Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi garam merupakan salah satu isu nasional yang menjadi perhatian

pemerintah saat ini. Garam merupakan komoditas strategis yang diperlukan untuk

berbagai hal baik yang digunakan untuk produksi pangan maupun produksi

industri non-pangan. Garam dibedakan menjadi dua, yaitu garam konsumsi dan

garam industri. Kebutuhan garam di Indonesia tiap tahun terus meningkat. Garam

menjadi salah satu komoditas strategis nasional yang kedudukannya tidak kalah

penting jika dibandingkan dengan kebutuhan pokok lainnya, mengingat peran dan

fungsi yang dimilikinya. Selain berfungsi sebagai bahan pangan, garam juga

berfungsi sebagai bahan baku bagi industri dalam negeri Sebagian besar produksi

garam dilakukan secara individual oleh petani garam sehingga produksi garam

mempunyai produktivitas yang rendah dan kualitas garam yang relatif rendah pula

sehingga tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh industri di dalam

negeri (Siagian, 2013)

Pemenuhan kebutuhan garam nasional selama ini dilakukan melalui

produksi sendiri dan impor. Potensi garam dari laut yang besar tidak memberikan

kecukupan kebutuhan garam nasional. Dengan potensi dan daya dukung alam

kelautan tersebut seharusnya Indonesia mampu memproduksi dan memenuhi

kebutuhan garam sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa produksi garam dalam

negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan garam sehingga mengakibatkan

Indonesia masih mengimpor garam (Rismana, 2013).

1
2

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi garam adalah faktor cuaca,

rendahnya produktivitas dan kualitas garam rakyat juga disebabkan oleh tidak

memadainya teknologi, kurangnya sarana dan prasarana serta rendahnya

kemampuan pemasaran dan jalur distribusi yang dikuasai oleh pedagang.

Rendahnya kualitas garam tersebut mengakibatkan rendahnya harga yang diterima

petambak garam, kondisi tersebut jelas mempengaruhi kesejahteraan petambak

garam (Rindayani, 2013)

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2011 lalu hingga

saat ini melaksanakan Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR).

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) sebagai program utama dari

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil merupakan program

pemberdayaan yang difokuskan pada peningkatan produksi dan kualitas produk

garam serta peningkatan kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan

petambak garam (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2012).

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa

Luas lahan petani garam di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara sebesar

0,16 Ha dengan jumlah terakhir di Juni 2020 sebesar 420.981 Ton. Petani garam

yang ada di Kecamatan Dewantara terletak di Gampong Bangka, dimana jumlah

petani garam saat ini sebanyak 16 orang dan terdiri dari 8 tempat pengolahan

garam. Dimana 1 tempat pengolahan garam terdiri dari 2 petani garam.

Permasalahan program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR) di Gampong

Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara tidak berjalan dengan baik

dikarenakan usaha pengolahan garam tidak bisa dikembangkan karena faktor dari
3

kekurangan dana dari pemerintah. Hal ini dikarenakan penyaluran dana bantuan

PUGAR masyarakat tidak semua mengetahui alur mekanisme pemberian dana

bantuan untuk pengembangan usaha petani garam yang khususnya tinggal di

pesisir pantai yang ada di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten

Aceh Utara. Dana sulit dicairkan oleh pemerintah dikarenakan masyarakat

Gampong Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara tidak memiliki

kelompok usaha, kemudian masyarakat belum pernah mengajukan proposal

sebagai syarat untuk menerima bantuan tersebut. Bantuan dana tersebut dibantu

oleh Disperindagkop Kabupaten Aceh Utara, namun apabila sekelompok usaha

tidak mengikuti aturan dalam proses pencairan dana, maka pemerintah tidak

mencairkan dana kepada petani usaha garam. Hal ini disebabkan karena apabila

petani garam tidak memiliki nama usaha dan tidak adanya kejelasan lahan atau

tempat usaha, maka pemerintah tidak memberikan dana kepada petani usaha

garam tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam

Rakyat (PUGAR) di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten

Aceh Utara”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka rumusan masalah yang

diambil dalam penelitian ini adalah:


4

1. Bagaimana evaluasi program pemberdayaan petani garam di Gampong

Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara?

2. Faktor apa yang menjadi penghambat dalam menjalankan program

pemberdayaan petani garam di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara

Kabupaten Aceh Utara?

1.3 Fokus Penelitian

Adapun fokus dalam penelitian ini adalah:

1. Evaluasi program pemberdayaan petani garam di Gampong Bangka

Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

2. Faktor penghambat dalam menjalankan program pemberdayaan petani garam

di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetaui evaluasi program pemberdayaan petani garam di Gampong

Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

2. Untuk mengetaui faktor apa yang menjadi penghambat dalam menjalankan

program pemberdayaan petani garam di Gampong Bangka Kecamatan

Dewantara Kabupaten Aceh Utara

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diambil dalam penelitian adalah hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam memberikan evaluasi


5

program pemberdayaan petani garam serta memberikan pencerahan dan masukan

bagi pihak-pihak terkait dan berwenang.

1.5.2 Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara

Memberikan sumbangan pikiran atau wawasan informasi bagi pemerintah

dalam memberikan evaluasi program pemberdayaan usaha garam rakyat

khususnya di Kabupaten Aceh Utara.

