Anda di halaman 1dari 11

Perkembangan ilmu administrasi tidak dapat dilepaskan dari perkembangan administasi sebagai filsafat.

Hal ini disebabkan karena filsafat administrasi lebih menekankan pada teori yang berlandaskan pada
teori kebenaran filsafat. Sementara administrasi sebagai ilmu semakin dituntut untuk meletakkan dasar
dasar kebenaran dalam implementasinya pada setiap langkah kemajuannya. Dengan demikian terdapat
hubungan yang sangat erat antara filsafat administasi dengan ilmu administrasi. Jika ditinjau dari aspek
penahapan perkembangan kecerdasan berfikir ilmu administrasi, maka terdapat beberapa tahapan,
yaitu : (a) tahap sensasi (pengindraan), (b). tahap perseptual (pemahaman), dan (c.) tahap konseptual
(pengertian). Kemudian terkait dengan penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat
dilihat dari perspektif ; (a) dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran
perhatian secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang
mempelajari ilmu administrasi. dan (b). dari sudut pandang objek formalnya, ilmu administrasi memiliki
kejelasan dalam kajian metodenya. Contoh kasusnya : Pengaturan Giro perjalanan. Perjalanan udara
Jemaah haji dari Jakarta ke Jeddah. Disana terjadi pencampuradukan administrasi dan manajemen
justru ketika tiba di Jeddah. Butuh waktu berjam-jam lamanya sejak mendarat hingga masuk bus
menuju ke kota suci Mekkah. Ternyata, atas nama manajemen yang prudent, otoritas Kerajaan Arab
Saudi perlu melakukan berbagai pengecekan dan pemeriksaan, khususnya paspor, yang katanya adalah
salah satu bentuk aktivitas pengendalian. Namun kalau kita tanya apa tujuan penyelenggaraan ibadah
haji, hampir pasti jawabannya tidak akan bergeser dari (berfokus pada) jemaah haji: apakah itu
kepuasaan, kenyamanan, keselamatan, keamanan dan sejenisnya. Kita harus ingat bahwa manajemen
adalah aktivitas untuk mencapai tujuan (goal, objective). Dengan kata lain, tujuan menentukan bentuk
aktivitasnya. Dalam manajemen, aktivitas yang melingkupi korporat (seluruh organisasi) dikenal sebagai
strategi korporat. Beda dari administrasi yang justru menekankan pada sisi aktivitas. Maksudnya, bentuk
aktivitas amat menentukan aktualisasi tujuan. Jika administrasi dicampuradukkan dengan manajemen,
yang terjadi: organisasi sulit mencapai tujuan yang telah ditetapkan karena bentuk aktivitas tidak boleh
atau tidak bisa disesuaikan. Dalam praktek kehidupan masyarakat sudah dikenal istilah-istilah
administrai dan manajemen, misalnya pada kantor kelurahan dikenal dengan istilah “biaya administrasi”
untuk pembuatan surat-surat (KTP,Kartu Keluarga dan Surat Keterangan lainnnya), Pada tingkat tingkat
yang lebih tinggi kadang sering terdengar istilah “ Wah!,...kantor itu payah,…manajemennya tidak
beres?..”. Apa makna manajemen disini?, tentunya yang dimaksud adalah pengaturan/pengurusan oleh
orang-orang yang memegang jabatan manajemen di kantor tersebut. Dengan pembelajaran ilmu
administarsi dan manajemen dimaksudkan agar para pelaku administrasi dan manajenem dapat
mengatur di dalam organisasinya dan melaksanakan pelayanan yang prima pada masyarakat dengan
prinsip-prinsip organisasi dan manajemen yang benar. Dengan sistematika administrasi yang baik,
pelaksanaan tugas-tugas administrasi dapat lebih efektif dan efisien. Dengan manajemen yang baik,
fungsi–fungsi manajemen dapat bekerja sebagaimana mestinya secara proporsional dan professional.
Berdasarkan dua pengertian tersebut di atas bahwa administrasi sifatnya menentukan kebijakan umum,
sedangkan manajemen ialah bagaimana secara lansung kegiatan-kegiatan itu dilakukan dengan
memberi petunjuk, bimbingan, pengetahuan dan pengaturan yang diarahkan secara sistematis untuk
merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen dan administrasi Publik Konteks Politik
Administrasi Publik Administrative Decentralization & Political Power (1969) Herbert Kufman :
•         Desentralisasi dan distribusi kekuasan di tingkat daerah •         Desentralisasi dan distribusi korupsi
•         Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah •         Desentralisasi, distribusi sumberdaya
dan dis-integrasi Contoh kasus: Desentralisasi Korupsi BOS Pencampuradukan administrasi dan
manajemen sering kita jumpai di Tanah Air. Kita mungkin acap kali mengalami bagaimana berbelit-
belitnya mengurus berbagai perizinan. Saking berbelitnya, sampai memakan waktu bertahun-tahun!
Bagaimana tidak bila kita harus mengurus izin dari tingkat desa atau kelurahan hingga tingkat
kementerian (nasional). Akibatnya, bisnis tidak jalan, sektor riil pun tidak bergerak. Kalau kita komplain,
jawabannya hampir selalu klise: “aturannya memang begitu” atau “kami harus mengikuti peraturan”.
Peraturan itulah administrasi. Kondisi demikian telah terjadi puluhan tahun lamanya. Orde Reformasi
yang katanya lebih baik dari Orde Baru nyatanya belum mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Bahkan di sejumlah hal terkesan dan terasa lebih buruk, mungkin karena adanya otonomi daerah yang
kebablasan: otonomi daerah yang melahirkan raja-raja kecil di kabupaten/kota dan provinsi. Akhirnya
tercipta persepsi seperti benang kusut, kita masih bisa mengurainya. Kunci awalnya adalah memisahkan
manajemen dari administrasi. Mengapa manajemen yang perlu dipisahkan? Karena manajemen inilah
yang akan menjadi paradigma di lingkungan pemerintahan. Lalu di manakah posisi administrasi? Kita
tempatkan sebagai penunjang atau pendukung manajemen. Saya kira, pemosisian seperti ini amat
relevan dan sejalan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Inilah
tujuan utama pemerintah. Segala bentuk aktivitas pemerintahan harus diselaraskan dengan tujuan
tersebut, termasuk aktivitas administrasinya. Dengan kata lain, berbagai bentuk aktivitas administrasi
yang diperkirakan atau berpotensi menghambat pencapaian tujuan harus disingkirkan. Sulitkah melak
ukannya? Fakta menunjukkan tidak sulit.
MAKALAH FILSAFAT ADMINISTRASI
TUGAS II

SEPTI ASNI ANGGRAINI


030674879
ADMINISTRASI NEGARA – FHISIP
UT UPBJJ JAKARTA
I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan ilmu pada masa modern merupakan timbulnya pemikiran baru menimpa ilmu
pengetahuan yang bisa pengaruhi serta mengganti manusia serta dunianya yang berfungsi berarti
dalam membentuk peradaban serta kebudayaan manusia. Terus menjadi maju pengetahuan terus
menjadi bertambah kemauan manusia, yang bisa memperbudak manusia serta lebih seram lagi
ialah bisa mengecam keamanan serta kehidupan manusia. Buat mendengarkan pertumbuhan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti itu hingga butuh kedatangan filsafat ilmu buat
mengembalikan arah ilmu pengetahuan serta teknologi kepada“ rel” yang sebetulnya. Supaya
umat manusia tidak diancaman kecemasan. Bila seorang membaca sesuatu novel filsafat ilmu
pengetahuan, hingga substansi yang mau dimengerti merupakan apa penafsiran ilmu
pengetahuan, ataupun secara simpel apa yang diartikan dengan hakikat ilmu pengetahuan.
Filsafat ialah sesuatu perihal yang berarti dalam kehidupan manusia, tanpa kita sadari sudah
melaksanakan proses berfikir dalam membongkar kasus yang dialami manusia itu sendiri, sebab
manusia senantiasa mau ketahui serta mencari jawaban atas perkaranya. Filsafat itu sendiri
merupakan selaku kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam serta manusia.
Descartes( 1590–1650). Berartinya filsafat dalam kehidupan manusia bertujuan buat
mengembalikan nilai luhur sesuatu ilmu supaya tidak jadi boomerang untuk kehidupan manusia
itu sendiri. Kajian filsafat terdiri dari Ontologi, Epistemilogy, serta Aksiology; Ontology ialah
salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batasan lingkup serta teori tentang
hakikat kenyataan yang terdapat( Being), baik berbentuk bentuk raga( al- Thobi’ ah) ataupun
metafisik( ma ba’ da al- Thobi’ ah) tidak hanya itu Ontology ialah hakikat ilmu itu sendiri serta
apa hakikat kebenaran dan realitas yang inheren dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari
persepektif filsafat tentang apa serta gimana yang terdapat.
Bukan perihal yang ajaib apabila berkomentar kalau ilmu pengetahuan yang saat ini diketahui
orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan diawali dari filsafat, hampir
selaku satu satunya ilmu di masa itu buat setelah itu berangsur- angsur menelorkan percabangan
serta perantingan keilmuan lebih jauh. Walaupun demikian, bila sejarah ilmu itu ditelusuri cocok
dengan pangkal katanya, hingga hendak dikenal kalau ilmu telah berkembang jauh saat sebelum
para pemikir Yunani mengenalnya. Dalam filsafat kebijakan( policy philosopies) menghadirkan
konsep pemerintahan dalam warga yang pluralistis. Realitas kalau, warga itu terdiri dari sebagian
kelompok kepentingan( interest- group) serta pemerintah“ selaku perlengkapan perekat” dan
mempunyai pegangan yang kokoh dari seluruh faktor kelompok kepentingan itu.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perkembangan admnistrasi dan manajemen dari waktu ke waktu?


2. Jabarkan landasan filosofi filsafat administrasi!

III. PEMABAHASAN

A.  Perkembangan Administrasi Dan Manajemen Dari Waktu Ke Waktu


a. Perkembangan Administrasi dan manajemen sebagai seni
Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi menjadi tiga fase utama
yaitu:
a)      Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M
Bukti sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa pada fase pra-sejarah ini administrasi dan
manajemen sudah berkembang dengan baik. Karena kebutuhan masyarakat yang dipuaskan
melalui penerapan prinsip – prinsip administrasi dan manajemen pun masih sangat sederhana,
maka pada umumnya sistem administrasi dan manajemen yang dipergunakan pun masih sangat
sederhana pula.
      Ditinjau dari segi waktu dan tempat fase pra-sejarah ini dapat dibagi pula menjadi beberapa
bagian perkembangan, yaitu:
 Peradaban Mesopotamia
Pada zaman ini telah dijalankan sebagian prinsip – prinsip administrasi dan manajemen yang
diketahui oleh manusia sekarang terutama di bidang pemerintahan, perdagangan, komunikasi
pengangkutan, dan bahkan masyarakat Mesopotamia telah dipergunakan logam sebagai alat
tukar menukar yang sudah tentu sangat memperlancar jalannya perdagangan.
 Peradaban Babilonia
Administrasi pemerintahan, perdagangan, perhubungan, dan pengangkutan telah berkembang
pula dengan baik pada zaman ini. Peradaban Babilonia telah berhasil pula membina suatu sistem
administrasi di bidang teknologi. Terbukti dengan adanya taman tergantung yang katanya sampai
saat ini belum dapat ditandingi oleh manusia modern.
 Mesir Kuno
Pengetahuan yang berkembang pada zaman Mesir kuno tentang administrasi dan manajemen
lebih banyak dan juga terutama karena tulisan Mesir kuno banyak ditemukan. Analisa dari
peninggalan – peninggalan Mesir kuno membuktikan bahwa di Mesir kuno aspek administrasi
yang sangat berkembang ialah di bidang pemerintahan, militer, perpajakan, perhubungan, dan
pertanian termasuk irigasi.
 Tiongkok kuno
Yang paling menonjol dan sekaligus merupakan perubahan yang belum pernah terjadi
sebelumnya adalah masyarakat dan pemerintahan Tiongkok telah berhasil menciptakan suatu
sistem administrasi yang sangat baik sehingga banyak prinsip – prinsip administrasi
kepegawaian modern yang di adopsi dari prinsip – prinsip kepegawaian Tiongkok kuno.
 Romawi Kuno
Perkembangan administrasi dan manajemen pada zaman Romawi kuno dapat dipelajari dari
karya – karya ahli filsafat terkenal Cicero, terutama dalam dua bukunya yang berjudul: (1) De
officii (The office),  dan (2) De Legibus (The Law). Dalam kedua karya tersebut menjelaskan
bahwa pemerintah Romawi kuno untuk pertama kalinya berhasil memerintah daerah yang sangat
luas yang meliputi seluruh bagian dunia yang sekarang dikenal dengan istilah “Systems
approach”. Disamping departementalisasi tugas – tugas pemerintahan itu, pemerintah Romawi
kuno telah berhasil pula mengembangkan administrasi militer, administrasi pajak, dan
administrasi perhubungan lebih dari zaman – zaman sebelumnya.
 Yunani Kuno
Sumbangan terbesar dari Yunani kuno, meskipun tidak langsung dalam ruang lingkup
administrasi dan manajemen tapi sangat jelas sangat mempengaruhi jalannya proses administrasi
dan manajemen, adalah pengembangan konsep demikrasi.
 
b)      Fase sejarah yang berakhir pada tahun 1886
Berhubung dengan gelapnya sejarah dunia pada umumnya selama 15 abad pertama sejarah dunia
modern, bidang administrasi dan manajemen pun juga mengalami kegelapan. Kemudian
diketahui bahwa timbulnya gereja Katholik Roma telah mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan teori administrasi dan manajemen di bidang sistematisasi dalam struktur
organisasi.
Perkembangan yang makin pesat dari sistem administrasi dan manajemen zaman sejarah ini telah
dimungkinkan pula oleh timbulnya revolusi industri I di Inggris yang menyebabkan terjadinya
perubahan radikal dalam filsafat administrasi dan manajemen yang tadinya “job
centered”  berubah menjadi filsafat yang “human centered”. Charles Babbage pada awal abad 18
menulis sebuah buku yang berjudul The Economy of Manufactures. Dalam buku itu Babbage
menekankan pentingnya efisiensi dalam usaha mencapai tujuan. Namun selama hampir satu abad
hasil karya ini terlupakan dan baru diselidiki kembali setelah lahirnya “Gerakan Manajemen
Ilmiah” (Scientific Management Movement) yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor di
Amerika Serikat pada tahun 1886. Gerakan ini menandai dua hal sekaligus, yaitu: (1)
berakhirnya status administrasi dan manajemen sebagai seni semata – mata, tetapi berdwistatus
karena administrasi dan manajemen itu berstatus pula sebagai ilmu pengetahuan, (2) berakhirnya
Fase Sejarah dalam perkembangan administrasi dan manajemen dan tibanya “Fase Modern”
yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih erlangsung hingga saat ini.
 
c)      Fase modern yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih berlangsung hingga sekarang
ini.
Gerakan Manajemen Ilmiah tersebut lahir pada tahun 1886 karena pada tahun itulah Frederick
W. Taylor mulai mengadakan penyelidikan – penyelidikan dalam rangka usahanya
mempertinggi efisiensi perusahaan dan meningkatkan produktiftas para pekerja. Taylor
memperhatikan waktu dan gerak – gerik kaum buruh yang tidak produktif. Hasil penyelidikan
yang dihasilkan Taylor itu kemudian dituliskannya dalam satu buku yang berjudul The
Principles of Scientific Management. Buku itu kemudian diterbitkan pada tahun 1911.
Sementara Tayol sibuk dengan penyelidikan – penyelidikannya, di Prancis terdapat pula ahli
pertambangan yang bernama Henry Fayol yang mencari sebab dari kegagalan pimpinan
perusahaan mencapai tujuan perusahaan di empat ia bekerja. Hasil pemikiran Fayol tersebut
kemudian tertuang dalam satu buku yang terbit pada tahun 1916 dan yang pada tahun 1930
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul General and Industrial
Management (Seharusnya: General dan Industrial Administration). Teori – teori Fayol itu telahia
terapkan sendiri saat ia menjadi Administrator perusahaan dan ia memang berhasil
menyelamatkan perusahaan dari keruntuhan dan malah berhasil mengembangkannya. Sorotan
Fayol di dalam teorinya ialah golongan pimpinan dari suatu organisasi.
Dengan Taylor yang menyoroti para pelaksana dan pimpinan tingkat rendah dan Fayol yang
menyoroti golongan pimpinan tingkat atas dari suatu organisasi, hasil – hasil pemikiran kedua
tokoh administrasi dan manajemen itu telah saling mengisi dan saling melengkapi tanpa
diketahui satu sama lain. Karena itu Frederick Winslow Taylor diberi julukan sebagai bapak
“Gerakan Manajemen Ilmiah” dan Henry Fayol diberi julukan bapak “Teori Administrasi
Modern”.
 
b. Perkembangan Administrasi dan Manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai “suatu obyek ilmiah yang memiliki sekelompok
prinsip, dalil dan rumus yang melalui percobaan – percobaan yang sistematis dilakukan
berulangkali telah teruji kebenarannya, prinsip – prinsip, dalil – dalil, dan rumus – rumus mana
dapat diajarkan dan dipelajari”.            Untuk secara universal diakui sebagai ilmu pengetahuan
sesuatu obyek ilmiah itu harus diperjuangkan dan dikembangkan oleh para pencintanya dengan
gigih. (dalam Sondang: 1991, 20). Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu
Administrasi, sejak lahirnya hingga sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap,
yaitu:

1. Tahap Survival (1886 – 1930)


Dalam jangka waktu yang cukup panjang inilah para ahli yang menspesialisasikan dirinya dalam
bidang administrasi dan manajemen memperjuangkan diakuinya Administrasi dan Manajemen
sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan.
2. Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 – 1945)
Tahap ini disebut tahap konsolidasi dan penyempurnaan karena dalam jangka waktu inilah
prinsip – prinsip, rumus – rumus, dan dalil – dalil Ilmu Administrasi dan Manajemen lebih
disempurnakan sehingga kebenarannya tidak bisa lagi dibantah. Dalam jangka waktu ini pula
gelar – gelar kesarjanaan dalam Ilmu Administrasi Negara dan Niaga mulai banyak diberikan
oleh lembaga – lembaga pendidikan tinggi.
3. Tahap “Human Relations” (1945 – 1959)
Pada tahap “human relations”  para ahli dan sarjana mulai beralih kepada faktor manusia serta
hubungan formal dan informal apa yang perlu diciptakan, dibina dan dikembangkan antar
manusia pada semua tingkatan organisasi demi terlaksananya kegiatan – kegiatan yang harus
dilaksanakan dalam suasana yang intim dan  harmonis.
4. Tahap Behaviouralisme  (1959 hingga sekarang)
Penyelidikan tentang tindak – tanduk manusia dalam kehidupan berorganisasi dan apa alasan –
alasan manusia dalam kehidupan berorganisasi dan apa alasan – alasan mengapa manusia itu
bertindak demikian. Jika tindak – tanduk itu merugikan organisassi, diselidiki pula bagaimana
caranya supaya tindakan yang merugikan organisasi itu dapat dirubah menjadi tindakan yang
menguntungkan organisasi. Jika sebaliknya tindak – tanduk itu sudah menguntungkan organisasi,
diselidiki pula cara – cara yang dapat ditempuh untuk lebih meningkatkan kegiatan yang
demikian demi tercapainya tujuan organisasi dengan lebih efisien, ekonomis, dan efektif.
 
B. Inti landasan filosofis
Jika landasan peraturan yang digunakan memiliki nilai bijaksana yakni memiliki nilai benar
(logis), baik dan adil. Menemukan filosofis berarti melakukan pengkajian secara mendalam
untuk mencari dan menemukan hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan dengan nalar,
nalar sehat. Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran atau
pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang mewakili rakyat akan tetapi juga opini
publik (suara rakyat) yang memiliki porsi sama besarnya untuk mencerminkan (terwujud) dalam
kebijakan-kebijakan publik. 
Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik (public interest),
sebagaimana menurut M. Osting yang dikutip oleh Bambang Sunggono, dalam suatu negara
demokrasi, negara dapat dipandang sebagai agen atau penyalur gagasan sosial mengenai keadilan
kepada warganya dan mengungkapkan hasil gagasan sosial tersebut dalam undang-undang atau
peraturan-peraturan, sehingga masyarakat mendapatkan ikut berproses ikut ambil bagian untuk
mewarnai dan memberi sumbangan dengan leluasa (1994, hal 11-12). 
Dasar filosofis yang pertama dari Rancangan Peraturan Daerah adalah pada pandangan hidup
Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Nilai – nilai Pancasila ini dijabarkan
dalam hukum yang dapat menunjukan nilai – nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan. Rumus
Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara Indonesia dituangkan dalam pembukaan UUD
Republik Indonesia . Ditekankan dalam dasar Negara Indonesia, bahwa Indonesia adalah Negara
hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machstaat). 
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
teretinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu Negara. Jika Negara itu menganut
paham kedaulatan rakyat, maka sumber legetimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku
adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal
ini yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang
berada diluar dan sekaligus diatas system yang diaturnya. Karenaitu, di lingkungan Negara-
negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi. 
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahuli organ pemerintahan yang
diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula dengan
pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau
bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena kostitusi itu sendiri merupakan
sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan
perundangan-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, agar
peraturan-peraturan yang tingkatnya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan
diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak oleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi
tersebut. Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionallisme. Untuk tujuan to keep a
government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika
kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya.
Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya
kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam kehidupan
umat manusia. 
Menurut Dwight Waldo (1955), ahli administrasi, administrasi  adalah suatu bentuk daya upaya
manusia yang kooperatif dan mempunyai tingkat rasionalitas yang tinggi. Pernyataan ini
membutuhkan kualifikasi lebih lanjut. Pertama, administrasi bukanlah satu-satunya bentuk kerja
sama manusia yang rasional. Kedua, ada suatu pertanyaan implisit yang penting terhadap
ungkapan tingkat rasionalitas yang tinggi. Dwight Waldo (1955:224) menggambarkan
administrasi sebagai bentuk daya upaya manusia dengan tingkat rasionalitas yang tinggi. Ciri
administrasi adalah birokrasi, organisasi, dan manajemen organisasi. Ini menunjukkan struktur
daripada administrasi, sedangkan manajemen menunjukkan fungsinya. Keduanya saling
tergantung dan tidak dapat dipisahkan. Organisasi melihat administrasi dalam keadaannya yang
statis dan mencari pola, sedangkan manajemen melihat administrasi dalam keadaan dinamis dan
bergerak. Manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu manus yang berarti tangan dan agere yang
berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang berarti menangani.
Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage untuk
orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi manajemen/pengelolaan. 5.4).
Sasaran ilmu administrasi sangat luas. Usaha kerja sama dari sekelompok orang mempunyai ciri
bermacam-macam: dari puluhan orang sampai ribuan orang serta diselenggarakan di tengah kota,
di dalam hutan, di tengah padang pasir, atau di atas lautan. Akhirnya, tujuan yang hendak dicapai
oleh usaha kerja sama itu juga dapat bermacam-macam. Oleh karena itu, sudah selayaknya ilmu
administrasi menggunakan berbagai pengertian, cara pemikiran, dan cara pendekatan yang telah
dikembangkan cabang – cabang ilmu khusus lain sesuai dengan kebutuhannya. Metode-metode
ilmiah yang dipakai dalam penelaahan ilmu administrasi juga bermacam-macam. Segenap
metode ilmiah yang dikenal dalam ilmu-ilmu sosial dapat digunakan untuk pengembangan dan
kemajuan ilmu administrasi (The Liang Gie, 2006: Pada tahap yang terakhir, ilmu administrasi
telah terwujud menjadi pengetahuan sistematis. Pengetahuan sistematis ini berhasil mewujudkan
berbagai pernyataan yang mempunyai bentuk perspektif. Dalam ilmu administrasi, telah
dipaparkan misalnya: asas-asas, ukuran-ukuran, dan berbagai ketentuan perspektif lainnya
tentang organisasi yang baik, manajemen yang efektif, dan prosedur kerja yang efisien. Ilmu
administrasi telah mewujudkan berbagai prinsip ilmiah sebagai proporsi yang mengandung
kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati secara tepat.
Misalnya, dalam pengangkatan para pegawai dan pemberian gaji, telah ditetapkan prinsip gaji
yang sama untuk pekerja yang sama. IImu administrasi telah pula mewujudkan kaidah-kaidah
ilmu sebagai proporsi yang mengungkapkan hubungan yang dapat diperiksa kebenarannya di
antara sasaran-sasaran yang telah diteliti. Misalnya, kaidah bahwa semakin tinggi kedudukan
scorang petugas dalam suatu organisasi, semakin besar pula tanggung jawabnya terhadap
kelangsungan hidup organisasi itu. Ilmu administrasi juga berhasil merumuskan berbagai teori
administrasi sebagai proporsi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan
mengenai suatu hal. Misalnya, sebuah teori administrasi menegaskan bahwa efektivitas
pemimpin berbanding terbalik dengan jumlah keputusan yang harus ia lakukan mengenai urusan-
urusan organisasi. Demikianlah ilmu administrasi sampai sekarang telah tumbuh dan
berkembang sangat pesat (The Liang Gie, 2006:5.5).
Pencampuradukan administrasi dan manajemen sering kita jumpai di Tanah Air. Kita mungkin
acap kali mengalami bagaimana berbelit-belitnya mengurus berbagai perizinan. Saking
berbelitnya, sampai memakan waktu bertahun-tahun! Bagaimana tidak bila kita harus mengurus
izin dari tingkat desa atau kelurahan hingga tingkat kementerian (nasional). Akibatnya, bisnis
tidak jalan, sektor riil pun tidak bergerak. Kalau kita komplain, jawabannya hampir selalu klise:
“aturannya memang begitu” atau “kami harus mengikuti peraturan”. Peraturan itulah
administrasi. Kondisi demikian telah terjadi puluhan tahun lamanya. Orde Reformasi yang
katanya lebih baik dari Orde Baru nyatanya belum mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Bahkan di sejumlah hal terkesan dan terasa lebih buruk, mungkin karena adanya otonomi daerah
yang kebablasan: otonomi daerah yang melahirkan raja-raja kecil di kabupaten/kota dan provinsi.
Akhirnya tercipta persepsi seperti benang kusut, kita masih bisa mengurainya. Kunci awalnya
adalah memisahkan manajemen dari administrasi. Mengapa manajemen yang perlu dipisahkan?
Karena manajemen inilah yang akan menjadi paradigma di lingkungan pemerintahan. Lalu di
manakah posisi administrasi? Kita tempatkan sebagai penunjang atau pendukung manajemen.
Saya kira, pemosisian seperti ini amat relevan dan sejalan dengan keinginan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Inilah tujuan utama pemerintah. Segala bentuk aktivitas
pemerintahan harus diselaraskan dengan tujuan tersebut, termasuk aktivitas administrasinya.
Dengan kata lain, berbagai bentuk aktivitas administrasi yang diperkirakan atau berpotensi
menghambat pencapaian tujuan harus disingkirkan. Sulitkah melakukannya? Fakta menunjukkan
tidak sulit.

IV. KESIMPULAN
Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari 2 suku kata ialah“ Philos” serta“ Sophie”,“ Philos”
umumnya diterjemahkan dengan sebutan gemar, bahagia, ataupun cinta.“ Sophia” bisa dimaksud
kebijaksanaan. Filsafat ilmu merupakan penyelidikan tentang identitas pengetahuan ilmiah serta
metode buat memperolehnya. Pokok atensi filsafat ilmu merupakan proses penyelidikan ilmiah
itu sendiri. Administrasi didefinisikan selaku“ totalitas proses kerjasama antara 2 orang manusia
ataupun lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu buat menggapai tujuan yang sudah
didetetapkan tadinya”. Manajemen merupakan seni serta ilmu perencanaan pengorganisasian,
penataan, pengarahan serta pengawasan daripada sumberdaya manusia buat menggapai tujuan
yang sudah diresmikan. Pertumbuhan administrasi serta manajemen selaku seni bisa dipecah jadi
3 fase utama ialah: Fase Pra- sejarah yang berakhir pada tahun 1 Meter, Fase sejarah yang
berakhir pada tahun 1886, serta Fase modern yang diawali pada tahun 1886 serta yang masih
berlangsung sampai saat ini ini. Ditinjau dari segi waktu serta tempat fare pra- sejarah ini bisa
dipecah jadi sebagian bagian pertumbuhan ialah: Peradaban Mesopotamia, Peradaban Babilonia,
Mesir Kuno, Cina kuno, Romawi Kuno, serta Yunani Kuno. Ditinjau dari segi pentahapan
pertumbuhan Ilmu Administrasi, semenjak lahirnya sampai saat ini Ilmu Administrai sudah
melewati 4 sesi, ialah: Sesi Survival( 1886– 1930), Sesi Konsolidasi serta
Penyempurnaan( 1920– 1945), Sesi“ Human Relations”( 1945– 1959), Sesi
Behaviouralisme( 1959 sampai saat ini). Dalam filsafat kebijakan( policy philosopies)
menghadirkan konsep pemerintahan dalam warga yang pluralistis semacam Indonesia serta
Amerika Serikat dengan teori Brokerism, di antara pemeluk teori ini David Easton serta Robert
Dahl sangat menolong kita menguasai pluralisme. Teori Brokerism berpikiran kalau warga itu
terdiri dari sebagian kelompok kepentingan( interest- group) serta pemerintah“ selaku
perlengkapan perekat” dan mempunyai pegangan yang kokoh dari seluruh faktor kelompok
kepentingan itu jadi sesuatu kekuatan yang terintegrasi.
Sumber :
BMP UT ADPU4531
Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Hadiwijono, Harun. 1988. Sari Sejarah Filsafat Yunani.Yogyakarta: Kanisius
Makmur, Prof.Dr. H. 2006. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara
Bakry, Noor Ms. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta : Penerbit
Liberty.

Anda mungkin juga menyukai