Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ISU-ISU PENDIDIKAN DI NEGARA ASEAN


Disusun dalam rangka memenuhi tugas mandiri mata kuliah perbandingan pendidikan
Dosen pengampu : Dr. H. M. Ali Hasan M.Pd

Disusun oleh :
Muhammad ikhwan kamaludin rahmat (2008109054)
Semester 3 MPI B

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
IAIN SYEKHNURJATI CIREBON
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “perbandingan pendidikan dikawasan Negara-
negara yang berdasarkan islam” ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi
seluruh alam semesta.

Adapun maksud dan tujuan kami menyusun maklah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah perbandingan pendidikan, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H.
M. Ali Hasan M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah perbandingan pendidikan serta
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyusun karya tulis ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalh ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar makalah yang kami buat ini masih terdapat banyak
kekurangannnya.

Bandung 15 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................2

BAB I

PENDAHULUAN..................................................................................4

LatarBelakang.........................................................................................4
RumusanMasalah....................................................................................5
Tujuan......................................................................................................5

BAB II

Isu-isu pendidikan di ASEAN…………………….6

BAB III

PENUTUP..............................................................................................19

Kesimpulan dan Saran..........................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................20

BAB II

PEMBAHASAN
SISTEM PENDIDIKAN DI KAMBOJA

Sistem pendidikan telah dimulai  sejak sekurang-kurangnya dari abad ketiga belas
di. Secara tradisional, pendidikan Kamboja berlangsung di Wats (wihara-wihara
Buddha) dan dipersembahkan secara eksklusif bagi penduduk laki-laki. Pendidikan
melibatkan dasar sastra, atas dasar agama dan keterampilan untuk kehidupan
sehari-hari seperti pertukangan, kesenian, craftwork, membangun, bermain
instrumen dan lain sebagainya.

Pendidikan ‘tradisional’  secara bertahap berubah ketika Kamboja dimasuki oleh 


koloni Perancis (1863-1953). Perancis memperkenalkan sistem pendidikan formal
yang dipengaruhi oleh model pendidikan Barat, yang dikembangkan melalui
periode kemerdekaan (1960-an), bersama dengan pendidikan tradisional. Selama
perang sipil yang berikut, sistem pendidikan mengalami krisis kronis dan benar-
benar hancur selama rezim Khmer Merah (1970-an). Antara tahun 1980-an dan
1990-an, pendidikan dibangun kembali dari hampir ‘tidak’ dan telah dikembangkan
secara bertahap sampai sekarang

Saat ini, setelah reformasi pada tahun 1996, struktur pendidikan formal Kamboja
dirumuskan dalam 6 + 3 + 3. Ini berarti 12 tahun untuk menyelesaikan pendidikan
umum yang membagi ke enam tahun untuk pendidikan dasar (kelas 1-6) dan enam
tahun pendidikan menengah umum (kelas 7-12). Pendidikan menengah terdiri dari
setiap tiga tahun pendidikan menengah rendah (grade 7 sampai 9 tahun) dan
pendidikan sekolah menengah atas (kelas 10-12 tahun). 

Rumusan ini tidak termasuk setidaknya satu tahun untuk pra-sekolah pendidikan
(TK) untuk anak-anak dari 3 sampai di bawah 6 tahun dan pendidikan universitas 4
sampai 5 tahun. Dua lain komponen struktur pendidikan Kamboja melibatkan
pendidikan non formal yang menyediakan semua anak-anak, remaja, dewasa,
Penyandang Cacat orang dengan melek huruf dan akses ke keterampilan hidup.
Komponen lainnya adalah pendidikan pelatihan guru. Hal ini memungkinkan siswa
yang berhasil menyelesaikan kelas 12 atau kelas 9 untuk mengejar sertifikat guru
di perguruan tinggi pelatihan guru Provinsi (untuk guru sekolah dasar) atau guru
daerah pusat pelatihan (untuk guru sekolah menengah lebih rendah).

Saat ini, sistem pendidikan dijalankan oleh negara Kamboja, tetapi pendidikan
swasta yang ada di semua tingkat dan dijalankan oleh sektor swasta. Sebagian
besar sekolah swasta yang menawarkan pendidikan pra-sekolah dan pendidikan
umum yang telah dioperasikan oleh masyarakat minoritas etnis dan agama yang
termasuk Cina, Muslim, Perancis, Inggris dan Vietnam. Perguruan tinggi swasta
dapat dicapai terutama di ibukota negara, tetapi juga tersedia di seluruh provinsi di
Kamboja

Pendidikan Umum Kamboja didasarkan pada Kurikulum Nasional sekolah yang


terdiri dari dua bagian utama: pendidikan dasar dan pendidikan sekolah
menengah atas. Kurikulum pendidikan dasar terbagi menjadi tiga siklus tiga tahun.
Siklus pertama (kelas 1-3) terdiri dari 27-30 pelajaran per minggu selama 40 menit
yang dialokasikan ke lima pokok utama: 

• Khmer (13 pelajaran) 

• Matematika (7 pelajaran) 

• Sains & IPS termasuk seni (3 pelajaran) 

• Fisik dan pendidikan kesehatan (2 pelajaran) dan kehidupan lokal program


keahlian (2-5 pelajaran)

Siklus kedua (kelas 4-6) terdiri dari jumlah pelajaran yang sama tapi sedikit
berbeda: 

• Khmer (10 kelas 4 dan 8 untuk grade 5-6) 

• Matematika (6 kelas 4-6) 

• Ilmu pengetahuan (3 untuk kelas 4 dan 4 untuk grade 5-6) 

• IPS termasuk seni (4 kelas 4 dan 5 untuk grade 5-6) 

• Fisik dan pendidikan kesehatan (2 kelas 4-6) 

• Kehidupan lokal program keahlian (2-5 untuk kelas 4-6).

Siklus ketiga (kelas(kelas 7-9) terdiri dari 32-35 pelajaran yang dialokasikan untuk 7
mata pelajaran utama: • Bahasa Khmer
• matematika ilmu sosial dan ilmu pengetahuan (6 pelajaran masing-masing)
• bahasa asing (4 pelajaran)
• pendidikan fisik & kesehatan dan olahraga (2 pelajaran) lokal hidup keterampilan
Program (2-5 pelajaran)

Kurikulum pendidikan lanjutan atas terdiri dari dua yang berbeda fase. Kurikulum
untuk tahap pertama (kelas 10) identik dengan siklus ketiga pendidikan dasar (lihat
atas). Tahap kedua (grade 11-12) memiliki dua komponen utama: wajib dan pilihan.
Wajib melibatkan empat mata pelajaran utama dengan nomor yang berbeda dari
pelajaran yang dialokasikan per minggu: Khmer Sastra (6 pelajaran), pendidikan
fisik & kesehatan dan olahraga (2 pelajaran), bahasa asing: Inggris atau Perancis
(harus memilih salah satu, 4 pelajaran masing-masing) dan matematika: Dasar atau
Advance (harus memilih salah satu, 4 atau 8 pelajaran masing-masing). Pilihan
mencakup tiga mata pelajaran utama yang meliputi empat atau lima sub subyek
dengan empat pelajaran dialokasikan per minggu untuk masing-masing (siswa
dapat memilih satu atau dua atau tiga dari mereka): 

• Sains: fisika, kimia, biologi, bumi dan studi lingkungan 

• IPS: Moral Pancasila, sejarah, geografi, ekonomi 

• EVEP: ICT/teknologi, Akuntansi Manajemen Bisnis, lokal kejuruan teknis subjek,


pariwisata dan pendidikan seni dan mata pelajaran lain 

Bagi mereka yang memilih matematika dasar atau Advance matematika harus
memilih subyek sub empat atau tiga mata pelajaran masing-masing dari pilihan

A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa


dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini
disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi
dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia.
Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia


robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan
kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara
belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi
cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir.
Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai,
semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan
sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering
digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai”
di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan
persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan
nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen
pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga
produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar.
Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau
menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin)
adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para
peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai
pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran
yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang
sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila
sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung
apa saja yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini
tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa
dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh
mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak
mempunyai pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini


hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap
zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena
yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari
akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat
bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh
karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”,
sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau
hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat
kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan
lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar
akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima
dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini,
makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.

PENDIDIKAN DJ MALESIA

Pendidikan di Malaysia diurus oleh Kementerian Pendidikan. Meskipun pendidikan adalah


tanggung jawab pemerintah federal, setiap negara bagian dan teritorial federal memiliki sebuah
Departemen Pendidikan untuk membentuk bahan-bahan pengajaran di teritorialnya. Legislasi
utama yang mengatur pendidikan adalah Undang-Undang Pendidikan 1996.

