Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap
profesi yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal
finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan pada
dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar dengan
profesi – profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-perawat
Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan hanya akan dapat
dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk menunjukkan
profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat. Salah satu cara
untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan mengembangkan
salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia.

Model keperawatan Roy, dikenal dengan model adaptasi dimana Roy


memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat
beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan
kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia.

Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit


telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan
memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan
perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan
yang telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy. Oleh karena itu,
kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang
penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di
lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat
diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan keperawatan .

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud model keperawatan menurut sister callista roy ?
2. bagaimanakah teori adaptasi keperawatan menurut sister callista roy?
3. bagaimanakah penerapan teori adaptasi keperawatan menurut sister
callista roy ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum

Mampu memahami konsep model keperawatan menurut


Roy dalam manajemen Asuhan Keperawatan.

2. Tujuan khusus
a. Memahami konsep model teori Roy.
b. Mampu menghubungkan model konsep Roy dengan proses
Keperawatan.
c. Mampu mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS
dengan konsep Roy pada mode fisiologi sub kebutuhan cairan.
d. Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep Roy di RS
pada mode fisiologis sub kebutuhan cairan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy

Sister Calista Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober
1939, Roy mengembangkan ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar,
yaitu :

1. Asumsi dari Teori Sistem


a. System adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari
satu bagian ke bagian lain
b. Sistem adalah bagian dari berfungsinya bagian yang satu
dan saling
Ketergantungan dengan yang lain
c. Sistem mempunyai input, out put, proses control,dan umpan balik
d. Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi
e. Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik, mempunyai
standard dan umpan balik langsung terhadap fungsinya.
2. Asumsi dari Teori Heson
a. Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan
kekuatan organisme
b. Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan
adaptasi, yang dapat berpengaruh terhadap stimulus fokal,
stimulus kontekstual, dan stimulus residual.
c. Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan
lingkungan
d. Respon merupakan refleksi keadaan organisme terhadap stimulus
3. Asumsi dari Humanism
a. Individu mempunyai kekuatan kreatif
b. Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam
lingkaran sebab Akibat
c. Manusia merupakan makhluk holistic
d. Opini manusia dan nilai yang akan dating
e. mobilisasi antar manusia bermakna

2.2 Teori Adaptasi Sister Calista Roy

Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima


asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang
dipandang sebagai “Holistic adaptif system” dalam segala aspek yang merupakan
satu kesatuan System adalah suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya
sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap
bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, output, kontrol dan umpan balik
( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Input

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan


informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon,
dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus
residual.

a. Stimulus fokal

yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya


segera, misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual

yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun
eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara
subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan. dimana dapat
menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.

c. Stimulus residual

yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar
untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai
pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2. Kontrol

Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di
gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan
subsistem.

a) Subsistem kognator

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku


output dari subsistem regulator dapat menjadi stimulus umpan balik untuk
subsistem.kognator Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi
otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan
mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan
insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa.
Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.
b) Subsistem regulator.

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output.


Input sebagai stimulus dapat berupa internal atau eksternal. Transmiter subsistem
regulator adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural
brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari subsistem
regulator. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku subsistem
regulator.

3. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara
subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini
merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai
respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat
bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan
respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah
menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol
seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau
diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap
bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme lain yang dapat dipelajari
seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan
konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator
dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.
Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan kognator
subsistem diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai
sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan
mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal
mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus
agar dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi
konsep proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang
proses kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep
adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang
sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi
meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a. Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya.
Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode
fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis
dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
a) Oksigenasi

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran


gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).

b) Nutrisi
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan
fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky,
1984 dalam Roy 1991).

c) Eliminasi

Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal.


( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).

d) Aktivitas dan istirahat


Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua
komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
e) Proteksi/ perlindungan
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen
(kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi,
trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
f) The sense / perasaan
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan
dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
g) Cairan dan elektrolit.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam
basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem
fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy
1991).
h) Fungsi syaraf / neurologis
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator
koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan
dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif
yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam
Roy, 1991).
i) Fungsi endokrin
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis,
untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin
mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator
koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).

b. Mode Konsep Diri


Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik
padaaspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini
berhubungandengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan.Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.
a) The physical self
yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi
tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat
merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan
seksualitas.
b) The personal self
yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri
orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang
berat dalam area ini.
c. Mode Fungsi Peran

Mode fungsi peran mengenal pola –pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan
tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat
sesuai kedudukannya .

d. Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy.
Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang,
perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain.
Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan
bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
2.3 Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy
Empat elemen utama dari teori Roy adalah : 1) Manusia sebagai penerima asuhan
keperawatan 2) Konsep lingkungan 3) Konsep sehat dan 4) Keperawatan. Dimana
antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain
karena merupakan suatu sistem.
1. Manusia
Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang
menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat, yang dipandang sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana
“Holistic Adaptif System “ ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan
konsep adaptasi.
a. Konsep Sistem

Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam


system kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana
diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi, “matter” dan energi. Adapun
karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, kontrol dan feed back . seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini.

b. Konsep Adaptasi

manusia sebagai suatu sistem terbuka, yang terdiri dari input berupa stimulus
dan tingkatan adaptasi, output berupa respon perilaku yang dapat menyediakan feed
back/ umpan balik dan proses kontrol yang diketahui sebagai mekanisme koping
(Roy and Andrew, 1991 dalam Nursing Theory ; 254)

Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat
dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat
menjadi umpan balik bagi individu maupun lingkungannya. Roy
mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon
inefektif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon
inefektif tidak dapat mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu.

Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan


proses kontrol individu dalam sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada
yang bersifat genetik seperti : WBC (sel darah putih) sebagai benteng pertahanan
tubuh terhadap adanya kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang
merupakan hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka.
Dalam mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah “Regulator”
dan “Cognator”. Transmitter dari sistem regulator berupa kimia, neural atau sistem
saraf dan endokrin, yang dapat berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan
pada diri individu. Respon dari sistem regulator ini dapat memberikan umpanbalik
terhadap sistem cognator. Proses kontrol cognator ini sangat berhubungan dengan
fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau memproses informasi, pengambilan
keputusan dan emosi.

2. Lingkungan

Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen
dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah “
Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok “(Roy and
Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar
lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu
atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya
perubahan.

3. Sehat

Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and becoming
an integrated and whole person” (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory :
261). Integritas individu dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan “mastery”. Asuhan keperawatan
berdasarkan model Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan
cara meningkatkan respon adaptifnya.
4. Keperawatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy
adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif
individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua
proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu
meninggal dengan damai.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur


stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu, dengan lebih
menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi.

2.4 Proses Keperawatan Menurut Teori Roy

Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat


pertama dan kedua, diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi.
Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian adalah
mengidentifikasi tingkah laku yang aktual dan potensial apakah
memperlihatkan maladaptif dan mengidentifikasi stimulus atau penyebab perilaku
maladaptif. Empat mode adaptasi dapat digunakan sebagi dasar kerangka kerja untuk
pedoman pengkajian. Mode ini juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran
dan model interdependensi.

Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu


pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II.

1. Tahap I : Pengkajian perilaku

Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan
memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini adalah
kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan.
misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau terlalu banyak
ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan pengukuran untuk
mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini
perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial
mal adaptif.
2. Tahap II : Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh

Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap


perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.

a. Identifikasi stimuli focal

Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat


dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku
yaitu: keterampilan melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview.

b. Identifikasi stimuli kontekstual

Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku


atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit
mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang
dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah.
Stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor anak
menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi
kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran,
interview dan validasi. Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor
kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap
perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi,
interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik
religi, dan lingkungan fisik.

c. Identifikasi stimuli residual

Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam
Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu
relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter
adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada
situasi sekarang.
3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu


hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya
adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkahlaku klien
terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat
diagnosa keperawatan :

a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri,


fungsi peran dan interdependen.

Tipologi masalah menurut Roy, 1989


TIPOLOGI ADAPTASI MASALAH
A. Physiological model Hipoksia/shock
Kerusakan ventilasi
1. Oksigenasi Ketidakadequat pertukaran gas
Perubahan perfusi jaringan
Ketidakmampuan dlm proses
kompensasi pada
perubahan kebutuhan oksigen
2. Nutrisi Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan
tubuh
Anoreksia
Nausea / Vomiting
Ketidak efektifan strategi koping thd
penurunan
Ingestik
3. Eliminasi Diare
Inkontinensia
Konstipasi
Retensi urine
Ketidakefektifan strategi koping thp
penurunan
fungsi eliminasi
4. Aktifitas dan istirahat Ketidak adequate aktifitas & istirahat
Keterbatasan mobilitas & Koordinasi
Intoleransi aktifitas
Immobilisasi
Sleep deprivation
Resiko gangguan pola tidur
Kelelahan (Fatigue)
5. Proteksi Gatal-gatal
Infeksi
Ketidak efektifan koping thd perubahan
status
imun
Kulit Kering
6. Sense Resiko injuri
Kehilangan kemampuan self-care
Resiko distorsi komunikasi
Stigma
Sensori monoton / distorsi
Nyeri akut
Gangguan Persepsi
Koping tak efektif thd perubahan
sensori
7. Cairan dan Elektrolit Dehidrasi
Udem
Retensi cairan intra sel
Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia,
Natrium
Ketidakseimbngan asam-basa
Ketidakefektifan regulasi system
Bufer pda perub. pH.
8. Fungsi Neurologi Penurunan tingkat kesadaran
Pengurangan fungsi memori (daya
ingat)
Konpensasi tak efektif pd
penurunan fgs.
kognitif
Resiko terjadi kerusakan otak sekunder
9. Fungsi Endokrin Ketidakefektifan regulasi/pengaturan
hormon yg direfleksikan dlm
fatigue, iritabilitas dan intoleransi pd
panas
Ktdk efektifan perkembangan
reproduksi
Ktdk stabilan system hormon
Ktdk stabilan siklus internal stress.
B. SELF KONSEP MODE
1. Physical Self Gangguan body image
Disfungsi seksual
Kehilangan
Rape Trauma syndrome
2. Personal self Ansietas
Ketidak berdayaan
Perasaan bersalah
Harga diri rendah
C. ROLE FUNCTION MODE Transisi Peran
Konflik Peran
Gangguan / Kehilangan Peran
D. INTERDEPENDENSI MODE Kesepian
Cemas karena perpisahan

b. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif,

misalnya mode fisisiologis sub kebutuhan cairan. Contoh kasus untuk diare intake :
1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata
tampak cekung. Dari respon pasien tersbut dapat disimpulkan bahwa diagosa
keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan.

c. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait
dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah : mode
fisiologis, konsep diri dan interdependensi.

Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis ¼ porsi, BB
turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan
nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan
nutrisi mengakibatkan posturnya tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami
gangguan Body Image ( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien
tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Mode Interdependensi)

4. Penentuan tujuan

Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi


keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan
mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai
meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi
tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap
stimulus focal, konteksual dan residual.
5. Intervensi

Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi


stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau
zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk
beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku
adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama
pengkajian tahap II.

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan


sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien
setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses keperawatan menurut teori adaptasi Roy terdiri dari : Pengkajian


perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, tujuan, rencana
tindakan dan evaluasi.Keenam elemen ini sama dengan 5 fase dari proses
keperawatan.

1. Pengkajian
a. Pengkajian perilaku adalah fisiologis yaitu : kebutuhan oksigen,
nutrisi,eliminasi, aktivitas dan istirahat, perlindungan,
sensasi, cairan dan elektrolit,fungsi saraf, sfungsi endokrin.
Konsep Diri yaitu physicalself (body sensation dan body Image),
the personal self (self consistency,selfideal, moral-ethical-spiritual
self). Fungsi Peran mengidentifikasi pola interaksi sosial individu
dengan oranglain, dengan 3 klasifikasi yaitu primer, sekunder dan
tersier.
b. Pengkajian stimulus terdiri dari stimulus fokal, kontekstual dan
residual.
2. Diagnosa keperawatan, menggunakan 3 cara yaitu : tipologi diagnosa
menurut Roy, respon klien yang paling menonjol pada satu mode
adaptif, menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih mode adaptif
yang terkait dengan stimulus yang sama.
3. Rencana tindakan dan implementasi berfokus pada kemampuan
koping individu atau tingkat adaptasinya.
4. Evaluasi dengan cara membandingkan data-data yang ditemukan
pada pasien dengan indikator yang telah dibuat.
5. Penerapan konsep teori adaptasi Roy dapat disesuaikan
dengan Nursing Intervention Classification dan Nursing Out come
Classification.
3.2 Saran

Penerapan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan konsep teori


Roy tetap perlu memandang melalui paradigma keperawatan yang
terdiri dari manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan, sehigga
penerapannya dapat disesuikan dengan klien dan tatanan
pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai