. Terdakwa
juga menanggung biaya perkara. Barang bukti berupa mobil Mercedes Benz 300 disita untuk
negara.
2. Kasus lain adalah Menteri Kehakiman Mr Djody Gondokusumo (menjabat 30 Juli 1953-11
Agustus 1955) yang tersandung perkara gratifikasi dari pengusaha asal Hongkong, Bong Kim
Tjhong, yang memperoleh kemudahan memperpanjang visa dari Menteri Kehakiman.
Visa tersebut ternyata dibayar dengan imbalan Rp 20.000. Jaksa Agung Muda Abdul
Muthalib Moro menduga uang pemberian pengurusan visa tersebut digunakan untuk
membiayai Partai Rakyat Nasional pimpinan Djody.
Mr. Djody, Menteri Kehakiman periode 30 Juli 1953 – 11 Agustus 1955 kesandung
perkara hadiah dari seorang pengusaha asal Hong Kong, Bong Kim Tjhong. Bong
mengadakan kunjungan singkat ke Indonesia. Oleh karena masa waktunya habis, Bong ingin
memperpanjang visanya. Pada waktu perpanjangan yang kedua, Menteri Djody membuat
catatan bahwa ini perpanjangan ‘betul-betul yang terakhir’. Masa perpanjangan sebulan.
Jaksa Agung Muda Abdul Muthalib Moro selaku penuntut menduga duit pemberian
dari orang-orang yang mengurus visa akan dipakai untuk membiayai Partai Rakyat Nasional
(PRN) yang diketuai Mr. Djody. Pembantu sang Menteri juga berasal dari pengurus PRN.
Soebagio, pria yang bertindak menerima uang dari utusan Bong, adalah sekretaris pribadi dan
tinggal di kamar belakang paviliun rumah terdakwa.
Bonnie Triyana mengutip harian Suluh Indonesia, 20 April 1957, menceritakan, Hotel
Talagasari dipenuhi tersangka korupsi. Terdapat lima mantan menteri, anggota konstituante,
anggota parlemen, kepala jawatan, komisaris polisi, jaksa, pengusaha, dan lain-lain. Yang
diperiksa mencapai 60 orang.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemberantasan_korupsi_di_Indonesia
http://1.bp.blogspot.com/_JGPoLVyGdpc/SQfMd2NQ9VI/AAAAAAAAACA/_mknav9DY
n4/s400/TIKUS.bmp
http://kompas.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Iskak_Tjokroadisurjo