Anda di halaman 1dari 6

ESSAY

Kolitis, IBS, dan Divertikulitis

Disusun oleh :

Nama : Arya Adhi Yoga Wikrama Jaya

Nim : 018.06.0031

Kelas : A

Blok : DIGESTIVE II

Dosen : dr. H. Santyo Wibowo, Sp. B

UNIVRSITAS ISLAM AL-AZHAR


FAKULTAS KEDOKTERAN
MATARAM
2020
a. Kolitis

Kolitis adalah peradangan akut atau kronik yang mengenai kolon. Kolitis
berhubungan dengan enteritis (peradangan pada intestinal) dan proktitis (peradangan
pada rektum). Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang
berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan yaitu Kolitis infeksi, misalnya :
shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena
virus/bakteri/parasit. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s
kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple
colitis).

Jenis kolitis yang paling sering ditemukan pada daerah tropis seperti Indonesia
adalah kolitis infeksi. Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi,
diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%).
Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi
tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal
atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk
yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.

Faktor resiko dari penyakit ini adalah lansia dengan penyakit jantung,
kolesterol tinggi, riwayat diabetes melitus dan hipertensi, kemudian pasien dengan
atrial fibrilasi dan anemia. Gejala klinis kolitis infeksi dapat mirip dengan penyakit
Crohn ataupun kolitis ulseratif yaitu Sakit perut, kram perut, diare dengan atau tanpa
darah, konstipasi, kembung, mulas, demam, kelelahan, tidak nafsu makan, kram usus
dan berat badan menurun.

Diagnosis kolitis ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
test darah lengkap untuk melihat ada atau tidaknya infeksi dan anemia. Endoskopi
dengan kolonoskopi, sigmoidoskopi dengan biopsy, kemudian dapat dilakukan X-ray,
CT-scan, MRI. Pengobatan dibetikan antibiotic, pengencer darah, obat diare, dan
analgetik

b. Irritable bowel syndrome (IBS)

Sindrom Iritable Bowel atau Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan


gangguan sistem gastrointestinal bersifat kronis yang ditandai oleh nyeri atau sensasi
tidak nyaman pada abdomen, kembung dan perubahan kebiasaan buang air besar.
Penyakit ini didasari oleh perubahan psikologis dan fisiologis yang mempengaruhi
regulasi sistem gastrointestinal, persepsi viseral dan integritas mukosa.

Penelitian epidemiologi di Birmingham pada 8386 pasien, didapatkan


prevalensi IBS 10,9% (6,6% laki-laki dan 14% perempuan), dengan profil gejala yang
ditandai dengan diare 25,4%, konstipasi 24,1% dan gejala bergantian diare dan
konstipasi 46,7%. Irritabel bowel syndromepada umumnya dianggap sebagai
penyakitnya wanita, berdasarkan temuan pada sampel dimana wanita 3-4 kali lebih
sering dari laki-laki pada seting klinis, dan diperkirakan 2:1 pada komunitas
masyarakat.Alasan kenapa wanita lebih sering mengalami IBS belum diketahui.

IBS (Irritable bowel syndrome) merupakan penyakit yang terjadi akibat


beberapa penyakit yang berhubungan dengan usus besar. Kemungkinan penyebab
irritable bowel syndrome, yaitu gangguan dimana terdapat kumpulan gejala-
gejala nyeri perut yang hilang lalu timbul, konstipasi atau diare. Selain itu, gejala ini
mungkin juga timbul karena adanya kanker kolon. Sedangkan untuk sebab
sesungguhnya dari sindrom ini belum diketahui. Namun berdasarkan beberapa
kasus IBS yan terjadi, faktor yang membawanya antara lain sebagai berikut :

a) Mikroorganisme seperti bakteri, virus, kuman.


b) Stres, Stress psikologis dapat merubah fungsi motor pada usus halus
dan kolon, baik pada orang normal maupun pasien IBS.
c) Intoleransi makanan, Beberapa orang dengan IBS cenderung memiliki
alergi makanan.
d) Abnormalitas aktifitas usus, Dalam 50 tahun terakhir, perubahan pada
kontraktilitas kolon dan usus halus telah diketahui pada pasien IBS.

IBS belum sepenuhnya dipahami, dapat disebabkan oleh berbagai faktor


meliputi diet, mutasi gen, faktor psikososial (streskronis), infeksi enterik, dan sistem
kekebalan tubuh. Respons stress akan mengaktivasi aksis hipotalamus pituitari-
adrenal (HPA) dan sistem autonom. Ansietas kronis akan meningkatkan aktivitas
amygdala untuk menstimulasi aksis HPA yang menginduksi hiperalgesia
visceral. Hipersensitivitas visceral merupakan salah satu faktor utama yang
mencetuskan gejala pada IBS dan berperan pada patofisiologi IBS. Beberapa
penelitian menunjukkan ketidakseimbangan fungsi 5HT (hidroksi-triptamin)
karena gangguan sekresi dan ambilan kembali oleh SERT (serotonin reuptake
transporter) pada gangguan gastrointestinal fungsional, terutama pada pasien IBS.
Serotonin disintesis dan disekresi oleh selenterokromafin sistem gastrointestinal
dan berperan pada regulasi motilitas, sensasi, dan sekresi gastrointestinal.
Pelepasan serotonin yang berlebihan akan diangkut oleh sistem SERT.

Beberapa gejala yang pada umumnya menyertai irritable bowel syndrome


antara lain : ketidak normalan frekuensi defeksi, kelainan bentuk feses.
ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan, inkontenensia defekasi,
atau rasa defekasi tidak tuntas), adanya mukus atau lendir, kembung atau merasakan
distensi abdomen dan sangat bervariasi, ditemukan keluhan diare dengan lendir,
darah, kembung, nyeri abdomen bawah, sembelit, sering buang angin, sendawa, dan
konstipasi

Pemeriksaan penunjang untuk Irritable Bowel Syndrom meliputi


pemeriksaan darah lengkap, LED, biokimia darah dan pemeriksaan
mikrobiologi dengan pemeriksan telur, kista dan parasit pada kotoran. Tatalaksana
farmakologi tidak ada obat yang spesifik, naun diberikan Antikolinergik ( hyoscine,
butyibromide), Antidiare (loperamide), Antidepresan trisiklik ( amitriptilin),
Pencahar, Suplemen serat, sedangkan tatalaksana non farmakologi target terapi IBS
adalah mengurangi gejala sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa
penelitian merekomendasikan perubahan pola diet. Harus diperhatikan bahwa asupan
makanan tertentu tidak menyebabkan IBS, tetapi kontak makanan dengan jaringan
gastrointestinal akan menghasilkan reaksi imunologis, fisiologis, dan biokimia pada
pasien IBS. Terdapat beberapa cara untuk mengurangi gejala seperti mengatur pola
dan jenis makanan, mengkonsumsi makanan dengan porsi kecil, tidak telat makan,
mengurangi konsumsi alkohol, kafein dan minuman bersoda, mencukupi kebutuihan
cairan dengan minum 8 gelas sehari, menghindari makanan berlemak dan makanan
kaleng, mengkonsumsi buah kurang dari 3 porsi (80 g), mengunyah makanan dengan
baik dan tidak terburu buru. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu hemoroid dan
gangguan mental.

c. Divertikulitis

Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan keluar


abnormal berbentuk katong yang terbentuk dari lapisan usus yang meluas sepanjang
defek di lapisan otot,merupakan penonjolan dari mukosa serta submukosa.
Divertikulitis adalah gangguan di mana kantung-kantung pada usus besar meradang
dan terinfeksi. Divertikulitis dapat menjadi radang minor maupun infeksi serius.

Penyebab terjadinya divertikulitis masih belum diketahui secara pasti. Namun


salah satu faktor risiko utama divertikulitis adalah usia. Orang yang lebih tua lebih
mungkin mengalami divertikulitis daripada orang yang lebih muda. Penyakit ini
biasanya terjadi pada pria di bawah usia 50 dan wanita berusia 50 hingga 70 tahun.
Faktor risiko yang berpotensi menyebabkan divertikulitis di antaranya:

a) Genetik, Para periset dalam studi tersebut memperkirakan bahwa


sekitar 40 hingga 50 persen dari risiko penyakit divertikular adalah
keturunan.
b) Kekurangan Serat, kekurangan asupan serat mungkin meningkatkan
risiko atau penyebab divertikulitis.
c) Kekurangan Vitamin D, Satu studi menunjukkan bahwa orang yang
memiliki kadar vitamin D yang lebih tinggi mungkin memiliki risiko
lebih rendah terhadap penyakit divertikulitis.
d) Obesitas, Orang dengan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi
dan memiliki pinggang yang lebih besar berisiko lebih tinggi
mengalami penyakit divertikulitis.
e) Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID), Penggunaan aspirin,
ibuprofen, atau NSAID secara rutin dapat meningkatkan risiko
divertikulitis.

Gejala yang timbul adalah:

a) Konstipasi
b) Nyeri abdomen
c) Tanda-tanda divertikulosis akut adalah iregularitas usus dan interval
diare, nyeri dangkal dan ram pada kuadran kiri bawah dari abdomen
dan demam ringan.
d) Mual, muntah
e) Pada inflamasi local divertikula berulang, usus besar menyempit pada
striktur fibrotik, yang menimbulkan kram,feces berukuran kecil-kecil,
dan peningkatan konstipasi.
f) Perdarahan samar dapat terjadi, menimbulkan anemia defisiensi besi
g) Kelemahan dan keletihan

Langkah awal yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis divertikulitis adalah


memeriksa riwayat kesehatan dan gejala yang dialami oleh pasien. Setelah itu, dokter
akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama dengan memeriksa bagian perut
penderita untuk mendeteksi letak peradangan atau infeksi di dalam rongga perut.
Pemeriksaan penunjang dilakukan setelah fase akut mereda, dilakukan Ro foto
Barium enema Aditional defect. Endoskopi (kolonoskopi) + biopsi. Kemungkinan
diagnose banding yaitu karsinoma colon dan kelainan ginekologi. Tatalaksana yang
dilakukan yaitu pada fase akut dilakukan secara konservatif seperti puasa, IVFG,
NGT, Antibiotika, Analgetika. Kemudian setelah sembuh dilakukan reseksi
anastomosis dan prosedur Hartmann.

Anda mungkin juga menyukai