Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETOS KERJA PROFESSIONAL


“Kerja adalah ibadah & Kerja adalah seni”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah “Pendidikan Kepribadian

Berkarakter” yang diampu oleh Ibu Ika Dian Rahmawati S.Pd.,M.Pd.

DISUSUN OLEH :

Naura Firdausiyah 210611100010

Novi Supriliyanti 210611100024

Anggi Eva Mukharomah 210611100050

Yulita Wulandari 210611100058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah
ETOS KERJA PROFESSIONAL “Kerja adalah ibadah dan kerja adalah seni”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Pendidikan Kepribadian Berkarakter. Selain itu makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ika Dian Rahmawati,


S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kepribadian
Berkarakter yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun, demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Pamekasan, 27 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
A. Pengertian Etos Kerja ......................................................................................... 3
B. Kerja Adalah Ibadah ........................................................................................... 3
1. Makna Kerja Adalah Ibadah......................................................................... 3
2. Keagungan Kerja .......................................................................................... 4
3. Benih Keagungan dalam Diri ....................................................................... 5
4. Saklar dan Sekuler ........................................................................................ 6
C. Kerja Adalah Seni .............................................................................................. 6
1. Seni, Kreativitas, dan Sukacita ..................................................................... 6
2. Sumber Sumber Gairah Kerja ...................................................................... 8
3. Hilangnya Gairah Kerja ............................................................................... 9
4. Bekerja Sebagai Seniman ........................................................................... 10
5. Minat, Vitalitas, dan Kesenian ................................................................... 11
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 13
A. Kesimpulan....................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Etos kerja dikatakan sebagai faktor penentu dari keberhasilan individu,


kelompok, institusi dan juga yang terluas ialah bangsa dalam mencapai tujuannya.
Pada pelaksanaan administrasi public juga dipengaruhioleh etos kerja yang
dimiliki oleh pejabat-pejabat publik dalam tugasnya menyelenggarakan kebutuhan
masyarakat. Etos kerja merupakan yang hal utama dalam melaksanakan pekerjaan
untuk mencapai keunggulan karakteryabg menghasilkan kerja dan kinerja yang
unggul pula.
Keunggulan tersebut berasal dari buah ketekunan seorang manusia
Mahakarya. Kemampuan menghayati pekerjaan menjadi sangat penting sebagai
upaya menciptakan keunggulan. Intinya, bahwa saat kita melakukan suatu
pekerjaan maka hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan.
Menghayati pekerjaan sebagai pelayanan memerlukan kemampuan transendensi
yang bersifat melampaui ruang gerak manusia yang kecil. Hal ini semua dapat
terlihat dan tertuang dalam etos kerja.
Etos kerja merupakan totalitas kepribadian dirinya serta cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna pada sesuatu,
yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal. Karyawan
yang memiliki etos kerja yang baik akan menunjukan watak dan sikap serta
memiliki keyakinan dalam suatu pekerjaan dengan bekerja dan bertindak secara
optimal (Mathis & Jackson, 2006).
Dari pengertian etos kerja di atas, maka jika seseorang, suatu organisasi atau
komunitas menganut paradigma tertentu, percaya padanya secara tulus dan serius,
serta berkomitmen pada paradigma kerja tersebut. Maka kepercayaan itu akan
melahirkan sikap kerja dan perilaku kerja mereka secara khas. Itulah etos kerja
mereka, dan itu pula budaya kerja mereka.
Ada 8 etos kerja professional menurut Jansen Sinamo, kerja adalah ibadah
dan kerja adalah seni etos kerja yang dimaksud. Dimana didalam setiap pengertian
kerja memiliki arti tersendiri yang dijabarkan dalam bukunya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etos kerja?
2. Apa maksud dari kerja adalah ibadah?
3. Apa maksud dari kerja adalah Seni?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian etos kerja.
2. Untuk mengetahui maksud dari kerja adalah ibadah.
3. Untuk mengetahui maksud dari kerja adalah seni.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etos Kerja

