Anda di halaman 1dari 3

1.

Gagal Jantung
b. Klasifikasi
Sampai saat ini, terdapat beberapa klasifikasi gagal jantung yang digunakan secara
luas. Diantara klasifikasi tersebut adalah menurut The American College of
Cardiology and American Heart Association (ACC/AHA) dan The New York Heart
Association (NYHA) seperti dalam tabel berikut 

Klasifikasi gagal jantung menurut The American College of Cardiology and


American Heart Association (ACC/AHA) didasarkan pada kelainan struktural dan
ancaman terhadap kerusakan otot jantung, lebih menggambarkan progresifitas
perjalanan gagal jantung dan bersifat linier. Sedangkan klasifikasi The New York
Heart Association (NYHA) bersifat fungsional dan menggambarkan tingkat
keparahan gejala.
Sumber: Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P,
Poole-Wilson PA et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008: the Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute
and Chronic Heart Failure 2008 of the European Society of Cardiology. Eur Heart J.
2008; 29: 2388-442.

d. Epidemiologi
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun
2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan
diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.
Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung
terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0,19%),
sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu
sebanyak 144 orang (0,02%). Berdasarkan diagnosis/ gejala, estimasi jumlah
penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak
96.487 orang (0,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di
Provinsi Kep. Bangka Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin Situasi Kesehatan
Jantung. 2014. Retrieved from www.kemkes.go.id/download/infodatin-jantung
h. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnenis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto
thoraks, ekokardiografi-Doppler dan katerisasi. Kriteria Framingham dapat pula
dipakai untuk untuk diagnosis gagal jantung.
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea atau orthopnea
Distensi vena leher
Ronkhi paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena jugularis
Refluks hepatojuguler
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari nilai normal
Takikardia (> 120 kali/menit)
Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam waktu 5 pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.
Sumber: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jakarta: InternaPublishing; 2014.

l. Edukasi
Edukasi terhadap pasien dan keluarga yang terlibat dalam manajemen gagal jantung
pada pasien meliputi edukasi spesifik tentang pemberian obat dan edukasi tentang
aspek nonfarmakologi. Edukasi yang terkait dengan terapi medikamentosa mencakup
jadwal pemberian, dosis, cara konsumsi, dan pengenalan gejala efek samping obat.
Sementara itu, edukasi nonfarmakologi meliputi modifikasi diet dan pembatasan
cairan, pemantauan berat badan, identifikasi tanda dan gejala perburukan gagal
jantung, hasil penilaian risiko dan prognosis, penilaian kualitas hidup, dan latihan
resusitasi jantung paru bagi keluarga pasien.
Sumber: Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al.
2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure. J Am Coll Cardiol.
2013; 62(16):e147–239.

3b. PND
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah sebuah episode akut dari pernapasan
pendek yang berat dan batuk yang biasanya muncul saat malam hari dan
menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya, biasanya terjadi setelah satu sampai tiga
jam setelah pasien beristirahat. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk atau mengi,
yang dipikirkan timbul karena peningkatan tekanan pada arteri bronkial sehingga
terjadi kompresi saluran napas, disertai dengan edema interstisial paru yang pada
akhirnya menimbulkan terjadinya resistensi saluran pernapasan pada pasien. Jika pada
kondisi orthopnea keadaan dapat membaik jika pasien berubah posisi dari berbaring
ke duduk, pada PND batuk dan mengi menetap meskipun pasien melakukan
perubahan posisi. 
Sumber:  Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Braunwald’s Heart
Disease a Textbook of Cardiovascular Medicine Volume 1. 8th ed. Philadeplhia:
Saunders Elsevier; 2008. p 561

Anda mungkin juga menyukai