Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3
Nama Mahasiswa : I WAYAN WIDYANA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 030570661

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM 4311 /


HUKUM PIDANA EKONOMI

Kode/Nama UPBJJ : 78/ UPBJJ MATARAM

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
HKUM4311

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2020/21.2 (2021.1)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4311/Hukum Pidana Ekonomi
Tugas :3

No. Soal
1. Bapak Hendrik selaku Pimpinan Wilayah PT. Bank Rugi menginstruksikan
staffnya melakukan manipulasi laporan belanja barang pada Unit Kerjanya. Uang
hasil manipulasi tersebut digunakan untuk membiayai nasabah prioritas liburan ke
luar negeri. Semua ini dilakukan Bapak Hendrik demi bisnis bank bagi Nasabah
prioritas yang telah menyimpan dananya di Bank Rugi.
Pertanyaan:
Uraikan dan berikan analisis apakah tindakan Bapak Hendrik termasuk tindak
pidana beserta dasar hukumnya!
Jawaban
Dapat dijelaskan dan diuraikan bahwa Bapak Hendrik selaku pimpinan Wilayah
PT. Bank Rugi yang telah meminta kepada stafnya untuk melakukan manipulasi
laporan belanja pada unit kerja dapat dikatakan atau termasuk Tindak Pidana,
dimana Tindak Pidana yang dapat dikenakan adalah Tindak Pidana Perbankan
karena Bapak Hendri selaku Pimpinan PT. Bank Rugi dalam Tindak Pidana
Perbankan merupakan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan baik dengan
sengaja maupun tidak sengaja (lalai) yang dilakukan koorporasi ataupun Direksi,
Direktur, pimpinan, pegawai maupun pihak terafiliasi yang telah diatur dalam
Undang-Undang RI No 10 tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Ri Nomor
7 tahun 1992 tentang perbankan, karena secara khusus bahwa Bapak Hendrik
merupakan Pimpinan PT. Bank Rugi.
Maka dari itu adapaun dasar hukumnya atau pasal yang dapat dikenakan terhadap
Pimpinan Wilayah PT. Bank Rugi untuk menginstruksikan stafnya untuk
melakukan manipulasi Laporan Belanja Barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (1) huruf a, b dan c yang dijelaskan Anggota Dewan Komisaris,
Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja yaitu:
a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan
atau dalam laporan maupun dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank;
b. Menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank;
c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus atau
menghilangkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam
laporan maupun dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi
atau rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan,
menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan
tersebut
Atas pasal tersebut maka Bapak Hendrik selaku Pimpinan Wilayah PT. bank Rugi
dengan meminta atau mengintruksikan kepada stafnya untuk melakukan
manipulasi data agar dengan memalsukan pencatatan suatu laporan transaksi
dalam perbankan.
2. KPK lakukan pembuktian terbalik dalam gratifikasi Zumi Zola
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan proses pembuktian
terbalik dalam kasus gratifikasi Gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola. Proses
pembuktian terbalik ini diterapkan sebab gratifikasi yang didapatkan oleh Zumi
lebih dari Rp10 juta. “Satu hal yang berbeda dari dakwaan gratifikasi adalah
akan diterapkannya pembuktian terbalik (pembalikan beban pembuktian)," kata
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis (30/8). Dalam pembuktian terbalik,
terdakwa diberikan hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak
pidana korupsi. Caranya ialah dengan melaporkan semua harta bendanya yang
dimiliki oleh anak, istri, suami, korporasi, dan setiap orang yang terkait dengan
perkaranya. Pembuktian terbalik ini pun sudah diatur dalam pasal 12B ayat 1 huruf
a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Zumi didakwa menerima gratifikasi yang totalnya mencapai angka Rp44
milliar dan sebuah mobil Toyota Alphard. Ia menerima uang dari Apif Firmansyah
senilai Rp34,639 miliar, melalui Asrul Pandapotan Sihotang sejumlah Rp2,77 miliar
dan US$147.300, serta satu mobil Toyota Alphard, melalui Arfan sejumlah
Rp3,068 miliar, US$30.000, dan 100.000 dollar Singapura. Rencananya,
pembuktian terbalik ini akan dilakukan saat Zumi Zola menjalani sidang lanjutan
pada tanggal 6 September 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta. Sumber :
https://www.alinea.id/nasional/kpk-lakukan-pembuktian-terbalik-dalam-gratifikasi-
zumi-zola- b1U4r9d13
Pertanyaan:
Terdakwa Zumi Zola didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang,
sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan proses
pembuktian terbalik. Berikan analisis anda tentang “pembuktian terbalik”.
Jawaban
Dalam penjelasan UU No. 31 Tahun 1999 menjelaskan bahwa sistem pembuktian
