Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dewi Rahmadani

NIM : P032202007
Mata Kuliah : Antropologi Maritim

Review Buku “Siratal Mustaqim”


Bab 11.2. Seyogyanya Kemana Harus Melangkah (Arah Transformasi
Sosio~Kultural)
Kajian faktual pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa, masih banyak
masyarakat maritim yang masih terjangkit oleh penyakit mentalitas kelemah-adab-
karsaan yang harus disembuhkan jika ingin memajukan peradaban kemaritiman di
Negeri Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan. Dengan menempatkan komuniatas
masyarakat maritim pada Kotak Peradaban Ke IV : Kotak Muslim Indonesia
Sekarang. Maka ada tiga pilihan sebagai usaha penyembuhan terhadap penyakit
mentalitas kelemah-adab-karsaan yang masih menggorogoti masyarakat maritim yaitu :
a. Kotak peradaban ke III : Kotak Barat Sekuler,dengan alasan bahwa
umumnya ponggawa besar dan sejumlah ponggawa kecil komunitas masyarakat
maritim telah memiliki mentalitas kekuat-karsaan dengan resiko akan
mengalami efek samping (terjangkiti penyakit mentalitas kelemah-adaban).
b. Kotak peradaban ke II : Kotak Muslim Indonesia Zaman Kolonialisme,
dengan alasan bahwa juga kebanyakan komunitas masyarakat maritim
(khususnya dalam komunitas pasompe) juga telah memiliki mentalitas kekuat-
adaban (dalam arti teologi kehendak mutlak Tuhan), namun terdapat resiko
yaitu akan mengalami efek samping (terjangkiti penyakit mentalitas kelemah-
karsaan khususnya pada komunitas Pakkaja dan Pallawa).
c. Kotak peradaban ke I : Kotak Muslim Zaman Islam Klasik, yang merupakan
kotak peradaban yang dipandang sempurna, yakni kotak mentalitas kekuat-
adab-karsaan.

Mentalitas Kuat Adab Lemah Karsa yang berada pada Kotak Peradaban ke
II telah berhasil diwujudkan di Indonesia dalam perjuangan melawan penjajah.
Dengan mengidentifikasikan penjajah (kolonialisme) sebagai penjajah kafir telah
berhasil melapangkan jalan bagi islam untuk tampil sebagai wadah pemersatu dalam
mengusir segala bentuk kolonialisme di Nusantara. Tetapi dalam konteks peradaban
dunia, era Kotak Peradaban ke II disebut pula era zaman pertengahan. Sebuah era
yang dalam konteks perkembangan kebudayaan Islam dipandang sebagai era
kemunduran, karena pada era ini hampir seluruh energi Islam di arahkan pada
penguatan mentalitas kekuat-adaban (ditunjukkan lewat pengamalan tasawuf) yang
hampir sepenuhnya di bawah pengaruh Teologi Kehendak Mutlak Tuhan, era yang
sama sekali berbeda dan bahkan meninggalkan kemajuan peradaban yang dicapai
oleh Negara-negara islam pada zaman klasik . Dengan demikian, kotak peradaban
ke II ini tidak dapat diharapkan sebagai arah transformasi Sosio-Kultural bagi
pengembangan masyarakat maritim di Negeri Bugis-Makassar Sulawesi Selatan.
Kemudian, pada Kotak Peradaban ke III , sebuah kotak yang menunjukkan
perkembangan kemajuan masyarakat yang memiliki mentalitas kuat karsa tapi
lemah adab. Melalui sistem perekonomian Kapitalisme Eropa-Barat yang dalam
praktiknya kemudian berbentuk Kapitalisme Kolonial, sebuah sistem kapitalisme
perdagangan-komersial yang dilakukan dalam bentuk eksploitatif dari negara yang
kuat (kolonial) ke negara-negara jajahan. Terdapat tiga tahapan kapitalisme yang
berlaku yaitu Kapitalisme Merkantilis, kongsi dagang dengan sistem bagi hasil
(profit and loss sharing), Kapitalisme Industri-pertanian (sistem upah buruh), dan
Kapitalisme Koorporasi-Multinasional (sistem kepemilikan saham dan upah
buruh). Seluruh bentuk kapitalisme yang lahir di Eropa-Barat ini bercirikan :
ekspansi, eksploitasi, perpanjangan jam kerja dan upah buruh yang rendah, dan
penguasaan lahan-laham pertanian secara monopoli. Dengan demikian, kotak
peradaban III ini juga tidak dapat diharapkan sebagai arah transformasi Sosio-
Kultural bagi pengembangan masyarakat maritim di Negeri Bugis-Makassar
Sulawesi Selatan.
Pilihan terbaik bagi pengembangan masyarakat maritim di Negeri Bugis-
Makassar Sulawesi Selatan adalah Kotak Peradaban I : Kotak Muslim Zaman
Klasik, yang dalam pandangan Kuntowijoyo (2008) yaitu kotak yang mewarisi
peradaban Yunani-Romawi di Barat dan peradaban-peradaban Persia, India, dan
China di Timur. Kotak peradaban I adalah kotak yang mulai dirintis dan
dipraktikkan dengan sukses oleh Rasulullah SAW di Madinah. Kotak peradaban
yang menunjukkan Mentalitas Kekuat-Adab-Karsaan yang sangat berlainan dengan
Mentalitas Kelemah-Adab-Karsaan pada kotak peradaban IV, prinsip-prinsip yang
dilakukan Rasulullah dalam membangun kemakmuran di Madinah yang kemudian
ditumbuh-kembangkan ileh para sahabat hingga ke Kufah. Prinsip-prinsip itu
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh khalifah besar yang dalam sejarah
perdaban Islam sangat populer, yakni Khalifah Bani Umayah yang berpusat di
Damaskus pada abad VI-VII dan Khalifah Bani Abbasiya yang berpusat di
Bagdad pada abad VII-XIII M serta tiga kerajaan besar Islam pada abad XVII
(Turki, Persia, dan India).Prinsip- prinsip dasar dalam memajukan kesejahteraan
umat tersebut adalah :
a. Prinsip Solidaritas. Prinsip yang diterapkan pada kaum Muhajirin dengan
kaum Anshar melalui suatu perjanjian persaudaraan, khususnya di sektor
ekonomi (pertanian dan penciptaan lapangan kerja). Dengan kata lain, langka
awal dalam membangun ekonomi umat, Rasulullah SAW menerapkan
kebijakan sistem bagi hasil dan kebijakan peningkatan produktivitas lebih awal
baru kemudian membangun pemukiman dan membagi harta rampasan perang.
b. Prinsip Pengelolaan Keuangan Fiskal-Publik, dengan mendirikan Baitul Mal
yang berpusat di Mesjid Nabawi yang berfungsi sebagai Islamic center : Pusat
pengelolaan seluruh aktivitas duniawi dan uhrawi, dimana Rasulullah SAW
tampil sebagai pemimpin negara. Sumber-sumber keuangan Baitul Mal adalah
dari Produktivitas Umat dan harta rampasan perang lainnya. Pada masa Khalifah
Ali bin Abi Thalib seiring dengan penaklukan Syria, Irak, Iran dan wilayah
lainnya. Ibu kota negara islam dipindahkan dari Madinah ke kufah dan pusat
Baitul Mal juga ikut dipindahkan.
c. Pentingnya Memajukan Sektor Pertanian dan Perdagangan sebagai sektor
yang tak terpisahkan. Sektor pertanian dikembangkan dengan memanfaatkan
penduduk Yaman yang telah berpengalaman mengelolah pertanian
berpengairan. Sektor perdagangan yang menjadi perhatian yang sangat serius
bagi Rasulullah, seiring dengan haditsnya yang berbunyi : “sembilan dari
sepuluh rezeki yang diberikan Tuhan ada diperdagangan-bisnis”. Dan karena
itu Rasulullah mendapatkan gelar Al-Amin (orang yang jujur), fakta sosial yang
dijumpai pada masyarakat maritim bahwa para ponggawa besar yang tergolong paling
sukses, kesemuanya tidak hanya mengelola bida produksi atau jasa tetapi mereka pada
umumnya mengembangkan kariernya dibidang perdagangan.
d. Pentingnya mengembangkan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Di bidang
Pendidikan Rasulullah memerintahkan Zayd bin Tsabit untuk mempelajari tulisan
yahudi dan para tawanan perang badar untuk mendidik orang islam, hadsilnya kemudian
juru tulis Rasulullah bertambah 42 orang. Keberhasilan Rasulullah di bidang
pendidikan kemudian melahirkan apa yang disebut “Gerakan Membaca dan
Menulis” yang menyebas luas di Madinah dengan istilah “Darul Qurra” (rumah
para penulis)terutama setelah perang Badar. Rasulullah juga membuat kebijakan
dibidang kedokteran yang selanjutnya kebijakan ini dilanjutkan oleh Khalifah
Ali bi Abi Thalib. Sebagai konsekuendi dari perhatiannya yang besar terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan, Khaligfah Ali bin Abi Thalib menjadikan
Kota Basrah dan Kufah sebagai Pusat Pengembangan Ilmu dan Sastra.
Dikembangkan pula ilmu manajemen pada masa pemerintah Khalifah Umar bin
Khattab. Ilumu-ilmu lain ikut berkembang pada era kedua khalifah Rasulullah
yaitu ilmu tafsir, Sunnah Rasulullah, Puisi, Sastra, dan Biografi.

Perkembangan peradaban Islam tersebut adalah adanya kehendak yang


gigih dalam membangun kebudayaan dan Peradaban Islam hingga mencapai
puncak kejayaan yang tak tertandingi dalam tempo waktu yang cukup lama, sebuah
spirit keduniawian dan sekaligus keakhiratan yang menyatu dalam diri para
khilafah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan kemudian
dipraktikkan oleh para khalifah dan tokoh-tokoh besar muslim. Dengan demikian
Kotak Peradaban I : Islam Zaman Klasik dapat dijadikan sebagai arah
transformasi sosio-kultural khususnya yang bertalian dengan apa yang disebut
spirit religioitas dalam menyembuhkan mentalitas kelemah-adab-karsaan yang
kini masih menggorogoti atau yang menjadi penyebab keterbelakangan
danketerpurukan masyarakat meritim di Negeri Bugis-Makassar Sulawesi Selatan,
termasuk didalamnya ketidakberpihakan pemerintah dan pilihan teknologi yang
tidak manusiawi juga merupakan faktor penyebab keterbelakangan dan
keterpurukan yang perlu mendapatkan perhatian yang sama.

Anda mungkin juga menyukai