2. Bagi peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan dalam memperluas wawasan khususnya

tentang evaluasi program pemberdayaan usaha garam rakyat dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Bagi universitas

Sebagai tambahan literatur kepustakaan universitas dibidang penelitian tentang

evaluasi program pemberdayaan usaha garam rakyat dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Amanda dan Buchori (2015) melakukan penelitian dengan judul

“Efektivitas Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) Tahun 2014

Terhadap Tingkat Keberdayaan Petani Garam Rakyat Di Kecamatan Kaliori”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program PUGAR 2014

terhadap tingkat keberdayaan petani garam rakyat di Kecamatan Kaliori.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini

adalah petani garam rakyat di Kecamatan Kaliori yang menerima program

PUGAR 2014. Pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan

teknikcluster random sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis

deskriptif, skoring, pembobotan, dan korelasi. Penentuan tingkat efektivitas

program dan tingkat keberdayaan petani garam menggunakan skala likert.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUGAR tahun

2014 di Kecamatan Kaliori dinilai cukup berhasil oleh petani garam rakyat,

sedangkan keberdayaan petani garam rakyat penerima program tersebut dinilai

berdaya. Selanjutnya, hasil analisis korelasi menunjukkan adanya korelasi positif

antara efektivitas dengan tingkat keberdayaanatau mempunyai hubungan searah,

namun cenderung rendah. Melihat hasil tersebut, maka diusulkan agar sebelum

melanjutkan program PUGAR dengan sistem yang baru,pemerintah dapat

memperbaiki hal-hal teknis maupun non-teknis terkait pelaksanaan program,

6
7

supaya tujuan program yaitu peningkatan keberdayaan petani garam rakyat dapat

tercapai.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian

terdahulu melakukan efektivitas program pemberdayaan garam untuk

meningkatkan keberdayaan petani garam, sedangkan penelitian ini melakukan

evaluasi program pemberdayaan usaha garam rakyat yang difokuskan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persamaan dalam penelitian ini

bersama-sama menganalisa mengenai program pemberdayaan usaha garam rakyat

(PUGAR).

Deliarnoor, Buchari dan Felfina (2018) melakukan penelitian dengan judul

“Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat Di Kecamatan Pangenan,

Kabupaten Cirebon Jawa Barat”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

bagaimana evaluasi program pemberdayaan usaha garam rakyat di Kecamatan

Pangenan Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa program PUGAR di Kecamatan Pangenan Kabupaten

Cirebon, meskipun telah dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi hanya

bersifat prosedural dan belum berfungsinya organisasi penunjangnya.

Program ini dinilai belum berhasil karena belum memenuhi kriteria

efektivitas (effectiveness) dalam kerja sama dan koordinasi kelembagaan program

PUGAR serta kelembagaan KUGAR; aspek efisiensi (Efficiency) dari kegiatan

penyaluran BLM, aspek responsivitas (responsiveness). Program PUGAR bukan

berdasarkan kebutuhan publik yaitu petambak di daerah ini, dan apek ketepatan
8

(appropriateness) dari regulasi dalam memberi perlindungan bagi petambak

rakyat dari gagalnya produksi bila terjadi bencana, alih fungsi lahan, impor garam

dsb.

Perbedaan dalam penelitian ini adalah dari aspek-aspek yang dijalankan

dalam proses program pemberdayaan usaha garam rakyat, dimana aspek yang

dijalankan melalui kelembagaan KUGAR, sedangkan penelitian ini melakukan

program pemberdayaan usaha garam rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat khususnya di Gampong Bungkah Kecamatan Dewantara Kabupaten

Aceh Utara. Persamaan dalam penelitian ini adalah bersama-sama mengenai

program pemberdayaan usaha garam rakyat.

2.2 Landasan Teoritis

2.2.1 Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, evaluasi adalah suatu penilaian

yang ditujukan kepada seseorang, sekelompok, atau suatu kegiatan. Sebagai

penilaian, bisa saja ini menjadi netral, positif, negatif atau bahkan gabungan dari

keduanya. Ketika sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi

mengambil kepututsan tentang nilai atau manfaatnya.

Pengertian evaluasi menurut Jones dalam Ekowanti (2012) adalah

“evaluation is an activity wich can contribute greatly to the understanding and

improvement off policy development and implementation” artinya evaluasi adalah

kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian besar nilainya dan dapat pula

membantu penyempurnaan pelaksana kebijakan beserta perkembangannya. Dalam

evaluasi kebijakan publik akan terlihat apakah kebijakan publik ada hasilnya dan
9

dampak yang dihasilkan sudah sesuai dengan diharapkan atau belum, selanjutnya

dapat dijadikan dasar apakah suatu kebijakan layak diteruskan, direvisi atau

dihentikan sama sekali.

Evaluasi adalah suatu upaya mengukur secara objktif terhadap pencapaian

hasil yang telah dirancang dari suatu aktivitas atau program yang telah

dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi

umpan balik bagi aktivitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan

dengan aktivitas yang sama di masa depan (Siagian, 2012).

Menurut Arifin (2013) memaparkan bahwa “evaluasi merupakan suatu

komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui

keefektifan pembelajaran”

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pasal 57 ayat 1 dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian

mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Tyler dalam

Suharsimi (2012) memberikan definisi “evaluasi merupakan sebuah proses

pengumpulan data untuk menemukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian

mana tujuan pendidikan sudah tercapai”. Sedangkan menurut Iriani dan Soeharto

(2015) dalam arti luas evaluasi adalah “suatu proses dalam merencanakan,

memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat

alternatif-alternatif keputusan”.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi

merupakan suatu proses mengukur suatu kegiatan dari awal proses hingga akhir,
10

evaluasi juga dapat diartikan sebagai faktor dalam pengambilan keputusan dalam

menentukan keadaan sekelompok orang atau program.

2.2.2.1 Jenis-Jenis Evaluasi

Evaluasi dapat dikatakan bahwa ditujukan pada pelaku suatu aktivitas

maupun hasil dari aktivitas yang dilakukan. Dengan demikian, akan dihasilkan

data tentang kinerja aktivitas yang memuat proses pelaksanaan hingga perubahan

yang terjadi setelah suatu aktivitas dilaksanakan. Menurut Nugroho (2009)

evaluasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Evaluasi pada tahap perencanaan. Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap

perencanaan dalam rangka mencoba memilih dan menentukan skala prioritas

terhadap berbagai laternatif dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbgai teknik yang

dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut dipertimbangkan dalam

kaitan ini adalah bahwa metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan

pioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan berbeda menurut

hakekat dari permasalahan itu sendiri.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan. Pada tahap ini evaluasi pada tahap

pelaksanaan adalah suatu kegiatan dengan melakukan analisa untuk

menentukan tingkat pelaksanaan dibanging dnegan rencana. Terdapat

perbedaan anatara evaluasi menurut pengertian ini dengan mentoring.

Mentoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan

bahwa program tersebut direncankana untuk dapat mencapai tujuan tersebut.


11

Mentoring melihat apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana

dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan

evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuanya,

apakah tujuan tersebut akan memcahkan masalah yang ingin dipecahkan.

Evaluasi juga mempertimbangkan factor-faktor luar yang mempengaruhi

keberhasilan proyek terebut, baik membantu atau menghambat

3. Evaluasi pada tahap paska pelaksanaan. Hampir sama dengan pengertian pada

tahap pelaksanaan, hanya perbedaan yang dinilai dan dianalisa bukan lagi

tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan rencan, tetap hasil pelaksanaan

dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh

pelaksana kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2.2.2.2 Proses Evaluasi

Secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokan

kedalam tiga jenis (Siagian, 2012) yaitu :

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menerapkan prioritas

tehadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang

telah dicapai sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melaukan analisis tingka kemajuan

pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi apakah

pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ad

perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya

direncanakan.
12

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis

hasil yang diperoleh sesuia dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan.

2.2.2 Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat

2.2.2.1 Pengertian Program

Program memliki dua pengertian, secara umum dan khusus. Pengertian

program secara umum adalah rencana atau rancangan kegiatan yang akan

dilakukan. Pengertian secara khusus adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan

secara berkesinambungan dengan waktu pelaksanaan biasanya membutuhkan

waktu yang panjang. Program juga merupakn kegiatan yang membentuk satu

sistem yang saling terkait satu dengan yang lainya dengan melibatkan lebih dari

satu orang untuk melaksanakannya (Arikunto, 2010)

Menurut Siagian (2012) program merupakan cara tersendiri dan khusus yang

dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program,

maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan.

Oleh karena itu, maka program sebagai unsur utama yang harus ada bagi

berlangsungnya aktivitas yang teratur, karena dalam program telah dirangkum

berbagai aspek seperti :

1. Adanya tujuan yang akan dicapai

2. Adanya berbagai kebjakan yang diambil dalam upaya pencapain tujuan

tersebut.

3. Adanya pinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dijadikan acuan dengan

posedur yang harus dilewati.


13

4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.

5. Adanya startegi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas

Menurut Suti’ah (2011) program merupakan pernyataan yang berisi

kesimpulan dari beberapa harapan atau tujuan yang saling bergantung dan saling

terkait, untuk mencapai suatu sasaran yang sama.Biasanya suatu program

mencakup seluruh kegiatan yang berada di bawah unit administrasi yang sama,

atau sasaran-sasaran yang saling bergantung dan saling melengkapi, yang

semuanya harus dilaksanakan secara bersamaan atau berurutan.

Program sering dikaitkan dengan perencanaan, persiapan, dan desain atau

rancanagan. Desain berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata decine. Berbagai

defenisi tentang desain saling berbeda antara satu dengan yang lainnya misalnya,

dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa desain berartikerangka,

persiapan atau rancangan (Mudasir, 2012).

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa program merupakan

perencanaan yang dapat menentukan keberhasilan serta menjadi bahan analisa

terhadap kebenaran dan kenerja seseorang agar dapat diketahui ketepatan

seseorang dan kelompok dalam bekerja.

2.2.2.2 Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemerkuasaan (empowerment)

berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya ide utama

pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan untuk membuat orang lain


14

melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka

(Soeharto, 2010)

Menurut Aziz dkk (2015) pemberdayaan adalah sebuah konsep yang

fokusnya adalah kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses

memutus (break down) dari hubungan antara subjek dan objek. Proses ini

mementingkan pengakuan subjek akan kemampuan atau daya yang dimiliki objek.

Secara garis besar proses ini melihat pentingnya mengalirkan daya dari subjek ke

objek Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang

semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial yang nantinya

hanya akan dicirikan dengan relasi sosial antar subyek dengan subyek lain.

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang

bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat

bersangkutan. Masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental,

terdidik dan kuat serta inovatif, tentu memiliki keberdayaan tinggi. Keberdayaan

masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat untuk bertahan

(survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai

kemajuan. Keberdayaan masyarakat ini menjadi sumber dari apa yang dalam

wawasan politik pada tingkat nasional disebut ketahanan nasional (Wrihatnolo,

2013)

Sedangkan menurut Khoriddin (2012) pemberdayaan adalah sebuah proses

dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self-reliance

atau kemandirian. Dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat

analisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternatif solusi


15

masalah tersebut, serta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagai kemampuan

yang dimiliki, dan secara aktif untuk memperjuangkan aspirasi dan tuntutan

kebutuhan lingkungan masyarakat yang baik dan sehat.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pemberdayaan ini

mengarahkan manusia agar sadar dengan kemampuan yang dimilikinya dan

memanfaatkan kekuatan yang telah ada menjadi berdaya dan dapat dimanfaatkan

ukntuk aktifitas yang berarti. Pemberdayaan pada jenis ini berkaitan dengan

segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia itu sendiri, dimana

kebutuhan hidup harus dipenuhi oleh yang bersangkutan secara mandiri.

2.2.2.3 Pengertian Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat

Garam merupakan salah satu komoditas pesisir yang potensial dalam sektor

pertanian di Indonesia. Wilayah Indonesia yang sebagian besar merupakan lautan

dengan garis pantainya sepanjang 95.191 kilometer dan memiliki iklim tropis,

sangat mendukung dalam pengembangan komoditas garam. Perkembangan

komoditas garam di Indonesia pada kenyataannya belum mampu menunjukkan

keberhasilan. Hal tersebut ditunjukkan adanya impor garam yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia (Setyaningrum, 2015)

Standar program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat itu sendiri termasuk

dalam Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri KP dan Pedoman Teknis PUGAR

yang mengacu pada landasan hukum dalam pelaksanaan program sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


16

3. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau kecil.

4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2010 tentang

Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan.

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Menurut Jumriati (2019) petani garam rakyat adalah produsen garam yang

skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi musim kemarau saja. Pengelola

pabrik berharap agar petani garam mau meningkatkan kualitas garamnya sehingga

sama dengan kualitas garam impor, sementara petani garam tidak mampu

memenuhi kualitas karena tidak menambah harga jual secara signifikan yang

artinya harga garam yang berlaku di tingkat petani garam tidak memberi insentif

bagi petani garam untuk meningkatkan kualitasnya.

Menurut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (2012)

dikutip Apriliana (2013) kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)

adalah program untuk peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja petani

garam rakyat dan pelaku usaha garam rakyat lainnya dalam mendukung

swasembada garam nasional. Kegiatan PUGAR dalam rangka Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP)

dilaksanakan melalui tahap bottom-up, artinya masyarakat sendiri yang

merencanakan kegiatan, melaksanakan dan melakukan monitoring dan evaluasi

sesuai dengan mekanisme yang ditentukan. Kegiatan PUGAR pada tahun 2011

dilaksanakan di 40 Kabupaten/Kota pada 10 provinsi dengan jumlah penerima


17

Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebanyak 1.728 Kelompok Usaha Garam

Rakyat (KUGAR) yang terdiri dari 16.399 petani garam rakyat yang tersebar di

241 desa pesisir pada 90 kecamatan. Program PUGAR merupakan salah satu

program prioritas pembangunan nasional yaitu sebagai prioritas nasional ke-4

tentang penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan

PUGAR 2012 mendapat perhatian dari Unit Kerja Presiden Bidang Pemantauan,

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UPK-4).

2.2.2.4 Tahap-tahap Pemberdayaan

Terdapat beberapa pengertian dalam memahami tahap-tahap dalam

pemberdayaan masyarakat. Menurut Azis dalam Alfitri (2011:26) memberikan

panduan tahapan pemberdayaan sebagai berikut, pertama, membantu masyarakat

menemukan masalahnya; kedua, melakukan analisis masalah tersebut secara

mandiri; ketiga, menentukan skala prioritas masalah; keempat, mencari solusi atas

masalah; kelima, implementasi penyelesaian masalah; keenam, evaluasi.

Pemberdayaan sebagai suatu perubahan yang terencana, dirinci oleh Lippit

dalam Mardikanto dan Riant (2012:123-124) kedalam tahapan-tahapan sebagai

berikut:

1. Penyadaran. Yakni kegiatan untuk menyadarkan masyarakat tentang

eksistensinya tidak hanya sebagai individu dan anggota masyarakat, namun

juga dalam kapasitas dalam lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi.

2. Menunjukkan adanya masalah. Yaitu menunjukkan masalah terutama

menyangkut kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.


18

3. Membantu pemecahan masalah. Melakukan analisis akar masalah, alternatif

solusi, serta pilihan alternatif paling mungkin.

4. Menunjukkan pentingnya perubahan. Perubahan sebagai sebuah keniscayaan

universal harus diantisipasi secara terencana.

5. Melakukan pengujian dan demonstrasi. Kegiatan ini dilakukan untuk

mengetahui aktifitas pemberdayaan paling bermanfaat yang beresiko terkecil.

6. Memproduksi dan publikasi informasi. Penggunaan teknologi informasi

diperlukan sekali untuk menyesuaikan dengan karakteristik penerima manfaat

penyuluhannya.

7. Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Yaitu pemberian

kesempatan kepada masyarakat lapisan terbawah untuk bersuara menentukan

pilihan-pilihannya.

Menurut Wrihatnolo dan Riant (2012:38-39) beberapa alasan mengapa

usaha pemberdayaan perlu dilakukan adalah Pertama, demokratisasi proses

pembangunan. Konsep pemberdayaan memberikan peluang sebesar-besarnya

kepada lapisan masyarakat paling bawah untuk terlibat dalam pengalokasian

sumber daya pembangunan. Pembangunan digerakkan oleh masyarakat sekaligus

menjadi wahana pembelajaran pencerdasan bagi rakyat untuk mengenali

kebutuhannya sendiri serta melaksanakan dan melestarikan upaya untuk

memenuhi kebutuhannya itu. Penerapan konsep pemberdayaan dengan demikian

memberikan efek positif dalam penyelenggaraan ketatanegaraan secara baik.

Kedua, penguatan peran organisasi kemasyarakatan lokal. Konsep

pemberdayaan melibatkan organisasi kemasyarakatan lokal agar berfungsi dalam


19

pembangunan. Organisasi tersebut diasumsikan paling memahami karakteristik

lokal masyarakat setempat sehingga peranannya harus diorganisir secara

hierarkhis agar informasi tentang situasi terkini dapat dijalin secara multiarah baik

vertikal maupun horizontal. Ketiga, penguatan modal sosial. Penguatan modal

sosial mengandung arti pelembagaan nilai-nilai luhur yang bersifat universal,

yakni, kejujuran, kebersamaan, dan kepedulian. Nilai-nilai itulah yang menjadi

spirit pemberdayaan.

Sedangkan Keempat, penguatan kapasitas birokrasi lokal. Konsep

pemberdayaan memaksa jajaran pemerintah lokal memberikan perhatian lebih

besar kepada rakyat untuk memperoleh dan memenuhi kebutuhan hidupnya,

dalam proses pemberdayaan rakyat pun bertambah cerdas sehingga mampu

memaksa penyelenggara layanan publik untuk belajar memahami dan melayani

rakyat dengan baik. Kemudian Kelima, mempercepat penanggulangan

kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat menuntut pemerintah, dan pihak di luar

pemerintah untuk memberikan pemihakan dan perlindungan terhadap rakyat

miskin sehingga senantiasa teralokasi sumber daya pembangunan untuk rakyat

miskin.

