Anda di halaman 1dari 13

Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ......

(Hanik & Mutmainah)

ANALISIS KINERJA DAN KEBUTUHAN PETANI GARAM


DI KABUPATEN PAMEKASAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN
DESAIN MODEL SOCIAL LEARNING
Performance and Need Analysis of Salt Farmers in
Pamekasan Regency as a Based of Development of the
Design of Social Learning Model

*Umi Hanik dan Mutmainah


Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang, Perumahan Telang Inda, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur 69162, Indonesia
Diterima tanggal: 11 Juni 2019 Diterima setelah perbaikan: 2 November 2020
Disetujui terbit: 23 Desember 2020

ABSTRAK
Model social learning merupakan suatu pendekatan menggunakan teori observational
learning. Model ini telah digunakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Sayangnya, model social learning belum sepenuhnya berdampak
pada peningkatan sumber daya manusia melalui program-program yang dijalankan. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan analisis kinerja dan kebutuhan guna mengetahui masalah yang dihadapi
petani garam Kabupaten Pamekasan dan menentukan kebutuhan yang harus dimiliki oleh petani
garam Kabupaten Pamekasan agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan jenis kajian studi kasus. Teknik pengambilan data menggunakan
wawancara mendalam ke pihak-pihak terkait, uji keabsahan datanya menggunakan triangulasi
sumber dan metode, dan analisis datanya menggunakan metode induktif. Hasil analisis kinerja
menunjukkan bahwa terdapat beberapa kendala dari beberapa aspek dalam pelaksanaan program dan
analisis kebutuhan menunjukkan bahwa petani garam membutuhkan kompetensi keterampilam dan
pengetahuan untuk membuat garam dan kompetensi untuk mengubah pola pikir dengan diimbangi
sistem penyampaian informasi yang tidak menyebabkan terputusnya informasi.

Kata Kunci: analisis kebutuhan; analisis kinerja; model social learning; petani garam; pola pikir;
sumber daya manusia

ABSTRACT
The social learning model is an approach using observational learning theory. This model has
been used by the Pamekasan District Fisheries Office to improve the quality of human resources.
Unfortunately, the social learning model has not fully impacted the improvement of human resources
through the implemented programs. This study aimed to analyze the performance and needs in order to
determine the problems and the needs of the salt farmers in Pamekasan Regency in order to improve
the quality of human resources. This research was a case study qualitative research with. Data were
collected through in-depth interviews with related parties, their validity were tested using triangulation
of sources and methods, and their data analysis were using inductive method. The results of the
performance analysis showed that there are several obstacles from several aspects of the program’s
implementation and needs analysis showed that the salt farmers need the competence of skills and
knowledge to produce salt as well as the change of mindset with a balanced information delivery system
that does not cause interruption of information.

Keywords: need analysis; performance analysis; social learning model; salt farmer; mind set;
human resources

PENDAHULUAN dalam negeri (Kementerian Perindustrian, 2015).


Untuk memenuhi kebutuhan komoditas tersebut,
Kebutuhan komoditas garam dalam negeri pemerintah mengimpor dari beberapa negara
tahun 2015 yang mencapai 2,6 juta ton untuk penghasil komoditas garam (Kementerian Kelautan
memenuhi kebutuhan di bidang industri dan dan Perikanan, 2015). Fakta ini tampak kontradiksi
konsumsi belum dapat dipenuhi oleh produksi garam dengan kondisi wilayah geografis Indonesia yang

*Korespodensi Penulis:
email: umi.hanik@trunojoyo.ac.id 237
DOI: http://dx.doi.org/10.15578/jsekp.v15i2.7842
J. Sosek KP Vol. 15 No. 2 Desember 2020: 237-249

merupakan negara kepulauan dimana wilayahnya dalam model social learning tersebut adalah
merupakan laut dengan panjang garis pantai observational learning (Bandura, 1986)—
95.181 km (Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwasannya belajar dapat dilakukan melalui
2019)—dimana seharusnya menjadi negara sebuah pengamatan yakni sebagian besar upaya
penghasil garam yang minimal dapat memenuhi belajar manusia terjadi melalui penyajian contoh
kebutuhan garam dalam negeri. Menurut data perilaku (modeling) kemudian melakukan peniruan
Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2015, (imitation) (Pervin, 2010). Ini dapat diartikan
luas lahan tambak garam di Indonesia tahun 2015 bahwa seseorang dapat belajar dengan melihat
mencapai 25.830 ha. Berdasarkan data tersebut, cara orang atau kelompok orang mereaksi atau
jika diperkirakan rata-rata produktivitas garam merespon sebuah stimulus tertentu. Seseorang
133 ton/ha dengan masa panen 29 minggu, maka juga dapat mempelajari respon-respon baru
dengan asumsi tersebut kebutuhan komoditas melalui pengamatan terhadap perilaku contoh
garam dalam negeri sebesar 2,6 juta ton dapat terhadap proses teori dari orang lain, misalnya
dipenuhi. Namun kenyataannya, kekayaan luas masyarakat lain atau fasilitator (Syah, 2013).
lahan tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan Hal itulah yang kemudian menjadi dasar
garam dalam negeri, terutama kebutuhan industri pertimbangan dalam menggunakan model social
karena kualitas garam yang dihasilkan belum bisa learning untuk meningkatkan kualitas sumber daya
memenuhi syarat batas yang sudah diatur dalam manusia petani garam. Model inipun juga lazim
regulasi pemerintah—misalnya untuk garam digunakan oleh beberapa instansi pemerintah
industri pangan harus memiliki kandungan NaCl maupun swasta untuk menjalankan program-
minimum 97% (adbk), Calsium (Ca) maksimum program kerja.
0,06%, Magnesium (Mg) maksimum 0,06%, kadar
air (b/b) maksimum 0,5%, bagian yang tidak larut Kabupaten Pamekasan merupakan salah
dalam air maksimum 0,5% dan cemaran logam satu daerah pelaksana PUGAR. PUGAR ini dapat
Kadmium (Cd) maksimum 0,5 mg/Kg, Timbal (Pb) diartikan sebagai adanya upaya dari pemerintah
maksium 10 mg/Kg, Raksa (Hg) maksimum 0,1 untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
mg/Kg dan Arsen (As) maksimum 0,1 mg/Kg untuk petani garam, khususnya dari aspek kompetensi—
garam beryodium minimum 30 mg/Kg (Permen pengetahuan maupun ketrampilan. Hal ini juga
Perin Nomor 88/M-IND/PER/10/2014). disebutkan dalam Permen KP Nomor PER.41/
MEN/2011 bahwa PUGAR merupakan salah satu
Salah satu faktor penyebab rendahnya komponen dari Program Nasional Pemberdayaan
produktivitas dan kualitas garam adalah kualitas Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan
sumber daya manusia (SDM). Beberapa upaya (PNPM Mandiri KP), yang bertujuan untuk
telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan
permasalahan tersebut yaitu pada akhir tahun 2010 kemampuan dan pendapatan masyarakat serta
pemerintah pusat mencanangkan “swasembada penumbuhan usaha kelautan dan perikanan.
garam nasional” dan mulai tahun 2011 Namun hal ini menjadi kontradiksi saat sebagian
mengimplementasikan program tersebut melalui petani garam di Kabupaten Pamekasan masih
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) menggunakan teknologi tradisional untuk
berdasarkan Permen KP Nomor PER.41/MEN/2011 membuat garam meskipun telah mendapatkan
tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional pelatihan dan pendampingan dari Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan Perikanan tentang beberapa teknologi
dan Perikanan. Program tersebut dijalankan oleh alternatif pembuatan garam. Kondisi tersebut
pemerintah daerah melalui dinas terkait yaitu Dinas mengindikasikan bahwa program-program yang
Perikanan (untuk tingkat kabupaten sebelumnya dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan
Dinas Perikanan dan Kelautan). belum sepenuhnya berdampak pada peningkatan
SDM.
Realisasi pelaksanaan program PUGAR
dilakukan melalui metode sosialisasi, pelatihan Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
dan pendampingan—dimana metode tersebut daya petani garam khususnya petani garam di
merupakan pengejawantahan dari model social Kabupaten Pamekasan tersebut, maka diperlukan
learning yang diprakarsai oleh Albert Bandura. sebuah desain model social learning yang
Model social learning memberi penekanan bahwa sesuai dengan kebutuhan petani garam.
perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan Sinergi dengan hal tersebut, penelitian ini
sekitar sehingga pendekatan yang digunakan bertujuan untuk melakukan analisis kinerja

238
Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ...... (Hanik & Mutmainah)

guna mengetahui masalah yang dihadapi oleh terdiri atas 5 tahap yakni 1) analisis (analysis),
pemerintah daerah dan petani garam dalam 2) rancangan (design), 3) pengembangan
usaha meningkatkan kualitas sumber daya (development), 4)pelaksanaan (implementation),
manusia petani garam Kabupaten Pamekasan, dan dan 5) evaluasi (evaluation) (Dick & Carey, 1996).
melakukan analisis kebutuhan guna mengetahui Sesuai dengan masalah penelitian, penelitian ini
kebutuhan apa saja yang seharusnya dimiliki difokuskan pada tahap pertama dan kedua yakni
petani garam Kabupaten Pamekasan agar tahap analisis (analysis) dan rancangan (design).
kualitas sumber daya petani meningkat. Jawaban Tahap pertama terdiri atas dua analisis, meliputi:
atas pertanyaan tersebut merupakan hasil 1) analisis kinerja (performance analysis), dan 2)
penelitian yang selanjutnya dapat menjadi analisis kebutuhan (need analysis) (Branch, 2009).
bahan pertimbangan untuk mengembangkan Analisis kinerja (performance analysis) digunakan
sebuah desain model social learning yang dapat untuk mengetahui masalah yang dihadapi petani
meningkatkan kualitas sumber daya manusia garam Kabupaten Pamekasan dan analisis
petani garam Kabupaten Pamekasan. kebutuhan (need analysis) digunakan untuk
mengetahui kebutuhan yang harus dimiliki oleh
METODOLOGI petani garam Kabupaten Pamekasan agar dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Lokasi dan Waktu Penelitian Tahap kedua yakni merancang model social
learning yang sesuai dengan kebutuhan petani
Penelitian dilakukan di tiga kecamatan, garam. Tahap ini menggunakan output pada tahap
yakni Kecamatan Tlanakan, Galis dan analisis. Dasar perancangan ini diperoleh dari hasil
Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur analisis pada tahap pertama. Berikut bagan model
(Gambar 1). Waktu pelaksanaan penelitian pada pengembangan ADDIE (Gambar 2).
bulan September sampai dengan bulan Oktober
2018. Pada tahap analysis ini, digunakan
pendekatan kualitatif dengan jenis kajian studi
Jenis dan Metode Pengambilan Data kasus. Teknik pengambilan dilakukan melalui
wawancara mendalam (in-depth interview) dan
Penelitian ini menggunakan model
dokumentasi (Denzin & Lincoln, 1994; Sugiono,
pengembangan ADDIE (Analysis, Design,
2017). Teknik penentuan informan pada penelitian
Development, Implementation, and Evaluation)
ini menggunakan purposive sampling dan
(Dick & Carey, 1996). Model pengembangan ADDIE
snowball sampling (Yusuf, 2017; Sugiono, 2017).

Peta Persebaran Tambak Garam


Kabupaten Pamekasan/
Map of the Distribution of Salt Ponds
in Pamekasan Regency

Batas/Boundary
Utara/North : Laut Jawa/The Java
Sea
Barat/West : Kabupaten Sampang/
Sampang Regency
Selatan/South : Selat Madura/ Madura
Strait
Timur/East : Kabupaten Sumenep/
Sumenep Regency
Legenda
: Tidak dianalisis/Not analyzed
: Bukan lahan tambak
garam/Not salt pond land
: Lahan tambak garam/ Salt
pond land
Sumber/Source
https://tanahair.indonesia.go.id/portal-
web/dowload/perwilayah#

Gambar 1. Peta Kabupaten Pamekasan.


Figure 1. Map of Pamekasan Regency.
Sumber: www.google.com / Source: www.google.com.

239
J. Sosek KP Vol. 15 No. 2 Desember 2020: 237-249

1. Analisis/Analysis:
a. Analisis Kinerja/ Performance Analysis
b. Analisis Kebutuhan/ Need Analysis

4. Pelaksanaan/ 5. Evaluasi/ 2. Rancangan/


Implementation Evaluation Design

3. Pengembangan/
Development

Gambar 2. Model Pengembangan ADDIE.


Figure 2. The Development Model of ADDIE.

Informan dalam penelitian ini adalah (data reduction), dilakukan untuk mempertajam,
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan, memilih, memfokuskan, membuang, dan
Kasi Pengelolaan dan Pengembangan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan
Kawasan Budidaya, Kepala Desa Pandeglang, akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan, 2)
4 pendamping/penyuluh dari Dinas Perikanan display data (data display), menyusun semua
Kabupaten Pamekasan dan 8 petani garam yang informasi yang telah terkumpul yang memungkinkan
berasal dari Kecamatan Pademawu, Galis dan untuk melakukan penarikan kesimpulan, dan 3)
Tlanakan. Berikut daftar nama petani garam, asal kesimpulan (conclusion) atau verifikasi terhadap
kecamatan, status kepemilikan dan teknologi yang data dan informasi yang diperoleh (Huberman
digunakan. & Miles, 1994; Yusuf, 2017). Ketiga langkah
analisis tersebut merupakan segitiga yang saling
Metode Analisis berhubungan.
Data penelitian pada tahap analisis Untuk pemeriksaan keabsahan data
yakni analisis kinerja dan kebutuhan diolah dan menggunakan uji kredibilitas dengan triangulasi
dianalisis menggunakan analisis kualitatif sumber dan metode (Yusuf, 2017; Sugiono, 2017;
(Neuman, 2000). Analisis metode kualitatif Moleong, 2000). Triangulasi sumber dilakukan
yang dimaksud bersifat kualitatif, yaitu dengan menggunakan sumber yang banyak
analisisnya dimulai dari fakta atau masalah dan berbeda untuk informasi yang sama dan
yang diperoleh melalui pengamatan yang triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan
kemudian oleh peneliti disimpulkan (Raco, 2010). beberapa metode yang berbeda untuk informasi
Langkah analisisnya meliputi: 1) reduksi data yang sama.

Tabel 1. Petani Garam Menurut Lokasi, Status Kepemilikan dan Penggunaan Teknologi di Kabupaten Pamekasan.
Table 1. Salt Farmers According to Site, Ownership Status and Technology Use in the Pamekasan Regency.

Nama Petani Garam/ Asal Kecamatan/ Status Kepemilikan/ Penggunaan Teknologi/


The Name of Salt Farmer Sub-district Ownership Status Technology Usage
Kuswanto Galis Milik sendiri/Own Tradisional/Traditional
Maskawi Galis Milik sendiri/Own Tradisional/Traditional
Hermanto Pademawu Milik sendiri/Own Geomembran/ Geomembrane
Saiful Bahri Pademawu Milik sendiri/Own Geomembran/ Geomembrane
Asmu’i Pademawu Milik sendiri/Own Geomembran/ Geomembrane
Asmoi Tlanakan Sewa/Rent Integrasi lahan dan
geomembran/ Corporate farming
and geomembrane
Hendri Tlanakan Sewa/Rent Integrasi lahan dan
geomembran/ Corporate farming
and geomembrane
Alfan Tlanakan Sewa/Rent Integrasi lahan dan
geomembran/ Corporate farming
and geomembrane

240
Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ...... (Hanik & Mutmainah)

HASIL DAN PEMBAHASAN biasanya datang “musiman” atau “dadakan”.


Perbedaan antara petani penggarap bagi hasil
Gambaran Umum dengan petani penyewa penggarap adalah pada
kepemilikan modal. Modal petani penggarap
Petani garam rakyat di Kabupaten
bagi hasil berasal dari pemilik lahan dan modal
Pamekasan terbagi menjadi tiga status, yakni:
petani penyewa penggarap berasal dari petani itu
1) pemilik penggarap yaitu pemilik lahan
sendiri. Persentase petani penyewa penggarap ini
tambak garam yang menggarap sendiri, biasanya
sebesar 16%. Petani garam dengan persentase
petani ini memiliki luasan lahan tambak garam
terkecil adalah petani pemilik penggarap yakni
yang relatif kecil, 2) penyewa penggarap yaitu
sebesar 14%. Lahan petani pemilik penggarap
petani yang menggarap lahan tambaknya dari
biasanya diperoleh dari warisan dan pembelian
hasil menyewa dengan sistem sewa berdasarkan
yang tidak terlalu luas. Modal petani pemilik
musim garam tidak berpatokan pada tahun
penggarap ini berasal dari dirinya sendiri.
berjalan, dan 3) penggarap bagi hasil yaitu
petani garam yang melakukan usaha garam yang Analisis Kinerja (Performance analysis)
melakukan usaha garam menggunakan sistem
bagi hasil dengan pemilik tambaknya baik dengan Berdasarkan hasil wawancara dengan
pola 1/3 untuk petambak dan 2/3 untuk pemilik para informan tentang kinerja petani garam
dengan ketentuan semua biaya operasional di Kabupaten Pamekasan dapat diidentifikasi
produksi ditanggung pemilik atau ½ untuk petani berbagai masalah yang muncul dapat dilihat pada
penggarap dan ½ untuk pemilik dengan ketentuan Tabel 3.
pemilik tidak menanggung biaya operasional
Masalah pertama adalah keengganan
produksi. Banyaknya petani garam berdasarkan
sebagian petani garam dalam menggunakan
status di tiga kecamatan tersebut dapat dilihat
teknologi geomembran untuk membuat garam.
pada Tabel 2.
Salah satu faktor penyebabnya adalah karena rasa
Secara umum, petani garam dengan tiga pahit (getir) pada garam yang dihasilkan. Menurut
status seperti dijelaskan di atas masuk dalam Kuswanto1.
kategori petani penggarap—biasanya memiliki “...jika menggunakan membran, garam
kondisi ekonomi menengah ke bawah. Petani yang dihasilkan warnanya lebih putih dan
penggarap mayoritas di Kabupaten Pamekasan bersih tapi rasanya pahit (getir). Rasa
adalah petani penggarap bagi hasil yakni pahitnya itu berasal dari bahan dasar
sebesar 70%. Keterbatasan dalam kepemilikan membran itu sendiri yaitu dari bahan
lahan dan modal atau biaya produksi memaksa plastik. Garam yang pahit itu merupakan
mereka menjadi petani penggarap bagi hasil. garam yang tidak sehat.”
Petani penggarap bagi hasil biasanya didominasi
dari daerah luar Kabupaten Pamekasan misalnya Hal tersebut dibantah oleh pihak Dinas
Sumenep dan Gresik dan biasanya datang Perikanan Kabupaten Pamekasan, Nurul
menjelang musim produksi garam. Petani Widiastuti .
2

penyewa penggarap, selain berasal dari daerah “...rasa pahit (getir) di garam
setempat, mereka juga berasal dari luar daerah sebenarnya disebabkan cara pembuatan
sama seperti petani garam bagi hasil yang garam yang tidak mengikuti Standar

Tabel 2. Petani Garam Rakyat Kabupaten Pamekasan.


Table 2. Folk’s Salt Farmer in Pamekasan Regency.
Kecamatan/ Pemilik Penggarap/ Penyewa Penggarap/ Bagi Hasil/Mantong/
Sub Distric Owner Tenant Profit Sharing
Galis 81 172 542
Pademawu 118 59 470
Tlanakan 2 0 19
Total/Total 201 231 1.031
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan, 2015 /
Source: Ministry of Maritim Affairs and Fisheris Pamekasan Regency, 2015

1
Petani garam dari Kecamatan Galis (Wawancara dilakukan pada tanggal 20 September 2018)

241
J. Sosek KP Vol. 15 No. 2 Desember 2020: 237-249

Tabel 3. Kinerja Petani Garam.


Table 3. The Salt Farmer’s Performance.
Informan/Informan Kinerja/Performance
Kuswanto - Adanya anggapan bahwa garam yang menggunakan teknologi geo membran memiliki
rasa pahit (getir) sehingga tidak mau menggunakan teknologi geomembran/There is an
assumption that salt using Geo-membrane technology has a (bitter) taste so that it does
not want to use that technology.
Dinas Perikanan - Pembuatan garam tidak sesuai SOP menghasilkan garam yang pahit (getir)/
In making salt which is not in accordance with SOP produces so bitter salt
- Sebagian petani sulit untuk diberi pelatihan/Some farmers got so difficult to be trained.
Hermanto - Kekhawatiran integrasi lahan adalah ukuran tanah tidak kembali seperti semula/
The worry of land integration is that the size of the land does not return to normal
Asmu’i - Adanya informasi bahwa pembuatan garam menggunakan teknologi geomembran
rasanya pahit namun tetap menggunakan teknologi tersebut karena lebih bersih/There
is information that making salt using geo-membrane technology tastes bitter but still uses
this technology because it is cleaner
- Sering mengikuti pelatihan dan penyampai informasi ke petani garam lain/Often attend
training and provide information to other salt farmers
Kepala Desa Tambak garam yang diintegrasi bisa dilakukan pengukuran ulang sesuai kepemilikan/
The integrated salt pond can be re-measured according to ownership.
Saiful Bahri Tidak menyetujui integrasi lahan karena tingkat produktivitas tiap lahan berbeda sehingga
prosentasi pembagian hasil juga harus berbeda/Do not agree with land integration because
the productivity level of each land is different so that the percentage of profit sharing must
also be different.

Operasional Procedure (SOP), yaitu petani sehingga mineral-mineral tersebut


tidak mau membuang air sisa panen garam tetap mengendap dan tercampur di media
sehingga menyebabkan kadar magnesium geomembran.”
tinggi. Tingginya kadar magnesium itulah
yang menyebabkan munculnya rasa pahit Namun, sebagian petani garam lain tetap
pada garam. menggunakan teknologi geomembran meskipun
menganggap bahwa pembuatan garam dengan
Muzanni3 menambahkan: teknologi tersebut menyebabkan rasa pahit (getir)
“Keengganan petani membuang pada garam. Alasan penggunaan tenologi tersebut
air sisa panen garam karena menurutnya karena garam yang dihasilkan lebih banyak, lebih
jika air tersebut dicampur dengan air tua bersih, dan mempercepat penuaan air sehingga
akan mempercepat proses proses penuaan mempercepat masa panen. Seperti diungkapkan
air. Harusnya petani melakukan sesuai oleh Asmu’i5 bahwa:
SOP produksi garam yaitu dengan cara
“Jika menggunakan geomembran
mengembalikan sisa air tua ke boussem
rasanya pahit tapi karena hasilnya lebih
(tempat penampungan air muda), sehingga
banyak dan bersih dan panen lebih cepat
bisa memperkecil kandungan Magnesium.”
maka saya tetap menggunakan membran.”
Menurut Fauziyah4 mengatakan bahwa:
Seperti diungkapkan oleh Bestekin (2019),
“Hasil produksi garam yang bahwa setiap garam pada umumnya mengandung
pahit (getir) selama proses produksi magnesium pada kristalnya. Kandungan
menggunakan geomembran dikarenakan magnesium relatif tinggi pada garam yang
tidak ada penurunan dan pengendapan dihasilkan oleh tambak garam dan kandungan
mineral-mineral yang diserap oleh tanah

2
Ir. Nurul Widiastuti (dalam penelitian ini disebut tanpa gelar) adalah Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan (Wawancara
dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018)
3
Muzanni, S.H., M.Si. (dalam penelitian ini disebut tanpa gelar) adalah Kasi Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Budidaya
(Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018)
4
Fauiyah (dalam penelitian ini disebut tanpa gelar) adalah Pendamping dan Penyuluh Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan
5
Budidaya (Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018)
Petani garam dari Kecamatan Pademawu (Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018)

242
Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ...... (Hanik & Mutmainah)

tersebut mempengaruhi rasa garam yaitu “...harga geomembran juga mahal


menyebabkan rasa pahit getir. Berdasarkan makanya saya masih memakai cara
hasil penelitian, kandungan magnesium dan zat tradisional ”8
pereduksi tersebut dapat dikurangi hingga 0,016%
wt dan 2,65 ppm (Saksono, 2002). Pada kondisi normal (cuaca yang
mendukung), untuk masa panen 12 hari dengan
SOP pembuatan garam yang tepat melalui luas lahan 8m x 40m, cara tradisional dapat
teknologi geomembran tersebut telah disampaikan menghasilkan 4 ton garam dan dengan
kepada petani garam melalui kegiatan sosialisasi, menggunakan teknologi geomembran dapat
pelatihan dan bimtek. Namun sebagian petani menghasilkan 6 ton garam. Harga jual garam yang
yang memproduksi garam menggunakan diproduksi menggunakan teknologi geomembran
teknologi geomembran tidak melakukan sesuai pun lebih tinggi yakni antara Rp275.000,00
dengan SOP yang diberikan yang berdampak – Rp350.000,00 dibanding produksi garam
pada garam yang dihasilkan. Ada 2 (dua) faktor menggunakan cara tradisional yakni sekitar
yang diprediksi menjadi penyebab, pertama, Rp200.000,00 – Rp250.000,00.
informasi tentang SOP pembuatan garam
sebagian hilang karena penyampaian informasi Harga jual lebih tinggi dengan penggunaan
secara berantai. Sosialisasi dan pelatihan yang teknologi geomembran, namun dengan
diselenggarakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten kondisi ekonomi menengah ke bawah—harus
Pamekasan tidak melibatkan seluruh petani garam menyiapkan modal awal sekitar Rp2.000.000,00
dan hanya melibatkan perwakilan dari kelompok - Rp4.000.000,00 (untuk per petak tambak
petani. Perwakilan kelompok petani garam inilah dengan ukuran 8m x 40m) untuk pembelian
yang meneruskan informasi dari penyuluh Dinas geomembran menjadi salah satu alasan petani
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan tidak menggunakan teknologi geomembran.
hingga ke petani garam lainnya. Seperti dijelaskan Hal lain yang seharusnya menjadi pemicu
oleh Asmu’i bahwa: penggunaan geomembran selain hasil produksi
yang lebih banyak dan harga jual yang lebih
“...biasanya saya yang mengikuti tinggi dibanding produksi garam menggunakan
pelatihan di dinas kemudian saya cara tradisional adalah penggunaan geomembran
menyampaikan ke petani garam yang lain yang tidak sekali pakai. Geomembran dengan
tentang informasi yang telah saya terima.”6 ketebalan 300 mikron dapat digunakan hingga 1-3
tahun dan geomembran dengan ketebalan 500
Prediksi kedua yakni, petani garam memiliki mikron dapat digunakan hingga 3-4 tahun.
pengetahuan SOP tentang pembuatan garam
menggunakan geomembran yang lengkap namun Kedua, keengganan sebagian petani garam
mengabaikan 1 (satu) langkah dalam SOP yakni melakukan integrasi lahan (corporate farming).
mencampur air sisa panen dengan air muda dengan Integrasi lahan adalah penggabungan lahan garam
pencampuran tersebut dianggap mempercepat rakyat yang berorientasi pada laba/keuntungan
proses penuaan air garam. Seperti dikatakan oleh dimana pengelolaannya dapat dilakukan oleh
Asmu’i bahwa: kelompok petani, koperasi atau BUMDes garam
(Poerwadi dalam Tirto, 2018; Baekhaki, Kinseng
“...air sisa panen yang dicampur & Soetarto, 2018). Integrasi lahan ini dapat
dengan air muda akan mempercepat dilakukan jika dalam satu area lahan luasannya
penuaan air garam. Kalau sesuai materi minimum sekitar 15 Ha. Lahan tersebut dibagi
pelatihan, seharusnya air sisa panen untuk lahan brine water tank (tandon air laut), lahan
dibuang semua.”7 pembenihan, gulir garam, sampai lahan untuk
Faktor penyebab lain enggannya petani kristalisasi. Sulitnya melakukan integrasi lahan
menggunakan teknologi geomembran adalah tersebut disebabkan beberapa masalah yang
karena masalah biaya. Kuswanto mengatakan sifatnya pribadi, pertama, pembagian lahan
bahwa: tambak garam menjadi petak yang lebih kecil

6
Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018
7
Ibid
8
Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018

243
J. Sosek KP Vol. 15 No. 2 Desember 2020: 237-249

karena berasal dari warisanyang menimbulkan stimulus kategori kompetensi yang dapat dilakukan
kekawatiran adanya pergeseran luas lahan melalui penyajian contoh perilaku (modeling) yang
tambak garam yang dimiliki jika dilakukan integrasi, dilakukan secara mandiri maupun terprogram
seperti diungkapkan oleh Hermanto9 bahwa: (Hanik & Mutmainah, 2018). Kelima aspek
tersebut adalah: 1) pengetahuan (knowledge), 2)
“...kalau lahan digabung, takutnya keterampilan (skill), 3) konsep diri (self concept),
luas lahan menjadi berbeda, tidak kembali 4) pribadi/ sifat (traits), dan 5) motif (motives)
seperti semula.” (Spencer & Spencer, 1993: 9-11). Rata-rata
Kasus di atas bukannya tidak ada solusi. motif petani garam yaitu, pertama, sebatas untuk
Menurut Ibnu Hajar10, memenuhi kebutuhan fisiologis (physiological
needs). Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
“Kasus integrasi lahan tersebut adalah kebutuhan akan sandang (pakaian),
sebenarnya dapat diselesaikan dengan pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal)
melakukan pengukuran ulang jika suatu (Maslow, 1994). Kebutuhan terhadap pendidikan
saat berpindah kepemilikan atau tidak hanya sebatas pada kemampuan baca dan tulis
digunakannya sistem integrasi lahan lagi atau pemenuhan terhadap syarat pencarian kerja
dalam membuat garam.” yang kebanyakan untuk pekerjaan buruh pabrik.
Asmu’i mengatakan bahwa motif menjadi petani
Terkait pengukuran ulang ini, belum pernah garam adalah agar bisa menghidupi anak istri12,
dilakukan sosialisasi sehingga pengetahuan dan menurut Saiful Bahri memiliki motif agar bisa buat
pemahaman petani garam terkait pengukuran rumah13, dan Kuswanto mengatakan bahwasannya
ulang ini rendah bahkan belum ada sama sekali. motifnya adalah agar bisa menyekolahkan anak,
Penyebab keengganan petani garam untuk sehingga memiliki nasib lebih baik dengan mudah
melakukan integrasi lahan yang kedua adalah mencari kerja.”14 Dengan motif tersebut, petani
tingkat produktifitas lahan yang berbeda-beda. Jadi garam berada pada zona nyaman sehingga sulit
meskipun terpenuhi syarat batas minimal luasan mengalami peningkatan.
lahan yakni 15 ha dalam satu hamparan, petani Motif kedua yaitu meneruskan usaha
tidak bersedia melakukan integrasi lahan. Seperti keluarga. Seperti dikatakan oleh Asmu’i15, Asmoi16
dikatakan Saiful Bahri11: dan Maskawi17 bahwa dengan adanya lahan
“...setiap lahan memiliki tingkat tambak garam yang dimiliki oleh keluarga membuat
produktifitas yang berbeda-beda. Ada lahan mereka harus mengelola lahan tersebut. Hal ini
yang tingkat produktifitasnya tinggi dan ada sinergi dengan penelitian Hotimah (2019) bahwa
pula yang rendah sehingga petani yang pemberian warisan tambak garam oleh orang tua
memiliki lahan dengan tingkat produktifitas merupakan dorongan petani garam untuk tetap
tinggi akan merasa rugi.” terus melakukan pekerjaan menjadi petani garam.

Petani garam yang memiliki lahan dengan Motif ketiga, keterpaksaan karena tidak ada
produktifitas tinggi meminta ada pembagian hasil pekerjaan lain selain menjadi petani garam seperti
yang proporsional. Masalah tersebut hingga dikatakan oleh Saiful Bahri18 Tidak adanya keahlian
penelitian ini selesai dilakukan belum ada lain menjadikan pekerjaan petani garam satu-
penyelesaiannya. satunya pilihan. Salah satu faktor pemicunya adalah
rendahnya pendidikan formal para petani garam
Ketiga, terkait motif menjadi petani garam. (Hotimah, 2019). Anggapan yang muncul yakni
Motif merupakan salah satu dari 5 (lima) aspek tidak ada pendidikan formal terkait pergaraman.

9
Petani garam dari Kecamatan Pademawu (Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018)
10
Klebun (Kepala Desa) Desa Pandeglang Kecamatan Pademawu (wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2015)
11
Petani garam dari Kecamatan pademawu (wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018)
12
Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018
13
Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018
14
Wawancara dilakukan pada tanggal 20 September 2018
15
Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018
16
Petani garam dari Kecamatan Tlanakan (wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018)
17
Petani garam dari Kecamatan Galis (wawancara dilakukan pada tanggal 20 September 2018)

244
Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ...... (Hanik & Mutmainah)

Keterampilan membuat garam cukup diperoleh dari petani garam Kabupaten Pamekasan untuk
pengalaman di lapangan. meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat
diklasifikasi ke dalam dua aspek. Kedua aspek
Motif keempat, tergiur dengan harga garam tersebut adalah: 1) aspek kompetensi/kemampuan,
yang saat ini naik seperti dikatakan Hendri19. dan 2) aspek sistem manajemen penyampaian
Meskipun sebenarnya dari sisi pemasaran lemah informasi dan pengelolaan bantuan.
yakni tidak memiliki posisi tawar yang kuat
karena adanya kebutuhan mendesak sehingga 1. Aspek Kompetensi
cenderung langsung menjual garam saat
panen (Salim, 2016). Motif kelima, peniruan Selain kompetensi pengetahuan dan
(modeling) dari masyarakat sekitar yang mayoritas keterampilan tentang cara membuat garam, ada
bekerja sebagai petani garam seperti dikatakan kompetensi lain yang dibutuhkan petani garam
oleh Alfan20. Kabupaten Pamekasan, yakni kompetensi untuk
mengubah pola pikir (mind set). Kompetensi
Identifikasi dan klarifikasi masalah keempat tersebut dapat diperoleh melalui penyajian
yaitu tertutupnya sebagian petani garam terhadap contoh perilaku (modelling) terprogram dimana
informasi atau pengetahuan baru. Nurul Widiastuti dilakukan secara terencana oleh seseorang,
mengatakan, masyarakat, dan fasilitator. Penyajian modeling
secara terprogram bisa dilakukan melalui diskusi,
“Sebagian petani disini masih
sosialisasi, pendidikan, pelatihan, dan media
sulit untuk diberi pelatihan. Mereka
lainnya (Hanik & Mutmainah, 2018). Kompetensi
menganggap dirinya paling paham dalam
tersebut diberikan kepada, pertama, petani garam
membuat garam. Terkadang berkata “kalian
yang memiliki motif atau orientasi menjadi petani
siapa, apakah bisa membuat garam kok
garam untuk kebutuhan fisiologi (physiological
mau mengajari kami membuat garam?”,
needs) semata. Petani garam diupayakan dapat
sehingga beberapa program kami belum
menaikkan motif ke dalam tingkatan yang lebih
tersampaikan di beberapa wilayah.”21
tinggi, misalnya kebutuhan akan penghargaan
Petani garam yang memiliki karakter (esteem need) seperti kebutuhan akan status,
ini mengadaptasi pendapat Bouwsma (1989) ketenaran, kompetensi, prestasi, dan bahkan
dan Wahyudi (2015) memiliki harga diri yang bisa pada level yang tertinggi, yakni kebutuhan
tinggi seperti karakter yang dimiliki masyarakat aktualisasi diri (self actualization needs). Kedua,
Madura pada umumnya. Petani garam menolak untuk petani garam yang masih belum terbuka
untuk diberi pelatihan karena merasa “cukup” terhadap informasi atau teknologi baru yang
atas pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh masuk. Hal ini bisa jadi bukanlah suatu hal
secara turun temurun dari leluhur. Hal tersebut yang mudah karena terkait dengan karakter
berdampak pada praktik pembuatan garam orang Madura yang sangat menjunjung tinggi
dengan hanya menggunakan teknologi kehormatan dan harga diri. Petani garam
sederhana, yaitu secara tradisional yang akhirnya diupayakan terbuka terhadap informasi atau
berdampak pada kualitas maupun tingkat teknologi baru tanpa mengubah karakter orang
produksi. Petambak garam perlu membuka diri Madura, yakni kehormatan dan harga diri.
dan melakukan alih teknologi tepat guna untuk
mampu bersaing dan meningkatkan kualitas 2. Aspek Manajemen Penyampaian Informasi
produksi di pasaran sehingga dapat meningkatkan dan Pengelolaan Bantuan
pendapatan.
Selain melalui diskusi, sosialisasi, pendidikan,
Analisis Kebutuhan (Need Analysis) dan pelatihan, modelling secara terprogram
dapat dilakukan melalui FGD (Focus Group
Mencermati hasil dari analisis kinerja
Discussion). Dalam kasus ini, pelatihan dilakukan
tersebut, kebutuhan yang dipandang perlu oleh
untuk penyampaian program yang akan dijalankan

18
Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2018
19
Petani garam dari Kecamatan Tlanakan (wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018)
20
Petani garam dari Kecamatan Tlanakan (wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018)
21
Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2018

245
J. Sosek KP Vol. 15 No. 2 Desember 2020: 237-249

dan diperuntukkan secara umum bagi petani atau Human Resources Development (HRD)
garam dan secara khusus bagi petani garam menurut Notoatmodjo (1998) adalah suatu
yang masih enggan menggunakan teknologi proses perencanaan pendidikan, pelatihan,
baru untuk pembuatan garam. Selain itu pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk
juga dilakukan untuk memberikan bimbingan mencapai hasil yang maksimal. Model Social
teknis tentang tata kelola bantuan yang diberikan learning sebagai pendekatan dalam
oleh pemerintah kepada kelompok petani garam. mengembangkan kualitas SDM petani garam,
Namun, ada beberapa pertimbangan dalam memiliki konsep dasar bahwa perilaku manusia di
melakukan pelatihan, yakni, pertama, menghindari pengaruhi lingkungannya. Pertama, pada dasarnya
penyampaian informasi secara berantai. Upaya manusia mempunyai potensi, minat dan bakat
pencegahan (preventive) yang dapat dilakukan berdasarkan potensi bawaan dan lingkungan, hal
adalah: 1) pelatihan dapat dilakukan di setiap inilah yang membentuk pola-pola perilaku yang
kecamatan dengan melibatkan seluruh petani menjadi ciri-ciri khas kepribadiannya. Kedua,
garam, 2) mengefektifkan pelatihan dengan manusia mampu merefleksikan tingkah lakunya
menentukan perwakilan kelompok yang hadir, sendiri, mengatur dan mengontrol perilakunya
yang memiliki kriteria mampu menyampaikan sendiri. Ketiga, yaitu bahwa perilaku manusia
informasi kepada petani garam lainnya, 3) seluruh adalah melalui proses belajar. Keempat yaitu
petani garam diharapkan menerima modul yang manusia mampu mempengaruhi perilaku orang
sama seperti petani garam yang menjadi wakil lain, begitu juga sebaliknya bahwa perilaku dirinya
untuk mengikuti pelatihan. Modul diupayakan juga bisa dipengaruhi oleh perilaku orang lain
menarik dan dapat memfasilitasi petani garam (Koeswara, 1988). Selain pendidikan, pelatihan dan
yang tidak bisa membaca atau menulis melalui pengelolaan tenaga atau karyawan untuk
gambar. Upaya pencegahan tersebut didukung pengembangan SDM, sosialisasi juga dapat
dengan pendampingan-pendampingan pasca dijadikan alternatif pengembangan SDM
pelaksanaan program. menggunakan pendekatan dalam model
social learning. Sosialisasi bertujuan memberi
Modelling secara terprogram yang lain yakni pengetahuan yang berhubungan dengan nilai
FGD dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan norma dalam masyarakat, membantu individu
atau masukan yang bersifat lokal atau spesifik untuk berpartisipasi dengan lingkungan, dan
terkait permasalahan integrasi lahan pertambangan menciptakan integrasi masyarakat (Idi, 2013).
garam. Dengan terjaringnya informasi tersebut,
permasalahan integrasi lahan pertambangan Belajar menggunakan pendekatan model
garam diharapkan dapat ditemukan solusi terbaik social learning dapat dilakukan melalui sebuah
untuk mengatasi masalah tersebut. pengamatan yakni melalui penyajian contoh
perilaku (modeling) kemudian melakukan
Desain Model Social Learning peniruan (imitation) (Pervin, 2010). Seseorang
dapat belajar dengan melihat cara orang atau
Perlunya kompetensi pengetahuan dan
kelompok orang mereaksi atau merespon
ketrampilan tentang pembuatan garam sesuai
sebuah stimulus tertentu. Seseorang juga
dengan SOP dan juga kompetensi untuk
dapat mempelajari respon-respon baru melalui
mengubah pola pikir (mind set) sehingga
pengamatan terhadap perilaku contoh terhadap
meningkatkan motif menjadi petani garam,
proses teori dari orang lain, misalnya masyarakat
menjadi dasar pengembangan SDM petani
lain atau fasilitator (Syah, 2013).
garam. Pengembangan sumber daya manusia

Peniruan Mandiri/
Self Imitation
Model Social Learning/
SDM Berkualitas/
Social Learning Model
Quality Human Resourches
Peniruan Terprogram/
Programmed Imitation

Gambar 3. Model Social Learning untuk Pengembangan SDM Petani Garam di Kabupaten Pamekasan.
Figure 3. Social Learning Model for Human Resource Development for Salt Farmers in Pamekasan Regency.

246
Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ...... (Hanik & Mutmainah)

Gambar 3 merupakan desain model social lahan kemungkinan akan berkurang dan pembagian
learning untuk pengembangan SDM petani garam hasil yang tidak proporsional disebabkan tingkat
di Kabupaten Pamekasan. produktivitas lahan yang berbeda-beda.

Peniruan mandiri dilakukan oleh individu Keempat, motif menjadi petani garam
secara langsung ataupun tidak langsung kepada terbatas untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.
individu lain atau suatu kelompok. Dalam hal Kebutuhan tersebut seperti sandang (pakaian),
ini, individu yang akan ditiru dapat dimanipulasi pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal).
atau diciptakan. Peniruan terprogram dapat Kebutuhan terhadap pendidikan hanya sebatas
dilakukan oleh lembaga atau instansi seperti untuk memiliki kemampuan baca dan tulis dan
pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat pemenuhan syarat mencari kerja seperti bekerja
(LSM), Akademisi dll melalui pelatihan dan menjadi buruh. Dengan motif tersebut, petani
sosialisasi. Kompetensi yang diberikan bukan berada dalam zona nyaman sehingga muncul
hanya pengetahuan dan keterampilan membuat kepuasan dini.
garam namun juga kompetensi untuk mengubah
pola pikir (mind set). Kelima, keengganan sebagian petani garam
menerima teknologi atau informasi baru yang
diberikan oleh penyuluh/pendamping dari Dinas
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Perikanan Kabupaten Pamekasan. Hal tersebut
disebabkan oleh pola pikir petani garam terhadap
Kesimpulan
kemampuan yang dimilikinya, yakni: 1) merasa
Berdasarkan pembahasan penelitian dapat dirinya telah memiliki kemampuan membuat garam,
disimpulkan bahwa masalah yang dihadapi oleh dan 2) tidak perlu dan/atau akan ada perubahan
Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan cara dalam membuat garam.
dalam upayanya meningkatkan kualitas sumber
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada
daya manusia petani garam adalah: 1) kegiatan
analisis kinerja disimpulkan tentang kebutuhan yang
sosialisasi dan pelatihan di sebagian wilayah
dipandang perlu untuk petani garam di Kabupaten
kecamatan bisa dikatakan belum tuntas sehingga
Pamekasan yakni: 1) kompetensi pengetahuan
muncul isu negatif seperti pahitnya produk
dan ketrampilan tentang pembuatan garam sesuai
garam yang dihasilkan menggunakan teknologi
dengan SOP dan kompetensi untuk mengubah pola
geomembran. Hal ini menjadi penting karena
pikir (mind set) sehingga meningkatkan motif menjadi
menyebabkan sebagian petani garam belum
petani garam, dan 2) manajemen penyampaian
mengimplementasikan program dari pemerintah
informasi dan manajemen pengelolaan bantuan
meskipun telah tergabung dalam kelompok
yang sesuai dengan permasalahan dan kondisi
petani garam binaan. Bahkan, meskipun telah
petani garam Kabupaten Pamekasan.
menggunakan teknologi geomembran, petani
garam tetap beranggapan bahwa produk garam Rekomendasi Kebijakan
yang dihasilkan menggunakan teknologi
geomembran tersebut memiliki rasa pahit Model social learning yang telah
yang penyebabnya berasal dari bahan plastik diimplementasikan untuk menjalankan setiap
geomembran. program memiliki strategi yang berbeda. Untuk
itu pemerintah sebagai pembuat kebijakan
Kedua, kondisi ekonomi petani penggarap sebaiknya mempertimbangkan setiap strategi yang
yang menengah ke bawah menjadi salah satu alasan membutuhkan model social learning agar tujuan
tidak digunakannya geomembran. Modal awal program dapat tercapai. Dalam penelitian ini ada
yang dibutuhkan untuk pembelian geomembran beberapa rekomendasi diantaranya: pertama,
memberatkan petani meskipun penggunaan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
geomembran untuk beberapa musim panen. petani garam sebaiknya fokus social learning
tidak hanya pada pengetahuan dan keterampilan
Ketiga, belum ada titik temu solusi untuk
tentang cara membuat garam semata namun juga
permasalahan program integrasi lahan di beberapa
pada perubahan pola pikir (mind set). Kebijakan
wilayah kecamatan meskipun di beberapa wilayah
ini akan berdampak positif pada perubahan pola
tersedia lahan yang cukup untuk memenuhi
pikir sehingga petani garam yang semula menolak
persyaratan integrasi lahan. Penyebabnya
teknologi atau informasi baru menjadi terbuka
diantaranya kekhawatiran petani garam terhadap

247
J. Sosek KP Vol. 15 No. 2 Desember 2020: 237-249

terhadap teknologi atau informasi tersebut. Branch, R. M. (2009). Instructional Design: The ADDIE
Kedua, dalam rangka meningkatkan motivasi Approach. New York: Springer Publishing.
untuk meningkatkan kompetensi petani garam, Denzin, Norman K., & Yvonna S. L. (1994). “Introduction:
pemerintah daerah dapat menyelenggarakan Entering the Field of Qualitative Research.”
kompetisi pemilihan petani garam berprestasi Norman K. Denzin and Yvonna S. Lincoln
secara kontinu. Ketiga, menghindari sistem (eds.), Handbook of Qualitative Research, pp.
1-17. Thousand Oaks, California: Sage
penyampaian informasi secara berantai mengingat
Publications Inc.
dampak yang muncul tidak tersampaikannya
program secara keseluruhan bahkan muncul isu Dick, W., & Carey, L. (1996). The systematic design of
instruction (4th ed.). New York: Harper Collins
yang sifatnya negatif terhadap implementasi suatu
College Publisher.
program. Keempat, dalam rangka menyelesaikan
permasalahan integrasi lahan, dilakukan FGD Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan.
(Focus Group Discussion) agar permasalahan (2015). Profil Garam Rakyat. Pamekasan: Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pamekasan.
tiap petani diketahui. Kelima, mengaktifkan peran
dan fungsi kelompok tani bukan hanya terkait Hanik, U. & Mutmainah. (2018). Peran Model Social
peningkatan kompetensi namun juga untuk Learning dalam Meningkatkan Kompetensi
Petani Garam di Kabupaten Pamekasan. Jurnal
peningkatan kesejahteraan melalui pengelolaan
Sosiologi Simulacra,1(2).
bantuan yang terpadu.
Hotimah, K. (2019). Pewaris Budaya Kemiskinan
dalam Kehidupan Petani Garam (Studi pada
UCAPAN TERIMA KASIH Kelompok Petani Garam di Desa Lembung,
Kec. Galis, Kab. Pamekasan, Madura). Thesis
Penulis mengucapkan terima kasih Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
kepada semua pihak yang telah membantu dan Airlangga.
mendukung selama pelaksanaan penelitian ini. Huberman, A. M. & Miles, M.B. (1994). Data Management
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala and Analysis Methods. Norman K. Denzin
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat and Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook of
Universitas Trunojoyo Madura yang telah Qualitative Research, pp. 428-444. Thousand
berkontribusi dalam pembiayaan penelitian ini, Oaks, California: Sage Publications Inc.
Informan penelitian di Kabupaten Pamekasan, dan Idi, A. (2013). Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat,
Pelbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan dan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
penelitian ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2015). Produksi
Garam Indonesia. Dikutip dari https://statistik.
PERNYATAAN KONTRIBUSI PENULIS kkp.go.id (diakses pada 4 Desember 2018).
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2019). Laut
Dengan ini kami menyatakan bahwa kontribusi Masa Depan Bangsa, Mari Jaga Bersama. Siaran
masing-masing penulis terhadap pembuatan karya Pers Nomor SP204/SJ.04/VIII/2019. Dikutip dari
tulis adalah: Umi Hanik sebagai kontributor utama, https://kkp.go.id/artikel/12993 (diakses pada 22
Mutmainah sebagai kontributor anggota. Penulis Oktober 2020)
menyatakan bahwa telah melampirkan surat Kementerian Perindustrian. (2015). Pemerintah akan
pernyataan kontribusi penulis. Tetap Impor Garam. Dikutip dari https://www.
kemenperin.go.id (diakses pada 4 Desember
2018).
DAFTAR PUSTAKA
Koeswara, E. (1988). Agresi Manusia. Bandung: Eresco.
Bandura, A. (1986). Social Foundation of Thought and
Action: A Social Cognitive Theory. Englewood Maslow, A. H. (1994). Motivasi dan Kepribadian: Teori
Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Motivasi dengan Pendekatan Hierarki Kebutuhan
Manusia. Nurul Imam (terj.). Jakarta: Pustaka
Baekhaki, K., Kinseng, R. A. & Soetarto, E. (2018). Binaman Pressindo.
Korporatisasi Garam Rakyat: Dinamika Transisi
Sosial, Ekonomi dan Ekologi Petambak Garam. Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jurnal Sosiologi Pedesaan Sodality, 6(1). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Bouwsma, E. T. (1989). “Kekerasan di Masyarakat Neuman, W. L. (2000). Social Research Methods.


Madura.” Dalam Huub de Jonge (ed.), Agama, Boston: Allyn and Bacon.
Kebudayaan, dan Ekonomi: Studi-studi Inter- Notoatmodjo, S. (1998). Pengembangan Sumber Daya
disipliner tentang Masyarakat Madura, hal. Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
159-180. Jakarta: Rajawali Pers.

248
Analisis Kinerja dan Kebutuhan Petani Garam di Kabupaten Pamekasan Sebagai Dasar Pengembangan ...... (Hanik & Mutmainah)

Permen KP Nomor PER.41/MEN/2011 tentang Pedoman Tim Bestekin. (2019). Pengujian Magnesium Pada
Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Garam. Dikutip dari https://bestekin.com (diakses
Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan pada 2 April 2019).
Tahun 2011 (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 638). Tirto. (2018). Pemeritah Targetkan Integrasi Lahan
Petambak Garam 1.200 Hektare. Dikutip dari
Permen Perin Nomor 88/M-IND/PER/10/2014 tentang http://www.tirto.id (diakses pada 3 November
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian 2018)
Nomor 134/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta
Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Wahyudi, M. (2015). Jurus Ombak dan Angin: Komunikasi
Industri Garam. Politik Si Pencari Ikan. In Surokim (ed.), Madura:
Masyarakat, Budaya, Media dan Politik, hal. 2-16.
Pervin, L. A. (2010). Psikologi Kepribadian: Teori and Malang: Elmatera.
Penelitian. A. K. Anwar (terj.). Jakarta: Kencana.
Yusuf, M. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis dan Gabungan. Jakarta: Kencana.
Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia
Saksono, N. (2002). Studi Pengaruh Pencucian Garam
terhadap Komposisi dan Stabilitas Yodium Garam
Konsumsi. Jurnal Makara, Teknologi, 1(6)
Salim, Z. (2016). Tata Niaga dan ‘Manisnya’ Garam di
Indonesia. In Zamroni Salim & Ernawati Munadi
(Ed.), Info Komoditi Garam, hal. 109-115. Jakarta:
Al Mawardi Prima.
Spencer, L. & Spencer, S. M. (1993). Competence
at Work, Models For Superior Performance.
Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Sugiono. (2017). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syah, M. (2013). Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

249

Anda mungkin juga menyukai