Anda di halaman 1dari 13

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2011


TENTANG
MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK,
SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan
pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan,mendukung
dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.
Keamanan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terbebasnya
setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan
hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya
setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh
manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan.
Ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas
yang berlangsung secara teratur.
Kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan lalu lintas
yang bebas dari hambatan dan kemacetan.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

BAB II
MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS
Pasal 2

Kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan tanggung jawab:


a. Kementerian Perhubungan
b. Kementerian Pekerjaan Umum
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
d. Pemerintah Daerah.
Pasal 3
Manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi kegiatan:
A. Perencanaan meliputi : (Pasal 4-21)
1. Identifikasi Masalah Lalu Lintas
Bertujuan untuk mengetahui keadaan keamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
a. Identifikasi masalah yg dilakukan oleh Kementerian Perhubungan
meliputi :
 Penggunaan ruang jalan;
 Kapasitas jalan;
 Tataguna lahan pinggir jalan;
 Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna
jalan;
 Pengaturan lalu lintas;
 Kinerja lalu lintas; dan
 Lokasi potensi kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
b. Identifikasi masalah yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum meliputi :
 Geometrik jalan dan persimpangan;
 Struktur dan kondisi jalan;
 Perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan
pengguna jalan dan bangunan pelengkap jalan;
 Lokasi potensi kecelakaan dan kemacetan lalu lintas; dan
 Penggunaan bagian jalan selain peruntukannya.
c. Identifikasi masalah yang dilakukan oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia, meliputi:
 kinerja operasional lalu lintas;
 budaya berlalu lintas;
 pengaturan lalu lintas;
 lokasi rawan:
- gangguan keamanan;
- kecelakaan;
- kemacetan; dan
- pelanggaran lalu lintas; dan
 kondisi operasional rekayasa lalu lintas.
d. Identifikasi masalah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
meliputi:
 Geometrik jalan dan persimpangan;
 Struktur dan kondisi jalan;
 Perlengkapan jalan, baik yang berkaitan langsung maupun
tidak langsung dengan pengguna jalan dan bangunan
pelengkap jalan;
 Lokasi potensi kecelakaan dan kemacetan lalu lintas;
 Penggunaan bagian jalan selain peruntukannya;
 Penggunaan ruang jalan;
 Kapasitas jalan;
 Tataguna lahan pinggir jalan;
 Pengaturan lalu lintas; dan
 Kinerja lalu lintas.

