Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

Disusun oleh
Kelompok 3
Nama anggota :
1. Silvia chandra murniasi
2. Sifah fauziah
3. Melliana
4. Gesti mediana
Jus juansyah

Guru pembimbing

SMK KESEHATAN WAHANA MEDICA METRO


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
BAB II
LANDASAN TEORI

1.      Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

2.      Etiologi
1.      Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2.      Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3.      Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
 Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
 Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
 Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.

3.      Patofisiologi
            Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000:
346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
            Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)

4.      Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari
reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

5.      Klasifikasi
a.       Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar
b.      Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c.       Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang
6.      Manifestasi Klinis
a.       Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.      Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
c.       Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d.      Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e.       Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.

7.      Pemeriksaan Penunjang


Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

8.      Komplikasi
a.       Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b.      Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal
c.       Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d.      Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e.       Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f.       Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
g.      Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h.      Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat
i.        Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j.        Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.

9.      Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
                                                              i.      Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
                                                            ii.      Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
                                                          iii.      Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan
gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
                                                          iv.      Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b.      Penatalaksanaan pembedahan.
                                                              i.      Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
                                                            ii.      Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR

A.    Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB.  Data diperoleh
dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.

1. Identitas Pasien

Nama                   :   Tn. H

Umur                   :   49 tahun

Jenis kelamin       :   Laki-laki

Pekerjaan             :   Swasta

Pendidikan          :   SD

Alamat                :   Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan

Agama                 :   Katholik

Tanggal masuk    :   22 April 2008

No. RM               :   147689

Diagnosa Medis  :   Fraktur tibia 1/3 proksimal dextra

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama                                   :   Ny. I

Umur                                   :   49 tahun

Pekerjaan                             :   Ibu rumah tangga

Pendidikan                          :   SD
Alamat                                :   Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan

Hubungan dengan pasien    :   Istri pasien

3. Keluhan Utama

Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah

4. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan
mengalami nyeri berat, skala nyeri 6.  Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB.  Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah
kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan. 
Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan
tungkai kanannya sebagai tumpuan.  Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang.  Saat jatuh
pasien tidak pingsan.  Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak
diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi perban.  Pasien dirawat di RS
Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00 WIB.  Di IGD pasien
mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri kemudian
pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka.  Keesokan harinya pasien
dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi).  Sekarang
pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai
kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak
bergerak.  Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra
Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus.  Selain itu pasien juga mendapatkan
terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
 Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS.  Bila sakit pasien langsung
dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya.  Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum
pernah dioperasi.  Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi. 
Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar
GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP
(Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan. 
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang diderita
suaminya.  Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti
DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis.  Pasien juga
mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan
maupun makanan.

5. Pola Kehidupan Sehari-hari

 Pola persepsi kesehatan

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan
masalah kesehatan.  Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.

Selama sakit        :   Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi
keluarga akan merawat Tn. H dengan baik.  Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan
lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.

 Pola Nutrisi

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan biasanya makan 3x/  hari dengan menu nasi, sayur
(bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging).  Porsi 1 piring habis.
Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan
opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan
teh.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan
RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½
porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak.  Setiap sebelum makan
pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC
(SubCutan).  Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc.  Diit dari RS yaitu
RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).

 Pola Eliminasi

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat
pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada
lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1
kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan
tidak ada lendir/ darah.  Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih,
kekuningan dan bau khas.  Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.

 Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00
WIB, tidurnya tidak ada gangguan.  Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur
siang.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan tidur setelah minum obat.  Selama di RS Ortopedi
pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun.  Pasien tidur
malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul
12.00–14.00 WIB.  Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
 Pola Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam
06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien
hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.  Pasien
tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang
malam.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit.  Pasien mengatakan
aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I).  Untuk
makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot.  Pasien dibantu keluarga
karena tidak bisa bergerak.  Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum PP
Mandi
P
Toilet
Berpakaian
 
Mobilitas ditempat tidur
Berpindah ambulasi (ROM)

Keterangan :

0      :   Mandiri

1      :   Dibantu dengan alat

2      :   Dibantu orang lain/keluarga/perawat

3      :   Dibantu orang lain dan alat

4      :   Tergantung sepenuhnya


 Pola Kognitif

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak  segera
diatasi.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah
tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang
merawatnya.

 Pola Konsep Diri

1)      Gambaran diri   :   Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.

2)      Harga diri          :   Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.

3)      Peran                 : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan
pencari nafkah.  Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang
sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.

4)      Identitas            : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur
49 tahun dan beragama Katholik.

5)      Ideal diri           :   Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas
seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.

 Pola Hubungan Pasien

Sebelum sakit      : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak
ada masalah.

Selama sakit        : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan
dengan pasien lain baik.  Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
 Pola Seksual dan Reproduksi

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya.  Pasien
mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya.  Pasien
mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan
istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.

 Pola Koping dan Toleransi Peran

Sebelum sakit      :   Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien
mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya
serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.

 Pola Nilai dan Kepercayaan

Sebelum sakit      :   Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu
sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.

Selama sakit        :   Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya
sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.

6. Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2008 jam 09.00 WIB

1. Keadaan umum     : Sedang


2. Kesadaran             : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital  :

1)      TD (Tekanan Darah)   : 130/90 mmHg

2)      N (Nadi)                      : 80 x/ menit

3)      S (Suhu)                      : 367 oC


4)      RR (Respirasi)             : 24 x/ menit

GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6

1. Kepala           :   Mesochepal, tidak terdapat lesi.


2. Rambut         :   Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban,
rambut pendek, tidak berketombe, rambut bersih.
3. Mata              :   Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
4. Telinga          :   Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak
terdapat serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
5. Hidung          :   Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan
penciuman, tidak ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan,
tidak terpasang O2.
6. Mulut            :   Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada
stomatitis, tidak memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir
lembab.
7. Wajah            :   Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah
mengering, kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8. Leher             :   Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada
nyeri tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
9. Dada             :

7. Pemeriksaan Fisik

1)      Jantung      :

a)  Inspeksi           : IC (Ictus Cordis) tidak nampak

b)  Palpasi             : IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat

c)  Perkusi            : Pekak, batas jantung kesan tidak melebar

d) Auskultasi       : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif,


tidak ada suara tambahan.
2)      Paru-paru     :

a)  Inspeksi           : Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik

b)  Palpasi             : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan
kiri sama.

c)  Perkusi            : Bunyi paru resonan

d) Auskultasi       : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.

3)Abdomen      :

a)      Inspeksi               : Tidak ada asites, tidak ada  nodul, bentuk simetris, kontur
kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.

b)     Auskultasi           :   Bising usus 16 x/ menit

c)      Perkusi                 :  Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan,
suara tympani.

d)     Palpasi                 :   Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

4) Genetalia       :   Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter.  Untuk BAB
dan BAK dengan pispot.

5) Ekstremitas   :   5              5

2              5

    Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka
pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.

   Ekstremitas bawah      :
a)      Kanan    : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan
terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-
jari  kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.

P (Paliatif)     :   tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak

Q (Quality)    :   nyeri seperti tertusuk-tusuk

R (Regio)       :   tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang
tibia).

S (Scale)        :   skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.

T (Time)        :   terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.

b)      Kiri        : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal,
tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering
dan warna merah.

6) Kulit              :   Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang
keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF     tampak
adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008

1. Pemeriksaan penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal


LED 6 Mm 0-10
Hb
14,9 gr/dl 13-16
Leukosit
Trombosit
17.300 /mm3 5.000-10.000
HCT
Masa perdarahan 266.000 /mm3 200.000-500.000
Masa pembekuan
44 Vol % 40-48
Hitung jenis
:Eosinofil
Basofil
2 Menit 1-3
10. Batang
11. Segmen
4 Menit 2-6
12. Limfosit
13. Monosit 1 % 1-3
14. Protein total
– % 0-3
15. Albumin
16. Globulin
– % 2-6
17. SGOT
18. SGPT 67 % 50-70
19. Alkali fosfat
20. Ureum 28 % 20-40

21. Kreatinin
4 % 2-8
22. GDS
23. Uric acid 6,6 gr/dl 6-8
24. Cholesterol acid
25. Trigliserid 3,6 gr/dl 3,5-5,5

26. HBSAg
3 gr/dl 1,3-3,3
27. Golongan darah : O
14 U/L < 37

17 U/L < 42

246 U/L 60-300

47 mg/dl 10-50

1,0 mg/dl 0,6-1,1

198 mg/dl 70-100

2,4 mg/dl 3,4-7

173 £ 220
290 £ 150

Negatif Negatif

1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29
April 2008

GDP          : 146 mg/dl

GDS          : 189 mg/dl

2. Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2008

Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.

3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).

2. Terapi tanggal 30 April 2008

1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.
5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
8. Ambulasi dengan menggunakan walker
9. Perawatan luka
10. Fisioterapi
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :
 Asam mefenamat 3×1 tablet
 Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
 Ciprofloxacin 2×1 tablet
 Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008

1. Analisa Data

Nama Klien : Tn. H

Ruang/RS  : Cempaka/RSO Prof. Dr. R Soeharso

Tgl/Jam Data fokus Problem Etiologi TTD


1-05-08 DS :Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut Agen-agen yang Jurith
luka post operasi hari kedua pada menyebabkan cidera a
08.00
tungkai kakinya sebelah kanan, fisik, luka insisi post
WIB  
skala nyeri: 6 operasi. 

