Anda di halaman 1dari 11

Pratama et al.

, Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 1


(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme

PERBANDINGAN SUMBER KEPEMIMPINAN SULTAN AGUNG (1613-1645) DENGAN


MUHAMMAD AL-FATIH (1451-1481)DALAM TEORI KEPEMIMPINAN DAN TEORI
STRUKTURAL FUNGSIONALISME
Fahreza Erico Pratama, Sumarno, Moh. Na'im.
Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: mohamadnaim66@yahoo.co.id

ABSTRAK

Kepemimpinan merupakan proses seorang individu untuk mempengaruhi sekelompok individu dalam mencapai
suatu tujuan. Perbedaan ras dan budaya dapat melahirkan perbedaan gaya kepemimpinan antara satu budaya
dengan budaya yang lain. Dua budaya besar yang banyak mempengaruhi kepemimpinan di Indonesia adalah
budaya Jawa dan Islam. Salah satu tokoh pemimpin Jawa yang banyak menjadi panutan adalah Sultan Agung ,
sedangkan dalam Islam adalah Muhammad Al-Fatih. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana
Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (2) bagaimana Sumber Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih (3)
Bagaimana persamaan dan perbedaan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dengan Muhammad Al-Fatih (4)
bagaimana keunggulan dan kelemahan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dengan Muhammad Al-Fatih. Tujuan
penelitian ini adalah (1) menganalisis Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (2) menganalisis kepemimpinan Al-
Fatih (3) menganalisis persamaan dan perbedaan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dengan Muhammad Al-
Fatih (4) menganalisis keunggulan dan kelemahan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dengan Muhammad Al-
Fatih. Teori ini menggunakan teori kepemimpinan dan struktural fungsional, serta pendekatan teologi Islam dan
politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik,
kritik, interpretasi dan historiografi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah gerakan memiliki banyak persamaan
meski berasal dari dua budaya yang berbeda dan memiliki banyak perbedaan meskipun sama-sama beragama
Islam.

Kata kunci: Sumber Kepemimpinan, Sultan Agung, Muhammad Al-Fatih

ABSTRACT

Leadership is a process of an individual to influence a group of individuals to reach a goal. The race and cultural
differences can bring a difference leadership style between one culture with another culture. Two great cultures
that influence much on the leadership in Indonesia are a Javanese and Islamic culture. One of Javanese leaders who
are being role models is Sultan Agung, whereas in Islam is Muhammad Al-Fatih. The problems of this research
were (1) how the Sultan Agung’s Leardership Source is (2) how the Muhammad Al-Fatih’s Leardership Source is
(3) how the similarities and differences Leadership Source of Sultan Agung with Muhammad Al-Fatih’s (4) how
the strengths and weaknesses Leadership Source of Sultan Agung with Muhammad Al-Fatih’s. The purpose of this
research was (1) analyzing Sultan Agung’s Leadership Source (2) analyzing of Al-Fatih’s Leadership (3) analyzing
the similarities and differences Leadership Source of Sultan Agung with Muhammad Al-Fatih’s (4) analyzing the
strengths and weaknesses Leadership Source of Sultan Agung with Muhammad Al-Fatih’s. This theory used
leadership and structural-functional theory, as well as the Islamic and politics theology approach. The method used
in this research was historical research methodology which covers heuristics, criticism, interpretation and
historiography. The conclusion of this research was the organisation had many similarities although it came from
two different cultures and having many differences even though they are Moslem.

Keywords: Source Leadership, Sultan Agung, Muhammad Al-Fatih

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 2
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
PENDAHULUAN Sultan Agung memiliki wawasan politik yang luas
Kepemimpinan merupakan proses seorang individu yang disebut keagungbinataraan (Moedjanto, 1987:160).
untuk mempengaruhi sekelompok individu dalam Kekuasaan raja Mataram yang diterapkan Sultan Agung
mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut bukan hanya dalam konsep keagungbinataraan harus merupakan satu
tujuan yang berisi keinginan pemimpin, melainkan suatu kesatuan , tunggal, utuh dan bulat. Keagungbinataraan
cita-cita yang harus dicapai seluruh anggota kelompok marupakan salah satu konsep kepemimpinan Jawa yang
tersebut. Proses penetapan kepemimpinan tidak didasarka mempengaruhi Sumber Kepemimpinan Sultan Agung.
oleh sifat yang ada di dalam diri seorang pemimpin Pemimpin dalam Islam yang terkenal dan banyak
melainkan suatu kesepakatan yang terjadi antara menjadi panutan adalah Muhammad Al-Fatih karena pada
pemimpin dan pengikut (Northouse, 2013: 5). Munculnya tahun 1453 M, Konstantinopel yang terus menjadi
kepemimpinan juga diperlukan dalam keadaan di mana pangkalan utama Bynzantium akhirnya berhasil
tujuan kelompok mengalami ancaman atau terhalang. ditaklukan oleh Bangsa Turki Utsmani di bawah
Pengangkatan seorang pemimpin di dalam masyarakat pimpinan Muhammad Al-Fatih (Al-Munyawi, 2012: 104).
besar atau kecil bertujuan untuk menjalankan segala Muhammad Al-Fatih atau Muhammad II bin Sultan
urusan di dalam masyarakat agar berjalan secara teratur. Murad II merupakan Sultan ke-8 dalam daulah
Status kepemimpinan selalu berubah karena ekuasaan Utsmaniyah, ayahnya adalah Murad II bin Sultan
selalu terkait dengan ras, gender, kelas, budaya, dan Muhammad Jalabi yang merupakan Sultan ke-6.
kolonialisme (Barker, 2005:8). Perbedaan ras dan budaya Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin
inilah yang melahirkan perbedaan tentang kepemimpinan membandingkan dua kepemimpinan dalam dua ajaran
antara satu budaya dengan budaya yang lain. Perbedaan yang berbeda melalui perilaku dan tindakan dari Sultan
ras dan budaya inilah yang melahirkan perbedaan tentang Agung dan Muhammad Al-Fatih, yaitu dari ajaran Jawa
kepemimpinan antara satu budaya dengan budaya yang dan Islam. Peneliti ingin meneliti Sumber Kepemimpinan
lain. yang dipakai oleh Sultan Agung dan Muhammad Al-
Salah satu tokoh pemimpin Jawa yang banyak Fatih, selain itu apa saja yang mempengaruhi Sumber
menjadi panutan adalah Sultan Agung yang banyak Kepemimpinan tersebut selain konsep kepemimpinan
mengamalkan konsep-konsep kepemimpinan Jawa dalam Jawa dan Islam. Untuk memfokuskan permasalahan yang
Sumber Kepemimpinanya. Sultan Agung bernama asli dibahas, maka peneliti memakai dua teori yaitu Tipe
Raden Mas Rangsang atau Raden Mas Jatmika yang Kepemimpinan dan Struktural Fungsional untuk lebih
merupakan raja ke-3 di Kesultanan Mataram (Adji, memfokuskan bahasan yang ingin diteliti. Tipe
2011:105). Mataram pada saat pemerintahan Sultan Kepemimpnan digunakan untuk menjelasakan bentuk
Agung mengalami perkembangan dan menjadi kerajaan atau tipe kepemimpinan, sedangkan Struktural Fungsional
terbesar di Jawa dan Nusantara, karena  dianggap raja dipakai untuk menjelaskan proses kepemimpinan Sultan
yang memiliki watak smara bhumi adi manggala yang Agung dan Muhammad Al-Fatih. Maka dari uraian di atas
telah berhasil mempersatukan beberapa wilayah ke dalam peneliti mengambil judul “Perbandingan Sumber
kekuasaan Mataram, selain itu disebut juga sebagai bahni Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan
bahna amurbeng jurit yang memimpin prajurit melawan Muhammad Al-Fatih (1451-1481) dalam Teori
VOC sehingga dijadikan pahlawan nasional, tidak hanya Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme”.
itu, Sultan Agung juga seorang gaugana hasta
(mengembangkan karya sastra di negerinya) dengan kata
lain pujangga.
Permasalahan yang dibahas adalah.