2.2.2.5 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan

Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program

pemberdayaan, yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau

kemandirian, dan berkelanjutan. Menurut Soeharto (2010:54) Adapun lebih

jelasnya adalah sebagai berikut:


20

1. Prinsip Kesetaraan

Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan

masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara

masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan

masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.

Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan

mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian

satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan,

sehingga terjadi proses saling belajar.

2. Partisipasi

Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat

adalah program yang sifatnya partisipastif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi,

dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu

waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen

tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.

3. Keswadayaan atau kemandirian

Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan

masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang

miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai

subjek yang memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki

kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-

kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan

kemauan, serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi.


21

Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan.

Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang,

sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya.

Prinsip “mulailah dari apa yang mereka punya”, menjadi panduan untuk

mengembangkan keberdayaan masyarakat. Sementara bantuan teknis harus secara

terencana mengarah pada peningkatan kapasitas, sehingga pada akhirnya

pengelolaannya dapat dialihkan kepada masyarakat sendiri yang telah mampu

mengorganisir diri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

4. Berkelanjutan

Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun

pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri.

Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan

akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya

sendiri. Selain prinsip tersebut, terdapat beberapa prinsip pemberdayaan menurut

perspektif pekerjaan sosial. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif, karenanya

pekerja sosial dan masyarakat harus bekerja sama sebagai partner. Menurut

Soeharto (2013:39) adapun prinsip tersebut adalah:

1. Proses pekerjaan sosial menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subyek

yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-

kesempatan.

2. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang

dapat mempengaruhi perubahan.


22

3. Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya

pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.

4. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi kasus, harus beragam dan menghargai

keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi

masalah tersebut.

5. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting

bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan

mengendalikan seseorang.

6. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan,

cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.

7. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena

pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan.

8. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan

untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

9. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif dan

permasalahan selalu memiliki beragam solusi.

10. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan

ekonomi secara paralel.

2.2.2.6 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pemberdayaan

Faktor Pendukung pemberdayaan sebagai sebuah proses seringkali diambil

dari tujuan sebuah pemberdayaan yang menunjukkan pada keadaan atau hasil

yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social yaitu: masyarakat miskin yang
23

berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan

memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun social

seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai

mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social, dan mandiri dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Subianto, 2014:40).

Menurut Sumodiningrat (2011:99) faktor keberhasilan program yang

dipakai untuk mengukur pelaksanaan program-program dari sebuah

pemberdayaan adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.

2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk

miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.

3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.

4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan semakin

berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, semakin kuatnya

permodalan kelompok, makin rapih sistem administrasi kelompok, serta

semakin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam

masyarakat.

5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai

oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi

kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

Pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang tidak terlepas dari berbagai

hambatan yang menyertainya. Hambatan yang sering muncul adalah sulitnya


24

untuk mensinergiskan berbagai pemberdayaan itu dalam suatu program yang

terpadu. Dengan memusatkan pada satu dimensi, pengembangan akan

mengabaikan kekayaan dan kompleksitas kehidupan manusia dan pengalaman

masyarakat. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa berbagai tindakan untuk

memberdayakan masyarakat tidak bisa disinergiskan. Pengertian terpadu tidak

berarti semua jenis kegiatan pemberdayaan dilakukan secara serentak.

Pengembangan masyarakat secara terpadu dapat digambarkan sebagai serangkaian

kegiatan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematis dan saling melengkapi.

Pemberdayaan bukanlah program yang dapat dilaksanakan dalam jangka waktu

singkat atau bersifat temporer. Pemberdayaan harus dilaksanakan secara

berkesinambungan dengan terus mengembangkan jenis-jenis kegiatan yang paling

tepat untuk komunitas (Sumodiningrat, 2011:105)

Meskipun program pemberdayaan banyak mengemukakan kelemahan-

kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan program dan ketidakberhasilan

kelompok sasaran untuk mencapai tujuan namun harus diakui juga bahwa ada

banyak program pemberdayaan yang berhasil dan mencapai tujuan yang

ditetapkan. Kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberdayaan dapat

berasal dari kepribadian individu dalam komunitas dan bisa juga berasal dari

sistem sosial. Menurut Subianto (2014:188) faktor-faktor yang mampu

mempengaruhi pemberdayaan masyarakat adalah:

1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar


Masyarakat yang kurang melakukan hubungan dengan masyarakat luar dapat
menyebabkab kurangnya memnadapat informasi tentang perkembangan
dunia. Hal ini mengakibatkan masyarakat tersebut terasing dan tetap
terkurung dalam pola-pola pemikiran yang sempit dan lama. Selain itu
25

