BAB I
PENDAHULUAN
KONSEP ROY
Dengan meningkatnya tuntutan dan kebutuhan akan profesionalisme keperawatan maka perlunya
perawat memahami landasan teori yang dijadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek
keperawatan di Indonesia adalah teori “Model Adaptasi Roy” dari Sister Callista Roy. Teori ini
Model Adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus pada kemampuan
adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam penerapannya Roy menegaskan bahwa
individu adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme
sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada perkembangan manusia. Sehat
adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri, respon yang menyebabkan
penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan dan menyebabkan individu
berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau prilaku tertentu. Menurutnya peran
depresi, gangguan tidur, berkurangnya interaksi sosial, pekerjaan dan aktivitas fisik. Kondisi ini
juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih berulang, jatuh, dan biaya perawatan tinggi
suatu kondisi yang alami / wajar di dalam proses penuaan atau suatu akibat penekanan pada saat
melahirkan. Mereka umumya sulit untuk mendiskusikan masalah dengan para teman, keluarga
atau konsultan. Beberapa wanita-wanita percaya bahwa masalah mereka bukanlah hal yang
serius dan perlu untuk berkonsultasi. ( Anders K, 2006 ). Tetapi pada penelitian lain dikatakan
bahwa Inkontinensia urin dapat menyebabkan kecemasan, hilangnya keyakinan, keadaan yang
memalukan, dan isolasi sosial. Penderita-penderita selalu takut bila mengalami kondisi ini pada
saat dia berhubungan dengan orang lain. Beberapa gaya hidup secara dramatis berubah.
( Raisbeck E , 2005 ).
Melihat begitu kompleksnya masalah dan penanganan yang diberikan dalam mengatasi problem
inkontinensia ini tentunya diperlukan adaptasi dari klien terhadap problem dan pengobatan yang
B. Tujuan Penulisan
Dapat memahami dan menerapkan Model Adaptasi Roy dalam memberikan Asuhan
Keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengaplikasikan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan klien yang
b. Dapat menganalisa penerapan Model Adaptasi Roy pada klien yang mengalami inkontinensia
urine.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Dalam Asuhan Keperawatan, sesuai dengan paradigma yang dikemukakan Roy (1984)
menyatakan bahwa sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat yang dipandang sebagai “ Holistik adaptif system” dalam segala aspek yang
Respon
o Adaptif
o Inefektif
Mekanisme koping :
Regulator
Kognator
Umpan Balik
Gambar 2.1
Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar ”Model Adaptasi Roy”
Sumber : Tomey dan Alligood, 2006
Skema tersebut menunjukkan manusia sebagai sistem adaptasi selalu mendapatkan input sebagai
stimulus untuk melakukan proses kontrol. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang terdiri
dari subsistem regulator dan cognator. Subsistem regulator melakukan koping yang
diperlihatkan dalam mode adaptasi fisiologis. Penghubung sistem regulator adalah proses koping
neural, kimia dan endokrin. Tanda-tanda yang dinyatakan oleh aktivitas regulator antara lain
peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, ketegangan, kegembiraan, hilang nafsu makan
dan meningkatnya serum cortisol. Sedangkan subsistem kognator berhubungan dengan fungsi
yang lebih tinggi dari otak yaitu persepsi atau pengolah informasi yang terdiri dari proses
perhatian, dan ingatan. Mekanisme koping kognator diperlihatkan dalam 3 (tiga) mode adaptif,
yaitu konsep diri, interdependen dan fungsi peran. (Roy & Andrew’s ,1991) ; (George, 1995) ;
Model Adaptasi Roy menjelaskan proses keperawatan secara terperinci , termasuk melakukan
pengkajian terhadap tingkah laku klien dan factor yang mempengaruhinya, identifikasi masalah,
menetapkan tujuan, memilih intervensi dan mengevaluasi hasil untuk menghasilkan keperawatan
yang menyeluruh. ( Tolson &McIntosh, 1996, dalam Araich Manjit, 2001). Proses keperawatan
menurut model ini terdiri dari dua tahap pengkajian, yaitu pengkajian terhadap prilaku pasien
Menggunakan tipe yang berhubungan dengan 4 mode adaptasi, contoh hipoksia.
Menggunakan diagnosa dengan mengobservasi respon dalam satu modes berdasar stimuli yang
paling mempengaruhi. Contoh, nyeri dada akibat kekurangan oksigen pada otot jantung karena
cuaca panas.
Menggunakan respon dalam satu atau beberapa modes adaptif yang berhubungan stimulus yang
sama. Contoh, nyeri dada pada seorang petani yang bekerja di luar pada cuaca yang panas.
Diagnosa dapat ditulis juga dengan kegagalan peran karena keterbatasan kemampuan fisik untuk
( George, 1995 )
Setelah diagnosa ditegakkan maka perlu ditetapkan tujuan , tujuan adalah penetapan pernyataan
jelas dari hasil perilaku asuhan keperawatan untuk klien. Tujuan umum didefinisikan sebagai
mempertahankan dan memperkuat perilaku adaptif dan merubah perilaku tidak efektif menjadi
adaptif. Tujuan jangka pendek mengidentifikasi hasil perilaku yang meningkatkan adaptasi.
Intervensi keperawatan adalah perencanaan tindakan yang ditujukan untuk melakukan perubahan
/ pengaturan stimulus fokal dan konstektual. Rencana tindakan difokuskan pada peningkatan
kesanggupan klien untuk melakukan koping sehingga seluruh stimuli yang mempengaruhi
perilaku mampu diadaptasi dengan baik. Perawat dapat pula merencanakan aktivitas spesifik
untuk mengubah stimulus terpilih secara tepat. Langkah terakhir dalam proses keperawatan
adalah melakukan evaluasi. Evaluasi menunjukkan efektivitas mekanisme koping klien terhadap
A. Kasus
Ny M umur 40 tahun mengalami inkontinensia urine akibat pasca stroke yang di alaminya, Ny
M datang ke poli stroke dan mengeluhkan sering kencing tanpa disadari. , akibatnya klien
merasa terganggu dalam beraktivitas sehari – hari. Sebelum mengalami serangan stroke
kebiasaan eliminasi Ny M normal yaitu : frekwensi BAK (siang 5 x/ hari dan malam 2-3 x/ hari
), volume urine ± 100 – 150 cc tiap BAK dengan warna dan bau normal. Hasil pemeriksaan fisik
Ny M adalah seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja sebagai seorang kepala sekolah pada
suatu institusi pendidikan swasta, ,dia menanyakan dengan ekspresi tegang dan cemas terkait
seringnya ia tidak dapat menahan respon BAK , akibatnya klien selalu membawa banyak
pakaian dalam pengganti , merasa tidak nyaman dan sering gatal pada daerah genetalianya. klien
merasa malu dan membatasi aktivitasnya di luar ruangan. Klien mengatakan akibat masalah ini
1. Pengkajian
n Prilaku
Berdasarkan model adaptasi Roy ada 4 (empat) mode yang harus dikaji terhadap prilaku
n Stimulus
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia urine . Perawat harus
atau inkontinensia urine yang menetap. Perawat harus mampu membedakan apakah penyebab
inkontinensia urine ini karena faktor penyakit atau proses ketuaan. Ada beberapa kondisi yang
dapat mempengaruhi terjadinya inkontinensia urine pada lansia wanita yaitu : perubahan
neurotransmitter sistem syaraf pusat, penurunan hantaran saraf, gangguan manajemen cairan,
hyperaktivitas bladder, gangguan kontraktilitas baldder, peningkatan kejadian prolap pada organ
plevic, dan tipisnya lapisan mukosa kandung kencing yang disebakna oleh penurunan estrogen.
Keseimbangan cairan mempunyai keterkaitan besar kepada inkontinensia. Masukan cairan yang
tidak adekwat sering terjadi pada orang dewasa terutama pada lansia yang tidak dapat menahan
kencingnya , mereka sering membatasi minum untuk mengurangi keinginan kencing. Hal ini
tentunya dapat menimbulkan masalah baru terutama untuk klien lansia yaitu dehidrasi.
Evaluasi lingkungan terdekat perlu dikaji terutama berkaitan dengan resiko trauma yang dapat
terjadi pada lansia akibat peningktan frekwensi ke kamar mandi, Bagaimana pencahayaan di
kamar mandi , terutama pada malam hari, Lantai kamar mandi juga harus dijamin tidak licin
untuk menghindari terpelesetnya karena terburu-buru ingin buang air kecil. Ada tidaknya
Pengobatan mungkin berpengaruh paling besar pada keadaan inkontinensia. Perawat harus sadar
akan efek samping dari pengobatan yang diberikan pada lanjut usia, terutama penggunaan obat-
tidaknya penghentian atau pergantian obat dalam menangani kasus inkontinensia ini.
Perawat juga harus memahami terhadap adanya nyeri dan metode yang digunakan pasien dalam
inkontinensia, Kondisi nyeri ini kadang membuat klien untuk membatasi diri untuk pergi ke
kamar mandi. Sering kali, perawat-perawat tidak menyadari bahwa kondisi-kondisi seperti
radang sendi pada lansia sangat menyakitkan sehingga mereka membatasi untuk bergerak.
Tekanan fisik atau psikologis yang mempengaruhi pasien menurut Roy adalah stimulus yang
wajib dikaji perawat. Tekanan fisik bisa disebabkan oleh satu iritan, seperti adanya fecal
impaction atau suatu tumor. Adapun Secara psikologis, penderita bisa tertekan oleh kebingungan
akan apa yang dialami atau oleh rasa takut akan ngompol. Bagian akhir dari pengkajian stimulus
adalah tahap tumbuh kembang pasien. Menurut tahap perkembangan Erickson wanita- wanita tua
umumnya mengalami gangguan integritas diri atau despair. Keadaan inkontinensia sangat
mempengaruhi integritas dalam dirinya. Dalam hal ini juga perlu dikaji komunikasi dan
dukungan keluarga dalam menemukan kembali integritas diri pasien lansia yang mengalami
inkontinensia tersebut.
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang benar, perawat harus mampu mengenali
respon - respon adaptif dari klien. Klien akan mengalami respon yang berbeda terhadap
perubahan lingkungannya, baik itu lingkungan internal atau eksternal. Kemampuan Cognator
dapat mempengaruhi setiap kebutuhan yang physiologic, termasuk eliminasi, dan ini akan
membantu klien untuk menyesuaikan diri dalam mencapai tujuan. Roy melalui tiga cara yaitu
dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
dengan stimulus yang sama maka diagnosa disusun menggunakan cara ketiga dengan diagnosa
sebagai berikut :
stroke
b. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembabab daerah genitalia dari
ekresi urine
Gangguan body image berhubungan dengan bau, seringnya berganti pakaian dalam sekunder
Isolasi sosial berhubungan dengan penurunan status kesehatan atau ketakutan terhadap hal yang
memalukan
3. Tujuan
- keadekwatan waktu untuk mencapai kamar kecil antara urgensi dan pengeluaran urine
b. Integritas kulit terjaga dengan kriteria tidak ada tanda- tanda lesi jaringan, suhu, dan elastisitas
kulit normal
Tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan rutinitas tidur
- melaporkan adanya interaksi dengan teman dekat, tetangga, anggota keluarga, dan atau
kelompok kerja
- melaporkan adanya partisipasi sebagai anggota kelompok keagamaan. Klub atau kelompok
sukarelawan
Intervensi dibuat berdasarkan dari hasil pengkajian prilaku dan stimulus yang didapatkan.
Perawat dapat menggunakan model Roy untuk meningkatkan dan menguatkan stimuli atau
tindakan untuk berubah atau menghilangkan masalah. Hal ini Tergantung pada tingkat dari
keadaan inkontinensia, jenis dan intensitas intervensi itu mungkin bervariasi . Intervensi harus
mempertimbangkan di mana pasien tinggal, bagaimana sikap dari keluarga, dan faktor
lingkungan lain. Banyak intervensi yang dapat diberikan pada kondisi inkontinensia ini yaitu
Adapun intervensi keperawatan (dihubungkan dengan stimulus fokal ) yang dapat dilakukan
c. Dorong pasien untuk meningkatkan asupan cairan untuk di pagi dan siang hari mencegah
d. Anjurkan pasien untuk tetap mempertahankan daerah genetalia tetap kering dan bersih
g. Gali support sistem yang mendukung untuk meningkatkan self image pasien dengan melibatkan
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap kebutuhan fisiologis mengungkapkan prilaku adaptif, yang dicapai dengan
memanipulasi stimulus fokal, apakah pelaksanaan latihan kegel dapat meningkatkan status
eliminasi pasien , seperti urgensi berlemih terpelihara, integritas kulit baik. Dan pola tidur
Untuk kebutuhan konsep diri dan peran , pencapaian tujuan mungkin relatif lambat, karena
kondisi kronis penyakitnya, Kita dapat melihat beberapa hasil seperti penurunan tingkat
kecemasan, secara verbal mau mengungkapkan kondisi penyakitnya dan perlu perawatan jangka
panjang dengan tetap melaksanakan rehabilitasi otot panggul. Pasien juga harus mempunyai
kemampuan untuk tetap melakukan akitivitas sosialnya dengan penyesuaian terhadap kondisi
inkontinensianya.
C. Penutup
Penggunaan salah satu teori keperawatan yang logis dalam mengatasi problem inkontinensia
urine ini adalah dengan menggunakan pendekatan teori dari Sister Callista Roy. Teori adaptasi
model Roy mempunyai kekuatan untuk melakukan pendataan secara lengkap dan akurat karena
pengkajianya melalui dua tahap sehingga sangat membantu perawat untuk melakukan asuhan
keperawatan, selain itu metode perumusan diagnosa Roy memberikan tiga alternatif pilihan
,melalui penggunaan typologi sesuai mode adaptasi, melalui observasi perilaku yang paling
dipengaruhi stimulus dan menyimpulkan dari berbagai adaptif made dengan stimulus yang sama
sehingga perawat mempunyai berbagai alternatif untuk menentukan diagnose yang tepat bagi
klien.
Model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan rumahsakit
dari klien dengan penyakit akut maupun kronis , dari klien dengan permasalahan fisiologis dan
psikologis , hal tersebut sesuai dengan karakteristik teori sebagaimana pendapat (1995) bahwa
teori harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah klien dari yang sederhana sampai yang
komplek. Pada intervensi, model adaptasi Roy dapat menghindarkan terjadinya duplikasi
pembuatan perencanakan tindakan dan lebih terarah karena penetapan masalah berdasarkan
berbagai respon yang sama walaupun berasal dari berbagai sistim mode.
Kelemahan teori ini menurut penulis sulit untuk diterapkan pada anak khususnya bagi perawat
pemula atau yang kurang menguasai tentang konsep tumbuh kembang anak akan sulit untuk
menginterpretasikan respon dari anak sehingga sulit untuk mengelompokkan data pada area
fokal,kontexual dan residual dan ini akan mengurangi akurasi penetapan diagnosa dan intervensi.
BAB III
A. Kesimpulan
.
1. Penggunaan Model Adaptasi Roy meningkatkan pelayanan perawatan pada pasien dengan
inkontinensia urine. Implementasi dari model praktek ini dirasakan berdampak positif terhadap
Model ini efektif untuk memfasilitasi pasien ke arah tujuan yang diharapkan. Menurut penulis,
penggunaan model ini pada kasus inkontinensia urine meningkatkan kualitas pelayanan
dan perencanaan
2. Teori adaptasi model Roy dapat diaplikasikan pada semua tatanan pelayanan keperawan dengan
berbagai kondisi klien dengan mudah, ringkas dan menjangkau cakupan yang luas dari
permasalahan klien.
B. Saran
1. Perlunya dikembangkan lebih spesifik suatu pendekatan Model Adaptasi Roy dalam
memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dalam meningkatkan respon adaptif klien.
2. Perlu dilakukan analisis yang mendalam untuk penerapan Model Adaptasi Roy, agar dapat
diaplikasikan juga pada semua gangguan kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Araich Manjit ( 2001), ICUs and Nursing Web Journal; Roy Adaptation Model: Demonstration of
Theory Integration into Process of care in Coronary Care Unit, diperoleh tanggal 26 September
2007 dari http://www.nursing.gr/protectedarticles/Roy.pdf,
Brunner & Suddarth.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Agung Waluyo (et al.);
Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester…(et al.).Ed.8.-Jakarta : ECG,2001
Enriqueze Elizabeth, A Nursing Analysis of the Causes of and Approaches for Urinary Incontinence
among Elderly Women in Nursing Homes , diperoleh tanggal 28 september 2007, dari
http://www.o-wm.com/,)
Fitzpatrick, Joyce. J. & Ann, L.Whall. (1989). Conceptual Models of Nursing – Analysis and
Application. USA : Appleton & Lange
George Julia B (1995), Nursing Theories: The base professional Nursing practice (4th ed), California :
Appleton & Lange.
Levine. ( 1992 ). Canadian Journal Of Nursing; The Roy Adaptation Model. diperoleh dari
http://www.cjnr.nursing.mcgill.ca/archive/30/30_4_levine.html pada tanggal 20 September 2007
Rachmawaty E. (2007). Kompas ; Bila ngompol di usia senja.diperoleh tanggal 25 mei 2007 dari
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/25/kesehatan/3555362.htm 4 Oktober 2007-10-23
Tomey, Marriner dan Alligood. (2006). Nursing Theorists and their Work, Philadelphia : Mosby