Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH STUDI ISLAM 2

Kerajaan Gowa Tallo


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah studi islam jurusan akuntansi

Dosen Pengampu:

Zulkifli,MA

Oleh :
1. Rida Salamah (11190820000019)
2. Gumpita Nurul Haq (11190820000020)
3. Rachma Dini (11190820000139)

KELAS B
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................2

PEMBAHASAN ...............................................................................................
1.Latar belakang berdirinya kerajaan Gowa –Tallo...........................................3
2. Letak kerajaan Gowa Tallo ..........................................................................4
3.Perkembangan kerajaan Gowa tallo...............................................................4
4. Kondisi kehidupan kerajaan gowa tallo diberbagai bidang .........................6
5. Silsilah Raja- Raja Kerajaan Gowa Tallo ....................................................8
6. Masa kejayaan kerajaan Gowa Tallo ..........................................................10
7. Hubungan antara Gowa tallo dengan VOC................................................. 12
8. Perang yang terjadi di kerajaan gowa tallo (perang makassar )...................15
9.  Penyebab kehancuran .................................................................................19
10. Perjanjian Bongaya...................................................................................21
11. Peninggalan kerajaan.................................................................................25

SUMBER DATA ...........................................................................................29

2
PEMBAHASAN
1. .Latar belakang berdirinya kerajaan Gowa –Tallo
Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berdiri di daerah Sulawesi Selatan. Tahun 1605, raja
Gowa yang bernama Daeng Manrabia dan raja Tallo yang bernama Karaeng Matoaya memeluk
agama Islam. Kemudian keduanya menyatukan wilayah kedua kerajaan mereka dengan Daeng
Manrabia sebagai rajanya. Sementara, Karaeng Matoaya menjabat sebagai perdana menteri. Daeng
Manrabia mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin dan Karaeng Matoaya mengganti namanya
menjadi Sultan Abdullah. Sebagai penganut Islam, kedua penguasa kerajaan tersebut dimusuhi oleh
himpunan pedagang Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie = VOC) yang
ingin menguasai perdagangan di kawasan tersebut. Hingga wafatnya pada tahun 1639, Sultan
Alauddin tidak pernah mau menerima kapal-kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik Gowa–
Tallo.

Sepeninggal Alauddin, tahta raja diduduki oleh Sultan Muhammad Said. Seperti halnya ayahnya,
Sultan Muhammad Said tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang menurutnya licik dan suka
memaksa. Tahun 1653, Sultan Muhammad Said digantikan oleh putranya yang bernama
Hasanuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin inilah perseteruan dengan VOC semakin
memuncak. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya pemberontakan seorang bangsawan Bone yang
bernama Aru Palaka pada tahun 1660. VOC yang membenci Sultan Hasanuddin memberikan
bantuan pada Aru Palaka. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian yang mengakui
monopoli VOC di wilayah kerajaannya. Isi perjanjian Bongaya adalah sebagai berikut.

a. VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.

b. Belanda mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar yang bernama Rotterdam.

c. Makassar melepas Bone dan pulau di luar wilayah Makassar.

d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

Walaupun Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan, VOC mengakui keberaniannya dalam


peperangan tersebut. VOC menyebut Sultan Hasanuddin dengan de Haan Van de Oosten (Ayam
Jantan dari Timur). Sepeninggal Hasanuddin, Gowa–Tallo dipimpin oleh putranya yang baru berusia
13 tahun, yakni Mappasomba. Dalam sebuah pertempuran, VOC mengalahkan Mappasomba dan
menghapuskan Kerajaan Gowa–Tallo. Setelah itu, selain memonopoli perdagangan, VOC juga
menjalankan pemerintahan langsung di Gowa dan Tallo.

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses
yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang
berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang
berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.

Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu
melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang
dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya,
Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari
kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang
Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.

3
2. Letak kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan
sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di
daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah
ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai
Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan
memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan
jalur pelayaran perdagangan Nusantara.

Bahkan daerah Makassar menjadi pusat


persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari
Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang
berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan
letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar
berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa
atas jalur perdagangan Nusantara.

3. Perkembangan kerajaan Gowa tallo


Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate
Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung,
Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai
maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para
pendahulu di Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal
abad ke-14.

Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9,
bernama Tumapa’risi’ Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar
bahwa “daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil”. Dengan melakukan perombakan besar-
besaran di kerajaan, Tumapa’risi’ Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi
antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa.

Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah
sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan
(ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan
peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang
syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu
Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan
ikan banyak.

Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara
tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian berusaha
ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang
ditaklukkan oleh Tumapa’risi’ Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone,
walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.

4
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik
(Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:

1. Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru,


Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri,
Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di
selatan.
2. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
3. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
4. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan, sehingga
Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
5. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
6. Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
7. Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas
dengan logam lain, dan membuat batu bata.
8. Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
9. Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang
untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
10. Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak
(batakang), dan membuat peluru Palembang.
11. Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
12. Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan
sangat berani.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan
Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan
kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).

Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada


akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia
mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin
mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia.
Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit.
Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya Kompeni berhasil
menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni
1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal
12 Juni 1670.

Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1,
Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami
masa penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami
transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka
dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa.
Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa
terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.

5
4. Kondisi kehidupan kerajaan gowa tallo diberbagai bidang
a) Kehidupan Politik Kerajaan Gowa Tallo
Penyebaran islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato Ri
Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama islam brkembang pesat di Sulawesi
Selatan, bahkan raja Makasar memeluk agama islam adalah Sultan Alaudin. Sejak
pemerintahan Sultan Alaudin Kerajaan Gowa Tallo berkembang sebagai Keajaan maritim.

Kerajaan Gowa Tallo berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammada
Said (1639-1653). Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintah
Sultan Hasanudin (1653-1669). Pada masa pemerintahaannya Makasar berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah
yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo,
Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makassar sampai Nusa Tenggara Barat.

b) Kehidupan Ekonomi Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat


perdagangan di Indonesia bagian Timur. Kerajaan Makasar berkembang sebagai pelabuhan
internasional. Banyak pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan
sebagainya yang datang untuk berdagang di Makassar.

Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut
dengan ade’ aloping loping bicaranna pabbalue, sehingga dengan adanya hukum niaga
tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang
pesat.

Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena


Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

 Faktor-faktor penyebab Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi pusat


perdagangan adalah sebagai berikut:
 Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku.
 Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman
berjalan dengan baik.
 Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk menahan
gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.

6
 Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau
pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
 Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan
pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya dapat diambil alih oleh
Makasar.
 Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis
Phinisi dan Lambo.

c) Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Gowa Tallo

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan
dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak
jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun
masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan
hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka
anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama
Islam yang disebut pangadakkang. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-
norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan
sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya
disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to
Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan
“Ata”.

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda


budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal.
Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal
Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.

d) Kehidupan Agama Kerajaan Gowa Tallo

Proses penyebaran Islam di Makassar dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri


Bandang yang berasal dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat
di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Kerajaan yang mula-
mula memeluk Islam dengan resmi di Sulawesi Selatan adalah kerajaan kembar Gowa-Tallo.
Tanggal peresmian Islam itu menurut lontara Gowa dan Tallo adalah malam Jum’at, 22
September 1605, atau 9 Jumadil Awal 1014 H.

7
Dinyatakan bahwa Mangkubumi kerajaan Gowa / Raja Tallo I Mallingkaeng Daeng
Manyonri mula-mula menerima dan mengucapkan kalimat Syahadat (Ia di beri gelar Sultan
Abdullah Awwalul Islam) dan sesudah itu barulah raja Gowa ke-14 Mangenrangi Daeng
Manrabia (Sultan Alauddin).

Dua tahun kemudian seluruh rakyat Gowa-Tallo memeluk agama Islam berdasar atas
prinsip cocius region eius religio, dengan diadakannya shalat Jumat pertama di masjid Tallo
tanggal 9 November 1607 / 19 Rajab 1016 H. Adapun yang mengislamkan kedua raja
tersebut ialah Datu ri Bandang (Abdul Makmur Chatib Tunggal) seorang ulama datang dari
Minangkabau (Sumatera) ke Sulawesi Selatan bersama dua orang temannya yakni Datu
Patimang (Chatib Sulaeman) yang mengislamkan pula Raja Luwu La Pataware Daeng
Parabung dan Datu ri Tiro (Chatib Bungsu) yang menyebar Agama Islam di Tiro dan
sekitarnya.

Sekitar enam tahun kemudian, kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan pun menerima
Islam. Penyebarannya di dukung oleh Kerajaan Gowa sebagai pusat kekuatan pengislaman.
Kerajaan bugis seperti Bone, Soppeng, Wajo dan Sidenreng, berhubung karena menolak,
akhirnya Raja Gowa melakukan perang, karena juga dianggap menentang kekuasaan Raja
Gowa. Setelah takluk, penyebaran Islam dapat dilakukan dengan mudah di Kerajaan Bugis.

5. Silsilah Raja- Raja Kerajaan Gowa Tallo


Raja-raja yang memerintah Kerajaan Gowa Tallo sangatlah banyak. Terhitung sejak tahun
berdiri sampai kerajaan ini bergabung menjadi salah satu bagian wilayah negara Indonesia.
adapun silsilahnya sebagai berikut:

1. Tumanurung Bainea (±1300)


2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (±1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte

8
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565- 1590)
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
14. Sultan Alaudin (1591-1629)

Bergelar I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna, raja Gowa
Tallo ini mulai berkuasa pada tahun 1 sampai 1629. Dia wafat pada 15 Juni 1639. Yang perlu
kalian tahu adalah bahwa raja penguasa Gowa yang paling awal masuk Islam. Prestasi yang
ditorehkan oleh raja Gowa Tallo ini adalah tentang rintisan perdagangan dan pelayaran. Yang
dijula adalah komoditas sumber daya alam di Gowa Tallo. Pelayaran pun juga didukung
penuh karena letak kerajaan yang sangat strategis.

15. Sultan Muhammad Said ( 1639 – 1653)

Raja Gowa Tallo yang memiliki gelar I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung
Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna ini mulai menunjukkan tanda-tanda masa
kejayaan Kerajaan Gowa Tallo. Sultan Muhammad Said ini lahir pada 11 Desember 1605 dan
wafat pada 6 November 1653. Semangat juang rakyat Gowa Tallo untuk memajukan
kehidupan dan mendukung perkembangan kerajaan pun semakin dipacu.

16. Sultan Hasanuddin (1655-1669)

Nama asli Sultan Hasanuddin adalah I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana. Dia lahir pada tanggal 12 Januari
1631. Di tangan beliaulah, masa kejayaan Kerajaan Gowa Tallo dapat terwujud. Perluasan
wilayah pun berjalan lancar dengan bukti penambahanwilayah kekuasaan seantero Sulawesi,
dan kehidupan ekonomi rakyat meningkat.

17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’ (1669
hingga 1674)
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara ( 1674 sampai 1677)
19. Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri
Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya
pada tahun 1735

9
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-
1769)
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging
(1770-1778)
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-
1825)
31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri
Kakuasanna (1826 – 1893)
33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri
Kalabbiranna (1893 – 1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri
Bundu’na (1895- 1906)
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur
Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin (1946-1978)

Raja ini adalah raja terakhir dalam sejarah Kerajaan Gowa Tallo, karena kemudian kerajaan
ini menjadi kabupaten yang ada di Sulawesi tenggara setelah bergabung dengan wilayah
negara Indonesia.

Bahkan raja ini juga yang memutuskan untuk bergabung dengan Indonesia setelah melalui
pemikiran yang panjang. Jadi, Gowa Tallo sampai sekarang masih dirawat dan ada beberapa
acara warisan nenek moyang yang dilaksanakan.

6. Masa kejayaan kerajaan Gowa Tallo


Kerajaan Goa dan Tallo adalah dua kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan dan saling
berhubungan dengan baik. Orang kemudian mengenal keduanya sebagai Kerajaan Makasar,
yang sebenarnya adalah ibu kota Gowa yang disebut Ujungpandang.Kerajaan Makasar
merupakan kerajaan maritim, penghasil rempah-rempah. Membentuk jalur perdagangan

10
Nusantara yang sangat terkenal pada abad ke-16 dan 17 Masehi dan mempunyai hubungan
diplomasi yang baik dengan kerajaan Ternate di Maluku.

Sebelum abad 16 M, raja-raja Makasar belum memeluk Islam, setelah kedatangan Dato’ Ri
Bandang, seorang penyiar Islam dari Sumatra, Makasar berkembang menjadi kerajaan Islam.
Sultan Alaudin adalah raja Makasar pertama yang memeluk agama Islam, yang berkuasa dari
tahun 1591 sampai 1638 M.Nama asli Sultan Alaudin adalah Karaeng Ma’towaya
Trumamenanga Ri Agamanna. Di bawah kekuasaannya Makasar tumbuh menjadi kerajaan
maritim. Para pelaut mengembangkan perahu jenis Pinisi dan Lambo.

Setelah Sultan Alaudin meninggal, digantikan oleh Muhammad Said pada tahun 1638 – 1653
M. Raja berikutnya adalah Sultan Hasanuddin yang berkuasa dari tahun 1653. Pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin Makasar menjadi gemilang, majunya perdagangan dan
melakukan ekspansi.Kerajaan yang berhasil dikuasai Makasar di Sulawesi Selatan adalah
Lawu, Wajo, Soppeng dan Bone.

Sultan Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian timur, sehingga
harus menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya akan lada.Keberanian
Hasanuddin melawan Belanda menyebabkan ia mendapatkan julukan Ayam Jantan dari
Timur. Kisah tentang keberanian Hasanuddin silahkan baca di artikel sejarah Sultan
Hasanuddin Ayam jantan dari timur. Pada tahun 1667 dengan bantuan Raja Bone, Belanda
berhasil menekan Makasar untuk menyetujui Perjanjian Bongaya.

Perjanjian ini berisi 3 kesepakatan, yaitu :

1. VOC mendapat hak monopoli perdagangan di Makasar.


2. Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di Makasar, dan Makasar harus
melepas kerajaan daerah yang dikuasainya seperti Bone, Soppeng.