2. Inventarisasi dan Analisis Situasi Arus Lalu Lintas


Bertujuan untuk mengetahui situasi arus lalu lintas dari aspek
kondisi jalan, perlengkapan jalan, dan budaya pengguna jalan.
Pelaksanaan Inventarisasi dan Analisis Situasi Arus Lalu Lintas
dilaksanakan oleh:
a. Kementerian Perhubungan meliputi:
 Volume lalu lintas;
 Komposisi lalu lintas;
 Variasi lalu lintas;
 Distribusi arah;
 Pengaturan arus lalu lintas;
 Kecepatan dan tundaan lalu lintas;
 Kinerja perlengkapan jalan; dan
 Perkiraan volume lalu lintas yang akan datang.
b. Kementerian Pekerjaan Umum meliputi:
 Volume lalu lintas; dan
 Kerusakan jalan.
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, meliputi:
 Volume lalu lintas;
 Tingkat kerusakan jalan;
 Komposisi dan variasi lalu lintas;
 Budaya berlalu lintas;
 Pengaturan lalu lintas;
 Lokasi rawan yang meliputi:
- Gangguan keamanan;
- Kecelakaan;
- Kemacetan; dan
- Pelanggaran lalu lintas;
 Kondisi operasional rekayasa lalu lintas; dan
 Perkiraan volume lalu lintas yang akan datang.
d. Pemerintah Daerah meliputi:
 Volume lalu lintas;
 Tingkat kerusakan jalan;
 Komposisi lalu lintas;
 Variasi lalu lintas;
 Distribusi arah;
 Pengaturan arus lalu lintas;
 Kecepatan dan tundaan lalu lintas;
 Kinerja perlengkapan jalan; dan
 Perkiraan volume lalu lintas yang akan datang.
3. Inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang
Bertujuan untuk mengetahui perkiraan kebutuhan angkutan orang
dan barang. Inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan
barang dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan dan Pemerintah
Daerah meliputi:
 Asal dan tujuan perjalanan orang dan/atau barang;
 Bangkitan dan tarikan;
 Pemilahan moda; dan
 Pembebanan lalu lintas angkutan orang dan barang.
4. Inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan
Bertujuan untuk mengetahui dan memperkirakan kemampuan daya
tampung jalan untuk menampung lalu lintas kendaraan. Inventarisasi
dan analisis daya tampung jalan yang dilakukan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah meliputi:
 Pengumpulan data, analisis, dan evaluasi kapasitas jalan
eksisting;
 Analisis dan perkiraan kebutuhan kapasitas jalan yang akan
datang.
5. Inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung kendaraan
Bertujuan untuk mengetahui dan memperkirakan kemampuan daya
tampung kendaraan untuk mengangkut orang dan barang. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah
meliputi:
 Asal dan tujuan perjalanan orang dan/atau barang;
 Bangkitan dan tarikan;
 Pemilahan moda; dan
 Kebutuhan kendaraan.
6. Inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas
Bertujuan untuk mengetahui angka pelanggaran dan kecelakaan
lalu lintas pada suatu ruas jalan dan/atau kawasan. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,
meliputi:
 Pengumpulan data, menyusun pangkalan data, serta analisis
pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas eksisting pada setiap
ruas jalan;
 Pengumpulan data, menyusun pangkalan data, serta analisis
faktor penyebab pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas
eksisting pada setiap ruas jalan;
 Analisis perbandingan jumlah pelanggaran dan kecelakaan lalu
lintas tahun eksisting dengan tahun-tahun sebelumnya, dan
antarfaktor penyebab kecelakaan; dan
 Analisis dan evaluasi pengurangan serta penanggulangan
pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
7. Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas
Bertujuan untuk mengetahui dampak lalu lintas terhadap rencana
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Kegiatan ini dilaksanakan
oleh:
a. Kementerian Perhubungan meliputi:
 Inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur
yang menimbulkan gangguan keselamatan dan kelancaran
LLAJ;
 Analisis peningkatan lalu lintas akibat pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
b. Kementerian Pekerjaan Umum melalui inventarisasi dan analisis
jalan yang terganggu fungsinya akibat pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur;
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, meliputi:
 Inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur
yang menimbulkan atau berpotensi terjadinya gangguan
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
dan angkutan jalan; dan
 Analisis peningkatan bangkitan dan tarikan lalu lintas akibat
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
d. Pemerintah Daerah meliputi:
 Inventarisasi dan analisis jalan yang terganggu fungsinya akibat
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur;
 Inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur
yang menimbulkan gangguan keselamatan dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan; dan
 Analisis peningkatan lalu lintas akibat pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
8. Penetapan tingkat pelayanan
Bertujuan untuk menetapkan tingkat pelayanan pada suatu ruas
jalan dan/atau persimpangan. Penetapan tingkat pelayanan dilakukan
oleh:

a. Menteri Perhubungan bersama Menteri Pekerjaan Umum;


b. Pemerintah Daerah (gubernur, bupati atau walikota).