Etos, kata dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata Yunani, ethos, yang berarti
“karakter yang digunakan untuk menggambarkan keyakinan (beliefs) yang memandu
atau standar/prinsip (ideals) yang menuntun yang menjadi ciri sebuah komunitas,
bangsa, atau ideologi. Definisi etos kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah “Semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok”. Etos kerja adalah cara diri dalam memandang, mempersepsi, menghayati
dan menghargai sebuah nilai kerja. Etos kerja diukur dengan mengunakan skala rajin,
dedikasi pekerjaan, bekerja dengan baik, keadilan dan kemurahan hati ditempat kerja
dan menghasilkan lebih dari yang dibutuhkan seseorang. Etos kerja professional adalah
seperangkat perilaku kerja positif. Yang berakar pada kesadaran yang kental,
keyakinan fundamental, dan disertai komitmen total pada paradigma yang integral.

B. Kerja adalah Ibadah

1. Kerja adalah Ibadah


Makna beribadah, yaitu persembahan diri, penyerahan diri, yang dilandasi oleh
kesadaran yang mendalam, penuh iman penuh cinta kepada Tuhan. Kesadaran bahwa
kita berutang segalanya kepada Tuhan, bahwa kita telah menerima cinta sepenuh-
penuhnya, sehingga kita patut mengabdi dengan sepenuh penuh cinta pula. Jadi,
secara mutlak hanya Tuhan yang patut menerima ibadah kita. Di sini, beribadah
berarti mengabdi kepada Tuhan secara total, ketika bangun maupun tidur, ketika
ramai-ramai maupun sendiri. Ketika istirahat maupun bekerja.
Dalam setiap agama dijelaskan bahwa tanda-tanda utama orang beriman adalah
ketakwaannya kepada Tuhan berperilaku saleh, berakhlak mulia, dan mencintai
sesama. Dengan kata lain, teologi seseorang akan tercermin pada etikanya; iman
seseorang mesti tampak pada perbuatannya; ibadah seseorang mesti kelihatan dari
etosnya. Berbakti dan bekerja dengan demikian memiliki hubungan timbal balik yang
setangkup. Inilah logika etos kerja adalah ibadah, aku bekerja serius dengan penuh
kecintaan. 1
Kerja adalah ibadah, atau bisa juga, sebentuk ibadah. Kita beribadah di dua
tempat. Pertama, di gedung peribadatan umum seperti gereja, masjid, pura, dan

3
1Jansen Sinamo, 8 Etos Profesional Kerja. Jakarta : Institut Darma Mahardika,
2011, h. 171.

4
vihara. Kedua, di ruang kerja. Bentuk ibadah pertama adalah ritual rutin dan wajib.
Bentuk ibadah kedua adalah olah kerja yang dipersembahkan kepada Tuhan.
Agama mengajarkan agar manusia berbuat kebaikan sebesar-besarnya dan
menjauhi kemungkaran sebisa-bisanya. Intinya: kita harus berkarya membangun hal-
hal yang baik, benar, dan adil sebanyak-banyaknya. Dan kerja memang menyediakan
ruang untuk secara konkrit melaksanakan semua hal itu, misalnya kejayaan negara,
pembangunan bangsa, penegakan demokrasi, penguatan masyarakat madani,
pelestarian lingkungan hidup, penegakan hukum dan hak asasi manusia, promosi
perdamaian, peningkatan kemakmuran, dan idealisme besar lainnya, termasuk
kepada Tuhan secara langsung. Karena itu kita memang layak mengabdikan diri
melalui pekerjaan kita.2
2. Keagungan Kerja
Orang yang tidak mampu melihat keagungan di dalam. dibalik, dan diujung
pekerjaannya sering digambarkan melalui tokoh pertama dalam kisah Dua Tukang
Batu. Ceritanya, ada dua orang tukang batu sedang mendirikan tembok suatu
bangunan. Tukang batu pertama selalu mengeluh penuh kesah karena bekerja berat
di bawah terik matahari dengan gaji yang kecil. Dia merasa diri sungguh malang, hati
amat susah. Semangat kerja pas-pasan. Baginya bekerja adalah keterpaksaan, bahkan
penderitaan. Tetapi dia terpaksa harus bekerja, sekadar bertahan hidup, bagaikan
kerakap yang tumbuh sengsara di tembok tua. 3
Tetapi orang kedua mampu melihat lebih jauh, lebih daripada sekadar
membangun tembok. la tahu bahwa tembok itu akan menjadi Pura Agung. Dan
pengetahuan itu menghasilkan sikap dan perasaan yang berbeda: menyusun batu-
bata yang penuh debu di bawah terik matahari musim kemarau itu tidak sekadar demi
upah kecil di akhir minggu, ia memberikan kesempatan mengabdi kepada Tuhan
lewat pekerjaannya menyusun batu-batu.
Dalam cerita ini tampaklah bahwa pekerjaan keduanya sama, upahnya sama,
kondisi kerjanya sama, risikonya pun sama. Pendeknya semua sama. Yang berbeda
hanyalah kesadaran mereka atas hakikat pekerjaan itu. Yang satu hanya melihat
sebatas tembok, keringat, kemarau, plus sedikit uang yang satu lagi melihat sesuatu
di balik upah yang sama sedikitnya: rumah ibadah, bahkan Tuhan.
Kemampuan menyadari bahwa kerja bukan cuma sekadar mencari uang

2 Ibid., h. 172.
3
Ibid., h. 177.
5
melainkan berdimensi keagungan, memiliki konsekuensi panjang, Kesadaran itu
menentukan ikatan batin sang pekerja dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan
perasaan hatinya, sikap dan kebiasaan kerjanya, kuantitas dan kualitas kerjanya,
bahkan kepribadian dan karakter sang pekerja. Jika ini terjadi, bukan saja hasil
kerjanya lebih baik, tetapi sang pekerja telah dimanusiakan ke tingkat lebih tinggi
jelasnya, terjadi proses peningkatan mutu manusia. Pada gilirannya, sang pekerja pun
akan lebih berharga di bursa tenaga kerja, sehingga upahnya bakal lebih baik di masa
depan.4
3. Benih Keagungan dalam Diri
Sering kita ragu, mungkinkah kita menghayati kerja sebagai ibadah,
sementara tuntutan hidup di zaman sekarang terasa makin tinggi dan berat. Keraguan
semacam ini memanusiawi, tetapi manusiawi pula kita menghayati kerja sebagai
ibadah, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderuigan kodrati untuk
mengabdi kepada Tuhan atau atribut ketuhanan seperti kesucian dan kebenaran, serta
keagungan. Kenyataan ini selaras dengan doktrin universal yang mengakui Tuhan
yang Maha Besar adalah pencipta kita, konkrit manusia diciptakan sesuai dengan
citra-Nya, tak mudah dipahami. Sumber kerinduan itu sesungguhya berasal dari
kesadaran batin manusia yang mengagumi keagungan Sang pencipta, Itulah sebabnva
tatkala manusia berseru Allahu Akbar, Tuhan Maha besar, Maha Besar kasih-Nya,
Maha besar luas-Nya, atau Maha Besar rahmat-Nya, seruan ini sebenarnya adalah
resonansi ketuhanan yang memantul dari dalam jiwa manusia.
Dan sesungguhnya, jiwa kita selalu mendambakan keagungan. Menurut
pengertian ini, ke dalam cetak biru kemanusinan kita, Tuhan menyemaikan benih
milik-Nya sendiri. Tuhan menaburkan benih-benih keagungan tatkala Dia menenun
manusia dalam rahim ibunya. Benih ilahi ini adalah inti kehidupan kita yang secara
natural selalu mendesak ingin bertumbuh-kembang menurut rancangan dasar
pencipta-Nya. Dan untuk memelihara serta menumbuhkan benih keagungan tersebut,
Tuhan menyediakan pula enengi vital serta berbagai rahmat dan anugrah.5
Ekspresi lain benih keagungan ini adalah kuatnya minat manusia pada apa
saja yang serba besar: rumah besar, mobil besar, motor besar, gaji besar, pangkat
besar, partai besar, sukses besar, untung besar, makan besar, perusahaan besar, negara
besar, pesta besar, dan upacara besar. Bahkan orang juga membangun
4
Ibid., h. 178.
5Ibid., h.
182. 5
kuburan besar (misalnya para Firaun di zaman Mesir Kuno).
Jadi, kerja memang lebih daripada sekadar mencari makan, membangun karir,
atau memperbesar keyakian. Pekerjaan Anda memiliki misi yang lebih besar:
pembangunan ekonomi bangsa, pelestarian bumi semesta, pembangunan demokrasi
mulia, keamanan dan perdamaian dunia, serta idealisme agung lainnya.6
4. Saklar dan Sekuler
Manusia tidak mampu menghayati pekerjaannya sebagai ibadah karena ia
membagi hidupnya menjadi dua: wilayah suci (sakral) dan wilayah profan (sekuler).
Doa, sembahyang, dan upacara digolongkan sebagai suci, sedangkan makan, minum,
dan bekerja digolongkan sebagai profan. Akibatnya hidup terbelah, terpecah, tidak
utuh dan integral. Konsep suci sendiri lahir dari tradisi agama, yaitu segala sesuatu
yang berhubungan dengan Tuhan disebut suci, karena Tuhan sendiri adalah Sang
Maha Suci. Jadi arena Bekera adalah perintah Tuhan, mandat sorgawi, maka
pekerjaan itu menjadi suci hakikatnva atau pekerjaan yang dimotivasi dan
dipersembahkan untuk Tuhan membuat pekerjaan berdimensi kesucian.
Untuk memahami konsep ini, kita kembali lagi pada pengakuan universal
bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta. Sebagaimana lazimnya semua pencipta, Tuhan
pun menciptakan manusia dengan tujuan mulia. Jadi, manusia pasti tidak diciptakan
asal-asalan, tetapi dengan sebuah tujuan agung. Memang bagi kebanyakan orang
tujuan tersebut tidak serta merta jelas dan tugas manusia adalah untuk menemukan
tujuan tersebut sebagai bagian dari proses menjaga konektivitas antara manusia dan
sang pencipta-Nya. Namun jelas, dari kacamata Tuhan, penciptaan manusia pastilah
dalam rangka tujuan Tuhan, untuk kepentingan Tuhan, atau sebuah manfaat bagi
Tuhan sendiri. 7
C. Kerja adalah Seni
1. Seni, Kreativitas, dan Sukacita
Sehari-hari kita melihat tatkala orang bergembira otomatis dia berdendang
atau menyanyi spontan. Serendah-rendahnya bakat seni pastilah oang itu bersiul-
siul atau menari-melimpat jika tiba-tiba mendapat sukacita besar. Kerja adalah seni
yang mendatangkan kesukaan dan gairah, serta bersumber pada aktivitas- aktivitas
kreatif, artistik, dan interaktif, sukacita ini makin bertambah karena adanya suasana
penuh tantangan yang memungkinkan sense of accomplishment.
6Ibid., h. 183.
7Ibid., h. 188-
189. 6
Menghayati kerja sebagai seni menuntut penggunaan kreativitas, baik untuk
menyelesaikan masalah-masalah kerja maupun dalam rangka menggagas hal-hal
baru. Orang yang bekerja dalam modus ini menikmati kesukaan seperti anak kecil
menemukan mainannya. Dia tenggelam dalam keasyikan yang nikmat
melaksanakan tugas-tugas secara positif dan produktif. Pada saat yang sama
aktivitas ini memperkuat vitalitasnva, yaitu semangat hidup yang menyala-nvala.
Motinggo Boesye seorang novelis dan pelukis yang kondang pada dekade 70an,
berkata, "Saya takkan berhenti melukis, karena selain menyenangkan, dengan
melukis saya bisa mengekspresikan diri lebih intens dibandingkan menulis."
Diakuinya, kerja yang dihayati sebagai seni sekaligus menjadi sumber gairah bagi
sang pekerja. 8
Demikian pula kerja yang dilakoni dengan penuh sukacita akan membuat
kita dipenuhi semangat mencipta: menjadi kreasi-kreasi baru dan gagasan- gagasan
inovatif. Hasilnya, buah kerja kita disukai orang, dibeli pelanggan, atau dikoleksi
penggemar. Umumnya kita selalu kagum pada karya cipta yang bernilai seni karena
karya itu secara langsung menyapa jiwa kita yang pada hakikatnya memang artistik.
Terjadi resonansi: keindahan eksternal menggelarkan senar keindahan, intenal.
Fakta ini juga dapat dipahami. Sebagai wujud kodrat manusia yang segambar
dengan Sang Pencipta. Tuhan dipahami sebagai The Working Goad. Kita bertanya:
mengapa Tuhan perlu bekerja? Tentu bukan karena kekurangan. Tetapi bekerja
merupakan salah satu kodrat Tuhan. Dia senang bekerja: mencipta, memelihara,
memberkati, menyempurnakan, dan memperbarui segenap ciptaan. Dan Dia suka
pekerjaan-Nya yang baik, bermutu, dan indah sekaligus.
Karena manusia segambar dengan Tuhan maka secara kodrat kita pun suka
bekerja. Kita selalu terdorong untuk berbuat dan berkarya. Kita terus bekerja karena
sejatinya memang senang bekerja. Kenyataan sebaliknya juga benar: penganggur
itu susah hatinya. Rasa tak berdaya kelihatan sekali. Rasa rendah diri menggerogoti
harga diri, Dunia tampak kelam, masa depan terlihat suram. Lingkungan pun tidak
ramah bagi pengauggur. Mereka dihakimi, dilecehkan. Sinisme diperhadap. Jadu,
penggangguran bukan cuma penyakit dalam ekonomi,

10Ibid., h.
203. 7
tetapi juga masalah psikis dalam sistem sosial.9
2. Sumber Sumber Gairah Kerja
Berikut adalah sumber-sumber gairah dalam bekerja:
a) Pertama, dari hasil pekerjaan itu sendiri. Hasil pekerjaan adalah buah manis yang
menyukakan hati. Ketika petani panen, ketika pegawai gajian, ketika wiraniaga
teken kontrak, ketika negosiator menggolkan proyek pada saat itulah pekerja
menikmati buah manis pekerjaannya. Senyum lebih lebar, wajah-wajah lebih
berseri, pasar lebih ramai, restoran lebih penuh, hidangan lebih mewah sediktit, dan
wajarlah buah kerja yang baik dinikmati penuh sukacita.
b) Kedua, pekerjaan menyediakan status sosial. Status adalah basis hubungan-
hubungan interpersonal dan sosial. Dengan adanya status orang dapat saling
menyapa dan menghargai secara tepat. Pendeknya, tanpa status sosial yang jelas,
orang sukar berhubungan. Padahal sebagai makhuk sosial vitilitas yang wajar tidak
mungkin terjadi tanpa relasi antar manusia yang sehat.
c) Ketiga, Pekerjaan menyediakan identitas psikis. Ketika orang berkenalan, infomasi
pertama yang dipertukarkan sesudah nama adalah pekerjaan. Nama dan pekerjaan
bahkan menjadi satu kesatuan, misalnya dalam perkenalan berikut, "Saya Poltak
dari Bank Mandiri atau saya Budiman guru SMA Budi Luhur". Identitas psikis ini
memberikan harga diri, rasa percaya diri, dan martabat sosial yang sehat.10
d) Keeempat pekerjaan menyediakan aktivitas yang terstruktur, terpola, dan teratur
sehingga tersedia kesempatan untuk tenggelam dala keasikan yang produktif
keasyikan kerja membuat waktu berlalu nikmat. Di dalamnya kita bertindak sebagai
dirigen kerja. Saat bekerja itulah kita mengalami otentik sebuah rasa berfungsi. Kita
merasa berkuasa atas sesuatu entah atas sebuah gergaji, komputer, dapur, pintu
gerbeng perusahaan, universitas.
e) Kelima pekerjaan menyediakan tantangan positif yang membuat kita merasakan
sense of accompliment. Sukacita pecah ketika akhirnya tantangan terselesaikan.
f) Keenam secara khusus kerja menyediakan aktivitas kreatif, artistik dan estetik.
Inilah sumber kegembiraan paling langgeng dalam bekerja. Kreativitas adalah
energi mental positif yang mengalir dalam bentuk ide, gagasan atau metafora.
Bersama dengan aliran ini mengalir pula rasa senang, gembira dan bahagia.
9 Ibid., h. 202

10Ibid., h.
203. 8
Pekerjaan kreatif mengalami banjir ide dan banjir sukacita sekaligus. Pendeknya
terjadi kekasih rohaniah yang membuat kita lupa waktu dan tak kenal lelah. Yang
ada cuma bergairah and hati dan menikmati intelektual. Ketika proses kreatif ini
berlangsung jiwa, kita mengalami intercourse dengan roh keindahan itu sendiri
sehingga membuat seluruh selera estetik, yakni eros artistik manusia.11
Pada titik ini lah manusia menjalankan fungsinya sebagai mitra tuhan: co
creator dan co developer di dunia ini. Aktivitas kreatif membuat kita berpartisipasi
meningkatkan mutu atau nilai tambah dalam rantai pekerjaan kita. Tegasnya,
aktivitas artistik membuat kita menjadi seniman yang ikut memperindah dunia.
Tetapi sebaliknya juga benar, estetika internal ciptaan Tuhan membuat secara
eksternal melalui pekerjaan kita. Maha Fisikawan Albert Einstein ketika berhasil
merumuskan sebuah fenomena alam menjadi sebuah persamaan matematika
berseru dengan puas. Demikian pula para penyair mereka tidak putus asa
mengungkapkan keindahan kata-kata dalam makna dan irama dalam ungkapan dan
metafora. Keindahan memang memuaskan jiwa manusia dan jiwa yang puas adalah
jiwa yang bersuka cita.12

3. Hilangnya Gairah Kerja


Jika kerja memang berlimpah sukacita, mengapa begitu banyak orang bekerja
tanpa gairah. Mengapa lebih banyak yang mengalami stress, keletihan, kebosanan
dan kejenuhan bukan optimisme dan antusiasme. Ada beberapa alasan yang
membuat hal itu terjadi:

a) Pertama masih bermunculnya persepsi keliru yang menganggap kerja adalah


beban, sedangkan bebas kerja adalah kesukaan. Presepsi ini merupakan residu
jaman kolonial di mana rakyat dipaksa atau terpaksa bekerja keras. Sedangkan
kaum ningrat dan tuan penjajah hanya senang-senang, tuan-tuan besar itu tidak
sudi bekerja keras. Karena berkeringat dianggap rendah sedangkan mereka
adalah kelas tinggi warga mulia dan karenanya hanya pantas untuk upacara,
bicara politik dan bersenan-gsenang.
Selanjutnya rakyat ikut-ikutan menganggap tujuan kerja adalah senang-
senang menikmati hasil. Jika panen di lumbung masih ada, kerja pun berhenti.
Kesenangan diumbar dengan menggelar klangean seperti kontes burung, adu

11 Ibid., h.
204.
12 Ibid., h.
9
205.
ayam, main judi, pesta semalam suntuk atau cuma bermalas-malasan. Sesudah
persediaan tipis barulah orang bekerja lagi.
b) Kedua, orang tidak mampu melihat wajah keindahan di tengah keburukan.
Teramati, banyak orang tidak bisa melihat pelangi puspawarna pada buih sabun
ketika harus mencuci piring. Lain dengan bunda terasa misalnya penyayang kau
miskin itu mampu melihat keindahan jiwa manusia di tengah bau badan yang
membusuk. Katanya, ia bahkan melihat kristus pada wajah kaum selasa yang
terbuang itu (Vardey, 1995)
Keindahan kerja memang tidak selalu kelihatan dengan gamblang. Lebih
sering ia bersembunyi seperti kelopak teratai di dalam kolam berlumpur. Tetapi
keindahan itu akan terlihat jika disimak dan diteliti. Artinya harus ada upaya
untuk mencari mutiara dalam lumpur kerja.13
4. Bekerja sebagai Seniman
Bagaimana memperoleh kesenangan kerja, barangkali cara terbaik ialah
dengan belajar dari seniman. Seniman dapat tenggelam dalam keasyikan menekuni
pekerjaannya, apakah melukis atau mematung. Kita bahkan bisa berguru kepada
semua jenis seniman: sastra, aksara, pahat, musik dan lainnya.
Seniman dapat tenggelam berhari-hari mengasiki pekerjaannya. Bagi
seniman pekerjaan bukanlah bekerja dalam artian umum. Mereka sering memakai
istilah berkarya sebagai ganti bekerja. Dalam berkarya para seniman mengerahkan
daya seni mereka dari dalam jiwanya. Inilah energi cipta daya, cipta ini bagaikan
magma dalam perut bumi. Pada waktunya, energi seni ini mendesak ingin keluar.
Kita ingat misalnya pelukis afandi, jika sedang berkarya iya bagai orang kesurupan,
mengamuk menumpahkan imajinasi estetikanya ke atas kanvas.
Tetapi daya cipta tidak akan keluar jika bidang kerjaannya tidak sesuai
dengan talenta seni kita. Maksudnya tidak mungkin daya cipta sastrawan keluar
dalam bentuk lukisan, tetapi karya sastra; daya cipta komposer tidak mungkin
keluar sebagai naskah drama, tetapi lagu atau daya cipta pematung tidak mungkin
keluar sebagai tarian, melainkan patung atau pahat. Jadi persoalan kita sebenarnya
adalah bagaimana mengenali talenta seni kita, dan selanjutnya mengerahkan energi
seni tersebut mewujud melalui pekerjaan kita. Selama kita belum menemukan
talenta tersebut atau memang tidak ada sama sekali maka mustahilah
13Ibid., h. 206-
207. 10
menampilkannya.14

5. Minat, Vitalitas, dan Kesenian


Minat merupakan kata penting di sini. Sebenarnya sejak anak-anak kita sudah
menunjukkan minat pada hal-hal tertentu. Sayangnya, karena kurang pemahaman
banyak orang tua mengabaikan bahkan membunuh minat anak- anaknya dengan
memaksa mereka menekuni hal-hal yang kurang mereka minati. Tidak hanya orang
tua guru pun banyak yang menjadi pembunuh minat siswa tanpa mereka sadari.

Minat merupakan petunjuk kecerdasan kita. Maksudnya, jika seorang anak


sejak kecil sudah sangat tertarik pada musik pastilah kecerdasan musicalnya tinggi.
Jika anak itu raja ngomong pasti kecerdasan verbal nya tinggi. Jika anak itu suka
berteman dan pandai mengumpulkan kawan-kawannya pastilah kecerdasan
sosialnya tinggi. Jika ia suka mengutak-atik perkakas pastilah kecerdasan teknikal
tinggi dan seterusnya. 15
Hal ini penting dikenali sedini mungkin sebab seorang anak hanya akan
mungkin berhasil optimal jika ia mengerjakan hal-hal yang paling diminatinya.
Sebabnya sederhana, bagi sang anak mengerjakan hal tersebut akan sangat mudah
karena memang di bidang itulah kecerdasannya menonjol.

Minat kita menunjukkan kecerdasan dan bakat kita. Inilah juga talenta kita.
Pada bidang di mana kita cerdas, dari sanalah keberhasilan keluar memancar
dengan lancar. Tegasnya, bidang minat tersebut adalah pintu utama bagi roh kita
mengekspresikan dirinya dengan optimal penuh ungkapan estetikartistik. Dan tak
kalah roh itu bergejolak, kita pun merasa hidup, vitalitas kita tinggi, energi kita
terasa murni dan segar. Tak ada kelelahan, tak ada kebosanan, tak ada kejenuhan
yang ada hanya hidupnya.
Saat roh kita tampil optimal melalui minat kita, meminjam ungkapan
Leonardo da Vinci saat itu roh bekerja bersama tangan kita, maka lahirlah karya.
Seni sebaliknya where the spirit does not work with the hands there is no art. Karya
seni atau pekerjaan dengan muatan estetik dan kualitas seni hanya lahir dari bidang
yang kita minati dengan intens. Artinya, keseniman adalah produk kualitas

14 Ibid., h. 212-213.

15Ibid., h.
205. 11
minat kita yang terbaik.16

16Ibid., h.
206. 12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Etos kerja adalah cara diri dalam memandang, mempersepsi, menghayati
dan menghargai sebuah nilai kerja. Etos kerja diukur dengan mengunakan skala
rajin, dedikasi pekerjaan, bekerja dengan baik, keadilan dan kemurahan hati
ditempat kerja dan menghasilkan lebih dari yang dibutuhkan seseorang.
Bekerja merupakan ibadah yaitu persembahan diri, penyerahan diri, yang di
landasi oleh kesadaran yang mendalam, penuh iman dan penuh cinta terhadap
Tuhan. Dalam artian beribadah di dua tempat. Pertama, di gedung peribadatan
umum seperti masjid, gereja, pura, dan vihara. Kedua, di ruang kerja. Bentuk ibadah
yang pertama merupakan ritual rutin dan wajib. Sedangkan bentuk ibadah kedua
adalah olah kerja yang di persembahkan kepada Tuhan.
Manusiawi pula menghayati kerja sebagai ibadah, karena pada dasarnya
manusia memiliki kecenderuigan kodrati untuk mengabdi kepada Tuhan atau
atribut ketuhanan seperti kesucian dan kebenaran, serta keagungan. Kenyataan ini
selaras dengan doktrin universal yang mengakui Tuhan yang Maha Besar adalah
pencipta kita, konkrit manusia diciptakan sesuai dengan citra-Nya, tak mudah
dipahami.
Jadi, kerja memang lebih daripada sekadar mencari makan, membangun
karir, atau memperbesar keyakian. Pekerjaan Anda memiliki misi yang lebih besar:
pembangunan ekonomi bangsa, pelestarian bumi semesta, pembangunan demokrasi
mulia, keamanan dan perdamaian dunia, serta idealisme agung lainnya
Kerja adalah seni yang mendatangkan kesukaan dan gairah, serta bersumber
kepada aktivitas – aktivitas yang kreatif, aristik dan interraktif, sukacita ini makin
bertambah karena adanya suasana penuh tantangan yang memungkinkan sense of
accomplishment. Demikian pula kerja yang di lakoni dengan penuh sukacita akan
membuat kiya di penuhi semangat mencipta. Menjadi kreasi- kreasi baru dan
gagasan – gagasan inovatif.
B. Saran
Berdasarkan makalah yang telah kami susun bahwa kerja adalah ibadah dan
kerja adalah seni sangat penting untuk kita pelajari dan kita terapkan. Oleh karena
itu dapat dijadikan pedoman bagi kita sebagai calon guru di masa

13
mendatang. Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sinamo, Jansen. (2011). 8 Etos Profesional kerja. Jakarta: Institut Darma


Mahardika.

Ginting, Desmon. 2016. ETOS KERJA : PANDUAN MENJADI KARYAWAN


CERDAS. Jakarta: PT Alex Media Komputi

15

Anda mungkin juga menyukai