mereka cenderung tetap mempertahankan tradisi yang tidak mendorong


kearah kemajuan.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan Tekhnologi yang terlambat
Jika suatu masyarakat kurang melakukan hubungan dengan masyarakat luar,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pada masyarakat tersebut
menjadi lambat. Hal ini disebabkan mereka kurang atau belum menerima
informasi tentang kemajuan masyarakat lain. Disamping itu penjajahan juga
dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan IPTEK pada suatu
masyarakat
3. Sikap masyarakat yang tradisional
Masyarakat yang masih mempertahankan tradisi dan menganggap tradisi tak
dapat diubah secara mutlak, dapat mengakibatkan terhambatnya perubahan
sosial dalam masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan masyarakat tak bersedia
menerima inovasi dari luar. Padahal, inovasi tersebut merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan yang diharapkan dalam
suatu masyarakat.
4. Prasangka terhadap Hal-hal yang baru atau asing
Rasa curiga terhadap hal-hal baru yang datang dari luar dapat menghambat
terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. Sikap ini bisa dijumpai dalam
masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa-bangsa barat. Mereka tak bisa
melupakan pengalaman-pengalaman pahit selama masa penjajahan.
Akibatnya, semua unsur-unsur baru yang berasal dari bangsa barat selalu
dicurigai dan sulit mereka terima.
5. Adat atau kebiasaan
Adat dan kebiasaan juga dapat menghambat terjadinya perubahan dalam
masyarakat. Unsur-unsur baru dianggap oleh sebagian masyarakat dapat
merusak adat atau kebiasaan yang telah mereka anut sejak lama. Mereka
khawatir adat atau kebiasaan yang dianut menjadi punah jika mereka
menerima unsur-unsur baru bahkan dapat merusak tatanan atau kelembagaan
sosial yang meraka bangun dalam masyarakatnya.
6. Ketergantungan (depedence).
Ketergantungan suatu komunitas terhadap orang lain (misalnya terhadap
pendamping sosial) menyebabkan proses “pemandirian” masyarakat
membutuhkan waktu yang cenderung lebih lama.
7. Superego
Superego yang terlalu kuat dalam diri seseorang cenderung membuat ia tidak
mau atau sulit menerima perubahan atau pembaharuan. Dorongan superego
yang berlebihan dapat menimbulkan kepatuhan yang berlebihan pula.
8. Rasa tidak percaya diri (self distrust)
Rasa tidak percaya diri membuat seseorang tidak yakin dengan
kemampuannya sehingga sulit untuk menggali dan memunculkan potensi
yang ada pada dirinya. Hal ini membuat orang menjadi sulit berkembang
karena ia sendiri tidak mau berkembang sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
26

9. Rasa tidak aman dan regresi (insecurity and regression)


Keberhasilan dan “masa-masa kejayaan” yang pernah dialami seseorang
cenderung menyebabkan ia larut dalam “kenangan” terhadap keberhasilan
tersebut dan tidak berani atau tidak mau melakukan perubahan. Contoh
regresi ini adalah : seseorang yang tidak mau mengubah pola pertaniannya
karena ia pernah mengalami masa-masa panen yang melimpah di waktu yang
lalu. Rasa tidak aman berkaitan dengan keengganan seseorang untuk
melakukan tindakan perubahan atau pembaharuan karena ia hidup dalam
suatu kondisi yang dirasakan tidak membahayakan dan berlangsung dalam
waktu cukup. Contoh rasa tidak aman ini antara lain : seseorang tidak berani
mengemukakan pendapatnya karena takut salah, takut malu dan takut
dimarahi oleh pimpinan yang mungkin juga menimbulkan konsekuensi ia
akan diberhentikan dari pekerjaannya.
10. Kesepakatan terhadap norma tertentu (conforming to norms)
Norma berkaitan erat dengan kebiasaan dalam suatu komunitas. Norma
merupakan aturan-aturan yang tidak tertulis namun mengikat anggota-
anggota komunitas. Di satu sisi, norma dapat mendukung upaya perubahan
tetapi di sisi lain norma dapat menjadi penghambat untuk melakukan
pembaharuan.
11. Kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya (systemic and cultural coherence)
Perubahan yang dilakukan pada suatu area akan dapat mempengaruhi area
yang lain karena dalam suatu komunitas tidak berlaku hanya satu sistem
tetapi berbagai sistem yang saling terkait, menyatu dan terpadu sehingga
memungkinkan masyarakat itu hidup dalam keadaan mantap. Sebagai contoh,
perubahan sistem mata pencaharian dari ladang berpindah menjadi lahan
pertanian tetap akan menimbulkan perubahan pada kebiasaan yang lain
seperti pola pengasuhan anak, pola konsumsi dan sebagainya.
12. Kelompok kepentingan.
Kelompok kepentingan dapat menjadi salah satu penghambat dalam upaya
pemberdayaan masyarakat. Misalnya, upaya pemberdayaan petani di suatu
desa tidak dapat dilaksanakan karena ada kelompok kepentingan tertentu
yang bermaksud membeli lahan pertanian untuk mendirikan perusahan tekstil.
Kelompok kepentingan ini akan berupaya lebih dulu agar lahan pertanian
tersebut jatuh ke tangan mereka.
13. Hal yang bersifat sakral (the sacrosanct). 
Beberapa kegiatan tertentu lebih mudah berubah dibandingkan beberapa
kegiatan lain, terutama bila kegiatan tersebut tidak berbenturan dengan nilai-
nilai yang dianggap sakral oleh komunitas. Sebagai contoh : di banyak
wilayah, dukungan terhadap perempuan yang mencalonkan diri sebagai
pemimpin dirasakan masih sangat kurang karena masyarakat umumnya masih
menganggap bahwa pemimpin adalah laki-laki sebagaimana yang diajarkan
oleh agama atau sesuai dengan sistem patriaki.
14. Penolakan terhadap orang luar.
Anggota-anggota komunitas mempunyai sifat yang universal dimiliki oleh
manusia. Salah satunya adalah rasa curiga dan “terganggu” terhadap orang
asing. Pekerja sosial atau pendamping sosial yang akan memfasilitasi
27

program pemberdayaan tentu akan mengalami kendala dan membutuhkan


waktu yang cukup lama sebelum ia dapat diterima dalam suatu komunitas. Di
samping itu, rasa curiga dan terganggu ini menyebabkan komunitas enggan
untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh
“orang asing” yang memfasilitasi program pemberdayaan di daerah mereka.
15. Kritik terhadap pemberian bantuan 
Modal fisik terdiri dari dua kelompok, yaitu bangunan dan infrastruktur.
Bangunan dapat berupa rumah, gedung perkantoran, toko dan lain-lain.
Sedangkan infrastruktur dapat berupa jalan raya, jembatan, jaringan listrik
dan telepon dan sebagainya. Modal fisik selalu terkait erat dengan modal
manusia. Modal fisik tidak dapat digunakan apabila tidak ada modal manusia
yang menggerakkan atau memanfaatkan atau melaksanakan kegiatan di
dalamnya. Oleh karena itu, modal fisik sering disebut sebagai pintu masuk
(entry point) untuk melakukan perubahan atau pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor

pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakat

diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan mampu mensejahterakan

masyarakat yang ada disekitarnya.

2.2.2.7 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Menurut Bashit (2012:29) pemberdayaan ekonomi masyarakat

membutuhkan partisipasi aktif dan kreatif. Menurutnya partisipasi aktif dan

kreatif dinyatakan sebagai partisipasi yang mengacu pada sebuah proses aktif

yang dengannya kelompok sasaran bisa mempengaruhi arah dan pelaksanaan

proyek pembangunan ketimbang hanya semata-mata menerima pembagian proyek

keuntungan.

Konsep pemberdayaan ekonomi telah dicoba diterapkan melalui

pelaksanaan program nasional penanggulangan kemiskinan berdasarkan impress

No. 5 Tahun 1993 yang kemudian dikenal sebagai program IDT. Semua usaha
28

diarahkan pada kemakmuran. Makmur dalam arti materi yaitu dapat tercukupi

segala kebutuhan manusia dan adanya keseimbangan kebutuhan dengan pemuas

kebutuhan banyaknya penyebab perbedaan tingkat kemakmuran suatu negara atau

masyarakat.

Dengan demikian, menurut pengertian dari pemberdayaan ekonomi

masyarakat adalah suatu upaya untuk membangun daya masyarakat dalam

pereknomian khususnya dengan mendorong, memotivasi, dan menggali potensi

yang dimiliki sehingga kondisi akan berubah dari yang tidak berdaya menjadi

berdaya dengan perwujudan tindakan yang nyata untuk meningkatkan harkat dan

martabat dari sisi ekonomi dan melepaskan diri dari kemiskinan dan

keterbelakangan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pendahuluan dan latar belakang yang telah dibahas

sebelumnya, maka diketahui bahwa adanya permasalahan yang dihadapi oleh

petani garam yang ada di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten

Aceh Utara, dimana permasalahan yang terjadi saat ini diketahui bahwa usaha

petani garam di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara tidak berjalan dengan

baik, hal ini dikarenakan masyarakat Gampong Bangka Kecamatan Dewantara

Kabupaten Aceh Utara tidak memiliki kelompok usaha dan nama usaha petani

garam yang jelas, kemudian belum pernah mengajukan proposal bantuan dana

untuk pengembangan usaha pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR),


29

sehingga pemerintah sulit mencairkan dana untuk petani garam yang ada di

Gampong Bangka Kabupaten Aceh Utara.

Diperlukan evaluasi dalam menjalankan program Pemberdayaan Usaha

Garam Rakyat (PUGAR) melalui tahap-tahap dari evaluasi itu sendiri, seperti

yang disebutkan oleh Siagian (2012) bahwa tahap-tahap evaluasi terdiri dari tahap

penilaian atas perencanaa, penilaian atas pelaksanaan dan penilaian atas aktivitas.

Dengan adanya tahap-tahap evaluasi tersebut, maka diharapkan program

Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) bisa berjalan dengan baik dan

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani garam di Gampong

Bungkah Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Sehingga kerangka

konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


30

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Evaluasi Program Pemberdayaan Petani Garam
di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara
Kabupaten Aceh Utara

Permasalahan Sasaran
Permasalahan yang terjadi saat ini bagi petani Masyarakat Gampong Bangka
garam yang ada di Gampong Kecamatan Kecamatan Dewantara Kabupaten
Dewantara Kabupaten Aceh Utara bahwa usaha Aceh Utara
petani garam di wilayah pesisir pantai
Kabupaten Aceh Utara tidak berjalan dengan
baik, hal ini dikarenakan masyarakat Gampong
Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Informan
Aceh Utara tidak memiliki kelompok usaha dan 1. Kepala Disperindagkop Kab. Aceh
nama usaha petani garam yang jelas, kemudian Utara
belum pernah mengajukan proposal bantuan 2. Petugas Disperindagkop Kab.
dana untuk pengembangan usaha Aceh Utara
pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR), 3. Geuchik Gampong Bangka Kab.
sehingga pemerintah sulit mencairkan dana Aceh Utara
untuk petani garam yang ada di Gamnpong 4. Petani Usaha Garam Gampong
Bangka Kabupaten Aceh Utara. Bangka Kab. Aceh Utara
5. Masyarakat Gampong Bangka
Kab. Aceh Utara

Tahap-Tahap Pemberdayaan
Masyarakat

Menurut Siagian (2012) proses


evaluasi PUGAR dilakukan dalam
Mengembangkan usaha petani garam beberapa tahap, yaitu:
melalui pemberdayaan Program Usaha 1. Penilaian atas perencanaan
Garam Rakyat dengan tujuan agar 2. Penilaian atas pelaksanaan
3. Penilaian atas aktivitas
perekonomian masyarakat semakin
membaik dan berkembang.

Sumber : Interprestasi Peneliti, 2020


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di Disperindagkop Kabupaten Aceh Utara

dan yang menjadi objek penelitian yaitu “Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha

Garam Rakyat di Gampong Bangka Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh

Utara”. Alasan penulis mengadakan penelitian ini dengan berbagai alasan yang

terjadi dimana pemberdayaan usaha garam di Kabupaten Aceh Utara tidak

berjalan dengan baik yang diakibatkan karena terbatasnya dana yang diberikan

oleh pemerintah terhadap petani garam khususnya di Kabupaten Aceh Utara,

sehingga masyarakat yang khususnya tinggal di pesisir pantai tidak bisa

mengembangkan usahanya keluar daerah.