Sistem pendidikan tersebut terbagi dalam pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, pendidikan pasca-menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan tersedia dari sistem
sekolah negeri multi-bahasa yang menyediakan pendidikan gratis bagi seluruh warga Malaysia,
atau sekolah swasta, atau melalui sekolah di rumah. Menurut hukum, pendidikan dasar adalah
wajib. Seperti beberapa negara Asia-Pasifik macam Republik Korea, Singapura dan Jepang, tes-
tes terstandardisasi adalah sebuah fitur umum. Saat ini, terdapat 37 universitas swasta, 20
kolese unviersitas swasta, tujuh kampus cabang universitas luar negeri dan 414 kolese swasta di
Malaysia

PENDIDIKAN DI FILIPINA

Pendidikan di Filipina yang terbaru kali ini adalah menetapkan bahwa wajib belajar di negara itu
ialah wajib belajar selama 13 tahun. 95,9 % warga Filipina mengenyam pendidikan sampai
tingkat setara SMA, termasuk yang terbaik di Asia. Tingkat bebas buta aksara di Filipina
mencapai hampir 97 o, teringgi di antara negara-negara Asia Tenggara dan termasuk 5 besar di
antara negara- negara di Asia. Indeks kualitas mahasiswa di Filipina memang masih rendah,
namun produktivitas dan kualitas lulusan universitas-universitas di negara ini merupakan salah
satu yang terbaik di Asia

Tenggara.
Sistem Pendidikan di Filipina dimulai pada Pra-Pendidikan Dasar dengan berbagai macam
programnya untuk usia 3-6 tahun, kemudian Pendidikan Dasar 6 atau 7 tahun, berlanjut ke
Pendidikan Menengah 4 tahun dimana tiap tahunnya materi terfokus pada tema atau isi
tertentu.

Dan pada tahun terakhir Pendidikan Menengah masing-masing sekolah mengadakan ujian
untuk memasuki Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan Pendidikan Menengah, siswa dapat
melanjutkan pendidikan mereka Pendidikan Teknik dan Kejuruan selama 2 atau 3 tahun, atau

Sistem Pendidikan di Brunei Darussalam – Sistem pendidikan umum Brunei memiliki banyak


kesamaan dengan negara ACommonwealth@ lainnya seperti Inggris, Malaysia, Singapura dan lain-
lain. Sistem ini dikenal dengan pola A7-3-2-2″ yang melambangkan lamanya masa studi untuk
masing-masing tingkatan pendidikan seperti: 7 tahun tingkat dasar, 3 tahun tingkat menengah
pertama, 2 tahun tingkat menengah atas dan 2 tahun pra-universitas.

Untuk tingkat dasar dan menengah pertama, sistem pendidikan Brunei tidak jauh berbeda dengan
Indonesia. Pendidikan dasar bertujuan memberikan kemampuan dasar bagi murid-murid dalam
menulis, membaca, dan berhitung disamping membina dan mengembangkan karakter pribadi.

Pendidikan TK yang merupakan bagian tingkat dasar mulai diterapkan di Brunei tahun 1979 dan
sejak itu setiap anak berumur 5 tahun diwajibkan memasuki TK selama setahun sebelum diterima di
SD kelas 1. Kenaikan tingkat dari TK ke SD dilakukan secara otomatis. Di tingkat SD, mulai dari kelas 1
dan seterusnya setiap murid akan mengikuti ujian akhir tahun dan hanya murid yang berprestasi saja
yang dapat melanjutkan ke kelas berikutnya. Sementara yang gagal harus Atinggal kelas@ dan
sesudah itu baru mendapat kenaikan kelas otomatis.

Setelah mengikuti pendidikan dasar 7 tahun, murid yang lulus ujian akhir dapat melanjutkan
pendidikannya ke SLTP selama 3 tahun. Bagi siswa yang lulus ujian akhir SLTP akan memiliki pilihan
yaitu:

   Dapat meneruskan pelajaran ke tingkat SLTA . Di tahun ke-2, siswa akan menjalani ujian penentuan
tingkat yang dikenal BCGCE (Brunei Cambridge General Certificate of Education) yang terdiri dari 2
tingkat yaitu tingkat AO@ dan AN@. Bagi siswa yang berprestasi baik akan mendapat ijazah tingkat
AO@ artinya siswa dapat meneruskan pelajaran langsung ke pra-universitas selama 2 tahun untuk
mendapatkan ijazah Brunei Cambridge Advanced Level Certificate tingkat AA@ . Sementara itu, siswa
tingkat AN@ harus melanjutkan studinya selama setahun lagi dan kemudian baru dapat mengikuti
ujian bagi mendapatkan ijazah tingkat AO@.

   Bagi siswa tamatan SLTP yang tidak ingin melanjutkan pelajarannya ke universitas dapat memilih
sekolah kejuruan seperti perawat kesehatan, kejuruan teknik dan seni, kursus-kursus atau dapat
terjun langsung ke dunia kerja.

Anda mungkin juga menyukai