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 3
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
1. bagaimana Sumber Kepemimpinan Sultan masalah kepemimpinan di masa yang akan
Agung menurut teori kepemimpinan dan datang.
struktural fungsional?
2. bagaimana Sumber Kepemimpinan Al-Fatih METODE PENELITIAN
menurut teori kepemimpinan dan struktural Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
fungsional? metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji
3. bagaimana persamaan dan perbedaan Sumber dan menganalisa secara kritis rekam dan peninggalan
Kepemimpinan Sultan Agung dengan masa lampau (Gottchalk, 1986:32). Prosedur penelitian
Muhammad Al-Fatih? sejarah ada lima tahap, yaitu: (1) pemilihan topik, (2)
4. bagaimana keunggulan dan kelemahan Sumber heuristik, (3) kritik, (4) interpretasi, (5) historiografi
Kepemimpinan Sultan Agung dengan (penulisan).
Muhammad Al-Fatih?
Tujuan penelitian ini adalah. a. Pemilihan Topik
Langkah pertama dalam penelitian sejarah adalah
1. untuk menganalisis Sumber Kepemimpinan
pemilihan topik permasalahan. Dua syarat pemilihan
menurut pandangan Sultan Agung  menurut teori
topik ini dapat dipahami bahwa topik itu bisa ditemukan
kepemimpinan dan struktural fungsional
atas: (1) kegemaran tertentu pada suatu bidang; dan (2)
2. untuk menganalisis Sumber Kepemimpinan
keterkaitan peneliti dengan disiplin ilmu (Abdurahman,
menurut Muhammad Al-Fatih menurut teori
2007:55-56). Dua syarat itu, subjektif dan objektif, sangat
kepemimpinan dan struktural fungsional
penting, karena orang hanya akan bekerja dengan baik
3. untuk menganalisis persamaan dan perbedaan
kalau dikerjakan dengan senang dan dapat memahami
Sumber Kepemimpinan  Sultan Agung dengan
topik yang akan dibahas (Kuntowijoyo, 1995:90). Topik
Muhammad Al-Fatih
sebaiknya dipilih berdasarkan: (1) kedekatan emosional;
4. untuk menganalisis keunggulan dan kelemahan
dan (2) kedekatan intektual.
Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dengan
b. Heuristik
Muhammad Al-Fatih .
Langkah kedua dalam penelitian sejarah adalah

Manfaat penelitian ini adalah. heuristik. Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurisken
yang berarti mencari atau menemukan jejak sejarah
1. bagi lembaga, bermanfaat dalam upaya
(Rainer dalam Abdurahman, 2007:64).
pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi;
Peneliti berusaha mencari sumber-sumber
2. bagi peneliti, bermanfaat untuk meningkatan
kepustakaan, misalnya buku-buku dan jurnal yang
penguasaan dan kemampuan keilmuannya,
memuat permasalahan yang diteliti. Peneliti melakukan
terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan;
penelusuran data di perpustakaan Universitas Jember,
3. bagi ilmu sejarah, dapat digunakan referensi
perpustakaan Program Studi Sejarah, Perpustakaan
sejarah khususnya sejarah intelektual;
Online, dan beberapa koleksi pribadi.
4. bagi pembaca, menambah wawasan tentang
kepemimpinan khususnya kepemimpinan Jawa
c. Kritik
dan Islam;
Kritik sumber adalah melakukan kritik atau
5. bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai
verifikasi terhadap sumber yang telah diperoleh untuk
masukkan atau acuan untuk melakukan
mencari keabsahan sumber tersebut. Dalam hal ini,
penelitian lanjutan sejenis yang berkaitan dengan
dilakukan uji keabsahan tentang keaslian sumber