DO :

1. P : Tungkai sebelah kanan nyeri


jika untuk bergerak

2. Q  :  Nyeri seperti tertusuk-tusuk

3. R : Tungkai sebelah kanan


menempel lutut (sebelah 1/3
proksimal tepatnya pada tulang
tibia)

4. S    :    Skala nyeri: 6

5. T : Nyeri terus menerus


berhenti saat posisi enak dan tidak
bergerak

6. Pasien tampak menahan sakit

7. Ekspresi wajah pasien tampak


tegang

8. TTV : TD  : 130/ 90 mmHg

N   : 80 x/ menit

S    : 367 oC

RR : 24 x/ menit

9. Pasien tampak takut


menggerakkan kakinya sebelah
kanan
1-05-08 DS :1. Pasien mengatakan takut Hambatan Kerusakan Jurith
untuk bergerak dan nyeri pada mobilitas neuromuskuler dan a
08.00
tungkai kakinya sebelah kanan jika fisik muskuloskeletal, nyeri
WIB
untuk bergerak post operasi

Pasien mengatakan kaki


kanan tidak bisa digerakkan dan
nyeri jika untuk bergerak

DO  :

1. Pasien tampak bedrest, posisi


elevasi tungkai

2. Tampak balutan post operasi hari


kedua

Pasien tampak lemah


Pasien tampak takut
bergerak
Dalam aktivitasnya pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat
Pasien tampak membatasi
gerakan
Tampak pada tungkai dan
kaki sebelah kanan bengkak

1-05-08 DS :Pasien mengatakan ini hari Risiko Luka insisi bedah, Jurith
kedua post operasi infeksi prosedur invasif, a
08.00
kehancuran jaringan
WIB DO :

1. Tampak pada tungkai kanan 1/3


proksimal terpasang balutan luka
post operasi, balutan kering, tidak
tambas

2. Pasien tidak terpasang drain di


tungkai kaki kanannya

3. Leukosit : 17.300/ mm3

4. GDP : 146 mg/dl, GDS : 189


mg/  dl

5. Hasil rontgen didapatkan


gambaran tibia 1/3 proksimal post
platting dengan 5 sekrup dan
pinning os fibula 1/3 proksimal 4
sekrup
1-05-08 DS :Pasien mengatakan terdapat Kerusakan Bedah perbaikan dan Jurith
luka bekas operasi pada tungkainya integritas imobilisasi a
08.00
kulit
WIB DO :

1. Tampak adalanya luka post


ORIF pada tungkai kaki kanan, 10
jahitan

2. Daerah luka post ORIF tampak


kemerahan dan bengkak

Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
4. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.

Intervensi

Nama Klien : Tn. H

Ruang/RS  : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Tanggal/Ja No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


m Dx Hasil
1 Mei ‘08 1 Setelah dilakukan Ajarkan dan dorong Untuk mengetahui
tindakan keperawatan untuk manajemen stress perkembangan kesehatan klien
08.00 WIB
selama 3×24 jam (relaksasi, nafas dalam, Mengurangi nyeri dan
diharapkan nyeri imajinasi, sentuhan terapeutik). pergerakan.
berkurang atau hilang Monitor TTV dan Nyeri dan spasme
dengan kriteria hasil: observasi KU pasien dan dikontrol dengan imobilisasi.
keluhan pasien. Program pengobatan un
Skala nyeri 2-3.
Atur posisi yang aman menurunkan nyeri.
Ekspresi wajah
dan nyaman.
santai dan tenang
Pertahankan imobilisasi
TTV dalam
pada bagian yang sakit.
batas normal. Kolaborasi dengan
Pasien tampak dokter dalam pemberian
rileks. analgetik.
Kaji tingkat Mengetahui
nyeri dengan standar tindakan keperawatan yang
PQRST. diberikan sesuai dengan
tingkatan nyeri.
Memfokuskan
kembali perhatian koping
terhadap stress sehingga dapat
menurunkan nyeri.

1 Mei ‘08 2 Setelah dilakukan  (Range Of Motion) pasif dan Posisi elevasi mengura
tindakan keperawatan aktif. edema.
08.00 WIB
selama 3×24 jam Meningkatkan kekuatan
Bantu dan dorong pasien
diharapkan masalah otot.
untuk melakukan aktivitas
hambatan mobilitas
perawatan secara bertahap. Meningkatkan kekuatan
fisik dapat teratasi
Beri bantuan dalam otot.
dengan kriteria hasil:
menggunakan alat gerak.
Mobilisasi menurunkan
Kemampuan Kolaborasi dengan ahli
komplikasi.
mobilitas pasien fisioterapi untuk melatih pasien.
Melatih otot dan sendi-
meningkat. Meminimalkan
sendi agar tidak mengalami
Pasien menjadi nyeri dan mencegah salah
kontraktur dan komplikasi.
tidak takut untuk posisi.
bergerak.
Pasien mampu
beraktivitas secara
bertahap.
Pasien mampu
menggunakan alat
bantu gerak.
Pertahankan
tirah baring dan melatih
tangan serta ekstremitas
sakit dengan lembut.
Atur posisi
elevasi tungkai.
Latih dan bantu
ROM

1 Mei ‘08 3 Setelah dilakukan Meminimalkan risiko


tindakan keperawatan terjadinya decubitus.
08.00 WIB
selama 3×24 jam Mencegah terjadinya
diharapkan tidak terjadi kerusakan kulit.
kerusakan integritas
Mengetahui indikasi
kulit dengan kriteria
keefektifan dan terapi yang
hasil:
diberikan.
Pasien
Mempercepat proses
mengatakan
regenerasi jaringan.
ketidaknyamanan
hilang.
Mempercepat proses
Pasien mencapai
penyembuhan.
proses penyembuhan
secara maksimal
dengan cepat.
Pasien
menunjukkan
regenerasi jaringan
pada area yang luka.
Ubah posisi
pasien dengan sering.
Lakukan
perawatan pada area
kulit yang dilakukan
tindakan bedah.
Kaji/ catat
ukuran, warna,
kedalaman luka,
perhatikan jaringan
nekrotik dan kondisi di
sekitar luka.
Kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat-obatan
topikal.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
pemberian diit.

1 Mei ‘08 4 Setelah dilakukan Perhatikan adanya Mempercepat


tindakan keperawatan keluhan peningkatan nyeri. penyembuhan luka dan menceg
08.00 WIB
selama 3×24 jam Kaji tonus otot dan infeksi.
diharapkan tidak terjadi refleks tendon. Mengetahui tanda-tand
infeksi dengan kriteria Selidiki adanya nyeri infeksi gas gangren.
hasil: yang muncul tiba-tiba.
Mencegah terjadinya
Kolaborasi dengan
TTV dalam kerusakan kulit yang lebih luas
dokter dalam pemberian
batas normal. Untuk mengidentifikas
antibiotik dan Vitamin C
Tidak ada keluhan nyeri.
Mengetahui
bengkak. Mengkaji tanda-tanda
perkembangan kesehatan pasien.
Luka tidak tetanus.
tambas, kering dan Merupakan indikasi
bersih. terjadinya osteomyelitis.
Tidak ada tanda- Program pengobatan un
tanda infeksi. mencegah infeksi.
Mencapai
Untuk menjamin keseimbanga
penyembuhan luka
nitrogen positif dan meningkat
sesuai waktu.
proses penyembuhan.
Bebas drainase
purulen atau eritema
dan demam.
Pantau
KU pasien dan monitor
TTV, kaji tanda-tanda
infeksi.
Lakukan
perawatan luka dengan
tepat dan steril.
Observas
i keadaan luka terhadap
pembentukan bulla,
krepitasi dan bau
drainase yang tidak
enak.
Inspeksi
kulit terhadap adanya
iritasi.

Implementasi

Nama Klien : Tn. H

Ruang/RS  : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Tanggal/jam No Implementasi Respon pasien TTD


Dx
1 Mei ‘08 1,4 Mengobservasi KU (Kondisi Subyektif:Pasien Juritha
Umum), TTV (Tanda-Tanda mengatakan nyeri pada
08.00 WIB 1 Juritha
Vital) pasien dan mengkaji tungkai kakinya yang
tingkat nyeri pasien dengan sebelah kanan setelah
Kamis 3 Juritha
PQRSTMengajarkan nafas dioperasi, skala nyeri 6
dalam, mempertahankan
08.30 WIB 2 Juritha
Obyektif:
imobilisasi pada kaki kanan
09.45 WIB 1,4 dan mengatur posisi tidur Juritha
P: Nyeri jika
terlentang dengan kaki
untuk bergerak
12.00 WIB
kanan diganjal dengan
Q: Nyeri seperti
bantal
14.00 WIB tertusuk-tusuk
S  : Skala nyeri
Mengubah posisi pasien
6
dengan sering ke kanan dan
T : Nyeri terus
ke kiri.
menerus    berhenti jika
Melatih pasien untuk posisi nyaman dan
menggerakkan jari kaki tidak bergerak
kanan, menggerakkan Hasil rontgen:
telapak kaki kanan secara tampak gambaran
aktif dan melatih pasien fraktur tibia 1/3
untuk mengangkat kaki kiri proksimal dengan post
secara aktif. platting os tibia dengan
5 sekrup dan post
Mengobservasi TTV dan
pinning 4 sekrup.
KU pasien.
Subyektif:

Pasien mengatakan bisa


melakukan nafas dalam
jika nyeri timbul.

Obyektif:

Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
posisi terlentang, kaki
kanan khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Pasien tampak
rileks.

Subyektif:

Pasien mengatakan
bersedia untuk ubah
posisi.

Obyektif:

Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
kiri, kanan, setengah
duduk.

Subyektif:

Pasien mengatakan
takut untuk bergerak.

Obyektif:

Pasien tampak
dibantu perawat dalam
bergerak ROM aktif
dan pasif.
Tampak jari-jari
kanan pasien
digerakkan dengan
hati-hati.

Subyektif:

Pasien mengatakan
kadang nyeri timbul
lagi jika untuk
bergerak.

Obyektif:

TD : 110/ 70 mmHg

S    : 36 6 o C

N   : 84 x/ menit

RR : 22 x/ menit
14.30 WIB 1,2 Mengatur posisi yang aman Subyektif:Pasien Ari,AmKAri,AmK
dan nyaman pada pasien mengatakan nyaman
15.30 WIB 1 Ari,AmK
dengan elevasi dengan posisi tidur
tungkaiMengkaji tingkat seperti ini.
16.00 WIB 4 Ari,AmK
nyeri
Obyektif:
17.00 WIB 1,3,4 Ari,AmK
Memantau tanda-tanda
Pasien tampak tertidur.
19.30 WIB 4 infeksi yaitu rubor, kalor,  
dolor, tumor dan
Subyektif:
fungsiolesa serta
mengobservasi keadaan luka Pasien mengatakan
terhadap pembentukan nyeri pada pangkal
bulla, krepitasi dan tungkai kaki sebelah
drainase. kanan kadang masih
terasa jika untuk
Memberikan injeksi sesuai
bergerak dan berkurang
dengan advise dokter yaitu:
dengan nafas dalam,
skala nyeri: 6.
injeksi Cefotaxime 2×1
gram per IV infus Obyektif:

injeksi Ketorolac 3×1 ampul P : nyeri jika


per IV infus untuk bergerak
Q : nyeri seperti
injeksi Actrapid 4 IU per SC
ngilu
R : nyeri pada
Menginspeksi kulit terhadap
pangkal paha
adanya iritasi,
S : skala nyeri 6
memperhatikan adanya
T : nyeri terus
keluhan peningkatan nyeri
menerus berhenti jika
dan menyelidiki adanya
posisi nyaman
nyeri yang muncul tiba-tiba.

Subyektif:

Pasien mengatakan
balutan luka post
operasi  belum diganti
sejak kemarin, skala
nyeri : 5

Obyektif:

Balutan tidak
merembes
Disekitar luka
tidak merembes
S : 36 0C
Tampak
bengkak pada luka
Kekuatan otot
5        5

2        5
Subyektif:

Pasien mengatakan
tidak sakit waktu
disuntik.

Obyektif:

Cefotaxime dan
Ketorolac masuk semua
lewat selang infus tanpa
tumpah.
Injeksi Actrapid
masuk tanpa tumpah
pada lengan sebelah
kiri

Subyektif:

Pasien bersedia
diinspeksi dan dikaji.
Pasien
mengatakan tidak
terjadi peningkatan
nyeri.
Pasien
mengatakan nyeri terus
menerus dan berhenti
jika posisi nyaman.

Obyektif:

Pasien tampak
tenang dan santai.
Terkadang
kening tampak
mengkerut menahan
nyeri.

 
21.30 WIB 4 Mengkaji reflek tendon dan Subyektif:Pasien Heru,AmKHeru,Am
tonus ototMembantu dan mengatakan mau untuk K
06.00 WIB 2
mendorong pasien untuk diperiksa.
Heru,AmK
melakukan aktivitas
05.00 WIB 1,3,4
Obyektif:
perawatan diri secara
 
bertahap.
Kekuatan otot 
5       5
Berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat-
2       5
obatan yaitu: injeksi
Cefotaxime 2×1 gram per 2. Pada ekstremitas
IV infus dan injeksi bawah sebelah kanan
Ketorolac 3×1 ampul per IV tampak ada gerakan
infus. pada sendi tetapi tidak
dapat melawan
gravitasi.

Subyektif:

Pasien mengatakan
akan sedikit demi
sedikit mengambil
makanan dan minum
secara mandiri tanpa
bantuan istri

Obyektif:

Pasien tampak
memenuhi perintah
perawat.

Subyektif:

Pasien bersedia
di suntik
Pasien
mengatakan tidak sakit
waktu disuntik.

Obyektif :

Injeksi telah masuk


semua lewat selang
infus tanpa tumpah,
infus kembali lancar 20
tpm.
2 Mei ‘08 3,4 Memantau tanda-tanda Subyektif:Pasien Juritha
infeksi yaitu rubor, kalor, mengatakan nyeri pada
07.45 WIB 3 Juritha
dolor, tumor, fungsiolesa, luka post operasi belum
mengobservasi keadaan luka berkurang, skala nyeri
Jum’at 1,3,4 Juritha
terhadap pembentukan 6.
10.00 WIB 1,4 bulla, krepitasi dan bau Juritha
Obyektif:
drainase yang tidak enak
10.30 WIB 1 Juritha
dan mengkaji serta mencatat
Balutan post
ukuran, warna, kedalaman
12.00 WIB 2 operasi hari ketiga Juritha
luka, lalu memperhatikan
kering, tidak tambas.
12.30 WIB jaringan nekrotik dan  
Tampak
kondisi di sekitar
bengkak pada jari-jari
13.00 WIB luka.Berkolaborasi dengan
kaki kanan dan tungkai
ahli gizi untuk pemberian
bawah.
diit RKTP dan
Tidak ada bulla,
menganjurkan pasien untuk
krepitasi dan drainase.
banyak makan yang tinggi
Ada jahitan post
protein, contoh (putih telur, operasi dengan jumlah :
ikan kutuk) dan 10
menghindari/ membatasi S: 362 O C
jumlah kalori (contoh: nasi). Kekuatan otot

Melakukan aff infus karena 5         5


obat telah habis maka obat
2         5
diganti dengan oral yaitu:
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Subyektif:
Cascidin 2×1 tablet,
Ciprofloxacin  2×1 tablet Pasien mengatakan
dan Glibenclamid 3×1. telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang
Mengobservasi KU pasien
disediakan oleh RS.
dan TTVnya.
Obyektif:
Mengkaji nyeri.
Pasien tampak
Berkolaborasi dengan ahli
mengangguk, tampak
fisioterapi dalam melatih
mendengarkan  dan
bergerak jari, tungkai dan
menuruti perintah
telapak kaki kanan secara
perawat.
pasif (ekstensi dan fleksi)
dan melatih kaki kiri untuk Subyektif
mengangkat secara aktif
Pasien mengatakan
(fleksi dan ekstensi).
sakit saat infus dilepas.

Obyektif:

Infus telah
dilepas dan obat
diberikan.
Pasien tampak
mendengarkan
penjelasan dari perawat
bahwa obat diminum
setelah makan.

Subyektif:

Pasien mengatakan
kondisinya baik.

Obyektif:

TD : 110/ 70
mmHg
RR : 20 x/
menit
N    : 80 x/
menit
S     : 362 oC

Subyektif:

Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
operasi sudah
berkurang.

Obyektif:

P :    masih
sedikit nyeri jika
digunakan untuk
bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
sedikit berkurang
R  : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S     :   skala
nyeri 5
T : nyeri ± 10
menit kemudian
berhenti jika posisi
nyaman dan nyeri
timbul lagi jika untuk
bergerak.
Pasien tampak
sedikit santai dan
rileks.

Subyektif:

Pasien mengatakan
sudah tidak takut untuk
bergerak.

Obyektif:

Pasien tampak dibantu


oleh perawat dalam
ROM aktif dan pasif.
15.00 WIB 1,4 Mengobservasi KU, TTV Subyektif:Pasien Ari,AmKAri,AmK
pasien dan mengkaji tingkat mengatakan kaki
16.00 WIB 2 Ari,AmK
nyeri.Membantu aktivitas kanannya masih nyeri
perawatan diri walaupun tidak separah
16.30 WIB 3 Ari,AmK
kemarin, skala nyeri: 5
Menganjurkan pasien untuk
20.00 WIB 1,2,4  
latihan duduk. Obyektif:

Mengingatkan kepada P : nyeri jika


pasien untuk minum obat untuk bergerak
Asam mefenamat 3×1 tablet, Q : nyeri seperti
Cascidin 2×1 tablet, ngilu
R : nyeri pada
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan
tungkai kanan 1/3
Glibenclamid 3×1 tablet
proksimal
untuk mengontrol GDS.
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang
timbul
TD : 120/ 80
mmHg
 N : 82 x/ menit
 S : 36 oC
 RR : 22 x/
menit.

Subyektif :

Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin

Obyektif:

Pasien tampak segar

Subyektif:

Pasien
mengatakan akan
mencoba latihan duduk
Pasien
mengatakan “ya”

Obyektif:

Pasien tampak latihan


duduk dan tampak
mengangguk.
Subyektif:

Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan, pasien
mengatakan “iya”.

Obyektif:

Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat.
22.15 WIB 1,2 Mengatur posisi yang Subyektif:Pasien Heru,AmKHeru,Am
nyaman dan aman pada mengatakan nyaman K
05.00 WIB 2
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
Heru,AmK
tungkai.Membantu dan seperti ini.
06.00 WIB 1,3,4
mendorong pasien untuk
Heru,AmK
Obyektif:
06.30 WIB 1 melakukan aktivitas
perawatan diri secara Heru,AmK
Pasien tampak tertidur
06.45 WIB 3
bertahap.
pulas.
 
Mengingatkan kepada
Subyektif:
pasien untuk minum obat
Pasien mengatakan
Mengingatkan untuk nafas
akan belajar mengambil
dalam jika nyeri timbul,
makan sendiri tanpa
mempertahankan imobilisasi
harus minta bantuan
pada kaki kanan dan
istri
mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki Obyektif:
kanan diganjal dengan
Pasien tampak
bantal
melakukan aktivitasnya
Mengubah posisi pasien
setiap 30 menit secara mandiri.

Subyektif:

Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat

Obyektif:

Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat

Subyektif:

Pasien mengatakan
selalu melakukan nafas
dalam jika nyeri timbul.

Obyektif:

Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak
dalam posisi terlentang,
kaki kanan khususnya
pada tungkai atas dan
lutut diganjal dengan
bantal.

Subyektif:

Pasien mengatakan
rajin mengubah posisi
tidurnya

Obyektif:

Pasien tampak rileks.


3 Mei ‘08 4 Melakukan medikasi/ Subyektif:Pasien Juritha
perawatan post mengatakan nyeri saat
08.00 WIB 3 Juritha
operasiMemberikan obat dibersihkan lukanya.
topikal (sofratulle) pada
Sabtu 2 Juritha
Obyektif:
jahitan luka post operasi.
09.30 WIB 1,4 Juritha
Pasien tampak meringis
Melatih pasien untuk
menahan sakit, luka
12.00 WIB 1,3,4 menggerakkan jari kaki Juritha
tampak bersih, tidak
kanan, menggerakkan
12.30 WIB 1,4 ada pus, bulla/  
telapak kaki kanan secara
drainase, tampak
pasif dan melatih pasien
13.00 WIB 1,2
bengkak pada sekitar
untuk mengangkat kaki kiri
area jahitan luka post
secara aktif.
operasi, bengkak pada
Mengobservasi KU pasien jari kaki kanan dan
tungkai bawah.
Mengingatkan pasien untuk
minum obat Subyektif:

Mengkaji tingkat nyeri Pasien mengatakan


pasien dengan PQRST. sudah tidak takut untuk
bergerak.
Mengatur posisi yang
nyaman dan aman pada Obyektif:
pasien dengan posisi elevasi
Pasien tampak
tungkai.
menggerakkan jari kaki
kanan.
KU:
baik
Subyektif:

Pasien mengatakan
akan rajin minum obat

Obyektif:

Pasien mendengarkan
dan melaksanakan
perintah perawat.

Subyektif:

Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang,
skala: 4

Obyektif:

P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T: nyeri kadang-
kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak

Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman dengan posisi
tidur seperti ini.

Obyektif:

Pasien tampak tertidur


pulas.
15.00 WIB 1 Mengingatkan untuk nafas Subyektif:Pasien Ari,AmKAri,AmK
dalam jika nyeri timbul, mengatakan selalu
16.00 WIB 1,3 Ari,AmK
mempertahankan imobilisasi melakukan nafas dalam
pada kaki kanan dan jika nyeri timbul.
18.30 WIB 1,3,4  
mengatur posisi tidur
Obyektif:
terlentang dengan kaki
kanan diganjal dengan
Pasien tampak
bantalMembantu aktivitas
berbaring dalam posisi
perawatan diri
terlentang, kaki kanan
khususnya pada tungkai
Mengingatkan kepada
atas dan lutut diganjal
pasien untuk minum obat
dengan bantal.
Asam mefenamat 3×1 tablet,
Pasien tampak
Cascidin 2×1 tablet,
tenang dan santai
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan
Glibenclamid 3×1 tablet
Subyektif:
untuk mengontrol GDS.
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin

Obyektif:

Pasien tampak segar

Subyektif:

Pasien mengatakan
selalu berhati-hati
dalam makan sehingga
gula darahnya tidak
meningkat.

Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan.

Obyektif:

Pasien tampak
menjelaskan yang
dilakukan pada
perawat, pasien
mengangguk.
22.00 WIB 1,2 Mengatur posisi yang Subyektif:Pasien Heru,AmKHeru,Am
nyaman dan aman pada mengatakan nyaman K
05.00 WIB 1,4
pasien dengan posisi elevasi dengan posisi tidur
Heru,AmK
tungkai.Mengobservasi KU seperti ini.
06.00 WIB 3
pasien dan mengkaji tingkat
 
Obyektif:
nyeri pasien dengan PQRST.

Pasien tampak tertidur


Melakukan ubah posisi
pulas.
pasien dengan sering ke
kanan dan ke kiri.
Subyektif:

Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
masih nyeri tapi sudah
sedikit berkurang, skala
nyeri: 4

Obyektif:
P : nyeri jika
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada
tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 4
T : nyeri
kadang-kadang saja
jika digunakan untuk
bergerak

Subyektif:

Pasien mengatakan
selalu rajin untuk
mengubah posisi
tidurnya.

Obyektif:

Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
ke kiri, kanan dan
setengah duduk.

Evaluasi Formatif

Nama Klien : Tn. H

Ruang/RS  : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Tanggal/Jam No. Dx Evaluasi formatif TTD


Kamis 1 S :   Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih Jurith
terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam, a
1 Mei ‘08
skala nyeri:6O :   P : Nyeri jika untuk bergerak
2 Jurith
14.00 WIB
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk a
3
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai Jurith
4
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut. a

S : Skala nyeri 6 Jurith


a
T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan
tidak bergerak.  

Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang

A :   Masalah nyeri akut belum teratasi

P :   Lanjutkan intevensi:

1.    Kaji tingkat nyeri.

  Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien


  Atur posisi aman dan nyaman
  Imobilisasikan bagian yang sakit
  Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak,


pasien mengatakan nyeri jika untuk bergerak.

O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang


dengan elevasi tungkai paha kanan pasien diatas bantal,
pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak,
aktivitas kebutuhan pasien sehari-hari dibantu keluarga dan
pasien tampak lemah.

Kekuatan otot
5         5

2         5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi:

1.   Pertahankan tirah baring

Atur posisi elevasi tungkai


Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengatasi posisi


dan bersedia untuk dilakukan tidakan keperawatan yaitu
perawatan luka, pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang disediakan oleh RS.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka


tampak bersih, tidak terdapat jaringan nekrotik, tampak kulit
yang dijahit belum menyatu.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi:

1.    Ubah posisi dengan sering

Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.


Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.

S   :      Pasien mengatakan balutan luka belum diganti sejak


kemarin.

O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang


drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
TD : 110/ 70 mmHg,N   : 84 x/ menit, S    : 366 oC, RR : 22 x/
menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

1.  Pantau KU & monitor TTV

Lakukan perawatan luka


Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan
D
Kolaborasi pemberian antibiotik

Jum’at 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari Jurith
ketiga sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk a
2 Mei ‘08 2
bergerak
Jurith
14.00 WIB 3
  Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang a

4
       R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal Jurith
a
  S : skala nyeri 5
Jurith
       T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi
a
nyaman dan nyeri timbul jika untuk bergerak.

Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg,


N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit

A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

Kaji tingkat nyeri.


Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan


sudah latihan bergerak di tempat tidur.

O : Pasien tampak mencoba latihan di tempat tidur dengan


bergerak dan duduk di tempat tidur.

Pasien tampak tenang, pasien tampak menahan nyeri jika


bergerak/ tidak berhati-hati.

Kekuatan otot

5         5

2         5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

Pertahankan tirah baring


Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi


yang disediakan oleh RS, pasien mengatakan banyak makan
putih telur, pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengubah
posisi dan bersedia untuk dilakukan tindakan keperawatan
yaitu perawatan luka.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka


tampak bersih, tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak
terdapat jaringan nekrotik, tidak ada bulla.
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi:

Pantau KU & monitor TTV


Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan
D
Kolaborasi pemberian antibiotik

S : Pasien mengatakan balutan luka sudah diganti tadi pagi

O : Balutan luka post ORIF tidak tambas, kering, tidak


berbau, balutan sudah dimedikasi, post operasi hari ketiga
tampak kaki kanan dan kiri terdapat luka post trauma mulai
mengering dan kemerahan, tidak ada bengkak pada area
operasi hanya bengkak pada jari kaki dan telapak kaki sebelah
kanan, pada luka post operasi tidak terpasang drain, terpasang
pinning pada os fibula 1/3 proksimal dengan 4 sekrup dan
platting pada os tibia 1/3 proksimal dengan 5 sekrup. TD  :
110/ 70 mmHg, N: 80x/ menit, S  : 363 oC, RR : 20 x/ menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi:

Ubah posisi dengan sering


Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.

 
Tanggal/Ja No.Dx Evaluasi Sumatif TTD
m
Sabtu 1 S :  Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi sudah Jurith
berkurang jika untuk bergerak, skala  nyeri: 4O :  P: Nyeri jika a
3 Mei ‘08
untuk bergerak karena tidak hati-hati
2 Jurith
14.00 WIB
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk a
3
R : Nyeri pada luka post operasi pada tungkai kanan 1/3 Jurith
4
proksimal a

S : Skala nyeri : 4 Jurith


a
T : Nyeri kadang-kadang saja jika digunakan untuk bergerak.
Nyeri berkurang bila posisi nyaman dan dengan  nafas dalam.

TD : 110/ 70 mmHg, N  : 84 x/ menit, S  : 365 oc, RR :  22 x/


menit, KU pasien : baik

A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi:

Kaji tingkat nyeri.


Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
 Imobilisasikan bagian yang sakit
 Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan


sudah bisa duduk dengan mandiri.

O : Pasien tampak latihan gerak dan duduk di tempat tidur,


pasien tampak rileks dan tidak takut bergerak, pasien tampak
memulai aktivitas secara mandiri. Kekuatan otot

5         5

2         5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

Pertahankan tirah baring


Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi

S  :  Pasien mengatakan telah rajin mengkonsumsi putih telur dan


ikan kutuk, pasien mengatakan bersedia untuk mengubah posisi
tidurnya.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, belum dilakukan aff


jahitan karena kulit belum menyatu, balutan luka tampak bersih,
tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak ada bulla dan tidak ada
jaringan nekrotik.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi:

Pantau KU & monitor TTV


Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D
Kolaborasi pemberian antibiotik

S : Pasien mengatakan nyeri sewaktu lukanya dibersihkan, pasien


mengatakan sudah merasa nyaman karena luka telah dibersihkan.

O : Luka tambas, kering, tidak ada pus, tidak ada bengkak, tidak
ada tanda-tanda infeksi, TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S :
365 OC, RR : 22 x/ menit, masih terpasang pinning dan platting.

A : Masalah risiko infeksi belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi:
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.

DAFTAR PUSTAKA

1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay
Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC,
Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
5. Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI,
Jakarta.
6. Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk
Mendokumentasikan Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
7. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
8. Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika,
Yogyakarta.
9. Mansjoer, Areif, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, FKUI, Jakarta.
10. Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan, Prima Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai