Anda di halaman 1dari 70

KUMPULAN MAKALAH MATA KULIAH STUDI AL

QUR’AN
Dosen Pengampu: Ustadz Fahman

Program Studi Tadris Bahasa


Inggris
Fakultas Tarbiyah
Universitas Darussalam Gontor
2020-2021
TIM PENYUSUN LAPORAN :

Muhamad Luthfi hasmiriyanto (412020131037)


Muhamad salman farisi (412020131041)
Faiz faqihudin (412020131020)
Ibrahim hasan pane (412020131029)
Ahmad ksatria adi (412020131004)
Ade mulyadi (412020131002)
Fairuz ahmad (412020131019)
Fauzan riskiawan (4120201310
Zaki nasrul faturrahman (4120201310
Farid taufik nugraha (4120201310
Abyan usman (412020131038)
Ibnu khayr ahmad (412020131028)
Farhan nafies tamami (412020131021)
Muhamad fajrin fahri (412020131040)

1
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN LAPORAN :.........................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................2
KATA PENGANTAR.........................................................................4
PERKEMBANGAN TAFSIR SETIAP ZAMAN (Ibrahim hasan
faiz faqihudin)......................................................................................5
BAB I : PENDAHULUAN...............................................................5
BAB II : PEMBAHASAN................................................................7
BAB III : PENUTUP......................................................................16
PENGERTIAN ILMU MUNASABAT (Muhamad salman farisi,
Muhamad Luthfi hs).........................................................................17
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................17
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................18
BAB III: PENUTUPAN.................................................................21
PENGERTIAN ORIENTALIS ( Fairuz Ahmad ).........................22
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................22
BAB II:PEMBAHASAN................................................................24
BAB III: PENUTUP.......................................................................32
ILMU HUKUM DALAM ALQUR’AN (Ahmad ksatria, Ade
mulyadi).............................................................................................33
BAB I: PENDAHULUAN.................................................................33
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................34
BAB III: PENUTUP.......................................................................40
PENGERTIAN DAN TUJUAN DI TURUNKANNYA
ALQUR’AN ( Farhan nafies, Fajrin fahri )....................................41

2
BAB 1:PENDAHULUAN..............................................................41
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................42
BAB III: PENUTUP DAN KESIMPULAN.................................49
MEMAHAMI KAIDAH PENAFSIRAN AlQUR’AN (Abyan
usman, Ibnu khayr ahmad)..............................................................50
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................50
BAB II : PEMBAHASAN..............................................................50
BAB III : PENUTUP DAN KESIMPULAN................................54
OTENTISITAS ALQUR’AN(FAUZAN RISKIAWAN,ZAKI
NASRUL)...........................................................................................55
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................55
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................56
BAB III: PENUTUP DAN KESIMPULAN.................................61
ASBABUN NUZUL ALQUR’AN (FARID TAUFIK)...................62
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................62
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................63
BAB 3 PENUTUP...........................................................................67
DAFTAR PUSTAKA........................................................................68

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan


semesta alam. Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan
makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula
penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari
akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul ‘Sejarah Perkembangan Tafsir


Beserta model Dan coraknya (Klasik, Pertengahan, dan
Kontemporer)’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Pada makalah diuraikan semua model –
model, sandaran dan yang dijadikan referensi tiap zaman, dan nama
mufassir pada setiap zamannya.

Adapun penulisan makalah bertema penafsiran Al – Qur’an ini


dibuat untuk memenuhitugas mata kuliah studi Al – Qur’an. Penulis
tidak hanya membahas konteks umum pada penafsiran tetapi lebih
sedikit mendalam dan detail.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah


mendukung serta membantu penyelesaian makalah. Harapannya,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
sekaligus menumbuhkan rasa cinta tanah air.

4
PERKEMBANGAN TAFSIR SETIAP ZAMAN (Ibrahim
hasan faiz faqihudin)
BAB I : PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kajian terhadap tafsir al-Qur’an mengalami proses yang cukup panjang
dalam sejarah perkembangan ilmu tafsir, dari masa formalisme Islam hingga
kontemporer. Proses penafsiran pada setiap masa memiliki kecenderungan
berbeda, sehingga akan menghasilkan produk tafsir yang berbeda pula.

Perbedaan inilah yang kemudian menjadi obyek kajian tafsir sebagai


suatu proses penafsiran dan tafsir sebagai suatu produk ekslampar kitab-kitab
tafsir.

Perbedaan Tafsir sebagai kajian terhadap proses dan produk penafsiran


merupakan fungsi ilmu tafsir sebagai suatu disiplin keilmuan. Proses penafsiran
tidak lepas dari perangkat metodologi yang digunakan untuk menafsirkan al-
Qur’an. metodologi tafsir dalam perkembangannya tidak hanya melalui kacamat
kaidah tafsir konfensional yang lebih menitik beratkan terhadap sumber riwayat
dan ulum al-Qur’an, sebab kamajuan ilmuan pengatuhuan menjadikan tafsir dapat
dikaji dalam multi interdisipliner secara proporsional.1

Metodologi penafsiran yang beragam mengindikasikan adanya proses


dialektika metodologi tafsir, sehingga memunculkan produk yang beragam dari
masa ke-masa. Sedangkan kajian terhadap produk tafsir berupaeksamplar kitab
pada dasarnya merupakan sebuah kajian untuk memahami al-Qur’an melalui
karya-karya ulama’ tafsir terdahulu, sehingga dipungkiri atau tidak, kajian macam
ini hanya mengulang sebuah penafsiran terdahulu tanpa memahami proses
penafsiran melalui perangkat metodologi yang berkembang secara dinamis sesuai
dengan semangat dan kecenderungan yang dibangun oleh mufassir.

Perkembangan metodologi tafsir berjalan beriringan dengan semangat


zamannya, sehingga memiliki kecenderungan beragam mulai dari sumber, metode
hingga cara penyajian penafsiran yang beragam. Sumber penfsiran berdasarkan
1
Abdul Mustaqim mengklasifikasikan sejarah perkembangan tafsir al-Qur’an menjadi empat
periode diantaranya, Formalisme Islam, Afirmatif, Modern dan Kontemporer. Ia menjelaskan
perkembangan tafsir berdasarkarkan History of Idea, menela’ah terhadap epistemologi tafsir
berupa sumber, metode dan kecenderungan penafsiran sehingga penafsiran yang dilakukan oleh
nabi dan sahabat adalah bagian dari proses penafsiran meskipun bukan berupak produk
eksemplar kitab tafsir. (Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit
LKiS, 2009, 21.

5
riwayat baik dari al-Qur’an itu sendiri atau riwayat dinukil dari hadist, isri’iliyat
maupun pendapat sahabat, mengawali proses awal

perkembangan tafsir yang menghasilkan produk tafsir bi al-ma’sur tanpa


menghadirkan ijtihad seorang mufassir, seperti tafsir Jami’ Al-Bayan fi Tafsir al-
Qur’an (310 H) karya Ibnu Jarir atTabari. Namun, seiring barjalannya waktu
mulai bermunculan produk tafsir yang menggunakan ijtihad sebagai salah satu
sumber penafsiran yang dikenal dengan sebutan tafsir bi al-ra’yi, seperti Tafsir
Al-Kabir (606 H) karya Fahkruddin al-Razi.2

1.2 Rumusan Masalah


A. Bagaimana model – model penafsiran setiap zamannya?

B. Apa saja sandaran yang di jadikan referensi?

C. Siapa saja para mufassir – mufassir itu? Dan buku apa saja yang telah mereka
karang?

1.3 Tujuan Penulisan


A. Mengetahui model – model penafsiran setiap zamannya

B. Mengetahui sandaran atau sumber yang dijadikan referensi

C. Mengetahui para mufassir beserta buku yang dikarang para mufassir

2
Muhammad Husein Adh-Dhahaby, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Beirut: Dar Kitab alIslamy, 1998),
21

6
BAB II : PEMBAHASAN
I. Perkembangan tafsir setiap zaman

1. Tafsir Pada Masa Nabi


Tafsir pertama kali ada mulai sejak ayat-ayat al-Qur’an itu mulai di
turunkan. Dalam praktiknya, ketika Rasulullah menerima wahyu berupa ayat al-
Qur’an, kemudian Rasulullah menyampaikan wahyu tersebut kepada sahabat dan
menjelaskannya berdasarkan apa yang beliau terima dari Allah swt.3 Sebagai
mana riwayat dari Siti ‘Aisyah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an kecuali beberapa ayat yang telah diajarkan oleh
Jibril as. 4

Menurut al-Suyuti, pada masanya, Nabi merupakan penafsir tunggal dari


al-Qur’an yang memiliki otoritas spiritual, intelektual, dan sosial.5 Akan tetapi
kebutuhan terhadap penafsiran pada masa itu tidak sebesar pada masamasa
berikutnya.

Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam al-Qur’an dijelaskan


oleh Nabi saw. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan maksudnya
tidak diketahui oleh para sahabat, karena memang hanya beliau yang dianugerahi
Allah swt tentang tafsiran al-Qur’an. Begitupun dengan ayat-ayat yang
menerangkan tentang hal-hal gaib, yang tidak ada seorang pun tahu kecuali Allah
swt, seperti terjadinya hari kiamat, dan hakikat ruh, semua itu tidak dijelaskan dan
ditafsiri oleh Rasulullah saw. 6

Sejarah Awal Perkembangan Tafsir Pada Periode Nabi


Perkembangan tafsir pada periode ini sering disebut perekembangan tafsir
pada era klasik, yaitu pada zaman Nabi saw dan sahabatnya. Pada periode ini.
termasuk dalam periode mutaqaddimin atau pada era awal pertumbuhan Islam.
Ciri utama penafsiran pada masa ini adalah :

1. Para penafsir adalah orang-orang yang menjadi saksi hidup pada masa
pewahyuan Nabi Muhammad saw.

3
Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia,
2013) hal. 31.
4
Ibid, hal. 31
5
Jalaluddin al-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulum al-Qur’an, (Bairut: DKI, 2012) hal. 173.
6
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al Quran Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir Kalamullah,
(Kediri: Lirboyo Press, 2011) hal. 201-202

7
2. Penafsiran umumnya disampaikan melalui lisan (oral tradition) kecuali
pada masa akhir periode ini yang telah menggunakan catatan-catatan
sederhana.
3. Selain riwayat, penafsiran disandarkan pada bahasa dan budaya Arab yang
masih digunakan dan disaksikan pada zamannya.

Perkembangan Tafsir Pada Masa Sahabat


Tafsir pada masa ini mulai muncul setelah Rasulullah saw wafat.
Sebelumnya pada waktu Nabi saw masih hidup, tak ada seorangpun dari sahabat
yang berani menafsirkan al-Qur’an, hal ini karena Nabi masih berada di tengah-
tengah mereka, sehingga ketika ditemukan suatu permasalahan, para sahabat
cukup menayakannya kepada Nabi dan permasalahan tersebut akan selesai.

Abdullah ibn Abbas yang wafat pada tahun 68 H, adalah tokoh yang
biasa dikenal senagai orang pertama dari sahabat nabi yang menafsirkan alQur’an
setelah nabi Muhammad saw. Ia dikenal dengan julukan “Bahrul Ulum” (Lautan
Ilmu), Habrul Ummah (Ulama’ Umat), dan Turjamanul Qur’an (Penerjemah Al-
Qur’an) sebagaimana telah diriwayatkan di atas, bahwa nabi pernah berdo’a
kepada Allah agar Ibnu Abbas diberi ilmu pengetahuan tentang ta’wil al-Qur’an
(lafadz-lafadz yang bersifat ta’wil dalam al-Qur’an).7

Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat


Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an cenderung pada penekanan arti
lafadz yang sesuai serta menambahkan qawl (perkataan atau pendapat) supaya
ayat al-Qur’an mudah dipahami.Sifat tafsir pada masa-masa pertama ialah sekedar
menerangkan makna dari segi bahasa dengan keterangan-keteranagan ringkas dan
belum lagi dilakukan istimbat hukum-hukum fiqih.8

Seperti halnya Ibnu Abbas, dalam menafsirkan al-Qur’an ia


mempergunakan Syawahidu as- Syair Arabi (Syair-syair kuno) guna untuk
membuktikan kebenaran al-Qur’an. Selain itu pula ia juga bertanya kepada
golongan ahli kitab yang telah masuk Islam, seperti Ka’ab al-Akhbar dan
Abdullah ibn Salam. Menurut ibnu Abbas, “Apabila terdapat dalam alQur’an
sesuatu yang sulit dimengerti maknanya, maka hendaklah kamu melakukan
penelitian (melihat) pada syair-syair, karena syair-syair itu adalah sastra Arab

7
Ahmad Syurbasyi, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-qur’an al-karim,(Jakarta : Kalam
Mulia, 1999) hal. 87.
8
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009) hal. 183.

8
kuno. Dan di dalam al-Qur’an telah ditetapkan adanya sebagian kalimat-kalimat
mu’arabah (kata-kata asing yang diarabkan).9

Dalam berpendapat tentang tafsir dari suatu ayat, para sahabat juga tidak
menggunakan kehendak nafsunya sendiri atau dengan pemikiran tercela,
melainkan menggunakan pemikiran yang terpuji.

Tafsir dengan pikiran yang tercela ialah apabila mufassir dalam


memahami pengertian kalimat yang khas dan mengistimbaṭkan hukum hanya
dengan menggunakan pikirannya saja dan tidak sesuai dengan ruh syari’at.10

Sedangkan tafsir yang menggunakan pikiran yang terpuji ialah apabila


mufassir dalam menafsirkan ayat tidak bertentangan dengan tafsir ma’thūr. Selain
itu penafsirannya harus berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan
satu kaitan berpikir mengenai kitab Allah menurut hidayah sunnah Rasul yang
mulia. Maka dari itu, ulama’ mensyaratkan agar mufassir mempunyai ilmu yang
memadai tentang ilmu fiqih, ilmu al-Qur’an; ilmu Islam dan ilmu sosial.
Ditambah dengan sifat wara’ atau mawas diri dan takut kepada Allah serta
mempunyai daya nalar akal yang tinggi.11

Perkembangan Tafsir Pada Masa Tabi’in Dan Tabi’ Tabi’in


Periode pertama berakhir ditandai dengan berakhirnya generasi sahabat.
Lalu dimulailah periode kedua tafsir, yaitu periode tabi’in yang belajar langsung
dari sahabat. Para tabi’in selalu mengikuti jejak gurunya yang masyhur dalam
penafsiran al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang musykil pengertiannya
bagi orang-orang awam.12

Tabi’in mengajarkan pula kepada orang-orang yang sesudahnya yang


disebut (tabi’it-tabi’in), tabi’it-tabi’in inilah yang mula-mula menyusun kitab-
kitab tafsir secara sederhana yang mereka kumpulkan dari perkataan-perkataan
sahabat dan tabi’in tadi. Dari kalangan tabiin ini dikenal nama-nama mufassirin
sebagai berikut: Sofyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Jarrah, Syu’bah bin Hajjaj,
Yazid bin Harun, dan Abduh bin Humaid. Mereka inilah yang merupakan sumber
dari bahan-bahan tafsir yang kelak dibukukan oleh seorang mufassir besar

9
Ibid.,hal 88.

10
Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992) hal. 173.
11
Ibid., hal. 174.
12
Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, hal. 57

9
bernama Ibnu Jarir at-Tabari. Ibnu Jarir inilah yang menjadi bapak bagi para
mufassir sesudahnya (lebih dikenal dengan at-Tabari).13

Sebagaimana sebagian sahabat terkenal dengan ahli tafsir, maka sebagian


tabi’in terkenal dengan ahli tafsir dimana para tabi’in mengambil tafsir dari
mereka yang sumber-sumbernya berpegang kepada sumbersumber yang ada pada
masa sebelumnya, disamping adanya ijtihad dan penalaran.

Sumber-sumber tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in:


Muhammad Husain Adz Dzahabi berkata: Para mufassir dalam
memahami Kitabullah adalah berpegang pada:

a. Kitabullah.

b. Riwayat dari sahabat dari Rosulullah SAW.

c. Pendapat sahabat.

d. Pengambilan dari Ahlil Kitab berdasar apa yang datang didalam Kitab mereka.

e. Ijtihad dan pemahaman yang diberikan Allah SWT. kepada para tabi’in untuk
mengetahui makna al-Qur’an.

Para tabi’in dalam mempelajari dan memahami isi-isi Al-Qur’an adalah


melangsungkan tindakan-tndakan yang dipraktekkan para sahabat, yaitu mereka
ada yang menerima dan ada yang menolak tafsir bil ijtihad.

Diantara yang menerima dasar ijtihad dalam menafsirkan Al-Qur’an ialah


Mujahid, Ikrimah dan sahabat-sahabatnya. Hanya saja mereka dan kawan-
kawannya melarang bagi orang-orang yang tidaj sempurna alat-alat tafsirnya
untuk menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:

a) Orang yang kurang pengetahuan bahasa arabnya.

b) Orang yang belum mampu mempelajari Al-Qur’an dalam segi hubungan


mujmal dan mufashshalnya.14

Perkembangan Tafsir Pada Masa Kini

13
Tim Penyusun, Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2008) hal.
49

10
Pada era modern juga di tandai dengan perkembangan sains dan
tekhnologi yang demikian pesat terutama yang terjadi di dunia barat. Berkat
kemajuan dunia barat, entah langsung atau tidak langsung, setelah perkembangan
pemikiran tafsir mengalami kemunduran pada era pertengahan Islam, pada era
modern ini perkembangan pemikiran tafsir mengalami kebangkitan kembali.

Secara teoritis, tafsir berarti usaha untuk memeperluas makna teks al-
Qur’an. Sedangkan secara praktis berarti usaha untuk mengadaptasikan “tekas
Qur’an dengan situasi kontemporer seorang mufassir. Berarti tafsir modern adalah
usaha untuk menyesuaikan ayat-ayat al-Qur’an dengan tuntutan zaman.
Sedangkan “kontemporer” bermakna sekarang atau modern. Dapat di artikan pula
bahwa tafsir modern adalah merekontruksi. Kembali produk-produk tafsir klasik
yang sudah tidak memiliki relevansi dengan situasi modern.15

Ada banyak sekali para ulama-ulama yang hidup pada era modern ini
hanya meringkas, mengomentari dan mengulang dari warisan-warisan yang
hampir punah tersebut tidak terkecuali dalam bidang tafsir. Yang mengalami
kemandegan paradigma sepeninggal Fakh al-Din al-Razi. Kemudian ada juga
yang menafsirkan al-Qur’an hanya beberapa penggal ayat atau surat saja, dan
itupun di percaya sebagai nukilan dari kitab-kitab sebelumnya.Di seberang lain,
Muhammad Ali Assyaukani melalui kitab tafsir fath al-Qodirnya melanjutkan dan
menyempurnakan tradisi tafsir di kalangan syi’ah pada saat geliat penafsiran
mengalami kemandegan di kalangan SUNNI.

Kehadiran tafsir Al-syaukani ini seolah-olah menjadi pelecut bagi ulama-


ulama sunni untuk keluar dari kemandegan di bidang tafsir. Pada gilirannya,
muncul tafsir ruh Al ma’ani karangan Al Alusi dan di susul oleh Thanthawi
Jauhari tentang tafsirnya yang bernama al jawahir, yang memuat tentang ilmu
astronomi. Dan kemudia mulai bermunculan tafsir-tafsir yang baru di era modern
ini.

Pergerakan tafsir selanjutnya mulai berubah arah dan metode. Tafsir


kemudian berlanjut ke arah kajian-kajian maudlu’I (tematik) dari segala sisi Al-
Qur’an dan ilmu-ilmunya. Dengan maraknya kajian-kajian tematik, banyak karya-
karya tafsir yang di hasilkan melalui pendekatan seperti ini. Beberapa tokoh yang
getol dengan kajian ini seperti Muhammad Syalthut, Kemudian Amin Al-Khuli
yang berusaha mengkaji al-Qur’an lewat retorika bahasanya, di samping aspek
sejarah turunnya ayat. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir kontemporer yang
melakukan terobosan-terobosan dalam menafsirkan al-Qur’an, baik itu dengan
metode yang bisa di terima atau yang masih di perselisihkan.

11
Perjalanan tafsir masih akan, lebih panjang lagi Setiap masa perjalanan
tafsir selalu di lingkupi oleh situasi dan kondisi yang berada disekitar mufassir.
Metode pun tetap terus berkembang dengan berbedanya cara pandang satu
mufassir dalam melihat kondisi dan situasi dengan mufassir lainnya. Tafsir tetap
akan terus bergerak selama keilmuan itu sendiri masih terus bergerak serta
kebudayaan manusia tidak jalan di tempat.16

II. SANDARAN YANG DIJADIKAN REFERENSI


Di antara para ahli tafsir terkemuka, lantas tersebutlah tiga yang utama,
yang karya-karya kitabnya telah memberikan pengaruh besar hingga kini. Mereka
adalah Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (224 - 310 H), Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad Al-Qurtuby (w 671 H), dan Imaduddin Abul Fida' Ismail
bin Amr bin Katsir (w 774 H).

Tafsir al-Thabari
Berjumlah 12 jilid, adalah tafsir tertua. Tafsir ini telah menjadi referensi
utama bagi para mufassirin terutama penafsiran binnaqli/biiriwayah. Penjelasan
Rasulullah, pendapat shahabat, dan tabiin menjadi dasar utama penjabaran, untuk
kemudian ulama ini mengupasnya secara detail disertai analisa yang tajam.

Apabila dalam satu ayat, muncul dua pendapat atau lebih, maka akan
disebutkan satu persatu lengkap dengan dalil dan riwayat para shahabat dan tabi'in
yang mendukung masing-masing pendapat, untuk selanjutkan mentarjih (memilih)
mana yang lebih kuat dari sisi dalilnya. Di samping itu, juga dijabarkan harakat
akhir, mengistimbat hukum jika ayat tersebut berkaitan dengan masalah hukum.

Tafsir Ibnu Katsir


Imam Asy-Syaukani RA, mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir merupakan
salah satu kitab tafsir terbaik, jika tidak bisa dikatakan sebagai tafsir terbaik.
Sementara Imam As-Suyuthi ra menilai tafsirnya menakjubkan, dan belum ada
ulama yang menandinginya.

Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir adalah adalah alumnus akhir
madrasah tafsir dengan atsar. Ulama ini juga tercatat salah seorang murid
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah RA (wafat tahun 774 H).Tafsir Alquran Ibnu
Katsir terdiri dari 10 jilid. Penafsirkan ayat-ayat Alquran dilakukan dengan sangat
teliti, yang menukil perkataan para salafus shaleh.

12
Dia menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami,
menerangkan ayat dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih
jelas maknanya.Selain itu, disebutkan pula hadis-hadis yang berhubungan dengan
sebuah ayat, serta penafsiran para shahabat dan tabi'in. Beliau juga sering
mentarjih di antara beberapa pendapat yang berbeda, juga mengomentari riwayat
yang sahih atau yang dhaif (lemah).

Tafsir Al-Qurtuby
Secara keseluruhan, kitab tafsir ini terdiri dari 11 jilid, lengkap dengan
daftar isinya. Menurut beberapa ulama, keistimewaan dari kitab tafsir ini yakni
membuang kisah dan sejarah, dan diganti dengan hukum serta istimbat dalil, juga
menerangkan qiroat, nasikh dan mansukh. Gaya penulisannya khas ulama fikih.
Beliau banyak menukil tafsir dan hukum dari para ulama salaf, dengan
menyebutkan pendapatnya masing-masing.

Pembahasan suatu permasalahan fiqiyah pun dilakukan dengan sangat


detil. Tak hanya itu, al-Qurtuby tidak segan mengadakan riset mendalam untuk
memperjelas katakata yang dianggap sulit.

III. TOKOH – TOKOH MUFASSIR BESERTA BUKU


KARANGANNYA
Ibnu Jarir At-Thabari.

Nama lengkapnya, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari.


Dilahirkan di Thabrastan pada tahun 224 H/839 M, dan wafat di Bagdad tahun
310 H/932 M. seorang ahli tarikh yang terkemuka dan sekaligus raja ahli tafsir.
Beliau ahli yang sangat produktif sehingga banyak kitab susunannya, diantaranya
yang terkenal adalah Tafsir Jami’ul Bayan, yang mencerminkan keluasan ilmunya
dan ketinggian penyelidikannya.

Al-Qurtubi.

Nama lengkapnya, Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakar bin Faraj Al-
Quttubi, seorang ahli tafsir yang terkenal yang banyak diambil pendapatnya oleh
ahli-ahli tafsir generasi sesuadahnya. Lahir di Cordova (Andalusia) pada tahun
486 H/1093 M, dan wafat di Maushul pada tahun 567 H/1172 M.

Al-Fakhrur Razi.

13
Nama lengkapnya, Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin Al Husain
Fakhrudin Ar-Razi. Lahir pada tahun 544 H/1210 M. seorang ulama ahli tafsir
yang sangat luas pengetahuannya dalam urusan ilmu umum dan syariat. Di masa
hidupnya, kitab tafsirnya telah menjadi kajian umum.

Az-Zamakhsyari.

Nama lengkapnya, Mahmud bin Umar bin Muhammad Al Khawarizmi Az


Zamakhsyari. Lahir pada tahun 467 H/1075 M, dan wafat pada tahun 538 H/1143
M. seorang ahli tafsir yang sangat dalam ilmunya dalam bahasa, khususnya dalam
urusan kesusastraan bahasa arab. Kitab yang beliau susun diantaranya Tafsir
AlKasyaf, sebuah tafsir yang sangat perlu dipelajari oleh mereka yang hendak
mengetahui kepelikan dan keindahan susunan bahasa al quran.

Al-Baidhawi.

Nama lengkapnya, Nashir bin Nashiruddin Abu Said Abdullah bin Umar.
Meninggal pada tahun 685 H/1286 M. Seorang ahli tafsir yang sangat luas
pengetahuannya. Sebagian susunannya ialah Anwarut Tanzil, yang terkenal
dengan Tafsir Al-Baidhawi.

Muhammad Rasyid Ridha.

Nama lengkapnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha. Lahir di Kalmun,


suatu kampung di Libanon, pada bulan Jumadil Awal tahun 1282 H/1865 M, dan
wafat 15 pada bulan Jumadil Awal tahun 1354 H/1953 M. seorang mujtahid dunia
islam abad ke-XX, seorang ahli ilmu yang sulit dicari saingannya, yang
mempusakai ilmu Muhammad Abduh. Karyanya yang sangat berharga ialah
Tafsir Al-Manar.

Ibnul ‘Arabi.

Nama lengkapnya, Muhammad bin Abdillah bin Muhammad Al-Mu’arifi


Al-Isbili Al-Maliki. Lahir pada tahun 486 H/1076 M, dan wafat tahun 543 H/1148
M. Seorang Gabernur yang termasuk penghapal hadis dan mencapai tingkatan
mujtahid. Termasuk ulama yang produktif sehingga banyak susunannya dalam
berbagai fan ilmu, diantaranya Ahkamul Quran dalam bidang tafsir.

As-Suyuti.

Nama lengkapnya, Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad


AsSuyuti. Lahir pada tahun 849 H/1445 M dan wafat tahun 911 H/1505 M.

14
termasuk pakar sejarah dan ahli ilmu bahasa arab. Kitab susunannya lebih dari
500 buah dalam berbagai bidang keilmuan termasuk tafsir.

Ibnu Katsir

Nama lengkapnya, Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir Al
Qurasyi Ad Dimasqi. Lahir pada tahun 701 H/1302 M, Wafat Tahun 744 h/1373
M. seorang ahli hadis yang sangat terkemuka dalam urusan fiqih. Diantara kitab
susunan yang sangat berharga dalam tafsir, adalah Tafsir Al Quranul Adhim atau
yang terkenal dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir sebanyak 4 jilid.

Ar-Raghib Al Asfahani.

Nama lengkapnya, Abul Qasim Al-Husain bin Muhammad bin Al


Mufadal. Wafat tahun 502 H/1108. seorang ahli kebudayaan dan ahli ilmu yang
terkenal. Diantara buah penanya yang yang sangat berharga, adalam Mu’jam
Mufradat Li Alfadzil Quran

BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan

15
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara kongrit dapat
dikatakan bahwa tafsir al-Qur’an setiap zamannya terdapat perkembangan tafsir
yang sangat pesat baik pada metode dan coraknya yang kemudian lahir berbagai
ulama-ulama tafsir pada setiap masanya.

Pada masa Rasulullah saw dan pada awal pertumbuhan Islam sifatnya
pendek-pendek dan ringkas. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa Arab yang
murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya bahasa al-Qur’an (Ushlub
Kalam al-Qur’an). Dan kemudahannya terdapat pada saat makna yang ada dalam
al-Qur’an jika para sahabat biunging maka bisa langsung betanya kepada nabi
Muhammad saw. Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam al Qur’an
dijelaskan oleh Nabi saw. Adapun Bentuk-bentuk penafsiran yang dilakukan oleh
Rasulullah saw adalah menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang
lain dan juga menggunakan hadis dalam menafsirkan suatu ayat.

Kemudian untuk tafsir Shahabi itu muncul setelah adanya tafsir


Rasulullah saw. Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat itu cenderung pada
penekanan arti lafadz yang sesuai serta menambahkan qawl supaya ayat alQur’an
mudah difahami. Dan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para sahabat juga
memiliki metode dan materi tafsir tersendiri, yaitu : Menafsirkan al-Qur’an
dengan al-Qur’an, mengambil dari tafsir Nabi yang dihafal sahabat beliau,
menafsirkan dari apa yang mereka sanggupi dari ayat-ayat yang bergantung pada
kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka
mengenai bahasa al-Qur’an dan rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan
adat istiadat mereka di tanah Arab dan mengambil masukan dari apa yang mereka
dengar dari tokoh-tokoh ahli kitab yang telah masuk Islam dan baik Islam mereka.

PENGERTIAN ILMU MUNASABAT (Muhamad salman


farisi, Muhamad Luthfi hs)
BAB I: PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

16
Dari hal yang kita bahas ini mengenai Munasabat di dalam Al-Qur’an
dalam bidang Ulumul Qur’an. Munasabat fii Qur’an adalah ilmu yang
berhubungan dengan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat
atau surat yang sebelumnya atau sesudahnya.

Menurut para pakar Ulumul Qur’an (Ibn ‘Arabi) menjelaskan tentang


keterkaitan antar atay-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupaan satu
ungkapan yang mempunyai satu kesatuan dalam maknanya.

Kita bisa mengambil kesimpulan dari penjelasan di atas, Ilmu Munasabat


adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antara ayat
atau surat yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.

RUMUSAN MASALAH
Apa Pengertian Ilmu Munasabat?

Berapa Macam-macam dan Segi-Segi Ilmu Munasabat?

Apa Urgensi dan Kegunaan Ilmu Munasabat?

TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui Ilmu Munnnasabat

Untuk Mengetahui Macam-Macam dan Segi-Segi Ilmu Munasabat

Untuk Mengetahui Urgensi dan Kegunaan Ilmu Munasabat

BAB II: PEMBAHASAN


PENGERTIAN ILMU MUNASABAT
Secara Bahasa “munasabat” bentuk Masdar dari kata kerja “Nasaba” yang
memiliki arti “musyakalah” dan “muqarabah” di artikan dengan:
suitability,suitableness,adeguacy:correlation analogy

17
Dalam Bahasa Indoonesia kata muqarabah diartikan dengn kecocokan atau
kesesuaian atau hubungan pertalian dan lebih sederhananya adalah pendekatan.
Terkait yang mencakup arti ini memilik hubungan yang sangat erat seprti
hubunngan dua orang yang mempunyai ketertaitan dengan sebelumnya atau
sesudahnya yang di sebut nasab. Maka sari itu kata-kata munnasabat bisa
diartikan kecocokan,kesesuaian,kedekatan,hubungan, atau pertalian. Dan apabila
didefinisikan “adanya hubungan atau saling keterkaitan antara dua hal pada salah
satu aspek dari berbagai aspek-aspek lainya”

Sedangkan menurut Imam As-Suyuthi yang di tulis dalam bukunya Al-


Itqan fil Ulumil Qur’an. Munasabat secara Bahasa adalah perpadanan atau
kedekatan yaitu tempat kembaliya ayat-ayat kepada suatu makna yang
berhubungan.[1]

Secara umum munasabat yang berhubungan dengan ‘Ulumul Qur’an Ialah


“suatu upaya untuk menemukan terjadinya kolerasi atau hubungan satu ayat
dengan ayat yang lain maupun satu surat dengan surat yang lain.

MACAM-MACAM dan SEGI-SEGI ILMU MUNASABAT


Menurut Abdul Jalal, Di pandang dari segi sifatnya munasabat terdapat dua
bagian:

Zhahir Al-Irtibath (penyesuaian yang nyata)

Maksudanya adalah munasabat ini terjadi karena bagian Al-Qur’an yang


satu dengan yang lain Nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat
yang satu dengan yang lain. Jajaran dari beberapa ayat yang menerangkan sesuatu
materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat,penafsir
penyambung,penjelas,pengecualian atau pembatas dengan ayat yang lain.
Sehingga dari semua ayat bisa menjadi kesatuan yang utuh dan tidak
terpisahkan.Contoh hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat Al-Isra’ yang
menjelaskan tentang di isra’nyakan Nabi Muhammada SAW,

Khafiy Al-Irtibath(persesuaian yang tidak nyata)

Munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian Al-Qur’an tidak ada


kesesuaian sehingga tidak terlihat adanya kesinambungan diantara keduanya,
bahkan tampak masing-masinng ayat atau surat berdiri sendiri baik karena ayat-
ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun disebabkan yang satu
bertentangan dengan yang lain.[2]

18
Munasabat antara awal dan akhir sebuah surat

Contoh: Awal surat al-qashas menceritakan perjuangan Nabi Musa dalam


melawan kekuasaan fir’un dan usahanya untuk keluar dari mesir atas perintah dan
bantuan Allah SWT.

Sedangkan pada akhir surat Allah menyampaikan kabar gembira kepada


Nabi Muhammad SAW dengan menjanjikan akan mengembalikan beliau ke
mekah setelah sebelumnya melakukan hijrah ke Madinah. Selain itu dalam surah
itu di ceritakan juga Bahwa Nabi Musa tidak akan menolong Orang yang berbuat
dosa, sementara pada akhir surah itu juga Allah melarang Nabi untuk menolong
orang-orang yang kafir.

  Munasabat antara akhir satu surat dengan awal surat berikutnya

Contoh: Akhir surat al-fatihah berkaitan erat dengan awal surat al-baqarah. Jika
akhir surat al-fatihah mengandung do’a agar umat islam di beri jalan yang lurus,
yaitu jalan orang-orang yang di beri nikmat, maka awal surah al-baqarah
menjawab do’a tersebut dengan petunjuk agar umat islam berpedoman pada al-
qur’an. Orang yang menjadikan al-qur’an sebagai pedoman hidupnya akan
mendapat nikmat dan tidak di murkai Allah. Contoh lain ialah munasabat antara
awal surat al-hadiid dengan akhir surat al-waqi’ah, yang mana keduanya sama-
sama berbicara tentang kesucian Allah SWT.

Tanasub Al-Ayat (Munasabat antar Ayat) Membahas korelasi sebagai berikut:

Munasabat antara satu ayat dengan ayat yang lainnya dalam sebuah surat Contoh:
Surat Al-baqarah ayat 1-20. Kedua puluh ayat itu membicarakan tiga kelompok
sosial, yaitu orang-orang Mukmin (1-5), orang-orang kafir (6-7), dan orang-orang
munafik (8-20). Pada setiap kelompok dibicarakan pula sifat-sifat ketiga
kelompok tersebut. Jika suatu surat sangat pendek, mka seluruh ayatnya saling
mendukung. Misalnya surat al-ikhlas yang terdiri dari 4 ayat, keterkaitan antara
ayat sangat terlihat dan semuanya saling mendukung.

Munasabat antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu ayatContoh:

‘’penyebutan kata rahmat setelah kata’azab, kata raghbah setelah rahbah, dan


lain-lain. Hubungan kalimat demi kalimat dalam satu ayat sangat jelas terlihat
misalnya pada pembahasan al-qur’an tentang siapa yang haram di kawini’’

(An-nisa’ ayat 22-23)

19
Munasabat antara nama dan isi yang mendominasi sebuah surat

Contoh: Surat al-fatihah memiliki banyak nama, di antaranya fatihah al-


kitab, Um Al-Qur’an, Sab’u al-matsany, dan al-kanz. Nama-nama ini sesuai
dengan kandungan yang ada dalam surat al-fatihah tersebut.