Mengakui Aru Palaka sebagai raja Bone. Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta pada tahun
1669 Map Somba putranya berusaha meneruskan perjuangan ayahnya melawan Belanda.
Belanda yang sangat menghargai tindakan kooperatif dari Mapa Somba harus
mempersiapkan armada perang.

Pelaut Makasar sangat tangguh ini ditunjang dengan keahlian mendesain berbagai kapal yang
kuat dan indah seperti Pinisi, Lambo dan Padewalang yang dapat mengarungi daerah
nusantara bahkan sampai ke India dan Cina.Makasar memiliki hukum perdagangan yang

11
disebut Ade Alloping Bicaranna Pabbahi’e, juga mengadopsi hukum-hukum Islam dan
menjalin kerjasama dengan Kerajaan Islam seperti Demak dan Malaka.

7. Hub antara Gowa talo Ama VOC 


Kesultanan Makassar merupakan daerah transito perdagangan rempah-rempah di
antara jalur internasional Malaka-Maluku. Di Sombaopu (ibukota Kesultanan Makassar)
terdapat kantor dagang Inggris, Portugis, Denmark dan Gujarat. Para pedagang asing itu
membeli rempah2 dari Makassar dan menjualnya ke pasaran Eropa. Berkat letak dan kondisi
strategis tersebut, Makassar tempil sebagai Kerajaan dagang yang ramai mendampingi
kemajuan Aceh, Banten, Mataram, Ternate, dan Tidore.

Pada awal kedatangannya di Nusantara, VOC tidak begitu tertarik melakuakan


dagang dengan daerah2 di sebelah timur Jawa, seperti Makassar. Namun, setelah mengetahui
Makassar merupakan pelabuhan transit bagi kapal2 asing, maka VOC berhasrat mendatangi
dan menguasai wilayah itu. VOC kemudian melayangkan surat dan tanda mata kepada Sultan
Alauddin (1593-1639) pada tahun 1607 yang berisi ajakan kerja sama dalam bidang
perdagangan. Sultan Makassar menyambut baik ajakan itu dengan syarat VOC hanya
melakukan kegiatan dagang dan Makassar tidak ingin dijadikan tempat adu senjata bagi para
pedagang asing.

Setelah tercapai hubungan dagang VOC-Makassar, selanjutnya VOC mengajukan


beberapa permintaan yang kurang disenangi pihak Makassar. VOC meminta Makassar tidak
lagi menjual beras kepada pihak Portugis dan mengajak Makassar untuk menyerang Banda
yang menhajadi pusat pengumpulan rempah-rempah Maluku. VOC juga menuntu agar
Makassar menutup bandarnya bagi kapal-kapal dagang asing dan memberi monopoli kepada
VOC. Permintaan itu ditolak Sultan Alauddin walaupun resikonya harus bermusuhan dengan
VOC.

VOC sangat membenci Sultan Alauddin dan pengganti-penggantinya, yaitu Sultan


Muhammad Said (1639-1653) dan Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang selalu memberi
kesempatan kepada Inggris, Denmark, Portugis, dan Gujarat untuk berdagang dengan
Makassar. Selain itu, para penguasa Makassar selalu melindungi kapal2 Maluku yang
memasuki wilayah dagangnya. Kenyataannya itu telah mendorong VOC mengirim armada
untuk memblokade Makassar di bawah pimpinan de Vlamingh van Outshoorn. Akhirnya,
perang antara VOC dan Makassar tidak terhindarkan di tahun 1654-1655. Dengan bekal

12
persenjataan yang beli dari Inggris, Denmark, dan Portugis, Makassar tenyata sulit untuk
ditaklukkan. VOC pun terpaksa mengadakan perdamaian dengan Makassar.

Sebenarnya perjanjian yang di buat VOC hanya sebagai taktik untuk menghimpun
kembali kekuatannya. Terbukti tatkala VOC dipimpin Gubernur Jenderal Maetsuijker (1653-
1678), VOC kembali mengirim armada militer di bawah pimpinan Johan van Dam.
Pertempuran diantara VOC dan Makassar kembali berkobar. Rakyat Makassar amat
bersemangat mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Dalam pertempuran itu, VOC
memang sedikit memperoleh kemenangan, tetapi rakyat Makassar tetap menyalakan api
perlawanan di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Atas kegigihan dan keberanian
memimpin perjuangan menentang VOC, Sultan Hasanuddin dijuluki Ayam Jantan dari
Timur.

VOC menyadari akan kegigihan perjuangan rakyat Makassar. Oleh karena itu, VOC
kemudian menempuh cara lain yang bisa dilakukannya, yaitu politik devide et impera. VOC
mencium kabar bahwa Raja Bone, Arung Palaka menaruh dendam kepada Sultan
Hasanuddin. Hal ini disebabkan Kerajaan Bone yang beraliansi dengan Kerajaan Sopeng
pernah dikalahkan Makassar. Berita ini memberi peluang kepada VOC untuk melakukan adu
domba kepada Arung Palaka dan Hasanuddin.

Sejarah singkat alasan Kerajaan Bone membantu VOC untuk melawan


Kerajaan Gowa Tallo(Arung Palakka di antara Gelar Pahlawan dan
Pengkhianat

Arung Palakka (sering pula ditulis Aru Palaka) lahir pada 15 September 1634. Ia
adalah putra Raja Bone ke-XIII La Maddaremmeng Matinro’e Ri Bukaka. Meskipun
berstatus sebagai pangeran, bukan berarti Arung Palakka bisa menikmati hidup enak.
Sebaliknya, ia terlahir dalam suasana konflik antar-kerajaan di Sulawesi Selatan.

Polemik tersebut sebenarnya terjadi jauh sebelum Arung Palakka dilahirkan.


Setidaknya ada 4 kerajaan yang terlibat, yaitu Bone, Soppeng, Wajo, dan Gowa-Tallo. Dari
keempatnya, Gowa-Tallo adalah kerajaan yang paling berpengaruh dan bernafsu untuk
memperluas wilayah kekuasaannya. Puncak pertikaian terjadi saat Gowa-Tallo resmi menjadi
kerajaan Islam pada 1605. Seperti dicatat dalam Sejarah Nasional Indonesia, Volume
3 (2008), Kerajaan Gowa—yang sudah berganti corak menjadi kesultanan—mulai memaksa

13
tiga kerajaan lainnya untuk menganut agama yang sama sekaligus meluaskan pengaruh
politiknya.

Bone yang berpuluh-puluh tahun sebelumnya cukup merepotkan Gowa akhirnya


harus menyerah pada 1611. Sejak saat itu, Bone ikut menganut ajaran Islam dan menjadi
taklukan Gowa. Meskipun begitu, kedudukan raja Bone masih diakui dan sempat
dimerdekakan kendati rangkaian konflik masih saja terjadi di era-era setelahnya.

Tahun 1643, Bone benar-benar jatuh dan wilayahnya diperintah langsung oleh Sultan
Gowa. Peristiwa tersebut terjadi ketika Bone dipimpin Sultan La Maddaremmeng yang tidak
lain adalah ayahanda Arung Palakka. Takluknya Bone kepada Gowa membuat Arung
Palakka dan keluarganya dijadikan tawanan. Sejak umur 11, ia sudah merasakan bagaimana
pedihnya hidup tanpa kebebasan kendati perlakuan keluarga Kesultanan Gowa terhadapnya
tidak terlalu buruk. Menurut Palloge Petta Nabba dalam Sejarah Kerajaan Tanah
Bone (2006), Arung Palakka dan keluarganya dijadikan pelayan di kediaman Perdana
Menteri Gowa, Karaeng Pattinggaloang. Namun Pattinggaloang tetap menaruh respek kepada
keluarga Arung Palakka, dan Arung Palakka pun tumbuh menjadi seorang pemuda cerdas
dan gagah di bawah bimbingannya .

Hingga suatu ketika, Arung Palakka akhirnya bisa terbebas dari cengkeraman Gowa
setelah terjadi aksi pemberontakan orang-orang Bone yang dipimpin Tobala. Tobala
sebenarnya adalah orang Bone yang ditunjuk sebagai Regent atau Bupati Bone sebagai
kepanjangan tangan dari Gowa. Lari dari Gowa, Arung Palakka kemudian berlindung di
Kesultanan Buton. Selama tiga tahun tinggal di Buton yang saat itu dipimpin La Sombata
atau Sultan Aidul Rahiem, Arung Palakka bersiap untuk melakukan pembalasan.

Akhir 1660, dibantu beberapa mantan petinggi Kesultanan Bone yang masih setia,
Arung Palakka melancarkan serangan terhadap Gowa dan berhasil membebaskan orang-
orang Bone yang dipekerjakan paksa. Sayangnya, Tobala tewas dalam peperangan tersebut.

Arung Palakka terpaksa mundur. Untuk meraih kemenangan, ia belum sanggup


lantaran armada militer Gowa masih terlalu kuat, bahkan membuatnya kian terdesak. Arung
Palakka pun terpaksa melarikan diri karena menjadi target utama pasukan Gowa yang
mencarinya sampai ke Buton.

14
Di saat yang sama, VOC datang menawarkan bantuan. Kondisi ini sebenarnya
dilematis bagi Arung Palakka. Di satu sisi, ia muak dengan ambisi VOC. Namun di sisi lain,
ia memerlukan dukungan kaum penjajah itu jika ingin menuntaskan dendamnya sekaligus
menjadikan Bone sebagai pemerintahan yang berdaulat lagi.

Akhirnya, pada 1663, Arung Palakka dan para pengikutnya berlayar jauh ke Batavia,
tepat di mana pusat kekuasaan VOC berada. Selain untuk menyelamatkan diri dari kejaran
Gowa, Arung Palakka ternyata harus membuktikan terlebih dulu bahwa ia memang benar-
benar butuh bantuan VOC.

VOC mengizinkan Arung Palakka dan orang-orangnya menetap di Batavia—inilah


asal-muasal Kampung Bugis yang kini berada di wilayah Jakarta Utara. Namun mereka harus
membantu VOC sekaligus sebagai pembuktian diri bahwa mereka adalah orang-orang yang
tangguh dan dapat diandalkan. Kehadiran Arung Palakka sangat menguntungkan VOC.
Seperti dicatat Anthony Reid dalam Charting the Shape of Early Modern Southeast
Asia (2000), ia menjadi salah satu kunci keberhasilan VOC dalam menaklukkan berbagai
wilayah di Nusantara, bersama Cornelis Speelman yang asli Belanda dan mantan pemimpin
kelompok bersenjata dari Maluku, Joncker Jouwa de Manipa alias Kapiten Jonker.

8. Perang yang terjadi di kerajaan gowa tallo (perang makassar )


Setelah 3 tahun membantu VOC, saatnya tiba bagi Arung Palakka untuk menuntaskan
dendam sekaligus merebut kembali wilayah Bone yang dikangkangi Gowa. Pada 24
November 1666 armada besar bertolak dari pesisir utara Batavia menuju Celebes, terdiri dari
21 kapal perang yang mengangkut 1.000 prajurit.

Pasukan Arung Palakka yang beranggotakan 400 orang semakin percaya diri berkat
bantuan VOC yang menyumbangkan 600 orang tentaranya dari Eropa yang paling terlatih.
Mereka berangkat dengan satu tujuan: mengalahkan Gowa yang saat itu dipimpin seorang
raja perkasa berjuluk Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin.

Dan terjadilah pertempuran legendaris itu. Gowa pada akhirnya menyerah, dan
tanggal 18 November 1667 Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya
yang menandai kemenangan VOC dan Arung Palakka walaupun selama beberapa tahun
berikutnya serpihan pasukan Gowa masih melakukan perlawanan.Pada 21 Desember 1666,
perang pecah kembali. Kali ini VOC bersekutu dengan Arung Palaka. VOC mengirim bala

15
tentara yang didukung 21 buah kapal perang di bawah pimpinan Cornelis Speelman. Benteng
Sombaopu, Panakukang, dan Makassar ditembaki meriam VOC. Arena pertempuran pecah
pula di perairan Buton. Pertempuran semakin hebat pada 7 Juli 1667. Peta kekuatan menjadi
semakin tidak seimbang. Pasukan Hasanuddin harus melawan persekutuan VOC-Arung
Palaka. Sedikit demi sedikit pasukan Hasanuddin terdesak hingga terpaksa ia menerima
tawaran VOC untuk berdamai di Desa Bungaya pada 18 November 1667. Perjanjian Bungaya
menetapkan keputusan sebanyak 30 pasal dan keputusan yang terpenting yaitu sebagai
berikut :

Makassar harus mengakui monopoli VOC


Wilayah Makassar diperkecil hingga tinggal Gowa
Makassar harus membayar seluruh biaya perang
Benteng-benteng Makassar harus dihancurkan
Hasanuddin harus mengakui Arung Palaka sebagai Raja Bone

VOC memastikan dominasi perdagangannya di Sulawesi Selatan setelah Sultan Hasanuddin


menandatangani Perjanjian Bongaya. Setidaknya ada 30 pasal dalam Perjanjian Bongaya
yang diteken di Makassar oleh Sultan Hasanuddin dan Cornelis Speelman pada 18 November
1667, tepat hari ini 351 tahun lalu. Sejarah membuktikan, hampir seluruh pasal perjanjian itu
merugikan Kesultanan Gowa dan, sebaliknya, amat menguntungkan VOC.
Intinya, Perjanjian Bongaya menjadi legitimasi yang sangat kuat bagi kaum kompeni untuk
menguasai perdagangan di wilayah Kesultanan Gowa dan kerajaan-kerajaan taklukannya.
Tidak boleh ada bangsa asing lainnya yang berniaga di kawasan itu tanpa persetujuan dari
Belanda.Sultan Hasanuddin sempat melanggar kesepakatan itu dengan kembali melakukan
serangan lantaran merasa sangat dirugikan. Namun, VOC masih terlalu kuat dan akhirnya
berhasil menjungkalkan sang sultan dari singgasananya. Perjanjian Bongaya tetap diterapkan
dan menjadi awal kemunduran Kesultanan Gowa.