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 4
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
(autentitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan Penelit berusaha merangkai secara sistematis fakta-
keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang fakta dan data-data yang diperoleh menjadi suatu
ditelusuri melalui kritik intern (Abdurahman, 2007:68). rangkaian kronologis yang padu. Dengan demikian
Tujuan dari kegiatan ini ialah, bahwa setelah sejarawan penulis dapat merekonstruksi kepemimpinan Sultan
berhasil mengumpulkan sumber dalam penelitiannya, Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih (1451-
tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan 1481) yang akan dikaji dengan Teori Kepemimpinan dan
tertulis pada sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Teori Struktural Fungsionalisme.
Pengujian sumber sejarah dimaksudkan agar di dapat
fakta-fakta sejarah. Karena sumber sejarah pada dasarnya HASIL DAN PEMBAHASAN
masih merupakan bahan-bahan mentah agar menjadi Pada bagian ini dipaparkan mengenai hasil
suatu fakta sejarah. Kegiatan kritik sumber sejarah penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan
dilakukan dengan dua cara, yaitu kritik ekstern dan kritik selama penelitian.
intern. Pada tahap kritik ini penulis melakukan
perbandingan sumber yang didapat agar penulis A. SUMBER KEPEMIMPINAN SULTAN AGUNG
DAN MUHAMMAD AL-FATIH
memperoleh sumber-sumber yang mengandung informasi
1. Sumber Kepemimpinan Sultan Agung
yang akurat dan benar.
Sultan Agung atau Raden Mas Rangsang adalah putra
Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah
d. Interpretasi
Banawati.Raden Mas Rangsang atau Raden Mas Jatmika
Interpretasi sejarah sering disebut juga dengan
dan merupakan raja ke-3 Mataram Islam pada tahun
analisis sejarah. Metode yang digunakan dalam
1613-1645 yang memiliki gelar Sultan Agung (Adji,
interprestasi, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti
2011:105-106). Pada awal pemerintahannya, Sultan
menguraikan, sedangkan sintesis berarti menyatukan.
Agung bergelar Panembahan Hanyakrakusuma atau Prabu
Keduanya dipandang sebagai metode utama di dalam
Pandita Hanyakrakusuma, setelah menaklukan Madura,
interpretasi (Kuntowijoyo, 1995: 100).
Raden Mas Rangsang berganti gelar menjadi Susuhunan
Pada tahap interpretasi ini peneliti menyusun fakta-
Agung Hanyakrakusuma atau sering disingkat Sunan
fakta sejarah mengenai perbandingan gaya kepemimpinan
Agung. Setelah tahun 1640, menggunakan gelar Sultan
Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih
Agung Senapati ing Ngalaga Abdurrahman dan pada
(1451-1481) dengan cara merangkai dan menghubungkan
1641, mendapatkan gelar dari pemimpin Ka’bah di
fakta yang terlepas sehingga membentuk satu kesatuan
Mekkah yakni Sultan Abdullah Muhammad Maulana
yang harmonis, sehingga interpretasi akan memperlancar
Mataram, untuk memudahkan dalam pemanggilan
peneliti untuk merkonstruksi peristiwa sejarah.
namanya dan lebih popular dikenal denganSultan Agung.
Sultan Agung juga diangkat menjadi pahlawan Nasioanal
e. Historiografi
berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3
Tahap terakhir dalam peneltian ini adalah
November 1975, kaena Sultan Agung merupakan seorang
historiografi. Historiografi adalah kegiatan
pejuang dan pemerhati budaya, selain itu, Sultan Agung
merekonstruksi yang imajinatif berdasarkan data yang
juga berani melawan VOC (Achmad, 2013:88).
diperoleh dengan menempuh proses metode sejarah
Masa pemerintahan Sultan Agung ditandai dengan
(Gottschalk, 1983:330). Historiografi merupakan cara
ekspansi dan ekspedisi, semuanya dalam rangka untuk
penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian
melanjutkan politik ekspansi yang diwariskan dari kakek
sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 2007:76).
dan ayahnya, Panembahan Seda Ing Krapyak (Kartodirjo,
1999:131).Penerapan politik tersebut membuat Kerajaan

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 5
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
Mataram mencapai masa kejayaannya. Luasnya wilayah pada Abu Bakar Ash-Siddiq dan seorang polymath (orang
disebabkan karena Sultan Agung ingin memulihkan yang pengetahuannya tidak terbatas pada satu bidang,
kesatuan politik, yaitu menyatukan seluruh pulau Jawa, wawasannya sangat luas, biasanya ulama-ulama awal
serta menyebarluaskan agama Islam ke daerah taklukan. kebanyakan seorang polymath), Aaq Syamsuddin
Sultan Agung juga memiliki wawasan politik yang luas, merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam
serta ingin melanjutkan sistem pemerintahan yang sudah pembentukan mental Al-Fatih.
dijalankan sebelumnya.
B. PERBANDINGAN SUMBER KEPEMIMPINAN
SULTAN AGUNG DAN MUHAMMAD AL-FATIH
2. Sumber Kempinan Muhammad Al-Fatih
Muhammad II bin Murad II atau yang lebih dikenal 1. Persamaan Sumber Kempinan Muhammad Al-
dengan sebutan Muhammad Al-Fatih lahir pada 20 April Fatih
1429 M atau 26 Raijab 833 H, merupakan sultan ke-7 a. Persamaan Sumber Kepemimpinan dikaji dari Teori
Kepemimpinan
Daulah Utsmaniyah yang memerintah pada tahun 1451-
1481 (Ash-Shalabi, 2015:168).Muhammad Al-Fatih telah Sultan Agung dan Muhammad Al-Fatih menurut
terlibat dalam urusan pemerintahan ketika ayahnya masih teori kepemimpinan tersebut mendapatkan kepemimpinan
berkuasa, sejak saat itulah Al-Fatih telah ikut terlibat yang diperoleh dari warisan atau pemberian. Seperti
dalam banyak peperangan antara Dinasti Utsmaniyah Sultan Agung yang mendapatkan warisan dari ayahnya,
melawan Bynzantium dalam berbagai kondisi yang Panembahan Seda Ing Krapyak, pada saat berumur 20
berbeda. AL-Fatih juga telah mempelajari dengan cermat tahun untuk memerintah di Mataram dan menjadi raja ke-
usaha-usaha yang dilakukan oleh pasukan muslim 3, hal tersebut berbeda dengan Panembahan Senopati,
sebelumnya pada masa yang berbeda. kakek Sultan Agung yang mendapatkan kepemimpinan
Al-Fatih, pada awalnya bukan sosok yang dianggap dari merebut dan memerdekakan diri dari Pajang
menggantikan atau dipersiapkan Murad II sebagai sultan (Kartodirjo, 1999:129-131). Sama halnya dengan
di Utsmaniyah, tetapi setelah kematian kedua kakaknya, Muhammad Al-Fatih yang mendapatkan kepemimpinan
yaitu Ahmad dan Ali maka Al-Fatih yang sedang berada dari ayahnya, Murad II untuk menjadi Sultan ke-7 dan
di Magnesia segera dipanggil ke Edire untuk dididik memerintah di daulah Utsmaniyah, meski pada awalnya
secara intensif untuk menggantikan Murad II (Siauw, kepemimpinan tersebut diambil kembali oleh Murad II
2015: 43-45). Murad II memerintahkan dua ulama karena Al-Fatih masih berusia lima belas tahun, tetapi
sekaligus guru untuk mengajari Al-Fatih, yaitu Syaikh kemudian dikembalikan lagi (Al-Munyawi, 2012:46-57).
Ahmad bin Ismail Al-Kurani Asy-Syarif Muhammad bin Jadi, Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dan
Hamzah Ad-Dimasyqi yang digelari “Aaq Syamsuddin” Muhammad Al-Fatih memiliki tipe kepemimpinan yang
dan Asy-Syarif Muhammad bin Hamzah Ad-Dimasyqi sama yaitu kepemimpinan Tradisional.
yang digelari “Aaq Syamsuddin”. Kedua ulama ini Persamaan kedua adalah Sultan Agung dan
bukanlah ulama sembarangan, Al-Kurani menurut Imam Muhammad Al-Fatih memiliki tipe kepemimpinan
Sayuthi dianggap sebagai orang yang berilmu dan juga Kharismatik, yaitu tipe kepemimpinan yang didapat
Faqih, selain itu banyak ulama yang menjadi saksi atas karena pemberian Tuhan dan sudah ada sejak lahir.
kelebihan dan kekonsistenan Al-Kurani dan ia melampui Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai
rekan-rekanya dalam ilmu ma’qul dan manqul, serta kepemimpinan yang tingkah laku dan perbuatan seorang
mahir dalam nahwu, ma’ani dan bayan, serta fiqh dan pemimpin diilhami atau dilakukan menurut Tuhan dan
masyhur dengan berbagai keutamaan. Sedangkan, Aaq memiliki sifat-sifat yang jujur, cerdas, dan sifat terpuji
Syamsuddin adalah orang yang nasabnya tersambung lainya (Ritzer, 2012:220). Sultan Agung dan Muhammad

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 6
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
Al-Fatih sama-sama bukan merupakan seorang putra dengan ekspansi dan ekspedisi, semuanya dalam
mahkota, atau orang yang seharusnya menjadi seorang rangka untuk melanjutkan politik ekspansi yang
raja. Tetapi, karena sudah seperti takdir Tuhan Sultan diwariskan dari kakek dan ayahnya, Panembahan
Agung dan Muhammad Al-Fatih dapat menjadi raja. Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak.
Sedangkan tujuan dari kepemimpinan Muhammad
b. Persamaan Sumber Kepemimpinan dikaji dari Teori
Al-Fatih adalah keinginannya berjihad untuk
Struktural Fungsional
1. Adaptation (Adaptasi) melanjutkan penaklukan yang sudah dilakukan
Sultan Agung dan Muhammad Al-Fatih dapat sebelumnya oleh ayah dan kakek-kakeknya yang
beradaptasi dengan sistem pemerintahan sebelumnya hanya ditujukan Kepada Allah SWT semata. Bahkan
yang telah mewariskan pedoman yang harus setelah penaklukan Konstantinopel Muhammad Al-
dijalankan oleh raja yang berkuasa. Sultan Agung Fatih terus berjihad di jalan Allah (Siauw, 2015:49).
dapat beradaptasi dengan sistem pemerintahan di Hal yang sama dari Sultan Agung dan Muhammad
Mataram yang telah ada sejak masa kekuasaan Al-Fatih adalah tujuan dari kepemimpinannya salah
Panembahan Senopati sampai Panembahan Seda Ing satunya yaitu untuk melanjutkan ekspansi yang sudah
Krapyak yang disebut dengan konsep dilakukan sejak masa awal pemerintahan.
keagungbinataraan (Moedjanto, 1987:95). 3. Integration (Integrasi)
Sedangkan dalam Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dan Muhammad Al-Fatih dapat
Muhammad Al-Fatih dapat dilihat bagaimana mengatur bagian-bagian yang masuk dalam
Sumber Kepemimpinannya dapat beradaptasi dengan kepemimpinannya, bahkan menyatukan antara agama
sistem pemerintahan di Utsmaniyah, khususnya dan masyarakat yang berada dalam kekuasaannya.
sistem pemerintahan Murad II, yaitu dengan Sultan Agung contohnya mampu memadukan
menjalankan undang-undang yang menjadi panduan kalender Saka dan Islam untuk dijadikan kalender
dan dasar-dasar dalam pemerintahan Utsmaniyah Jawa, selain itu penerapan hukum Islam juga telah
yang terdiri atas Sembilan poin pokok (Ash-Shalabi, dilakukan dalam pemerintahannya. Sedangkan
2015:54-90). Tidak hanya beradaptasi dengan sistem Muhammad Al-Fatih dapat mengatur hubungan
pemerintahan tetapi Sultan Agung dan Muhammad pemerintahannya yang bercirikan Islam dengan
Al-Fatih mampu beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat yang masih memeluk agama Nasrani,
masyarakatnya. Sultan Agung dapat beradaptasi selain itu juga memadukan antara kekuatan militer
dengan masyarakat Jawa dan Sunda yang masih lekat dan semangat jihad dilakukan untuk menjadikannya
dengan adat istiadatnya, sedangkan Muhammad Al- pasukan yang diramalkan oleh Nabi Muhammad
Fatih dapat beradaptasi dengan masyarakat SAW. Selain itu juga Sultan Agung dan Muhammad
Konstantinopel yang beragama Nasrani. Al-Fatih mengintegrasikan antara agama Islam dan
2. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan) Hukum, sehingga pemerintahan kedua tokoh tersebut
Tujuan yang ingin diraih oleh Sultan Agung dan menggunakan hukum Islam. Sultan Agung dan
Muhammad Al-Fatih hampir sama, yaitu melanjutkan Muhammad Al-Ftih juga sama-sama menruh
ekspansi yang sudah dilakukan oleh raja sebelumnya. perhatian dalam pembangunan kerajaannya, selain itu
Tujuan yang diinginkan oleh Sultan Agung adalah juga membenahi masalah bisrokasi pemerintahan,
melanjutkan politik ekspansi dan cita-cita kakek dan serta memperhatikan peningkatan masalah
ayahnya untuk menyatukan seluruh Jawa di bawah perekonomian. Sultan Agung dan Muhammad Al-
satu kekuasan (Kartodirdjo, 1999:131). Hal tersebut Fatih juga mewariskan beberapa aturan atau tuntunan
membuat masa pemerintahan Sultan Agung ditandai yang harus dipenuhi oleh anak cucunya yang akan

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 7
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
menjadi raja, amanah ini yang kemudian terus orang raja, meskipun dalam pandangan masyarakat Jawa,
dipelihara dan dijalankan oleh generasi-generasi Raden Mas Martapura tidak dianggap sebagai raja.
selanjutnya. Mumammad Al-Fatih dalam kepemimpinannya berbeda
4. Latency (Pemeliharaan Pola) dengan Sultan Agung. Muhammad Al-Fatih harus
Pemeliharaan pola dilakukan dengan cara didahului oleh dua orang, Ahmad dan Ali, yang keduanya
melengkapi, memelihara, dan memperbarui sistem telah meninggal, akhirnya Murad II menjadikan
agar dapat mempertahankan sistem yang dipakai. Muhammad Al-Fatih sebagai Sultan di daulah
Sultan Agung dan Muhammad Al-Fatih setelah Utsmaniyah (Siauw, 2015: 43-45). Jadi,untuk menjadi
mewariskan beberapa aturan atau tuntunan yang pemimpin Sultan Agung hanya didahului oleh satu orang
harus dipenuhi oleh anak cucunya yang akan menjadi sedangkan Muhammad Al-Fatih didahului dua orang.
raja. Aturan tersebut terus dilaksanakan oleh raja-raja Tipe kepemimpinan yang kedua adalah tipe
yang berkuasa di generasi berikutnya. Kepemimpinan kepemimpinan Kharismatik, yaitu tipe kepemimpinan
Sultan Agung tetap menjadi teladan sampai sekarang yang didapat karena pemberian Tuhan dan sudah ada
bagi pemimpin-pemimpin Jawa dalam melaksanakan sejak lahir. Perbedaan Sumber Kepemimpinan Sultan
kepemimpinannya, sebagai contoh adalah Agung dan Muhammad Al-Fatih dikaji dari tipe
kepemimpinan di Kesultanan Yogyakarta dan kepmimpinan kharismatik terlihat beberapa perbedaan,
Kesultanan Surakarta yang merupakan pecahan dari yaitu bahwa kepemimpinan Muhammad Al-Fatih sudah
kerajaan Mataram. Kepemimpinan Muhammad Al- diramalkan oleh Nabi Muhammad SAW jauh sebelumnya
Fatih juga menjadi panutan bagi seorang pemimpin, dan akan menjadi pemimpin sebaik-baiknya pemimpin,
meskipun Kesultanan Turki Utsmani hancur pada kepemimpinannya akan membawa perubahan besar bagi
perang dunia I karena raja-raja pada saat itu tidak Islam. Sedangkan Sultan Agung tidak diramalkan, tetapi
menerapkan dan mulai meninggalkan amanah yang juga membawa perubahan yang besar bagi kerajaannya.
telah diberikan Muhammad Al-Fatih, tetapi Pebedaan yang lain juga terlihat dari sifat-sifat Sultan
kepemimpinannya patut menjadi teladan bagi Agung dan Muhammad Al-Fatih. Sultan Agung memiliki
seseorang yang ingin menjadi pemimpin sebaik- sifat-sifat terpuji karena dituntut untuk memenuhi
baiknya pemimpin. keagungbinataraan yang sudah menjadi amanah bagi raja
Mataram (Moedjanto, 1987:160). Sifat-sifat tersebut
harus dipenuhi Sultan Agung, bukan hanya harus
2. Perbedaan Sumber Kempinan Muhammad Al-Fatih
memenuhi hak-hak seorang raja, tetapi harus memenuhi
a. Perbedaan Sumber Kepemimpinan dikaji dari Teori
Kepemimpinan kewajiban yang harus dipenuhi oleh raja yang berkuasa di
Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dan
Mataram. Sedangkan Muhammad Al-Fatih dalam
Muhammad Al-Fatih jika dikaji dari teori kepemimpinan
kepemimpinannya selain memenuhi undang-undang yang
yang dikemukan oleh Max Weber memiliki banyak
menjadi tuntunan bagi Sultan Utsmaniyah juga adalah
perbedaan, meskipun sama-sama memiliki tipe
keinginan menjadi orang yang diramalkan Nabi
kepemimpinan tradisional dan kharismatik. Sultan Agung
Muhammad SAW (Siauw, 2015:48). Sehingga sifat-sifat
dalam tipe kepemimpinan tradisional harus didahului oleh
Muhammad Al-Fatih tidak lain adalah untuk
Raden Mas Martapura yang menjabat sebagai raja
mendapatkan ridho Allah SWT dan menjadi pemimpin
Mataram meski hanya sebentar dan kemudian
sebaik-baiknya pemimpin.
Panembahan Seda Ing Krapyak menunjuk Sultan Agung
sebagi penggantinya (Adji, 2011:105-106). Dengan kata
b. Perbedaan Sumber Kepemimpinan dikaji dari Teori
lain, kepemimpinan Sultan Agung didahului oleh satu
Struktural Fungsional

