3
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993) hal 33.
Menurut Madjid etos kerja merupakan karakteristik, sikap,kebiasaan,
serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusu tentang seseorang
individu atau sekelompok manusia.4
Etos kerja lebih kepada kondisi internal yang mendorong dan
mengendalikan perilaku kearah terwujudnya kualitas kerja yang ideal.
Kualitas unjuk kerja dan hasil kerja banyak ditentukan oleh kualitas etos
kerja ini. Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa
unsur antara lain : Disiplin kerja, Sikap terhadap pekerjaan, dan
Kebiasaan-kebiasaan bekerja
Dengan demikian, etos kerja merupakan tuntutan internal untuk
berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja yang baik dan produktif.
Dengan etos kerja yang baik dan kuat sangat diharapkan seseorang
pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif dan
produktif dalam kondisi pribadi yang sehat dan berkembang. Untuk
melihat apakah seseorang mempunyai etos kerja yang tinggi atau tidak
dapat dilihat dari cara kerjanya. Keberhasilan peserta didik didukung oleh
keteladan guru dalam berikap dan kebiasaannya dalam mengajar. Etos
kerja seseorang yang tinggi dapat diketahui dari cara kerjanya yang
memiliki tiga ciri dasar, yaitu:
a. menjunjung mutu pekerjaan
b. menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan
c. memberikan pelayanan kepada masyarakat.5
3. Kode Etik Kerja
Kode etik berasal dari kata Kode dan Etik. Kode berarti
kumoulan peraturan atau prisip yang sistematis sedangkan etik adalah
akhlak atau moral. Kode etik diartika sebagai norma atau asa yang oleh
suatu kelompok atau profesi tertentu sebagai landasan tingkah laku. Kode
4
Tamara, Toto, Membudidayakan Etos Kerja Islam, (Jakarta : Gema Insani Press,2002),
hal 18.
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, (Jakarta: Balai
5
6
https://jagad.id/pengertian-kode-etik/#F_Penyebab_Terjadinya_Pelanggaran_Kode_Etik
baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan
dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional.
Maksud dan tujuan kode etik ialah untuk mengatur dan memberi kualitas
kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik
organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa
baik profesional. Kode etik merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan,
dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi profesi.
1. Tujuan Kode Etik Profesi:
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d. Untuk meningkatkan mutu profesi.
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
f. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
h. Menentukan baku standarnya sendiri.
2. Fungsi kode etik profesi adalah:
a. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
b. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
c. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah
dibutuhkan dlam berbagai bidang.7
C. Kode Etik PGRI
1. Pengertian kode etik PGRI
Secara etimologi, kode etik berasal dari dua kata kode dan etik.
Kode berasal dari bahasa Prancis Code yang artinya norma atau aturan.
Sedangkan Etik berasal dari kata Etiquete yang artinya tata cara atau
tingkah laku.
7
https://ayuameliags.wordpress.com/2018/07/24/etika-etika-profesi-dan-kode-etik-profesi/
Selanjutnya definisi guru, yaitu semua orang yang berwenang dan
bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik
secara individual atau klasikal, di sekolah maupun luar sekolah. Sebagai
pendidik, guru dibedakan menjadi dua, yakni: Pertama, guru kodrati dan
guru jabatan. Guru kodrati adalah orang dewasa yang mendidik terhadap
anak-anaknya. Disebut kodrat karena mereka mempunyai hubungan darah
dengan anak (si terdidik). Kedua, guru jabatan, yaitu mereka yang
memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Peran mereka
terutama nampak dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah,
yaitu mentransformasikan kebudayaan secara terorganisasi demi
perkembangan peserta didik khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Jadi, Kode Etik Guru dapat diartikan aturan tata-susila keguruan.
Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-
pekerjaan guru) dilihat dari segi susila. Kata susila adalah hal yang
berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan umum
yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan,
sopan-santun dan keadaban.8
Dengan demikian yang dimaksud dengan Kode Etik Guru Indonesia
merupakan pedoman, aturan-aturan, atau norma-norma tingkah laku yang
harus ditaati dan diikuti oleh guru profesional di Indonesia dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sehari-hari sebagai guru profesional.
2. Tujuan adanya kode etik persatuan guru republic Indonesia (PGRI)
Secara umum tujuan Kode Etik Guru Indonesia adalah untuk
menjamin para guru atau petugas lainnya agar dapat melaksanakan tugas
kependidikan mereka sesuai dengan tuntutan etis dari segala aspek
kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan secara khusus tujuan
Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Menanamkan kesadaran kepada anggotanya bahwa kode etik
merupakan produk anggota profesinya yang berlandaskan kepada
8
Fauzi, Imron, Etika Profesi Keguruan, (Jember : IAIN Jember Press, 2018), hal 93-94.
falsafah Pancasila dan UUD 1945, dan karenanya segala sepak
terjang profesinya harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945.
b. Mewujudkan terciptanya individu-individu profesional di bidang
kependidikan yang mampu tampil profesional sesuai dengan
kompetensinya (pedagogik, profesional, personal, dan sosial).
c. Membentuk sikap profesional di kalangan tenaga kependidikan
maupun masyarakat umumnya dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan.
d. Meningkatkan kualitas profesional tenaga kependidikan untuk
keperluan pengembangan kode etik itu sendiri.9
9
Ibid., hal 98.