Kesepakatan yang Merugikan

Perjanjian Bongaya pada 1667 menjadi rangkaian babak akhir peperangan antara
Kesultanan Gowa melawan VOC yang sudah berlangsung sejak awal 1660. Sultan
Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian setelah Gowa menelan beberapa kali
kekalahan dari Belanda.

16
Dikutip dari Sejarah Maritim Indonesia (2006) karya Agus Supangat dan kawan-
kawan, banyak pasal yang merugikan Gowa dalam isi Perjanjian Bongaya dan terpaksa harus
diterima Sultan Hasanudin. Belanda sangat diuntungkan dengan perjanjian itu sebagai
legitimasi untuk menguasai, mendominasi, bahkan memonopoli perniagaan di kawasan
Sulawesi Selatan. Pasal 6, misalnya, menyebutkan bahwa tidak ada bangsa Eropa yang
diperkenankan masuk atau melakukan perdagangan di Gowa.

Tak hanya bangsa Eropa yang tidak boleh berniaga di wilayah Gowa. Pasal 7
menyebutkan bahwa orang Moor (Muslim India), Siam (Thailand), Aceh, Jawa, hingga
Melayu dilarang memasarkan barang-barang dari Cina. Pelaku pelanggaran akan dijatuhi
sanksi dan VOC berhak menyita barang-barang dagangannya. Intinya, seluruh penguasaan
serta akses perdagangan di Gowa dan sekitarnya diambilalih sepenuhnya oleh kompeni.
Bahkan, sebagaimana yang tertera di Pasal 8, VOC dibebaskan dari pajak dan bea impor
maupun ekspor. Gowa tentu saja amat dirugikan. Bahkan, VOC menjadi pihak yang
mengatur roda perekonomian kesultanan pimpinan Sultan Hasanuddin itu. Seperti diungkap
Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia (2008), Pasal 12
mengatur bahwa mata uang yang berlaku di Gowa adalah koin Belanda seperti yang
digunakan di Batavia.

Otoritas VOC juga berhak melarang warga Gowa melakukan pelayaran. Hanya
beberapa tempat yang diperbolehkan untuk dituju, yakni sebagian Jawa, Bali, Batavia,
Banten, Jambi, Palembang, Kalimantan, dan Johor; itu pun harus meminta izin terlebih dulu
kepada komandan kompeni yang berwenang di Gowa. Apabila dilanggar, maka si pelaku
akan dianggap dan diperlakukan sebagai musuh, demikian bunyi Pasal 9. Terkait kerugian
yang diderita selama perang, demikian disebut dalam Pasal 5, Kesultanan Gowa wajib
membayar ganti rugi seluruhnya kepada VOC. Selain itu, tercantum di Pasal 13, Sultan
Hasanuddin dan para bangsawan Gowa harus mengirimkan uang senilai 1.000 budak pria dan
wanita ke Batavia.

VOC juga memperlemah kekuatan Gowa lewat Perjanjian Bongaya. Termaktub


dalam Pasal 10 dan 11, seluruh benteng yang dibangun Kesultanan Gowa di sepanjang pesisir
Makassar harus diruntuhkan. Benteng yang diperbolehkan tetap berdiri adalah Benteng
Sombaopu yang ditinggali Sultan Hasanuddin.

Sementara Benteng Ujung Pandang akan diserahkan kepada VOC beserta tanah dan
desa-desa di sekitarnya. Selain itu, dikutip dari Sosiologi Hukum dalam Perubahan(2009)

17
suntingan Antonius Cahyadi dan Donny Danardono, kompeni diperbolehkan membangun
Benteng Rotterdam. Adapun Pasal 3 menegaskan, kompeni berhak mengambil seluruh alat-
alat sisa perang, seperti meriam, senjata, amunisi, dan sejenisnya. Sedangkan di Pasal 4 diatur
mengenai penyerahan semua orang Gowa yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang
Belanda di berbagai tempat. Mereka akan dijatuhi hukuman sesuai keputusan pengadilan
VOC.

Perjanjian Bongaya mewajibkan pula kepada Kesultanan Gowa untuk siap sedia
membantu kompeni menghadapi musuh-musuhnya yang datang dari dalam maupun ancaman
dari luar, begitu bunyi Pasal 23. Kesultanan Gowa juga harus melepaskan pengaruhnya atas
Bone dan Luwu. Pada 1672, takhta Bone diserahkan kepada Arung Palakka yang ikut
membantu VOC mengalahkan Gowa. Menurut Edward Poelinggomang dalam Makassar
Abad XIX: Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim (2002), Arung Palakka bahkan
diberi keleluasaan oleh VOC untuk meluaskan wilayahnya. Kompeni mengatur pula
kehidupan masyarakat Gowa, juga hubungan dengan kerajaan-kerajaan atau wilayah-wilayah
(bekas) taklukkannya, termasuk Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Soppeng, Turatea, Layo,
Bajing, Bima, dan negeri-negeri lainnya.

Singkat kata, Perjanjian Bongaya benar-benar melucuti pengaruh Kesultanan Gowa


yang pernah amat digdaya di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, baik dari segi
ekonomi, sosial, maupun politik.

Pelanggaran Awal Keruntuhan

Sultan Hasanuddin rupanya sudah tidak tahan dengan ketidakadilan yang dilakukan
VOC dengan Perjanjian Bongaya. Maka, dengan segenap kekuatan yang tersisa, raja berjuluk
Ayam Jantan dari Timur itu melakukan perlawanan lagi terhadap kompeni meskipun harus
melanggar kesepakatan.

Beberapa benteng yang sudah diruntuhkan dibangun lagi secara diam-diam. Angkatan
perang Gowa juga mendapat bantuan dari beberapa laskar yang digalang oleh adik Sultan
Hasanuddin, I Ata Tojeng Daeng Tulolo. Namun, upaya ini diketahui VOC. Kali ini, tidak
ada ampunan lagi. Ahmad Massiara Daeng Rapi dalam Menyingkap Tabir Sejarah Budaya di
Sulawesi Selatan (1988) memaparkan, VOC mengerahkan seluruh pasukan gabungan,
termasuk bantuan dari Bone, Ambon, dan Batavia, untuk menyerang Benteng Sombaopu
pada 12 Juni 1669 .

18
Takluknya Benteng Sombaopu dibarengi dengan tertangkapnya Sultan Hasanuddin
yang kemudian terpaksa turun takhta pada 29 Juni 1669. Pada 12 Juni 1670, penguasa
pembawa kejayaan sekaligus keruntuhan Kesultanan Gowa ini meninggal dunia dalam usia
39.

Sepeninggal Sultan Hasanuddin, situasi damai belum sepenuhnya bisa terwujud.


Meskipun VOC sudah menguasai hampir seluruh aspek kehidupan di Gowa, termasuk
memonopoli perdagangan, masih ada pihak-pihak yang belum bisa menerima hasil Perjanjian
Bongaya yang sangat merugikan Gowa.

Karaeng Karunrung dan Karaeng Galesong, dua abdi setia Sultan Hasanuddin yang
memiliki ribuan pengikut, mencoba memberikan perlawanan terhadap VOC. Namun upaya
tersebut gagal sehingga keduanya mengalihkan armada mereka ke Jawa untuk bergabung
dengan Trunojoyo yang juga sedang menghadapi Belanda.

Selain itu, seperti disebutkan dalam Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme


dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan(1985) yang ditulis Muhammad Abduh dan kawan-
kawan, masih ada beberapa perlawanan dari sejumlah pejuang Gowa namun dengan mudah
dapat dipatahkan kompeni. Sultan Abdul Jalil (1677-1709) yang merupakan pemimpin
Kesultanan Gowa generasi ketiga setelah era Sultan Hasanuddin pernah menggugat beberapa
pasal dalam Perjanjian Bongaya. Namun, hanya satu pasal saja yang dikabulkan gugatannya,
yakni mengenai penghapusan utang atau ganti rugi yang harus dibayar kepada Belanda.

Kesultanan Gowa memang tidak sepenuhnya runtuh, bahkan mampu bertahan lama.
Namun, secara politik, pengaruh Kesultanan Gowa sudah tidak kuat lagi setelah
ditandatanganinya Perjanjian Bongaya, terlebih setelah wafatnya Sultan Hasanuddin.
Cengkeraman Belanda di Gowa yang sangat kuat baru usai ketika pemerintahan Hindia
Belanda runtuh pada 1942. Riwayat Kesultanan Gowa pun berakhir setelah Indonesia
merdeka dan menggabungkan diri dengan Republik.

9. Penyebab kehancuran 
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi
asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC
yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di
Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut

19
maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan
terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan


Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku.
Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas
keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari
Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan
dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-
domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah
kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang
merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada
VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar.
Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC
untuk menghancurkan Makasar. Pertempuran yang
terjadi sejak 1660 terus berlangsung. VOC kini punya
sekutu yang amat berharga, yakni Arung Palakka dari
Bone, yang dendam lantaran Gowa menjajah dan memperbudak Kerajaan Bone. Bahkan,
disebutkan oleh Palloge Petta Nabba dalam Sejarah Kerajaan Tanah Bone (2006), Arung
Palaka dan keluarganya pernah dijadikan pembantu di rumah pejabat tinggi Gowa . Setelah
berhasil lolos dari Gowa, Arung Palakka lantas meminta bantuan VOC ke Batavia. Arung
Palakka yang memang terampil dalam bertempur sempat membantu VOC menaklukkan
berbagai wilayah. Ia pernah berkolaborasi dengan Cornelis Speelman dan Joncker Jouwa de
Manipa alias Kapiten Jonker .Kemudian, pada 1666, pasukan Arung Palakka turut serta
dalam armada besar VOC yang dipimpin Cornelis Speelman untuk menyerang Gowa.
Pertempuran besar pun terjadi dan berlangsung beberapa bulan lamanya.

Kesultanan Gowa terdesak karena dijepit oleh pasukan gabungan lawan. VOC
menyerang dari laut sekaligus memblokir jalur perdagangan, sementara urusan darat
dikerjakan sepenuhnya dengan sangat baik oleh Arung Palakka. Situasi yang amat tidak
menguntungkan ini membuat Sultan Hasanuddin terpaksa menyerah dan bersedia diajak
berunding. Perundingan itu dilakukan pada 18 November 1667 dan dikenal dengan nama

20
Perjanjian Bungaya. Setidaknya ada 30 poin penting yang termaktub dalam perundingan itu
dan hampir seluruhnya sangat merugikan Gowa .

Namun, Sultan Hasanuddin rupanya masih menyimpan kekecewaan. Lantaran merasa


sangat dirugikan atas hasil Perundingan Bungaya itu, Gowa kembali melawan—dan ini
berarti, Sultan Hasanuddin sudah dua kali melanggar kesepakatan dengan VOC.
Kali ini Belanda tidak lagi memberi ampun. Dengan mengerahkan seluruh pasukan
gabungan, termasuk pasukan dari Bone dan Ambon, ditambah kedatangan bala bantuan dari
Batavia, VOC berhasil menaklukkan benteng terkuat Kesultanan Gowa di Somba Opu pada
12 Juni 1669 .

Sultan Hasanuddin menyerah dan terpaksa meletakkan takhta. Pada 12 Juni 1670,
tepat setahun setelah kekalahan telak itu, ia meninggal dunia dalam usia yang masih cukup
muda, yakni 39 tahun. Sepeninggal Sultan Hasanuddin, perlawanan terhadap VOC memang
beberapa kali dilancarkan, meskipun dalam skala yang kecil dan nyaris selalu bisa
dipatahkan. Namun, Kesultanan Gowa tidak pernah lagi mencapai kejayaan seperti yang
pernah dinikmati pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Pada 12 Juni 1670, tepat
setahun setelah kalah dengan VOC, Sultan Hasanudin meninggal dunia.

Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan


Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan
menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan
Makasar. Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda
tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra
Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan
rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda
dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

10. Perjanjian Bongaya


Perjanjian ini diadakan setelah terjadinya peperangan antara Kerajaan Gowa melawan
VOC yang memuncak pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kekalahan Kerajaan
Gowa dari persenjataan VOC memaksa penandatanganan Perjanjian Bongaya. Dalam
perjanjian ini Belanda dibantu oleh Aru Palaka. Hasil dari perjanjian Bongaya sangat
menguntungkan pihak VOC dan merugikan Kerajaan Gowa sebagai salah satu kerajaan di
Indonesia yang besar dan menjadi bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia .

21
Isi Perjanjian Bongaya

Gowa pada saat itu menjadi kerajaan besar yang menguasai lalu lintas perdagangan di
Indonesia bagian Timur dengan bahan perdagangan utama yaitu rempah – rempah. Kondisi
tersebut membuat VOC menganggap kerajaan Gowa adalah rintangan dalam melakukan
monopoli.  Sementara Gowa menganut kebebasan perdagangan yang artinya mereka
berdagang dengan siapa saja. VOC yang melarang Gowa berdagang dengan bangsa Eropa
lainnya diabaikan. Aru Palaka juga memberontak terhadap Gowa dan berpihak ke VOC.
Setelah beberapa kali usaha Belanda menyerbu Gowa berhasil digagalkan, dengan kekuatan
penuh dan bantuan Aru Palaka VOC berhasil mengalahkan kerajaan Gowa dan menawarkan
perjanjian untuk mengakhiri perang . Sebagian isi perjanjian Bongaya yaitu:

 Semua pemimpin dan rakyat VOC Eropa yang dulu kabur dan masih berada di
wilayah Makassar segera diserahkan kepada Laksamana.

 Semua peralatan baik senjata dan non senjata yang diambil dari kapal Leeuwin di Don
Duango dan kapal Walvisch di Selayar dikembalikan kepada VOC.

 Siapa saja yang membunuh orang Belanda akan diadili dan dihukum oleh perwakilan
Belanda.

 Siapa saja termasuk raja dan bangsawan Makassar segera melunasi hutang dan
membayar ganti rugi jika terbukti merusak milik VOC.

 Semua orang Eropa lain di Makassar harus segera diusir dan tidak diizinkan masuk
atau melakukan transaksi jual beli di Makassar.

 VOC harus bebas dari biaya dan pajak ekspor impor perdagangan.

 Hanya kompeni yang boleh berdagang dengan bebas di Makassar. Orang India, Moor
(muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, Siam tidak diizinkan memasarkan kain dan barang –
barang dari Tiongkok. Pelanggar akan dihukum dan barang dagangannya disita kompeni.

 Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan, termasuk benteng


Barombong, Pa’nakkukang, Garassi, Mariso, Boro’ boso kecuali benteng Somba Opu yang
menjadi kediaman Sultan Hasanuddin.

 Benteng Ujung Pandang harus diserahkan dalam kondisi yang baik kepada Belanda
bersama dengan tanah wilayahnya.

 Koin Belanda diberlakukan di Makassar sebagaimana diberlakukan di Batavia.

22
 Urusan Bima dan sekitarnya tidak boleh lagi dicampuri oleh Raja dan bangsawan
Makassar. Ketahui juga mengenai silsilah kerajaan Bima.
 Raja Bima dan Karaeng Bontomaranu diserahkan kepada Belanda untuk dihukum.

 Sultan Ternate harus mengembalikan orang – orang dari Kepulauan Sula sekaligus
meriam dan senapannya.

 Wilayah wajo, Bulo Bulo dan Mandar harus ditinggalkan oleh pemerintah Kerajaan
Gowa dan tidak lagi diperbolehkan untuk membantu dalam bentuk apapun.

 Orang Bugis dan Turatea yang akan menikah harus mendapatkan izin pihak
berwenang.

 Pemerintah Kesultanan Gowa harus menutup negerinya dari semua bangsa kecuali
Belanda.

Dampak Perjanjian Bongaya

Perjanjian Bongaya menjadi tahap akhir perlawanan dari Kesultanan Gowa terhadap VOC
yang sudah berlangsung sejak tahun 1660. Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani
perjanjian tersebut setelah berada dalam posisi terdesak karena Gowa mengalami beberapa
kali kekalahan dari VOC. Dampak perjanjian Bongaya adalah sebagai  berikut ini:

1. Belanda memperoleh hak atas monopoli perdagangan di wilayah Sulawesi dengan


mudah.
2. Belanda dapat membangun benteng sekaligus mengultimatum dan memaksa
Makassar untuk menyerahkan atau menghancurkan semua bentengnya.
3. Penduduk dan pemerintah Makassar wajib menyerahkan hasil bumi dan kekayaan
alam lainnya untuk biaya perang.
4. Kesultanan Gowa wajib menyerahkan semua wilayah bawahannya seperti Bone dan
Luwu tanpa syarat sehingga VOC dapat memperluas daerah kekuasaannya.
5. Belanda memperoleh rempah – rempah dengan sangat mudah dengan aturan yang
mewajibkan semua pemerintahan untuk menyetorkan hasil alam kepada VOC.
6. Makassar merugi dalam banyak hal karena harus tunduk dan patuh kepada peraturan
Kompeni.
7. VOC berhak melarang warga Gowa untuk melakukan pelayaran dan hanya beberapa
tempat yang diizinkan yaitu pantai Jawa, Bali, Batavia, Banten, Jambi, Palembang,

23
Kalimantan dan Johor. Sebelum berlayar, rakyat Gowa harus meminta izin kepada komandan
yang berwenang. Pelanggarnya akan dianggap musuh.
8. Kesultanan Gowa wajib membayar ganti rugi selama perang kepada VOC dan
mengirimkan uang senilai 1000 orang budak ke Batavia atau senilau 2,5 tael atau 40 mas
emas Makassar per orangnya. Setengahnya dikirim pada bulan Juni dan sisanya pada musim
berikutnya.
9. Seluruh alat – alat sisa perang diambil oleh Kompeni.
10. Kesultanan Gowa wajib membantu VOC dari ancaman manapun.
Kondisi Setelah Perjanjian Bongaya

Lama kelamaan Sultan Hasanuddin tidak tahan dengan dampak perjanjian Bongaya
yang merugikan rakyat. Ia kemudian melakukan perlawanan kembali dengan segenap
kekuatan yang tersisa walaupun itu artinya melanggar kesepakatan. Beberapa benteng yang
sudah diruntuhkan kembali dibangun dengan diam – diam. Angkatan perang Gowa juga
mendapat bantuan dari beberapa laskar, salah satunya yang dibentuk oleh adik Sultan
Hasanuddin yaitu I Ata Tojeng Daeng Tulolo.

Akan tetapi upaya perlawanan ini diketahui oleh VOC, sehingga mereka
mengerahkan seluruh pasukan gabungan dari Bone, Ambon dan Batavia untuk menyerang
Benteng Somba Opu pada 12 Juni 1669. Benteng Somba Opu kemudian jatuh dan Sultan
Hasanuddin ditangkap hingga dipaksa turun tahta pada 29 Juni 1669. Ia meninggal dunia
dalam usia 39 tahun pada 12 Juni 1670. Kelak Sultan Hasanuddin diakui jasa – jasanya dalam
perjuangan melawan penjajah dan diangkat sebagai pahlawan nasional dari Sulawesi oleh
pemerintah RI.

Perlawanan tidak berhenti setelah Sultan Hasanuddin, sang Ayam Jantan Dari Timur
meninggal dunia. Karaeng Karunrung dan Karaeng Galesong, dua abdi setia Sultan
Hasanuddin yang memiliki ribuan orang pengikut mencoba melawan VOC. Akan tetapi,
usaha perlawanan tersebut gagal sehingga mereka beralih ke Jawa dan bergabung dengan
Trunojoyo yang juga sedang melawan VOC. Kemudian masih ada Sultan Abdul Jalil (1677 –
1709) yang memimpin Kesultanan Gowa sebagai generasi ketiga setelah Sultan Hasanuddin,
yang menggugat beberapa pasal dalam perjanjian Bongaya tersebut. Namun gugatannya yang
dikabulkan hanya mengenai penghapusan hutang atau ganti rugi kepada Belanda.

24
Setelah kematian Sultan Hasanuddin, Kesultanan Gowa memang tidak sepenuhnya
mengalami keruntuhan. Akan tetapi, dampak perjanjian Bongaya membuat pengaruh politik
Kesultanan Gowa habis tidak bersisa. Gowa mulai mengalami kemunduran secara perlahan
namun pasti terutama setelah Sultan Hasanuddin tidak  lagi memerintah. Gowa baru bisa
melepaskan diri dari cengkeraman Belanda pada tahun 1942 ketika Jepang menyerbu
Indonesia. Kesultanan Gowa berakhir setelah Indonesia merdeka dan bergabung dengan
Republik Indonesia. Ketahui juga mengenai sejarah museum Balla Lompoa, sejarah museum
kota Makassar dan sejarah museum La Galigo Makassar.

