Pengertian Sanksi Administrasi Negara Sanksi (sanctio, Latin, sanctie, Belanda) adalah ancaman
hukuman, merupakan satu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, UU, norma-norma hukum.
Penegakan hukum pidana menghendaki sanksi hukum, yaitu sanksi yang terdiri atas derita
khusus yang dipaksakan kepada si bersalah. derita kehilangan nyawa (hukuman mati), derita
kehilangan kebebasan (hukuman penjara dan kurungan), derita kehilangan sebagian kekayaa
(hukuman denda dan perampasan) dan derita kehilangan kehormatan (pengumuman keputusan
hakim. Penegakan hukum perdata menghendaki sanksi juga yang terdiri atas derita dihadapkan
dimuka pengadilan dan derita kehilangan sebagian kekayaannya guna memulihkan atau
mengganti kerugian akibat pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi sebagai alat penegak hukum
bisa juga terdiri atas kebatalan perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum. Baik batal demi
hukum (van rechtwege) maupun batal setelah ini dinyatakan oleh hakim. Sanksi dalam Hukum
Administrasi yaitu “alat kekekuasaan yang bersifat hukum public yang dapat digunakan oleh
pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma
hukum administrasi Negara.” Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi dalam
hukum administrasi Negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen), bersifat hukum publik
(publiekrechtlijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan
(reactive op niet-naleving).
Sedangkan, menurut para ahli ada beberapa pengertian sanksi administrasi Negara, antara lain:
• J.B.J.M. ten Berge: sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi
diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi.
• P de Haan dkk: dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan
kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum
administrasi tertulis dan tidak tertulis.
• JJ. Oosternbrink: sanksi administratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara
pemerintah – warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga
(kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi
sendiri.
Sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma,
yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum atau menempatkan
pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie), dengan kata lain,
mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran. misalnya paksaan
pemerintah (bestuursdwang), pengenaan uang paksa (dwangsom).
Sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang,
misalnya adalah berupa denda administratif.
Di samping dua jenis sanksi tersebut,ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M ten Berge disebut sebagai
sanksi regresif (regressieve sancties), yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas
ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini
ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan. Contohnya:
penarikan, perubahan, dan penundaan suatu ketetapan.
Ditinjau dari segi tujuan diterapkannya sanksi, sanksi regresif ini sebenarnya tidak begitu
berbeda dengan sanksi reparatoir. Bedanya hanya terletak pada lingkup dikenakannya sanksi
tersebut. Sanksi reparatoir dikenakan terhadap pelanggaran norma hukum administrasi secara
umum, sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan terhadap ketentuan-keentuan yang terdapat
dalam ketetapan.
Menurut philipus M. Hadjon, penerapan sanksi secara bersama-sama antara hukum administrasi
dengan hukum lainya dapat terjadi, yakni kumulasi internal dan kumulasi eksternal. Kumulasi
ekstrenal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain
seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Khusus untuk sanksi perdata, pemerintah dapat
menggunakannya dalam kapasitasnya sebagai badan hukum untuk mempertahankan hak-hak
keperdataannya. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi,
artinya tidak diterapkan prinsip “ne bis in idem” (secara harfiah, tidak dua kali mengenai hal
yang sama, mengebai perkara yang sama tidak boleh disidangkan untuk kedua kalinya). Dalam
hukum administrasi dengan sanksi pidana ada perbedaan sifat dan tujuan.
Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi sasaran
penerapannya ditujukan pada perbuatan, sifat sanksi administrasi reparatoir-condemnatoir
(pemulihan kembali keadaan semula dan memberikan hukuman ) prosedurnya dilakukan secara
langsung oleh pemerintah atau pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan
Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan.
Adapun kumulasi internal merupakan penerapan dua atau lebih sanksi administrasi secara
bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan dan/ atau pencabutan izin dan atau pengenaan
denda.
Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat, keberadaan sanksi administratif ini semakin
penting artinya, apalagi di tengah masyarakat perdagangan dan perindustrian. Menurut Mochtar
Kusumaatmadja dan arief sidarta, didalam kehidupan masyarakat masa kini, dimana segala
bentuk usaha besar dan kecil bertambah memainkan peranan yang penting di dalam kehidupan
masyarakat, sanksi administratif semakin yang dapat berbentuk penolakan pemberian perizinan
setelah dikeluarkan izin sementara (preventif) atau mencabut izin yang telah di berikan
(represif), jauh lebih efektif untuk memaksa orang menaati ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur usaha dan industri dan perlindungan lingkungan di bandingkan dengan sanksi-sanksi
pidana. Itulah sebabnya mengapa di bidang pengaturan perusahaan industri dan juga di bidang
perlindungan dan pelestarian lingkungan, sanksi-sanksi administratif lebih diutamakan di
bandingkan sanksi pidana.
Bidang hukum administratif dikatakan sangat luas karena hukum administratif menurut Black
Law Dictionary sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief dalam bukunya Kapita Selekta
Hukum Pidana mengemukakan bahwa, hukum administrasi merupakan seperangkat hukum yang
diciptakan oleh lembaga administrasi dalam bentuk undang-undang, peraturan-peraturan,
perintah, dan keputusan-keputusan untuk melaksanakan kekuasaan dan tugas-tugas
pengaturan/mengatur dari lembaga yang bersangkutan.
Bertolak dari pengertian diatas, maka hukum pidana administrasi dapat dikatakan sebagai
“hukum pidana di bidang pelanggaran-pelanggaran hukum administrasi”. Oleh karena itu, Black
Law Dictionary menyatakan bahwa “kejahatan/tindak pidana administrasi” (“administrative
crime”) dinyatakan sebagai “An offence consisting of violation of an administrative rule or
regulation and carrying with it a criminal sanction”.
Hukum administrasi pada dasarnya merupakan hukum yang mengatur atau hukum pengaturan
(regulatory rules), yaitu hukum yang dibuat dalam melaksanakan kekuasaaan
mengatur/pengaturan (regulatory powers), maka hukum pidana administrasi sering disebut pula
hukum pidana (mengenai) pengaturan atau hukum pidana dari aturan-aturan (Ordnungstrafrecht
atau Ordeningstrafrecht). Selain itu, karena istilah hukum administrasi juga ada yang
menyebutnya sebagai hukum pidana pemerintahan, sehingga dikenal pula istilah
Verwaltungsstrafrecht (verwaltung berarti administrasi atau pemerintahan) dan
Bestuursstrafrecht (bestuur berarti pemerintahan).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa hukum pidana administrasi pada
hakikatnya merupakan perwujudan dari kebijakan menggunakan hukum pidana sebagai sarana
untuk menegakkan atau melaksanakan hukum administrasi. Jadi, sanksi hukum pidana
administrasi merupakan bentuk fungsionalisasi / operasionalisasi / instrumentalisasi hukum
pidana di bidang hukum administrasi. Mengingat luasnya hukum administrasi seperti yang
dikemukakan di atas, maka dapat diperkirakan demikian banyak pula hukum pidana digunakan
di dalam berbagai aturan administrasi.