Tingkat pelayanan meliputi:


c. Rasio antara volume dan kapasitas jalan;
d. Kecepatan;
e. Waktu perjalanan;
f. Kebebasan bergerak;
g. Keamanan;
h. Keselamatan;
i. Ketertiban;
j. Kelancaran; dan
k. Penilaian pengemudi terhadap kondisi arus lalu lintas.
9. Penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan jalan dan
gerakan lalu lintas
Bertujuan untuk menetapkan rencana kebijakan dari aspek
penyediaan prasarana jalan, perlengkapan jalan, dan optimalisasi
manajemen operasional Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh:
a. Menteri Perhubungan menetapkan rencana kebijakan lalu lintas yang
berlaku pada setiap ruas jalan dan/atau persimpangan di jalan
nasional;
b. Menteri Pekerjaan Umum menetapkan rencana kebijakan melalui
penetapan kelas jalan berdasarkan penyediaan prasarana jalan, fungsi
jalan, dan status jalan;
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menegakan hukum
dan manajemen operasional kepolisian; dan
d. Pemerintah Daerah menetapkan rencana kebijakan melalui:
 Penetapan kelas jalan dan desain jalan; dan
 Penetapan kebijakan lalu lintas yang berlaku pada setiap ruas
jalan dan/atau persimpangan.

B. Pengaturan dilakukan oleh : (Pasal 22-27)


1. Kementerian Perhubungan
2. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Kebijakan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada


jaringan jalan nasional meliputi:
a. Perintah, larangan, peringatan, dan/atau petunjuk yang bersifat
umum di semua ruas jalan nasional; dan
b. Perintah, larangan, peringatan, dan/atau petunjuk yang berlaku
pada masing-masing ruas jalan nasional ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Kebijakan yang telah ditetapkan oleh para pejabat yang berwenang
diinformasikan kepada masyarakat.

C. Perekayasaan meliputi : (Pasal 28-35)


1. Perbaikan geometrik ruas jalan dan/atau persimpangan serta
perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna
jalan meliputi perbaikan terhadap bentuk dan dimensi jalan. Kegiatan
ini dilakukan oleh kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
2. Pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan
jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Pemeritah daerah dan Badan Usaha Jalan Tol
untuk pembangunan dan preservasi jalan tol yang ditetapkan oleh
Kementerian Perhubungan;

Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan


meliputi:
 alat pemberi isyarat lalu lintas;
 rambu lalu lintas;
 marka jalan;
 alat penerangan jalan;
 alat pengendali pemakai jalan, terdiri atas:
- alat pembatas kecepatan; dan
- alat pembatas tinggi dan lebar kendaraan.
 alat pengaman pemakai jalan, terdiri atas:
- pagar pengaman;
- cermin tikungan;
- tanda patok tikungan (delineator);
- pulau-pulau lalu lintas; dan
- pita penggaduh.
 fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang
berada di jalan maupun di luar badan jalan; dan/atau
 fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.

3. Optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas untuk meningkatkan


ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum. Kegiatan ini
dilakukan dilakukan dalam situasi:
 perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional;
 alat pemberi isyarat lalu lintas tidak berfungsi;
 adanya pengguna jalan yang diprioritaskan;
 adanya pekerjaan jalan;
 kerusakan infrastruktur;
 adanya kecelakaan lalu lintas;
 adanya bencana alam;
 adanya konflik sosial; dan/atau
 adanya peristiwa terorisme.

Optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dilaksanakan oleh


Kepolisian Negara Republik. Pelaksanaannya dapat dilakukan
melalui:
 pengaturan arus lalu lintas di ruas jalan;
 pengaturan arus lalu lintas di persimpangan;
 penertiban lajur jalan; dan/atau
 penertiban hambatan samping.

Optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dapat dilakukan


dengan menggunakan alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu
lintas, serta alat pengarah lalu lintas dan pembagi lajur yang bersifat
sementara.

4. Pemberdayaan meliputi pemberian: (Pasal 36-42)


a. Arahan;
b. Bimbingan;
c. Penyuluhan;
d. Pelatihan; dan
e. Bantuan teknis.
Pemberian arahan, bimbingan, penyuluhan, pelatihan dan bantuan
teknis dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan Pemerintah
daerah melalui penetapan pedoman dan tata cara penyelenggaraan
MRLL.
Bantuan teknis meliputi pengadaan, pemasangan, perbaikan
dan/atau pemeliharaan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dengan pengguna jalan di ruas jalan dan/atau persimpangan.
Pemberian bantuan teknis mempertimbangkan kondisi wilayah dan
kemampuan keuangan daerah.

