Anda di halaman 1dari 12

CRITICAL BOOK REPORT

SOSIOLOGI KEWARGANEGARAAN

Skor Nilai :

CRITICAL BOOK REVIEW

BAB II KEWARGANEGARAAN DALAM PEMIKIRAN KARL MARX

Samadam Boangmanalu ( 3191111007 )

Ryan Fernando Sitinjak ( 3183111045 )

Ribka Marpaung ( 3193311028 )

Iqbal Al Ahmid ( 319111016 )

Kelas : Reguler IV D PPKn 2019

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan RahmatNyalah
kami dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kebijakan Publik tanpa halangan yang berarti dan selesai tepat pada waktunya. Dalam
penyusunan CBR ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan dan penulisan CBR ini dengan baik. Dan tidak lupa
pula saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen Pengampuyang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi
penyusun.

Penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang selalu menyertakan doa dan
berkahnya kepada penulis. Oleh karena itu, saya berharap sekiranya CBR ini dapat diterima
dan berkenan di hati pembaca. Penulis sadar CBR ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu kami berharap saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan CBR ini. Dan
saya berharap semoga criticalbook ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan 1 September 2021

Samadam Boangamanalu

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ..................................................................................................................................... ii

Daftar isi.................................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................................... 4


B. Tujuan........................................................................................................................................ 4
C. Manfaat...................................................................................................................................... 4
D. Identitas Buku ........................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................... 6

A. Ringkasan Buku...................................................................................................................... 6
B. Analisis Buku........................................................................................................................... 8
C. Kelebihan dan Kekurangan Buku.................................................................................... 9

BAB III PENUTUP................................................................................................................................. 11

A. Kesimpulan.............................................................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................. 12

iii
Rasionalisasi Pentingnya CBR
Sering kali kita bingung dalam memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami.
Terkadang kita memilih satu buku namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi
analisis bahasa, pembahasan tentang cyber pedagogi, oleh karena itu, penulis membuat
critical book report ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih referensi, terkhusus
pada pokok bahasa tentang pengantar sosiologi kewarganegaraan Critical Book
Report(CBR) merupakan laporan hasil kritik atau komentar tentang isi suatu buku, baik itu
dari segi cakupan materi, pembahasan maupun analisis bahasa. Dalam sebuah
pembelajaran terutama seorang mahasiswa sangat dibutuhkan pengalaman yang banyak
mengenai penguasaan materi maka untuk memperluas materi yang telah diperoleh,
seorang mahasiwa dapat melakukan kritik buku sederhana tentang topic yang dibahas di
mata kuliah tersebut guna meningkatkan kualitas dari seorang mahasiswa.
CriticalBookReportyang dilakukan dalam laporan ini adalah untuk memenuhi tugas pada
matakuliah “Kebijakan Publik”. Critical Book Review ini bertujuan untuk mengkaji sebuah
buku bacaan atau buku pelajaran yang telah selesai dibaca. Alasan mengapa harus
dilakukan Critical Book Review adalah untuk mengetahui sejauh mana kita memahami isi
buku tersebut.

Tujuan penulisan
A. Untuk mengetahui bagaimana sosiogi kewarganegaraan : Dari Marx sampai
Agamben
B. Untuk memaparkan identitas buku dan jurnal yang akan diriview
C. Untuk menerangkan ringkasan dari buku yang di review
D. Untuk mengetahui perbandingan, kelemahan serta kelebihan dari
keseluruhan buku dan Kekurangan

Manfaat Penulisan

A. Membantu pembaca mengetahui terkait sosiologi kewarganegaraan : Dari


Marx sampai Agamben
B. Mengetahui identitas buku yang di review
C. Mengetahui ringkasan dari buku yang direview

4
D. Mengetahui perbandingan, kelemahan serta kelebihan dari keseluruhan
buku

Identitas Buku

A. Judul artikel : Critical Book Review


B. Judul buku : Pengantar sosiologi kewarganegaraan: Dari Marx sampai
Agamben
C. Edisi terbit. : Maret, 2017
D. Pengarang : ROBERTUS ROBET dan HENDRIK BOLI TOBI
E. Kota terbit : Tangerang selatan
F. NoISBN : 978-979-1260-32-9
G. Penerbit. : CV. Marjin Kiri

5
BAB

II PEMBAHASAN

A. Ringkasan Buku

BAB VIII Gagasan Manusia Indonesia dan Politik Kewargaan Indonesia Kontemporer

Di sini yang mau ditekankan adalah bahwa penanaman kewargaan (budak/pribumi dan
tuan kulit putih) merupakan bagian instrumental untuk berlangsungnya penguasaan
kolonial yang lebih besar. Supaya penjajahan bisa terus dilangsungkan maka sang terjajah
mesti terlebih dahulu disematkan suatu identitas ras yang inferior. Dengan demikian
pribumi mesti terlebih dahulu didefinisikan sebagai monyet atau budak pribumi justru
supaya perbudakan atas pribumi bisa dilaksanakan. Melalui pandangan ini Mochtar lubis
terkesan bermaksud mengambil sikap esensialis tapi kritis terhadap konsepsi manusia
Indonesia. Manusia Indonesia pada dasarnya memiliki karakter psikologis dan
antropologis yang lebih banyak buruknya ketimbang baiknya. Buruk menurut Mochtar
lubis di sini tampaknya berarti bertentangan dengan ciri manusia modern yang –dalam
konsepsi sosiologi Weber—rasional dan bertanggungjawab. Dengan itu, dapat dikatakan
bahwa kritik Mochtar lubis mengenai enam ciri manusia Indonesia lebih merupakan
sebuah kontruksi modernis mengenai manusia Indonesia

Dari konsepsi lubis itu bisa diajukan pertanyaan sejauh mana pandangan mengenai
identitas modernis itu bisa dipertanggungjawabkan dalam sebuah politik kewargaan dan
apa implikasi historisnya? Kesulitan muncul karena Mochtar lubis tampaknya memang
tidak sedang bermaksud mengajukan suatu konsep identitas dalam kerangka politik
kewargaan. Yang ia ajukan lebih merupakan semacam kritik antropologis menyangkut
gejala-gejala kebudayaan pada zamannya. Di titik ini, pada satu segi kita bisa memahami
kritiknya terhadap praktik keterbelakangan sosial dalam masyarakat pada era itu, akan
tetapi pandangan dan generalisasinya mengenai manusia Indonesia sebagai berwatak
lemah, suka takhayul, tidak bertanggungjawab tapi artistik, mengingatkan kita kembali
akan konstruksi inlander dalam superioritas kolonial. Singkatnya, kritik Mochtar lubis

6
adalah kritik yang diajukan melalui sudut pan dang kolonial dalam melihat gejala
kebudayaan dan memosisikan manusia Indonesia pada zaman itu.

Setelah Mochtar lubis, tantangan terbesar terhadap politik kewargaan orde Baru secara
konsepsional datang dari dua arah: yang pertama dari konsepsi mengenai kelas dan yang
kedua dari konsepsi mengenai manusia universal dalam gagasan hak asasi manusia.
Gagasan kelas berbasis pada partikularisme antropologis yang membelah manusia
berdasarkan determinisme ekonomi-politik (buruh versus kapitalis), sementara
universalisme hak asasi manusia berbasis pada gagasan liberal bahwa manusia dilahirkan
bebas, setara, dan otonom (nondeterminisme). 19 Gagasan kelas menyodorkan suatu
tantangan yang berbasis pada fakta brutal mengenai ketidakadilan akibat perbedaan
pemilikan sumber daya dalam masyarakat sehingga dengan itu, warga tidak dapat
digeneralisasi atau distandarisasi. Warga yang miskin dan terpinggirkan pada hakikatnya
berbeda dengan seorang elite politiko-birokrat atau elite pengusaha kroni orde Baru.
Dalam gagasan ini, konsep kewargaan orde Baru lebih merupakan operasi ideologis untuk
menciptakan ilusi mengenai keseimbangan dan keteraturan tatanan. Sementara gagasan
hak asasi manusia menantang basis teleologis dan segi komunitarian dalam pandangan
“manusia Indonesia seutuhnya”. Apa dan bagaimana tujuan manusia adalah segi interior
yang paling privat, oleh karena itu ia tidak dapat didefinisikan secara pra-deterministik
oleh negara. Tidak ada negara yang berhak mengklaim “memiliki” manusiamanusia di
dalamnya sebagai semacam properti atas nam sionalisme apapun. Setiap warga dianggap
terhubung sebagai bagian universal dari komunitas internasional dan boleh menikmati
perlindungan hak-hak yang juga bersifat universal. Dengan demikian, negara juga mesti
mengakui kemungkinankemungkinan intervensi dari masyarakat internasional
menyangkut pelanggaran terhadap hak-hak warga/individu

Menghadapai tantangan ini, orde Baru mengambil dua sikap. Pertama adalah represi
terhadap organisasi-organisasi yang mengajukan gagasan-gagasan kelas maupun hak asasi.
Ini yang membuat orde Baru terkenal dengan sikap anti kiri di satu sisi dan anti politik
liberal di sisi yang lain. Kedua adalah dengan mengonsolidasikan gagasan tandingan
terhadap universalisme dan populisme kelas, baik yang berupa nasionalisme, kuasi-
komunitarian, relativisme kebudayaan, maupun kuasiagama. Dalam rangka kebutuhan

7
yang kedua inilah kemudian orde Baru merangkul politik Islam. Strategi dimulai dengan
pertama-tama mengakomodasi kepentingan-kepentingan politik Islam ke dalam militer
dan birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Dari sinilah kemudian pintu masuk
yang lebih luas ke arah politisasi Islam oleh negara –terutama dalam hal ini militer—dalam
tujuan menghentikan kelompok-kelompok kiri, lSM dan gerakan mahasiswa menemukan
saluran yang lebih luas hingga sekarang

Berakhirnya orde Baru dengan demikian bisa diartikan sebagai berakhirnya doktrin
totalisme “warga negara,” yakni bangkrutnya paham “manusia Indonesia seutuhnya.”
Dengan berakhirnya politik otoritarian dan klaim partikularisme antropologi politiknya,
berakhir pula sistem pemaknaan tunggal mengenai siapa warga atau siapa “warga yang
baik”. Dari sini, muncul beragam tantangan dan gerakan dalam upaya merekon struksi
pandangan-pandangan baru mengenai siapa “manusia Indonesia” itu. Sudah bisa diduga
kiranya pihak-pihak mana sajakah yang kemudian mewarisi arena pertarungan untuk
mendefinisikan konsepsi “manusia Indonesia” yang baru itu. Akomodasi terhadap politik
Islam di masa akhir Soeharto memberikan momentum baru bagi kekuatan-kekuatan politik
Islam yang dulu direpresi untuk bangkit dalam variasi yang lebih beragam. Kebangkitan ini
dalam arti yang lebih luas menghasilkan tegangan baru dalam perjumpaanya dengan aktor-
aktor klasik penjatuhan Soeharto. Dari sini konsepsi politik mengenai manusia yang
dikemukakan oleh penggiat ide kesetaraan kelas maupun hak asasi berhadapan dengan
pandangan baru mengenai manusia agamis yang disodorkan oleh politik Islam di
Indonesia. Ketegangan baru ini dapat dilihat dalam kontradiksi politik kewargaan
kontemporer

B. Analisis Buku

Yang dimaksud dengan konsep kewarganegaraan pada masa kontemporer yakni


perkembangan konsep kewarganegaraan setelah berakhirnya Perang Dunia II dengan
konsep negara moderen berorientasi pada negara demokrasinya. Pada akhir abad ke-20
perhatiannya adalah pada “Pentingnya Kewarganegaaan”. Hal ini dikarenakan oleh
terdesaknya status qou negara bangsa dengan konsep nasionalismenya yang bersebrangan
ngenagan masalah etnis dan tantangan dari globalisasi. Dipihak lain paham ekonomi

8
kapitalisliberalisme terutama di kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat telah berdapak
pada eliminasi batas-batas kewargaan negara seseorang. Kemudian dipengaruhi pula oleh
perkembangan hak asasi manusia (HAM) sebagai salah satu hak yang bersifat universal
(Aziz Wahab dan Sapriya, 2001). Secara lebih terperinci yang menjadi cirri perkembangan
kewarganegaraan pada masa kontemporer adalah upaya “Internasionalisasi
Kewarganegaraan”. Seperti yang dijelaskan oleh pelopor atau pengagas perlunya upaya
internalisasi kewarganegaraan yakni Lynch tahun 1992 (Aziz Wahab dan Sapriya, 2001)
bahwa; Gagasan ini dilatar belakangi oleh adanya kondisi obyektif perkembangan dalam
kehidupan dan interaksi antara bangsa. Interaksi ini dimulai dari ikatan kehidupan
kelompok keluarga atau suku bangsa (local) yang berkembang menjadi interaksi antar
negara kota yang membentuk satu kesatuan nasional (nationality), kemudian dari konteks
nasionalnya selanjutnya interaksi memasuki dimensi hak dan kewajiban global atau proses
internasionalisasi (local, nationality, global). Perkembangan konsep kewarganegaraan juga
dipengaruhi oleh begitu pesatnya persaingan global di dalam pencarian sumbersumber
ekonomi dunia. Hal ini juga yang menjadi ciri dari masyarakat kontemporer dalam
kemasan begitu berasrnya kompetisi dan perang pengaruh dari tingkat fundamental
sampai tingkat yang paling praksis yang menyentuh wilayah ideologi, nilai, motivasi sapai
tindakan nyata dalam praktek kewarganegaraan yang ada di dunia.

C. Kelebihan dan Kekurangan Buku

Di dalam Buku Keterkinian Fitur, Contoh, dan Rujukan Pada indikator ini tak terlepas dari
materi yang digunakan, artinya fitur, contoh dan rujukan merupakan tambahan untuk
menjelaskan materi yang tersaji. Tiga indikator yang digunakan menggambarkan fenomena
saat ini. Rujukan yang baik dan layak digunakan adalah rujukan yang lima tahun terakhir
untuk buku teks. Penalaran (Reasoning) Dengan adanya penalaran mengasah daya ingat
dan tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi yang sudah dipelajari. Tujuannnya
adalah agar peserta didik mampu membuat kesimpulan dari materi yang sudah dijelaskan.
Cara yang tepat untuk melatih penalaran Rekanmahasiswa dibantu dengan uraian, contoh,
tugas, pertanyaan atau soal latihan yang sesuai dengan materi yang tertera dalam buku
teks. Pemecahan Masalah (Problem Solving) Buku teks yang berkualitas harus mampu
menyajikan suatu permasalahan disertai dengan strategi dan latihan pemecahan masalah.

9
Untuk melatih pemecahan masalah, sebelumnya Rekan Mahasiswa harus mampu
memahami masalah yang terjadi, merancang strategi pemecahan masalah, menguji coba
strategi, mencari solusi dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Keterkaitan Antara Konsep
Keterkaitan antar konsep dibuktikan dengan uraian atau contoh yang tersaji didalam buku
teks. Tujuannya untuk membantu peserta didik mengkontruksi pengetahuan yang baru
dan utuh. Serta konsep ini berkaitan dengan mata pelajaran sosiologi. Komunikasi
(Writeand Talk) Materi yang tersaji dalam buku teks baiknya menghadirkan contoh latihan
untuk mengemukakan gagasan peserta didik berkaitan dengan materi yang sudah
dipelajari, baik secara tertulis maupun secara lisan Penerapan (Aplikasi) Pengetahuan yang
sudah disampaikan oleh guru hendaknya dapat bermanfaat dan diaplikasikan dalan
kehidupan sehari-hari siswa. Acuannya berasal dari contoh atau soal yang berkaitan
dengan konsep dalam kehidupan nyata. Kemenarikan Materi Untuk menarik minat belajar
siswa hendaknya buku teks dapat menyajikan uraian, strategi gambar, foto, sketsa, cerita
sejarah, contoh atau soal-soal yang menarik sehingga peserta didik memiliki motivasi
untuk mempelajari lebih dalam

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mengenai bagaimana hubungan dan kedudukan kewarganegaraan (warga negara dalam


negaranya), dalam setiap pasenya memiliki perbedaan dalam pengertian maupun
paradigmanya. Hal ini dapat ditujunjukan dari perkembangan teori-teori kewarganegaraan
yang ada, yakni di antaranya adalah; perkembangan teori-teori kewarganegaraan
Liberalisme (Liberal-Individualist Theories), Komunitarian (Communitarian Theories of
Citizenship), dan Republikanisme (Republican Theories of Citizenship), dan Teori
Kewarganegaraan NeoRepublik sebagai Teori Kewarganegaraan alternatif dalam
mengahadapi tanntangan dan masalah pada masayarakat kontemporer.

Saran

Di dalam memahami konsep kewarganegaraan disarankan untuk memahami bagaimana


sebetulnya hakekat hubungan antara warga negara degan negaranya. Menurut penulis
apapun bentuk dan esensi dari suatu teori kewarganegaraan yang ada di dunia, ini
merupakan upaya didalam menciptakan keharmonisan di dalam unsureunsur konstitutif
sebuah negara, yakni hubungan yang harmonis antara warga negara dengan pemerintahan.
Disarankan memahami “Pancasila sebagai jati diri bangsa, pandangan hidup bangsa,
falsafah bangsa dan negara, ideologi bangsa dan negara, serta dasar negara” sebagai teori
kenegaraan yang paling relevan di terapkan di Indonesia.

11
Daftar Pustaka

Robet, R., & Tobi, H. B. (2014). Pengantar Sosiologi Kewarganegaraan: Dari Marx sampai
Agamben. Marjin Kiri.

Nurvenayanti, I. (2016). TEORI-TEORI KEWARGANEGARAAN KONTEMPORER. Jurnal


Ilmiah Ilmu Sosial, 2(2), 101-108.

12

Anda mungkin juga menyukai