Munasabat antara kandungan suatu ayat dengan penutup ayat tersebut

Kajian tentang munasabat model ini tidak banyak menjadi perhatian. Oleh
karena itu, kitab-kitab khusus tentang munasabat seperti ini sangat sulit di
dapatkan. Adapun segi munasabat yang di cari dan di bahas terletak pada adanya
keterkaitan maknawi, seperti adanya keterkaitan yang terjadi antara maudhu’-
maudhu’nya (tema-tema pokok), antara kalimat ‘am (umum) dan khas (khusus),
maupun pada keterkaitan makna yang terjadi dalam hukum konsekwensi logis
yang muncul karena adanya kwalitas dan paa keterkaitan lafadz baik yang serupa
atau berlawanan.[3]

URGENSI dan KEGUNAAN ILMU MUNASABAT


Secara actual dan berdasarkan bukti-bukti historis. Al-Qur’an di turunkan
secara berangsur-angsur dan bertahap selama beberapa kurunn waktu dan dalam
situasi serta sebab-sebab turun yang beragam, keadaan yang sedemikian tentunya
bukan tanpa maksud dan tujuan. Allah berfirman yang artinya:

“Berkatalah oran-orang kafir”Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan


kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya kami perkuat hati kamu
dengannya dan kami membacakanya secara tartil(teratur dan benar)”QS Al-furqan
ayat 32

Dalam kaitannya dengan Al-Qur’an, sebagai kitab Allah yang bernuansa


mukjizat, pengetahuan tentang munasabat Al-Qur’an sangatlah membantu bagi
upaya eksplorasi dan pengungkapan makna dari pesan-pesan yang ingin di
sampaikan. Di samping itu dengan jelas, dengan jalan pendekatan korelasi
(tanasub) yang terjadi antar-intern surat maupun antar-intern ayat, maka Al-
Qur’an yang pada hakikatnya memang satu kesatuan yang utuh dan saling terkait,
akan tetap terjaga keutuhan dan kesinambungannya.

Ilmu munasabat cukup erat kaitannyan dengan ilmu tafsir, oleh karena itu


kegunaannya juga sangat tidak dapat di pisahkan dengan penafsiaran ayat Al-
Qur’an itu sendiri sebagai mana pentingnya ilmu Asbabun Nuzul dalam
penafsiran Al-Qur’an yang sangat berpengaruh kepada hasil penafsiran tersebut.

20
Pentingnya mencari dan menemukan keberadaan ilmu munasabat ini
adalah untuk melihat struktur dan susunan ayat maupun surat sehingga pesan-
pesan dan maksud dari pesan tersebut lebih mudah di pahami.

Maka tidaklah terlalu berlebihan jika di katakan bahwa menguasi


Ilmu munasabat berarti menguasai ilmu atau suatu pengetahuan yang agung dan
mengagumkan. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Abu Bakar ibnu ‘Araby
berikut ini:

“Mengungkapkan korelasi antar ayat-ayat Al-Qur’an Sehingga ia menjadi


satu kesatuan yang utuh, berkesinambungan, dan teratur maknanya, merupakan
pengetahuan yang sangat agung”.

BAB III: PENUTUPAN


KESIMPULAN
Dari penjelasan singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Munasabat adalah suatu upaya untuk menemukan terjadinya korelasi atau


hubungan satu ayat dengan ayat yang lain maupun satu surat dengan surat lain
atau hubungan internal dalam satu ayat maupun dalam satu surat.

Di tinjau dari segi sifatnya munasabat terbagi menjadi 2 bagian: 1. Zhahir


Al-Irtibath (persesuaian yang nyata), 2. Khafiy al-Irtibath (persesuaian
yang tidak nyata). Sedangkan yang umumnya juga terbagi 2 yaitu: 1. Tanasub As-
Suwar (Munasabat antar surat), 2. Tanasub Al-Ayat (Munasabat antar Ayat).

Dengan ilmu Munasabat akan sangat membantu dalam memahami al-


qur’an dan menafsirkan ayat-ayat al-qur’an. Setelah di ketahui hubungan suatu
kalimat/ suatu ayat dengan kalimat/ ayat yang lain. Sehingga sangat
mempermudah penginstimbatan hukum-hukum atas isi kandungannya Pentingnya
mencari dan menemukan keberadaan ilmu munasabat ini adalah untuk melihat
struktur dan susunan ayat maupun surat sehingga pesan-pesan dan maksud dari
pesan tersebut lebih mudah di pahami. Keindahan suatu pembicaraan terletak pada
keteraturan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya, sehingga tidak tampak
adanya makna yang tidak berhubungan inilah salah satu yang di kaji dalam ilmu
munasabat.

21
PENGERTIAN ORIENTALIS ( Fairuz Ahmad )
BAB I: PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sudah menjadi kenyataan bahwa setiap muslim yang beriman menyakini
bahwa al-Qur‟an adalah firman Allah SWT dan menjadi sumber ajaran Islam
yang pertama dan utama. Kitab suci ini menempati posisi sentral, bukan saja
dalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator,
pemandu, dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam1 hingga akhir zaman. Karena
demikian halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur‟an melalui
penafsiranpenafsirannya, mempunyai peranan yang signifinakan bagi maju
mundurnya umat. Penafsiran-penafsiran yang telah ada, baik yang klasik maupun
yang tergolong modern, semuanya mencerminkn perkembangan serta corak
pemikiran bagi penafsirnya.

Ini berarti bahwa tafsir al-Qur‟an berkembanga terus seakan tidak pernah
terhenti. Perkembangan ini sendiri cukup bervariasi, karena setiap zaman
menghasilkan historisitas, penemuan, wacana dan teori penafsiran al-Qur‟an yang
berbeda dengan zaman lainnya. Dalam kajian ilmu, tafsir berbagai periodisasi,
klasifikasi ataupun kronologi interpretasi al-Qur‟an ditawarkan untuk
mempermudah menjelaskan apa itu tafsir al-Qur‟an dan bagaimana
perkembangannya, baik yang dilakukan oleh ulama muslim maupun cendekiawan
Barat, namun usaha-usaha tersebut tidak membuat teori tentang tafsir itu sendiri
final.

Pada dasarnya sarjana Barat sebelum terfokus pada al-Qur‟an (wahyu)


mereka telah menjadikan Islam sebagai objek studi mereka bahkan Islam sudah
menjadi karir mereka yang melahirkan orientalis dan islamologi 2 Barat dalam
jumlah yang memadai. Sarjana Barat menaruh perhatian besar pada studi Islam
karena mereka memandang Islam bukan sekedar agama tetapi juga sumber
peradaban, dan kekuatan sosial, politik , dan kebudayaan yang patut
diperhitungkan, walaupun pada awalnya bangsa Barat memandang timur
khususnya Islam sebagai bangsa dan agama inferior.3

Upaya yang dilakukan para sarjana Barat/orientalis adalah untuk


memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari dunia Islam ke Eropa. Dalam
perkembangan sejarah berikutnya sarjana Barat seperti W.C. Smith (yang
mempunyai ilmu yang mendalam tentang Islam) dengan keberhasilannya ia

22
mendirikan perguruan tinggi yaitu Institut Pengkajian Islam di Universitas McGill
di Montrreal, Canada.

Kajian Islam yang digodok di perguruan tinggi di dunia Barat tersebut


cukup menarik bagi generasi Islam di belahan Timur karena belajar di negara
maju akan memberi manfaat yang lebih besar dalam pengembangan ilmu dan
wawasan seseorang. Hanya saja secara tidak langsung tidak sedikit yang
terpengaruh dengan pola berpikir sarjana Barat, sehingga muncul beberapa tokoh
yang terkontaminasi dengan pemikiran sarjana Barat/orientalis.

RUMUSAN MASALAH

Siapa sajakah Tokoh orientalis Study Qur’an ?

Apa sajakah Teori dugaan orientalis ?

Bagaimanakah bantahan sarjana muslim kepada teori orientalis ?

TUJUAN PENULISAN

Mengetahui siapa sajakah Tokoh orientalis Study Qur’an

Mengetahui teori dugaan orientalis

Mengetahui bagaimanakah bantahan sarjana muslim kepada teori oriental

23
BAB II:PEMBAHASAN
PENGERTIAN ORIENTALIS

Pengertian dan Sejarahnya


Orientalis yaitu ahli soal-soal timur, yakni sarjana Barat yang berusaha
mempelajari masalah-masalah ketimuran, menyangkut agama, adat istiadat,
bahasa, sastra dan masalah lain yang menarik perhatian mereka tentang soal
ketimuran.adapun orientalisme diartikan dengan ajaran dan paham tentang dunia
Timur yang dibentuk oleh opini Barat. Namun, pada dasarnya yang lebih
dipentingkan sampai sekarang adalah agama Islam, peradaban Islam, dan bahasa
Arab. Hal ini didorong oleh kepentingan politik, agama dan lain-lain.

Mengenai sejarah orientalis, tidak diketahui secara pasti siapa (orang


Barat) yang pertama mempelajari hal ketimuran dan bila waktunya, hanya ada
dugaan keras bahwa para pendeta Nasrani Barat yang menjadi Orientalis pertama
mereka datang di Andalusia (Spanyol) pada masa keemasan Islam di negeri
tersebut. Mereka datang belajar pada sekolah Islam di Andalusia menjadi murid
dari ulama-ulama Islam yang kenamaan dalam berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Setelah mereka kembali ke negerinya, maka upaya mereka yang
pertama adalah menerjemahkan al-Qur‟an dan buku ilmu pengetahuan yang
berbahasa Arab ke dalam bahasa mereka.

Tokoh – tokoh Orientalis

Dr. Theodore Noldeke (1836-1930)


Dia adalah seorang orientalis terkemuka di Jerman. Karya tulisnya yang
terkenal ialah tentang sejarah Qur’an “Geschichte des Qoran”, pembahasannya
tentang Muallaqat dan sejarah Urwah bin al-Ward. Karangan-karangan pendeknya
telah dikumpulkan dalam dua jilid dan berisi 500 buah. Ia khusus mendalami
bahasa Siryani, Arab dan Parsi mengemukakan pendapatnya tentang kitab suci
Al-Qur’an, sebagai berikut:

“Kita tidak hanya mempunyai tanggapan-tanggapan yang penuh terhadap


watak Muhammad, bahkan mempunyai karya yang otentik (al-Qur’an) yang di
sampaikan atas nama Allah. Sekalipun demikian, tokoh yang luar biasa, menarik
dan mengerikan itu memiliki teka teki dalam banyak hal. Ia banyak sekali
mendalami agama Yahudi dan Kristen, tetapi hanya melalui laporan lisan belaka.
Sekalipun soal apakah Muhamad betul tak pandai membaca dan menulis, tetapi
pasti dia tidak pernah membaca bible ataupun kitab-kitab lainnya. Tokoh-tokoh

24
tempat dia mengumpulkan informasi mengenai agama-agama tua yang
monoteistis itu pastilah pihak kurang terpelajar. Terlebih khusus guru-guru
pembimbingnya dalam bidang Kristen. Kita mungkin kurang bergairah
menyaksikan keterlaluan banyak khayali, kekurangan logika, kemiskinan
pemikiran yang tak dapat di bantah dan banyak hal lainya di dalam al-Qur’an,
tetapi semuanya itu bukanlah efek-efek bagi pihak yang mendengarkan
Muhammad pada masa dulu di saat perhatian mereka terpaku pada satu tujuan.

Bahkan semua itu terlihat baru bagi mereka, tergetar oleh kengerian dan
kegembiraan mendengarkan neraka dan surga. Maka bagi banyak orang yang
berpikiran sederhana seperti itu, kelemahan dalam al-Qur’an tidaklah kelihatan,
karena tekanan tentang soal-soal neraka dan surga itu berpengaruh kuat. Apalagi
mereka cuma mendengarkan kepingan demi kepingan dan dari waktu ke waktu.”

Dari ungkapan di atas, terbayanglah di depan mata siapapun bahwa di


Makkah, pada masa-masa sebelum Nabi Muhammad SAW, menjalankan
dakwahnya, ada Fakultas Teologi dari sebuah Universitas dan Muhammad adalah
mahasiswa yang tekun mempelajari agama sekian tahun lamanya dengan
berbagai  maha guru Yahudi dan Kristen.

Washington Irving (1783-1859)


Dia adalah sarjana hukum dan diploma yang pernah mewakili Amerika
Serikat di spanyol dengan jabatan minister Resident (1942-1846), banyak
meninggalkan karya. Didalam karyanya di ungkapkan pendapatnya mengenai
kitab suci al-Qur’an sebagai berikut:

“Soal kini apakah dia (Muhammad) itu seorang penipu yang tiada berprinsip?
Apakah seluruh ra’yu dan wahyu dari pihaknya itu suatu kepalsuan yang sengaja
diatur? Apakah seluruh sistemnya itu suatu rangkaian kelicikan belaka?

Mengenai hal tersebut kita mestilah senantiasa ingat bahwa dia


(Muhammad) tidak bisa di kaitkan dengan sekian banyak keluarbiasaan yang
selama ini di kaitkan dengan namanya. Semua ra’yu dan wahyu yang dikatakan
berasal darinya itu lancung (spurious). Mukjizat-mukjizat yang dikaitkan
kepadanya hanya semata-mata bikinan kaum muslim yang fanatik. Dia sendiri
berulang kali menolak untuk melakukan sesuatu mukjizat kecuali mukjizat satu-
satunya baginya ialah Al-Qur’an. Sebenarnya Al-Qur’an yang ada sekarang ini
tidak sama dengan Al-Qur’an yang disampaikan Muhammad kepada para
muridnya pada masa itu. Tetapi telah mengalami banyak penyelewengan dan

25
sisipan-sisipan. Wahyu yang termuat didalamnya berasal dari berbagai tempo,
tempat di depan berbagai individu.”

Dari pendapat Washington diatas itu, tergambarlah seakan –akan ia


memiliki “naskah” pada masa Nabi Muhammad, Abu Bakar dan Ustman bin
Affan yang merupakan pegangan umat Islam sampai saat ini. Hal tersebut juga
dirasakan menyakitkan bagi setiap muslim, karena banyak hal-hal yang tidak
benar yang diungkapannya.

 Reinhart Dozy (1820-1884)


Reinhart Dozy di lahirkan di Leiden, sebagai kota yang paling banyak
memberikan perhatian terhadap kitab-kitab Arab. Ia adalah seorang orientalis
terkemuka di Negeri Belanda dan mahaguru di Universitas Leiden, yang luas
sekali studinya tentang berbagai daulah Islam di Andalusia. Karangannya yang
terkenal yaitu tentang “Sejarah Islam di Spanjol” dalam 4 jilid dan susulan
kamus Arab terdiri 2 jilid. Karyanya yang lain yaitu; penyiaran terhadap “Tarich
al-Mu’jam”.

Pendapatnya terhadap kitab al-Qur’an yaitu:

“Kitab yang berisikan wahyu kepada Muhammad, yang sekalipun tidak


terlalu lengkap, tetapi setidak-tidaknya merupakan sumber yang dapat di percaya
mengenai riwayat hidup Muhammad, mengungkapkan berbagai keistimewaan dan
keluarbiasaan daripada sumber lainya. Al-Qu’an itu berisikan kumpulan kisah-
kisah, bimbingan, hukum dan sebagainya, ditempatkan damping berdamping
tanpa memperhatikan urutan kronologis ataupun urutan lainnya. Wahyu-wahyu
tersebut jarang sekali panjang, kebanyakan ayat-ayat singkat yang langsung di
tulis pada masa Muhammad ataupun melalui hafalan ingatan.”

Dari pandangan Reinhart Dozy di atas itu, tampak bahwa ia mengakui Al-Qur’an,
dengan mengemukakan bukti-bukti yang rasional sekali, bahwa orang-orang pada
masa Nabi Muhammad SAW, memiliki kemampuan ingatan yang kuat, tapi
dibalik itu ia lupa memperhitungkan bahwa ayat al-Qur’an merupakan bagian
bacaan di dalam setiap shalat.

Pemikiran orientalis terhadap al-Qur’an


Dalam studi sarjana Barat tentang Islam, maka salah satu tema yang
banyak menarik perhatian mereka adalah kajian tentang al-Qur‟an. Pandangan
mereka tentang al-Qur‟an (antara lain pendapat John Wansbrough) menganggap

26
bahwa alQuran bersumber dari tradisi Yahudi, karena muncul dalam suasana
polemic dengan Yahudi-Kristen, dan kenabian Muhammad saw. bersumber dari
(meniru) ajaran pendeta Tahudi di Madinah mengenai kenabian Musa.

Untuk melihat pengaruh agama Yahudi dan Kristen secara khusus dalam
al-Qur‟an yaitu pada surah al-Baqarah dan surah Ali-Imran. Dia berpendapat
bahwa kedua surah itu diambil Muhammad saw. dari Kitab Talmud dan Bibel.

Pendapat yang lain menyatakan bahwa agama Yahudi dan Kristen telah
memberikan bibit pengetahuan pada Muhammad, kemudian dari padanya
diproduksi al-Qur‟an. Dia menurunkan derajat al-Qur‟an sebagai perkataan
Muhammad sedangkan hadis adalah ucapan sahabat. Kepercayaan akan al-Qur‟an
sebagai firman Tuhan hanya dipropagandakan oleh generasi sesudah Muhammad

Menurut Muir, dalam bukunya The Life of Muhammad, wahyu dalam


Islam tidak lain hanyalah tipuan/akal-akalan Muhammad. Pendapat ini didasarkan
pada riwayat perjalanan Nabi ke negeri Syam dengan pamannya, dan perjalanan
beliau ke Syam ketika mendapat pekerjaan dari Khadijah untuk berdagang. Dalam
perjalanan tersebut, Nabi melihat Rahib dan Pendeta sedang beribadah dengan
khusuk. Pengalaman inilah -yang pertama kali ia lihat- memberikan pengaruh
sangat kuat kepada Nabi, sehingga ia berusaha dengan keras untuk menemukan
agama yang benar. Dalam usaha menemukan agama yang benar itu, Nabi
mengaku telah menerima wahyu dari Allah. Sebagai buktinya ia telah berhasil
berdagang dengan mendapatkan untung yang banyak. Kemudian Allah
memerintahkannya untuk menikahi Khadijah

Selanjutnya kajian orientalis terhadap al-Qur’an juga ternyata tidak sebatas


mempertanyakan otentisitasnya saja sebagai wahyu dari Tuhan. Tapi lebih dari
sekedar itu adalah isu klasik yang selalu bergulir soal pengaruh Yahudi, Kristian,
Zoroaster, dan sebagainya terhadap Islam maupun isi kandungan al-Qur’an. Sikap
anti-Islam ini tersimpul dalam pernyataan negatif seorang orientalis Inggris yang
banyak mengkaji karya-karya.

Pendekatan orientalis dalam studi al-Qur’an menjadi tiga, yaitu; Pertama


historis-kritis, yaitu mengkaji sebuah narasi dengan melihat apa yang sebenarnya
terjadi. Kritik historis ini meliputi bentuk, redaksi, dan
sumber. Kedua interpretatif penafsiran, yaitu melakukan penafsiran terhadap teks
menggunakan salah satu dari tiga metode; filologi, sastra,dan
linguistik. Ketiga fenomenologis, yaitu mendeskripsikan resepsi al-Qur’an yang
dilakukan oleh individuatau kelompok tertentu.

27
Contoh Pemikiran Abraham Geiger tentang Nabi Muhammad dan al-
Qur’an: Isu klasik yang menarik untuk dibahas kembali adalah soal pengaruh
Yahudi, Kristen, Jahiliyyah dan sebagainya terhadap kemunculan Islam dan isi
kandungan al-Qur’an. Abraham Geiger (1810-1874), adalah yang pertama kali
menggunakan pendekatan pengaruh Yahudi terhadap al-Qur’an. Geiger
berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan kitab yang tidak murni, sebab di
dalamnya terdapat berbagai tradisi yang berkembang ketika al-Qur’an diturunkan,
baik itu Yahudi, Nashrani, dan Jahiliyyah. Selain itu, Geiger juga menyatakan al-
Qur’an hanyalah refleksi Nabi Muhammad SAW dari tradisi dan kondisi
masyarakat Arab saat itu. Dari sini, tampak Geiger mengklaim bahwa al-Qur’an
adalah hasil inspirasi Nabi Muhammad SAW. Wahyu yang diturunkan kepada
beliau bukan secara literal, melainkan dalam bentuk ide yang kemudian
dibahasakan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam kata lain Geiger memposisikan Yahudi sebagai otoritas yang lebih
tinggiuntuk menilai Islam. Sehingga, ia menganggapbahwa Islam hanya
mengadopsi tradisi semitik yang sebelumnya sudah tersebar di
Arabia. Kesimpulan Geiger ini didapatnya setelah ia melakukan kajian historis-
kritis terhadap al-Qur’an dengan analisis komparatif antaraYahudi dan Islam.
Kajian Geiger ini menginspirasi para orientalis setelahnya seperti Theodor
Noldeke, John Wansbrough, Hartwig Hirschfeld dan lainnya.

Bantahan oleh Sarjana Muslim kepada Teori Orientalis


Pemikiran orientalis yang diikuti oleh sebagian cendekiawan Muslim
tersebut sebenarnya sangat lemah. Para ulama telah memberikan penjelasan
mengenai kekeliruan pemikiran para orientalis tersebut. Dalam hal pemakaian
qira’at Utsmani, sudah ada kesepakatan diantara para sahabat yang berbeda dalam
masalah ini untuk membakar mushaf lainnya.

Mereka melakukan hal itu secara suka rela dan tidak ada pemaksaan oleh
Khalifah Utsman bin Affan. Ini sekaligus menjustifikasi ketiadaan kebebasan
qira'at dan keharusan untuk berpegang pada riwayat sahabat.

Adapun mengenai statemen Blachere di atas, Abu Syuhbah mengatakan


bahwa, "Klaim serta Asumsi Blachere diatas saling kontradiksi dan tidak
berdasarkan dengan dalil. Apa yang disampaikan Blachere mengenai motif
Utsman dalam pengumpulan mushaf jelas keliru, menurut Syuhbah bagaimana
mungkin pendapat ini tidak keliru sedangkan umat Muslim sangat mementingkan
teks dan huruf-hurufnya? Kemudian bagaimana pula dengan banyaknya contoh

28
riwayat-riwayat yang shohih Membantah pendapat Goldziher dan Jeffery
mengenai lahirnya qira'at, Muhammad Musthofa al-A'zami mengatakan bahwa
"ketika perbedaan muncul-hal ini sangat jarang terjadi- maka kedua kerangka
bacaan (titik dan syakal) tetap mengacu pada Mushaf 'Utsmani, dan tiap kelompok
dapat menjustifikasi bacaannya atas dasar otoritas mata rantai atau silsilah yang
berakhir kepada Nabi Muhammad Saw." Hal ini senada dengan pendapat Shabur
Syahin, menurutnya, "Qiraat pada dasarnya adalah riwayat-riwayat yang berkaitan
dengan cara Nabi Saw dalam membaca alQur'an, baik yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip umum maupun yang berkaitan dengan riwayat-riwayat yang
bersifat parsial. Jadi, tulisan Arab bukanlah penyebab lahirnya perbedaan qira'at.
Akan tetapi adanya perbedaan qira'at sangat membantu untuk mendalami qira'at-
qira'at yang sahih dengan situasinya pada waktu penulisan mushaf utsmani,
misalnya tidak adanya titik dan syakal.

Menurut Abdul Halim, Pedoman utama bukanlah tulisan, karena jika


demikian maka setiap qira'at yang ditoleransi oleh teks pasti akan menjadi
pedoman. Dalam sejarah diketahui bahwa tulisan Arab atau khat mengalami
perkembangan. Awalnya Al-Qur'an ditulis "gundul", tanpa tanda baca walau
sedikitpun. Sistem vokalisasi baru diperkenalkan kemudian. Meskipun demikian,
rasm Utsmani sama sekali tidak menimbulkan masalah, mengingat kaum
muslimin saat itu belajar al-Qur'an langsung dari para sahabat, dengan cara
menghafal, dan bukan tulisan.

Mereka tidak bergantung pada manuskrip atau tulisan. Jadi, orientalis


seperti Goldziher dan Jeffery telah keliru, lalu menyimpulkan sendiri bahwa teks
gundul inilah sumber variant readingssebagaimana terjadi dalam kasus Bibel,
serta keliru menyamakan qira'at dengan "readings", padahal qira'at adalah
"recitation from memory" dan bukan "reading the text". jadi dalam hal ini
kaidahnya adalah: tulisan harus mengacu pada bacaan yang diriwayatkan dari
Nabi Saw ("ar-rasmu tabi'un li ar-riwayah") dan bukan sebaliknya. Kekeliruan ini
diakibatkan dari asumsi yang keliru, yakni memperlakukan al-Qur'an sebagai
karya tulis; taking "the Qur'an as Text". Mereka lantas mau menerapkan metode-
metode filologi yang lazim digunakan dalam penelitian Bible, seperti historical
criticism, source criticism, form criticism, dan textual criticism. akibatnya mereka
menganggap al-Qur'an sebagai karya sejarah (historical product), sekadar
rekaman situasi dan refleksi budaya Arab abad ke 7 dan 8 Masehi. Mereka juga
mengatakan bahwa mushaf yang ada sekarang ini tidak lengkap dan berbeda
dengan aslinya.

29
Berbagai bantahan dari dunia Islam dikemukakan untuk menangkis
tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh para orientalis. Bantahan-bantahan
tersebut datang dari para cendekiawan-cendekiawan muslim, seperti Fazlur
Rahman, MM.Azami dan lain sebagainya. Di samping itu, penulis juga akan
mengemukakan bantahan terhadap apa yang dituduhkan oleh orientalis tersebut.

Mengenai citra Muhammad yang didistorsikan, menurut penulis, hal itu


adalah barang atau tuduhan lama yang sudah kerap terdengar ketika Muhammad
sedang berdakwah. Maka dapat disimpulkan tuduhan tersebut sangat tidak
beralasan. Sedangkan mengenai hadits dan sunnah yang diartikan sebagai adat
atau kebiasaan nenek moyang, penulis mengutip bantahan yang dikemukakan oleh
Fazlur Rahman, menurutnya para orientalis gagal menemukan perbedaan penting
antara hadits dan sunnah, akibatnya mereka sampai pada kesimpulan bahwa
sunnah Nabi dalam kenyataannya bukanlah dari Nabi, tapi merupakan tradisi
umum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Islam. Jadi mereka tidak dapat
membedakan dan mencampuradukkan sunnah yang dipakai dalam arti kebiasaan
dan sunnah yang disandarkan kepada Nabi. Hal itu wajar saja dilakukan oleh umat
Islam, yang menggunakan bahasa Arab, karena bahasa Arab mempunyai maksud
yang muradif.

Sedangkan mengenai tuduhan bahwa hadits dan isnad itu adalah buatan
umat Islam pada abad kedua, penulis mengutip sesuatu yang dikemukakan Azami.
M. M. Azami telah memaparkan secara rinci tentang bukti adanya tradisi tulis-
menulis pada masa awal Islam. Menurutnya, beberapa sahabat yang telah
melakukan tradisi penulisan hadits, misalnya Ummu al-Mu’minin Aisyah,
Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin al-’Asy, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abi Thalib.

Namun kesadaran umum kaum muslimin untuk menulis ini baru mencuat
ke permukaan setelah terinpirasi oleh kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz, yang
pada periode inilah, pentingnya penulisan hadits Nabi Muhammad SAW baru
terasa. Fenomena ini juga diperkuat oleh statemen orientalis lainnya, seperti Fuad
Seizgin yang telah memberi ulasan tentang problem autentisitas hadits.
Menurutnya, di samping tradisi oral hadits, sebenarnya juga telah terjadi tradisi
tulis hadits pada zaman Nabi Muhammad, kendatipun para sahabat sangat kuat
hapalannya.

Mengenai kritik matan hadits “keutamaan tiga masjid” yang dianggap


palsu oleh Goldziher. Goldziher tampaknya salah dalam membaca sejarah. Ahli
sejarah mengemukakan tentang tahun kelahiran al-Zuhri antara tahun 50 H sampai

30
58 H. Ia juga tidak pernah bertemu Abd Malik bin Marwan sebelum tahun 81 H.
Di segi lain, pada tahun 67 H. Palestina berada dibawah kekuasaan Abd Malik bin
Marwan. Sedangkan orang-orang Bani Umayyah pada tahun 68 H berada di
Makkah. Sumber sejarah juga menunjukkan bahwa pembangunan kubah al-
Shakhra itu baru dimulai tahun 69 H.

Alasan Ignaz Goldziher di atas sangatlah tidak representatif, tidak jujur


dan terkesan mengada-ada. Kalaupun Nabi Muhammad Saw mendapatkan
pengetahuannya dari orang Yahudi dan Kristen, bukan berarti Nabi Muhammad
Saw menjiplak gagasan Yahudi. Jika pada kenyataannya ada guru yang mengajari
Nabi Muhammad Saw tentang ajaran-ajaran Yahudi, tentunya guru tersebut akan
menggugat bahkan menolak mentah-mentah hadits Nabi Muhammad SAW itu.

Berikutnya mengenai tuduhan Ignaz Goldziher terhadap perawi hadits


sangat tidak beralasan, karena pada kenyataannya tradisi periwayatan hadits
terbagi menjadi dua, yaitu periwayatan bi al-lafdzidan periwayatan bi al-ma’na.
Jenis periwayatan yang kedua yang telah disorot oleh Ignaz Goldziher dengan
argumennya bahwa perawi hadits yang menggunakan tradisi periwayatan bi al-
ma’na dicurigai telah meriwayatkan lafadz-lafadz yang dengan sengaja
disembunyikan, sehingga redaksinya menjadi tidak akurat. Padahal, adanya tradisi
periwayatan bi al-ma’na ini dikarenakan sahabat Nabi Muhammad Saw tidak
ingat betul lafadz aslinya. Dan yang terpenting bagi sahabat Nabi adalah
mengetahui isinya atau matan yang terkandung di dalamnya. Di samping itu,
tradisi ini tidak dikecam oleh Nabi Muhammad Saw, mengingat redaksi hadits
bukanlah al-Qur’an yang tidak boleh diubah susunan bahasa dan maknanya, baik
itu dengan mengganti lafadz-lafadz yang muradif (sinonim) yang tidak terlalu
mempengaruhi isinya, berbeda dengan al-Qur’an sebab ia merupakan mu’jizat
dari Allah yang mungkin diubah.

Mengenai tuduhan yang dilancarkan J.Schacht, semua pernyataannya telah


dibantah antara lain oleh Profesor Muhammad Abū Zahrah dari Universitas Kairo,
Mesir, oleh Profesor Zafar Ishaq Ansari dari Islamic Research Institute Islamabad,
Pakistan, dan oleh Profesor Muhammad Mustafa al-Azami dari Universitas King
Saud Riyadh, Saudi Arabia. Menurut Profesor Muhammad Musthafā al-A‛zamī,
kekeliruan dan kesesatan Schacht dalam karyanya itu disebabkan oleh lima
perkara: sikapnya yang tidak konsisten dalam berteori dan menggunakan sumber
rujukan, bertolak dari asumsi-asumsi yang keliru dan metodologi yang tidak
ilmiah, salah dalam menangkap dan memahami sejumlah fakta, ketidaktahuannya
akan kondisi politik dan geografis yang dikaji, dan salah faham mengenai istilah-
istilah yang dipakai oleh para ulama Islam.

31
Darmalaksana mencatat beberapa hal yang dianggap sebagai kekeliruan orientalis
dalam memandang hadits, yaitu:

Goldziher senantiasa menggunakan suatu kejadian yang bersifat khusus dan


terbatas untuk menjadi bukti-bukti hal yang umum.Goldziher dan Schacht
seringkali tidak melakukan analisis yang mendalam tentang bahan-bahan
kesejarahan yang mereka pakai dalam pembuktian. Banyaknya penafsiran yang
nyata salah dalam mengartikan ucapan-ucapan atau kejadian-kejadian yang
diberitakan dalam sumber-sumber kesejarahan. Adanya sekumpulan obyektivitas
paradoks dari keduanya sebagai orientalis non-muslim, yang setidaknya
menyimpan misi-misi tersendiri. Mereka biasanya belum selesai dalam membaca
sejarah dan langsung menarik kesimpulan.

BAB III: PENUTUP


KESIMPULAN
Bahwasanya Orientalis adalah ahli soal-soal timur, yakni sarjana Barat
yang berusaha mempelajari masalah-masalah ketimuran, menyangkut agama, adat
istiadat, bahasa, sastra dan masalah lain yang menarik perhatian mereka tentang
soal ketimuran.adapun orientalisme diartikan dengan ajaran dan paham tentang
dunia Timur yang dibentuk oleh opini Barat Dan contoh tokoh-tokoh orientalis
adalah:

Dr. Theodore Noldeke

Washington Irving

Reinhart Dozy

Pandangan mereka tentang al-Qur‟an (antara lain pendapat John


Wansbrough) menganggap bahwa alQuran bersumber dari tradisi Yahudi, karena
muncul dalam suasana polemic dengan Yahudi-Kristen, dan kenabian Muhammad
saw. bersumber dari (meniru) ajaran pendeta Tahudi di Madinah mengenai
kenabian Musa. Untuk melihat pengaruh agama Yahudi dan Kristen secara khusus
dalam al-Qur‟an yaitu pada surah al-Baqarah dan surah Ali-Imran. Dia
berpendapat bahwa kedua surah itu diambil Muhammad saw. dari Kitab Talmud
dan Bibel

32
ILMU HUKUM DALAM ALQUR’AN (Ahmad ksatria,
Ade mulyadi)

BAB I: PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Al quran merupakan kitab suci terakhir bagi umat islam yang merupakan
pedoman hidup bagi seluruh umat manusia di dunia. Sebagai pedoman hidup,
alquran tentunya memiliki banyak ilmu yang terkandung di dalamnya. Bahkan
bisa dibilang bahwa alquran merupakan sumber dari semua ilmu di dunia. Karena
alquran adalah kitab yang paling sempurna dan diturunkan untuk
menyempurnakan kitab-kitab yang turun sebelumnya.

Salah satu ilmu yang terkandung di dalam alquran adalah ilmu humaniora.
Ilmu humaniora atau ilmu budaya adalah ilmu yang mempelajari tentang cara
membuat atau mengangkat manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya.
Ilmu humaniora memiliki banyak cabang lagi, diantaranya teologi, hukum,
filsafat, sejarah, filologi, lingustik, sastra, seni, psikologi, arkeologi, antropologi,
dan kajian budaya.

Makalah ini akan membahas tentang apa saja ilmu humaniora yang
terkandung dalam alquran. Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan
kita semua tentang ilmu humaniora dan dapat menambah ketakwaan kita kepada
Allah swt. Yang telah menurunkan alquran yang menjadi pedoman hidup kita ini.

RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat disampaikan dari latar belakang yng telah
dijelaskan sebelumnya adalah:

Bagaimanakah ilmu hukum yang terdapat dalam alquran?

Bagaimanakah ilmu sejarah yang terkandung dalam alquran?

33
Bagaimanakah ilmu sastra yang terkandung dalam alquran?

TUJUAN PENULISAN
Tujuan saya menulis makalah ini adalah :

Menjelaskan ilmu hukum yang terkandung dalam alquran.

Menjelaskan ilmu sejarah yang terkandung dalam alquran.

Menjelaskan ilmu sastra yang terkandung dalam alquran

BAB II: PEMBAHASAN


ILMU HUKUM DALAM AL QURAN
Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. “Tatanan” adalah suatu
sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan.
Hukum adalah seperangkat peraturan-peraturan yang mengandung semacam
kesatuan yang kita pahami melalui sebuah sistem.

Hukum yang diperkenalkan Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang berdiri


sendiri, tapi merupakan bagian integral dari Akidah. Akidah tentang Tuhan yang
menciptakan alam semesta, mengaturnya, memeliharanya dan menjaganya
sehingga segala makhluk itu menjalani kehidupannya masing-masing dengan baik
dan melakukan fungsinya masing-masing dengan baik dan melakukan fungsinya
masing-masing dengan tertib. Hukum Allah meliputi segenap makhluk (alam
semesta).

Secara garis besar, hukum Islam memuat dua hal pokok, yaitu apa yang
harus dilakukan oleh hamba dalam membina hubungannya dengan penciptanya,
dan apa yang harus ia lakukan dalam membina hubungan baik dengan sesama
manusia dan lingkungan sekitarnya. Berhubung dua hal ini memiliki posisi yang
sama, yaitu sebagai realisasi ibadah kepada Allah, maka keduanya perlu dinamai
dengan istilah yang berbeda.

Apa yang pertama biasa disebut sebagai ibadah langsung, mahdah, atau
ibadah murni, karena ibadah macam ini tertuju kepada Allah belaka. Hukum Islam
yang memuat masalah ini disebut fiqih ibadah. Sedangkan ibadah tidak langsung
ini dikenal dengan istilah ibadah ijtima’iyah, ibadah sosial, atau ibadah gairu
mahdah, yang memuat aturan-aturan tentang hubungan antar-manusia. Karenanya,

34
hukum Islam yang berisi tuntunan-tuntunan ini disebut sebagai fiqih muamalah
dalam arti yang luas14 .

Menurut Wahbah Zuhaili dalam bukunya Ushulul Fiqhil Islamy, Tiga


macam hukum yang dikandung dalam Al-Qur’an yaitu:

Hukum-hukum Akidah: Yaitu hukum yang berhubungan dengan sesuatu


yang harus diyakini oleh manusia tentang Allah SWT, Malaikat, Kitab-kitab dan
Rasul-rasul-Nya serta Hari Akhir.

Hukum-hukum Etika: Yaitu hukum yang berhubungan dengan sesuatu


keutamaan yang digunakan oleh manusia untuk menghias dirinya seperti
kejujuran dan kedermawanan, dan menghilangkan sifat-sifat yang jelek pada
dirinya, seperti dusta dan bakhil.

Hukum-hukum Amaliyah: Hukum-hukum yang berhubungan dengan manusia


dalam bentuk ucapan, pekerjaan, kontrak dan beberapa usaha. Hukum ini berisi
dua macam yaitu:

Pertama:Hukum-hukum ibadat, seperti salat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah


dan yang lainnya dari bentukbentuk ibadat yang bertujuan untuk mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya.

Kedua : Hukum-hukum muamalat, seperti kontrak kerja, hukuman, pidana dan


lainnya, yang berkaitan dengan aturan hubungan manusia yang satu dengan yang
lain.

ILMU SEJARAH DALAM AL QURAN


Alquran sebagai kitab suci paling lengkap dan sempurna memiliki banyak
sekali kisah-kisah pada zaman dahulu. Oleh karena itu, alquran memiliki
kandungan ilmu sejarah yang sangat banyak didalamnya. Sehingga alquran bisa
menjadi sumber atau pengantar ilmu pengetahuan sejarah.

Al-Qur’an memilih kata kisah untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa


sejarah. Salah satu ciri khas sejarah yang membedakannya dari kisah adalah
keruntutan penyusunan, sedang kisah tidaklah demikian. Tetapi kedua terma ini
bertemu dalam fungsinya yaitu menceritakan atau menguraikan suatu peristiwa
atau kejadian yang terjadi pada masa lampau. Kata kisah ini selanjutnya akan
dipakai sebagai dasar pijakan bagi penelaahan peristiwa-peristiwa sejarah yang
ada di dalam al-Qur’an.
14
Amir Syarifuddin, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2003)hlm. 56

35
Di dalam al-Qur'an Allah Swt menampilkan beraneka ragam kisah. Dari
bentuk (shighat) yang berakar dari qasha, yaqashu dan qishashan berjumlah 30
kali dalam berbagai surat dan ayat. Sedangkan bukan kalimat secara langsung kata
yang berakar dari qassha, tetapi ayat tersebut menceritakan peristiwa tersebut
secara langsung terdapat dalam al-Qur'an sebanyak 15 kali., Makkiyah 11 surah
dan Madaniyah 4 surah.

Di dalam al-Qur'an banyak di kisahkan beberapa peristiwa yang pernah


terjadi dalam sejarah. Dari al-Qur'an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah
dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam seperti kisah para Nabi
dan kaumnya. Kisah Yahudi, Nasrani, Majuzi, dan lain sebagainya. Selain itu Al-
qur'an juga menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah
Saw. Seperti kisah peperangan (Badar, Uhud, Hunain) dan perdamaian
(Hudaibiyah) dan lain sebagainya.

Kisah-kisah dalam al-Qur'an dapat dibagi menjadi beberapa macam diantanya


yaitu:

Dari segi waktu Ditinjau dari segi waktu kisah dalam al-Qur'an ada tiga, yaitu:
Kisah hal ghaib yang terjadi di masa lalu. Contohnya:

Kisah tentang dialog malaikat dengan tuhannya mengenai penciptaan khalifah


bumi sebagaimana di jelaskan dalam (QS. Al-Baqarah: 30-34).

 Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana yang diungkapkan dalam


(QS. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).

Kisah tentang penciptaan nabi adam dan kehidupanya ketika di surga


sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-a'raf: 11-25).

Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini. Contohnya:

Kisah tentang turunya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti


diungkapkan dalam (QS. Al-Qadar: 1-5).

Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis
seperti diungkapkan dalam (QS. Al-A'raf: 13-14).

Kisah ghaib yang terjadi pada masa yang akan datang. Contohnya:

Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti yang diungkapkan dalam al-
Qur'an surah al-Qari'ah, surah al-Zalzalah, dan lainnya.

36
Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan di neraka seperti di ungkapkan
dalam al-Qur'an surah al-Ghasyiah dan lainnya.

Dari segi materi Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah (Qashash) dalam al-Qur'an
ada tiga diantaranya yaitu: Kisah-kisah para nabi terdahulu

Bagian ini berisikan seruan dan ajakan para nabi kepada kaumnya,
mukjizat-mukjizat dari Allah Swt yang memperkuat dakwah mereka, sikap orang-
orang yang memusuhinya, serta tahapan-tahapan dakwah perkembangannya, dan
akibat yang menimpa orang beriman dan orang yang mendustakan para nabi.
Contohnya:

Kisah Nabi Adam (QS.Al-Baqarah: 30-39. Al-Araf: 11 dan lainnya).

Kisah Nabi Nuh (QS.Hud : 25-49).

Kisah Nabi Hud (QS. Al-A'Raf: 65, 72, 50, 58).

Kisah Nabi Musa (QS.Al-Baqarah: 49,61, Al-A'raf: 103-157)

Kisah Nabi Ibrahim (QS.Al-Baqarah: 124, 132, Al-An'am: 74-83).

Kisah Nabi Isa (QS.Al-Maidah: 110-120).

Kisah Nabi Muhammad (QS.At-Takwir: 22-24, At-Taubah: 43-57).

Kisah-kisah para Nabi tersebut menjadi informasi yang sangat berguna


bagi upaya meyakini para Nabi dan Rasul Allah. Keimanan pada para Nabi dan
Rasul merupakan suatu keharusan bagi umat Islam yang harus ditamamkan
semenjak usia dini. Tanpa adanya keyakinan ini, seseorang tidak akan bisa
membenarkan wahyu Allah Swt yang terdapat dalam kitab Allah Swt yang berisi
berbagai macam perintah maupun larangan-Nya.

Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Beberapa kisah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad juga disebutkan dalam
Al Qur'an, salah satunya yaitu ketika sebelum Nabi lahir Tentara Bergajah
melakukan penyerbuan ke Makkah yang bertujuan untuk menghancurkan Ka'bah,
yang dipimpin oleh Raja Abrahah. Contoh yang lainya yaitu:

Kisah tentang hijrahnya Nabi SAW (QS.Muhammad: 13).

Kisah tentang Ababil (QS.Al-Fil: 1-5).

37
Kisah tentang perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran).

Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang
yang tidak disebutkan kenabiannya. Contohnya:

Kisah tentang Luqman (QS.Luqman: 12-13).

Kisah tantang Dzul Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98).

Kisah tentang Ashabul Kahfi (QS.Al-Kahfi: 9-26).

Kisah tentang Fir'aun (QS. Al-Baqarah: 49-50, dan lain-lain)

ILMU SASTRA DALAM AL QURAN


Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan dengan
menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab al-Qur’an bukanlah bahasa Arab biasa,
akan tetapi bahasa Arab dengan keindahannya yang luar biasa sehingga tidak ada
yang menandinginya. Sangatlah wajar jika bahasa al-Qur’an tidak ada yang
menandinginya, sebab ia bukanlah karya manusia, akan tetapi kalam Tuhan yang
maha agung.

Di sini, al-Qur’an sangat mempengaruhi bahasa dan sastra Arab. Setelah


al-Qur’an turun, para sastrawan berlomba-lomba membuat karya yang bisa
mengalahkan al-Qur’an, tetapi usaha itu tiada hasil. Al-Qur’an tetap menjadi
kalam agung yang tidak bisa ditandingi. Dan sebagian orang Arab yang lain ada
yang berhenti berkarya karna malu dengan keindahan bahasa al-Qur’an dan fokus
terhadap agama Islam.

karena gaya bahasanya yang sangat indah dan tinggi, alquran disebut-sebut
sebagai karya sastra terbaik di dunia. Oleh karena itu alquran adalah pengantar
ilmu sastra yang sangat baik. Banyak kaum muslimin yang dengan tekun
mempelajari kitab suci alQur’an sebagai karya sastra, dan mengungkapkan rahasia
keindahannya dan kemukjizatannya.

Masalah penggolongan al-Qur’an sebagai karya sastra terbesar di dunia


masih dalam perdebatan. Munculnya wacana tersebut karena adanya bukti konkret
keindahan bahasa al-Qur’an. Pendapat yang menganggap al-Qur’an bukan karya
sastra adalah merujuk pada pengertian sastra, bahwa karya sastra merupakan hasil
cipta dan karsa manusia.

Isi karya sastra adalah adalah hasil pengetahuan dan pengalaman


pengarangnya yang tertuang dalam karya sastranya. Sedangkan alQur’an adalah

38
kalam ilahi yang diturunkan sebagai petunjuk hidup manusia di dunia , bukan
ciptaan manusia.

Bangsa Arab sangat menikmati keindahan ayat demi ayat dalam al-Qur’an,
mereka seakan hanyut dengan keindahan sastranya. Sehingga, merekapun malu
membuat karya sastra seperti yang selama ini mereka bangga-banggakan. Dan
kini karya yang mereka buat terpengaruh dengan al-Qur’an, baik itu dari segi
makna, lafadh, susunan dan gaya bahasa.

Sastra pada permulaan islam terdiri dari dua macam, yaitu:

Puisi

Puisi pada masa permulaan Islam mempunyai tujuan yang berbeda dengan
masa jahiliyah, jika pada masa jahiliyah tema-tema puisi berkisar tentang
tasybih/ghazal, hammasah/fakhr, madh,rosta’, hijaa’, I’tidhar, wasf, dan ḥikmah,
maka tema-tema puisi pada masa permulaan Islam adalah sebagai berikut:

Menyebarkan akidah Islam serta penetapan hukum-hukumnya, dan


anjuran bagi kaum muslimin untuk mengikutinya terutama pada zaman Nabi dan
khulafa al-rasyidin.Dorongan untuk berperang dan mendapatkan persaksian di sisi
Allah karena menegakkan kalimatullah, yaitu pada masa krisis dalam perang
dalam menaklukkan kota-kota di sekitar jazirah Arab. Al-Hija’, yaitu mula-mula
untuk membela agama Islam, menyerang orang-orang Arab musyrik dimana caci
maki tersebut tidak melanggar batas-batas keperwiraan dan telah mendapat izin
Nabi. Madh (pujian). Pada prinsipnya dasar agama Islam sedikit sekali adanya
puji-pujian. Tetapi setelah khulafa al-rasyidin mulai dikembangkan, pujian adalah
suatu hal yang penting sebagai tiang Negara dan untuk memperkokoh kedudukan
khalifah.15

Natsr (Prosa)

Periode awal Islam merupakan kelanjutan dari priode jahiliyah. Ada tiga
jenis prosa yang berkembang pada masa ini, yaitu: khutbah, kitabah, dan matsal.
Pada masa ini kedudukan puisi mulai tergeser oleh prosa, terutama khutbah. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

Semangat menyebarkan syi’ar Islam Pengaruh al-Qur’an dan al-Hadits terhadap


kefasihan sastra Arab Berkembangnya diskusi antar masyarakat dalam berbagai

15
Ahmad Hashimi. Jawahir al-Adab (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003),hlm. 286-287

39
pembahasan baik sosial politik, pendidikan dan sebagainya. Penjelasan kebijakan
politik dan hukum khalifah.16

BAB III: PENUTUP


KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di ambil dari makalah ini adalah alquran adalah
kitab suci yang paling sempurna dan terkandung didalamnya banyak sekali ilmu
pengetahuan humaniora seperti hukum, sejarah dan sastra.

Di dalam Hukum Islam, hukum yang memuat masalah ini disebut fiqih
ibadah. Sedangkan ibadah tidak langsung ini dikenal dengan istilah ibadah
ijtima’iyah, ibadah sosial, atau ibadah gairu mahdah, yang memuat aturan-aturan
tentang hubungan antar-manusia. Karenanya, hukum Islam yang berisi tuntunan-
tuntunan ini disebut sebagai fiqih muamalah dalam arti yang luas.

Al-Qur’an memilih kata kisah untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa


sejarah. Salah satu ciri khas sejarah yang membedakannya dari kisah adalah
keruntutan penyusunan, sedang kisah tidaklah demikian. Tetapi kedua terma ini
bertemu dalam fungsinya yaitu menceritakan atau menguraikan suatu peristiwa
atau kejadian yang terjadi pada masa lampau. Kata kisah ini selanjutnya akan
dipakai sebagai dasar pijakan bagi penelaahan peristiwa-peristiwa sejarah yang
ada di dalam al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang memiliki bahasa yang indah dan
sebagai mukjizat yang digunakan untuk menundukkan kesombongan bangsa
Arab. Sejak al-Qur’an turun, bangsa Arab yang sebelumnya sangat
membanggabanggakan bahasa dan sastranya, kini lumpuh tak berdaya di hadapan
keindahan bahasa al-Qur’an. Bahkan, al-Qur’an sangat berpengaruh terhadap
bahasa dan sastra Arab

16
Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan lintas budaya, (Malang: UIN Malang
Press),hlm.259

40
PENGERTIAN DAN TUJUAN DI TURUNKANNYA
ALQUR’AN ( Farhan nafies, Fajrin fahri )
BAB 1:PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Alhamdulillahi Rabbi Al-Alamin, segala puji bagi Allah Subhanallahu Wa
Ta’ala tuhan semesta alam, yang telah memberikan kepada kami nikmat kesehatan
dan kesempatan hingga kami dapat menyelasaikan makalah kami ini. Sholawat
serta salam kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benerang yang dengan
mukjizatnya kita dapat merasakan hidayahnya yang menjadi pedoman hidup umat
muslim di dunia.

Al-Qur’an sebagai mukjizat Nabi kita Muhammad SAW serta pedoman


bagi seluruh umat islam di dunia tentu terdapat maksud tertentu dalam
penurunannya oleh Allah Subhana Wa Ta’ala. Di dalamnya terdapat unsur-unsur
yang ssangat penting bagi kehidupan manusia, terutama umat islam tentunya. Tak
hanya sekedar menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
tanda diangkatnya derajat Muhammad menjadi nabi serta rasul kita namun ada
tujuan yang tersirat didalam makna dan kandungan di dalamnya.

Tujuan di buatnya makalah ini adalah tugas yang diamanatkan terhadap


kami, yang membahas akan “Pemahaman akan isi serta kandungan yang ada di
dalam Al-Qur’an”. Dalam makalah ini akan membahas isi dan kandungan Al-
Qur’an mulai dari tujuan akan diturunkanya hingga inti sari pada Al-Qur’an,
untuk mengetahui apa yang terdapat dalam inti sari Al-Qur’an sehingga dapat
memahami serta mengamalkannya.

RUMUSAN MASALAH
Pokok serta inti permasalahan dan pembahasan makalah ini ditulis secara runtut
sebagaimana berikut:

Apa itu Al-Qur’an serta maksud dan tujuan diturunkanya

41
Isi dan kandungan yang ada di dalam Al-Qur’an

Pengimplikasian Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat muslim

TUJUAN PEMBAHASAN
Mengetahui tujuan diturunkannya al qur’an

Mengetahui julukan julukan al qur’an dan maknanya

Mengetahui cara mengaplikasikan al qurr’an dengan baik dan benar

BAB II: PEMBAHASAN


PENGERTIAN SERTA TUJUAN DITURUNKANYA AL-
QUR’AN
Secara harfiah penerjemahan kata Al-Qur’an dalam Bahasa Arab berasal
dari kata qara’a- yaqra’u yang artinya membaca, sedangkan Al-Qur’an
merupakan kitab suci umat islam yang menjadi pedoman hidup mereka, yang
diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap-
tahap,serta di tulis dengan Bahasa Arab. Namun terdapat ulama lain yan memberi
pendapat lain terhadap pengertian Al-Qur’an, contohnya Muhammad Ali ash-
Shabuni adalah “Firman Allah SWT yang tidak ada tandingannya, firman Allah
SWT ini diturunkan kepada Nabi Muhammad yang disampaikan melalui
perantara yaitu malaikat Jibril AS.”17

Sebagaimana yang diketahui, selama proses penerimaan wahyu, Nabi


tidak langsung menulisnya. Akan tetapi Nabi selalu menghafalnya lalu
memberitahukan ayat-ayatnya kepada sahabat-sahabat nabi, lalu menulisnya.
Demikian karna nabi adalah seorang ummi18 yaitu tidak dapat membaca[menurut
pendapat umumbahwasanya nabi tidak dapat membaca maupun menulis].19

17
Artikel “Pengertian Al-Qur’an”, oleh Admin-Yusron,
https://belajargiat.id/author/admin-yusron/ ,2017.
18
Muhammad bin Bahadir Al-Zarkasi, Al-Burhaan fii ‘uluumi Al-Qur’an, Lebanon, Dar al-
Kutb Al-Ilmiyyah, 2011, h.34
19
Pembahasan keummian Nabi, “Muhammad the Illiterate Prophet: An Islamic Creed in
Al-Qur’an and Qur’anic Exegesis”, Edinburgh: Edinburgh University Press, 2002, vol 4, no 1, h.4.

42
Dari sekian banyaknya pengertian mengenai apa itu Al-Qur’an memiliki
inti yang sama yaitu kitab suci pedoman umat islam. Pengertian-pengertian
tersebut diambil dari julukan-julukan Al-Qur’an yang terdapat didalamnya, seperti
Al-Qur’an, Al-Kitab, Al-Furqan, Ad-Dzikr, At-Tanzil. Seperti contohnya saja di
Q.S Asy-Syu’ara ayat 192 yang berbunyi:

“Wa innahuu la tanziilu rabbi-l- ‘aalamiin” yang artinya: ‘’Sesungguhnya ini


benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam[Allah]20

JULUKAN-JULUKAN AL-QUR’AN DAN MAKNANYA


Julukan-julukan tersebut memiliki makna yang sangat bersangkut-paut
dengan Al-Qur’an,berikut adalah julukan-julukan beserta makna akan julukan
tersebut:

Al-Qur’an

Al-Qur’an sendiri merupakan julukan yang Allah berikan atas firmanya


ini, yang emiliki arti sesuatu yang selalu dibaca.seperti yang tertera di surah Al-
Baqarah: 185

Al-Kitab

Al-Kitab atau Kitaab-u-Allah mempunyai maksud yang artinya kitab suci


Allah SWT dan dapat diartikan sebagaii sesuatu yang ditulis. Sebagaimana yang
tercantum dalam Q.S AL-Imraan:

Al-Furqaan

Al-Furqaan yang berarti pembeda yang mempunyai maksud bahwa


mukjizat Nabi Muhammmad SAW merupakan pembeda antara suatu yang haq
dan baatil.

Ad-Dzikr

Al-Zikr artinya artinya pemberi peringatan dimana Al-Qur’an memberikan


peringatan kepada manusia.

At-Tanziil

20
Q.S Asy-Syuaraa’ ayat 192

43
Sedangkan at-tanziil artinya yang diturunkan, maksudnya adalah Al-
Qur’an ini diturunkan kepada Allah SWT kepadda Nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibriil secara Mutawaatir.

Al-Qur’an memberikan petunjuk atau hidayah dari Allah SWT yang


berupa tulisan-tuisan tersebut agar dijadikan pedoman atau pegangan hidup.
Mengapa demikian? Karna Al-Qur’an memliki makna yang memiki nilai atau
hikmah akan diturunkanya. Sebagian orang bertanya-tanya bagaimana Al-Qur’an
memberikan hidayah bagi pembacanya? Bagaimana itu dapat menjadi pedoman
bagi umat muslim?

Di dalam Al-Qur’an terdapat di dalamnya isi serta kandungan-kandungan


yang menjadi hikmah dan pedoman umat muslim. Di dalamnya terdapat unsur-
unsur yang sangat penting bagi umat islam seperti hukum syariat, ibadah, aqidah,
akhlaq, dan tadzkiir. Masing-masing dari itu memilik definisi-definisi tersendiri
sebagai berikut:

Hukum Syariat

Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah


kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan
hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam
islam berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat,
mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad.21

Semisal dengan hukum wajib dalam menjalankan puasa Ramadhan dan


hukum dilarangnya untuk melakukan bahkan mendekati zina yang ada di alam Al-
Qur’an serta masih banyak yang lainya hukum-hukum yang terdaapat didalam Al-
Qur’an.

Adanya hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an yang menjadi


pedoman kita pasti terdapat maksud baik dalam hal itu, semisal haramnya
memakan daging babi. Diharamkan mengonsumsi daging babi, karna adanya
mudharaat berupa cacing pita yang ada didalam daging hewan tersebut dan babi
terkadang memakan kotoranya sendiri dan digolongkan hewan yang kotor dan
menjijikan sehingga diharamkan dalam islam

Aqidah

Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan


yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah
21
https://roelwie.wordpress.com/isi-kandungan-alquran/.

44
tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu
yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT
adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya
terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.22

Atau beberapa ulama beranggapan dalam pendapat yang sederhana bahwa


aqidah merupak ilmu ketuhanan atau uluuhiyyah, serta adalh pembahasan tentang
hubungan manusia dengan tuhannya Allah SWT atau habluu-n min Allahi.
Aqidah terdapat didalam Al-Qur’an merupakan unsur-unsur kitab suci pada
seluruh agama secara umum. Namun didalam konteks islam bawa tuhan hanyalah
satu atau esa yaitu Allah SWT.

Akhlaq

adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau
akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT
mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
memperbaiki akhlaq dan menjadikan manusia memiliki akhlaq yang baik. Setiap
manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi
laranganNya.23 Dan akhlaq merupakan pembahasan mengenai hubungan manusia
dengan manusia atau habluu-n mina an naas.

Ibadah

Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari
pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau
dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam
ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukum islam.
Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di
bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu
menjalankannya.24

Tadzkiir atau Peringatan atau Pengingat

Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada


manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga
bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan
balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula

22
Ibid. https://roelwie.wordpress.com
23
Ibid. https://roelwie.wordpress.com
24
https://roelwie.wordpress.com/isi-kandungan-alquran/ .

45
gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan
kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.25

Sejarah, cerita, atau kisah-kisah

Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik
yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang
mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang
baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikhbaar.26

Adanya kandungan Al-Qur’an yang berupa cerita serat kisah-kisahnyata


pada zaman kenabian dan lain sebagainya merupakan pelajaran bagi umat
manusia terutama umat islam agar dapat mengambil hikmah-hikmahnya dari
kisah-kisah tersebut.

Dorongan untuk Berpikir atau Ilmu-ilmu

Di dalam al-qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang


memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga
membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.27

Ilmu-ilmu yang tedapat dalam Al-Qur’an teah banyak terkuak dan menjadi
suatu kebenaran yang benar-benar nyata adanya. Mulai dari penemuan atom yang
menjadi unsur terkecil yang ada dimuka bumi, hingga tata surya yang tercantum
di dalam Al-Qur’an memang telah terkuak kebenaranya dan menjadi ilmu
pengetahuan yang kini pelajari di bangku-bangku pembelajaran.

Sebagai contohnya saja, bahwa telah diterngakn dan tercantum mengenai


teori adanya lampu atau mishbaah yang terdapat dalam surah An-Nuur ayat 35
yang memiliki arti sebagai berikut:

” Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan


cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya
ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
25
Ibid. https://roelwie.wordpress.com.
26
Ibid. https://roelwie.wordpress.com.
27
Ibid. https://roelwie.wordpress.com.

46
banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan
tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi
walaupun tidak di sentuh api, cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada
Cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki dan Allah memperbuat perumpamaan-
perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”28

Dari sana Al-Qur’an memberikan sebuah kebenaran yang berupa


penetahuan akan ilmu alam dan pengetahuan akan yang lebih mendasar daripada
itu sendiri sebagaimana pengetahuan akan adanya hal ghaaib seperti adanya
malaikat, jin, setan, dan lain-lain. Namun mengapa tidak semua umat manusia
belum mempercayai akan kebenaran Al-Qur’an dan telah jelas benar akan
keberadaanya. Allah berfirman didalam Al-Qur’an untuk menentang bagi orang-
orang yang kafir untuk memberikan seperti Al-Qur’an tandingan dengan apa
yang dapat mereka buat melalui tangan-tangan mereka. Seperti di dalam Al-
Qur’an yang artinya”

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar”.29

PENGIMPLIKASIAN AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN


Kita sebagai umat muslim yang taat sudah sepatutnya untuk mempercaya
serta mengimani Al-Qur’an serta mengaplikasikan isi dan kandungan yang ada di
dalam Al-Qur’an mulai dari hukum-hukum syariat yang ada, yang merupakan
kewajiban maupun Sunnah yang ada dalam agama kita. Jika kita melaksanakan
hidup dengan ajaran-ajaran serta kandungan yang ada didalam Al-Qur’an
senantiasa hidup kita akan barokah dan tenang, karna Allah berfirman di dalam
Al-Furqaan surah At-Tahaa:

”Tidaklah Kami turunkan Alquran kepadamu untuk


memberatkanmu.Melainkan sebagai pengingat bagi siapa saja yang takut
(kepada Allah).” 30

Terkadang orang bertanya-tanya bagaimana mengimplikasikan Al-


Qur’an dalam hidup, Allah telah menjelaskan di dalam firman-Nya Allah tidak
menurunkan Al-Qur’an untuk menyusahkan umat manusia. Berikut cara-cara

28
Q.S An-Nuur: 35
29
Q.S Al-Baqarah: 23
30
Q.S At-Tahaa: 1-3

47
mengimplikasikan Al-Qur’an dalam kehidupan manusia, yang akan dbagi
menjadi 3 pembagian, yaitu dalam kehidupan pribadi, dalam kehidupan
keluarga, dan kehidupan bermasyarakat.

Dalam Kehidupan Pribad iMeningaktkan ketekunan dalam mempelajari


Al-Qur’an dan Hadits Mempelajari ketekunan ayat-ayat kauniyah[alam semesta]
dalam rangka meningkatkan keimanan Memanfaatkan waktu luang untul
menguasai suatu bidang keterampilan untuk bekal masa depan Memiliki
semangat keilmuanyang tinggi untuk kepentingan dunia dan akhirat
Memperbanyak bergaul dengan orang shaleh

Dalam Kehidupan Keluarga Menaati bimbingan dan anjuran kedua orang


tua. Menjaga amanah kedua orang tua. Menjaga nama baik kedua orang tua.
Mendoakan kebaikan bagi orang tua. Mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah
diperoleh. 

Dalam Kehidupan Bermasyarakat Ikut berperan aktif dalam kehidupan


masyarakat selama tidak melanggar norma-norma agama. Menjaga diri dari
perilaku yang dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat, baik ucapan,
perbuatan, maupun tingkah laku. Menjaga kerukunan dan gemar menolonG. Rela
berkorban demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis. Gemar
bermusyawarah dalam menghadapi setiap permasalahan dalam masyarakat.

Al-Qur'an dan hadis adalah pedoman dan petunjuk arah kehidupan umat
Islam. Jadi merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam untuk mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Karena barang siapa tidak mau mengambil Al-
Qur'an sebagai pedoman dalam hidupnya maka orang tersebut akan tersesat dan
merugi kelak di akhirat.

48
BAB III: PENUTUP DAN KESIMPULAN

KESIMPULAN
Inti dari pembahasan diatas merupakan isi dari kandunga-kandungan Al-
Qur’an yang berupa hukum-hukum syariat, aqidah, akhlaq, doroangan untuk
berpikir atau ilmu pengetahuan, kisa-kisah, tadzkir, dan ibadah. Yng mana harus
dilaksanakan oleh setiap kaum-kaum muslimin dan muslimat.

Didalam melaksanakan perintah-perintah Allah dan Rasulnya sebenarnya


tidak hanya itu, masih banyak lagi ibadah maupun amal-amal yang sangat disukai
oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW. Sebagai contohnya saja amalan-amalan
yang sangat ringan namun disukai oleh Nabi Muhammad SAW:

Membaca “Subhanaallah wa lhamdulillah wa laailaaha illallahu Allahh


akbar”,Melaksanakan puas-puasa Sunnah seperti puasa senin-kamis, puasa daud,
puasa ‘Arafah, dan lain-lainya, Bersedekah/bershodaqoh seperti yang paling
ringan dengan memberikan senyuman kepada orang lain.

PENUTUP
Kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya untukmengimani kitab-kitab
suci serta firman-firmannya, bukan hanya Al-Qur’an, tetapi juga taurat, zabur,
injil beserta nabi-nabi nya. Yang menjadikan semua itu salah satu dari rukun
iman, jika tak sempurna rukun imannya tak sempurna pula islamnya. Serta
menjalankan apa yang dikandung dalam kitabnya yang berbentuk hukum syariat
dan ibadah dan lain-lain, agar makin bertambah iman kita kepada yang maha
Kuasa.

49
MEMAHAMI KAIDAH PENAFSIRAN AlQUR’AN
(Abyan usman, Ibnu khayr ahmad)
BAB I: PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Dalam upaya lebih memperdalam suatu ilmu pengetahuan setiap orang
dituntut untuk mengetahui dasar-dasar umum dan kekhasan ilmu pengetahuan
tersebut. Selain itu, ia dituntut pula untuk memiliki pengetahuan yang cukup dan
mendalam tentang beberapa ilmu lain yang berkaitan dengannya. Hal ini
dimaksudkan agar dalam upaya lebih memperdalam pengetahuan tentang ilmu itu,
ia tidak mengalami kesulitan yang menyebabkan pengkajiannya terhadap suatu
ilmu tidak mencapai sasarannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengkaji ilmu pengetahuan,


khususnya ilmu tafsir, diperlukan beberapa hal yang mendasar agar sasaran atau
tujuan mempelajari ilmu tersebut tercapai. Diantaranya, harus digunakan kaidah-
kaidah yang berkaitan dengan keperluan suatu ilmu, khususnya ilmu tafsir.

Dalam konteks inilah,akan muncul suatu permasalahan, sejauh manakah


fungsi dan peran kaidah-kaidah dalam tafsir? Untuk itu, dalam mempelajari tafsir
diperlukan kaidah-kaidah agar dapat mengetahui dan sekaligus memilah-milah
ayat-ayat Alquran, baik yang menyangkut ketauhidan ibadah maupun yang
berkaitan dengan muamalah.31

BAB II : PEMBAHASAN
Pengertian Kaidah Dan Tafsir
Qowaid al tafsir merupakan kata majemuk: terdiri dari kata qowaid dan
Tafsir.qowaid secara etimologis,merupakan jamak dari kata qo’idah atau kaidah
dalam Bahasa Indonesia. Kata qo’idah sendiri secara semantic,berarti asas, dasar,
pedoman atau prinsip32. Secara Bahasa tafsir mengikuti wazan taf’il berasal dari
kata al-fasr yang berarti menjelaskan atau mengungkapkan.

Menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang absrak.


Sedangkan menurut istilah sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan, tafsir ialah
31
Jurnal Hunafa Vol. 4, No. 2, Juni 2007: 281-290
32
[2] Manna Khalil al qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an ( Bogor : Pustaka Lintera Antar Nusa), hlm.
456.

50
ilmu yang membahas tentang cara mengungkapkan lafadh-lafadh Al-Qur’an,
tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau
tersusun, serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan
tersusun serta hal-hal yang melengkapinya.

Secara terminologis terdapat banyak difinisi yang di ungkap oleh para ahli,
seperti Syaikh Az-Zarqani yang mengungkapkan bahwa tafsir adalah “suatu ilmu
yang membahas perihal Al-Qur’an dari segi dalalahnya sesuai maksud Allah
ta’ala berdasar kadar kemampuan manusiawi. Begitu pula imam Al-Qurtubi yang
mengatakan, tafsir adalah penjelasan tentang lafadz”.

Sedangkan As-Suyuti yang dikutip Al-Dzahabi mendefinisikan tafsir


dengan “ilmu yang membahas maksud Allah ta’ala sesuai dengan kadar
kemampuan manusiawi yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemahaman dan penjelasan makna”

URGENSI KAIDAH TAFSIR


Tafsir                                                                          

Untuk menekuni bidang tafsir, seseorang memerlukan beberapa ilmu


bantu, diantaranya kaidah-kaidah tafsir. Kaidah ini sangat membantu para
mufassir  dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Alat bantu lainnya adalah
pengetahuan bahasa Arab, karena Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa
tersebut. Selain itu perlu memahami ilmu ushul fiqh. Dengan ilmu ini, seorang
mufassir akan memperoleh kemudahan dalam menangkap pesan-pesan Al-Qur’an.

Ibn ‘Abbas, yang dinilai sebagai seorang sahabat Nabi yang paling
mengetahui maksud firman-firman Allah, menyatakan bahwa tafsir terdiri dari
empat bagian:

pertama, yang dimengerti secara umum oleh orang-orang Arab berdasarkan


pengetahuan bahasamereka. 

kedua, yang tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mengetahuinya;

ketiga, yang tidak diketahui kecuali oleh ulama.   

keempat, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.                           

Harus digaris bawahi pula bahwa penjelasan-penjelasan Nabi tentang arti


ayat-ayat Al-Qur’an tidak banyak yang kita ketahui dewasa ini, bukan saja karena
riwayat-riwayat yang diterima oleh generasi-generasi setelah beliau tidak banyak

51
dan sebagiannya tidak dapat dipertanggung jawabkan otentisitasnya, tetapi juga
“karena Nabi saw. Sendiri tidak semua menafsirkan ayat Al-Qur’an”. Sehingga
tidak ada jalan lain kecuali berusaha untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an
berdasarkan kaidah-kaidah disiplin ilmu tafsir, serta berdasarkan kemampuan,
setelah masing-masing memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

M. Quraish shihab mengemukakan komponen-komponen yang tercakup


dalam kaidah-kaidah tafsir sebagai berikut:33

Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan Al-


Qur’an Sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran
Patokan-patokan khusus yang membantu dalam memahami ayat-ayat Al-
Qur’an,baik dari ilmu bantu seperti bahasa dan ushul fiqih,maupun yang ditarik
langsung dari penggunaan Al-Qur’an.

Diantara faktor-faktor yang mengakibatkan kekeliruan dalam menafsirkan Al-


Qur’an adalah sebagai berikut: 

Pertama: subyektivitas mufassir.

Kedua: kekeliruan dalam menerapkan metode atau kaidah.

Ketiga: kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat.

Keempat: kedangkalan pengetahuan tentang materi qur’an (pembicaraan) ayat.

Kelima: tidak memperhatikan konteks, baik asbabun nuzul, hubungan antar ayat,
maupun kondisi sosial masyarakat.

Keenam: tidak memperhatikan siapa pembicaraan ditujukan.

Untuk menghindari penyimpangan atau kesalahan penafsiran, para ahli


membuat kaidah-kaidah penafsiran. Kaidah penafsiran yang dimaksud diantara
lain adalah: kaidah tafsir, kaidah isim dan fi’il, kaidah amr dan nahi, kaidah
istifham, kaidah ma’rifah dan nakiroh, kaidah mufrad dan jama’, kaidah tanya-
jawab, kaidah wujuh wan nazhair, dan lain sebagainya.

33
M. Quraish shihab, Membumikan al-qur’an jilid 2 (Jakarta : Lentera Hati, 2011), hlm. 642

52
KORELASI KAIDAH TAFSIR DENGAN BAHASA ARAB
Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa arab. Hal tersebut jelas
menunjukkan bahwa keterkaitan antara kaidah tafsir dengan bahasa arab sangatlah
erat. Kaidah tafsir melalui bahasa arab bertujuan untuk memahami makna yang
terkandung di dalam al-Qur’an sehingga secara kebahasaan dapat di mengerti. Hal
ini yang nanti akan berpengaruh pada setiap arti kosakata pada kesatuan ayat.
Misalnya tentang fungsi-fungsi huruf wawu dan perbedaannya dengan tsumma
dan fa’.

Demikian juga makna yang dikandung oleh setiap kata atau bentuk kata
seperti kala 34kini/mendatang (mudhari’), kala lalu (madhy), atau perbedaan
kandungan makna antara kalimat yang berbentuk verbal sentence maupun
nominal sentence.

Contoh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan kaidah tafsir dengan Bahasa Arab,
sebagai berikut:
ْ ‫ه فَأُولَئِكَ يَ ْق َرءُونَ ِكتَابَهُ ْم َواَل ي‬uِ ِ‫س بِإ ِ َما ِم ِه ْم فَ َم ْن أُوتِ َي ِكتَابَهُ بِيَ ِمين‬
‫ُظلَ ُمونَ فَتِياًل‬ ٍ ‫يَوْ َم نَ ْدعُوا ُك َّل أُنَا‬
Artinya: “(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) kami panggil tiap umat
dengan imamnya, dan barangsiapa yang diberikan Kitab amalannya di tangan
kanannya Maka mereka Ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak
dianiaya sedikitpun”.(QS.Al-Isra’:71)

Penjelasan:

Kata imam dalam ayat tersebut dipahami sebagai bentuk jamak dari
kata umm yang berarti ibu. Pelajaran yang ditarik dari ayat tersebut, pada hari
kiamat orang akan dipanggil disertai dengan nama ibu. Pemanggilan dengan nama
ibu, bukan nama ayah ini untuk menjaga perasaan Nabi Isa. Ada beberapa ulama
juga yang menjelaskan Kata imamah di dalam ayat ini dipahami sebagai
“pemimpin”, bukan sebagai umm/ibu. Walaupun jika dipahami lebih dalam,
bentuknya adalah plural. Jadi, pada hari akhir nanti orang-orang akan dipanggil
besertakan,pemimpinnya,bukan,ibunya.

KOLERASI TAFSIR DENGAN USHUL FIQH

34
M quraish shihab membumikan alqur’an jilid dua

53
Kaidah-kaidah tafsir melalui ushul fiqih dijadikan pedoman dalam
menerapkan hukum syari’at islam mengenai perbuatan manusia,yang bersumber
dari dalil-dalil agama yang rinci dan jelas. Adapun tujuan ushul fiqih adalah
menerapkan kaidah-kaidah dan pembahasannya terhadap dalil-dalil terperinci
untuk mendatangkan hukum syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil tersebut.35

BAB III : PENUTUP DAN KESIMPULAN

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
memahami al-Qur’an tidak cukup hanya menggunakan pendekatan bahasa, karena
terkait dengan pesan-pesan nya yang tidak selalu tersurat tetapi juga tersirat yang
membutuhkan ilmu-ilmu yang mendukung. Dalam menafsiri al-

Qur’an pun harus menggunakan kaidah-kaidah atau rumus yang telah ada,
sehingga meminimalisasi penafsiran yang seenaknya. Keterkaitan antara kaidah
penafsiran dengan bahasa arab begitu erat sebab al-Qur’an menggunakan bahasa
arab. Begitu pula 36keterkaitannya dengan ushul fiqh karena penafsirannya
berhubungan dengan pengambilan hukum.

OTENTISITAS ALQUR’AN(FAUZAN RISKIAWAN,ZAKI


NASRUL)
BAB I: PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Qur’an yang dimiliki umat islam sekarang ternyata memiliki banyak
sekali sejarah dalam pembukuan alqur’an(kodifikasi), pada zaman rasulullah

35
Ahmad Izzan,2009,Studi Kaidah Tafsir Al-Qur’an,Humaniora:Bandung.
36
Abd.Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an, hlm.117

54
belum dibukukan tetapi masih ditulis diatas batu, dipelepah-pelepah kurma sesuai
dengan tersedianya alat-alat tulis pada zaman tersebut

Allah menjamin Alqur’an akan kesucian dan kemurniannya dari segala


pemalsuan dalam penulisannya, ketika wahyu turun kepada Rasulullah SAW,
beliau langsung menyuruh para sahabatnya untuk menulis wahyu tersebut dengan
hati-hati, ketika beliau wafat maka dilanjutkan kepada zaman sahabat, begitu para
sahabat menulis wahyu tersebut, para sahabat menhafalkannya juga
mengamalkannya, dan dari makalah ini kita akan mengetahui kodifikasi dari
zaman rasulullah, para sahabat dan juga kemurnian Alquran dari awal turunnya
alqur’an sampai zaman kita ini. Dengsn makalah ini kami akan menyampaikan
dan menjelaskan sejarah kodifikasi Al-Qur’an dan otentisitasnya.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sejarah kodifikasi Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW?

Bagaimana sejarah kodifikasi Al-Qur’an ditinjau dari proses pengumpulan dan


pembukuan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Utsman bin Affan?

Bagaimana otentisitas alquran?

TUJUAN PEMBAHASAN
Mengetahui pengertian tentang pengumpulan/kodifikasi qur’an

Mengetahui pengumpulan al qur’an pada masa nabi Muhammad dan masa abu
bakar ash shiddiq

Mengetahui pengumpulan al qur’an pada masa utsman bin affan

BAB II: PEMBAHASAN

SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN

Pengertian Pengumpulan/Kodifikasi Qur’an


Kata ‘penghimpunan/kodifikasi’ Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an) terkadang
dimaksudkan sebagai “pemeliharaan dan penjagaan dalam dada” (penghafalan),

55
dan terkadang dimaksudkan sebagai “penulisan keseluruhannya, huruf demi
huruf, kata demi kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (penulisan). Yang
kedua ini medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya,
sedangkan yang pertama medianya adalah hati dan dada.

Selanjutnya, penghimpunan Al-Qur’an dalam pengertian “penulisannya”


berlangsung tiga kali. Pertama pada masa Rasulullah SAW. Kedua pada masa ke
khalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan ketiga pada masa ke-khalifahan Utsman
bin Affan. Pada yang terakhir inilah dilakukan penyalinan menjadi beberapa
mushaf dan dikirim ke berbagai daerah.

Dari paparan di atas telah kita maklumi bersama bahwa Al-Qur’an sebagai
Kitab Suci kaum muslim dibukukan (dikodifikasi) hingga menjadi mushaf yang
surat-surat, ayat-ayat dan tanda bacaannya tersusun seperti yang sekarang kita
gunakan, telah melalui tahapan-tahapan dan proses yang cukup lama, diantaranya
yaitu tahap pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW,
kemudian melalui proses pembukuan pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq serta melalui proses penyempurnaan bacaan dan penggandaan Al-Qur’an
yang dilakukan pada masa menjabatnya Utsman bin Affan sebagai Khalifah.37

Dengan kata lain yang dimaksud sejarah penghimpunan Al-Qur’an adalah


penghimpunan (Jam’al-Qur’an) dalam arti menghafalnya dalam hati (bifzuhu)
maupun dalam arti penulisan secara keseluruhan (kitabuluhu kullihi), baik dengan
memisah-misahkan ayat-ayatnya dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat
semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran terpisah, ataupun yang
menerbutkan ayat- ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang
terkumpul menghimpun semua surat.38

Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW


Periode pertama penghimpunan al-Qur’an terjadi pada masa Rasulullah
SAW. Pada periode setiap kali sebuah ayat turun langsung dihafal dalam dada dan
ditempatkan dalam hati karena Nabi Muhammad SAW dan umatnya merupakan
orang yang ummi.

Masa itu para sahabat dikenal memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan
yang cepat. Sehingga pada masa itu banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an
diantaranya keempat Khulafaur Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi
37
https://badjangsasak.wordpress.com/2009/11/03/k odifikasi-alquran-dan-
sejarahnya/
38
Mabahits fi ulum al-Qur’an: Manna’ Khalil al-qattan, 2001, hal.118-119.

56
Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan
lainnya.

Ayat-ayat Al-Qur’an ketika itu tidak dihimpun dalam satu mushaf, tetapi
ditulis pada sarana yang mudah didapat seperti pelepah korma, bata-bata tipis,
lembaran dari kulit, pecahan batu dan sebagainya. Tulisan-tulisan tersebut
disimpan dirumah Nabi Muhammad SAW. Rasulullah mengangkat beberapa
sahabat untuk menulis, agar setiap wahyu turun langsung dapat ditulis dan bisa
dijadikan dokumentasi. Mereka adalah Abu Bakar, Usman, Umar, Ali, Muawiyah,
Abban ibn Sa’id, Khalid ibn al-Walid, Ubay ibn Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Tsabit
ibn Qais dan lain lain.

Faktor-faktor yang menyebabkan Al-Qur’an belum dihimpun pada masa


Nabi SAW yaitu:

Faktor-faktor yang mendukung penulisan belum muncul. Nabi SAW


masih menunggu kemungkinan penaskhan beberapa ayat dari Allah SWT. Al-
Qur’an turunya bertahap. Urutan ayat Ayat Al-Qur’an tidak sesuai dengan urutan
turunnya.

Sedangkan  faktor yang mendorong penulisan AlQuran pada masa Nabi


adalah:

Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para


sahabatnya. Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena
bertolak dari hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka
lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Adapun penulisan akan tetap
terpelihara walaupun pada masa Nabi, Al-Quran tidak ditulis di tempat tertentu.39

Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar.


Sepeninggal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa
naskah catatan Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a
terjadilah Jam’ul Quran yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-
Quran yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada
turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).40 Karena pada masa itu banyak terjadi

39
http://imrocemprutz.blogspot.co.id/2012/12/makalah-sejarah-penghimpunan-al-quran.html
40
http://www.geocities.com

57
peperangan dan menyebabkan banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal di
medan perang.41

Peperangan melawan kaum murtad (Musailamah al-Kadzdzab dan


pengikutnya) di Yamamah42mengakibatkan 70 huffâzh gugur.43 Tragedi itu
mendorong Umar bin Khathab untuk mengusulkan agar al-Qur’an segera
dikumpulkan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Abu Bakar menyetujui
usul Umar dengan memberi mandat kepada Zaid bin Tsabit untuk mengemban
tugas tersebut. Kisah ini kemudian diceritakan secara panjang lebar oleh Imam
Bukhari dalam Kitab Shahîhnya.44

Abu Bakar  mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an,


karena Zaid merupakan penghafal Al-Qur’an dan penulis wahyu Rasulullah, Ia
juga cerdas, jujur, dan sangat teguh memegang prinsip agama. Dalam 
menghimpun Al-Qur’an Zaid sangat teliti dan hati-hati, Ia menggunakan
hafalannya sendiri dan hafalan para sahabat serta tulisannya yang pernah ditulis
dihadapan Nabi SAW. Kemudian ayat-ayat Al-Qur’an yang telah selesai
dihimpun diserahkan kepada Abu Bakar.45

Meski sempat merasa keberatan dengan tugas ini,46 Zaid tetap


menyanggupi instruksi dari Abu Bakar. Sebenarnya ia bisa menuliskannya
berdasarkan hafalannya sendiri dan catatan-catatan yang ia punyai. Tapi, demi
validitas data yang lebih akurat, ia menerapkan kualifikasi yang sangat ketat
dalam merealisasikan program ini. Ia tidak menerima satu teks pun kecuali jika
memenuhi 3 syarat: sesuai dengan hafalan para sahabat, ditulis di hadapan Nabi
dan menyertakan dua orang saksi yang adil. Di tengah proses kompilasi fragmen-
fragmen al-Qur’an, Zaid merasa janggal karena tidak menemukan manuskrip dua
ayat terakhir surat al-Taubah kecuali milik Abu Khuzaimah. Padahal ia
mensyaratkan harus ada dua saksi yang adil. Tapi kemudian ia teringat bahwa
Nabi sendiri telah memberi pengakuan bahwa kesaksian Abu Khuzaimah sudah
setara dengan kesaksian dua orang. Selain itu, ayat yang dibawanya sudah diakui
ke-mutawattir-annya oleh para sahabat yang hafal al-Qur’an.47

41
http://imrocemprutz.blogspot.co.id/2012/12/makalah-sejarah-penghimpunan-al-quran.html
42
Al-Qaul al-Daqîq fî Sîrah wa ‘Ashr al-Shiddîq, Muassasah al-Risalah Kairo: Ahmad Ahmad
Ghalusy, 2007  hal. 405
43
Al-Mausû’ah al-Qur’âniyyah al-Mutakhashshashah, Kairo: Majelis A’la,. 2009 hal. 205
44
https://danadahlani.wordpress.com/2015/04/05/periodisasi-kodifikasi-al-quran-dari-zaman-nabi-
hingga-era-globalisasi/
45
http://imrocemprutz.blogspot.co.id/2012/12/makalah-sejarah-penghimpunan-al-quran.html
46
Ibid, hal. 622 no. 4986

58
Setelah seluruh ayat dinyatakan lengkap, perkamen-perkamen manuskrip
yang telah terkumpul tersebut kemudian dijilid menjadi satu dan disimpan di
kediaman Abu Bakar. Al-Qur’an yang terkumpul ini sudah mencakup al-ahruf al-
sab’ah48sebagaimana yang diturunkan kepada Nabi SAW. Mushaf Abu Bakar
tidak lagi memuat ayat-ayat yang telah dinaskh dan juga catatan tafsir yang ditulis
beberapa sahabat. Urutan ayat dan suratnya pun sudah disesuaikan dengan
petunjuk Nabi, bukan urutan nuzulnya. Mushaf Abu Bakar ini telah diakui
keafsohan dan kevalidannya oleh para sahabat.

Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Ustman Bin Affan.


Penulisan Al-Qur'an pada masa 'Utsman (25H) adalah dalam rangka
menyatukan berbagai macam perbedaan bacaan yang beredar di masyarakat saat
itu. Seorang sahabat yang bernama Hudzaifah mengusulkan untuk menulis
kembali Al-Qur'an agar menyeragamkan bacaan Al-Qur'an. Utsman menerima
usulan itu kemudian membentuk tim penulis Al-Qur'an yang terdiri dari 4 orang,
yaitu Zaid bin Tsabit saebagai ketua tim, Sa'id bin Al-'Ash, Abdullah bin Zubair
dan Abdurrahman bin Harits.

Tim penulis ini berhasil menyalin shuhuf dari Hafshah dalam beberapa
jumlah (25H) untuk dikirim ke beberapa daerah Islam untuk dijadikan standar
bagi sealuruh umat Islam. Menurut sebagian pendapat ada lima mushaf standar
selain di tangan Khalifah yang dikirim ke beberapa kota, yakni ke kota Mekkah,
Damaskus, Kuffah, Bashrah dan Madinah. Kemudian diinstrusikan bahwa semua
shuhuf dan mushaf Al-Qur'an selain Mushaf Utsman yang berbeda segera dibakar
atau dimusnahkan. Semua umat Islam menyambut baik dan mematuhi instruksi
ini. Setelah tim selesai menyalin Al-Qur'an, shuhuf Hafsah dikembalikan kepada
Hafsah.49

Yang membedakan antara kedua jenis penghimpunan periode dua dan tiga adalah:

Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar merangkul seluruh Al-


Qur’an dalam satu mushaf agar tidak ada yang hilang sedikitpun, tapi tidak
mengharuskan umat islam atas satu mushaf, karena belum tampak pengaruh
perbedaan qiro’at yang bisa menimbulkan perpecahan.

47
Al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Dâr al-hadîts, Kairo: Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, 2006
hal. 164
48
Menyambung Laju Peradaban, Kumpulan Esai Mahasiswa Indonesia di Mesir, Kairo:
Informatika, 2012
49
http://ijansuryadi.blogspot.co.id/2016/01/sejarah-perkembangan-al-quran.html

59
Sementara tujuan penghimpunan Al Qur’an pada masa ustman adalah
menyatukan Al-Qur’an seluruhnya pada satu mushaf, melihat kekawatiran
pertentangan qiro’at dikalangan umat islam yang bisa memecah-belah mereka.

Dengan upaya Ustman bin Affan ini, tampak kemaslahatan umum. Kaum
muslimin lebih terealisir ketika mereka dapat bersatu di bawah satu kalimat dan
perpecahan serta permusuhan dapat dielakan.50

Sebagai Seorang muslim kita sepenuhnya percaya otentisitas dan


kelengkapan al-Quran. Dan AlQuran yang dikumpulkan Zaid bin TSabit adalah
otentik dan lengkap sebagaimana yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW,
dengan alasan :

Pertama : Pempulan pertama selesai dibawah pengawasan Abubakar RA.


Sedang Abu bakar adalah seorang sahabat yg jujur setia kepada Muhammad juga,
dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur’an, orang
yang hubungannya sangat dekat dengan nabi selama dua puluh tahun terakhir
dalam hidupnya dengan menunjukkan dedikasi yang sangat baik. Begitu juga
dengan umar RA.

Kedua: Pengumpulan tersebut selang dua atau tiga tahun sesudah


Rasulullah SAW wafat. Sejarah mencatat pada waktu itu sedemikian banyak
sahabat yang hafal, baik seluruhnya maupun sebagiannya saja. Kemudia zaid
mencocokkan dengan dokumen tertulis secara teliti.

Ketiga: Semenjak rasullulah hidup sudah banyak naskah-naskah diQur’an


tangan para sahabat yang dapat memebaca meskipun hanya bersifat fragmental.
Kemudian naskah-naskah tersebut dikumpulkan oleh Zaid untuk “direkonstruksi”
menjadi suatu mushaf yang utuh,

Keempat: isi dan sistematika AL-Quran itu jelas sekali menunjukkan


cermatnya pengumpulan. Bagian-bagian yang bermacam-macam disusun satu
sama lain sacara sederhana tanpa rekayasa.

BAB III: PENUTUP DAN KESIMPULAN

KESIMPULAN
Pengumpulan AL-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW TIdak banyak
mendapatkan masalah, karena ketika Nabi mendapatkan wahyu, para sahabat yang
50
http://imrocemprutz.blogspot.co.id/2012/12/makalah-sejarah-penghimpunan-al-quran.html

60
telah ditunjuk (diantaranya Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin mas’ud, Muadz bin
Jabal, Zaid bin Tsabit dan Salin bin Maqal) langsung menghafal dan menulisnya
pada kulit binatang, pelepah kurma, lempengan batu, ataupun pada tulang- tulang
binatang.

Pada peperangan yamamah sekitar 70 orang hafidz gugur, dan banyak


peperangan lainnya yang memakan korban dari pihak muslim dan sebagian adalah
penghafal Al-Qur’an, atas dasar itu dan juga saran dari Umar bin Khattab, Abu
Bakar memutuskan untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang masih tercecer
kedalam satu mushaf.

Karena banyak terdapat perbedaan qiraat pada masa pemerintahan Usman


bin Affan, ia mengumpulkan semua mushaf-mushaf diseluruh negeri dan
mengubahnya kedalam bahasa Arab Quraisy, karena Al-Qur’an turun pada kaum
muslim Quraisy, langkah ini diambil untuk menyamakan qira’ah dan keputusan
ini disambut baik oleh kaum muslimin pada waktu itu

Mushaf-Mushaf yang qiraatnya berbeda dimusnahkan oleh Usman dan


menggandakan mushaf yang telah diperbaharui tersebutmenjadi 6 dan disebarkan
keKuffah, Basrah, Mesir, Syam, dan Yama, dan satu mushaf lagi disimpan oleh
Usman yang disebut sebagai Mushaf Al-Imam.

ASBABUN NUZUL ALQUR’AN (FARID TAUFIK)


BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-qur‟an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt yang
diterima oleh Nabi Muhammad Saw sebagai pedoman hidup bagi umat manusia
yang diturunkan berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Di dalamnya
banyak terdapat kabar-kabar mengenai kisah-kisah orang terdahulu, kabar-kabar
di masa yang akan datang, ilmu pengetahuan serta ajaran syariat Islam. Turunnya
wahyu dari Allah kepada Nabi Muhammad Saw tidak hanya sekedar turun begitu
saja. Tiap-tiap ayat yang terkandung dalam Al-qur‟an tersusun rapi sesuai konteks

61
dari apa yang sedang dibahas pada ayat itu. Karena dibalik turunnya suatu ayat
memiliki sebab dan alasan masing-masing.

Para mufassir banyak menafsirkan beberapa ayat Al-Qur‟an berdasarkan


dari berbagai aspek ilmu seperti dari tata bahasanya, keterkaitannya dengan
hadits, keterkaitannya terhadap ilmu fiqh, sebab-musabab dari turunnya suatu ayat
dan juga waktu turunnya ayat tersebut. Oleh karena itu, sangat penting
mengetahui sebab-musababnya kenapa ayat tersebut diturunkan agar kita tidak
salah pemahaman terhadap ayat tersebut. Karena turunnya suatu ayat
dilatarbelakangi adanya suatu permasalahan atau suatu kasus dikala ayat itu
diturunkan.

Asbāb An-Nuzūl merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Ilmu-
ilmu al-Qur‟an. Ilmu ini memberikan peranan yang sangat penting dalam
menafsirkan al-Qur‟an, bukan hanya untuk memahami suatu ayat, mengetahui
hikmah dibalik penetapan suatu hukum, tetapi juga menginformasikan realitas
sosial-budaya masyarakat pada masa turunnya al-Qur‟an.

Mengingat pentingnya Asbāb An-Nuzūl dalam menafsirkan al-Quran,


maka kita harus mengetahui sumber yang dapat dijadikan sebagai asbab an-nuzul,
redaksi-redaksi yang terdapat dalam asbab an-nuzul, serta fungsi dari Asbāb
AnNuzūl

Perumusan Masalah
Darimana sumber yang didapat dari Asbāb An-Nuzūl

Bagaimana redaksi yang terdapat pada Asbāb An-Nuzūl

Apa fungsi dari Asbāb An-Nuzūl

Tujuan Pembahasan
Agar mengetahui sumber yang dijadikan alasan Asbāb An-Nuzūl

Agar mengetahui redaksi yang terdapat dalam Asbāb An-Nuzūl

62
Agar memahami fungsi dari Asbāb An-Nuzūl

BAB 2 PEMBAHASAN
Pengertian dari Asbāb An-Nuzūl
Kata asbab an-nuzul merupakan kata majemuk yang terdiri atas dua suku
kata, yaitu asbab dan nuzul. Adapun asbab adalah jamak dari kata sababun yang
artinya sebab. Sedangkan al-nuzul yang artinya turun. Kedua suku kata ini dalam
ilmu gramatika bahasa Arab disebut tarkib al-idhafiy. Makna tekstual dari dua
kataitu adalah sebab-sebab turun.

Adapun definisi asbabun nuzul dalam terminologi pakar ilmu-ilmu al-


Qur‟an adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Subhi Shalih dalam bukunya
Mabahits fi „Ulum al-Qur‟an 2 : “ Sesuatu (peristiwa atau pertanyaan) yang
dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung
hukumnya atau member jawaban tentang sebab itu atau sebagai penjelasan
hukumnya, pada masa terjadinya perisriwa itu ”.

Hampir senada dengan definisi di atas, Dr. Dawud al-Aththar


mengemukakan pengertian asbabun nuzul, yaitu : “Asbab al-Nuzul adalah
sesuatu yang melatar belakangi turunnya suatu ayat atau lebih, sebagai jawaban
terhadap suatu pertanyaan atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam
peristiwa tersebut”

Dari dua definisi asbabun nuzul yang dikemukakan di atas, dapat di tarik
suatu pengertian bahwa yang menjadi “asbab” itu adakalanya terjadi suatu
peristiwa yang membutuhkan penjelasan hukum, atau adanya suatu pertanyaan
yang di ajukan kepada Nabi saw, kemudian turun suatu ayat untuk menjelaskan
hukum dari peristiwa atau pertanyaan tersebut. Makna peristiwa (waqi‟ah) dalam
definisi di atas dapat dipahami dalam bentuk pertengkaran, kesalahan yang
dilakukan, pujian atas suatu sikap dan pemecahan masalah . Meskipun demikian,
tidak mesti seluruh ayat-ayat al-Qur‟an mempunyai asbabun nuzul.

Sumber yang Dapat Dijadikan Asbāb An-Nuzūl


Sebagai sebuah konsep atau teori atau bahkan sekedar pengetahuan,
asbabun nuzul memiliki sumber-sumber. Sumber pengetahuan tentang asbabun
nuzul diperoleh dari penuturan ayat al-Qur‟an, hadis dan penuturan para sahabat
Nabi. Penuturan sahabat tersebut tingkat kebenarannya sama dengan nilai berita-

63
berita lain yang terkait dengan hadis. Oleh karenanya, untuk menentukan validitas
asbabun nuzul diperlukan kritik sanad sebagaimana dalam ilmu hadis, sehingga
akan didapatkan pengetahuan asbabun nuzulyang kuat ataupun yang secara
historis lemah karena sulit dibenarkan oleh fakta-fakta.

Para ulama berpegang teguh bahwasannya asbab an-nuzul didapat dari


kebenaran riwayat yang sampai kepada Rasulullah, atau dari para sahabat.
AlWahidi mengatakan bahwa tidak boleh berbicara tentang sebab-sebab turun
AlQur‟ān kecuali dengan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang
menyaksikan turunnya ayat itu dan mengetahui sebab-sebab turunnya serta
membahas pengertiannya. Dari Ibnu Abbas berkata: “bahwa Rasulullah SAW.
bersabda: “Berhati-hatilah dalam berbicara (mengenai diriku), kecuali apa yang
telah kalian ketahui, maka barang siapa yang sengaja berdusta atasku maka
bersiapsiaplah untuk menempati tempat duduk dari api neraka, dan barang siapa
berdusta atas Al-Qur‟ān tanpa mempunyai pengetahuan maka bersiap-siaplah
untuk menempati tempat duduk dari api neraka” (Dikeluarkan oleh Ahmad, at-
Tabrani dan at-Tirmizi).

Muhammad bin Sirin berkata: “Aku bertanya kepada Ubaidah tentang ayat
dari Al-Qur‟ān. Ia menjawab: “Bertakwalah kepada Allah dan katakanlah yang
benar. Orang-orang yang mengetahui tentang perihal kepada siapa ayat diturunkan
telah pergi”

Berdasarkan keterangan di atas, maka jika sabab an-nuzūl diriwayatkan


dari seorang sahabat maka dapat di terima (maqbūl) sekalipun tidak dikuatkan dan
di dukung dengan riwayat yang lain.51

Karena, perkataan sahabat tidak ada celah untuk diijtihadkan dalam


masalah ini dan sahabat adalah orang yang melihat serta bertemu langsung dengan
Rasulullah. Adapun jika sabab an-nuzūl diriwayatkan dengan hadis mursal, yaitu
hadis yang sanadnya gugur dari seorang sahabat dan hanya sampai kepada
seorang tabi„i, maka hukumnya tidak dapat di terima kecuali sanadnya sahih dan
dikuatkan oleh hadis mursal lainnya. Dan perawinya harus dari imam-imam tafsir
yang mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa„id
bin Jubair.

Redaksi Asbāb An-Nuzūl

51
Al-Wahidi, Asbāb Nuzūl Al-Qur`ān (Beirūt: Dār al-Kutub al-„Ilmiyah, 2001), hlm. 11

64
Bentuk redaksi yang menerangkan asbāb an-nuzūl terkadang berupa
pernyataan tegas mengenai sebab dan terkadang pula berupa pernyataan yang
hanya mengandung kemungkinan mengenainya.

Bentuk redaksi pertama ialah jika perawi mengatakan ‫االيةكذا ذي ٌوزول سبت‬
(sebab turun ayat ini adalah begini), atau menggunakan‫)تعقيبية فبء‬kira-kira seperti
“maka”, yang menunjukkan urutan peristiwa) yang dirangkaikan dengan kata
“turunlah ayat”, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Misalnya, ia
‫ سئل رسول اهلل صلى اهلل عل ًي و‬atau) begini peristiwa terjadi telah (‫حدث كذا‬
:mengatakan ‫ )االية فىزل كذا عه سلم‬Rasulullah ditanya tentang hal begini, maka
turunlah ayat ini”. Kedua bentuk tersebut merupakan pernyataan yang jelas
tentang asbāb an-nuzūl dan tidak mengandung pengertian yang lain.

Bentuk kedua, yaitu redaksi yang kemungkinan menerangkan asbāb an-


nuzūl atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah bila perawi
‫ أحست ٌذي االية وزلت فى‬,(ini mengenai turun ini ayat(‫ وزلت ٌذي االية فى كذا‬:mengatakan
‫)كذا‬aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini) atau ‫فى إال وزلت االية ذي ٌأحست‬
‫ )مب كذا‬aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini).
Bentuk-bentuk redaksi tersebut mungkin menunjukkan asbāb an-nuzūl dan
mungkin pula menunjukkan hal lain.52

Fungsi Dari Asbāb An-Nuzūl


Dengan mengetahui Asbāb An-Nuzūl dari beberapa ayat al-Quran, kita
dapat dengan mudah memahami maksud dan makna yang tersirat dari ayat
tersebut. AlWahidi mengatakan tidak mungkin mengetahui tafsir suatu ayat tanpa
bersandar kepada kisah dan penjelasan sebab turunnya. Ibnu Daqiq al-Id juga
mengatakan bahwa menjelaskan sabab nuzūl adalah cara yang kuat dalam
memahami maknamakna ayat Al-Qur‟ān.

Demikian juga Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa mengetahui sabab nuzūl


membantu dalam memahami sebuah ayat, karena pengetahuan tentang as-sabab
(sebab) akan menghasilkan al-musabbab (akibat). Az-Zarqani menjelaskan secara
detail tentang fawā`id (faedah-faedah) mengetahui asbāb an-nuzūl, di antaranya:

Pertama, membantu dalam memahami ayat dan menghilangkan kesulitan.


Semisal firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 115 ُ‫ق َو ْال َم ْغ ِزة‬ ُ ‫ًََّل ْال َم ْش ِز‬uXِّ ِ‫َول‬
َ ًُْ
ِ ‫ًََّل َو‬uXّ ‫ًََّل إِ َّن ال‬uXِّ ‫ْج ال‬uًُ ‫“ ﴿فَأ َ ْيىَ َمب تُ َولُّوا فَثَ َّم َو‬Dan kepunyaan Allahlah timur dan
۵۱۱‫اس ٌع َعلِي﴾ ٌم‬
barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
52
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, hlm. 121

65
Lafal ayat ini secara tekstual menunjukkan bahwa seseorang boleh
melaksanakan salat menghadap kemana saja, tidak diwajibkan baginya untuk
menghadap al-Bait al-Haram baik dalam berpergian maupun di rumah. Akan
tetapi jika ia mengetahui bahwa ayat ini turun bagi orang yang berpergian atau
pun orang yang salat dengan hasil ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah tidak
sesuai dengan yang di maksud, maka ia akan memahami bahwa maksud ayat di
atas adalah memberikan keringanan bagi musafir dalam salat sunnah atau
terhadap orang yang berijtihad dalam menentukan arah kiblat, kemudian salat dan
ternyata hasil ijtihadnya salah dalam menentukan arah kiblat. Diriwayatkan dari
Ibnu Umar RA bahwa ayat ini turun berkaitan dengan salat musafir yang sedang
dalam kendaraan dan kendaraan itu mengarah kemanapun.

Kedua, pengkhususan hukum dengan sebab (takhsīs al-hukm bi as-


sabab)bagi yang menganut paham al-„ibrah bi khusūs as-sabab lā bi „umūm al-
lafzhi (ketentuan berlaku untuk kekhususan sebab, bukan pada keumuman lafal,
maka dari itu ayat-ayat z}ihār di permulaan surat al-Mujādilah sebabnya adalah
bahwa Aus bin as-Samit men-z}ihār istrinya, Khaulah binti Hakim as-Sa„labah.
Hukum yang di kandung dalam ayat-ayat ini khusus untuk keduanya saja
(menurut paham ini), sedang yang lain bisa diketahui melalui dalil lain, baik
dengan qiyās (analogi) atau yang lain. Sudah semestinya bahwa tidak mungkin
mengetahui maksud hukum dan juga analogi kecuali jika mengetahui sebabnya,
dan tanpa mengetahui sebab turunnya, maka ayat itu menjadi tidak berfaidah sama
sekali.

Ketiga, dengan sabab nuzūl berfungsi untuk mengetahui ayat ini


diturunkan kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang akan
mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan
tuduhan terhadap orang yang bersalah. Oleh karena itu, Aisyah menolak tuduhan
Marwan terhadap saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, bahwa Abdurrahman
adalah orang yang di maksud dalam ayat 17 dari surat al-Ahqab “Dan orang yang
berkata kepada dua orang ibu bapaknya: “Cis bagi kamu keduanya”. Aisyah
berkata: “Demi Allah, bukan dia yang di maksud dengan ayat itu, kalau
seandainya aku ingin menyebutnya maka akan aku sebutkan siapa namanya”
sampai akhir kisah itu.

Keempat, pemudahan hafalan, pemahaman dan pengukuhan wahyu dalam


benak setiap orang yang mendengarnya, jika ia menge-tahui sebab turunnya.
Karena hubungan antara sebab dan akibat, hu-kum dan peristiwa, peristiwa dan

66
pelaku, masa dan tempatnya, semua itu merupakan faktor-faktor pengokohan
sesuatu dan terpahatnya dalam ingatan. 53

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan
Asbāb An-Nuzūl merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Ilmu-
ilmu al-Qur‟an. Ilmu ini memberikan peranan yang sangat penting dalam
menafsirkan al-Qur‟an. Dengan Asbāb An-Nuzūl, kita dapat mengetahui latar
belakang turunnya suatu ayat. Tidak semua ayat dalam al-Quran terdapat Asbāb
An-Nuzūlnya dikarenakan terdapat ayat-ayat yang sifatnya hanya sebagai
pembawa kabar saja.

Asbab Al-Nuzûl ini hanya bisa ditentukan berdasar riwayat marfû yang
shahîh dari Rasulullah Saw atau dari sahabat, karena riwayat dari sahabat dalam
permasalahan ini adalah berkedudukan marfu ‟. Sebagian ulamapun ada yang
memasukan riwayat dari tabi‟in sebagi bagian dari sumber rujukan asbabun nuzul
yang bisa dipegang. Dengan mengetahui asbab nuzūl dapat membantu dalam
memahami sebuah ayat sehingga para mufassir pun dapat dengan mudah
menafsirkan suatu aya

DAFTAR PUSTAKA

[1] Imam As-Suyuthi,  Al-Itqan fil Ulumil Qur’an, (Cet.1 Muharam1430 H/


Januari 2008).  Hal.625

[2] Dr.Muhammad Zaini,M.Ag, Analisis Terhadap Munasabat..........., hal.30

[3] Abdul Jalal, , Ulumul Qur’an, (Cet. Ke-1:Surabaya:Dunia Ilmu, 1998), hal.


155-157

A'zami (al), M. Musthofa. The Histoy of the Qur'anic Text, ter. Sohirin solihin
dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.

53
Asbab Al-Nuzul Dalam Tafsir Pendidikan, Oleh: Rudi Ahmad Suryad

67
Badawi, Abdurrahman. Ensiklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroeni Drajat.
Yogyakarta: LKis, 2003.

Dausri (al), 'Abdullah b. Ibn Baz b. Ali Dzofar. Atsaru Ikhtilafi al-qira'at fi al-
Ahkam al-Fiqhiyyah. Mesir: Daar al-hadyi al-Nabawi, 2005.

Encyclopædia Britannica. 2007. Encyclopædia Britannica Online. 2 Dec. 2007

Zarkasyi, Hamid Fahmy. Liberalisasi Pemikiran Isam: Gerakan Bersama


Missionaris, Orientalis dan Kolonialis. Ponorogo: CIOS, 2007.

Hashimi (al), Ahmad. Jawahir al-Adab. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.

Syarifudin, Amir dan Ismail Muhammad Syah. (2002). Filsafat Hukum Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.

Wargadinata, Wildana. dan Fitriani Laily. Sastra Arab dan Lintas Budaya.
Malang: UIN Malang Press, 2008.

Mustaqim,Abdul,2009, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta:Penerbit


LKiS,

Ad – Dhahaby, Muhammad Husein,1998, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Beirut:


Dar Kitab alIslamy)

68
Rahtikawati Yayan,Rusmana Dadan,2013, Metodologi Tafsir al-Qur’an,
(Bandung : Pustaka Setia)

Al – Suyuti Jalaluddin,2012, Al-Itqan fî Ulum al-Qur’an, (Bairut : DKI)

Tim Forum Karya Ilmiah RADEN,2011, Al Quran Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan
Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press)

Syurbasyi ,Ahmad,1999, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-qur’an


alkarim,(Jakarta : Kalam Mulia)

Muhammad, Teungku, Ash-Shiddieqy, Hasbi, 2009, Sejarah Dan Pengantar Ilmu


Al-Qur’an Dan Tafsir, (Semarang : Pustaka Rizki Putra)

Masyhur, Kahar,1992 Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta)

Tim Penyusun,2008, Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen


Agama RI)

Dra. H.St. Amanah, 1993, Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir,(Semarang:


CV.Asy-Syifa’)

Ma’mun Mu’min,2011, Sejarah Pemikiran Tafsir, (Kudus; Nora Media


Enterprise)

Tim Forum Karya Ilmiah Raden,2013, Al Qur’an Kita; Studi Ilmu, Sejarah, Dan
Tafsir Kalamullah, (Kediri; Lirboyo Press)

69

Anda mungkin juga menyukai