5. Pengawasan meliputi: (Pasal 43-46)


a. Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan dilakukan oleh:
 Kementerian Perhubungan berupa pemantauan dan analisis
terhadap efektivitas pelaksanaan kebijakan di jalan nasional;
 Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, meliputi:
a. Tingkat keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
lalu lintas;
b. Tingkat pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. Efektivitas penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu
lintas;
 gubernur, berupa pemantauan dan analisis terhadap efektivitas
pelaksanaan kebijakan untuk jalan provinsi;
 bupati, berupa pemantauan dan analisis terhadap efektivitas
pelaksanaan kebijakan untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
dan
 walikota, berupa pemantauan dan analisis terhadap efektivitas
pelaksanaan kebijakan untuk jalan kota. ;
b. Tindakan korektif terhadap kebijakan dilakukan berdasarkan hasil
penilaian
Tindakan korektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh:

1. Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah dalam


bentuk penyempurnaan atau pencabutan kebijakan
penggunaan jalan dan gerakan lalu lintas;
2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam bentuk:
 Penyempurnaan atau pencabutan kebijakan penegakan
hukum dan manajemen operasional kepolisian; dan/atau
 Pemberian rekomendasi penyempurnaan kebijakan
penggunaan jalan dan gerakan lalu lintas.
c. Tindakan penegakan hukum berupa penindakan terhadap
pelanggaran lalu lintas yang terjadi di jalan. Penegakan hukum
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penegakan
hukum dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak langsung
melalui media elektronik

BAB III
ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS

1. Pelaksanaan Analisis Dampak Lalu Lintas (Pasal 47-49)


Setiap rencana pembangunan yang akan menimbulkan gangguan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ wajib dilakukan analisis dampak
lalu lintas.
Hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah satu persyaratan
pengembang atau pembangun untuk memperoleh:
a. Izin lokasi;
b. Izin mendirikan bangunan; atau
c. Izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus di bidang
bangunan gedung.

2. Tata Cara Analisis Dampak Lalu Lintas (Pasal 50-51)


Pengembang atau pembangun melakukan analisis dengan menunjuk lembaga
konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat. Sertifikat diberikan oleh
Kementerian Perhubungan.
Hasil analisis dampak lalu lintas disusun dalam bentuk dokumen. Dokumen
hasil analisis dampak lalu lintas paling sedikit memuat:
a. Analisis bangkitan dan tarikan LLAJ akibat pembangunan;
b. Simulasi kinerja lalu lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan;
c. Rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
d. Tanggung jawab pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam
penanganan dampak;
e. Rencana pemantauan dan evaluasi; dan
f. Gambaran umum lokasi yang akan dibangun.

3. Penilaian dan Tindak lanjut (Pasal 52-54)


Hasil analisis dampak lalu lintas harus mendapat persetujuan dari:
a. Kementerian Perhubungan
b. Pemeirntah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Untuk memperoleh persetujuan, pembangun harus menyampaikan hasil
analisis kepada Kementerian Perhubungan dan Pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Untuk memberikan persetujuan membentuk tim evaluasi dokumen hasil
analisis dampak lalu lintas. Tim evaluasi terdiri atas unsur pembina sarpras LLAJ,
pembina jalan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tim evaluasi 54
mempunyai tugas:
a. Melakukan penilaian terhadap hasil analisis dampak lalu lintas; dan
b. Menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam hasil analisis
dampak lalu lintas

Persetujuan diberikan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
kerja sejak diterimanya dokumen hasil analisis dampak lalu lintas secara lengkap
dan memenuhi persyaratan. Apabila belum memenuhi persyaratan maka dokumen
akan dikembalikan kepada pengembang atau pembangun untuk disempurnakan.
Apabila telah memenuhi syarat pengembang atau pembangun diminta untuk
membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan
semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen hasil analisis dampak lalu lintas
Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar pernyataan
kesanggupan dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pelayanan umum;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. denda administratif;
e. pembatalan izin; dan/atau
f.pencabutan izin.