3.2 Pendekatan Penelitian

Adapun metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Moleong (2005:3) penelitian kualitatif

merupakan suatu pendekatan yang berusaha menafsirkan makna suatu peristiwa

sebagai interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu. Penelitian ini

bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang

diselidiki dengan menuliskan keadaan subjek dan obyek penelitian pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Alasannya pemilihan pendekatan penelitian kualitatif bersifat deskriptif

karena melalui pendekatan kualitatif tersebut dapat melakukan pemecahan

31
32

masalah yang diselidiki secara mendalam (participant observation) dengan

melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Pelaksanaan metode penelitian

kualitatif yang bersifat deskriptif tidak hanya terbatas sampai pada pengumpulan

dan penyusunan data, tetapi sangat komplek dan luas yang meliputi analisis dan

interpretasi tentang data tersebut. Selain itu semua data/informasi yang

dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Adapun

maksud penggunaan pendekatan kualitatif adalah untuk memperoleh gambaran

yang lebih lengkap dan mendalam tentang obyek penelitian.

3.3 Informan Penelitian

Menurut Moleong (2005:132) informan adalah “orang yang dimanfaatkan

untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang

penelitian”. Adapun informan yang diwawancarai sesuai dengan judul informasi

yang diperlukan antara lain :

Tabel 3.1
Daftar Informan

Teknik Penentuan
No Nama Informan Informasi
Purposive Snowball
1. Kepala Disperindagkop Kabupaten Aceh
Utara √
2. Petugas Disperindagkop Kabupaten Aceh
Utara √
Petani Usaha Garam Gampong Bangka
3. Kec. Dewantara Kab. Aceh Utara √
4. Geuchik Gampong Bangka Kec. √
Dewantara Kab. Aceh Utara
5. Masyarakat Gampong Bangka Kec. √
Dewantara Kab. Aceh Utara
33

Informan yang telah ditetapkan diatas akan ditentukan menggunakan teknik

purposive yaitu teknik pengambilan sumber data denbgan data dengan

pertimbangan tertentu, memilih orang yang dianggap paham terhadap masalah

yang akan diteliti. Peneliti juga menggunakan teknik accidental, yaitu

ketidaksengajaan, ketidaksengajaan terjadi karena berbagai faktor, seperti

kemudahan dan situasi yang terjadi pada saat itu.

3.4 Sumber Data

Sumber data utama dalam kualitatif adalah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong,

2005:112). Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini adalah :

1. Sumber data primer

Sumber data primer adalah merupakan sumber utama yang diperoleh melalui

kata-kata (wawancara) dan tindakan dari sumber pengamatan (melihat,

mendengar dan bertanya) yang dilakukan secara sadar, terarah, dan bertujuan

untuk memperoleh suatu informasi yang diperlukan (Moleong, 2005:157).

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data tambahan yang diperoleh peneliti

melalui sumber tertulis dan dokumentasi mendukung berhasilnya berhasilnya

sebuah penelitian (Moleong, 2005:159). Data sekunder dalam penelitian ini

penulis peroleh dengan cara mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam

penelitian ini dan mendeskripsikannya agar dapat menemui jawaban yang

diinginkan.
34

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis

adalah sebagai berikut yang dikatakan menurut Moleong (2005:174):

1. Observasi yang dilakukan secara nonpartisipan yaitu peneloiti tidak terlibat dan

hanya sebagai pengamat independen, dimana peneliti hanya mengamati

kendala yang dihadapi masyarakat Kabupaten Aceh Utara dalam menjalankan

evaluasi program pemberdayaan petani garam. Kemudian mencatat bagaimana

yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya, mengamati sendiri ketempat orang

yang akan di amati.

2. Interview (wawancara) yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

tidak terstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun sistematis dan lengkap

untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanya seperti dalam

menjalankan program pemberdayaan petani garam di Kabupaten Aceh Utara.

3. Dokumentasi yaitu penghimpunan atas data-data sekunder untuk mendapatkan

data yang mendukung penelitian ini, seperti peraturan perundang-undangan,

bahan-bahan yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan dan internet.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisa data merupakan teknik yang sangat penting dalam suatu penelitian

data yang dianalisis secara kualitatif, serta kutipan dari hasil wawancara

ditampilkan untuk mendukung analisis. Analisa data yang digunakan dalam


35

memecahkan masalah yang timbul dari penelitian sejak awal sampai selesainya

pengumpulan data. Proses penelitian dengan menggunakan model analisis

interaktif yang menurut Moleong (2005:5), melalui tiga tahapan pengumpulan

data, adalah :

1. Reduksi Data. Data yang diperoleh dari lapangan kemudian direduksi,

dirangkum dan kemudian dipilah-pilah menurut kepentingan (pokok)

difokuskan untuk dipilih yang terpenting. Reduksi data dilakukan terus

menerus selama proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data

dipilah kemudian disederhanakan. Data yang tidak diperlukan disortir agar

memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian serta untuk menarik

kesimpulan sementara.

2. Penyajian Data. Penyajian data dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi

peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian

tertentu dari data penelitian. Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah untuk

disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan katagori yang sejenis

untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk

kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.

Penulis melanjutkan dengan perbandingan data-data lapangan dengan data

lainnya untuk mendapatkan sebuah konsep yang jelas dalam membuat sebuah

pembahasan.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi. Pada penelitian kualitatif, verifikasi

data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan.

Sejak pertama memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data,


36

peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang

dikumpulkan. Penulis perlu melakukan verifikasi ulang terhadap kesimpulan

awal, selanjutnya akan melahirkan sebuah kesimpulan baru yang benar-benar

sesuai dengan fokus penelitian”.

3.7 Jadwal Penelitian

Untuk mendukung kegiatan penelitian ini, penulis melakukan tahapan-

tahapan dalam proses untuk pengembangan suatu penelitian yang berdasarkan

data-data yang telah disebutkan diatas. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan/Tahun 2021
Tahap Uraian Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
I Persiapan Penelitian
Pengumpulan Data Sekunder
II Pembuatan Proposal
Seminar Proposal
Penelitian Lapangan
III Pengolahan Data
Menganalisa Data
Penulisan Laporan
IV Sidang
Penggandaan
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2021

Anda mungkin juga menyukai