NIM : P032202007 Mata Kuliah : Antropologi Maritim
Review Buku “Siratal Mustaqim”
Bab 12.1 Gagasan pembaharuan masyarakat maritim. Penempatan masyarakat maritim pada Kotak Peradaban Ke IV :mentalitas kelemah-adab-karsaan sebagai tempat beranjaknya transformasi sosio-kultural menuju kotak I (mentalitas kekuat- adab-karsaan) , masyarakat maritime dihadapkan pada masalah teologis (ketauhidan) khususnya yang menyangkut masalah pemahaman kemahaadilan dan kemahabijaksanaan tuhan. Dan masalah social dalam distribusi pendapatan (ekploitatif) serta pada masalah kebijakan dan pilihan teknologi percepatan pembangunan yang tidak serius untuk tidak mengatakan diabaikan dalam memulihkan Kembali kejayaan kemaritiman , seperti yang pernah diraih pada zaman kerajaan maupun dalam konteks pengembangan potensi bangsa yang popular dikenal dengan sebutan Benua Maritim Indonesia. Sebuah benua yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Benua Eropa dan lebih potensial dengan daratan Indonesia. Masalah pertama adalah yang berhubungan dengan mentalitas kelemah- karsaan dan masalah kedua adalah mentalitas kelemah-adaban, sedang masalah ketiga adalah potensi besar bangsa yang “terabaikan” termasuk di dalamnya dan yang utama di Negeri Bugis-Makassar Sulawesi Selatan. Ketiga permasalahan pembangunan itu konteks penanganan kedepannya agak sulit bahkan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan karena itu pula gagasan pengembangannya harus dikonseptualisasikan secara koneksitas satu sama lain. Di Indonesai gelombang transformasi bertalian dengan masalah teologis, secara internal sedikitnya telah berlangsung dalam tiga tahap : tahap pertama dapat disebut “ Gelombang transformasi tauhid” dan telah berhasil menancapkan Teologi Kehendak Mutlak Tuhan dengan sangat kuatnya dalam upaya para tokoh sufisme awal-para wali (pedagang Gujarat, wali songo, dan lain-lain). Tahap kedua adalah “Gelombang transformasi syariat” sebuah gelombang transformasi yang dilakukan kemudian oleh tokoh sufisme belakangan yang dikenal sebagai pembaharuan pertama di nusantara dengan tokoh utama : Nur Ad Din Ar Raniri, Abd Rauf Singkel, dan Syekh Yusuf Al Makassary Al Bantany yang diperkirakan terjadi pada abad XVIII M.Gelobang kedua ini dapat memperkuat gelombang pertama karena disebut pula ortodoksi penguatan teologi Kehendak Mutlak Tuhan. Selanjutnya tahap ketiga : Gelombang transformasi heterodoks (Modernisasi mazhab syafi’i)yang dipelopori kalangan tokoh Islam Minangkabau ( Syekh Tahin Bin Jalaluddin), Syekh Muhammad djamil djambek, Haji Rasul HAMKA, H. Agus Salim) dan Muhammadiyah (KH.Ahmad Dahlan), gelombang transformasi yang ketiga memperlihatkan pertentangan atau perdebatan terhadap gelombang kedua khususnya dalam konteks tradisi, bid’ah, dan kemusyrikan yang cukup mewarnai masyarakat islam Indonesia pada masa itu. Teori Kehendak Mutlak Tuhan yang telah ditancapkan oleh para tokoh sufisme awal dan sufisme kedua dalam perkembanganya telah memberi energi yang kuat dalam percepatan gelombang transformasi social berikutnya khususnya dalam melawan kolonialisme dan merebut kemerdekaan berturut-turut : 1) Kebangkitan Nasional 1908, 2) Kebangkitan pemuda , 1928 dan 3)Kebiangkitan kemerdekaan , 1945. Dalam mengisi kemerdekaan kita perlu menggerakkan gelombang trasnformasi jilid II (dari teologi Kehendak Mutlka Tuhan ke Teologi Sunnatullah) sebuah Gerakan transformasi kultural yang kemudian mengilhami Soekarno yang menghimbau untuk umat Islam mempelajari api Islam, bukan abu dan arangnya yang mati dan statis. Pembaharuan teologis yang merupakan Langkah utama yang diharapkan dapat menyembuhkan mentalitas kelemah-adab-karsaan yang sampai kini masih menggerogoti kepribadian dan sistem social masyarakat maritime negeri bugis- makassar. Pembaharuan ini diberi nama Transdormasi Teologis Jilid II yang dimaksud tidak dalam pergantian tauhid tetapi pendalaman ketauhidan dalam perspektif sains-rasional . Teologi sunnatullah telah mampu mengangkat derajat Islam sebagai pemilik kebudayaan tertinggi di dunia selama kurang lebih enam abad lamanya.Rasulullah Muhammad SAW, hanya dalam tempo kurang lebih satu abad peradaban Islam telah melampaui dua peradaban sebelumnya baik oleh para khalifah Rasulullah , hal ini menunjukan ada spirit peradaban yang bersifat religious yang perlu dikaji secara mendalam. Dalam perspektif islam, hubungan ekonomi antar manusia sangat tidak diperbolehkan dan bahkan dikutuk adanya tindak menindas atau eksploitation man by man atau la tazhlimuna wala tazhlamun atau “silukkaki” . Dengan kata lain di bawah teologi sunnatullah upaya penanaman keyakinan atas Keadilan Ilahi sebagai panggilan hidup berdasarkan spiritual Ketulus-Ikhlasan dan penegakan keadilan Sosial dalam hubungan ekonomi sebagai landasan fundamental adalah mutlak harus dilakukan dalam membangun peradaban kemaritiman. 12.2 Kebijakan dalam Pilihan Teknologi. Fakta geografis menunjukkan bahwa negeri Indonesia bukan sekedar kepulauan namun bisa disebut Benua Maritim Indonesia. Karena bila ditarik dari ujung barat mulai dari pulau Weh sabang sampai Pulau Irian Marauke. Panjangnya melebihi garis yang menghubungkan Washinton di pantai barathingga di kalifornia pantai timur Amerika Serikat. Disamping itu fakta historis juga menunjukkan anak Negeri Nusantara telah mengenal dan terbiasa dimana lautan sebagai bagian dari penjelajahan dan kegiatan perdagangan,ekonomi, sarana transpotasi dan komunikasi yang meretas terjadinya akulturasi membentuk peradaban sendiri yaitu peradaban nusantara. Alqur’an dengan tegas menyatakan bahwa laut telah ditundukkan dan manusia telah diperintahkan untuk mencari karunia Allah di dalamnya pernyataan Allah tersebut adalah sebagai berikut : “Dan dialah yang menundukkan lautan supaya kamu dapat memakan daripadanya daging yang lembut dan kamu keluarkan daripadanya perhiasan yang dapat kamu pakai, dan engkau lihat bahtera berlayar padanya, dan agar kamu mencari karunianya supaya kamu bersyukur” (QS. An-Nahl:14). Banyak potensi teknologi dalam laut seperti potensi kelautan di sektor perikanan , dibidang pertambangan dan energi. Dengan memadukan Nilai-nilai unggul Keadilan Ilahi sebagai panggilan hidup dalam berikhtiar yang dilandasi spirit Ketulus IKhlasan dalam upaya menyembuhkan penyakit mentalitas kelemah- karsaan dan keadilan social dalam kehidupan ekonomi masyarakat maritime. Khususnya dalam menyembuhkan mentalitas kelemah-adaban serta dengan mengembangkan Teknologi Adaptif-Anugratif (Back To Nature and Locality Culture) yang membebaskan masyarakat maritime dari biaya tinggi, maka peradaban kemaritiman dalam konteks Benua Maritim Indonesia, dapat kita raih dan kita kembangkan Kembali, InsyaAllah.