11. Peninggalan kerajaan Gowa Tallo


1. Fort Rotterdam
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-
9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.

Awalnya benteng ini berbahan dasar


tanah liat, namun pada masa pemerintahan
Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin
konstruksi benteng ini diganti menjadi batu
padas yang bersumber dari Pegunungan
Karst yang ada di daerah Maros. Benteng
Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor
penyu yang hendak merangkak turun ke
lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas
filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun
dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng in i
adalah Benteng Ujung Pandang.

2. Masjid Katangka

Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak


berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan
Mahmud  (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur

25
Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit
mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.

3. Kompleks makam raja gowa tallo


 Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks
makam kuno yang dipakai sejak abad XVII sampai
dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan
Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang.
Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai
Tallo atau pada sudut timur laut dalam wilayah benteng
Tallo. Berdasarkan basil penggalian (excavation) yang
dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah
wa komplek makam berstruktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi
bangunan, dan kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan makam.

Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa memper¬gunakan perekat. Perekat
digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan
jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih
serupa dengan bangunan jirat dan kubah dari
kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan
Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam
dominan berciri abad XII Masehi.

4. Istana Balla Lompoa

Istana ini teletak di Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten


Gowa, yang Didirikan oleh Raja Gowa ke-35 I Mangimangi
Daeng Matutu Karaeng Bonionompo Sultan Muhammad
Tahir Muhibuddin Tumenangari Sungguminasa. Saat ini,
istana dengan 54 tiang, enam jendala di sisi kiri dan empat
jendela di depan difungsikan sebagai Museum Balla Lompoa
yang menyimpan benda-benda kerajaan.

5.Batu Pallantikang (Batu Pelantikan)

26
Batu pallantikang atau disebut juga batu pelantikan adalah batu
andesit yang diapit oleh batu kapur. Peninggalan bersejarah kerajaan
Gowa Tallo ini dianggap oleh beberapa orang sebagai
keberuntungan karena diyakini sebagai batu dari surge.

6.Masjid Jongaya (Babul Firdaus)


Masjid Jongayya atau juga dikenal sebagai Babul Firdaus adalah masjid yang
dibangun untuk pertama kalinya oleh Raja Gowa ke-34, yaitu Imakkulau Daeng Serang
Karaeng Lembang Parang Sultan Husain Tumenanga ri Bundu’na saat perayaan ulang tahun
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam sekitar tahun 1314 Hijriah.

Menurut informasi dari masyarakat setempat, masjid ini adalah masjid ketiga yang
didirikan oleh kerajaan Gowa selain masjid Jami ‘Nurul Mu’minin dan masjid Katangka.
Arsitektur ketiga masjid ini hampir sama karena masih dibangun oleh keturunan raja Gowa.
Tujuan pembangunan masjid ini adalah karena perpindahan pusat kerajaan Gowa dari
wilayah Katangka ke Jongayya.

Karena lokasinya di pusat kerajaan, masjid


ini juga menjadi tempat pertemuan para raja untuk
mengatur strategi untuk memerangi pendudukan
Belanda serta tempat untuk belajar Islam. Seiring
berjalannya waktu, masjid ini kemudian diperluas
dari luas aslinya 100 meter persegi menjadi 750
meter persegi dan saat ini, luas masjid telah
mencapai 2.000 meter persegi.

7.Masjid Jami ‘Nurul Mu’minin

adalah masjid peninggalan kerajaan Gowa Talo di


Jalan Urip Sumoharjo, Makassar. Diperkirakan
masjid ini dibangun sekitar 1.700 tahun yang lalu.
Dikatakan bahwa masjid ini didirikan oleh salah satu
pengrajin Gowa bernama Andi Cincing Karaeng
Talengkese. Tujuan pembangunan masjid ini pada
waktu itu adalah untuk membantu orang-orang yang
merasa kesulitan untuk pergi ke tempat shalat yang cukup jauh, yaitu masjid Jongayya.

27
8. Makam Sheikh Yusuf Tajul Khalwati
Sheikh Yusuf Tajul Khalwati atau dikenal juga
dengan Sheikh Yusuf Almaqassari Al-Bantani
adalah seorang ilmuwan hebat yang lahir di
Gowa pada 3 Juli 1926. Dia adalah keturunan
dari pasangan Abdullah dan Aminah. Saat
kelahirannya, Sultan Alauddin memberinya
kehormatan memberinya nama langsung, nama
yang diberikan adalah Muhammad Yusuf.

Sheikh Yusuf memiliki pengaruh besar pada penduduk Gowa Tallo terhadap para penjajah.
Dengan pengaruhnya yang besar yang mengganggu para penyerbu, ia kemudian diasingkan
ke Sri Lanka, India, pada bulan September 1684, kemudian ke Cape Town, Afrika Selatan.
Ketika dia meninggal, jenazahnya dipulangkan ke wilayah asalnya, Makassar dan tepatnya ke
dataran rendah Menung, sebelah barat masjid Katangka.

9. Benteng Somba Opu


Benteng Somba Opu adalah benteng dalam sejarah kesultanan Gowa yang didirikan oleh raja
ke-9 Gowa, yaitu Daeng Matanre Karaeng
Tumapa’risi ‘Kallonna pada abad ke-16. Benteng ini
terletak di Jalan Daeng Tata, kel. Benteng Somba
Opu, kec. Barombong, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan.
Pada zamannya, tempat ini dulunya merupakan pusat
perdagangan pelabuhan dan rempah-rempah, yang
diperdagangkan untuk para pedagang dari Asia dan
Eropa. Namun, tempat ini berhasil ditaklukkan oleh VOC pada tahun 1969, yang kemudian
dihancurkan hingga tenggelam oleh ombak. Benteng itu kemudian ditemukan kembali pada
1980-an oleh para ilmuwan yang datang ke situs tersebut.

Kemudian pada 1990-an sebelum benteng dibangun kembali sehingga terlihat lebih baik dari
sebelumnya. Tempat ini sekarang telah menjadi kunjungan bersejarah karena ada rumah-
rumah tradisional dan ada juga museum yang berisi benda-benda bersejarah dari kerajaan ini.
Tidak kalah menariknya, di tempat ini juga ditemukan sebuah meriam dengan panjang 9
meter dan berat kisaran 9.500 kilogram.

28
Sumber Data
 https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-perjanjian-bongaya-cara-
belanda-lemahkan-kesultanan-gowa-c951

https://www.google.com/amp/s/wawansafrudin.wordpress.com/2017/01/18/kera
jaan-gowa-tallo/amp/

https://www.respublika.id/2017/10/18/kemunduran-kerajaan-islam-di-
indonesia/

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/arung-palakka-di-antara-gelar-
pahlawan-dan-pengkhianat-cmej

https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-kerajaan-makassar/

https://taldebrooklyn.com/kerajaan-gowa-tallo/

 https://www.berpendidikan.com/2019/07/kerajaan-gowa-tallo.html

https://pendidikanmu.com/2020/02/kerajaan-gowa-tallo.html

https://pendidikanmu.com/2020/02/peninggalan-kerajaan-gowa-tallo.html

29

Anda mungkin juga menyukai