terbalik yang digunakan adalah bersifat terbatas dan berimbang yakni, terdakwa
mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana
korupsi dan wajib memberikan keterangan tentan seluruh harta bendanya, harta
benda istrinya, atau suami, anak, dan harta benda setipa orang atau korporasi
yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
Sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang disempurnakan
dengan dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31
Tahun 1999. Dalam UU ini ketentuan Pasal 37 UU No 31 Tahun 1999 dirubah
rumusannya menjadi dua pasal yakni Pasal 37 dan Pasal 37 A UU No. 21 Tahun
2001. Tidak terdapat banyak perubahan dalam perubahan Pasal 37 ini. Dalam
penjelasan pasal 37 dikatakan bahwa pasal ini sebagai konsekuensi berimbang
diterapkannya pembuktian terbalik terhadap terdakwa.Terdakwa tetap memerlukan
perlindungan hukum yang berimbang atas pelanggaran hak-hak yang mendasar
yang berkaitan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) dan
menyalahkan diri sendiri ( non self incrimination). Berdasarkan isi pasal 37 dan
pasal 37 A serta penjelasannya maka sistem pembuktian terbalik secara murni
dapat diterapkan. Namun menurut Pasal 37 A ayat (2), apabila terdakwa tidak
mampu membuktikan asal kekayaannya maka Jaksa Penuntut Umum tetap
memiliki kewajiban untuk membuktikan dakwaannya.Sehingga disini sistem
pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbanglah yang kembali
digunakan
Bahwa dalam Undang-Undang TPPU dijelalas pada Pasal 77 UU No 8 tahun 2010
menyebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan, maka terdakwa
wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak
pidana. Pada penjelasan pasal ini tertera cukup jelas, sehingga konstruksi hukum
pada undang undang ini mengamanatkan bahwa terdakawa tidak lagi diberikan
kesempatan dalam pembuktian terbalik, namun wajib untuk melakukannya.
3. JAKARTA - Kuasa hukum Nurhadi dan Rezky Herbiyono, Maqdir Ismail,
menegaskan pihaknya menolak tuntutan penuntut umum yang menyatakan bisa
melihat suatu pola pencucian uang dalam kasus kliennya.
"Bahwa kami tidak sependapat dan menolak keras apa yang dinyatakan oleh
penuntut umum dalam surat tuntutannya, pada bagian pendahuluan halaman 6
yang menyatakan pada pokoknya dalam kasus ini, 'bisa melihat suatu pola
pencucian uang'," kata Maqdir Ismail dalam keterangan tertulis, Rabu (10/3/2021).
Menurutnya, apabila dicermati secara saksama pada surat dakwaan, penuntut
umum sama sekali tidak mendakwa para terdakwa dengan ancaman Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tetapi JPU hanya mendakwa berdasarkan Undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi, sehingga sangat tidak relevan apabila penuntut umum dalam
perkara ini berpendapat demikian.
Lebih lagi, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, tidak ada
satupun saksi yang menerangkan Nurhadi mempunyai kontrol yang besar atas
perusahaan dan keuangan yang dimiliki oleh Rezky Herbiyono.
Kemudian, lanjutnya, faktanya Nurhadi sebagai mertua tidak memiliki kedekatan
dengan Rezky Herbiyono, selain kedekatan sebagai keluarga.
Nurhadi tidak pernah ikut campur dengan bisnis-bisnis Rezky Herbiyono lebih
khusus proyek PLTMH antara Rezky Herbiyono dengan saksi Hiendra Soenjoto.
"Dengan demikian, penuntut umum telah membuat pernyataan yang tidak jelas
pijakannya, sehingga uraian penuntut umum hanya didasarkan pada kesimpulan
yang bersifat asumsi," kata dia.
Sumber : https://nasional.okezone.com/read/2021/03/10/337/2375630/kuasa-
hukum-nurhadi-keukeuh-menolak-tuntutan-pencucian-uang-dari-jaksa-kpk
Soal :
Dalam kasus diatas Kuasa Hukum terdakwa menolak tuntutan penuntut
umum yang hanya mengacu kepada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
dan tidak dengan ketentuan Undang-undang tindak pidana pencucian uang.
Hal ini terjadi karena Tindak pidana korupsi merupakan Tindak Pidana asal.
Berikan analisis anda tentang tindak pidana asal pada pertanggungjawaban
tindak pidana pencucian uang!
Jawaban:
Bahwa dalam penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang maka dalam kasus
harus dapat di buktikan terlebih dahulu Tindak Pidana Asalnya sesuai dengan
Pasal 2 pada UUTPPU, maka Tindak Pidana Asal dalap dipertanggungjawabkan
dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, namun dalam Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang dijelaskan bahwa Tindak Pidana Asal dapat diterpakan
bersamaan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang jika dalam perkara atau kasus
dalam perkara tersebut sudah memenuhi unsur Tindak Pidana pencucian Uang,
jika berdasarkan kasus tersebut diatas jika dalam Tindak Pidana Asalnya Korupsi
belum terpenuhi maka Tindak Pidana Pencucian Uang belum dapat diterapakna,
karena terdakwa belum dapat dikatakan sebagai pelaku dalam Tindak Pidana
Korupsi.
2 dari 2

Anda mungkin juga menyukai