BAB IV

MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS


1. Umum (Pasal 60-64)

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas


dan mengendalikan pergerakan lalu lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan
lalu lintas berdasarkan kriteria:
a. Perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas
jalan;
b. Ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan
c. Kualitas lingkungan.

Manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan cara pembatasan:

d. Lalu lintas kendaraan perseorangan, kendaraan barang, sepeda motor


dan kendaraan tidak bermotor pada kawasan, waktu dan jalan tertentu;
e. Lalu lintas kendaraan bermotor umum sesuai dengan klasifikasi fungsi
jalan;
f. Ruang parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir
maksimal; dan/atau
Pembatasan lalu lintas dapat dilakukan dengan pengenaan retribusi.
Pembatasan dinyatakan dengan rambu lalu lintas. Pembatasan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
Manajemen kebutuhan lalu lintas dilakukan secara simultan dan terintegrasi
melalui strategi:
a. Mengendalikan lalu lintas;
b. Mempengaruhi penggunaan kendaraan pribadi;
c. Mendorong penggunaan kendaraan angkutan umum dan transportasi yang
ramah lingkungan;
d. Mempengaruhi pola perjalanan masyarakat; dan
e. Mendorong dan memfasilitasi perencanaan terpadu antara tata ruang dan
transportasi.

2. Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Perseorangan (Pasal 64-66)


Pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan meliputi:
a. Mobil penumpang;
b. Mobil bus; dan
c. Mobil barang dengan JBB paling besar 3.500 kilogram.

Pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dilakukan apabila pada jalan,


kawasan, atau koridor memenuhi kriteria minimal :
a. Memiliki rasio pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar
dari 0,7;
b. Hanya dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan rata-rata pada jam
puncak kurang dari 30 km/jam; dan
c. Tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum.

Pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dapat dilakukan dengan cara


pembatasan lalu lintas kendaraan berdasarkan:
a. jumlah penumpang; dan/atau
b. tanda nomor kendaraan bermotor.

3. Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Barang (Pasal 67-69)


Pembatasan lalu lintas kendaraan barang meliputi semua kendaraan umum
angkutan barang dan mobil barang perseorangan dengan JBB lebih besar dari
3.500 kilogram.

Pembatasan lalu lintas kendaraan barang dilakukan apabila pada jalan,


kawasan, atau koridor memenuhi kriteria minimal:
a. Memiliki rasio pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar
dari 0,7;
b. Hanya dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan rata-rata pada jam
puncak kurang dari 30 (tiga puluh) km/jam; dan
c. Tersedia jaringan jalan alternatif.
Pembatasan lalu lintas kendaraan barang dilakukan berdasarkan :
a. Dimensi dan jenis kendaraan; dan/atau
b. Muatan barang.

4. Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor (Pasal 70-71)


Pembatasan lalu lintas sepeda motor dapat dilakukan apabila pada jalan,
kawasan, atau koridor memenuhi kriteria minimal:
a. Memiliki rasio pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar
dari 0,5 (nol koma lima); dan
b. Telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum.
Pembatasan lalu lintas sepeda motor dilakukan dengan cara melarang sepeda
motor untuk melalui lajur atau jalur pada jalan tertentu.
5. Pembatasan Ruang Parkir Pada Kawasan Tertentu (Pasal 72
Pembatasan ruang parkir dapat dilakukan pada:
a. Ruang milik jalan pada jalan kabupaten atau kota; atau
b. Luar ruang milik jalan.
Pembatasan ruang parkir dilakukan apabila memenuhi kriteria minimal:
a. Memiliki rasio pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar
dari 0,7;
b. Hanya dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan rata-rata pada jam
puncak kurang dari 30 (tiga puluh) km/jam.
Pelaksanaan pembatasan ruang parkir diatur dengan peraturan daerah.
Pembatasan ruang parkir dapat dilakukan dengan pembatasan:
a. Waktu parkir;
b. Durasi parkir;
c. Tarif parkir;
d. Kuota parkir; dan/atau
e. Lokasi parkir

6. Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum (Pasal 76-78)


Pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum meliputi kendaraan
tidak bermotor umum yang digerakkan oleh tenaga manusia atau hewan.
Pembatasan lalu dapat dilaksanakan di jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten, atau kota.
Pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum dapat dilakukan
dengan:
a. Pembatasan berdasarkan kawasan, koridor, atau ruas jalan tertentu;
dan/atau
b. Pembatasan berdasarkan waktu.
Pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum dilaksanakan oleh :
a. Kementerian Perhubungan;
b. Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

7. Retribusi Pengendalian Lalu Lintas Kendaraan Perseorangan dan Kendaraan


Barang (Pasal 79-81)

Pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dan pembatasan kendaraan


barang dapat dilakukan dengan pengenaan retribusi pengendalian lalu lintas.
Pembatasan lalu lintas dapat dilakukan apabila pada jalan, kawasan, atau
koridor memenuhi kriteria paling sedikit:
a. memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan
kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih
besar dari 0,9 (nol koma sembilan);
b. memiliki 2 (dua) jalur jalan dimana masing-masing jalur memiliki 2
(dua) lajur;
c. hanya dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan rata-rata pada jam
puncak sama dengan atau kurang dari 10 (sepuluh) km/jam; dan
d. tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek
yang memenuhi standar pelayanan minimal.

Pembatasan lalu lintas tidak dapat dilakukan pada jalan nasional.

Pemberlakuan pembatasan lalu lintas selain memenuhi kriteria harus


memperhatikan kualitas lingkungan.

Retribusi pengendalian lalu lintas merupakan retribusi jasa umum.


Hasil retribusi pengendalian lalu lintas digunakan hanya untuk kegiatan:
peningkatan kinerja lalu lintas; dan peningkatan pelayanan angkutan umum.

Untuk pelaksanaan pembatasan pemerintah daerah wajib melakukan:


a. penyediaan jalan yang akan diberlakukan pembatasan yang memenuhi
persyaratan standar minimal;
b. pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan pada kawasan,
koridor, atau ruas jalan tertentu yang berkaitan langsung dengan pengguna
jalan di ruas jalan dan/atau persimpangan; dan
c. penyediaan sistem dan peralatan yang diperlukan untuk menerapkan
pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dan kendaraan barang.

Peningkatan kinerja lalu lintas pasal 80


Kegiatan peningkatan kinerja lalu lintas paling sedikit meliputi:
a. perbaikan pada jalan;
b. pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan pada
kawasan, koridor, atau ruas jalan tertentu;
c. pemeliharaan dan pengembangan teknologi; dan
d. peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Kegiatan peningkatan pelayanan angkutan umum paling sedikit meliputi:


a. penyediaan dan pemeliharaan lajur, jalur, atau jalan khusus untuk angkutan
umum massal;
b. penyediaan dan pemeliharaan sarana dan fasilitas pendukung; dan
c. penerapan dan pengembangan teknologi informasi.

Pengaturan pelaksanaan pembatasan lalu lintas Pasal 83


(1) Pengaturan pelaksanaan pembatasan lalu lintas dengan pengenaan retribusi
pengendalian lalu lintas pada kawasan, koridor, atau ruas jalan tertentu.
(2) Peraturan daerah paling sedikit memuat:
a. kawasan, koridor, atau ruas jalan tertentu;
b. besaran retribusi pengendalian lalu lintas;
c. tata cara pemungutan dan penggunaan retribusi pengendalian lalu
lintas; dan
d. pemanfaatan retribusi pengendalian lalu lintas.

BAB V
Ketentuan manajemen dan rekayasa lalu lintas
Pasal 84
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan mengenai
manajemen dan rekayasa lalu lintas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3529) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 85
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 21 Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai