Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN OBSERVASI

ETNOSAINS

PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN BREBES

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etnosains

Dosen Pengampu
Prof. Dr. Sudarmin, M.Si
Dr. Woro Sumarni, M.Si

Disusun oleh
Uhti Aolia Uzati
4301419022

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN

UNNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karuniaNya sebagai penulis dapat menyelesaikan laporan observasi dengan judul
‘’Pembuatan Telur Asin‘’.

Dalam penyusunan laporan observasi ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan
hambatan namun berkat bantuan dari berbagai pihak tantangan dapat teratasi. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Sudarmin, M.Si dan Ibu Dr. Woro Sumarni selaku dosen pengampu
mata kuliah Pembelajaran Etnosains
2. Bapak Imron selaku narasumber
3. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
observasi ini, semoga bantuannya dapat terbalaskan dari Tuhan yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa laporan observasi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusuan maupun materinya. Kritik yang membangun saya harapkan untuk
menyempurnakan laporan observasi selanjutnya.

2
Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Brebes, November 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 3
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ......................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN ............................................................................................................ 5
2.1 Etnosainas ..................................................................................................................... 5
2.2. Sains Asli Masyarakat dan Sains Ilmiah ..................................................................... 5
2.3 Pembelajaran Kimia Berbasis Etnosains ...................................................................... 6
2.4 Penelitian yang Relavan ............................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................. 8
3.1 Deskripsi Kegiatan Observasi ...................................................................................... 8
3.2 Hasil Observasi ............................................................................................................. 9

3
3.3 Rekonstruksi Sains Asli menjadi Sains Ilmiah ............................................................. 14
3.4 Integrasi Proses Ilmiah ke dalam Pembelajaran Kimia ................................................ 18
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 20
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20
4.2 Saran ............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 21
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 23

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Brebes merupakan daerah yang potensial dalam pembuatan telur asin. Sebagai
sentral produksi telur asin, Brebes sebenarnya memiliki akar sejarah yang tidak
dilepaskan dari budaya yang melahirkan ketrampilan membuat makanan ringan seperti
telur asin itu sendiri. Dalam arti ketrampilan membuat makanan telur asin di Brebes telah
diwarisi secara alamiah atau turun temurun sehingga pembuatan telur asin ini berpadu
dengan kegiatan penghidupan sebagian masyarakatnya yang terus berkesinambungan dari
generasi yang satu ke generasi berikutnya.
Telur asin merupakan salah satu produk yang disukai masyarakat. Prinsip dari
pembuatan telur asin adalah terjadinya proses ionisasi garam NaCl yang kemudian
berdifusi ke dalam telur melalui pori-pori kerabang. Tujuan dari pembuatan telur asin
adalah sebagai upaya untuk pengawetan, selain itu juga untuk meningkatkan cita rasa dari
telur. Telur asin menjadi fokus utama pada pembahasan rekonstruksi etnosains ini karena
adanya proses-proses untuk menghasilkan telur asin yang berkualitas ataupun untuk
memperlezat cita rasa telur asinnya sendiri yang diyakini oleh masyarakat sekitar secara
turun-temurun. Proses-proses tersebut kemudian akan penulis coba integrasikan dengan
materi pembelajaran kimia di sekolah.

1.2 Tujuan
Tujuan dari adanya observasi ini adalah :
1. Mengetahui bahan pembuatan telur asin
2. Mengetahui proses pembuatan telur asin
3. Mengetahui hubungan pengetahuan asli masyarakat mengenai proses pembuatan telur
asin dengan penjelasan ilmiahnya
4. Mengetahui cara pengintergrasian proses pembuatan telur asin ke dalam materi
pembelajaran kimia

1.3 Manfaat
1. Manfaat teoritis

5
Hasil observasi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan sumber informasi
dalam upaya meningkatkan pembelajaran Kimia di tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA).
2. Manfaat Praktis
- Bagi Guru
Hasil laporan ini diharapkan dapat menambah bahan ajar mengenai materi Kimia
SMA dan dapat digunakan sebagai informasi untuk meningkatkan pembelajaran.
- Bagi Siswa
Hasil laporan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar bagi peserta didik
dan dapat memudahkan pemahamannya dalam memahami materi kimia yang
disajikan.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnosains
Etnosains (ethnoscience) berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang
berarti ‘bangsa’ dan kata scientia dari bahasa Latin yang berarti ‘pengetahuan’.
Etnosains merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat
lagi suatu bangsa atau kelompok sosial tertentu (Sudarmin, 2015).
Di dalam kajian etnosains, yang menjadi fokus perhatian adalah cara-cara,
aturan-aturan, norma-norma, atau nilai-nilai, yang membolehkan atau melarang, serta
mengarahkan atau menunjukkan bagaimana suatu hal harus atau sebaiknya dilakukan
dalam konteks suatu kebudayaan tertentu.. Kebudayaan tersebut merupakan hasil
pemikiran masyarakat yang dituangkan menjadi tradisi yang terus dipertahankan
hingga saat ini. Sebagai system of knowledge and cognition typical of a given culture,
penekanan bidang kajian etnosains ini adalah “seperangkat pengetahuan”, yang
merupakan pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat yang berbeda dengan
pengetahuan masyarakat lain (Sumarni, 2018)
2.2 Sains Asli Masyarakat dan Sains Ilmiah
Pengetahuan sains asli masyarakat yang terdapat di lingkungan masyarakat
berbentuk pesan simbol, budaya dan adat istiadat, upacara keagamaan, dan sosial yang
kesemuanya terkandung konsep-konsep sains ilmiah yang belum terformulakan
(Duitt, 2007). Pengetahuan sains asli ini diturunkan secara terus menerus antara
generasi, tidak terstruktur dan tidak sistematik dalam suatu kurikulum, dan umumnya
merupakan pengetahuan persepsi masyarakat terhadap suatu fenomena alam tertentu
(Porsanger, 1999). Sedangkan pengetahuan sains ilmiah hanya dapat dipahami secara
ilmiah dan berbasis pada kerja ilmiah serta cara pemerolehannya yang menggunakan
metode ilmiah, sehingga bersifat objektif, universal, dan proses bebas nilai dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pembelajaran yang memadukan pengetahuan sains asli masyarakat dan sains
ilmiah mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep sains ilmiah
dan pembelajaran menjadi lebih bermakna (Okebukola, 1986). Transformasi
pengetauan sains asli masyarakat menjadi sains asli ilmiah diperlukan untuk
mengubah citra dan persepsi masyarakat terhadap sains asli yang terkesan sebagai
pengetahuan mitos, takhayul, dan berbagai persepsi negatif menjadi pengetahuan
fruitful dan dapat dipertanggungjawabkan (Sudarmin, 2015).