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 8
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
1. Adaptation (Adaptasi) 2. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)
Sebuah sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-
lingkungan yang ada sesuai kebutuhanya (Ritzer, tujuan utamanya. Tujuan yang diinginkan oleh Sultan
2012:117). Sumber Kepemimpinan Sultan Agung dan Agung adalah melanjutkan politik ekspansi dan cita-
Muhammad Al-Fatih dapat beradaptasi dengan cita kakek dan ayahnya untuk menyatukan seluruh
sistem pemeintahan yang ada dan juga dengan Jawa di bawah satu kekuasan (Kartodirdjo,
masyarakatnya, tetapi terdapat perbedaan antara 1999:131). Hal tersebut membuat masa pemerintahan
kedua Sumber Kepemimpinan tersebut. Sumber Sultan Agung ditandai dengan ekspansi dan
Kepemimpinan Sultan Agung dapat beradaptasi ekspedisi, semuanya dalam rangka untuk
dengan sistem pemerintahan di Mataram yang melanjutkan politik ekspansi yang diwariskan dari
disebut konsep keagungbinataraan. Konsep ini kakek dan ayahnya, Panembahan Senopati dan
merupakan konsep yang menganggap bahwa Panembahan Seda Ing Krapyak. Penerapan politik
kekuasaan raja Mataram sangat besar, segala sesuatu tersebut membuat Kerajaan Mataram mencapai masa
baik harta benda maupun manusia merupakan milik kejayaannya. Selain itu, tujuan dalam Sumber
raja. Raja dalam konsep keagungbinataraan bersifat Kepemimpinan Sultan Agung adalah menerapkan
absolut, raja merupakan pembuat undang-undang, konsep keagungbinataraan dan termuat dalam sastra
pelaksana sekaligus menjadi hakim. Tetapi, dalam gendhing, karya sastra yang dibuat oleh Sultan
konsep yang dianggap bahwa raja dapat berlaku Agung.
sewenang wenang ini, raja juga memiliki kewajiban Tujuan dari kepemimpinan Muhammad Al-Fatih
yang dirumuskan dalam kalimat berbudi bawa sudah terlihat jelas melalui syair yang dibuatnya
leksana, ambeg adil para marta (meluap budi luhur untuk menggambarkan dirinya yaitu, niatku: taat
mulia dan siat adilnya terhadap semua yang hidup, kepada Allah, Dan hendaklah kalian berjihad dijalan-
atau adil dan penuh kasih) (Moedjanto, 1987:95). Nya (QS.Al-Maaidah [5]:35); Semangatku: berupaya
Sultan Agung juga beradaptasi dengan masyarakat dalam kesungguhan dalam melayanni agamaku,
Jawa, Sunda, Madura, dan lainnya serta berbagai agama Allah; Tekadku: aku akan tekuk lututkan
kepercayaan yang masih melekat pada budaya Jawa orang-orang kafir dengan tentaraku, tentara Allah;
dan budaya lainnya dalam pemerintahannya. Pikiranku terpusat pada pembebasan, atas
Sumber Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih dalam kemenangan dan kejayaan, dengan kelembutan
Adaptasi ini dapat dilihat dengan cara bagaimana Allah; Jihadku: dengan jiwa dan harta dan apa yang
Sumber Kepemimpinannya dapat beradaptasi dengan tersisa di dunia setelah ketaatan pada perintah Allah;
sistem pemerintahan di Utsmaniyah, khususnya Kerinduanku: perang dan perang, ratusan ribu kali
sistem pemerintahan Murad II. Adaptasi yang untuk mendapatkan ridha Allah; Harapanku:
dilakukan dapat dilihat bagaimana Al-Fatih pertolongan dan kemenangan dari Allah, dan
menjalankan undang-undang yang menjadi panduan ketinggian negara ini atas musuh-musuh Allah
dan dasar-dasar dalam pemerintahan Utsmaniyah (Siauw, 2015:49). Pencapaian Tujuan yang Al-Fatih
yang terdiri dari Sembilan poin (Ash-Shalabi, inginkan hanya ditujukan Kepada Allah SWT
2015:54-90). Sumber Kepemimpinan Muhammad Al- semata, serta mewujudkan ramalan Rasulullah SAW
Fatih juga beradaptasi dengan masyarakat tentang pemimpin sebaik-baiknya pemimpin.
multikultural yang terdiri dari orang-orang Asia,
Eropa, serta Afrika dan juga dari latar belakang
agama Islam dan Nasrani. 3. Integration (Integrasi)

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 9
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
Integrasi adalah sistem harus mengatur hubungan 4. Latency (Pemeliharaan Pola)
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Ia pun Pemeliharaan pola dilakukan dengan cara
harus mengatur hubugan antar ketiga fungsi yang melengkapi, memelihara, dan memperbarui sistem
lainya adaptation, goal attainment, dan Latency agar dapat mempertahankan sistem yang dipakai.
(Ritzer, 2012:117). Sultan Agung dapat menyatukan Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa
antara agama Islam dan budaya Jawa, sebagai contoh bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan
adalah kemampuan Sultan Agung mengembangkan dan pejabat untuk mempersatukan orang-orang di
kalender Jawa dengan cara memadukan tarikh Hijriah istana (Adjie, 2011:109). Bahasa ini digunakan
dengan kalender Saka (Modjanto, 1987:168). Sultan supaya tercipta rasa persatuan di antara penghuni
Agung juga mendorong proses Islamisasi kebudayaan istana. Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami
Jawa dengan cara mengadakan pembaharuan tata perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal
hukum dalam penyesuaian hukum Islam, dan ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan
memberi kesempatan bagi peranan para ulama dalam bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal
lapangan hukum kerajaan (Purwadi, 312:2008). di Jawa Tengah. Pemeliharaan pola ini terus berlanjut
Sehingga hukum yang berlaku di Mataram dan selalu di jaga oleh keturunan-keturunan Mataram
merupakan hukum Islam yang didasarkan pada bahkan masyarakat Jawa pada umumnya. Ikut serta
agama, meski memiliki pengaruh dari kebudayaan dalam penulisan Babad Tanah Jawi, melalui babad
Jawa yang merupakan budaya masyarakat Mataram. inilah Sultan Agung memelihara pola
Sultan Agung berperan dalam membangun peradaban kepemimpinannya dan menjadikannya sebagai sastra
Islam di tanah Jawa dan menjadikan Mataram magi, sastra sumber kesaktian raja atau sebagi sarana
sebagai kerajaan besar. untuk melayak dan berhakkan kedudukan raja atau
Muhammad Al-Fatih dapat menyatukan antara keluarga raja yang memerintah atau juga disebut
kekuatan, keadilan, keuletan dan  tekad sekaligus sarana legimitas. Dalam masalah pemerintahan,
sifat-sifatnya sejak kecil dapat ia satukan dengan selama Sultan Agung juga membuat sejumlah
ilmu-ilmu yang telah ia pelajari dari berbagai guru- peraturan untuk mencegah perebutan tahta antara
guru yang telah mengajarinya dan menjadikannya putra mahkota, pangeran Alit, dan pangeran Purbaya
memiliki gabungan kepribadian yang unik (Siauw, (Graff, 2002:351). Pemberian tahta akhirnya jatuh ke
2015:48-49). Muhammad Al-Fatih juga menyatukan tangan putra mahkota dan menjadi Susuhunan
antara tiga fungsi lainnya melalui keyakinan agama Ingalaga Mataram. Selain itu Sultan Agung juga
Islam. Hal tesebut dapat dilihat bagaimana Al-Fatih menulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra
beradaptasi dengan undang-undang dasar Gending yang telah menyinggung perihal falsafah
pemerintahan Utsmaniyah yang dalam hal tersebut kepemimpinan orang Jawa yang diterapkan Sultan
sangat didasari keyakinan agama Islam, wasiat yang Agung selama melaksanakan tugas dan kewajibannya
diberikan Utsman untuk para pemimpin dalam sebagai raja Mataram (Achmad, 2013:28). Sastra
Daulah Ustmaniyah. Selain itu, penyatuan hukum Gending tetap dijalankan oleh para pemimpin di
Islam dan negara sangat ketat, hal ini ditandai dengan Jawa sampai sekarang, khususnya Kesultanan
memberi kebebasan kepada pemeluk agama Nasrani Yogyakarta dan Kesultan Surakarta.
untuk beribadah, tetapi mereka harus membayar Muhammad Al-Fatih untuk mempertahankan
Jizyah. Kepemimpinanannya dengan cara tetap berpegang
teguh dengan syariat Islam. Keberhasilan jihad untuk
menaklukan Konstantinopel tidak membuat Al-Fatih

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 10
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
puas diri, ia terus berusaha untuk berjihad ke Eropa Kepemimpinan Sultan Agung didapatkan dari
bahkan berkeinginan untuk menaklukan Roma warisan Panembahan Seda Ing Krapyak dan sudah
(Siauw, 2015:265-269). Selain itu Muhammad Al- ditakdirkan oleh Tuhan serta sifat-sifat terpuji yang
Fatih juga memberi amanah yang tetap dijalankan menjadi panutan. Sultan Agung dapat beradaptasi
oleh para pemimpin Utsmani sampai pada akhirnya (Adaptation) dengan sistem pemerintahan di Mataram,
Utsmani pecah setelah perang dunia I, amanah yaitu konsep keagungbinataraan. Tujuannya (Goal
tersebut termuat dalam empat belas poin. Attainment) adalah melanjutkan politik ekspansi untuk
menyatukan seluruh Jawa di bawah satu kekuasan.
C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SUMBER Integrasi (Integration) banyak melakukan penyatuan
KEPEMIMPINAN SULTAN AGUNG DAN
antara agama Islam dan budaya Jawa, serta membangun
MUHAMMAD AL-FATIH
1. Kelebihan dan kekurangan Sumber kepemimpinan pemerintahan dan perekonomian. Pemeliharaan
Sultan Agung (Latency) mewariskan Sastra Gending yang telah
a. Keunggulan menyinggung perihal falsafah kepemimpinan orang
Jawa.
1. Lebih Fleksibel
Muhammad Al-Fatih mendapatkan jabatan atas
2. Memiliki wawasan politik yang luas
warisan dari Sultan Murad II dan merupakan seorang
3. Mendorong proses Islamisasi
pemimpin yang telah diramalkan sebelumnya,serta
4. Memajukan Mataram menjadi kerajaan yang
besar memiliki sifat-sifat terpuji. Muhmmad Al-Fatih dapat
5. Dianggap sebagai pahlawan nasional beradaptasi (Adaptation) dengan undang-undang yang
b. Kekurangan menjadi panduan dan dasar-dasar dalam pemerintahan
Utsmaniyah. Tujuannya (Goal Attainment) adalah untuk
1. Kurang tegas dalam hukum Islam
berjihad di jalan Allah. Integrasi (Integration)
2. Gagal dalam mengusir VOC
menyatukan seluruh hal yang telah dipelajari dan
2. Kelebihan dan kekurangan Sumber kepemimpinan
membangun kerajaan melalui birokrasi dan
Muhammad Al-Fatih
perekonomian. Pemeliharaan (Latency) adalah dengan
a. Keunggulan tetap berpegang teguh dengan syariat Islam serta
1. Lebih mampu menjamin kemakmuran memberi amanah berupa warisan pedoman kepada
2. Kedaulatan ada di tangan syariah anaknya yang memiliki empat belas poin amanah.

3. Menciptakan hubungan ideologis penguasa Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung

dengan rakyat. dan Muhammad Al-Fatih meliputi tipe kepemimpinan,

4. Majunya ilmu pengetahuan cara adaptasi, tujuan, integrasi, dan cara memelihara

5. Memiliki strategi militer paling popular Sumber Kepemimpinannya. Sultan Agung dan

6. Menjadi orang yang diramalkan Rasulullah SAW Muhammad Al-Fatih sama-sama memiliki tipe

7. kepemimpinan tradisional dan kharismatik. Sultan

a. Kekurangan Agung mampu beradaptasi dengan konsep


keagungbinataraan atau konsep yang harus dijalankan
1. Kurang mampu beralkulturasi
oleh raja Mataram, sedangkan Muhammad Al-Fatih
2. Kurang mampu melihat jati diri sesorang
beradaptasi dengan aturan yang menjadi undang-undang
yang harus dijalankan oleh raja yang berkuasa di
Utsmani. Tujuan Sultan Agung adalah untuk melnjutkan
politik ekspansi dan cita-cita ayah serta kakeknya untuk
PENUTUP

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11


Pratama et al., Perbandingan Sumber Kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645) dengan Muhammad Al-Fatih 11
(1451-1481) dalam Teori Kepemimpinan dan Teori Struktural Fungsionalisme
menyatukan seluruh Jawa, sedangkan Muhammad Al-
Fatih bertujuan untuk melakukan penaklukan yang [1] Abdurahman, D. 2007. Metodologi Penelitian
Sejarah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
didasarkan oleh semangat jihad dan untuk menjadi
[2] Achmad, S. W. 2013. Falsafah Kepemimpinan Jawa:
pemimpin sebaik-baiknya pemimpin. Sultan Agung Soeharto, Sri Sultan HB IX dan Jokowi. Yogyakarta:
Araska.
mampu menyatukan budaya dan agama, serta masyarakat
[3] Adji, K. B. 2011. Ensiklopedi Raja-Raja Jawa: Dari
Jawa yang terdiri dari berbagai suku di bawah Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta.
Yogyakarta: Araska.
pemerintahan Mataram, sedangkan Muhammad Al-Fatih
[4] Al-Munyawi, R. 2012. Muhammad Al-Fatih:
mampu menyatukan agama, masyarakat, dan sistem Penakluk Konstantinopel. Terjemahan: Muhammad
Ihsan, cetakan pertama. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
pemerintahan yang dimilkinya. Pemeliharaan yang
[5] Ash-Salabi, A. M. 2015. Muhammad Al-Fatih: Sang
dilakukan Sultan Agung adalah mewariskan sastra Penakluk. Terjemahan: Anshory. Solo: Al-Wafi.
Gottschalk, L. 1979. Mengerti Sejarah. Terjemahan.
gendhing kepada anaknya tentang falsafah
[6] Barker, C. 2005. Cultural Studies; Teori dan Praktik.
kepemimpinan Jawa yang harus dilaksanakan oleh Yogyakarta: Kreasi Wacana.
[7] Kartodirjo, S. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia
seorang raja dan terdiri dari, Muhammad Al-Fatih juga
Baru: 1500-1900 dari Emporium Sampai Imperium.
mewariskan wasiat yag terdiri dari empat belas poin, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[8] Moedjanto, G. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa:
tentang tuntutan seorang pemimpin yang harus
Penerapanya oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta:
dilaksanakan oleh raja yang memerintah Kesultanan Kanisius.
[9] Purwadi. 2009. Perjalanan Mistik dan Spiritual
Utsmani.
Sultan Agung. Yogyakarta: Oryza.
[10]Ritzer, G. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi
Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.
SARAN
Edisi Kedelapan. Yogyakata: Pustaka Pelajar.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan [11]Siauw. F. Y. 2015. Muhammad Al-Fatih 1453.
Cetakan ke-9. Jakarta: AlFatih Press.
dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran
untuk beberapa pihak, yaitu:
Bagi mahasiswa, hendaknya melanjutkan penelitian
serupa tentang kepemimpinan yang didasarkan pada
Budaya Jawa seperti kepemimpinan Sultan Agung atau
kepemimpinan Islam seperti Muhammad Al-Fatih. Bagi
ilmu pengetahuan, dapat menambah wawasan tentang
kepemimpinan Sultan Agung dan Muhammad Al-Fatih.
Bagi almamater, sebagai wujud pelaksanaan Dari Tri
Darma Perguruan Tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Fahreza Erico Pratama mengucapkan terimakasih
kepada Drs. Sumarno, M. Pd dan Dr. Moh. Na'im, M. Pd
yang telah meluangkan waktunya demi terselesaikannya
jurnal ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberikan semangat
untuk terselesainya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2016, I (1): 1-11

Anda mungkin juga menyukai