7
2.4 Pembelajaran Kimia Berbasis Etnosains
Salah satu pendekatan yang mampu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yaitu dengan mempergunakan aspek budaya lokal atau pengetahuan asli
masyarakat yang disebut etnosains. Etnosains berhubungan dengan pengetahuan yang
berasal dari budaya yang dapat berperan sebagai dasar membangun realitas yang
mengedepankan hubungan budaya dengan pengetahuan ilmiah mutakhir.
Pembelajaran kimia berbasis etnosains sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
sehingga dapat membantu peserta didik untuk memahami materi pelajaran kimia.
Pendekatan etnosains efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dan
menghasilkan generasi yang melek sains, memiliki keterampilan berpikir inovatif dan
sikap ilmiah. Pembelajaran sains berpendekatan etnosains mengaitkan pembelajaran
dengan budaya melalui penggalian pandangan asli peserta didik terhadap budaya,
kemudian menerjemahkannya dalam pengetahuan sains [ CITATION Sum18 \l 1057 ].
Penerapan pembelajaran etnosains tidak hanya hanya sesuai dengan
perkembangan zaman dan kaidah kurikulum pendidikan yang saat ini dianut oleh
bangsa Indonesia, akan tetapi juga bertujuan untuk menanamkan sikap cinta terhadap
budaya dan bangsa. Pembelajaran sekolah yang sesuai untuk abad ke-21 adalah
pembelajaran sains berpendekatan etnosains yang mampu memecahkan isolasi
pengetahuan sains di sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kimia
terintegrasi etnosains dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran kimia bermakna
dan kontekstual (Gustone, 2014).
2.5 Penelitian yang Relavan
Banyak hasil penelitian relevan yang membahas mengenai proses pembuatan
telur asin. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Engelen dkk (2017) mengenai
pengaruh lama pengasinan pada pembuatan telur asin dengan cara basah. Metode
penelitian yang digunakan terdiri dari dua tahapan yaitu: 1) penentuan lama
pengasinan telur itik dan pembuatan telur asin, 2) prosedur analisis gizi telur itik
berupa kadar lemak, pH, NaCl, dan kadar air. Sedangkan pada penelitian yang kami
lakukan yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara mengambil data
dari pemilik home industri telur asin yaitu bapak Imran dengan memanfaatkan teori
yang ada sebagai penjelasan dan penuturan narasumber serta pengambilan gambar.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah peneliti lakukan adalah
mengkaji tentang tahapan proses pembuatan telur asin. Teknik pengumpulan data
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
8
Perbedaannya dalam penelitian ini dengan penelitian yang telah peneliti
lakukan terletak pada lokasi dan bidang kajiannya. Lokasi dalam penelitian ini adalah
di Kota Brebes. Perbedaan yang lain adalah dilihat dari bidang kajiannya, jika
penelitian yang sudah ada melihat mengenai peluang telur asin yang disukai
konsumen dari berbagai perbedaan perlakuan, sedangkan penelitian yang saya
lakukan tentang hubungan pengetahuan pengetahuan masyarakat sekitar dalam proses
pembuatan batik dengan penjelasan ilmiahnya.

9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi Kegiatan Observasi
3.1.1 Identitas narasumber

Nama : Imron
Umur : 56 Tahun
Objek : Pembuatan telur asin di kabupaten Brebes
Alamat : Desa Siasem, Kec. Wanasari, Kab. Brebes
Provinsi : Jawa Tengah
No. HP : 0819-5820-9546
Pendidikan Terakhir : SLTA/SMA

Home industri telur asin BERKAH JAYA yang berada di desa Siasem,
kecamatan Wanasari, kabupaten Brebes ini didirikan oleh Bapak Imron sejak
tahun 1997. Sebelum Bapak Imron merintis usaha produksi telur asin, beliau
bekerja sebagai petani penanam bawang merah. Namun membutuhkan banyak
modal dan sering mengalami gagal panen. Akhirnya Bapak Imran belajar
membuat telur asin bersama temannya. Kemudian dengan modal 300 ribu
Bapak Imran dan istri memcoba merintis usaha produksi telur asin sendiri, dan
memasarkan sendiri dari warung ke warung. Dari tahun ke tahun akhirnya usaha
Bapak Imran berhasil dikenal masyarakat dan banyak dipasok ke resto-resto,
rest area, atau pusat perbelanjaan di daerah pantura Brebes.
3.1.2 Jenis Observasi

Hari/Tanggal : 31 Oktober 2021


Waktu : 06.30 WIB
Objek Observasi : Home industri telur asin Berkah Jaya, Brebes
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sudarmin, M.Si dan Dr. Woro Sumarni,
M. Si.
Dalam proses persiapan, dilakukan beberapa pemilihan tempat
sebagai objek observasi. Pemilihan objek observasi didasarkan kepada
tema yang dipilih untuk objek observasi yaitu mengenai proses
pembuatan telur asin, dipilih Home industri telur asin BERKAH
JAYA. Kemudian penulis melakukan observasi mengenai proses

10
pembuatan batik.
Dalam Observasi ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan cara mengambil data dari pemilik Home industri
telur asin BERKAH JAYA yaitu Bapak Imran dengan memanfaatkan
teori yang ada sebagai penjelasan dan penuturan narasumber serta
pengambilan gambar.
3.1.3 Fokus Pertanyaan
Dalam observasi di Home Industri Telur Asin Berkah Jaya ada beberapa fokus
pertanyaan yang diajukan kepada narasumber, antara lain:
1. Apa itu telur asin ?
2. Bahan-bahan apa saja yang diperlukan dalam pembuatan telur asin ?
3. Bagaimana proses pembuatan Telur asin ?
3.2 Hasil Observasi
3.2.1 Pengertian Telur Asin
Telur Asin merupakan salah satu produk olahan telur hasil peternakan yang
banyak disukai oleh masyarakat. Pembuatan telur asin bertujuan untuk
mengawetkan telur, mengurangi bau amis pada telur, penambah cita rasa, serta
dapat memperbaiki kandungan gizi yang ada di dalam telur[ CITATION Lat17 \l
1057 ]. Telur asin adalah telur segar yang diolah dalam keadaan utuh, diawetkan
sekaligus diasinkan dengan menggunakan bahan garam. Hasilnya telur asin
memiliki rasa asin dan aroma khas. Telur itik yang diasinkan mengandung
keuntungan, seperti nilai gizi telur dapat dipertahankan dalam waktu relatif lama,
nilai ekonomis telur dapat ditingkatkan, memenuhi selera konsumen telur itik,
merupakan alternatif pemasaran di samping telur segar (Warisno, 2005).
Telur asin adalah produk awetan telur yang dipilih sebagai bahan
pembuatannya karena telur merupakan sumber protein hewani yang rasanya cukup
lezat bahkan amat mudah dicerna, serta nilai gizinya pun cukup tinggi. Keuntungan
pembuatan telur asin adalah: telur bisa disimpan lebih lama; rasa amis akan
berkurang, rasanya pun enak; tidak berbau busuk (Soekardi, 2013).
Pengawetan telur merupakan usaha untuk mencegah hilangnya air dan
karbondioksida dari dalam telur sekaligus mencegah masuknya bakteri ke dalam
telur, yang dapat menyebabkan penurunan mutu dan pembusukan telur. Cara
pengawetan dapat dilakukan, terutama pada saat situasi permintaan telur terlalu
rendah dengan harga yang rendah, sehingga jika diawetkan, harga pada saat
11
mendatang dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi (Prahasta dan Masturi,
2009).
3.2.3. Bahan-bahan Pembuatan Telur Asin
1. Telur Itik/Bebek

Telur itik/bebek merupakan bahan pangan yang mengandung protein


cukup tinggi dengan susunan asam-asam amino lengkap. Selain itu, telur itik
juga mengandung lemak tak jenuh, vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh
dan sangat mudah dicerna. Rasa yang enak, harga yang relatif murah serta dapat
diolah menjadi berbagai macam produk makanan, menyebabkan telur banyak
dikonsumsi oleh masyarakat.
Telur itik/bebek merupakan bahan dasar dari pembuatan telur asin. Telur
bebek memiliki cangkang telur lebih tebal. Pori-pon telur bebek lebih besar.
Pori-pori ini akan sangat berpengaruh pada saat proses pengasinan karena garam
akan lebih mudah berpenetrasi ke dalam telur bebek. Nilai gizi telur bebek lebih
tinggi, Di dalam telur bebek, protein banyak terkandung dalam kuning telur
sebanyak 17 persen, dan pada puth telur 11 persen.
2. Garam

Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang

12
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium
Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat /
karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density
(tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801°C
(Hermawan, 2015).
3. Batu Bata

Batu bata adalah bata yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa
campuran bahan-bahan lain, terbakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur
lagi bila direndam dalam udara. Batu bata merupakan bahan dasar yang
memiliki keunggulan dibandingkan dengan abu gosok. Penggunaan batu bata
dalam pembuatan telur asin dapat mencegah adanya bakteri Coliform,
Salmonella atau Shigella dan E Coli. Bubuk batu bata digunakan sebagai
pematang yang membuat suhu telur menjadi panas sehingga telur mudah
matang, selain itu bata bata juga berfungsi untuk menghilangkan bau amis
yang terdapat pada telur.
4. Abu Gosok

13
Abu gosok merupakan limbah dari atau abu dari tanaman, biasanya
berasal dari sekam padi. Abu gosok banyak juga digunakan untuk mencuci alat-
alat rumah tangga, terutama untuk menghilangkan noda hitam pada bagian
bawah panci atau wajan. Abu gosok juga bahan dasar pengganti atau bisa
bersama-sama dengan batu bata yang berfungsi hampir sama yaitu untuk
menghilangkan bau amis pada telur, menghilangkan bakteri meskipun lebih
sedikit dibandingkan batu bata.

5. Tanah Liat

Tanah liat atau lempung adalah partikel mineral berkerangka dasar


silikat yang berdiameter kurang dari 5 mikrometer. Lempung mengandung
leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsurunsur ini, silikon, oksigen,
dan aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi.
Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan
sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan
keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air..

6. Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H 2O. Satu


molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada
satu atom oksigen. Air pada pembuatan telur asin berfungsi sebagai media
perantara yang cukup baik dalam menghantarkan kandungan garam dan ekstrak
rasa ke dalam telur melalui pori-pori telur tersebut dan juga sebagai pencampur
bahan dasar batu bata dan abu gosok.

3.2.4 Proses Pembuatan Telur Asin

14
Berikut ini langkah-langkah pada pembuatan telur asin
1. Pensortiran
Proses penyutiran ini dilakukan dengan cara memisahkan telur yang
bagus/utuh dengan telur yang retak atau pecah. Tujuan penyutiran adalah
agar nantinya menghasilkan telur asin yang berkualitas baik.
2. Pencucian
Telur hasil penyutiran yang bagus tadi kemudian dicuci menggunakan
air bersih dan grenjeng. Penggunaan grenjeng ini bertujuan agar kotoran
(berupa tanah, atau sisa kotoran ayam) yang menempel pada cangkang telur
dapat hilang dengan sempurna, sehingga tidak ada kotoran yang dapat memicu
tumbuhnya bakteri selama proses pengeraman.
3. Pengasinan
Telur yang sudah dicuci dibaluti dengan adonan. Adonan pengasinan
terbuat dari garam yang dicampurkan dengan serbuk batu bata dan abu gosok.
Jumlah garam yang digunakan sesuai dengan perlakuan konsentrasi garam
yaitu 25%, 30%, dan 35% dari seluruh adonan pembalutan. Bungkus telur
dengan adonan tersebut dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Kemudian dibaluri
abu kering untuk mengurangi kadar air pada adonan
4. Pembekaman
Telur yang sudah dibungkus adonan, disimpan dalam peti kayu. Waktu
penyimpanan mempengaruhi tingkat keasinan pada telur asin, semakin lama
penyimpanan maka telur akan semakin asin. Rasa asin sedang diperoleh dengan
penyimpanan selama 7-10 hari. Untuk rasa yang sangat asin diperoleh dengan
penyimpanan selama 15-20 hari. Umumnya telur asin disimpan selama 15 hari
agar didapat telur asin dan berminyak.
5. Pembilasan
Setelah mencapai waktu sekitar 15 hari, telur kemudian dikeluarkan
dari tong dan dicuci kembali dengan air mengalir untuk menghilangkan
pasta yang menempel pada telur.
6. Perebusan
Telur yang sudah dibilas kemudian direbus dengan waktu 4-5 jam.
Jika perebusan dilakukan lebih lama maka ketahanan telur juga akan lebih
lama. Tujuan dari lamanya perebusan ini adalah untuk menghasilkan telur
yang tanek.

15
3.3 Rekonstruksi Sains Asli menjadi Sains Ilmiah
Dari proses observasi dan jawaban yang sudah diberikan oleh narasumber, maka
dapat dilakukan rekonstruksi dari sains asli masyarakat ke sains ilmiah seperti tabel
berikut:

Tabel 2. Rekonstruksi Sains Asli menjadi Sainsa Ilmiah

Proses Pembuatan Sains Asli Sains Ilmiah


Penyotiran telur Sebelum pengasinan, Pemilihan telur (sortasi)
telur dipilih terlebih bertujuan untuk mengetahui
dahulu, dipisahkan telur secara pasti kondisi telur yang
yang retak. akan diasinkan. Agar kualitas
telur asin yang baik, pilih telur
yang segar dan berkualitas baik,
telur tidak pecah, retak, atau
lembek (Irmawaty, 2018), maka
dalam proses pengasinan akan
menyebabkan isi telur (baik
putih/kuning telurnya) keluar
dan menyebabkan bau busuk
pada seluruh telur yang sedang
dibekam (Sudarmin dkk, 2016).
Pencucian telur Telur harus dicuci Telur biasanya masih
terlebih dahulu karena mengandung kotoran, baik
jika tidak dicuci terlebih berupa sisa feses atau tanah. Jika
dahulu rasa telur asin sisa feses unggas tidak dicuci
kurang enak. atau dibersihkan, maka
dikhawatirkan terdapat bakteri
Salmonella yang dapat
mengakibatkan penyakit pada
manusia, seperti tifus, demam,
atau diare (Fadli, 2019).
Menggunakan garam meja dibandingkan Pada pembuatan telur Garam krosok merupakan
garam krosok asin menggunakan garam yang dipanen langsung
garam meja, jika dari petani garam dan masih

16
menggunakan garam memiliki banyak pengotor di
krosok nanti rasanya dalamnya karena belum
berbeda, kurang gurih, melewati proses rekristalisasi,
dan kurang enak oleh karena itu jika proses
pengasinan menggunakan
garam krosok kualitas maka
rasa asinnya akan berkurang.
Selain itu garam krosok juga
tidak mengandung iodium,
sehingga penggunaan garam
meja akan lebih baik (Sudarmin
dkk, 2016).
Takaran air untuk pembuatan adonan Takaran air untuk Kadar air yang terlalu banyak
pengasin adonan jangan terlalu dapat menurunkan konsentrasi
encer benget, yang garam (NaCl). Konsentrasi
penting dapat menempel NaCl yang tinggi dapat
pada telurnya. memudahkan difusi ke dalam
telur melalui pori-pori kulit
menuju bagian putih hingga
bagian kuning telur. Adanya
difusi ion Na+ dan Cl-
menyebabkan lepasnya ikatan
lipoprotein sehingga lemak
terpisah dari protein dan
protein-protein kuning telur
bersatu, kemudian membentuk
padatan atau granul polihedral
yang semakin membesar. Hal
inilah menimbulkan tekstur
masir (Chi dan Tseng, 1998).
Pengasinan telur telur diasinkan agar Pengasinan telur bertujuan untuk
rasanya asin, lebih awet, mengawetkan telur bebek,
dan tidak cepat busuk mengurangi bau amis, dan
menciptakan rasa khas.

17
Berkurangnya kadar air
menyebabkan telur menjadi
lebih awet. Garam (NaCl) akan
masuk ke dalam telur dengan
cara merembes melalui pori-pori
kulit, menuju ke bagian putih,
dan akhirnya ke kuning telur.
Garam NaCl mula-mula akan
diubah menjadi ion natrium
(Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion
chlor inilah yang sebenarnya
berfungsi sebagai bahan
pengawet, dengan menghambat
pertumbuhan mikroba pada telur.
Selain itu, dalam pengasinan
juga terjadi proses dehidrasi
osmosis yang merupakan proses
perpindahan massa secara
stimultan antara keluarnya air
dari bahan dan zat terlarut
berpindah dari larutan ke dalam
bahan. Peristiwa dehidrasi
osmosis ini dapat terlihat pada
proses pengasinan, dimana air
dari dalam telur akan keluar
bersamaan dengan masuknya
garam ke dalam telur. Hal ini
menyebabkan telur menjadi
asin.
Pada proses pengasinan ini juga
terjadi pertukaran ion yang
bersifat stoikiometri dimana ion
H+ dari air digantikan dengan ion
Na+ dari garam. Masuknya ion
18
Na+ dapat menyebabkan kadar
air di dalam telur berkurang
sehingga telur menjadi asin
(Sudarmin dkk, 2016)
Pembekaman Telur yang sudah diasini Telur asin dengan media abu
kemudian ditaruh di gosok memilki kadar iodium
dalam peti dan lebih tinggi daripada telur asin
dirumpuk-tumpuk dengan media batu batu,
sampai 300 butir telur dikarenakan abu gosok mampu
yang diatasnya dikasih menyerap dan menahan air lebih
abu gosok agar tidak banyak daripada batu bata
kering. (Puspitasari dkk, 2014)

Lama pembekaman Makin lama Penyimpanan yang cukup lama


pembekaman maka agar Natrium klorida (NaCl)
akan semakin bagus, dalam bentuk ion akan
nambah awet. Tapi jik terosmosis kedalam telur melalui
dibekamnya terlalu celah kulit telu yang
lama, maka telurnya mengandung kalsium karbonat
bisa kropos, makanya (CaCO3) dan lapisan membran
waktu yang bagus untuk karena adanya perbedaan
membekan telur konsentrasi (Sumarni, 2018).
antara 12-15 hari Lamanya proses pembekaman
telur akan mempengaruhi
tingkat keasinan dan
keawetannya.Semakin lama
telur terbalut adonan pasta,
maka akan semakin banyak
garam yang masuk ke dalam
telur dan menyebabkan
kandungan airnya semakin
berkurang. Hal tersebut
menyebabkan telur asin akan

19
semakin awet. Namun jika
pengasinannya terlalu lama,
maka massa telur menjadi
ringan karena kandungan airnya
habis dan menyebabkan telur
menjadi sangat asin (Sudarmin
dkk, 2016).
Lama perebusan Telur direbus sampai Proses pemasakan dengan waktu
dengan 4-5 jam agar yang lama dan suhu tinggi,
telurnya tanek dan lebih menyebabkan terjadinya
awet koagulasi pada putih telur, telur
semakin cepat berubah menjadi
gel dan lama kelamaan menjadi
semi padat karena berkurangnya
kandungan air didalamnya.
Kadar air yang rendah pada
suatu bahan pangan dapat
mempertahankan daya simpan
(Oktaviani, 2012)

3.1 Integrasi Proses Ilmiah ke dalam Pembelajaran Kimia


Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwasanya untuk pembuatan Telur
Asin ada tahapan yang dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran Kimia.
Apabila diintegrasikan pada pembelajaran kimia di SMA, maka proses
pembuatan telur asin ini akan terkait dengan beberapa standar kompetensi dalam
pembelajaran kimia seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Integrasi Proses Ilmiah ke Pembelajaran Kimia

Konten Materi Sains pada


Standar Kompetensi
Pembelajaran Kimia

20
3.1 Menganalisis fenomena sifat Sifat kologatif larutan yaitu pada
kologatif larutan (penurunan tekanan uap osmosis dan tekanan osmosis
jenuh, kenaikan titik didih, penurunan
titik beku, dan tekanan osmosis)
3.9 Menentukan bilangan oksidasi unsur Penerapan aturan tata nama
untuk mengidentifikasi reaksi reduksi dan senyawa anorganik dan organik
oksidasi serta penamaan senyawa sederhana menurut aturan IUPAC
Menentukan nama beberapa
senyawa sesuai aturan IUPAC
3.11 Menganalisis struktur, tata nama, Struktur, tata nama, sifat dan
sifat dan penggolongan makromolekul penggolongan makromolekul Sifat
(polimer, karbohidrat, protein, dan dan kegunaan protein
lemak)
4.11 Menalar pembuatan suatu produk Membahas dan menyajikan
dari makromolekul pembuatan suatu produk (telur
asin)

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal


berikut:
a. Telur asin merupakan jenis makanan yang berasal dari telur itik/bebek
yang melewati proses pengawetan menggunakan garam dan bahan
tambahan lainnya hingga dihasilkan telur yang memiliki kandungan air
rendah dan memiliki rasa asin.
b. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan telur asin adalah telur
itik/bebek, garam meja, batu bata, tanah liat, abu gosok, dan air.
c. Proses pembuatan telur asin terdiri dari 6 tahap, yaitu pensortiran,
pencucian, pengasinan, pembekaman, pembilasan, dan perebusan telur.
d. Proses pembuatan telur asin dapat diintegrasikan ke dalam proses
pembelajaran kimia, terutama pada materi tatanama senyawa, reaksi
ionisasi, osmosis, dan protein atau makromolekul.
4.2 Saran
Dari hasil observasi ini disarankan sebagai berikut:
1. Hendaknya menanyakan kendala-kendala yang dialami narasumber
dalam proses pembuatan telur asin agar dapat terciptanya inovasi atau
alat dalam proses pembuatan telur asin lebih baik
2. Perlunya pendidikan berbasis etnosains untuk membahas mengenai
nilai-nilai sains ilmiah sehingga pembuatan telur asin lebih optimal

22
DAFTAR PUSTAKA

Chi, S. K. (1998). Physicochemical properties of salted pickled yolks from duck and chiccken
eggs. Journal of Food Science, 63, 27-30.

Duitt. (2007). Sciens Education Reseacrh Internationally: Conception, Research Methods,


Domains of Research, Eurasia.

Fadli, R. (2018). Bahaya, Ini 4 Penyakit yang Bisa Ditularkan Unggas. Dipetik November
11, 2021, dari http://www.halodoc.com/artikel/bahaya-ini-4-penyakit-yang-bisa-
ditularkan-unggas

Gustone, A. (2014). Developing Sustainable Education in Regional Australia. Melbourne:


Monash University Publishing.

Hermawan, V. P. (2012). Identifikasi Kadar Garam pada Telur Asin (Studi di Pasar Legi
Jambang). Doctoral Dissertation, STIKes Insan Cendakia Medika Jambang .

Irmawaty. (2018). Penggunaan Metode Berbeda pada Pembuatan Telur Asin Terhadap Rasa
dan Aroma. Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan, 4(1), 84-92.

Latipah, I. R., Utami, M. D., & Sanyoto, J. I. (2017). Pengaruh Konsentrasi Garam dan Umur
Telur Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen Telur Asin. Jurnal Ilmu Peternakan
Terapan, 1(1), 1-7.

Okebukola, P. A. (1989). Influence of Social-Cultur Factor on Secondary Students' Attitude


Toward Science. Research in Science Education, 19, 155-164.

Oktaviani, H. N., Kariada, & Kanoni, S. (2012). Pengaruh Pengasinan Terhadap Kandungan
Zat Gizi Telur Bebek yang diberi Limbah Udang. Unnes Journal of Life Science, 1(2),
106-112.

Porsanger, J. (1999). An Essay about Indegeneous Methodology. Article.

Prahasta, A., & Masturi, H. (2009). Agribisnis Itik. Bandung: Pustaka Garfika.

Puspitasari, C. R. (2014). Pengaruh Kombinasi Media dan Konsentrasi Iodium pada Dua
Jenis Garam (NaCl dan KCl) terhadap Kadar Iodium dan Kualitas Sensoris Telur
Asin. Jurnal Teknosains Pangan, 3(4).

Reffiane, e. a. (2021). Penerapan Model Hybrid Learning Berpendekatan Etno-STEM 1.


Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management.

Soekardi, Y. (2013). Pengawetan Telur (Sebuah Peluang Usaha). Bandung : Yrama Widya.

Sudarmin , Widoo, A. T., Harjono, & Kurniawan, C. (2016). Model Pembelajaran Soft Skill
Konservasi Berpendekatan Etnosains Terintegrasi Mata Pelajaran Kimia. DIPA MIPA
UNNES , 1-28.

23
Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal (Konsep dan
penerapannya dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains). Semarang : UNNES Press.

Sumarni, W. (2018). Etnosains dalam Pembelajaran Kimia: Prinsip, Pengembangan, dan


Implementasinya . Semarang : UNNES Press.

Warisno. (2005). Membuat Telur Asin Aneka Rasa. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

24
LAMPIRAN

25
PROSES PEMBUATAN

1. Preses Pencucian

2. Proses pengasinan

3. Proses pembekaman

26
4. Proses pembilasan

5. Proses pengrebusan

6. Proses pengemasan

27

Anda mungkin juga menyukai