Anda di halaman 1dari 350

THE AL-FATIHAH CHARACTER

Aktualisasi Nilai-Nilai Al-Fatihah sebagai


Best Practice Pendidikan
Copyright ©2020, Roli Abdul Rokhman,
Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am
All rights reserved

THE AL-FATIHAH CHARACTER


Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
Best Practice Pendidikan

Roli Abdul Rokhman


Tobroni
Moh. Nurhakim
Ahsanul In’am

Editor: Umi Rahmawati


Desain Sampul: Cak Su
Layout/tata letak Isi: Tim Redaksi Bildung

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


The Al-Fatihah Character: Aktualisasi Nilai-Nilai Al-Fatihah sebagai
Best Practice Pendidikan/Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh.
Nurhakim, Ahsanul In’am/Yogyakarta: CV. Bildung Nusantara,
2020

xvi + 334 halaman; 15 x 23 cm


ISBN: 978-623-6658-36-9

Cetakan Pertama: Oktober 2020

Penerbit:
BILDUNG
Jl. Raya Pleret KM 2
Banguntapan Bantul Yogyakarta 55791
Telpn: +6281227475754 (HP/WA)
Email: bildungpustakautama@gmail.com
Website: www.penerbitbildung.com

Anggota IKAPI

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau mem-


perbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari Penerbit
dan Penulis

iv The Al-Fatihah Character


SEKAPUR SIRIH
Oleh: Prof. Ahsanul In’am, Ph.D
Direktur Pascasarjana UMM

T ak ada untaian yang tepat untuk dikatakan, tiada ratapan yang


terdepan untuk diungkapkan, tak ada puji terkini yang menghiasi,
tiada sanjungan yang relevan, kecuali syukur tak berhingga kepada
Allah swt., atas segala rahmat yang terpahat, karunia yang selalu
menyerta, berkah yang terus melimpah, sehingga kita mempunyai
kemauan dan kemampuan untuk menunjukkan kebesaran-Nya
dengan menjunjung tinggi keagungan-Nya. Salawat serta salam
semoga selalu melimpah ruah, menuju secara terpadu kepada
Khalillullah Muhammad saw, yang telah memberikan tuntunan dan
panutan kepada umatnya di dunia.
Pendidikan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan
manusia karena pada dasarnya manusia tanpa pendidikan akan
melahirkan generasi yang tidak berbudaya. Pendidikan sebagai
proses internalisasi nilai, jika dikaitkan dalam pendidikan madrasah
maka nilai-nilai yang termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis harus
ditanamkan sebagai ciri khas pengelolaan pendidikan madrasah.
Penanaman nilai-nilai agama sebagai nilai-nilai kebajikan diyakini
dapat menguatkan katakter dan menyiapkan kesanggupan peserta
didik untuk meneruskan kehidupan masa depan yang lebih baik.
Tanpa adanya nilai-nilai kebajikan yang membentuk karakter
yang baik, setiap individu tidak dapat hidup bahagia dan tidak ada
masyarakat yang dapat berfungsi secara efektif dalam membangun
peradaban secara berkelanjutan. Tanpa karakter baik, seluruh umat
manusia tidak dapat melakukan perkembangan menuju dunia baru
yang menjunjung tinggi martabat dan nilai-nilai dari setiap pribadi
yang unggul. Menghadapi situasi yang komplek ini, dipandang perlu
menanamkan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai-nilai kebajikan yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis kepada generasi penerus masa
depan umat.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am v


Sebagai sumber nilai-nilai, maka Al-Qur’an dan Hadis berperan
penting dalam pembentukan karakter yang kuat kepada generasi. Al-
Qur’an sebagai akhlak Rasulullah atau Rasulullah sebagai Al-Qur’an
berjalan. Apabila kita hendak mengarahkan pendidikan agar dapat
terfokus dalam menumbuhkan karakter yang kuat pada peserta
didik, kita memerlukan model yang memiliki karakter sempurna
yaitu Rasulullah. Hal ini menjadi alasan penting mengapa Al-Qur’an
dipilih untuk menjadi basis pendidikan karakter berkualitas unggul.
Sesungguhnya manusia yang terlahir di muka bumi memiliki
kecenderungan untuk bertuhan. Bermodalkan naluri dan akal
cerdasnya, manusia mengenal Tuhannya secara jujur dan merdeka.
Sebagai wujud syukurnya menjadi makhluk yang sempurna, manusia
melakukan ibadah yang telah diperintahkan secara benar dan ikhlas
untuk mengharapkan Rida-Nya. Konsekuensinya segala apapun yang
dilakukannya harus didasarkan pada kaidah yang telah ditetapkan-
Nya. Manusia tidak diperkenankan menyelisihkan keinginan Tuhan,
karena sejatinya semua yang ada dalam diri manusia telah ditetapkan;
tujuan hidup, rezeki, jodoh, dan kematian telah digariskan agar tidak
tersesat dari jalan-Nya.
Manusia selalu memohon untuk dapat mengingat-Nya,
mensyukuri nikmat-Nya dan bisa terus membaguskan ibadahnya.
Pada dasarnya manusia lemah dalam segala hal, terlebih pada
manusia yang memiliki ego dominan dapat membelenggu
kehidupannya. Manusia harus sadar, saat hidup di dunia memiliki
kebebasan untuk memilih dengan akal cerdasnya, memutuskan
dengan hatinya dan menjalani kehidupan dengan seluruh jiwa raga.
Saat waktunya tiba, segala hal yang dilakukan manusia dalam hidup
akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan di hari kiamat, dan
semua manusia mendapatkan balasan sesuai amal perbuatannya.
Sepanjang kehidupan manusia berlangsung, segala perjuangan
dan pengorbanan harus ditegakkan. Dengan demikian, sebagai
hamba Tuhan kita harus selalu berlomba-lomba dalam kebaikan,
agar mampu menjadi manusia yang berpredikat insan saleh dengan
indikator kunci, memiliki iman yang kokoh, ilmu yang bermanfaat,
meningkatkan amal jariah, amal ibadah, dan amal saleh, dalam
menebarkan kemaslahatan ummat. Di samping itu, manusia harus
siap menjalani kehidupan dan penuh sukarela menjalani takdirnya.

vi The Al-Fatihah Character


Segala yang terjadi pada diri manusia telah ditetapkan di lauhul
mahfudz, kecuali keburukan. Adapun keburukan timbul dari rasa
egois dan munafik dalam menjalani takdir kehidupan yang tidak
dapat ditolerir karena kelalaian mengikuti nafsunya. Manusia harus
rela dan sabar dalam menyelami kehidupannya agar sampai pada
cita-cita puncak.
Apabila seseorang membebaskan keinginan nafsunya,
maka akan mudah tersesat oleh bisikan setan. Akibatnya, semua
perbuatan yang dikerjakan menjadi sia-sia (mubāzir), tiada berguna
atau bahkan apa yang dikerjakan menjadi sebab mendapatkan azab
Allah swt. Inilah gambaran kegagalan dalam menjalani kehidupan
di dunia dan akhirat. Dalam konteks ini, nilai-nilai Al-Fatihah perlu
diimplementasikan sebagai paradigma pendidikan holistik agar
dapat dijadikan solusi atas beragam situasi dan keadaan yang
heterogen dan kompleks.
Penerapan nilai-nilai al-Fatihah harus mendapat perhatian dan
dukungan semua pihak. Sebab, ayat-ayat Al-Fatihah mengandung
nilai-nilai pembentuk karakter mulia yang sangat bermanfaat dalam
membekali generasi untuk menjalani kehidupan sukses di masa
depan. Secara substansial, Al-Fatihah memiliki nilai-nilai universal
yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai Al-Fatihah
dapat disemaikan secara tersistem ke dalam diri pribadi setiap
Muslim. Penyemaian nilai-nilai Al-Fatihah akan membentuk karakter
insan saleh yang memiliki kepribadian utama yang berintegritas dan
menjamin terwujudnya keunggulan mutu.
Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi inspirasi, sekaligus
sebagai metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan
pembacaan ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah.
Sehingga dapat memberikan nuansa baru yang original dan futuristik
untuk memaknai Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan.
Pada tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai pedoman (guidance) untuk pedoman hidup sukses menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat.
Pemahaman dan sikap yang benar terhadap substansi ajaran
Al-Fatihah sesungguhnya memosisikan seorang Muslim pada
jalan lurus yang menjamin keselamatan dan kesuksesan menjalani

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am vii


kehidupan. Di sinilah pentingnya implementasi nilai-nilai Al Fatihah
yang dikemukakan dalam buku “The Al-Fatihah Character” yang
diadaptasi dari Disertasi dalam mengenyam pendidikan Doktor di
Universitas Muhammadiyah Malang, sehingga dapat menjadi rujukan
untuk mengantarkan anak didik kita menjadi kader terbaik yang
berkarakter insan saleh sebagai bekal dalam mengemban amanah
mewujudkan masyarakat utama.

Malang, 18 November 2020


viii The Al-Fatihah Character


PENGANTAR PENULIS

Bismillāhirrahmānirrahîm
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah swt., yang telah
menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman bagi umat manusia. Semoga
kita senantiasa mendapatkan limpahan Rahmat dan Rida-Nya, dalam
mengemban amanah sebagai hamba dan khalifah-Nya. Salawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw,
beserta keluarga dan pengikutnya. Semoga kita istikamah dalam
meniti jalan lurus menuju kesuksesan, kebahagiaan, dan kemuliaan
yang diridai-Nya.
Buku berjudul The Al-Fatihah Character (Aktualisasi Nilai-nilai
Al-Fatihah sebagai Best Practice pendidikan) ini merupakan adaptasi
dari disertasi kajian ilmiah (scientific study) yang diintegrasikan
dengan kajian lapangan (experimen study), tentang fokus
persoalan “Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah Sebagai Best Practice
Pendidikan.” Sekarang ini pergerakan dunia amat masif, sehingga
berdampak pada penyiapan sumber daya insani yang harus dapat
menyelaraskan dengan beragam tuntutan. Sementara itu pengelola
lembaga pendidikan dihadapkan pada problema dilematis. Pada
satu sisi harus mengembangkan kompetensi sumber daya insani
agar memiliki kesiapan menghadapi masa depan, di sisi lain harus
pontang panting menyiapkan beragam keperluan agar tetap survive
dalam menyelesaikan beragam persoalan pendidikan. Maka dalam
sistuasi yang demikian, diperlukan sikap mental (karakter) yang
handal untuk melakukan akselerasi dalam menyiapkan sumber daya
insani yang berkualitas unggul.
Sebagaimana diisyaratakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis,
Al-Fatihah memiliki nilai-nilai utama sebagai pemandu sumber
daya insani yang memiliki karakter insan saleh serta tangguh
dan siap memberikan solusi untuk menjalani kehidupan dengan
selamat, sukses, bahagia dan mulia. Namun demikian, tanpa harus

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am ix


berburuk sangka dan rasa rendah diri terhadap realitas kehidupan
sekarang (dengan niat baik dan kesungguhan berikhtiyar), penulis
berusaha untuk memberikan alternatif solusi yang memungkinkan
terwujudnya karakter insan saleh berbasis nilai-nilai Al-Fatihah.
Proses penyusunan buku The Al-Fatihah Character (Aktualisasi
Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice Pendidikan) ini melibatkan
berbagai pihak baik perseorangan ataupun lembaga. Oleh karena itu
sudah selayaknya penulis menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih tak berhingga. Semoga kearifan dan kebaikan budinya pada
penulis, diterima sebagai amal jariah serta diberikan balasan sesuai
Kemurahan dan Keagungan Yang Maha Kuasa, kepada; Rektor,
Direktur, Kaprodi PAI, Promotor, Ko-Promotor, Guru Besar, dan Dosen
pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang,
yang telah memberikan ijin dan pembimbingan kepada penulis untuk
melakukan penelitian dan penulisan disertasi.
Ucapan terima kasih juga tersampaikan kepada Kepala,
Wakamad dan Kaur TU, Guru dan Pegawai Madrasah Aliyah Negeri
I Bojonegoro, yang dengan sukarela telah memberikan doa dan
dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penulisan
disertasi. Selayaknya penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta; Ayah (alm) dan
Ibu Kandung, Ayah (alm) dan Ibu Mertua, Istri tercinta Dra.Hj.Umi
Rahmawati, MM, Ananda tersayang MH. Ridlo Imaduddin Rahman
(Addin), yang dengan sabar dan penuh perjuangan mendukung
penyelesaian studi. Demikian juga Kakak, Adik serta Anak Asuh
yang telah membantu dalam berbagai keperluan demi lancar dan
suksesnya studi penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga ikhtiar dan hasil karya
The Al-Fatihah Character (Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
Best Practice Pendidikan), memberikan manfaat dan berkah yang
berkesinambungan bagi penulis, keluarga, lembaga, dan pembaca
yang berminat. Penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran
dari semua pihak yang memiliki minat dan kepedulian terhadap
tema pembahasan yang menjadi fokus penelitian, meskipun konsep

x The Al-Fatihah Character


yang dirumuskan dan hasil kesimpulan dalam buku ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis. Semoga Allah swt., berkenan mem­
berikan ampunan terhadap kesalahan dan dosa-dosa, dan menerima
amal kebajikan, serta senantiasa melimpahkan rahmat, rida, dan
berkah-Nya kepada kita.

Walhamdulillāhirabbil ‘Āalamîn. Āmîn Yā Rabbal ’Ālamîn.

Malang, 18 November 2020

Roli Abdul Rokhman, Tobroni


Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am xi


DAFTAR TABEL

No. Kode Judul/Identitas Tabel Hal.


1. 4.001. Rumusan dan Indikator Kasih sebagai Nilai-nilai
Utama Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan 182
2. 4.002. Rumusan dan Indikator Tanggung Jawab sebagai
Nilai-nilai Utama Al-Fatihah dalam Best Practice
Pendidikan 185
3. 4.003. Rumusan Pengertian dan Indikator Syukur Sebagai
Nilai-Nilai Utama Al-Fatihah dalam Best Practice
Pendidikan 189
4. 4.004. Rumusan Indikator Disiplin sebagai Nilai-Nilai
Utama Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan 193
5. 4.005. Rumusan Indikator Pembelajar sebagai Nilai-Nilai
Utama Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan 197
6. 4.006. Makna Nilai-Nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice 211
7. 4.007. Makna Kasih dalam Al-Fatihah sebagai Best
Practice Pendidikan 221
8. 4.008. Makna Tanggung Jawab dalam Al-Fatihah sebagai
Best Practice 225
9. 4.009. Makna Syukur dalam Al-Fatihah sebagai Best
Practice 229
10. 4.010. Makna Disiplin dalam Al-Fatihah sebagai Best
Practice 233
11. 4.011. Makna Pembelajar dalam Al-Fatihah sebagai Best
Practice 238
12. 4.012. Penerapan Kasih sebagai Best Practice Pendidikan 261
13. 4.013. Penerapan Tanggung Jawab sebagai Best Practice 266
14. 4.014. Penerapan Syukur sebagai Best Practice Pendidikan 272
15. 4.015. Penerapan Disiplin sebagai Best Practice
Pendidikan 278
16. 4.016. Penerapan Nilai Pembelajar dalam Al-Fatihah
sebagai Best Practice Pendidikan 284
17 4.017. Rangkuman model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
pada kegiatan rutinitas ataupun spontanitas untuk
membina karakter insan saleh 307

xii The Al-Fatihah Character


DAFTAR GAMBAR

No. Kode Judul / Identitas Gambar Hal.


1. 1.001 Kerangka berpikir penelitian aktualisasi nilai-nilai
Al-Fatihah 25
2 2.001 Pemetaan Penelitian Terdahulu 41
3. 3.001 Fase analisis studi kasus model alur Robert K.Yin 147
4. 4:001 Nilai-nilai Al-Fatihah dalam Akronim ”Kata Sudi
Ajar” 173
5. 4:002 Tahapan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
best practice pendidikan 250
6. 4.003 Pola penerapan nilai-nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
Best Practice Pendidikan 257
7. 4:004 Manfaat Penerapan Nilai-Nilai Al-Fatihah 290
8. 4:005 Rumusan Nilai-Nilai Al-Fatihah sebagai Best
Practice 300
9. 4.006 Pemaknaan Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Best
Practice 304
10. 4.007 Strategi penerapan nilai-nilai Al-Fatihah 305
11. 4.008 Model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan 311

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am xiii


DAFTAR ISI

SEKAPUR SIRIH.................................................................................................. v
DAFTAR TABEL................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xiii
PENGANTAR PENULIS..................................................................................... ix

BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Pengantar Penelitian.............................................................................. 1
B. Penegasan Istilah..................................................................................... 14
C. Kerangka Berpikir Penelitian............................................................. 16

BAB II
KERANGKA TEORI KAJIAN NILAI-NILAI AL-FATIHAH ............. 26
A. Kajian Penelitian Terdahulu................................................................ 26
B. Gambaran Umum Surah Al-Fatihah ................................................ 41
C. Makna Ayat-Ayat Surah Al-Fatihah.................................................. 43

BAB III
EDUKASI KARAKTER BERBASIS AL-FATIHAH............................. 69
A. Panduan Karakter Berbasis Al-Fatihah.......................................... 69
B. Nilai-nilai Kasih; Memberi Manfaat Kepada Sesama
Manusia........................................................................................................ 71
C. Nilai Tanggung Jawab; Konsiten Melaksanakan Tugas
Dan Kewajiban.......................................................................................... 75
D. Nilai Syukur; Mensyukuri Segala Nikmat yang Di­terima....... 86
E. Nilai Disiplin; Kesadaran Diri Untuk Taat Dan Patuh
Pada Aturan................................................................................................ 89
F. Nilai Pembelajar; Selalu Berfokus Belajar Untuk
Mengambil Hikmah................................................................................ 93
G. Perspektif Makna Nilai-Nilai Al-Fatihah ...................................... 97
H. Kontekstualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah dalam Ke­hi­dupan..... 104
I. Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah dalam Pendidikan................ 109

xiv The Al-Fatihah Character


BAB IV
METODE PENGKAJIAN NILAI-NILAI AL-FATIHAH....................... 124
A. Paradigma Penelitian............................................................................. 124
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian .........................................................128
C. Deskripsi Latar Penelitian .....................................................................132
D. Subjek Penelitian........................................................................................138
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................142
F. Teknik Analisa Data ..................................................................................146
G. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ........................................................152

BAB V
PROSES PERUMUSAN NILAI-NILAI AL-FATIHAH PRINSIP
DASAR PENDIDIKAN KARAKTER..................................................... 154
A. Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Prinsip Dasar
Pen­didikan Karakter.............................................................................. 154
B. Latar Belakang Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah..................... 157
C. Proses Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah...................................... 165
D. Tujuan Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah...................................... 173
E. Rumusan Nilai-nilai Kasih Berbasis Al-Fatihah.......................... 178
F. Rumusan Nilai-nilai Tanggung Jawab Berbasis Al-Fatihah... 182
G. Rumusan Nilai-nilai Syukur Berbasis Al-Fatihah....................... 185
H. Rumusan Nilai-nilai Disiplin Berbasis Al-Fatihah..................... 189
I. Rumusan Nilai-nilai Pembelajar Berbasis Al-Fatihah.............. 193
J. Respons terhadap Rumusan Nilai-nilai Al-Fatihah................... 197
K. Probabilitas Pasca Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah.............. 201

BAB VI
PEMAKNAAN NILAI-NILAI AL-FATIHAH SEBAGAI BEST
PRACTICE PENDIDIKAN ...................................................................... 207
A. Pemaknaan Nilai-nilai Al-Fatihah .................................................... 207
B. Penghayatan Makna Nilai-nilai Al-Fatihah .................................. 212
C. Mengapresiasi Makna Nilai-nilai Al-Fatihah ............................... 215
D. Pemaknaan Nilai-nilai Kasih Berbasis Al-Fatihah..................... 218
E. Pemaknaan Nilai-nilai Tanggung Jawab Berbasis Al-Fatihah. 222
F. Pemaknaan Nilai-nilai Syukur Berbasis Al-Fatihah.................. 226
G. Pemaknaan Nilai-nilai Disiplin Berbasis Al-Fatihah................ 230
H. Pemaknaan Nilai-nilai Pembelajar Berbasis Al-Fatihah......... 234

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am xv


I. Refleksi Makna Nilai-nilai Al-Fatihah ............................................ 239
J. Pengembangan Makna Nilai-nilai Al-Fatihah ............................. 241

BAB VII
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI AL-FATIHAH SEBAGAI
BEST PRACTICE PENDIDIKAN............................................................ 245
A. Tahapan Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah ................................... 245
B. Sosialisasi Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah ............................... 250
C. Pola Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah ............................................ 253
D. Penerapan Nilai-nilai Kasih Berbasis Al-Fatihah....................... 257
E. Penerapan Nilai-nilai Tanggung Jawab Berbasis Al-Fatihah. 262
F. Penerapan Nilai-nilai Syukur Berbasis Al-Fatihah.................... 267
G. Penerapan Nilai-nilai Disiplin Berbasis Al-Fatihah.................. 273
H. Penerapan Nilai-nilai Pembelajar Berbasis Al-Fatihah........... 279

BAB VIII.................................................................................................... 295


MODEL IMPLEMENTASI NIL AI-NILAI AL-FATIHAH
SEBAGAI BEST PRACTICE PENDIDIKAN.......................................... 295
A. Urgensi Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah ................................... 295
B. Pendalaman Makna Nilai-nilai Al-Fatihah ................................... 300
C. Strategi Implementasi Nilai-nilai Al-Fatihah .............................. 304
D. Model Implementasi Nilai-nilai Al-Fatihah ................................. 307

BAB IX.......................................................................................................312
PENUTUP MODEL AKTUALISASI NILAI-NILAI AL-FATIHAH... 312
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................316
BIODATA PENULIS................................................................................................333

xvi The Al-Fatihah Character


BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengantar Penelitian
Dewasa ini, dunia bergerak dengan cepat dan masif. Pergerakan
tersebut ditandai dengan beragam perubahan yang bersifat
global di seluruh dimensi kehidupan. Terjadinya perubahan saat
ini disebabkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan yang telah
mendorong pesatnya perkembangan teknologi pada era revolusi
industri 4.0. Hal ini berdampak adanya percepatan informasi yang
berpengaruh terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia dan
menyasar pada beragam level ataupun tempat yang menjadi lokal
aktivitas kehidupan umat manusia. Bahkan, demam media sosial
(medsos) telah merambah pada seluruh lapisan masyarakat di
seluruh penjuru dunia (Al-Qudsy, 2008; Nurudin, 2013; Marno 2014).
Keseluruhan aktivitas ataupun kejadian yang berkaitan dengan
manusia serta aktivitas yang menggambarkan fenomena yang terjadi,
telah terdokumen dan terpublikasikan secara masif. Di era digital ini,
semua berita aktual dari berbagai sumber ataupun tempat dapat
diakses secara leluasa, baik melalui sumber-sumber berita yang
diorganisir secara profesional maupun melalui media sosial yang
dikelola secara individu dengan beragam jenis dan modelnya.
Percepatan publikasi berita atas suatu peristiwa yang terjadi
di seluruh belahan dunia telah menembus batas ataupun sekat yang
menghambat laju perkembangan. Dengan demikian, suatu kejadian

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 1


ataupun fenomena dapat diakses secara cepat dan dapat dijadikan
rujukan dalam mengambil keputusan atau tindakan bermakna dalam
membangun peradaban. Pola ini akan mempercepat perubahan pola
pikir dan sikap masyarakat dalam merespons beragam persoalan
di seluruh dimensi kehidupan masyarakat global, sehingga
tatanan peradaban baru akan dapat dikonstruksi secara baik dan
menjadi landasan kokoh dalam mewujudkan peradaban baru yang
bermartabat (Hayat, 2014; Jamal, 2011; Miedema, 2014).
Namun pada abad ini, ada kecenderungan kuat, manusia
berusaha mengetahui banyak (knowing much) dalam beragam hal,
berbuat banyak (doing much) dalam beragam aktivitas, berusaha
mencapai keunggulan (being excellent) dalam berkarya dan selalu
menjalin hubungan bersama sesama manusia (being sociable) untuk
berbagai keperluan, dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai
moralitas (being morally) dalam melakoni seluruh aspek kehidupan.
Karena itu, kapabilitas dan kredibilitas sumber daya manusia yang
unggul dan bermoral akan mampu berperan dalam menciptakan
terobosan baru melalui karya yang bermanfaat dalam kehidupan
masyarakat (Bashori, 2016; Susanto, 2014; Gorak, Comenius, dan
Hein, 2015). Pada posisi yang demikian, pendidikan berperan sebagai
pengontrol dan pengendali dinamika kehidupan masyarakat global.
Sebab, pendidikan yang berorientasi pada keunggulan menjadi
prioritas utama untuk menyiapkan sumber daya insani yang bermutu
dan unggul serta kompetitif dalam mewujudkan impian masa depan
cemerlang.
Sebagai sistem yang integral dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, pendidikan madrasah hadir untuk merespons
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sebuah produk
transformasi budaya global (Albantani & Faizi, 2015; Maslihah,
Mustofa, & Nurendah, 2016; Brostro, 2006). Kemajuan sains dan
teknologi yang berkembang sedemikian pesat dalam berbagai bidang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia di seluruh
penjuru dunia. Fenomena ini telah manjadi tuntutan masyarakat
global yang harus disikapi positif. Keberadaan sains sebagaimana
tujuan awalnya dikembangkan untuk dimanfaatkan bagi ke­ se­
jahteraan manusia. Selain itu, pendidikan madrasah harus tetap
memiliki konsistensi dalam melestarikan nilai-nilai keislaman yang

2 The Al-Fatihah Character


dikenal sarat dengan budi pekerti (akhlakul karimah) yang diyakini
dapat membawa perubahan bagi umat manusia pada kehidupan
yang lebih baik dan bermartabat (Muntaha & Wekke, 2017; Subagja,
2010; Scarlat, 2016).
Pengembangan ilmu pengetahuan dengan nuansa religius harus
dimaknai sebagai pengejawantahan dari Undang-Undang Dasar
1945, yang pada gilirannya akan membentuk manusia Indonesia
yang semakin beriman dan bertakwa. Melalui penguasaan ilmu
pengetahuan yang diperoleh akan memperkukuh keimanannya,
bukan malah sebaliknya, semakin menjauh dari Allah. Untuk
merekonstruksi pendidikan madrasah, khususnya dalam mengadopsi
berbagai perkembangan sains dan teknologi yang dipadukan
dengan keimanan dan ketakwaan, pendidikan madrasah harus
memperhitungkan dampak pengembangan Iptek (ilmu pengetahuan
dan teknologi) dan Imtak (iman dan takwa). Pendidikan madrasah
harus mampu memosisikan diri untuk berperan secara aktif sebagai:
(1) Rehumanisasi, yakni mengembalikan manusia kepada hakikat
kemanusiannya, bukan justru menjadikan manusia sebagai budak
mesin-mesin iptek; (2) Revitalisasi, yakni menuntut suatu arah
pendidikan dalam memberikan batas-batas yang jelas mengenai
nilai-nilai yang harus dipatuhi dalam penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam kehidupan (Muadz, 2013; Mustaqim, 2013;
Wilkins, 2011).
Pendidikan madrasah di era sekarang ini menghadapi berbagai
macam tantangan yaitu: Pertama, krisis moral yang disebabkan
adanya acara-acara di media elektronika dan media massa lainnya;
Kedua, krisis kepribadian, disebabkan pergaulan yang sekuler, dan
Ketiga; krisis kualitas, disebabkan rendahnya kualitas sumber daya
manusia yang berdampak pada menurunnya kualitas karya anak
bangsa. Semua jenis kenikmatan ataupun kemewahan senantiasa
menggoda kepribadian seseorang. Karena itu, nilai kejujuran,
kesederhanaan, kesopanan, dan kepedulian sosial akan terkikis.
Dengan kondisi semacam ini, pendidikan madrasah dituntut
membekali peserta didik dengan nilai moral, kepribadian, kualitas,
dan kedewasaan hidup guna menjalani kehidupan multikultural
dengan beragam problemanya, agar tetap teguh menjalani kehidupan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 3


yang aman, damai, bahagia, dan mulia (Isnaini, 2013; Julianto &
Subandi, 2015; Cheng, 2011).
Untuk menghadapi kondisi yang sedemikian kompleks, di­
perlukan paradigma yang membingkai secara total untuk mengu­
payakan pelaksanaan pendidikan madrasah secara efektif (Nurjanah
2018; Othman 2014). Karena itu, diperlukan rekonstruksi dan
reformasi pendidikan madrasah agar bisa menghadapi tantangan
global dengan langkah-langkah konstruktif dengan melakukan telaah
kritis dan menyeluruh terhadap agama, baik yang bersifat normatif
maupun historis. Di samping itu, perlu adanya pengintegrasian
pendidikan agama dengan ilmu-ilmu lain sehingga tidak me­
nimbulkan pandangan yang dikotomis. Pada posisi ini, pendidikan
madrasah akan menjadi alternatif yang memberikan solusi dalam
menyiapkan sumber daya insani berkualitas unggul yang dibingkai
dengan karakter religius. Dalam menghadapi beragam problem dan
tantangan di masa depan, keunggulan dan karakter religius akan
menjadi pilar dan penentu dalam memainkan peran sumber daya
insani yang memberikan warna dan corak kehidupan yang aman,
nyaman, dan membahagiakan (Harun, 2013; Hidayati, 2014; Gallie
dan Arts, 2004).
Pendidikan madrasah perlu melakukan revolusi pembelajaran
dengan cara mempraktikkan nilai-nilai luhur agama dalam kehidupan
nyata. Karena itu, diperlukan adanya reformulasi materi pendidikan
madrasah dan transformasi serta internalisasi nilai-nilai agama ke
dalam pribadi peserta didik dengan cara memberikan teladan dan
mengajak untuk mengamalkannya. Keberlangsungan pendidikan
madrasah memerlukan sumber daya pendidik berkualitas. Untuk
meningkatkan motivasi dan etos kerja pendidik, diperlukan
pemenuhan akan kedekatan dengan Allah. Untuk itu, dibutuhkan
pendidik yang mencintai profesi, adil, sabar, tenang, menguasai
metode, memiliki karakter kuat dalam kepemimpinan, berwibawa,
gembira, manusiawi, dapat bekerja sama dengan masyarakat, dan
tekun menjalani ketaatan beragama (Ahmad Munawar Ismail, 2012;
M. Khairudin &, 2013; Olusegun, 2015).
Seiring dengan perkembangan zaman yang begitu pesat,
paradigma pendidikan akan selalu menyesuaikan perkembangan.
Dengan demikian, pemikiran yang berusaha membawa perubahan

4 The Al-Fatihah Character


lebih baik bagi pendidikan madrasah akan selalu muncul. Salah
satu paradigma pendidikan madrasah yang merupakan hasil riset
adalah model pendidikan holistik yang berperadaban, model ini telah
meletakkan pendidikan sebagai proses internalisasi nilai, investasi
human resources, dan sebagai sarana efektif untuk memajukan
umat (Aziz & Baru, 2011; Efendi, 2011; Suyatno, Jumintono, 2019).
Pendidikan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, karena
pada dasarnya manusia tanpa pendidikan akan melahirkan generasi
yang tidak berbudaya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai proses
internalisasi nilai. Jika dikaitkan dalam pendidikan madrasah
maka nilai-nilai yang termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis perlu
ditanamkan sebagai ciri khas pengelolaan pendidikan madrasah.
Sesungguhnya pendidikan sebagai investasi human resources
berkaitan dengan humanisme sebagai paradigma pendidikan
madrasah dalam implementasi di lapangan melalui peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang sadar akan eksistensinya sebagai
hamba dan khalifah-Nya (Harahap 2016; Sukarman 2014). Seperti
yang diungkapkan Thomas Lickona, pendidikan nilai merupakan
sesuatu yang sangat penting. Dalam teorinya disebutkan bahwa
pendidikan nilai bukan hanya untuk dipelajari, namun nilai baik
yang terdapat dalam pendidikan harus kita tanamkan dalam hati
dan kita terapkan dalam kehidupan nyata. Apalagi era globalisasi ini
sudah disertai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
banyak terjadi perubahan dalam dimensi kehidupan manusia. Pada
satu sisi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa
kebahagiaan, namun juga turut membawa kegelisahan dengan
berbagai permasalahan yang dapat menyebabkan bergesernya nilai-
nilai moral (akhlak) dalam semua tahapan kehidupan yang dijalani
oleh setiap orang pada sisi yang lainnya (Akbar, 2015; Mayasari,
2014; Sukardi, 2016).
Tanpa adanya nilai-nilai kebajikan yang membentuk karakter
yang baik (khair), setiap individu tidak bisa hidup bahagia dan tidak
ada masyarakat yang dapat berfungsi secara efektif. Tanpa karakter
baik, seluruh umat manusia tidak dapat melakukan perkembangan
menuju dunia baru yang menjunjung tinggi martabat dan nilai dari
setiap pribadi yang unggul. Menghadapi situasi ini, amat perlu untuk

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 5


menanamkan nilai-nilai Al-Fatihah yang bersumber pada Al-Qur’an
dan As-Sunnah kepada generasi penerus masa depan umat dan bangsa.
Sebagai sumber nilai-nilai, maka Al-Qur’an dan As-Sunnah berperan
penting dalam pembentukan karakter yang kuat pada generasi. Al-
Qur’an sebagai akhlak Rasulullah atau Rasulullah sebagai Al-Qur’an
berjalan. Apabila kita hendak mengarahkan pendidikan agar dapat
terfokus dalam menumbuhkan karakter yang kuat pada peserta
didik, kita memerlukan model yang memiliki karakter sempurna
yaitu Rasulullah. Hal ini menjadi alasan penting mengapa Al-Qur’an
dipilih untuk menjadi basis pendidikan karakter yang unggul (Maria
Mansur, 2012; Nur Hidayat, 2009; Mariana & Norel, 2013). Al-Qur’an
berfungsi menyampaikan risalah dan hidayah untuk menata sikap
dan perilaku yang harus dilakukan manusia agar seimbang dengan
dinamika kehidupan dunia, baik dalam konteks kehidupan sekarang
ataupun kehidupan hari esok.
Terdapat banyak ayat dalam Al-Qur’an yang telah menerangkan
tentang pendidikan nilai untuk membentuk karakter insan saleh.
Salah satu surah yang mengandung makna pendidikan nilai terdapat
pada surah Al-Fatihah yang disebut sebagai pembuka Al-Qur’an
(ummu al-kitab). Surah Al-Fatihah memiliki kandungan pendidikan
nilai-nilai universal. Sebagai contoh dalam mengkaji lafaz “rabbi al-
’ālamīn” dalam ayat tersebut secara tidak langsung menerangkan
bahwa manusia yang telah dibekali nalar dan nurani diperintahkan
untuk senantiasa memikirkan segala sesuatu yang ada di alam
semesta. Manusia harus senantiasa mengolah nalar dan pikirnya
agar mampu mengungkapkan kebesaran Allah (Al-Maraghi 1985;
Quthb 2004; Shihab 2002).
Semakin mampu seseorang dalam mengolah nalar dan nuraninya,
maka akan semakin tertunduk kagum akan kebesaran Allah dengan
segala ciptaan-Nya, yang lengkap, rapi, dan indah. Dengan mengolah
nalar dan nuraninya, manusia akan lebih memahami alam semesta.
Manusia akan menjadi hamba yang lebih bersyukur kerena telah
dianugerahi segala nikmat oleh Allah. Kemampuan berpikir yang
dimiliki manusia akan membawanya menuju manusia yang cerdas,
kreatif, kritis, dan inovatif agar mampu menyelesaikan setiap
problematika yang terjadi dalam menjalani kehidupan di dunia ini
(Amidong and Insani 2015; Trinurmi 2015).

6 The Al-Fatihah Character


Al-Fatihah sebagai ummu al-kitab dan menjadi surah yang
paling populer di kalangan umat Islam, memiliki nilai-nilai universal
yang dapat dijadikan panduan bagi umat manusia dalam menjalani
kehidupan yang selamat dan sukses. Sebagai ringkasan Al-Qur’an,
surah Al-Fatihah merupakan surah yang luas kandungannya. Surah
ini mengandung beberapa konsep dalam mengelola karakter
manusia, yaitu melalui olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah karsa.
Maka apabila mempelajari, mendalami makna, dan mengamalkannya
diharapkan dapat membangun karakter seseorang yang mempunyai
daya pikir cerdas, kreatif, gemar membaca, dan selalu memiliki rasa
ingin tahu, memiliki hati yang religius, jujur, bertanggung jawab,
memiliki raga yang sehat dan bersih, serta memiliki karsa yang peduli
dan kreatif (Al-Maraghi 1985; Quthb 2004; Shihab 2002).
Nilai-nilai Al-Fatihah sangat berkaitan dengan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan masyarakat yang
majemuk, dan tingkat penalaran serta cara berpikir yang sangat
beragam. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah menjadi kebutuhan
sekarang ataupun di masa depan. Abdullah Saeed, telah merumuskan
langkah kerja yang dapat djadikan rujukan seorang penafsir Al-Qur’an
untuk menghasilkan suatu interpretasi yang obyektif dan relevan
dengan relitas kehidupan sekarang. Langkah pertama; membahas
tentang penemuan makna teks, penafsir mencari dan mengumpulkan
ayat-ayat dalam Al-Qur’an terkait permasalahan yang ingin dikaji.
Langkah kedua; berkaitan dengan analisis kritis, untuk mengkaji
makna apa yang diinginkan Al-Qur’an tanpa dikaitkan dengan konteks
penerima wahyu dan kondisi saat ini. Langkah ketiga; berkaitan
dengan pengaitan antara makna teks dengan penerima wahyu (Nabi
Muhammad). Langkah keempat; berkaitan dengan pengaitan teks
dengan konteks masa kini yang dilakukan dengan menganalisis
konteks masa kini yang dianggap relevan dengan pesan-pesan dalam
teks. Memahami Al-Qur’an tidak terhenti secara linguistik, namun
harus dikaji secara mendalam untuk menemukan makna baru yang
sesuai dengan realitas kontemporer (Azis 2012; Berutu 2013; Saeed:
2006).
Perencanaan jangka panjang untuk menentukan arah hidup
ke depan harus diiringi dengan pendidikan yang baik, agar setiap

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 7


tindakan sesuai dengan norma yang menjamin kenyamanan dalam
menjalani kehidupan. Pendidikan harus diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama pendidikan yang sifatnya keagamaan dan nilai
kemanusiaan. Sebab, agama sebagai fondasi yang paling kukuh
harus dijadikan pedoman dalam setiap kehidupan manusia (Al-
Maraghi 1985; Quthb 2004; Shihab 2002). Sebagai upaya menjamin
keberlangsungan kehidupan sekaligus untuk melakukan revolusi
tata kelola kehidupan yang bermutu, maka Thomas S. Kuhn
memperkenalkan teori yang disebut sebagai “paradigma”. Dalam
teorinya, telah diperkenalkan pemahaman substansial sebagai
karakteristik teori “paradigma”, yaitu: pertama; menghadirkan unsur
nilai baru yang merekonstruksi nilai lama dalam kegiatan ilmiah
sebagai konsekuensi logika empirik yang aktual. Kedua; secara
serentak menawarkan persoalan baru untuk dikaji dan dicarikan
solusi sebagai pintu masuk membangun paradigma yang terbarukan
dengan visi dan orientasi pembangunan peradaban yang menjamin
keberlangsungan kehidupan ummat manusia (Hamid 2013; Kartika
2013; Moustakas 1994).
Pandangan Kuhn terhadap autentisitas ilmu pengetahuan
tidak bersifat absolut, tetapi bersifat “a justified final detection.” Pola
inilah yang dipilih dan dikembangkan Kuhn sebagai latar belakang
paradgima yang mengkritik keyakinan manusia terhadap ilmu
pengetahuan sebagai gambaran kenyataan yang rasional, empiris,
dan berdimensi positivistik. Konstruksi paradigma mengadopsi teori
revolusi atas hadirnya kreasi. Hal tersebut akan mendorong ilmu
pengetahuan memiliki kebenaran yang realistis dan saling menopang
dalam ruang otonomi. Dengan demikian, dalam pencarian kebenaran
ilmu pengetahuan akan selalu bersinergi untuk menemukan bukti
antara prediksi dengan deteksi. Meskipun pada tataran realitas
akan saling mengisolasi secara ketat dalam melakukan pembuktian
kebenaran antara satu sama lain (Bashori, 2017; Sanaky. Hujair. AH,
2011; Shobha & Kala, 2015).
Pergerakan dunia pendidikan tidak dapat dibiarkan berjalan
seadanya. Sebab, pergerakan dunia di luar pendidikan berjalan amat
pesat. Tuntutan kehidupan juga semakin kompleks dan dinamis.

8 The Al-Fatihah Character


Sebagai ikhtiar dalam membangun paradigma baru dalam dunia
pendidikan, perlu dihadirkan pendidikan madrasah holistik sebagai
tuntutan masa depan. Pendekatan ini dilakukan agar pendidikan
madrasah mengalami pembaruan dan kemajuan yang bersifat
menyeluruh. Dimulai dari jenjang madrasah ataupun pondok
pesantren dengan mengombinasikan dua aspek berbeda dalam
kegiatan diniyah. Maksud dan tujuan yang paling penting adalah
untuk menyelaraskan hubungan antara Allah dengan alam semesta
dan wahyu dengan akal manusia. Menurut faktanya, perlakuan
dikotomis berakibat pada keterpisahan pengetahuan agama dengan
pengetahuan umum. Integratif berarti terpadunya yang terpisah,
sedangkan interkoneksi berarti keterkaitan satu dengan yang lain
sehingga apabila dikaitkan dengan entitas peradaban (wahyu, filsafat,
dan ilmu), ketiganya harus dilaksanakan secara terpadu sebagai pilar
utama untuk membangun peradaban yang cemerlang (Mohamad
Mohsin Mohamad Said & Nasruddin Yunos, 2008; Siti Arni Basir,
1999; Nurdin, 2017).
Allah swt., telah mengajarkan kepada kita agar memohon
ditunjukkan pada jalan orang-orang yang telah mendapatkan
nikmatnya karena menaati batas-batas ketentuan yang telah
ditetapkan. Setiap Muslim meyakini bahwa memohon kepada Allah
dapat dilakukan secara langsung, dengan ketentuan agar dimulai
dari dirinya sendiri, menjauhkan perbuatan syirik dan kemaksiatan,
serta istiqamah dalam beribadah untuk mengharapkan rida-Nya.
Seorang muslim telah meyakini bahwa dalam menjalani kehidupan
harus fokus meniti jalan yang lurus sebagaimana dicontohkan salaf
al-shalih dan berusaha membebaskan diri dari keinginan nafsu yang
menyesatkan (Al-Maraghi 1985; Quthb 2004; Shihab 2002).
Apabila seorang membebaskan keinginan nafsunya, maka
akan mudah tersesatkan oleh bisikan setan. Akibatnya, semua
perbuatan yang dikerjakan akan menjadi terbuang sia-sia (mubazir),
tiada berguna atau bahkan apa yang dikerjakan menjadi sebab
mendapatkan azab Allah. Inilah gambaran kegagalan dalam menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat (Mokhtar et al. 2011; Muhammad,
Ripin, and Mohd Dani 1995). Dalam konteks ini, nilai-nilai Al-Fatihah

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 9


perlu diimplementasikan sebagai paradigma pendidikan agar
kemudian dapat dijadikan solusi atas beragam situasi dan keadaan
yang heterogen dan kompleks.
Penerapan nilai-nilai al-Fatihah harus mendapat perhatian
dan dukungan semua pihak. Sebab, di dalam Al-Fatihah pada ayat
satu sampai tujuh, terdapat nilai-nilai pembentuk karakter mulia
yang sangat bermanfaat dalam membekali generasi untuk menjalani
kehidupan sukses di masa depan. Secara substansi, Al-Fatihah
memiliki nilai-nilai universal yang dapat diterapkan dalam kehidupan
nyata. Nilai-nilai Al-Fatihah dapat disemaikan secara tersistem ke
dalam diri pribadi setiap Muslim. Penyemaian nilai-nilai Al-Fatihah
akan membentuk karakter insan saleh yang memiliki kepribadian
utama yang berintegritas dan menjamin keunggulan (Che Husain and
Adabi Abdul Kadir 2011; Muhammad and Shihab 2018). Namun yang
terjadi di lapangan malah sebaliknya. Al-Fatihah hanya diposisikan
sebagai bacaan rutinitas yang kurang menyentuh nalar atau bahkan
sebaliknya, pengamalan Al-Fatihah malah menumpulkan nurani
seorang muslim. Sebab, Al-Fatihah hanya diposisikan sebagai
bacaan ritualitas (mantra) yang kering tanpa makna. Kebiasaan ini
akan memunculkan sikap kontradiktif antara keuniversalan nilai-
nilai Al-Fatihah dengan kognisi, afeksi, dan psikomotorik seorang
muslim. Apabila nilai-nilai Al-Fatihah diamalkan dengan baik dalam
kehidupan nyata, diharapkan akan membawa peningkatan kualitas
diri sebagai bekal untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik,
bahagia, dan mulia.
Pada kenyataan yang lain, ada sebagian kecil kelompok umat
Islam yang telah berusaha secara optimal dalam memahami dan
memaknai Al-Fatihah dengan mengedepankan nalar dan nurani
cerdasnya agar nilai-nilai Al-Fatihah dapat membingkai keseluruhan
aktivitas dalam kehidupan nyata. Namun, tidak jarang mereka yang
mengedepankan nalar dan nurani cerdasnya dalam memahami
dan memaknai Al-Fatihah malah menghadapi benturan keras
dari kalangan internal umat Islam. Mereka dicaci maki, dicerca,
direndahkan, bahkan ditolak untuk sekadar bergabung dalam sebuah
pertemuan atau menjadi imam salat dalam suatu masjid. Situasi yang
tidak mengenakkan ini terjadi karena tidak semua lapisan umat telah

10 The Al-Fatihah Character


memiliki cara pandang yang holistik dalam memaknai nilai-nilai Al-
Fatihah sebagai petunjuk menuju kehidupan yang selamat dunia dan
akhirat (Latif, 2014; Rahmatullah, 2013; Itulua-abumere et al, 2014).
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro sebagai lembaga
pendidikan berciri khas agama Islam, bertanggung jawab
mengembangkan minat, bakat, dan potensi peserta didik untuk
menyiapkan masa depan yang lebih baik. Berawal dari kesadaran
akan tanggung jawab untuk menyiapkan peserta didik yang siap
untuk menghadapi masa depan yang lebih baik, maka berdirilah
lembaga “Character Building Centre”. Lembaga ini bertujuan
membangun pola pikir baru sekaligus menyemaikan karakter
berbasis nilai-nilai Al-Fatihah. Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro
berdiri sebagai pusat kegiatan berbasis nilai-nilai Al-Fatihah. Situasi
dan kondisi yang demikian ini telah menyadarkan warga madrasah
untuk mengambil bagian penting dengan menjadikan nilai-nilai Al-
Fatihah sebagai nilai utama dalam membangun mindset baru dan
menyemaikan karakter utama berbasis nilai-nilai tersebut. Sejak
tahun 2009, Bupati Bojonegoro menjadikan Madrasah Aliyah Negeri
1 Bojonegoro sebagai pusat diseminasi dan pengembangan karakter
berbasis nilai-nilai Al-Fatihah. Pada konteks ini nilai-nilai Al-
Fatihah dirumuskan dan diterapkan secara fungsional di lingkungan
madrasah. Implementasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan,
bermanfaat menyiapkan masa depan generasi berkarakter dan
berkualitas unggul (AD:035).
Keberadaan lembaga Character Building Centre memiliki fungsi
dan peran untuk mengoordinasikan kegiatan yang berbasis Al-
Fatihah. Di antaranya: Pertama; pelatihan jalan sukses Al-Fatihah.
Pelatihan ini awalnya hanya dikhususkan untuk meningkatkan
kesadaran peran dan tanggung jawab pegawai-pegawai pemerintah
kabupaten, baik negeri ataupun swasta sampai pada tingkat
kelurahan ataupun desa. Namun pada akhirnya, lembaga ini
memenuhi permintaan masyarakat ataupun korporat-korporat
lembaga pemerintahan tingkat provinsi, bahkan hingga tingkat
nasional dalam rangka diseminasi karakter berbasis nilai-nilai Al-
Fatihah. Kedua, smart spiritual Al-Fatihah. Kegiatan ini secara khusus
disiapkan untuk membangun mindset dan karakter berbasis nilai-

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 11


nilai Al-Fatihah di kalangan pelajar, mahasiswa, ataupun pemuda.
Ketiga, senam sehat Al-Fatihah. Kegiatan ini bertujuan merespons
permintaan masyarakat agar berbudaya hidup sehat. Pada akhirnya,
kegiatan ini mendapat respons luar biasa di kalangan lansia dan
komunitas masyarakat penderita sakit sebagai kegiatan mingguan
untuk hidup sehat berbasis nilai-nilai Al-Fatihah. Keempat, konsultasi
dan bimbingan spiritual Al-Fatihah. Kegiatan ini bersifat layanan
personal kepada orang-orang yang menghadapi beragam persoalan,
mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, hingga orang dewasa dan
masyarakat umum. Aktivitas layanan kegiatan ini dilakukan melalui
instrumen medsos atau tatap muka dengan konselor. Fokus layanan
ini menyadarkan klien agar memiliki kesadaran diri dan kesadaran
menjalankan ibadah secara ikhlas dan istikamah, meningkatkan
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas atau kewajiban (AD :
035).
Sebagaimana telah menjadi kelaziman di zaman modern ini,
formalitas lebih ditonjolkan ketimbang substansi. Konsekuensinya,
akan dapat memunculkan suatu gejala bahwa apa yang dilakukan
oleh seseorang itu kurang menyentuh makna yang sebenarnya.
Dampaknya, apa yang dikerjakan orang pada zaman sekarang
hanya sebagai rutinitas tanpa makna. Sehingga berakibat kurang
menggembirakan dalam menjalankan suatu hal dan serta tidak
mengalami pencerahan pada dimensi kejiwaan.
Demikian juga dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, terdapat
lebih banyak orang yang cenderung formalitas hanya mengucapkan
lafaz-lafaz Al-Qur’an daripada meresapi arti ataupun makna yang
sebenarnya secara mendalam. Penulis memusatkan perhatian
terhadap perilaku yang benar terhadap Sang Pencipta, terhadap diri
sendiri, dan terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam maupun
manusia.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, sebagai ikhtiar dalam
membangun pendidikan madrasah yang berkualitas dan berdaya
manfaat dalam menopang pengembangan pendidikan madrasah,
penulis mendalami dan menganalisis masalah aktualisasi nilai-
nilai Al-fatihah sebagai best practice pendidikan di Madrasah Aliyah

12 The Al-Fatihah Character


Negeri 1 Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan mengambil jenis penelitian studi kasus. Penelitian
ini diharapkan dapat mengungkap fakta dan data ataupun makna
terkait dengan aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice
pendidikan di lingkungan madrasah.
Dengan demikian, fokus permasalahan diarahkan pada tiga
dimensi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan di
Madrasah Aliyah. Ketiga dimensi itu adalah tentang rumusan nilai-
nilai Al-Fatihah, makna nilai-nilai Al-Fatihah, dan implementasi nilai-
nilai Al-Fatihah.
Dari ketiga dimensi nilai-nilai Al-Fatihah tersebut, buku ini
diharapkan dapat mendeskripsikan rumusan nilai-nilai Al-Fatihah,
menganalisis makna nilai-nilai Al-Fatihah, dan mendiskripsikan
implementasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan
di Madrasah Aliyah.
Penulis berharap buku ini dapat memberikan sumbangsih dan
manfaat yang signifikan, baik secara teoretis maupun praktis. Secara
teoretis, pertama, perumusan nilai-nilai Al-Fatihah yang bersifat
fungsional diharapkan dapat menemukan model teoritik pendidikan
berbasis nilai-nilai Al-Fatihah yang dapat dijadikan rujukan dalam
pengembangan karakter insan saleh. Kedua, perumusan nilai-
nilai Al-Fatihah diharapkan dapat menjadi panduan teoritik untuk
membangun komitmen pendidik dalam menjalankan tugasnya
membina karakter peserta didik agar memiliki kualitas yang sejalan
dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pijakan dasar
untuk mengembangkan karakter yang bermutu.
Sedangkan manfaat secara praktis, pertama, hasil penelitian ini
diharapkan sebagai model teoretis pendidikan berbasis nilai-nilai
Al-Fatihah, perihal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi, motivasi,
dan inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan yang islami. Kedua,
menjadi pijakan untuk mengembangkan penelitian tentang nilai-
nilai Al-Fatihah dalam beragam konteks kehidupan, dengan jenis
penelitian kualitatif, kuantitatif, ataupun mixed method sehingga
dapat melahirkan kekayaan wacana yang multifaset dengan hasil
temuan di lapangan yang mampu membangun teori aktual dan
fungsional.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 13


B. Penegasan Istilah
Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian secara teknis
memiliki arti sepesifik dan khas. Untuk menghindari terjadinya
kesalahan dalam interpretasi, istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan
secara eksplisit. Adapun penegasan istilah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Aktualisasi memiliki pengertian dalam kelas nomina atau
kata benda sehingga aktualisasi dapat menyatakan nama
dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan. Aktualisasi sebagai hasrat untuk memanfaatkan
segala potensi yang ada untuk mewujudkan keinginan atau
yang akan dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata aktualisasi berasal dari kata dasar aktual yang artinya
benar-benar ada atau sesungguhnya sehingga kata aktualisasi
artinya membuat sesuatu menjadi benar-benar ada dalam
kehidupan. Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy
of Needs menggunakan istilah aktualisasi untuk rangkaian
kata aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan
dan pencapaian tertinggi hasrat manusia. Kebutuhan rasa
memiliki sosial dan kasih sayang, meliputi kebutuhan terhadap
persahabatan, berkeluarga, berkelompok, dan interaksi (Muadz
2013; Wulandari 2015). Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai suatu proses aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah yang dapat
membuat seseorang melahirkan tindakan-tindakan produktif
dan kreatif dalam mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah untuk
membentuk karakter insan saleh. Dengan aktualisasi nilai-nilai
Al-Fatihah seseorang telah menyadari akan mendapatkan suatu
keyakinan, kenyamanan, dan kebahagiaan yang pada gilirannya
menuntut adanya tindakan-tindakan dalam bentuk perhatian,
tanggung jawab, kesabaran, dan perjuangan untuk mewujudkan
hasrat dalam membentuk karakter insan saleh.
2. Nilai-nilai sebagai hal yang dituju perasaan, nilai-nilai tidak
berubah dan tidak bersifat subjektif, ditangkap secara langsung
berdasarkan intuisi, tidak tergantung pada subjek, tetapi
sebaliknya subjek tergantung pada nilai-nilai dan hirarkhi.
Nilai-nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa

14 The Al-Fatihah Character


ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik,
atau diinginkan. Pengetahuan seseorang tentang nilai dapat
bersifat relatif, tetapi bukan nilai itu sendiri yang relatif. Nilai-
nilai dalam masyarakat umum yang diberlakukan ataupun
disepakati bersama-sama dalam kehidupan sebagai landasan
dasar mempersatukan beragam potensi, kepentingan, ataupun
gagasan bersama untuk mewujudkan kehidupan yang sukses
dan bahagia (Hidayat 2015; Rusydi 2012). Adapun nilai-nilai
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai-nilai Al-Fatihah
berdasarkan hasil analisis kontek di Madrasah Aliyah Negeri 1
Bojonegoro (Azis 2012; Minarti, 2015; Muadz, 2013).
3. Al-Fatihah, yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk
pada penjelasan dari penafsiran para mufasir. Surah Al-
Fatihah berperan sentral dalam setiap pengalaman beragama
setiap muslim. Sebab tanpa memakai surah Al-Fatihah, salat
dianggap tidak sah dan tidak sempurna menjalankannya
menurut ketentuan syarak (Khumairo dan Anam 2017;
Zakaria, Noranizah, dan Abdul Fatah, 2012). Al-Fatihah sebagai
paradigma, artinya Al-Fatihah akan mendorong seseorang untuk
menempuh kehidupan sesuai makna Al-Fatihah seperti berzikir
dan bersyukur, menegakkan salat dan doa, amar makruf nahi
mungkar, dan berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
4. Praktik mutu (best practice) dapat didefinisikan sebagai suatu
cara yang paling efektif untuk menyelesaikan suatu tugas,
berdasarkan suatu prosedur yang sudah terbukti. Dalam dunia
pedidikan, praktik mutu merupakan salah satu jenis karya tulis
ilmiah yang bisa dibuat oleh pendidik dan tenaga kependidikan
untuk mengembangkan profesinya. Best practice sebagai
pengalaman langsung yang dialami perseorangan ataupun
lembaga yang memiliki nilai tambah yang dapat menginspirasi
dan melejitkan spirit untuk kemajuan dunia pendidikan,
yang dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan dunia
pendidikan.
5. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk mempersiapkan peserta
didik agar dapat menjalankan peran dan fungsinya secara baik,
yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 15


dan atau menjadi ahli ilmu agama dalam mengamalkan ajaran
agamanya (Indonesia, 2007). Konteks pemahaman tentang
pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya secara sadar yang
dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang
dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan
keterampilan hidup, baik yang bersifat manual maupun mental
dan sosial yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam (Emnis 2014;
Indriyati 2015). Sementara pendidikan sebagai fenomena
adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dalam
penciptaan suasana yang berdampak pada berkembangnya
suatu pandangan hidup bernapaskan nilai-nilai Islam, yang
diwujudkan dalam sikap serta keterampilan.

C. Kerangka Berpikir Penelitian


Berdasarkan analisis teoritik, di dalam kitab suci Al-Qur’an
banyak mengandung sistem nilai yang universal. Proses kehidupan
berlangsung dan dikembangkan secara konsisten untuk mencapai
tujuan hidup selamat dan sukses. Sejalan dengan pemikiran ilmiah
dan filosofis dari cendekiawan Muslim, sistem nilai dijadikan dasar
bangunan (struktur) kehidupan yang fleksibel menurut kebutuhan
dan kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu. Keadaan ini
dikembangkan melalui berbagai kelembagaan pendidikan formal
ataupun nonformal. Kecenderungan itu sesuai dengan sifat dan
watak kelenturan nilai-nilai ajaran Islam sebagai agama yang sesuai
untuk semua konteks zaman dan tempat di seluruh muka bumi yang
di huni manusia.
Al-Qur’an sebagai kitab autentik yang memiliki makna integral,
jika dijadikan pedoman akan menjamin keselamatan kehidupan umat
manusia. Al-Qur’an menerangkan perjalanan yang telah dan akan
dialami seluruh manusia. Alam dunia merupakan pengembaraan
perjalanan hidup, sedangkan alam akhirat akan menjadi akhir
perjalanan yang menjadi tempat abadi. Karena itu, akhirat menjadi
orientasi kehidupan seorang Muslim untuk mendapatkan kenikmatan
yang paling puncak atas rida-Nya. Al-Qur’an merupakan petunjuk dan
pedoman hidup dalam menjalankan segala bentuk amal perbuatan
yang bersifat individual maupun sosial. Memedomani Al-Qur’an

16 The Al-Fatihah Character


dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakiki,
di dunia dan akhirat atas rida-Nya.
Beriman terhadap segenap apa yang terkandung dalam Al-
Qur’an sebagai kewajiban setiap orang beriman. Konsekuensinya
setiap Muslim harus membaca dan memahami isi kandungan secara
benar. Keimanan pada Al-Qur’an memiliki makna hakiki yang akan
menuntun manusia pada jalan lurus dan selamat dunia akhirat. Al-
Qur’an sering menekankan pentingnya kehidupan akhirat daripada
kehidupan dunia dan membimbing manusia agar senantiasa
mengejar sukses hidup di akhirat tanpa melupakan kehidupan dunia.
Pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an akan menimbulkan
kesadaran untuk mengaktualisasikan firman-Nya dalam bentuk
perbuatan nyata yang bermanfaaat.
Seorang yang mengimani Al-Qur’an, tidak cukup hanya dengan
membaca ataupun menghafal Al-Qur’an, namun yang terpenting
adalah melaksanakan isi kandungan dalam kehidupan sehari-
hari. Al-Qur’an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam
membentuk karakter utama yang tercermin dalam sosok insan saleh.
Nilai normatif Al-Qur’an mencakup tiga pilar utama, yaitu: 1) nilai
i‘tiqadiyah, nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan keimanan,
seperti percaya kepada Allah Ta’ala, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir
dan Takdir, yang bertujuan untuk menata kepercayaan indidvidu; 2)
nilai khuluqiyah, nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan etika,
yang bertujuan untuk membersihkan diri dari prilaku rendah dan
menghiasi diri dengan prilaku terpuji; 3) nilai ‘amaliyah, nilai- nilai
yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari, baik yang
berhubungan dengan pendidikan ibadah dan pendidikan muamalah.
Al-Qur’an dimulai dan dibuka dengan surah Al-Fatihah. Kata
fatih merupakan akar nama dalam surah ini, berarti “menyingkirkan
sesuatu yang terdapat pada suatu tempat yang akan dimasuki.”
Penamaannya dengan Al-Fatihah karena surah ini terletak pada
awal Al-Qur’an dan biasanya yang pertama membukanya. Maka
kata Al-Fatihah diartikan sebagal awal dari Al-Qur’an. Dari segi
penempatannya, surah ini terletak di awal susunan Al-Qur’an,
bukan awal dari urutan diturunkannya Al-Qur’an. Surah Al-Fatihah
memiliki nama beragam, menurut riwayat disebutkan, surah Al-
Fatihah diturunkan di Makkah pada saat awal disyariatkannya

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 17


ibadah salat. Surat Al-Fatihah sebagai surat pertama yang diturunkan
secara lengkap tujuh ayat. Sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, surah
Al-Fatihah diturunkan di Makah, termasuk dalam kelompok surat
Makiyah.
Al-Fatihah memiliki beragam makna, hal ini juga menunjukkan
tentang peran, fungsi, hikmah dan keistimewaan Al-Fatihah. Sebagian
besar kaum muslimin lebih mengedepankan keyakinannya dalam
mengamalkan surah Al-Fatihah, sedangkan pemahaman terhadap
makna nilai-nilai Al-Fatihah tidak menjadi skala prioritas utama.
Akibatnya, banyak kaum muslimin yang mengabaikan makna nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai panduan menjalani kehidupan sukses,
bahagia, dan mulia. Bahkan sering terjadi di lapangan, Al-Fatihah
hanya diposisikan sebagai bacaan rutinitas yang kurang menyentuh
nalar dan fitrah manusia. Apabila Al-Fatihah hanya diposisikan sebagai
bacaan ritual, maka dapat memunculkan sikap kontradiktif dengan
nilai-nilai Al-Fatihah, baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Al-Fatihah harus dipahami dengan benar dengan menggunakan
nalar yang cerdas, dihayati dengan baik untuk menguatkan mental
spiritual, dan dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya insani yang berkarakter insan saleh.
Membina generasi yang berkarakter diperlukan rujukan
nilai-nilai yang bersumber dari ajaran pokok Al-Qur’an. Al-Fatihah
merupakan ummu Al-Qur’an, yang dalam ayat satu sampai tujuh
memiliki isi kandungan terkait nilai-nilai utama untuk untuk membina
karakter insan saleh. Nila-nilai utama Al-Fatihah sebagaimana
dimaksud adalah: (1) nilai kasih, dengan cara memberikan yang
terbaik kepada orang lain dan tidak kikir; (2) nilai tanggung jawab,
dengan cara melaksanakan kewajiban sesuai standar mutu dan tidak
ceroboh; (3) nilai syukur, dengan cara berterimakasih atas pemberian
dan tidak mengingkari; (4) nilai disiplin, dengan cara mentaati aturan
dan tidak menentang, dan (7) nilai pembelajar, dengan cara berusaha
untuk mengambil hikmah dan tidak membodohi. Mengambil
pelajaran baik dari suatu peristiwa yang menyenangkan maupun
menyakitkan, karena sebenarnya hidup itu sebagai proses belajar
untuk meraih masa depan yang lebih baik dan sukses.
Penggalian makna Al-Fatihah secara utuh dan mendalam
menjadi keharusan untuk dipahami dan diaktualisasikan dalam

18 The Al-Fatihah Character


kehidupan sehari-hari. Al-Fatihah memiliki nilai-nilai utama yang
dapat memandu manusia untuk menjalani kehidupan sukses dan
bahagia. Adapun nilai-nilai yang terdapat pada Al-Fatihah yaitu:
pertama, nilai pendidikan keimanan meliputi keimanan kepada Allah
swt., melalui keesaan-Nya, keimanan kepada Allah swt., melalui
keesaan perbuatan-Nya, keimanan kepada Allah swt., melalui nama
dan sifat-Nya, dan keimanan terhadap hari pembalasan; kedua, nilai
pendidikan ibadah yaitu setiap aktivitas kebaikan yang dilakukan
dengan tujuan karena Allah swt., serta berserah diri kepada-Nya
dalam menjalankan aktivitas yang tidak dapat diselesaikan; ketiga,
nilai pendidikan syariat, yaitu syariat dalam arti luas, yakni agama
dengan segenap hukum yang terkandung di dalamnya; keempat, nilai
pendidikan kisah meliputi kisah orang-orang yang mendapat nikmat,
kisah orang-orang yang mendapat kemurkaan, dan kisah orang yang
ada relevansi dengan nilai-nilai pendidikan yang mementingkan
terjaganya akhlakul karimah.
Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi muatan esensi untuk
menjaga dan mengembangkan karakter unggul dan bermartabat.
Sebab, karakter yang unggul ini akan memosisikan setiap orang
untuk selalu siap menjalani masa depan sesuai harapan untuk hidup
sukses dan bahagia. Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-
Misbah, makna surah Al-Fatihah diklasifikasikan menjadi dua bagian.
Bagian pertama yaitu pada ayat 1-4 yang mengandung nilai rabbani,
makna ayat berbicara tentang pengajaran Allah Ta’ala kepada
manusia, bagaimana permohonan kepada kepada-Nya, bagaimana
mengucapkan pujian, dan apa yang terpenting untuk dimohonkan.
Sedangkan ayat 5-7 mengandung nilai insani, makna ayat bersama
untuk Allah Ta’ala dan hambanya. Sedangkan menurut Sayyid Quthb
dalam tafsir Fi Dhilalil Qur’an, Al-Fatihah disebut sebagai surah
mulia yang terdiri atas 7 ayat. Isinya mengandung pujian, pemuliaan,
sanjungan bagi Allah Ta’ala dengan menyebut asma-asma-Nya yang
baik dan agung. Dalam surah Al-Fatihah juga terkandung makna
adanya tempat kembali bagi seluruh manusia pada hari pembalasan
dihari akhirat. Semua manusia akan dimintai pertanggungjawaban
atas semua amal dan perbuatannya selama menjalani kehidupan di
alam dunia.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 19


Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, di dalamnya
menjelaskan berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan akhlak.
Nilai akhlak yang terdapat dalam Al-Fatihah ada dua, yakni; akhlak
rabbani dan akhlak insani. Akhlak rabbani yang dapat ditemukan
dalam Al-Fatihah di antaranya: tauhid, iman, ihsan, syukur, tawakal,
ikhlas, istikamah, takwa, dan zikir. Sedangkan akhlak insani di
antaranya: ukhuwah islamiyah, kasih sayang, jujur, adil, amar makruf
nahi munkar, peduli, pemaaf, dan kerja keras. Materi pendidikan
dari Al-Fatihah diantaranya: cinta kepada Allah Ta’ala, cinta kepada
sesama, tata cara ibadah, sifat-sifat Allah Ta’ala, dan sifat orang-orang
baik dan buruk. Sedangkan metode yang ditemukan pada Al-Fatihah
diantaranya: metode penanaman akhlak dengan teknik pengulangan,
metode penanaman akhlak dengan ganjaran dan hukuman (reward
and punishment), metode penanaman akhlak dengan lemah lembut,
kasih sayang, dan metode penanaman akhlak dengan kisah ataupun
hikmah keteladanan. Karena itu, Al-Qur’an yang memiliki nilai-nilai
universal harus dikaji secara serius dan mendalam untuk memandu
umat manusia agar memiliki karakter mulia yang tangguh.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan
mengadaptasi pemikiran Thomas Kuhn. Paradigma ini dimaksudkan
untuk menganalisis nilai-nilai Al-Fatihah dengan cara membongkar
segala bentuk pemahaman, pengalaman, naskah, gambar, ataupun
rekaman yang telah dikonstruksi dalam fokus “Aktualisasi Nilai-nilai
Al-Fatihah sebagai Best Practice Pendidikan Madrasah.” Penulis akan
berfokus atau memberi penekanan untuk menganalisis rumusan,
makna, dan penerapan nilai-nilai al-Fatihah dalam membangun
kultur dan karakter warga madrasah. Penelitian dengan paradigma
konstruktivisme menuntut dilaksanakannya penelitian dalam
konteks naturalistik. Dalam konteks tersebut, makna yang diangkat
merupakan makna yang diperoleh dari konteksnya sebagai hasil
dari interview dan atau observasi serta berkaitan dengan waktu dan
konteks tertentu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk
menggali konsep nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice
pendidikan madrasah. Penelitian ini menjadi salah satu upaya untuk
dapat memecahkan masalah atau memberi alternatif solusi dengan
mengkomparasikan beragam persamaan dan perbedaan gejala yang

20 The Al-Fatihah Character


telah ditemukan. Kemudian melakukan klasifikasi, menilai gejala,
dan selanjutnya menetapkan hubungan antar gejala-gejala yang
ditemukan. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk memperoleh
hasil penelitian dengan deskripsi serta penjelasan secara objektif
dan mendalam. Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini untuk
memahami bagaimana pengalaman lembaga dan subjek penelitian
dalam melakukan akulturasi dengan realitas kehidupan sosial,
sehingga ditemukan struktur inti atau pokok dialog pengalaman
subjek penelitian terhadap suatu pengamalan dalam menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah.
Penelitian ini mengambil jenis studi kasus. Penelitian
jenis ini akan dapat mengungkapkan berbagai peristiwa atau
kejadian berskala kecil untuk dapat digeneralisasikan. Pola yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal yang
diimplementasikan melalui penyusunan rencana pengumpulan
data dan memberi prioritas pada strategi analisis yang relevan.
Sedangkan proposisi teoritis akan menuntun analisis studi kasus,
yaitu dengan membantu dalam memfokuskan perhatian pada data
tertentu dan mengabaikan data yang lain. Di samping itu proposisi,
akan membantu pengorganisasian keseluruhan studi kasus dan
menerapkan alternatif penjelasan yang harus diuji. Selain itu
hubungan kausal jawaban terhadap pertanyaan “bagaimana” dan
“mengapa” dapat sangat berguna untuk menuntun analisis studi
kasus yang dilakukan untuk menemukan kesimpulan hasil penelitian
secara otentik.
Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan rumusan
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan madrasah.
Untuk merumuskan nilai-nilai Al-Fatihah perlu dilakukan melalui
beragam tahapan yang dapat menjamin keterlibatan banyak pihak,
menampung beragam aspirasi dan menjaga otentisitas rumusan.
Perumusan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai panduan moral dan
panduan utama untuk membina karakter insan saleh. Rumusan nilai-
nilai Al-Fatihah harus dijabarkan dari makna nilai-nilai Al-Fatihah,
diantaranya yaitu: nilai kasih artinya memberi, disarikan dari makna
ayat “bismillāhi al-raḥmāni al-raḥīm; nilai tanggung jawab artinya
siap untuk melaksanakan tugas, disarikan dari makna ayat, “māliki

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 21


yaumi ad-dīn”; nilai syukur artinya berterimakasih, disarikan dari
makna ayat “al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn”; nilai disiplin artinya
taat pada aturan, disarikan dari makna ayat “iyyāka na’budu wa
iyyāka nasta’īn”; nilai pembelajar artinya mengambil pelajaran baik,
disarikan dari makna ayat “ihdina al-ṣirāṭa al-mustaqīm, dan ṣirāṭa
allażīna an’amta ‘alaihim gair al-magḍụbi ‘alaihim wala aḍ-ḍāllīn”
Penelitian ini diharapkan dapat menganalisis makna nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan madrasah agar
bermanfaat untuk mendalamkan maknanya dan meneguhkan
komitmen insan saleh. Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai utama
akan membawa pada perbaikan diri dan memandu seseorang untuk
mengarahkan kehidupan agar sesuai dengan cita-cita kehidupan.
Nilai-nilai Al-Fatihah memiliki makna yang sudah terbukti dalam
sejarah. Apabila seseorang memahami maknanya dan mengamalkan
nilai-nilai Al-Fatihah secara istikamah, maka akan dapat
mengantarkan pada kesuksesan dan kemuliaan hidup. Selain itu
makna Al-Fatihah juga dapat dijadikan sebagai bimbingan jasmani
dan rohani, yang berlandaskan etika dan hukum serta sebagai upaya
untuk mewujudkan pribadi yang baik dan berkarakter sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Penelitian ini diharapkan dapat menganalisis aktualisasi nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan madrasah. Agar
nilai-nilai dapat bermanfaat dalam kehidupan nyata, maka harus
ditanamkan pada individu atau kelompok masyarakat. Untuk
menanamkan nilai-nilai dalam kehidupan bukanlah hal yang mudah,
memerlukan proses yang lumayan panjang. Semua pihak harus
terlibat dengan berupaya untuk menanamkan kembali nilai-nilai
dalam kehidupan nyata. Secara umum proses penanaman nilai
dapat dilakukan melalui keteladanan dalam keluarga, atau melalui
penyaluran bakat dan hobi masing-masing individu. Secara teknis
penanaman nilai dapat dilakukan dengan cara melakukan alih
informasi, orientasi lapangan, pembiasaan, umpan balik, dan tindak
lanjut. Melalui proses tersebut diharapkan apa yang awalnya sebagai
pengetahuan dapat menjadi sikap, kemudian berubah menjadi
perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pada akhirnya
dapat membentuk karakter insan saleh.

22 The Al-Fatihah Character


Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan
pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah, perlu adanya strategi khusus
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah menurut karakteristik nilai yang
diterapkan. Strategi khusus penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) strategi
menerapkan nilai kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi
yang paling aktual; 2) strategi menerapkan nilai tanggung jawab dalam
menuntaskan semua tugas ataupun aktivitas, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi
yang paling aktual; 3) strategi menerapkan nilai syukur atas segala
nikmat yang telah diterimanya, baik yang dilakukan secara rutinitas
atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi sekarang yang
paling aktual; 4) strategi dalam menerapkan nilai disiplin dalam
menjalankan tugasnya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual;
dan 5) strategi menerapkan nilai pembelajar yang baik dengan
fokus mengambil hikmah, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang aktual.
Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah menjadi bagian penting
untuk membentuk karakter insan saleh, sebagai sosok pribadi
yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu, kesalehan amal,
keluhuran akhlak dan kecakapan menghadapi segala situasi dan
keadaan di saat sekarang ataupun di masa mendatang. Sosok insan
saleh senantiasa menampilkan dirinya sebagai sosok yang memiliki
integritas dan kemampuan tangguh sebagaimana tercermin dalam
sikap sebagai berikut, yaitu: 1) senantiasa menjaga keteguhan iman
dan kualitas ketakwaan untuk modal menjalin hubungan harmonis
dalam berinteraksi dengan Tuhan, sesama manusia dan sesama
makhluk; 2) selalu menampilkan diri sebagai sosok insan yang
senantiasa memandang dirinya sebagai satu kesatuan yang utuh
untuk mewujudkan tujuan penciptaan manusia, baik sebagai hamba
atau khalifah-Nya; 3) senantiasa dapat memosisikan diri sebagai
pribadi yang merdeka dan bertanggung jawab dan seimbang dalam
mengelola potensinya agar dapat berkembang dengan baik sesuai
dengan sunatullah; 4) selalu berpikir dan bertindak secara positif
dan realistis dengan tetap menjaga idealisme dalam segala situasi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 23


dan keadaan, dan 5) senantiasa menjaga orientasi segala aktivitas
kehidupannya hanya untuk mendapatkan rida Allah swt.
Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat menjadi inspirasi,
sekaligus sebagai metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan
pembacaan ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah.
Sehingga dapat memberikan nuansa baru yang original dan baru
untuk memaknai Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan.
Pada tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai sarana bimbingan untuk pedoman hidup sukses menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat. Pemahaman dan sikap yang benar
terhadap substansi ajaran Al-Fatihah sesungguhnya memosisikan
seorang muslim pada jalan lurus yang menjamin keselamatan dan
kesuksesan menjalani kehidupan.
Sebagai usaha untuk mewujudkan keinginan dimaksud,
maka aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah harus diwujudkan secara
nyata. Sehingga dapat menjadi solusi efektif dan antisipasi dalam
menyiapkan dunia pendidikan yang berkualitas. Karena itu di masa
depan dunia pendidikan harus akomodatif dan adaptif terhadap
beragam dimensi perubahan dan tuntutan khususnya harus
menghadirkan kedekatan sumber daya insani dengan Allah swt. Nilai-
nilai Al-Fatihah diyakini dapat dijadikan panduan operasional yang
bersifat fungsional dalam mengenali dan menemukan solusi terbaik
atas beragam problema kehidupan pada era new normal. Munculnya
beragam problem kehidupan di new normal perlu segera ditemukan
solusinya agar memberikan atsmosfer kehidupan yang mencerahkan
dan membahagiakan.
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, penulis belum
menemukan penelitian sejenis dengan fokus penelitian yang sama.
Oleh karena itu, penulis berminat untuk mengkaji secara lebih
spesifik. Menurut penelusuran, kegiatan penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya, di mana posisi penelitian ini akan
menjadi bahan masukan konseptual yang benar-benar baru dan
bermanfaat untuk dapat menambah khazanah keilmuan Islam.
Adapun gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 1.001 di bawah ini.

24 The Al-Fatihah Character


PAHAMI RUMUSAN AJAR

INSANI
Ayat 5-7
GLOBALISASI
KONSTRUTIVISME

AL-FATIHAH NILAI KUALITATIF MAKNA INSAN


SUDI
NILAI SALEH

STUDI KASUS
CHARACTER
ROBANI
Ayat 1-4

YAKINI APLIKASI KATA

Gambar 1.001: Kerangka berpikir penelitian aktualisasi nilai-nilai


Al-Fatihah

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 25


BAB II

KERANGKA TEORI
KAJIAN NILAI-NILAI AL-FATIHAH

A. Kajian Penelitian Terdahulu


Melakukan penelitian harus diawali dengan penelusuran
penelitian terdahulu, agar terjadi kesinambungan dalam pengem­
bangan bidang keilmuan yang diteliti. Penelitian ini mengkaji bidang
landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan di madrasah. Untuk
keperluan tersebut Usman Abu Bakar telah melakukan analisis
tentang epistemologi pengelolaan pendidikan madrasah. Menurutnya
pendidikan madrasah lahir dari pendidikan pesantren yang hanya
berfokus mempelajari ilmu-ilmu agama Islam sebagaimana yang
telah dipraktikkan dalam pendidikan yang ada di Timur Tengah
selama berabad-abad lamanya (Nurjana, 2018; Bakar, 2013).
Sebagai bagian dalam menghadapi tantangan globalisasi yang
amat masif, maka harus direspons dengan melakukan reformulasi
sistem pendidikan nasional dari paradigma dikotomis menjadi
paradigma integralistik. Untuk menjadikan pendidikan madrasah
diakui bahkan dianggap sama menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam pendidikan nasional pada tataran praktis bukan normatif
masih terkendala aspek politik, sosial budaya, ekonomi, dan birokrasi
yang masih kental nuansa dikotomis (Nurjanah 2018; Nurwanto,
2017). Maka solusinya diperlukan adanya upaya politik penyadaran

26 The Al-Fatihah Character


kolektif bahwa pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu
usaha dan proses pemberdayaan yang perlu dilakukan oleh individu,
keluarga, masyarakat, dan pemerintah secara keseluruhan (Abdullah,
Fathillah, Hamid, dan Ahmad, 2011; Fuad, 2017; Zainuddin, 2011).
Oleh karena itu, pendidikan sebagai investasi masa depan
bangsa akan menjadi realitas dalam kebijakan dan praksis jika
masyarakat, keluarga, dan pemerintah secara bersama memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap pencarian solusi bagi semua
persoalan dan tantangan pendidikan yang kita hadapi saat ini dan
masa-masa yang akan datang (Anekasari, 2015; Choiri, 2016;
Syafrawi, 2018). Dalam konteks pendidikan madrasah, sudah
saatnya dapat dirumuskan kembali paradigma keilmuan yang
melandasi seluruh sistem pendidikan dalam satu kesatuan ilmu
yang mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan zaman yang
terus berkembang (Bakar, 2013; Fatimah, 2017; Malik, Hudaifah,
dan Dahlan, 2017). Memperjelas analisis tersebut, penelitian yang
dilakukan Ida Nurjanah, memberikan gambaran lebih aktual bahwa
pendidikan madrasah. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa
madrasah merupakan pendidikan yang bersifat menyeluruh, penuh
keseimbangan materi dan spiritual untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat (Nurjanah, 2018).
Dewasa ini, pendidikan madrasah cenderung mementingkan
“al-ulum al-dun-ya” ataupun hanya menfokuskan kajian “al-ulum al-
din” saja. Namun secara realitas, sering kali tujuan pendidikan tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Terbukti, dalam proses pendidikan
masih ada kekerasan terhadap anak, mengesampingkan potensi
peserta didik, pendidikan terkonsentrasi pada urusan keduniawian,
serta sistem pendidikan yang jauh dari fitrahnya. Dalam konteks
ini, konsep humanisme religius menjadi pilihan dalam paradigma
pendidikan madrasah.
Kunci humanisme religius terletak pada konsep pendidikan
yang memanusiakan manusia. Konsep ini juga mengembangkan
kemampuan yang dimiliki, baik intelektual maupun religius tanpa
meninggalkan nilai-nilai agama yang mendasarinya. Pendidikan
madrasah sebagai bentuk manifestasi dari cita-cita kehidupan islami
untuk melestarikan, mengalihkan, menginternalisasi, mendesiminasi
ataupun mentransformasikan nilai-nilai Islam ke pribadi generasi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 27


penerusnya. Dengan demikian, nilai-nilai kultural religius tetap
berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu.
Nilai-nilai agama merupakan segala usaha yang bertujuan membina
hati nurani yang niscaya diarahkan agar peserta didik mempunyai
kepekaan dan penghayatan yang mendalam atas nilai-nilai luhur
dalam kehidupan.
Selanjutnya untuk lebih mengetahui bagaimana hakikat
pendidikan madrasah, Ibnu Rusy memberikan analisis bahwa
pendidikan sebagai proses transformasi pengetahuan yang
berguna untuk mendewasakan manusia menjadi insan paripurna.
Namun, pengetahuan yang dilepaskan dari nilai-nilai religius
malah membawa dampak buruk, di mana dimensi kemanusiaan
diruntuhkan, proses transformasi melibatkan dua hal sekaligus,
yaitu: pengetahuan dan nilai (Rusydi, 2012; Trinurmi, 2015; Yahdi,
2016). Adanya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menjadi keniscayaan bagi negara-negara berkembang ternyata
memunculkan problem dalam dunia pendidikan. Hal ini berkaitan
dengan penyiapan sumber daya manusia yang diharapkan mampu
mengakses perkembangan ilmu dan teknologi.
Apabila transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi dan
penyiapan sumber daya manusia tidak diperhatikan, maka pengem­
bangan ilmu pengetahuan akan menimbulkan problem kemanusiaan
yang serius dan berkelanjutan (Mahfud, 2018; Rochmat, 2018;
Yatazak, 2018). Pendidikan merupakan aktivitas memancing
potensi dan fitrah manusia. Mengingat fitrah dan potensi manusia
itu kompleks, maka pendidikan yang baik tidak akan mereduksi
kemanusiaan. Sebaliknya, pendidikan akan memaksimalkan se­
luruh potensi manusia itu sendiri. Karena itulah, pendidikan tidak
seharusnya bersifat materialistik seutuhnya, melainkan juga harus
disematkan nilai-nilai religius. Pendidikan yang bernuansa integratif,
yakni pendidikan yang memadukan agama dan sains, merupakan
satu-satunya model pendidikan yang memanusiakan manusia agar
senantiasa selaras dengan fitrah (Bakar, 2016; Priyanto et al. 2013;
Saefullah, 2018).
Menurut analisis Bashori, Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai
sumber utama umat Islam telah memberikan penjelasan yang lugas
tentang adanya ilmu pengetahuan (science) dan pemahaman agama

28 The Al-Fatihah Character


secara baik. Secara fundamental, pendidikan beradab disebut sebagai
pendidikan yang berupaya membangkitkan kembali spirit keilmuan
Islam yang integratif dan interkonektif tanpa dikotomi dengan
menginternalisasikan prinsip-prinsip wahyu dan etika Islam tentang
pendidikan secara integral (Albantani dan Faizi, 2015; Ju’subaidi,
2016; Rohana Kamaruddin, Tajul Arifin Noordin, dan Kamisah
Osman, 2015). Ketiga entitas yaitu hadharah al-nash, hadharah
al-falsafah, dan hadharah al-‘ilm sebagai entitas yang tidak dapat
berdiri sendiri. Relevansi pendidikan beradab dengan permasalahan
pendidikan madrasah saat ini adalah pendidikan madrasah harus
mampu menginternalisasikan sumber nilai-nilai Al-Qur’an dan
Al-Hadis dalam melihat dan mencari solusi atas permasalahan
kontemporer sebagai landasan penyelesaian pendidikan madrasah
(Bashori, 2017).
Menurut isu yang berkembang pada era kekinian, diperlukan
paradigma pendidikan yang menjelaskan bagaimana semestinya
pendidikan madrasah dilaksanakan secara visioner. Pendidikan yang
visioner memiliki kejelasan konsep visi, konsep belajar, orientasi,
sistem, dan metodologi pendidikan yang dilakukan menurut tuntunan
wahyu dan nilai-nilai kenabian. Karena itu, perlu dikembangkan
cara pandang dan paradigma berpikir dalam pendidikan yang
menyeimbangkan dua sisi potensi manusia sesuai fitrahnya, yakni
sebagai ‘abdullah dan khalifatullah, yang selalu konsisten untuk
tetap menyeimbangkan dua komunikasi timbal balik antara hablun
minAllah Ta’ala dan hablun minannas (Ahmad, 2018; Bashori, 2017)
Menurut analisis Lilis Patimah, munculnya periode baru yang
sering disebut masa disrupsi menuntut sumber daya manusia
memiliki kompetensi dan keterampilan baru yang kompeten
(Aziz dan Baru, 2011; Fahriana, 2018; Fatimah, 2017). Lembaga
pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan sumber daya
insani yang punya kompetensi dan keterampilan. Karena itu,
lembaga pendidikan madrasah harus menyesuaikan desain
pembelajarannya agar mampu membekali peserta didik memenuhi
standar kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan agar dapat
survive pada abad 21. Dalam perspektif pembelajaran abad 21, ada
empat hal penting yang harus dikembangkan, yaitu; critical thinking,
creativity, communication, dan collaboration (Fatimah, 2017).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 29


Berdasarkan analisis diskriptif yang dilakukan menunjukkan
bahwa; pertama, kompetensi critical thinking dapat dicapai melalui
pendekatan saintifik, kedua, kompetensi creativity dapat dicapai
dengan cara mendesain pembelajaran sehingga dapat menghasilkan
produk tertentu. Dalam menyiapkan peserta didik menjalani
kehidupan yang multikompleks, diperlukan model pembelajaran
kreatif yang mengharuskan pendidik mampu merangsang peserta
didik dalam memunculkan kreativitas, baik dalam konteks kreatif
dalam berpikir maupun konteks kreatif dalam melakukan sesuatu.
Pendidikan madrasah di Indonesia merupakan subsistem pendidikan
nasional. Secara khusus, penyelenggaraannya di bawah Kementerian
Agama harus dibenahi agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik untuk mendekatkan dengan Allah swt., dan masa depan
yang cemerlang (Fatimah, 2017; S. Saud, 2013).
Penelitian Muhammad Syahrul Mubarok memberikan gambaran
lebih operasional mengenai bagaimana menerapkan Al-Fatihah
dalam kehidupan modern. Sebagaimana penafsiran At-Tanwir
mengenai surah Al-Fatihah dapat dipahami bahwa tafsir ini memiliki
karakteristik tafsir yang inklusif. Hal ini disebabkan At-Tanwîr
menggabungkan antara Al-Ma’sūr dan Ar-Ra’yu. Penafsiran surah Al-
Fatihah yang ditawarkan pada tafsir At-Tanwir mengandung relevansi
dengan realitas kehidupan aktual di zaman sekarang. Pandangan dan
jalan hidup relevan untuk merespons dua hal yang terjadi saat ini,
khususnya di Indonesia; pertama, kondisi sosial keagamaan yang
erat kaitannya dengan fenomena takfirī dan kedua, kondisi sosial
kemasyarakatan, di mana masyarakat mengalami kemunduran akibat
arus globalisasi. Sebab itu, penafsirannya bersifat kontekstual dengan
tuntutan perkembangan zaman. Tafsir ini memiliki kelebihan, yakni:
menawarkan metode baru, dinamis, inklusif, dan relevan dengan
kondisi kekinian. Sehingga, tafsir ini memberikan tawaran bagi
generasi sekarang dalam memahami Al-Qur’an, baik secara tekstual
ataupun kontekstual sesuai kebutuhan beradaptasi dengan zaman
(Ansyah, 2017; Mubarok, 2017).
Menurut analisis Fathor Rahman, surah Al-Fatihah sebagai
kesimpulan Al-Qur’an, apabila seseorang membaca Al-Fatihah
kemudian dikaitkan dengan fenomana alam semesta, secara maknawi
seseorang akan dapat menemukan Allah Ta’ala. Melalui model

30 The Al-Fatihah Character


pembacaan tersebut, maka akan dapat meneguhkan keyakinan
seorang muslim dalam memahami kebenaran Al-Qur’an dengan
autentik (F. Rahman, 2016). Menurut pendapat Thanthawi Jauhari,
Al-Fatihah yang memiliki tujuh ayat sebagai rangkaian utuh yang
mendiskripsikan keseluruhan isi Al-Qur’an.
Lebih lanjut, Thanthawi menjelaskan; Ayat pertama surah Al-
Fatihah menjelaskan tata cara mengagungkan-Nya dengan teknik
menggunakan asma Allah., baik melalui perkataan ataupun per­
buatan karena-Nya, yang telah melimpahkan rahman dan rahim-
Nya kepada alam semesta. Sedangkan pada ayat kedua menjelaskan
tentang kewajiban manusia untuk hanya memuji dan mengagungkan
Allah swt. Selanjutnya, pada ayat ketiga dan keempat, Allah Ta’ala
memberikan isyarat tentang sistem pendidikan yang sempurna, yaitu
sistem pendidikan yang mengharuskan adanya kasih sayang dan
hukuman untuk membina kualitas sumber daya insani. Adapun pada
ayat kelima, Allah Ta’ala menjelaskan betapa pentingnya penyerahan
diri manusia kepada Allah Ta’ala secara keseluruhan, dengan cara
beribadah dengan tujuan mengharapkan rida Allah Ta’ala serta
hanya memohon pertolongan ke hadirat-Nya. Pada ayat keenam,
Allah Ta’ala menegaskan bahwa prioritas permohonan kepada Allah
Ta’ala meliputi permohonan untuk mendapatkan petunjuk ataupun
bimbingan agar dapat istikamah dalam meniti jalan lurus dan jalan
selamat dalam menjalani kehidupan di dunia ataupun di akhirat.
Pada ayat ketujuh, Allah Ta’ala memberikan gambaran tentang
kondisi orang-orang yang telah meniti jalan lurus dan selamat akan
selalu mendapatkan nikmat dan kemuliaan, sedangkan orang yang
menyimpang dari jalan-Nya akan selalu dimurkai dan disesatkan
oleh Allah Ta’ala. Dalam menafsirkan surah Al-Fatihah, Thanthawi
hanya menggunakan tiga sumber yaitu; penafsiran Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Hadis, dan penafsiran
Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan modern (A.K. Muhammad dan
Shihab, 2018; F.Rahman, 2016; Zein et al, 2017).
Diah Fajar Utami memberikan gambaran yang lebih lengkap
dan fungsional dalam hasil penelitiannya, sehingga dapat memandu
umat Islam dalam memahami nilai-nilai Al-Fatihah. Sebagaimana
tertuang dalam buku Samudra Al-Fatihah, terdapat nilai-nilai tauhid
yaitu nilai-nilai ilahiah yang meliputi: iman, Islam, ihsan, takwa,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 31


tawakal, syukur, sabar, dan ikhlas. Nilai illahiah tersebut relevan
dengan praktik pendidikan tauhid masa kini. Nilai-nilai pendidikan
tauhid dalam Samudra Al-Fatihah mencakup nilai iman dan sikap
ihsan, takwa, tawakal, syukur, sabar, dan ikhlas. Dengan demikian,
akan membentuk pribadi seseorang yang berkarakter insan saleh.
Selain itu, pembelajaran juga dapat dilakukan secara kontinu dan
berulang-ulang sebagai penguatan pemahaman peserta didik agar
lebih terintegral (Utami, 2017).
Menurut hasil penelitian Nihayati, surah Al-Fatihah memiliki
kandungan makna yang dapat memandu kehidupan setiap orang. Hal
ini didasaran atas penjelasan bahwa Allah Ta’ala Maha Pengasih dan
Maha Penyayang yang ditandai dengan banyaknya nikmat yang telah
diberikan kepada umat manusia. Karena itu, manusia yang mampu
mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala adalah orang-
orang yang beriman kepada Allah Ta’ala. Orang-orang yang tidak mau
dan tidak mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah Ta’ala merupakan
orang-orang kafir. Bagi manusia yang berada dalam posisi di antara
keduanya menunjukkan bahwa orang tersebut adalah orang munafik
(Nihayati, 2017).
Al-Fatihah mengajarkan bahwa setiap orang berupaya menjadi
hamba yang bersyukur akan mendapat nikmat Allah Ta’ala. Salah satu
caranya adalah dengan melaksanakan ibadah secara disiplin. Menjaga
kedisiplinan dalam beribadah agar mampu meningkatkan derajat
manusia dihadapan Allah Ta’ala Al-Fatihah telah mengisyaratkan
pada manusia untuk bersikap amanah agar tidak menjadi manusia
munafik dan berkhianat. Selain itu, sebagai sosok manusia yang
berkualitas, harus selalu berusaha untuk tidak menjadi manusia yang
dimurkai Allah Ta’ala. Sebagaimana perumpamaan dalam Al-Qur’an:
“Akar yang kuat akan menjadikan sebuah pohon yang kokoh; batang
yang baik akan menjadikan sebuah pohon mampu menghasilkan
buah berkualitas yang bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan
manusia” (Nihayati, 2017; Utami, 2017).
Penelitian Achyar Zein memberikan penegasan bahwa, dalam
surah Al-Fatihah terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan
landasan untuk mengelola ataupun mengembangkan pendidikan
madrasah secara meyeluruh (Zein et al, 2017). Adapun nilai-nilai
yang terkandung dalam Surah al-Fatihah yaitu: pertama, nilai

32 The Al-Fatihah Character


pendidikan keimanan yang meliputi keimanan kepada Allah Ta’ala
melalui keesaan-Nya, keimanan kepada Allah Ta’ala melalui keesaan
perbuatan-Nya, keimanan kepada Allah Ta’ala melalui nama dan sifat-
Nya, dan keimanan terhadap hari akhir (pembalasan); kedua, nilai
pendidikan ibadah yaitu setiap aktivitas kebaikan yang dilakukan
dengan tujuan karena Allah Ta’ala serta berserah diri kepada Allah
Ta’ala dalam menjalankan aktivitas yang tidak dapat diselesaikan;
ketiga, nilai pendidikan syariat yang dalam arti luas meliputi agama
dengan segenap hukum yang terkandung di dalamnya; keempat, nilai
pendidikan kisah yang meliputi kisah orang-orang yang mendapat
nikmat, kisah orang-orang yang mendapat kemurkaan, dan kisah
orang yang memiliki relevansi dengan nilai-nilai pendidikan
madrasah yang mementingkan terjaganya akhlakul karimah. Nilai-
nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi muatan karakter untuk menjaga
dan mengembangkan karakter yang unggul dan bermartabat. Sebab,
karakter yang unggul ini akan memosisikan setiap orang untuk selalu
siap menjalani masa depan yang gemilang sesuai dengan harapan
untuk hidup sukses dan bahagia (Abdul Rouf, Mohd Yakub, dan
Yusoff, 2013; Zain et al, 2017).
Kaitannya dengan nilai akhlak dalam dunia pendidikan,
Rodiyatul Ula, dengan jelas menyatakan bahwa: Al-Qur’an merupakan
sumber ilmu pengetahuan yang di dalamnya menjelaskan berbagai
aspek kehidupan, termasuk pendidikan akhlak (Ula, 2016). Terdapat
dua nilai akhlak dalam surah Al-Fatihah yakni nilai rabbaniyah dan
nilai insaniyah. Nilai rabbaniyah ditemukan dalam Al-Fatihah, di
antaranya adalah nilai tauhid, iman, ihsan, syukur, tawakal, ikhlas,
istikamah, takwa, dan zikir. Sedangkan nilai insaniyah di antaranya:
ukhuwah islamiyah, kasih sayang, jujur, adil, amar makruf nahi
munkar, peduli, pemaaf, dan kerja keras. Materi yang terdapat dalam
surah Al-Fatihah adalah cinta kepada Allah Ta’ala, cinta kepada
sesama, tata cara ibadah, sifat-sifat Allah., dan sifat baik dan buruk.
Sedangkan metode yang ditemukan pada Al-Fatihah adalah metode
penanaman akhlak dengan teknik pengulangan, penanaman akhlak
dengan ganjaran dan hukuman, penanaman akhlak dengan lemah
lembut serta kasih sayang, dan penanaman akhlak dengan kisah (Ula,
2016; Zein et al, 2017).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 33


Menurut penelitian Jaitun Kamakaula, tauhid uluhiyah sebagai
sikap mengesakan segala bentuk peribadatan kepada Allah Ta’ala
dengan cara berdoa, meminta, bertawakal, takut, dan berharap
kepada-Nya, maka hanya Allah Ta’ala yang berhak disembah (Kaula,
2015). Fenomena yang terjadi pada zaman sekarang, sebagian besar
masyarakat di daerah tertentu masih banyak yang melakukan suatu
yang dilarang oleh Allah swt (Mamat dan Rasyid, 2013; F. Rahman
2016). Menurut para mufasir tentang surah Al-Fatihah ayat 5:
1) “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah,” artinya seorang
hamba tidak melakukan aktivitas beribadah, kecuali hanya fokus
mendekatkan diri sekaligus sebagai bukti berserah diri hanya kepada
Allah Ta’ala; 2) Allah Ta’ala melandasi permulaan kalam-Nya dengan
menunjukkan kearifan seperti berzikir, berpikir, merenungkan
nama-nama-Nya, memperhatikan nikmat-nikmat-Nya, serta mencari
bukti dari segala ciptaan-Nya atas keagungan dan kekuasaan-Nya.
Sedangkan esensi surah Al-Fatihah ayat 5: 1) Manusia hendaknya
mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah. Bahwa hanya kepada
Allah Ta’ala semata ia beribadah, tidak pada selain-Nya; 2) Manusia
hendaknya memohon pertolongan hanya kepada Allah Ta’ala dengan
dasar tauhid yang sesuai dengan syariat Islam; 3) Tauhid uluhiyah,
dapat mengajarkan manusia menjadi orang beriman dan bertakwa
kepada Allah Ta’ala. Pendapat para ahli pendidikan tentang proses
pendidikan tauhid uluhiyah dapat memberikan bimbingan yang
berproses dan bertahap kepada peserta didik, sebagai pendewasaan
anak-anak agar mempunyai kualitas keyakinan tauhid yang kuat
terhadap Allah Ta’ala (Kaula, 2015; Wulandari, 2015)
Sebagai usaha dalam membangun paradigma pendidikan
madrasah, Inayatul Ulya dalam penelitiannya menjelaskan bah­
wa pengembangan ilmu pengetahuan terjadi karena adanya
pengem­ bangan teori-teori yang sudah ada yang dilakukan se­
cara komprehensif. Ilmu pengetahuan selama ini diposisikan
sebagai sesuatu yang bebas nilai, harus independen, dan empiris.
Pandangan ini kemudian ditolak Thomas Kuhn yang memahami ilmu
pengetahuan tidak bisa terlepas dari “paradigma”. Suatu paradigma
berisi suatu pandangan yang dapat dipengaruhi oleh latar belakang
ideologi, relasi kuasa (otoritas), dan fanatisme mendasar tentang
apa yang menjadi inti persoalan suatu ilmu. Sehingga, tidak ada

34 The Al-Fatihah Character


satu ilmu pengetahuan pun yang hanya bisa dijelaskan dengan satu
teori yang dianggap lebih kuat, terlebih lagi hanya diperoleh melalui
pembuktian empiris (Ahmad, 2018; Inayatul Ulya, 2015).
Dengan konsep revolusi ilmiahnya, Thomas Kuhn memiliki
karakteristik pemikiran. Bagi Thomas Kuhn, sejarah ilmu pengetahuan
merupakan starting point dalam mengkaji permasalahan fundamental
dalam epistemologi keilmuan karena sains pada dasarnya
selalu ditandai dengan kuatnya paradigma serta revolusi ilmiah
setelahnya. Pemikiran Thomas Kuhn dapat dikontekstualisasikan
dengan pengembangan keilmuan Islam dengan tujuan membangun
keterbukaan pemikiran keislaman terhadap anomali dan krisis serta
munculnya revolusi dalam ilmu keislaman sehingga memotivasi
munculnya paradigma baru di ranah keilmuan Islam (Bashori, 2017;
Inayatul Ulya; Nurkhalis, 2013).
Sebagai rangkaian ikhtiar untuk membangun paradigma
pengelolaan pendidikan madrasah, dalam penelitiannya Abdul Halik
memberikan analisis bahwa berkembangnya potensi manusia melalui
pendidikan berimplikasi pada meningkatnya martabat kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pendidikan yang berkualitas mendorong
kemajuan pada kehidupan berbangsa dan bernegara (Halik, 2016).
Pendidikan madrasah diawali dengan penguatan kepribadian
agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk individu dan
selanjutnya dikembangkan potensi yang dapat menunjang tugas-
tugasnya sebagai makhluk sosial.
Pendidikan madrasah sebagai konsep pendidikan holistik yang
mengakomodasi seluruh pandangan dunia yang “diikat” dalam
nalar tauhid Islam dan menekankan dalam beraktivitas senantiasa
berdimensi transenden secara konsisten dan menumbuhkan
kreativitas dalam mewujudkan misi khalifah sebagai tugas utama
menjadikan Islam sebagai agama rahmatan li al-‘alamīn. Pendidikan
madrasah perlu melakukan transformasi kehidupan manusia
menuju tatanan sosial yang berkeadaban berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Eksistensi pendidikan madrasah di tengah masyarakat
memberikan “warna” baru bagi konstruksi tatanan nilai dan social
(Bashori, 2017; Halik, 2016). Orientasi pendidikan pada akhirat
menekankan pada internalisasi ilmu-ilmu keagamaan pada peserta
didik. Pendekatannya bersifat keagamaan yang normatif, doktriner,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 35


dan absolut. Generasi diarahkan menjadi pelaku yang loyal, visioner,
berdedikasi, kreatif, berorientasi pada kemajuan, selektif terhadap
doktrin ritual keagamaan, dan berpikir global, serta bertindak local
secara bijaksana.
Muhammad Yahdi dalam penelitiannya memberikan kesimpulan
bahwa pendidikan sebagai proses seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan tingkah laku di masyarakat. Pendidikan juga
merupakan proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang datang dari sekolah) sehingga mereka dapat memperoleh
pengembangan kemampuan sosial dan individu yang optimal.
Dalam konteks pendidikan madrasah, pembelajaran tidak hanya
berfokus pada aspek intelektual seperti yang dikemukakan penulis
di atas. Akan tetapi, ada aspek lain yang dijadikan pilar pendidikan,
yaitu spiritual. Pilar spiritual yaitu manusia dapat terdidik untuk
menghayati dirinya sebagai makhluk Allah Ta’ala yang kehadirannya
adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya, dengan standar
kualitas yang telah ditetapkan (Ahmad, 2018; Yandi, 2016).
Pendidikan madrasah harus memperhatikan aspek kejiwaan
berupa meyakini, memahami, dan memperjuangkan nilai-nilai atau
ajaran Islam atau aspek spirit (ruh) Islam yang melekat dalam setiap
aktivitas pendidikan. Pendidikan madrasah harus memperhatikan
aspek bermasyarakat, hidup bertetangga, bermasyarakat, bernegara,
dan dalam kaitannya dengan tata krama sosial seperti bermusyawarah
dan sebagainya. Semua bisa ditemukan dalam ajaran Islam.
Pendidikan madrasah selalu mengenalkan manusia akan perannya di
antara sesama makhluk dan tanggung jawab pribadinya dalam hidup.
Karena itu, paradigma pendidikan madrasah harus mengarahkan
proses pembelajaran yang berbasis pengembangan potensi dan
orientasi peran yang bermutu bagi peserta didik dalam menjalani
kehidupan di masa depan (Rohana Kamaruddin, Tajul Arifin Noordin,
dan Kamisah Osman, 2005; Yandi, 2016).
Hasil penelitian Sitti Trinurmi lebih menguatkan analisis
model pengelolaan pendidikan madrasah, menurutnya, pendidikan
madrasah memiliki tugas membimbing dan mengarahkan per­
kembangan peserta didik dari tahap ke tahap sampai pada titik
optimal. Sementara tujuan pendidikan adalah mewujudkan manusia

36 The Al-Fatihah Character


yang baik (al-insan al-shalih) yang sudah pasti bersifat universal dan
diterima semua orang ataupun semua aliran tanpa mempersoalkan
asalnya (Fatimah, 2017; Trinurti, 2015). Imam Al-Ghazali menge­
mukakan dua tujuan pokok pendidikan Islam yaitu: (1) untuk
mencapai kesempurnaan manusia dalam mendekatkan diri kepada
Allah swt (2) untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia dalam
menjalani hidup dan penghidupannya guna mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat secara berkualitas (Halik, 2016; Trinurti,
2015; Yandi, 2016).
Al-Ghazali melukiskan tujuan pendidikan yakni memberikan
petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik
itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat
utama dan takwa. Dengan ini pula, keutamaan akan merata dalam
masyarakat. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan
madrasah lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi
dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas
kekhalifahan manusia (Anekasari, 2015; Novayani, 2017). Hakikat
dan tujuan pendidikan madrasah adalah mendidik individu yang
saleh dengan memperhatikan perkembangan rohaniah, emosional,
sosial, intelektual dan fisik, mendidik anggota kelompok sosial yang
saleh secara berkesinambungan, baik dalam keluarga ataupun dalam
kelompok masyarakat muslim (Halik, 2016; Rohana Kamaruddin et
al. 2005; Trinurti, 2015).
Oleh karena itu, untuk memberikan gambaran posisi pen­
didikan madrasah dengan perspektif kritis, Hikma H. Amidong
melihat adanya fenomena aktual bahwa pada dewasa ini pendidikan
madrasah berada pada posisi determinisme, realis dan historis. Di sisi
lain, mereka menghadapi kenyataan bahwa pendidikan madrasah
tidak berdaya jika dihadapkan pada realitas masyarakat industri
dan teknologi modern (Amidong, dan Insani 2015; Nurjanah 2018).
Selama ini telah banyak pemikiran dan kebijakan dalam rangka
meningkatkan kualitas Islam. Jika pendidikan madrasah berhasil
menyatukan “paradigma sekuler dengan paradigma spiritual dalam
Islam,” selanjutnya harus diupayakan pula agar pendidikan madrasah
bisa membawa masyarakat Islam ke dalam pemikiran dan perilaku
yang humanis dan universal sebagai jawaban atas tuntutan kehidupan
yang aktual (Choiri, 2016; Sudarsana et al. 2018) Mengantisipasi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 37


masa depan sebagai keharusan, pendidikan madrasah perlu hadir
untuk membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan,
demoktaris, serta humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Model pendidikan holistik menggunakan tiga
metode, yaitu, knowing the good, feeling the good, dan acting the good.
Knowing the good mudah diajarkan karena pengetahuan bersifat
kognitif saja. Feeling loving the good yakni bagaimana merasakan dan
mencintai kebajikan menjadi energi yang bekerja, membuat orang
mau selalu berbuat kebaikan yang menjamin kebahagiaan (Amidong
dan Insani, 2015; Anekasari, 2015; Nurjanah, 2018).
Untuk mengetahui nilai substantif dalam pengelolaan pen­
didikan madrasah, Nawawi Efendi memberikan analisis bahwa tauhid
merupakan esensi ibadah dalam Islam, sebagai ruh yang memberikan
nilai-nilai mulia pada segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan
madrasah (Effendi, 2011). Ruh tauhid akan menuntun pendidikan
madrasah agar tetap berada pada nilai-nilai dasar agama Islam
(ashalatu al-diin), sehingga pendidikan madrasah tidak terbawa arus
negatif globalisasi pada era digital (Baharudin, 2010; Fuad, 2017;
Muslih, 2011).
Setiap Muslim perlu mengetahui nilai-nilai tauhid dalam
surat Al-Fatihah sekaligus sebagai upaya mengaktualisasikan pada
pendidikan madrasah. Hal ini perlu ditekankan agar pendidikan
madrasah tidak “kering” dari nilai-nilai tauhid sehingga semua pihak
yang berkiprah di dalamnya menjadikan usaha pendidikan madrasah
itu sebagai ibadah kepada Allah Ta’ala. Nilai-nilai tauhid diyakini
akan menyelamatkan pendidikan madrasah dari proyek liberalisasi
pendidikan madrasah yang akhir-akhir ini digembar-gemborkan.
Nilai-nilai tauhid harus direfleksikan dan diaktualisasikan pada
pendidikan madrasah secara menyeluruh. Surat Al-Fatihah sarat akan
nilai-nilai tauhid yang tentunya bisa menjadi ruh bagi penglolaan
pendidikan madrasah (Efendi 2011; Ula 2016; Zein et al, 2017).
Berdasarkan analisis hasil penelitian Sri Minarti dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan berbasis nilai-nilai Al-Fatihah
menjadi solusi alternatif dalam mengatasi beragam problem ke­
hidupan di era modern. Sebab, nilai-nalai Al-Fatihah dapat dijadikan
sebagai strategi manajemen diri. Adapun prinsip dasar nilai-nilai Al-

38 The Al-Fatihah Character


Fathihah sebagai manajemen diri Islami dapat di­paparkan sebagai
berikut: (1) niat (tujuan); (2) menerima diri apa adanya dengan
objektif; (3) kasih sayang ataupun pertolongan dari Allah Ta’ala;
(4) membayangkan hari pembalasan; (5) merasa lemah di hadapan
Allah Ta’ala, merasa kuat di hadapan manusia (kekuatan diri); (6)
Islam sebagai petunjuk (7) Mengambil pelajaran dari orang yang
mendapat nikmat (petunjuk) dan orang yang tersesat dari jalan lurus
yang selamat (kafir) (Minarti, 2015).
Karakter yang ditimbulkan karena adanya konsepsi ke­ pe­
mimpinan berbasis nilai-nilai Al-Fatihah pada ayat satu sampai tujuh
atau disebut dengan strategi manajemen diri karakter adalah: (1)
ikhlas, untuk menjalankan semua aktivitas; (2) syukur, atas segala
karunia yang diterimanya; (3) berbagi dengan selalu memberikan
yang terbaik kepada orang lain, tidak kikir, dan pelit; (4) rendah hati,
ditunjukkan dengan sikap yang santun, kasih sayang, menghargai
orang lain, tidak memamerkan harta, dan tidak meremehkan orang
lain; (5) disiplin diri, ditunjukkan dengan sikap tepat waktu dalam
menjalankan profesi dan menepati janji sebagai wujud rasa tanggung
jawab; (6) jujur, sebagai pribadi yang selalu menjaga keyakinan,
pikiran, perkataan dan perbuatan sebagai satu kesatuan yang
tercermin dalam integritas diri; dan (7) mempunyai orientasi ke
depan, cita-cita untuk lebih baik lagi dalam menjalankan kehidupan
ini. Sebab, orientasi bukan hanya pada dunia, melainkan juga akhirat.
Adanya suatu usaha untuk belajar mengambil hikmah dari suatu
peristiwa, baik yang menyenangkan maupun menyakitkan, sehingga
mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya karena sebenarnya
hidup itu sebagai proses belajar meraih masa depan. Implementasi
strategi manajemen diri islami dalam mengembangkan karakter yaitu
dengan memaknai nilai-nilai Al-Fatihah secara utuh dan mendalam
untuk memahami maknanya guna mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari (Azis 2012; Irvan 2014; Minarti 2015).
Karakter utama berbasis nilai-nilai Al-Fatihah diyakini memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif untuk menghadapi dinamika
kehidupan di zaman sekarang. Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan
menjadi inspirasi, sekaligus sebagai metode baru bagi setiap muslim
untuk melakukan pembacaan ulang dan pemaknaan yang aktual dari
Al-Fatihah, sehingga dapat memberikan nuansa baru yang original

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 39


dan murni untuk memaknai Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas
kehidupan muslim. Pada tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah
benar-benar diposisikan sebagai guidance untuk pedoman hidup
sukses menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Pemahaman dan
sikap yang benar terhadap substansi ajaran Al-Fatihah memosisikan
seorang muslim pada jalan lurus yang menjamin keselamatan dan
kesuksesan menjalani kehidupan. Apabila sukses itu menjadi bagian
penting dalam memaknai Al-Fatihah, maka pada praktiknya sukses
itu menuntut untuk memahami secara benar bagaimana makna
kesuksesan terhadap perbaikan diri untuk menjalani kehidupan
yang lebih baik dan bahagia.
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan paradigma
konstruktivisme dengan pendekatan kualitatif jenis studi kasus.
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap rumusan nilai-nilai
Al-Fatihah yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari di lingkungan madrasah, serta menggali makna nilai-nilai Al-
Fatihah dalam dunia pendidikan. Persamaannya dengan penelitian
“Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice Pendidikan
di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro,” adalah sama-sama
mengkaji Al-Fatihah dalam mengambil makna konseptual yang dapat
diimplementasikan secara fungsional. Sedangkan dalam penelitian
ini terfokus pada “Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Best
Practice Pendidikan.”
Berdasarkan hasil penelusuran literasi yang dilakukan
peneliti, baik melalui akses internet ataupun koleksi perpustakaan
konvensional, penulis belum menemukan penelitian yang secara
khusus berkaitan dengan focus penelitian: “Aktualisasi Nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice Pendidikan (Studi kasus di
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro). Penelitian yang dilakukan
ini akan mengkaji fokus permasalahan berbeda dengan penelitian
sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada posisi penelitian ini
yang akan menjadi bahan masukan konseptual yang benar-benar
baru sehingga dapat menambah khazanah keilmuan bidang filsafat
pendidikan dalam wacana pendidikan madrasah di Indonesia.
Al-Fatihah memiliki nilai-nilai universal yang dapat dijadikan
panduan setiap mukmin dalam menjalani kehidupan nyata. Karena
itu nilai-nilai Al-Fatihah perlu digali dan dikembangkan secara

40 The Al-Fatihah Character


konsisten dan berkelanjutan. Nilai-nilai Al-Fatihah sebagaimana
dimaksud dalam penelitian ini meliputi nilai-nilai utama yang
bermanfaat untuk memandu pembentukan karakter insan saleh,
yaitu: kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar. Adapun
gambaran lebih jelas dan rinci bagaimana posisi penelitian dengan
fokus penelitian ini sebagaimana peta konsep kajian pustaka tentang
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan madrasah
dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

NILAI-NILAI AL-FATIHAH SEBAGAI BEST PRACTICE

Rumusan Pemaknaan Penerapan


Nilai Al-Fatihah Nilai Al-Fatihah Nilai Al-Fatihah

Self Managemen Al-Fatihah Dalam Al-Fatihah Memandu


Al-Fatihah Tafsir at-Tanwir Kehidupan Selamat
Sri Minarti, 2014 Syahrul Mubarok, 2017 Diah Fajar Utami 2016

Mandzab Shobuni Nilai Tauhid Buku Kualitas Pendidikan


Tafsir Al-Fatihah, Samudra Al-Fatihah Pada Era Sekarang
Ismail Yusuf, 2017 Diah Fajar Utami, 2016 Abdul Halik, 2016

Nilai Amanah Makna Al-Fatihah Membimbing Manusia


& Nilai disiplin Reflektif Intuitif Berkarakter Mulia
Nihayati, 2017 Very Yulianto, 2015 Siti Trinurmi, 2015

Tafsir Sufistik Terapi Dzikir Al-Fatihah Nilai-Nilai Utama


Surah Al-Fatihah Bagi Pecandu Narkoba Bagi Insan Saleh
M. Iskandar, 2015 Mudzkiyah dkk, 2013 Nawawi Efendi, 2016

Nilai-Nilai Al-Fatihah
Sebagai Best Practice
Pendidikan 2021

Gambar: 2.001 Pemetaan Penelitian Terdahulu

B. Gambaran Umum Surah Al-Fatihah


Sebagaimana sudah populer di kalangan masyarakat muslim,
surah Al-Fatihah dikenal sebagai “Mahkota Tuntunan Ilahi”, atau
sebagai “Umm Al-Qur’an”, juga populer disebut sebagai “Induk

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 41


Al-Qur’an ”. Berdasarkan pendapat ulama tafsir, surah Al-Fatihah
memiliki beragam nama yang disematkan, bahkan tidak kurang
dari dua puluh nama. Namun dari keseluruhan nama tersebut,
hanya empat nama yang diperkenalkan oleh Rasulullah saw. Yaitu,
Al-Fatihah, Umm Al-Kitab, Umm Al-Qur’an, dan Al-Sab’u Al-Matsani
(Quthb, 2004; Shihab, 2002).
Surah Al-Fatihah juga dikenal sebagai “Fatihatu Al-Kitab”, yang
bermakna Pembukaan Kitab. Sebab, kitab Al-Qur’an dimulai dan
dibuka dengan surah Al-Fatihah. Kata fatih yang merupakan akar
nama dalam surah ini berarti “menyingkirkan sesuatu yang terdapat
pada suatu tempat yang akan dimasuki.” Diberikan nama Al-Fatihah
karena surah ini terletak pada awal Al-Qur’an dan biasanya yang
pertama memasuki adalah yang membukanya, maka kata Al-Fatihah
di sini diartikan sebagal awal dari Al-Qur’an. Surah ini awal dari segi
penempatannya pada susunan Al-Qur’an bukan awal dari surah Al-
Qur’an yang turun (Munawar, 2013; Hayat, 2014).
Menurut pendapat Syekh Al-Maraghi, surah Al-Fatihah dinamai
“Umm Al-Kitab”, atau “Ummu Al- Qur’an” karena isi surah Al-Fatihah
meliputi tujuan pokok Al-Qur’an, antara lain berisi pujian, ibadah
dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-
Nya, menjelaskan janji-janji dan ancaman ataupun balasan-Nya (Azis,
2012; Efendi, 2011). Kata “Ummu” dari segi bahasa berarti induk.
Surah Al-Fatihah dinamai induk Al-Qur’an karena berada di awal
Al-Qur’an sehingga keberadaannya bagaikan awal dan sumber dari
segala isi dalam Al-Qur’an. Adapun Al-Fatihah dinamai “Al-Sab’u Al-
Matsāni” karena surah tersebut terdiri atas tujuh ayat, sedangkan
kata matsāni merupakan bentuk jamak dari kata mutsannā yang
secara harfiah berarti “dua-dua” karena surah ini dibaca dua kali
setiap rakaat (Al-Maraghi, 1985; Muttaqin, 2017).
Surah Al-Fatihah memiliki nama yang beragam. Menurut
riwayat, disebutkan bahwa surah Al-Fatihah diturunkan di Makkah,
yaitu pada saat awal disyariatkannya ibadah salat. Surah Al-Fatihah
merupakan surat pertama yang diturunkan tujuh ayat secara lengkap.
Sebagaimana menurut pendapat Ibnu Abbas, surah Al-Fatihah
diturunkan di Makah, jadi surah Al-Fatihah masuk dalam kelompok
surat Makiyah (Al-Maraghi 1985; Muttaqin 2017). Menurut peneliti,
sampai sekarang belum ditemukan penelitian yang menjelaskan

42 The Al-Fatihah Character


mengapa surah Al-Fatihah menjadi surah yang sangat populer di
kalangan masyarakat.
Sebagai bahan pertimbangan, dapat dikemukakan beberapa
analisis tentang kepopuleran surah Al-Fatihah dilingkungan
masyarakat, di antaranya: pertama, karena surah Al-Fatihah berada
dalam urutan pertama pada Al-Qur’an sehingga amat mudah
keberadaannya ditemukan; kedua, surah Al-Fatihah menjadi bacaan
wajib yang harus dibaca dalam setiap melaksanakan ibadah salat;
ketiga, surah Al-Fatihah mengandung pokok-pokok ajaran Al-Qur’an
yang harus dijadikan pedoman oleh setiap muslim; keempat, surah Al-
Fatihah sering kali digunakan sebagai bacaan doa yang dipanjatkan
dalam keadaan sulit ataupun lapang; dan kelima, isi kandungan surah
Al-Fatihah amat mudah dan praktis untuk diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai contoh pada saat seorang mendapatkan nikmat,
diucapkanlah al-ḥamdu lillāhi rabbil-’ālamīn.
Beragam model penerapan Al-Fatihah dalam kehidupan
masyarakat tidak lagi mengherankan banyak orang. Sebab, pada
surah Al-Fatihah terdapat nilai-nilai universal yang dapat memandu
kehidupan manusia menuju sukses dan surah Al-Fatihah memiliki
nilai manfaat bagi siapa pun yang mengamalkannya. Surah Al-Fatihah
merupakan surah pembuka dalam Al-Qur’an yang didalamnya
memiliki beragam makna. Hal ini juga menunjukkan tentang peran,
fungsi, hikmah, dan keistimewaan Al-Fatihah. Sebagian besar kaum
muslimin lebih mengedepankan keyakinannya dalam mengamalkan
surah Al-Fatihah dalam kehidupannya, sedangkan pemahaman
terhadap makna nilai-nilai Al-Fatihah tidak menjadi prioritas utama.
Akibatnya, banyak kaum muslimin yang mengabaikan makna nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai panduan menjalani kehidupan yang sukses,
bahagia, dan mulia (Iqbal, 2010; Iqbal, Mustapha, dan Yusoff, 2013).

C. Makna Ayat-Ayat Surah Al-Fatihah


Pada masa Rasulullah masih hidup tidak banyak perbedaan
dalam memahami surah Al-Fatihah. Perbedaan pendapat mengenai
jumlah ayat dalam surah Al-Fatihah mulai muncul berkenaan seputar
lafaz bismillāhir-raḥmānir-raḥīm, termasuk bagian dari surah Al-
Fatihah atau tidak. Namun perbedaan itu termasuk masalah khilafiah

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 43


yang masing-masing memiliki argumen yang sama-sama kuat.
Karena itu, perlu mengedepankan sikap toleransi bersamaan dengan
cara mempersilakan kepada umat untuk mengikuti pendapat mana
yang dirasakan paling cocok dan memenuhi selera untuk dijadikan
pedoman dalam kehidupan (M. Nur Wahyudi, 2015; Mubarok, 2017;
Wulandari, 2015).
Melalui pola toleransi bersama, perbedaan pendapat terkait
dengan ayat dalam surah Al-Fatihah tidak akan menimbulkan konflik,
tapi malah akan mendatangkan rahmat. Sebab, tiap kelompok akan
dapat memahami dan menghargai pilihan yang sama-sama sahih
dan memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
demikian, setiap orang memiliki kebebasan untuk mengambil
pendapat mana yang paling sesuai untuk dijadikan pedoman
dalam kehidupan. Berikut penulis padukan makna ayat demi ayat
dalam surah Al-Fatihah dalam narasi singkat sebagaimana telah
dikemukakan Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Dzilālil-Qur’an, dan M.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (Quthb 2004; Shihab 2002).
a) Ayat Pertama: bismillāhi al-raḥmāni al-raḥīm, Dengan Menyebut
Nama Allah Ta’ala Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.
Lafaz bismi dalam ayat di atas berasal dari lafaz “al-Ismu”
yang berarti menunjukkan sesuatu zat atau bisa menunjukkan
sesuatu yang bersifat maknawi seperti ilmu, adab, dan lainnya.
Allah swt., memerintahkan kepada umat manusia agar selalu
menyebut asma-Nya serta mensucikan-Nya sebagaimana
dalam firman Allah Ta’ala berikut: “Maka apabila kamu telah
menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah Ta’ala di waktu berdiri,
di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana
biasa)” (Mubarok 2015; Quthb 2004; Shihab 2002). “Salat itu
fardu yang ditentukan waktunya atas orang beriman” (Q.S. an-
Nisa [4]:103). “Anjuran untuk menyebut nama Allah Ta’ala dan
dengan penuh ketekunan” (Q.S. al-Muzamil [73] : 8). “Sebutlah
nama Allah pada pagi dan petang” (Q.S. al-Insan [76] : 25).
Kalimat basmalah bermakna “Aku memulai bacaanku ini
seraya memohon berkah dengan menyebut seluruh nama Allah
Ta’ala.” Idiom “nama Allah Ta’ala” berarti mencakup semua
nama di dalam Asmaul Husna. Seorang hamba harus memohon

44 The Al-Fatihah Character


pertolongan kepada tuhannya. Dalam permohonannya itu, ia
bisa menggunakan salah satu nama Allah Ta’ala yang sesuai
dengan permohonannya. Permohonan pertolongan yang paling
agung adalah dalam rangka ibadah kepada Allah Ta’ala. Dan
yang paling utama lagi adalah dalam rangka membaca kalam-
Nya, memahami makna kalam-Nya, dan meminta petunjuk-
Nya melalui kalam-Nya. Allah Ta’ala adalah dzat yang harus
disembah. Hanya Allah Ta’ala yang berhak atas cinta, rasa takut,
pengharapan, dan segala bentuk penyembahan. Hal itu karena
Allah Ta’ala memiliki semua sifat kesempurnaan, sehingga
membuat seluruh makhluk semestinya hanya beribadah dan
menyembah mengharapkan rida-Nya (Quthb 2004; Shihab
2002; Utsmaini, 2013).
Tafsir ayat pertama ini dimulai dengan huruf ba (dibaca bi)
yang berarti dengan yang mengandung arti “memulai”. Sehingga
“bismillah” berarti “saya atau kami memulai dengan nama Allah
Ta’ala”. Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi semacam
doa atau pernyataan dari pengucap. Apabila seseorang memulai
pekaerjaan dengan nama Allah Ta’ala atau atas nama-Nya, maka
pekerjaan itu akan menjadi baik, atau paling tidak, pengucapnya
terhindar dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan
pribadi, sehingga apa yang dilakukan tidak akan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain
Ayat tersebut dipahami bahwa dalam menyebut nama
Allah Ta’ala diharuskan melibatkan hati dan lisan dalam rangka
mengingat kebesaran dan keagungan Allah Ta’ala yang telah
diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Menyebut nama Allah
Ta’ala secara lisan berarti “Al-Asma’ Al-Husna,” sekaligus memuji
dan menyatakan rasa syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang
juga berarti memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala agar
diberikan kekuatan lahir batin untuk melaksanakan perbuatan
sesuai ketentuan hukum-hukum-Nya. Sebab, untuk dapat
melaksanakan amalan atau perbuatan sesuai dengan ketentuan
hukum-Nya, harus dimulai dengan nama Allah Ta’ala (Muhyidin,
2008; Utsmaini, 2013).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 45


Sebagai makhluk ciptaan Allah Ta’ala, manusia sudah
semestinya senantiasa mengolah hatinya agar menjadi manusia
yang memiliki hati mulia, yakni selalu ikhlas dalam beribadah
hanya untuk Allah Ta’ala semata dan senantiasa bertaubat
kepada Allah Ta’ala dengan taubatan nashuha atas kesalahan
yang dilakukan. Sebab, setiap manusia mempunyai dosa, selalu
berbuat amar makruf nahi munkar, bersikap zuhud, sabar, dan
senantiasa bersyukur atas nikmat Allah Ta’ala, selalu bersikap
khauf dan raja’, rida atas segala ketentuan Allah Ta’ala, juga
senantiasa cinta kepada Allah Ta’ala dengan kualitas melebihi
cintanya kepada apa pun atau siapa pun (Thabathaaba’i, 1991).
Selanjutnya, kalimat bismillāh ini dinamakan “al-Ismul-
’azham” oleh Rasulullah saw, yaitu nama yang teragung dari
Allah Ta’ala, karena di dalam kalimat bismillāhi al-raḥmāni al-
raḥīm terdapat tiga nama besar, yaitu: Allah Ta’ala, al-raḥmān,
dan al-rahiim. Pada lafaz “al-rahman al-rahīm” juga terdapat
makna pendidikan karakter dengan mengolah karsa. Lafaz
“al-raḥmān al-rahīm” juga tedapat pada ayat ketiga sebagai
bentuk penegasan akan adanya sifat raḥmān rahīm Allah
Ta’ala, mengolah karsa dapat diartikan sebagai mengondisikan
keadaan yang bisa dirasakan, atau seolah-olah merasakan apa
yang dialami ini suatu kenikmatan bukan suatu kesengsaraan
ataupun hukuman. Lafaz “al-raḥmān al-rahīm” memiliki makna
sebagai suatu gejolak jiwa yang penuh dengan perasaan kasih
sayang terhadap sesamanya. Kemudian, kata ini dilekatkan
pada Allah Ta’ala yang memiliki sifat Rahmān dan Rahīm. Lafaz
rahmān memiliki makna kepada zat yang menunjukkan bukti-
bukti ramah berupa pemberian kenikmatan ataupun kebajikan.
Sedangkan lafaz rahīm menunjukkan sumber rahmat yang
melekat pada Allah Ta’ala. Dengan demikin, urutan penuturan
kara rahīm setelah kata rahman merupakan bukti bahwa Allah
swt., selalu melimpahkan rahmat serta kasih sayang kepada
seluruh hamba-Nya secara berkesinambungan untuk selama-
lamanya (At-Thabari, et 2011; Utsmaini, 2013).
Menurut Sayyidah Hanan Fathi (Mohd. Aderi Che Noh dan
Rohani Ahmad Tarmizi, 2009; Utsmaini, 2013), dalam setiap
ayat apabila terdapat kedua kata tersebut, baik pada kata al-

46 The Al-Fatihah Character


raḥmān atau al-raḥīm akan merujuk pada peristiwa, kondisi,
atau situasi khusus yang berasal dari rahmat Allah Ta’ala. Kata
“al-raḥmān dan al-raḥīm” dalam surah Al-Fatihah terletak pada
ayat pertama dan ketiga. Namun, keduanya memiliki pengertian
berbeda. Jika pada ayat pertama menunjukkan pengertian
meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala sebelum memulai
pekerjaan agar pekerjaan yang kita lakukan dimudahkan
oleh-Nya. Sedangkan pada ayat ketiga lebih mengarah pada
penjelasan ayat kedua al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn, yaitu
memuji Allah Ta’ala dengan mewujudkan kedua sifat al-raḥmān
dan al-raḥīm dalam kehidupan.
Karena itu apabila seseorang memulai suatu pekerjaan
dengan nama Allah Ta’ala, maka pekerjaan tersebut akan
menjadi baik, atau paling tidak, pengucapnya akan terhindar
dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi.
Sehingga apa yang dilakukannya tidak akan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain, bahkan akan membawa manfaat bagi
diri pengucapnya, masyarakat, lingkungan, serta kemanusiaan
seluruhnya.
Ada juga yang mengaitkan kata bi, dengan memunculkan
dalam benaknya “kekuasaan”. Pengucap “Basmalah” seakan-akan
berkata: “Dengan kekuasaan Allah Ta’ala dan pertolongan-Nya,
pekerjaan yang saya lakukan ini dapat terlaksana”. Pengucapnya
ketika itu (seharusnya) sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah
Ta’ala dan pertolongan-Nya apa yang sedang dikerjakannya itu
tidak akan berhasil. Dengan demikian, ia menyadari kelemahan
dan keterbatasan dirinya tetapi pada saat yang sama pula
(setelah menghayati arti basmalah ini), ia memiliki kekuatan
dan rasa pecaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan
dirinya kepada Allah Ta’ala dan memohon bantuan Yang Maha
Kuasa.
Kesimpulannya, setiap hal yang diharapkan mendapat
keberkahan Allah Ta’ala atau dimaksudkan demi karena Allah
Ta’ala, maka disisipkan kata isim. Sedang apabila dimaksudkan
demi permohonan kemudahan dan bantuan Allah Ta’ala, maka
kata yang digunakan adalah dengan langsung menyebut Allah
Ta’ala atau Tuhan tanpa menyisipkan kata isim. Dalam hadist

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 47


Nabi saw pun demikian itu halnya. Sebagaimana dalam salah
satu doa beliau: “Ya Allah Ta’ala, dengan Engkau kami memasuki
waktu pagi dan petang, yakni dengan kekuasaan dan iradat-Mu
kami memasukinya”.
Berdasarkan makna ayat tersebut, pada konteks penelitian
ayat bismillāhi al-raḥmāni al-raḥīm di dalamnya mengandung
nilai-nilai kasih yang bersifat universal, yaitu: kasih dari Sang
Pencipta kepada semua makhluk-makhluk-Nya, khususnya
kasih Tuhan kepada manusia sebagai hamba ataupun khalifah
al-rabb. Ayat tersebut juga mengandung niai-nilai kasih yang
bersifat khusus yaitu: kasih dari manusia terhadap sesama
manusia ataupun dengan makhluk-makhluk yang lainnya.
b) Ayat Kedua: al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn, Segala Puji
Kepunyaan Allah Ta’ala, Tuhan Seluruh Alam”.
Lafaz al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn, hamdan artinya pujian,
sanjungan, pada pangkalnya diletakkan al atau alif-lam sehingga
menjadilah bacaan “al-hamdu”. Dengan sebutan alhamdu,
berarti bahwa segala macam pujian; baik puji besar ataupun
kecil, ucapan terima kasih kepada jasa seseorang; kepada siapa
pun kita memberikan puji, pada hakikatnya tidaklah seorang
juga yang berhak menerima pujian itu melainkan Allah Ta’ala.
Menurut Ibn Katsir, maksud lafaz al-hamdu dari segi bahasa
adalah pujian atau sanjungan terhadap perbuatan baik yang
dilakukan oleh seseorang melalui usahanya, apakah semula
mengharap pujian atau tidak (Al-Maraghi, 1985; Quthb, 2004;
Shihab, 2002).
Selanjutnya, kata al-hamdu menjadi pangkal kalimat
pernyataan syukur sebagaimana Allah Ta’ala tidak bersyukur
kepada seorang hamba yang tidak memuji-Nya. Hal yang
demikian didasarkan pada alasan karena menyatakan
kenikmatan dengan lisan dan pujian terhadap orang yang
melakukannya menyebabkan seorang menjadi terkenal di
kalangan sesama manusia dan menyebabkan pemiliknya
memiliki perasaan yang menyenangkan. Adapun bersyukur
dengan hati termasuk perbuatan yang tidak tampak dan sedikit
sekali orang yang mengetahuinya. Demikian juga bersyukur

48 The Al-Fatihah Character


dengan perbuatan tidak dapat tampak jelas di kalangan
manusia. Karena itu, bersyukur itu harus dilakukan dengan hati.
Di sinilah terdapat makna olah hati di mana manusia dituntut
agar hatinya senantiasa bersyukur kepada-Nya (Faozan, 2007;
Wulandari, 2015).
Pada ayat ini ada kalimat rabb al-‘Alamin, yang disebut
dangan tauhid Rubūbiyah. Kata Rabb terbetuk dari kata
Rububiyah. Jadi kata Rabb digunakan dengan penggunaan yang
hakiki dan juga digunakan untuk yang lain secara majasi atau
idhafi, dan tidak untuk yang lain. Dari beberapa arti kata rabb
tersebut dibentuk kata Rubūbiyah, yang berarti: mencipta,
memberi rezeki, memiliki, menguasai, mengatur, memperbaiki,
dan mendidik. Dan karena Allah Ta’ala adalah Rabb yang haq bagi
semesta alam, maka Dia sajalah yang khusus dengan ketuhanan
tanpa yang lain, wajib mengesakan-Nya dalam ketuhanan, dan
tidak menerima adanya sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan, yaitu
sifat ketuhanan tidak mungkin ada pada yang lain dari makhluk-
Nya. Dari sini dapat dipahami bahwa tauhid Rububiyah adalah
meniadakan sekutu bagi Allah Ta’ala dalam sifat ketuhanan
yang haq yaitu menciptakan, memberi rezeki, menguasai dan
mengatur, yang dari kelazimannya adalah menghidupkan dan
mematikan, memberi dan mencegah, memberi bahaya dan
manfaat, serta memuliakan dan menghinakan (Al-Maraghi
1985; Shihab 2002)
Selanjutnya, lafaz “Rabb” memiliki arti sebagai pemilik
yang selalu membimbing untuk memengaruhi orang yang
dididiknya dengan selalu memperhatikan keadaan yang
terjadi pada orang tersebut. Adapun pendidikan Allah
Ta’ala terhadap manusia dapat dikelompokkan menjadi dua
hal, yaitu: pertama, pendidikan dan pembimbingan atau
pemeliharaan pertumbuhan fisik manusia yang tampak pada
pertumbuhan jasadiyah sehingga akan dapat mengantarkan
menusia mencapai kedewasaan secara fisik; kedua, pendidikan
yang mengembangkan potensi kecerdasan atau kejiwaan
manusia yang dapat mengembangkan jati diri dan martabat
kemanusiaan sehingga akan dapat mengantarkan manusia

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 49


uuntuk mencapai kematangan diri ataupun kesempurnaan akal
dan kepribadiannya (Berutu, 2013; Shihab, 2002).
Kemudian dengan lafaz Al-Alamīn yang memiliki bentuk
tunggal alam, mencakup seluruh alam yang tampak ataupun
kasatmata. Kata Al-Alamīn tidak lazim digunakan kecuali pada
penyebutan kelompok yang dapat dibedakan jenis dan sifat-
sifatnya yang dekat dengan karakteristik makhluk yang berakal
meskipun tidak termasuk dalam kelompok manusia. Adapun
yang masuk dalam kelompok ini adalah Al-Insan (manusia), atau
Al-Hayawan (binatang), dan Al-Nabat (tumbuhan). Sedangkan
yang tidak dapat dimasukkan dalam kelommpok ini adalah Al-
Hajar (batu) dan Al-Turab (tanah). Pengertian ini didasarkan
pada adanya kata Rabb yang mendahului kata ”alam” yang berarti
mendidik, membina, mengarahkan, dan mengembangkan
sehingga mengharuskan adanya unsur kehidupan seperti
makan, minum, ataupun berkembang biak. Sementara batu
ataupun tanah tidak memiliki unsur-unsur kehidupan (Haidir,
2003; Rojab, 2018)
Selanjutnya, lafaz rabb al-’ālamīn pada ayat tersebut secara
tidak langsung menerangkan bahwa manusia yang telah dibekali
akal diperintahkan untuk senantiasa memikirkan tentang alam
semesta ini. Manusia harus senantiasa mengolah pikirnya
sehingga mampu mengungkap kebesaran Allah Ta’ala. Semakin
mampu mengolah pikirannya, maka akan tertunduk kagum
terhadap kebesaran Allah Ta’ala dengan segala ciptaan-Nya
yang harmoni dan indah (Haidir, 2003; Thabathaaba’i, 1991)
Ayat ini merupakan pujian kepada Allah Ta’ala karena
Dia memiliki semua sifat kesempurnaan dan karena telah
memberikan berbagai kenikmatan, baik lahir maupun batin;
serta baik bersifat keagamaan maupun keduniawian. Di dalam
ayat itu pula, terkandung perintah Allah Ta’ala kepada para
hamba untuk memuji-Nya. Karena hanya Dialah satu-satunya
yang berhak atas pujian. Dialah yang menciptakan seluruh
makhluk di alam semesta. Dialah yang mengurus segala
persoalan makhluk. Dialah yang memelihara semua makhluk
dengan berbagai kenikmatan yang Dia berikan. Kepada makhluk

50 The Al-Fatihah Character


tertentu yang terpilih, Dia berikan kenikmatan berupa iman dan
amal saleh.
Berdasarkan makna ayat tersebut, maka pada kontek
penelitian ini ayat al-ḥamdu lillāhi rabb al-’ālamīn didalamnya
mengandung nilai-nilai syukur yang bersifat universal, yaitu:
syukur manusia terhadap Allah Ta’ala atas semua nikmat yang
diterima selama menjalani kehidupan di dunia, khususnya
nikmat hidup, nikmat iman, nikmat berakal dan nikmat-nikmat
lainya, sebagai bekal untuk mengemban misi manusia sebagai
hamba-Nya. Ayat tersebut juga mengandung nilai-nilai syukur
yang bersifat khusus yaitu syukur dari manusia atas segala
kebaikan manusia ataupun dengan makhluk-mahkluk yang lain
sebagai usaha untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.
c) Ayat ketiga; al-raḥmān al-raḥīm, Yang Maha Pemurah Lagi Maha
Penyayang.
Ayat ini menyempurnakan maksud dari ayat yang sebelumnya.
Jika Allah Ta’ala sebagai Rabb, pemelihara, dan pendidik bagi
seluruh alam. Maksud dan isi pendidikan itu tidak lain melainkan
karena kasih sayang-Nya semata dan karena murah-Nya belaka.
Dalam memberikan pemeliharaan dan pendidikan itu tidak
menuntut keuntungan bagi diri-Nya sendiri. Bukan sebagai
perintah mengadakan suatu pendidikan “kader” dan latihan
pegawai, tetapi karena mengharapkan bahwa jika suatu ketika
orang-orang yang dididik itu telah lepas dari pendidikan, akan
dapat dipergunakan menjadi pegawai yang baik (Shihab, 2002,
Ustmaini, 2013).
Pemeliharaan yang Dia berikan adalah pertama karena
Al-Raḥmān maknanya adalah sifat Allah Ta’ala. Yang rahman
itu telah membekas dan berjalan ke atas hamba-Nya. Bertambah
tinggi kecerdasan hamba itu, bertambah terasa olehnya betapa
Raḥmān Allah Ta’ala terhadap dirinya, dan sifat Raḥīm adalah
sifat yang tetap pada Allah Ta’ala. Maka Al-Raḥmān adalah
setelah sifat itu terpaksa pada hamba, dan Ar-Rahim adalah
pada keadaannya yang tetap dan tidak pernah padam-padamnya
pada Tuhan. Dan keduanya itu adalah sama mengandung akan
sumber kata yaitu Rahmat.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 51


Makna al-raḥmān al-raḥīm sebagaimana telah dijelaskan
dalam ayat pertama bahwa kata al-raḥmān dan al-raḥīm dalam
surah Al-Fatihah terletak pada ayat pertama dan ketiga. Namun,
keduanya memiliki pengertian berbeda. Jika pada ayat pertama
menunjukkan pengertian meminta pertolongan kepada Allah
Ta’ala sebelum memulai pekerjaan agar pekerjaan yang kita
lakukan dimudahkan oleh-Nya, pada ayat ketiga lebih mengarah
pada penjelasan ayat kedua al-ḥamdu lillāhi rabb al-’ālamīn,
yaitu memuji Allah Ta’ala dengan mewujudkan kedua sifat-Nya:
al-raḥmān dan al-raḥīm dalam kehidupan. Diulangnya dua kata
ini dimaksudkan untuk menegaskan betapa pentingnya nama
sifat ini yang menjadi inti uraian tentang Allah Ta’ala dalam
surah Al-Fatihah (Quthb, 2004; Shihab, 2002).
Semua surah (kecuali surah 9) dimulai dengan “bismillāhi
al-raḥmān al-raḥīm”, tetapi dalam surah Al-Fatihah deskripsi
tersebut bahkan disatukan dengan surah itu sendiri.
Penempatan “kasih sayang” pada bagian tengah membuatnya
meluas sehingga mencakup Allah Ta’ala dan kekuasaan-Nya atas
hari pembalasan. Pada dasarnya, sifat kasih sayang (ar-raḥmān)
adalah fitrah yang dianugerahkan pada seluruh makhluk,
khususnya pada manusia. Mulai dari kasih sayang orang tua
kepada anaknya dan sebaliknya, kecintaan anak pada orang
tuanya, dan lain sebagainya. Islam menghendaki agar sifat kasih
sayang dan sifat belas kasih dikembangkan secara wajar. Baik
kasih sayang dari dalam keluarga sampai kasih sayang yang
lebih luas dalam bentuk kamanusiaan, lebih luas lagi sampai
kasih sayang yang diberikan kepada binatang sekalipun (Faozan
2007; Rojab 2018).
Terdapat banyak ulama yang membedakan antara makna
Al-Raḥmān dan Al-Raḥīm. Sifat Al-Raḥmān  merupakan sifat
kasih sayang Allah Ta’ala yang memberikan kenikmatan
kepada seluruh makhluk-Nya. Sedangkan sifat Al-Raḥīm adalah
sifat kasih sayang-Nya yang memberikan kenikmatan secara
khusus untuk orang-orang mukmin saja. Sebagian ulama lain
menyatakan bahwa sifat ar-Rahman merupakan sifat kasih
sayang Allah Ta’ala yang memberikan kenikmatan yang bersifat

52 The Al-Fatihah Character


umum. Sedangkan sifat al-Rahim merupakan sifat kasih Allah
Ta’ala yang memberikan kenikmatan yang bersifat khusus.
Menurut Syekh Thanthawi Jauhari, kata Al-Raḥmān  me­
rupakan sifat kasih sayang Allah Ta’ala yang berkaitan dengan
Dzat-Nya. Allah Ta’ala merupakan sumber kasih sayang dan
kebaikan. Sedangkan kata Al-Raḥīm  adalah sifat kasih sayang
Allah Ta’ala yang berkaitan dengan perbuatan, yaitu bagaimana
sampainya kasih sayang dan kebaikan Allah Ta’ala kepada
para hamba-Nya yang diberi kenikmatan. Ayat ketiga ini tidak
dapat dianggap sebagai pengulangan sebagian ayat pertama
(Basmalah). Kalimat ar-Raḥmān dan ar-Raḥīm pada ayat
ketiga ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa pendidikan
dan pemeliharaan Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan pada
ayat kedua, sama sekali bukan untuk kepentingan Allah Ta’ala
melainkan semata-mata karena rahmat dan kasih sayang Tuhan
yang dicurahkan kepada makhluk-makhluk-Nya. (Farhan, 2015;
Rahman, 2016).
Rahmat selalu menghendaki kebaikan bagi orang yang
menerimanya. Pada ayat dua diatas Allah Ta’ala menerangkan
bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam. Maka untuk
mengingatkan hamba kepada nikmat dan karunia berganda-
ganda yang telah dilimpahkan-Nya, serta sifat dan cinta kasih
sayang yang abadi pada diri-Nya, diulang-Nya kata “Ar-Raḥmānir
Raḥīm” sekali lagi.  Dengan demikian, akan dapat menghilangkan
gambaran keganasan dan kezaliman misalnya sebagaimana
tergambar pada raja-raja yang bersifat sewenang-wenang.
Allah Ta’ala mengingatkan dalam ayat ini bahwa sifat ketuhanan
Allah Ta’ala terhadap hambanya bukanlah sifat keganasan dan
kezaliman, melainkan berdasarkan cinta dan kasih sayang.
Dengan demikian manusia akan mencintai dan menyembah
Allah Ta’ala dengan hati yang aman dan tenteram, bebas dari
rasa takut dan gelisah. Justru dia akan mengambil pelajaran dari
sifat-sifat Tuhan. Dia akan mendasarkan pergaulan dan tingkah
laku terhadap manusia sesamanya ataupun terhadap orang yang
berada di bawah pimpinannya, atau bahkan terhadap binatang
yang tak pandai berbicara sekalipun atas sifat cinta dan kasih
sayang itu (Berutu, 2013; Shihab, 2002).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 53


Melalui jalan demikian menjadikan manusia akan men­
dapat rahmat dan karunia dari Tuhannya. Apabila diperinci,
ruang lingkup al-raḥmān ini dapat diutarakan dalam beberapa
tingkatan, yaitu: a) kasih sayang dalam lingkungan keluarga; b)
kasih sayang dalam lingkungan tetangga atau kampung; c) kasih
sayang dalam lingkungan bangsa, dan d) kasih sayang dalam
lingkungan keagamaan. Manakala sifat al-raḥmān ini terhujam
dalam diri pribadi seseorang, maka akan dapat menimbulkan
berbagai sikap akhlak al-mahmudah lainnya, antara lain: sikap
pemurah, rendah hati, suka mengulurkan tangan kepada
orang lain yang membutuhkan, sikap tolong-menolong, senang
menolong orang lain, baik dalam bentuk material maupun
tenaga moril, dan sikap pemaaf yang timbul karena sadar
bahwa manusia bersifat dhaif atau lemah yang tidak lepas dari
kesalahan atau kekhilafan yang lazim dilakukan bagi setiap
manusia (Rahman, 2016; Shihab, 2002).
Berdasarkan makna ayat tersebut, konteks penelitian
pada ayat al-raḥmān al-raḥīm terkandung nilai-nilai kasih yang
bersifat universal, yaitu: kasih dari Sang Pencipta kepada semua
makhluk-makhluk-Nya, khususnya kasih Tuhan kepada manusia
sebagai hamba ataupun khalifah Allah swt. Ayat tersebut juga
mengandung nilai-nilai kasih yang bersifat khusus yaitu: kasih
dari manusia terhadap sesama manusia lainya ataupun kasih
manusia terhadap makhluk-mahkluk lainnya yang berada di
sekelilingnya.
d) Ayat keempat; māliki yaumi ad-dīn, Yang Menguasai Hari
Pembalasan.
Apabila membaca Al-Fatihah telah sampai pada ayat ini,
timbullah pertanyaan pada diri sendiri, jika tadi seluruh jiwa
telah diliputi rasa rahmat, pancaran rahman dan rahim-Nya,
maka hal tersebut harus dibatasi dengan keinsafan, bahwa
betapa pun rahman dan rahim-Nya. Namun Allah Ta’ala juga
Maha Adil. Rahman dan rahim tidaklah lengkap kalau tidak
disempurnakan dengan adil. Beberapa di antara manusia
yang karena sangat mendalam rasa rahmat dalam dirinya dan
meresap ke dalam jiwanya, kasih sayang yang balas berbalas,
memberi dan menerima dengan Tuhan, lalu dia beribadat

54 The Al-Fatihah Character


kepada Tuhan dengan baik. Tetapi ada juga manusia yang tidak
menghargai dan tidak memedulikan Al-Raḥmān dan Al-Raḥīm
Tuhan. Jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, dan khianat.
Tidak ada rasa syukur, tidak ada terima kasih, dan lebih banyak
berbuat keburukan daripada kebaikan. Sampai dia mati dalam
keadaan tetap demikian, sudah tentu ini pasti akan mendapat
pembalasan (Shihab, 2002; Thabathaaba’i, 1991).
Maka apabila Al-Raḥmān dan Al-Raḥīm telah disambungkan
dengan māliki yaumi ad-dīn, barulah seimbang pengabdian dan
pemujaan kita kepada Allah Ta’ala. Hidup tidak berhenti di
dunia saja, akan ada hari kemudian yaitu hari pembalasan, hari
agama yang sebenarnya. Kita memuji Allah Ta’ala, pemelihara
seluruh alam dan pendidiknya, kita memuji-Nya karena raḥmān
dan raḥīm-Nya dan kita pun memuji-Nya karena buruk dan
baik yang kita kerjakan di dunia ini tidak terbuang percuma,
akan tetapi akan diperhitungkan dan dibalas dengan adil di
akhirat kelak. Sifat ketuhanan tidak dapat dilepaskan dari
kepemilikan dan kekuasaan. Karena itu kepemilikan dan
kekuasaan yang dimaksud perlu ditegaskan. Maka yaumid-dīn
merupakan penegasan dari kepemilikan dan kekuasaan Allah
Ta’ala. Keyakinan tentang adanya hari pembalasan memberi arti
bagi hidup ini. Tanpa keyakinan itu, semua akan diukur disini
dan sekarang yakni di dunia. Padahal banyak nilai-nilai yang
tidak bisa diukur di dunia saat ini juga. Adanya hari pembalasan
juga memberikan ketenangan terhadap manusia, sebab Allah
Ta’ala sebagai pemilik dan penguasa akan membalaskan setiap
perbuatan (Al-Maraghi 1985; Shihab 2002).
Māliki yaumi ad-dīn artinya yang memiliki hari pem­
balasan. Dalam banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist, Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya menegaskan bahwa kehidupan di dunia ini
adalah kehidupan yang amat kecil artinya dan amat terbatas
waktunya. Kehidupan di dunia ini ibarat setetes air, sedangkan
kehidupan akhirat adalah ibarat samudra yang luas. Hal
tersebut menjelaskan bahwa hal yang paling menakjubkan pada
manusia bukanlah jasmani atau tubuhnya, melainkan rohaninya.
Namun segala sesuatu yang gaib yang diciptakan oleh Allah

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 55


swt., hanya Dialah yang Maha Mengetahui. “Mereka bertanya
kepada engkau tentang Roh. Katakanlah: Roh itu adalah rahasia
Tuhanku. Dan tidaklah diberikan ilmu pengetahuan kepadamu
kecuali sedikit saja.” (QS. Al-Isra : 85). Akan tetapi kita sebagai
orang yang beriman, harus percaya bahwa ada kehidupan
sesudah mati, kehidupan kekal dan abadi roh manusia di alam
barzakh dan alam akhirat. Ayat ini memuat pesan agar manusia
menghindarkan diri dari sesal kemudian yang tak berguna (Al-
Maraghi 1985; Muhyidin 2008; Shihab 2002).
Melalui ayat ini Allah Ta’ala mengajarkan kepada hamba-
Nya agar senantiasa meyakini adanya hari pembalasan, di
mana setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia kan diper­
tanggungjawabkan kelak pada hari pembalasan. Manusia yang
meyakini hal ini tentu akan lebih berhati-hati dalam melakukan
perbuatan yang melanggar aturan Allah Ta’ala (dalam tindak
kejahatan) dan sebaliknya manusia yang tidak meyakini akan
adanya hari pembalasan akan lebih suka melanggar peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala
Pendidikan keimanan tentang hari pembalasan merupakan
hal yang sangat penting dalam menentukan keimanan seseorang
karena hal tersebut merupakan rukun dari iman itu sendiri.
Tidak sah iman seseorang tanpa mengimani akan adanya hari
pembalasan (kiamat). Keimanan tidak hanya cukup mengamini
atau meyakini dengan hati akan adanya hari pembalasan saja,
akan tetapi harus dibuktikan dengan amal saleh, seperti berbuat
baik terhadap sesama makhluk, bertakwa, merasa diawasi oleh
Allah Ta’ala, dan lain sebgainya. Karena pada hari pembalasan
nanti, Allah Ta’ala akan membalas mereka sesuai dengan amal
perbuatannya masing-masing. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala, bahwa manusia akan mendapatkan balasan sesuai amal
perbuatan masing-masing orang (Qs: Az-Zalzalah: 7-8) (Haidir,
2003; Rojab, 2018).
Jika seseorang menyadari adanya hari pembalasan, orang
tersebut akan merasa tenang walau sedang dianiaya oleh pihak
lain karena adanya hari pembalasan. Sehingga bila ia tidak dapat
membalas di dunia ini, maka Allah Ta’ala sebagai pemilik dan
raja pada hari pembalasan, dengan pasti akan membalas semua

56 The Al-Fatihah Character


amal perbuatan makhluk-makhluk-Nya. Kesadaran tentang
kekuasaan Allah Ta’ala akan menjadikan seseorang untuk selalu
waspada dan berhati-hati dalam bertindak serta berlaku. Dengan
kewaspadaan akan pembalasan, maka hidup merasa diawasi
oleh Allah Ta’ala. Dengan begitu, maka muncullah benih-benih
ketakwaan kepada-Nya, dalam arti senantiasa mengerjakan
semua perintah dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya.
Allah Ta’ala sebagai Al-Malik memiliki makna bahwa Allah
Ta’ala memiliki kekuasaan mengatur perilaku orang-orang
beriman yang memiliki akal normal dengan cara memberikan
perintah, larangan, ataupun balasan atas apa yang telah diperbuat
dalam kehidupan di alam fana. Makna ini juga sejalan dengan
ungkapan “mālik al-nās” yang memiliki kesempatan mengatur
dan menguasai keseluruhan manusia. Makna kata “yaumid-
dīn”, setiap manusia akan menerima pembalasan amalan yang
baik ataupun yang buruk sebagai pertanggungjawaban atas
segala perbuatannya pada saat menjalani kehidupan di dunia.
Adapun sebagai bentuk pembalasannya di antaranya, setiap
orang beriman dan berbuat baik akan dimasukkan ke dalam
surga, sedangkan orang-orang yang kafir dan berbuat jahat akan
dimasukkan ke dalam neraka (Rojab, 2018; Shihab, 2002).
Karena pembalasan itu, maka bagi orang-orang yang jahat
akan merasa benar sebagaimana jahatnya kejahatan demi
kejahatan yang pernah dilakukan dalam hidupnya di dunia.
Bagi orang-orang yang baik akan merasa benar bagaimana
baiknya setiap kebaikan demi kebaikan yang dilakukan dalam
hidupnya di dunia (Qutb, 2011; Thaba, 2009; Utsmaini, 2013).
Dari ayat ini, terdapat makna pendidikan karakter dengan olah
pikir di mana Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa dalam mengarahkan
perilaku orang-orang yang berakal melalui perintah, larangan,
ataupun pembalasan. Sebab, orang-orang yang cerdas akalnya
akan selalu menjalankan segala perintah dan menjauhi apa
yang dilarang untuk mendapat pahala di sisi Allah Ta’ala sebagai
bekal baginya untuk dapat menjalani kehidupannya di akhirat.
Pada hari pembalasan, setiap orang akan dibalas
atas amalnya secara total, tidak akan di zalimi sedikit pun,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 57


sebagaimana firman Allah Ta’ala: barangsiapa yang berbuat
baik ataupun berbuat buru sebesar biji zarah, maka pasti akan
diperhitungkan balasannya (az-Zalzalah [99]: 7-8). Bersama
itu, Allah Ta’ala menegaskan bahwa Dia Maha Pengasih dan
Penyayang agar hati kita tertarik pada-Nya. Setelah menyebutkan
rahmah (al-raḥmān al-raḥīm), Allah Ta’ala menyebutkan al-dīn
(pembalasan, penentuan). Dengan demikian, kita tahu bahwa
Allah Ta’ala akan membuat perhitungan dengan hamba-hamba­
Nya dan membalas seluruh amal mereka.
Setiap Muslim harus percaya bahwa hanya Allah Ta’ala-
lah sebagai penentu yang paling akhir. Tetapi masalahnya, kita
tidak mengetahui secara jelas ketentuan Allah Ta’ala. Di sinilah
muncul peran manusia sebagai khalifah Allah Ta’ala di muka
bumi. Sebagai manusia jangan terlalu cepat menyerah, karena
kita sudah diberikan oleh Allah Ta’ala suatu kelebihan, yaitu
pikiran. Dengan otak yang dimiliki, manusia diberi kemampuan
Allah Ta’ala untuk berpikir, merancang, dan merencanakan
segala sesuatu. Potensi akal ini yang membuat manusia
memiliki pilihan-pilihan dalam hidupnya, termasuk memilih
dan memutuskan apa yang ingin dilakukan demi mencapai
keberhasilan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (At-Thabari,
2011; Shihab 2002).
Allah Ta’ala sebagai raja yang memiliki kekuasaan penuh
untuk memerintah, melarang, dan memberi balasan paling adil
kepada manusia. Tergambar dalam hati, bahwa Allah Ta’ala
sebagai raja yang baik, yang memiliki kasih sayang kepada
rakyat, raja yang sekaligus pemelihara dan pendidik, raja yang
menegakan keadilan, memberikan balasan pahala kepada yang
berbuat baik dan memberi hukuman kepada mereka yang
melanggar peraturan-Nya. Jadi nilai pendidikan yang diambil
adalah adanya keadilan terhadap sesuatu yang harus digunakan
sebagai acuan dalam proses pendidikan. Orang tua harus adil
kepada anak-anaknya, guru harus adil kepada murid-muridnya,
kiai harus adil kepada santri-santrinya, dan lain sebagainya.
Berdasarkan makna ayat tersebut, maka pada konteks
penelitian ini, di dalam ayat “māliki yaumi ad-dīn” mengandung
nilai tanggung jawab yang bersifat universal, yaitu: tanggung

58 The Al-Fatihah Character


jawab manusia terhadap semua yang diperbuatnya selama
menjalani kehidupan di dunia dan kepada Sang Pencipta.
Tanggung jawab manusia sebagai hamba ataupun khalifah Allah
swt., akan dipertanggungjawabkan kelak di hari pembalasan.
Ayat tersebut juga mengandung nilai-nilai tanggung jawab yang
bersifat khusus yaitu: tanggung jawab dari manusia atas segala
yang diperbuatnya terhadap sesama manusia ataupun dengan
makhluk-mahkluk yang lainnya selama menjalani kehidupan di
dunia.
e) Ayat kelima; iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn, Hanya kepada
Engkau Kami Mengabdi, dan Hanya kepada Engkau Kami
Memohon Pertolongan.
Kalimat iyyāka diartikan Engkaulah atau boleh dilebihdekatkan
lagi maknanya dengan menyebut hanya Engkau yang kami
sembah. Di sini terdapat lafadz iyyāka sebanyak dua kali: hanya
Engkau sajalah yang kami sembah dan hanya Engkau saja tempat
kami memohonkan pertolongan. Kata na’budu diartikan kami
sembah, dan lafaz nasta’īn diartikan tempat kami memohon
pertolongan. Jika ada lagi kata lain dalam bahasa yang lebih
mendekati maksud yang terkandung di dalamnya, boleh untuk
disempurnakan. Sebab dalam hati sendiri pun terasa bahwa
arti itu belum juga tepat dan benar, meskipun sudah mendekati
maknanya. Kata na’budu berpangkal dari kalimat ibadat dan
lafaz nasta’īn berpangkal dari kalimat isti’anah. Jika ditelaah
dengan cermat, sebenarnya tidaklah mudah dalam melakukan
penafsiran atau Mengalih bahasakan Al-Qur’an menjadi bahasa
Indonesia (Berutu, 2013; Shihah, 2002).
Ayat ini menerangkan tentang sebuah tujuan. Melalui ayat
ini kita dapat menyatakan pengakuan bahwa hanya kepada-
Nya saja kita memohon pertolongan; tiada kepada orang lain.
Sebagaimana telah kita ketahui pada keterangan di atas, Allah
Ta’ala adalah Tuhan yang mencipta dan memelihara. Dia adalah
Rabbun, sebab itu Dia sebagai Ilahi, tidak ada Illah yang lain
melainkan Dia. Oleh karena Dia yang mencipta dan memelihara,
maka hanya Dia pula yang patut disembah. Adalah satu hal
yang tidak wajar kalau Dialah yang mencipta dan memelihara,
lalu kita menyembah kepada yang lain. Oleh sebab itu, ayat

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 59


ke-5 ini memperkuat lagi ayat yang kedua “Segala puja-puji
bagi Allah Ta’ala, pemelihara dari sekalian alam.” Hanya Dia
yang patut dipuji, karena hanya Dia sendiri yang menjadikan
dan memelihara alam, tidak bersekutu dengan yang lain. Lafaz
Alhamdu di atas menyebutkan bahwa yang patut menerima
pujian hanya Allah Ta’ala, sebab hanya Dia yang mencipta
dan memelihara alam. Sedang pada ayat iyyāka na’budu ini
ditegaskan lagi bahwa hanya kepada-Nya dihadapkan sekalian
persembahan dan ibadat, sebab hanya Dia sendiri saja, tidak
bersekutu dengan yang lain, yang memelihara alam semesta
dengan kebesaran dan Kekuasaan-Nya.
Lafaz “iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn”, sangat berkaitan
dengan makna ibadah sebagai instrument untuk mendapatkan
pertolongan Allah Ta’ala. Kesediaan menjalani ibadah dalam
cakupan makna ayat ini menyangkut segala sesuatu yang sudah
jelas tata cara dan ketentuannya (ibadah mahdhah) ataupun
ibadah yang tata cara dan ketentuannya diserahkan kepada
umatnya karena masuk dalam kategeori ibadah sosial sesuai
dengan situasi dan kondisi zaman, yaitu seluruh aktivitas
kebaikan yang memberikan manfaat untuk memuliakan
manusia dengan tujuan mengharapkan rida Allah Ta’ala (Al-
Munajid, 2013; Shihab, 2002).
Sebutan ibadah dalam makna yang lebih luas tentunya
membutuhkan upaya untuk melakukannya. Ibadah seperti
salat, haji, dan ibadah-ibadah lainnya dalam keseluruhan
aktivitas kita membutuhkan gerakan yang kontinu. Ibadah
salat tidak hanya menentukan terkait apa yang harus dibaca,
tetapi apa yang dibaca harus menyatu dengan gerakan yang
telah dicontohkan Rasulullah saw. Gerakan dalam salat menjadi
olahraga yang dilakukan secara terencana dan terstruktur
dengan berulang-ulang seperti gerakan rukuk, iktidal, dan
sujud. Begitu juga dengan ibadah haji dan ibadah lainnya dalam
aktivitas keseharian membutuhkan olahraga di dalamnya (M.
Nur Wahyudi, 2015; Muhyidin 2008; Quthb, 2004).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa rahasia
penciptaan, kitab-kitab, syariat, pahala, dan siksa terpusat pada
dua penggal kalimat ini, yang sekaligus merupakan inti ubudiah

60 The Al-Fatihah Character


dan tauhid. Allah Ta’ala menurunkan seratus empat kitab yang
makna-maknanya terhimpun dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an.
Makna-makna tiga kata ini terhimpun dalam Al-Qur’an. Makna-
makna Al-Qur’an terhimpun dalam surah-surah pendek. Makna
surah-surah pendek terhimpun dalam surah Al-Fatihah. Makna-
makna surah Al-Fatihah terhimpun di dalam kalimat; “iyyāka
na’budu wa iyyāka nasta’īn”. Dua kalimat ini dibagi antara milik
Allah Ta’ala, yaitu “na’budu” dan separuh lagi milik hamba-Nya,
yaitu “iyyāka nasta’īn” (Quthb 2004; Shihab 2002).
Penggalan pertama yaitu “Hanya Kepada Engkaulah Kami
Beribadah” merupakan penyucian dari kemusyrikan, dan
yang kedua yaitu “Hanya Kepada Engkaulah Kami Memohon
Pertolongan” merupakan penyucian dari upaya, usaha, dan
kekuatan, lalu menyerahkan segalanya kepada Allah Ta’ala Yang
Maha Mulia lagi Maha Agung (At-Thabari, 2011; Quthb, 2004).
Pada intinya, ayat ini berisi perintah Allah Ta’ala agar seseorang
tidak menyembah selain Allah Ta’ala. Sebab, Dia-lah yang
tersendiri dengan kekuasaan-Nya. Selain itu, ayat ini melarang
seseorang menyekutukan-Nya atau mengagungkan selain
diri-Nya, dan menyuruh kita agar tidak meminta pertolongan
kepada selain Dia atau meminta pertolongan yang tidak dapat
menyempurnakan atau menyampaikan hasil yang diharapkan.
Kalimat yang bermakna ”hanya kepada-Mu kami
menyembah, mengabdi, dan taat”. Pesan dalam ayat ini, ketika
seseorang menyatakan iyyāka na’budu maka ketika itu tidak
sesuatu apapun, baik dalam diri seseorang maupun yang
berkaitan dengannya, kecuali telah dijadikan milik Allah Ta’ala.
Memang, segala aktivitas manusia harus berakhir menjadi
ibadah kepada-Nya. Dengan makna ayat yang demikian,
setiap hamba-Nya beribadah hanya kepada-Nya disertakan
memohon pertolongan untuk dapat menyempurnakan ibadah
yang tidak bisa diselesaikan. Sebab karena Tuhanlah yang
dapat menyempurnakan amalan dan menyampaikan hasilnya
dalam segala urusan sebagaimana yang diharapkan jika
apa yang dikerjakan tidak terselesaikan. Setiap hamba yang
beribadah harus memohon pertolongan kepada-Nya agar bisa
menyempurnakan pekerjaan yang tidak sanggup dilakukan,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 61


istianah (pertolongan) seperti ini sama dengan bertawakkal
kepada Allah Ta’ala. Dengan demikian, akan menjadi hamba
yang tunduk dengan penuh harap hanya kepada Allah Ta’ala (Al-
Maraghi 1985; Shihab, 2002).
Berdasarkan makna ayat tersebut, maka pada konteks
penelitian ini ayat “iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn”, di
dalamnya mengandung nilai-nilai disiplin yang bersifat mutlak,
yaitu: disiplin atau ketaatan manusia terhadap semua ketentuan
Allah Ta’ala dalam menjalani ibadah ritual ataupun ibadah
sosial ataupun disiplin dalam mengikuti segala sunatullah
dalam mengemban tugas sebagai hamba ataupun khalifah al-
rabb. Ayat tersebut juga mengandung nilai-nilai disiplin yang
bersifat khusus, berupa kesediaan manusia untuk mengikuti
standar operasional prosedur sebagai satu-satunya pilihan
untuk mencapai kesuksesan.
f) Ayat Keenam; “ihdina al-ṣirāṭa al-mustaqīm”, Tunjukkanlah
Kepada Kami Jalan Yang Lurus.
Memohon dan meminta diberikan jalan yang lurus, menurut
keterangan beberapa ahli tafsir, perlengkapan menuju jalan yang
lurus, yang dimohonkan kepada Allah Ta’ala yaitu: pertama
al-Irsyād, artinya agar dianugerahi kecerdikan dan kecerdasan,
sehingga dapat membedakan yang salah dengan yang benar;
kedua at-Taufīq, yaitu bersesuaian kehendaknya dengan apa
yang direncanakan Allah Ta’ala; ketiga al-Ilhām, diberi petunjuk
supaya dapat mengatasi sesuatu yang sulit; dan keempat ad-
Dilālah, artinya ditunjukan dalil-dalil dan tanda-tanda di mana
tempat yang berbahaya, di mana yang tidak boleh dilalui dan
sebagainya (Al-Maraghi, 1985; Shihab, 2002).
Menurut riwayat Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan
meminta ditunjuki jalan yang lurus adalah selalu memohon
untuk ditunjuki agama yang benar. Sedangkan menurut
beberapa riwayat ahli-ahli Hadis, dari Jabir bin Abdullah,
yang dimaksud dengan al-Shirāth al-Mustaqīm adalah agama
Islam. Di sisi lain riwayat Ibnu Mas’ud menafsirkan bahwa
yang dimaksud dengan al-Shirāth al-Mustaqīm adalah Kitab
Al-Qur’an. Maka semua penafsiran tersebut dapat disimpulkan

62 The Al-Fatihah Character


al-Shirāth al-Mustaqīm, maknanya agama Islam yang memiliki
sumber petunjuk Al-Qur’an dan semuanya dapat dirujuk
menurut contoh dari Nabi Muhammad saw. dan para sahabat.
Dengan demikian ayat ini menunjukan begitu penting memohon
kepada-Nya. Hanya kepada-Nya memohon untuk diberikan jalan
yang lurus. Menurut ilmu ukur ruang, garis lurus merupakan
jarak yang paling dekat di antara dua titik. Maka pada al-
Shirāth al-Mustaqīm yang kita mohonkan ini terdapat dua titik
berkesinambungan, yang pertama titik manusia sebagai hamba
dan yang kedua titik Allah Ta’ala sebagai Tuhan seru sekalian
alam, kedua titik harus bertemu secara harmoni (Al-Maraghi,
1985; Shihab, 2002).
Menurut al-Qasimi, hidayah berarti petunjuk, baik berupa
perkataan maupun perbuatan kepada kebaikan. Hidayah
tersebut diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya secara
berurutan. Hidayah pertama, diberikan Allah Ta’ala kepada
manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki manusia,
seperti pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan
inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk untuk mengetahui
kebaikan dan keburukan. Hidayah kedua,  didapatkan melalui
diutusnya para Nabi. Hidayah ini terkadang disandarkan
kepada Allah Ta’ala, para rasul-Nya, atau Al-Qur’an. Hidayah
tingkatan  ketiga, diberikan oleh Allah Ta’ala kepada para
hamba-Nya karena melakukan perbuatan baik. Untuk hidayah
keempat, telah ditetapkan Allah Ta’ala di alam keabadian. Masuk
dalam pengertian hidayah ini, maka Nabi Muhammad tidak
berhasil mengajak sang paman, Abu Thalib, untuk masuk Islam
(Al-Maraghi, 1985; Shihab, 2002).
Kata hidayah artinya suatu pertanda yang dapat
mengantarkan seseorang kepada hal yang dituju, sedangkan
kata “shirat” berarti jalan, kata “mustaqīm” berarti lawan kata
berbelok-belok (bengkok). Jalan bengkok merupakan jalan
yang menyelewengkan seseorang dari cita-cita yang dituju.
Jalan yang demikian ini harus dihindari oleh orang-orang yang
menghendaki jalan yang lurus dan benar. Dalam ayat ini, Al-
Maragi menjelaskan bahwa terdapat macam-macam hidayah,
yaitu: 1) hidayah dalam bentuk ilham, hal ini dirasakan oleh

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 63


anak kecil sejak ia dilahirkan, seorang anak akan merasa
membutuhkan makanan dengan cara menanangis sebagai
pertanda; 2) hidayah kepada panca indra, macam hidayah ini
sama-sama terdapat pada manusia dan hewan, bahkan pada
hewan lebih sempurna dibandingkan dengan yang ada pada
manusia. Sebab, ilham dan pancaindra akan lebih cepat tumbuh
secara sempurna dalam waktu yang sangat singkat setelah
kelahiran. Hal ini dirasakan oleh manusia secara bertahap;
3) hidayah kepada akal, hidayah ini lebih tinggi derajatnya
dibandingkan dengan hidayah ilham dan pancaindra. Secara
naluri, manusia akan hidup bermasyarakat dengan yang lain,
sedangkan ilham dan indra tidak cukup menjalankan hidup
bermasyarakat. Karena itu, manusia membutuhkan akal
yang mampu mengoreksi segala kesalahan yang dilakukan
pancaindra; dan 4) hidayah berupa agama dan syariat, hidayah
ini merupakan kedekatan dengan Allah Ta’ala mutlak bagi
orang yang menganggap remeh akal pikirannya, mengikuti
kemauan hawa nafsunya, menundukkan jiwa untuk menuruti
kemauan syahwatnya. Dengan hidayah ini, maka seseorang akan
menerima petunjuk. Jika akal pikirannya mampu mengalahkan
kemauan hawa nafsunya, maka akan tampak di mata manusia
batasan-batasan dan syariat Allah Ta’ala. Sebab, akal manusia
tidak akan mampu berpikir bagaimana seharusnya melawan
kekuasaan ini. Alam pikiran pun tidak akan sampai kepada apa
yang bisa membuat bahagia dalam kehidupan ini (Al-Maraghi,
1985; Shihab 2002; Wulandari, 2015).
Demikian pula, manusia dalam kehidupannya mem­
butuhkan hidayah agama (ad-dīn) yang diridai Allah Ta’ala
lantaran hidayah tersebut diperuntukkan bagi umat manusia.
Hidayah bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya.
Hidayah harus dicari, sudah barang tentu tidak mudah untuk
mendapatkan hidayah. Dibutuhkan proses dalam usaha dan
doa, terlebih hidayah hanya akan datang kepada mereka yang
hatinya benar-benar tulus menginginkan kebaikan. Maka, di
sinilah dibutuhkan olah hati, yakni untuk mengolah hati menjadi
bersih.

64 The Al-Fatihah Character


Berdasarkan makna ayat tersebut, maka pada konteks
penelitian ini ayat ihdina al-ṣirāṭ al-mustaqīm di dalamnya
mengandung nilai-nilai pembelajar yang bersifat universal, yaitu:
manusia sebagai makhluk pembelajar harus selalu memahami
Sang Pencipta dan segala yang diciptakan, serta memahami
segala ketentuan yang diberlakukan Allah Ta’ala di muka bumi
agar manusia dapat menjalani kehidupan yang sukses dan
selamat baik di dunia ataupun di akhirat, baik sebagai hamba
ataupun khalifah Allah swt. Ayat tersebut juga mengandung
nilai-nilai pembelajar yang bersifat khusus yaitu manusia harus
memahami dirinya, orang lain, dan alam semesta, serta segala
ketentuan yang ditetapkan untuk dapat mewujudkan keinginan
dan tujuan hidup. Di samping itu manusia memiliki tugas untuk
mengajari sesama manusia agar mengerti tugas dan tanggung
jawabnya dalam menjalani kehidupan.
g) Ayat ketujuh: “ṣirāṭ allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-magḍụbi
‘alaihim wala aḍ-ḍāllīn”, (Yaitu) Jalan Orang-Orang yang Engkau
Beri Nikmat Kepada Mereka, Bukan Jalan Mereka yang Engkau
Murkai dan Bukan Jalan Orang-orang yang Sesat.
Maksud allażīna dalam ayat ini adalah orang-orang yang
mendapatkan kenikmatan Allah Ta’ala, yaitu para nabi, orang-
orang yang jujur, dan orang-orang yang saleh yang terdiri atas
kelompok pemeluk Islam terdahulu. Menurut Quraish Shihab;
al-magḍụbi, para ulama tafsir berdasarkan suatu keterangan Al-
Hadis Nabi saw., menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang
Yahudi. Al-Qur’an juga memberitahukan bahwa orang-orang
Yahudi mengetahui kebenaran, namun enggan mengikutinya.
Atas dasar itu, ulama tafsir lain memperluas pengertian al-
magḍụbi ‘alaihim sehingga mencakup semua yang telah mengenal
kebenaran, namun mereka enggan mengikutinya. Kata “aḍ-
ḍāllīn” berarti mereka yang tidak mengetahui kebenaran atau
tidak mengetahui dengan cara yang benar. Mereka itulah orang-
orang yang belum pernah kedatangan seorang Rasul atau sudah
pernah kedatangan seorang Rasul, tetapi nilai-nilai kebenaran
yang dibawa Rasul itu kurang jelas, mereka itulah orang-orang
Nasrani (Al-Maraghi, 1985, Shihab, 2002; Wulandari, 2015).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 65


Orang-orang yang tergolong dimurkai adalah mereka yang
telah meninggalkan syariat setelah mengetahuinya. Mereka
menolak kebenaran itu, berpaling dari dalil, hanya menerima
apa yang diwariskan oleh pemimpinnya, bertaklid buta, dan
mengikuti hawa nafsu yang tidak terkendali. Jadi, ada sebab
akibat yang saling berkaitan, sehingga Allah Ta’ala menimpakan
murka terhadapnya. Kemurkaan Allah Ta’ala terhadap orang
yang tersesat, tidaklah datang secara tiba-tiba, tetapi sebagai
akibat dari perbuatan salah dan melampaui batas yang telah
mereka lakukan.
Adapun jalan orang-orang yang telah diberi nikmat,
mengin­dikasikan permohonan untuk diberikan petunjuk serta
karunia seperti apa-apa yang telah Allah Ta’ala berikan kepada
umat terdahulu. Para Nabi dan syuhada yang jasa-jasanya
masih terasakan sampai pada zaman sekarang. Kalimat kedua,
bukan (jalan) orang-orang yang engkau murkai. Siapakah yang
dimurkai Allah Ta’ala?, mereka adalah orang-orang yang telah
diberikan petunjuk, telah diutus kepadanya rasul-rasul, yang
telah diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, namun dia masih
saja memperturutkan hawa nafsunya. Mereka telah ditegur
berkali-kali, namun teguran itu, tidak juga dipedulikannya.
Mereka merasa lebih pintar daripada Allah Ta’ala, bahkan rasul-
rasul dicemooh, petunjuk Tuhan diingkarinya, perdayaan setan
diperturutkannya. Dan yang terakhir, bukan pula jalan orang-
orang yang sesat. Adapun orang yang sesat adalah orang yang
berani membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Tuhan.
Maka mereka tidak mengenal kebenaran, atau tidak dikenalnya
kebenaran yang sebenar-benarya (Al-Maraghi 1985; Shihab
2002).
Ada empat kelompok orang yang mendapatkan nikmat
khusus dari Allah Ta’ala, yaitu nikmat keagamaan dan jalan
kelompok-kelompok tersebut yang dimohon untuk ditelusuri.
Pertama, para nabi yaitu mereka yang dipilih Allah Ta’ala
untuk memperoleh bimbingan sekaligus ditugasi untuk
menuntun manusia ke jalan ilahi. Kedua, para shiddīqīn yaitu
orang-orang dengan pengertian apapun selalu benar dan jujur.
Mereka tidak ternoda oleh kebatilan dan tidak pernah bersikap

66 The Al-Fatihah Character


yang bertentangan dengan kebenaran. Ketiga, para syuhadā
yaitu orang yang senantiasa bersaksi atas kebenaran dan
kebajikan melalui ucapan dan tindakan mereka walau harus
mengorbankan nyawa sekalipun. Keempat, orang-orang saleh
yakni yang tangguh dalam kebajikan dan selalu berusaha untuk
mewujudkannya.   
Pada ayat ini mengandung makna mengenai pendidikan
karakter, yakni dengan olah pikir, di mana kita disuruh berpikir
mencari tahu bagaimana kisah hidup orang-orang terdahulu
yang telah mendapatkan anugerah nikmat Allah Ta’ala. Mereka
di antaranya adalah para nabi, orang yang jujur, orang yang saleh,
serta bagaimana kisah orang-orang Yahudi yang mengetahui
kebenaran, namun enggan mengikutinya dan kisah orang-orang
Nasrani yang mereka tidak mengetahui kebenaran atau tidak
mengetahui ajaran Rasul dengan cara yang benar ((Haidir 2003;
Quthb 2004).
Selanjutnya kata “Āmīn” sebagai kalimat isim yang berarti
istijab (kabulkanlah) di dalam bacaannya, kata “Āmīn” ini
terdapat dua macam: pertama; dibaca panjang seperti yang
dikatakan seorang penyair;“Ya Allah Ta’ala, janganlah Engkau
cabut kepadanya untuk selamanya. Semoga Allah Ta’ala
mengasihi seorang hamba yang berkata Āmīn (kabukanlah)”,
Kedua; dibaca pendek, seperti perkataan penyair; “Kabulkanlah
kemudian Allah Ta’ala menambah jauh pemisah antara kita”.
Perkataan “Āmīn” bukan berasal dari Al-Qur’an dengan alasan
tidak pernah dicantumkan di dalamnya, dan tidak dibaca oleh
imam ketika salat. Sebab pada kenyataannya, “āmīn” merupakan
do’a sebagaimana pendapat Al-Hasan Al-Basri. Tetapi, pendapat
yang paling populer adalah pendapat Imam Abu Hanifah yang
berpendapat bahwa imam salat membaca “āmīn” dengan lirih
(pelan) sesuai dengan Al-Hadis yang diriwatkan oleh Anas Ibnu
Malik (Al-Maraghi, 1985; Shihab, 2002).
Berdasarkan makna ayat tersebut, maka pada konteks
penelitian ini ayat “ṣirāṭa allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-
magḍhụbi ‘alaihim wa la aḍ-ḍāllīn”, di dalamnya mengandung
nilai-nilai pembelajar yang bersifat universal, yaitu: manusia
sebagai makhluk pembelajar harus selalu memahami Sang

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 67


Pencipta dan segala yang diciptakan, serta memahami segala
ketentuan yang diberlakukan Allah Ta’ala di muka bumi agar
manusia dapat menjalani kehidupan yang sukses dan selamat
baik di dunia ataupun di akhirat, baik sebagai hamba Allah swt.
Ayat tersebut juga mengandung nilai-nilai pembelajar yang
bersifat khusus yaitu: manusia harus memahami dirinya, orang
lain, dan alam semesta, serta segala ketentuan yang ditetapkan
untuk dapat mewujudkan keinginan dan tujuan hidup. Di
samping itu manusia memiliki tugas untuk mengajari sesama
manusia agar mengerti tugas dan tanggung jawabnya dalam
menjalani kehidupan yang selamat dan sukses, baik dalam
menjalani di dunia ataupun di akhirat kelak.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
surah Al-Fatihah memiliki pokok-pokok pelajaran universal
yang berkaitan dengan tauhid, janji, ataupun ancaman, ketaatan
ibadah, dan pemberitaan, atau kisah generasi terdahulu. Pokok-
pokok ajaran tersebut tercermin pada: ajaran tauhid pada ayat
kedua dan kelima; janji dan ancaman tersurat pada ayat pertama,
ketiga dan ketujuh; ibadah pada ayat kelima dan ketujuh;
sedangkan sejarah atau kisah masa lalu diisyaratkan oleh
ayat terakhir dari surah Al-Fatihah. Dalam konteks penelitian
ini nila-nilai al-Fatihah meliputi: pertama, nilai kasih sebagai
penjabaran ayat satu dan tiga; kedua, nilai tanggung jawab
sebagai penjabaran ayat empat; ketiga, nilai syukur sebagai
penjabaran ayat dua; keempat, nilai disiplin sebagai penjabaran
ayat lima, dan kelima, nilai pembelajar sebagai penjabaran
ayat enam dan tujuh surah al-Fatihah. Keseluruhan nilai-nilai
tersebut akan dapat memandu karakter insan saleh kepada
siapa saja yang memahami, meyakini, dan mengamalkan.

68 The Al-Fatihah Character


BAB III

EDUKASI KARAKTER
BERBASIS AL-FATIHAH

A. Panduan Karakter Berbasis Al-Fatihah


Al-Qur’an banyak mengandung sistem nilai yang bersifat
universal, di mana proses kehidupan berlangsung dan dikembangkan
secara konsisten untuk mencapai suatu tujuan hidup selamat
dan sukses. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari
cendekiawan Muslim, maka sistem nilai itu kemudian dijadikan
dasar bangunan (struktur) kehidupan yang fleksibel menurut
kebutuhan dan kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu. Keadaan
yang demikian ini dapat dilihat di negara-negara di mana Islam
dikembangkan melalui berbagai kelembagaan pendidikan formal
atau nonformal. Kecenderungan itu sesuai dengan sifat dan watak
kelenturan nilai-nilai ajaran Islam yang dinyatakan dalam suatu
ungkapan al-Islam shālih li kulli zamān wa makān, maka Islam
sebagai agama yang sesuai untuk semua konteks zaman dan tempat
(Azis 2012; Iqbal 2010; Wulandari 2015).
Al-Qur’an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam
kehidupan yang berorientasi pada pembentukan karakter kehidupan
Islami. Nilai yang dimaksud terdiri atas tiga pilar utama, yaitu: 1)
i‘tiqadiyah, nilai yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti
percaya kepada Allah Ta’ala, malaikat, rasul, kitab, hari akhir dan takdir,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 69


yang bertujuan untuk menata kepercayaan indidvidu; 2) khuluqiyah,
nilai yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan untuk
membersihkan diri dari prilaku rendah dan menghiasi diri dengan
prilaku terpuji; 3) ‘amaliyah, nilai yang berkaitan dengan pendidikan
tingkah laku sehari-hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan
ibadah dan pendidikan muamalah (Mubarok 2017; Wulandari 2015).
Iman terhadap segenap apa yang terkandung dalam Al-
Qur’an merupakan kewajiban setiap mukmini. Keimanan pada Al-
Qur’an memiliki makna yang hakiki apabila ditindaklanjuti dengan
membaca serta memahami makna dan isi kandungan secara benar.
Pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an akan menimbulkan
kesadaran untuk melaksanakan firman-firman-Nya dalam bentuk
perbuatan yang nyata. Maka dalam mengimani Al-Qur’an, tidak cukup
hanya dengan membaca ataupun menghafal Al-Qur’an, namun yang
terpenting adalah melaksanakan isi kandungan dalam kehidupan
sehari-hari. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup (minhajul hayah),
telah menerangkan tentang perjalanan yang telah dan akan dialami
oleh manusia. Akhirat akan menjadi akhir perjalanan hidup semua
manusia. Karena itu, akhirat menjadi orientasi hidup seorang Muslim
yang paling mendasar.
Al-Qur’an sering menekankan pentingnya kehidupan akhirat
daripada kehidupan dunia dan membimbing seorang Muslim agar
senantiasa mengejar sukses hidup di akhirat tanpa melupakan
kehidupan dunia. Al-Qur’an menjadi petunjuk dan pedoman hidup
kaum Muslimin dalam menjalankan segala bentuk amal perbuatannya
yang bersifat individual maupun sosial sehingga mereka dapat
mencapai kebahagiaan yang hakiki yang dicita-citakan oleh setiap
orang, yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Mubarok 2017;
Muhyidin 2008; Wulandari 2015).
Merujuk pada kitab Tafsir Al-Misbah hasil karya M. Quraish
Shihab, telah membuat pengelompokan makna surah Al-Fatihah
menjadi dua bagian, yaitu pada ayat 1-4 kandungan ayat berbicara
tentang pengajaran Allah Ta’ala kepada manusia bagaimana
permohonan kepada-Nya, bagaimana mengucapkan pujian, dan apa
yang terpenting dimohonkan. Sedangkan ayat 5-7 mengandung makna
ayat bersama untuk Allah Ta’ala dan hambanya, bagaimana seoraang
hamba akan selalu taat beribadah (disiplin), dengan membekali

70 The Al-Fatihah Character


dirinya dengan petunjuk yang sudah diturunkan, baik yang terdapat
pada kitab suci ataupun yang terhampar di alam semesta, termasuk
pengalaman orang-orang terdahulu dalam menjalani kehidupan
(Muhammad and Shihab 2018; Shihab 2002).
Sebagaimana telah menjadi keyakinan umat Islam bahwa surah
Al-Fatihah sarat dengan nilai-nilai utama (kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin dan pembelajar) yang dapat dijadikan pedoman
secara fungsional, membingkai perilaku setiap orang agar memiliki
karakter mulia yang akan mengantarkan pelakunya pada harkat dan
martabat kehidupan, baik di dunia ataupun di akhirat (Al-Munajid,
2013; Berutu, 2013; Wulandari, 2015). Adapun nilai-nilai utama Al-
Fatihah yang diharapkan dapat membingkai karakter utama insan
saleh terhadap peserta didik di lingkungan madrasah antaranya:
“kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, pembelajar”.

B. Nilai-nilai Kasih; Memberi Manfaat Kepada Sesama


Manusia
Secara istilah, perilaku kasih (pro-sosial) dimaknai sebagai
perilaku sukarela untuk membantu atau meringankan urusan
orang lain atau kelompok lain dalam mewujudkan keinginan
yang diharapkan. Menurut Paul Henry Mussen, perilaku kasih
dilakukan secara sukarela tanpa adanya paksaan untuk memberikan
konsekuensi positif terhadap orang lain dengan beragam alasan (Siti
Anisah 2011; Zakaria, Noranizah, and Abdul Fatah 2012). Dalam
perspektif Islam, perilaku kasih telah diposisikan sebagai perilaku
mulia yang dapat dikategorikan sebagai sebaik-baik perilaku. Karena
itu, setiap Muslim dianjurkan selalu memberikan manfaat terhadap
sesama manusia tanpa pandang bulu sebagaimana ditegaskan oleh
Rasulullah saw, “manusia yang baik akan selalu memberi manfaat
bagi sesamanya” (HR. Muslim).
Sesungguhnya perilaku kasih merupakan perilaku utama untuk
menolong orang lain tanpa adanya paksaan dari siapa pun dan
tidak ada keharusan untuk memberikan imbalan secara langsung
kepada orang yang melakukan tindakan menolong. Agama Islam
menganjurkan kepada penganutnya agar mengedepankan sikap
tolong-menolong dalam urusan kebaikan dan jangan tolong-

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 71


menolong dalam urusan dosa. Adapun ruang lingkup perilaku
kasih mencakup keseluruhan tindakan yang menguntungkan atau
membahagiakan orang lain seperti berbagi kasih dengan orang-
orang yang kurang beruntung, menghibur atau menolong orang yang
mengalami kesedihan, bekerja sama atau menolong seseorang untuk
mewujudkan tujuan atau memberi pujian atas perbuatan baiknya.
Adapun tujuan perilaku kasih yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan individu, menaikkan status sosial, menyesuaikan
self-image, serta mengatur mood dan emosi. Perilaku kasih sebagai
tindakan nyata untuk dapat menolong ataupun memberikan bantuan
yang dimaksudkan untuk menguntungkan orang lain tanpa mengharap
adanya imbalan yang dapat menguntungkan diri sendiri dan tanpa
adanya unsur paksaan dari orang lain. Para peneliti kepribadian
mengemukakan tiga hal penting yang mendasari munculnya perilaku
kasih, yaitu: pertama, adanya individual deferences dalam perilaku
menolong yang dapat bertahan lama yang lebih banyak dilakukan
oleh orang-orang yang dapat dipercaya; kedua, adanya bukti-bukti
empiris sebagai network of traits, adanya hubungan orang-orang
dekat yang meningkatkan kecenderungan untuk saling menolong,
traits yang tinggi dalam hal emosi positif, empaty atau self-efficacy
akan dapat memunculkan perhatian yang lebih baik yang dapat
mendorong seorang untuk melakukan tindakan menolong orang
lain; dan ketiga, kepribadian seseorang akan memengaruhinya
dalam merespons situasi tertentu, self-monitoring yang tinggi akan
disesuaikan dengan harapan orang lain, sehingga akan muncul
sebagai sikap “suka menolong”, sehingga akan selalu peka terhadap
situasi dan kondisi yang mengharuskan seorang menolong orang lain
(Matondang 2016; Rozak 2017).
Perilaku kasih sebagai tindakan individu untuk menolong
orang lain sering kali tidak memberikan manfaat langsung
kepada si penolong, perilaku ini memberikan manfaat bagi orang
lain, bertentangan dengan kepentingan egoisme seseorang, dan
berpotensi dapat memberikan hasil bagi orang lain. Seorang tokoh
kepribadian Branscombe (At-Thabari, et 2011; Soerjoatmodjo 2016)
mendefinisikan perilaku kasih (prososial) sebagai tindakan sukarela
yang dimaksudkan untuk membantu atau memberikan manfaat
bagi orang lain atau kelompok individu. Perilaku kasih (prososial)

72 The Al-Fatihah Character


juga diartikan sebagai kesukarelaan tindakan yang disengaja untuk
memberikan hasil yang positif atau bermanfaat bagi penerima (the
recipient), terlepas apakah tindakan tersebut memiliki nilai harga,
tidak berdampak apa pun, atau malah menguntungkan bagi pemberi
(the donor).
Para ahli kepribadian telah mengelompokkan beberapa
faktor yang menyebabkan munculnya perilaku kasih (prososial)
dalam kehidupan nyata, di antarany: pertama, the situation, situasi
pergaulan yang terjadi akan memengaruhi seorang untuk menjadi
lebih responsif terhadap keadaan orang lain yang membutuhkan
pertolongan; kedua, temporary states of potensial helpers, kepekaan
perasaan orang-orang yang berada dalam posisi tertentu untuk
melihat orang lain yang membutuhkan pertolongan; ketiga,
relationship to potential recipients of help, hubungan seorang dengan
orang lain menjadi unsur penentu seorang untuk menolong orang
lain; keempat, personality characteristics, karakteristik kepribadian
akan menentukan seorang untuk memiliki perilaku kasih; dan kelima,
psychological processes, pemahaman dan kemampuan ataupun
pengalaman seorang dalam berperilaku, akan menentukan kualitas
perilaku kasih yang dilakukan seorang (Matondang, 2016; Nasution,
2017).
Sedangkan aspek-aspek yang dapat menentukan munculnya
perilaku kasih, menurut pendapat ahli kepribadian, mencakup
beberapa unsur sebagai berikut: pertama, sharing, kesediaan berbagi
perasaan dengan orang lain, baik dalam suasana suka ataupun
duka; kedua, cooperating, kesediaan bekerja sama dengan orang
lain untuk mencapai suatu tujuan; ketiga, helping, kesediaan untuk
menolong orang lain yang sedang mengalami kesusahan dengan
cara menawarkan bantuan atau melakukan sesuatu yang menunjang
kelancaran kegiatan yang dilakukan; keempat, donating, kesediaan
untuk memberikan sesuatu yang dimiliki dengan sukarela; dan
kelima; honesty (tanggung jawab), kesediaan untuk tidak berbuat
curang kepada orang lain (Nurul Wardani, 2015; Soerjoatmodjo,
2016).
Sebenarnya perilaku kasih muncul tidak dengan tiba-tiba.
Perilaku kasih didasarkan pada motivasi tertentu menurut stimulan
yang sesuai dengan momentumnya. Adapun motivasi perilaku

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 73


kasih dengan orang lain di antaranya: 1) egoistic, motivasi perilaku
kasih ini memberikan bantuan kepada orang lain, tetapi penolong
memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan pribadi; 2)
atruisme, beberapa aksi prososial termotivasi hanya oleh keinginan
menolong orang lain yang membutuhkan, ada kalanya menolong
karena untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain (Batson,
2013); 3) kolektivisme, memiliki tujuan utama untuk meningkatkan
kesejahteraan kelompok atau kolektif, motivasi ini berkaitan
dengan kerja sama antara intragrup dan intergrup dengan tujuan
memaksimalkan keuntungan bersama bagi orang-orang yang terlibat;
4) prinsipisme, motivasi memiliki tujuan utama untuk menegakkan
prinsip moral, motif ini konsisten dengan standar moral yang berlaku
luas sehingga selain adanya motivasi memberikan manfaat bagi
orang.
Namun secara umum, sebagian besar orang akan cenderung
kurang menolong pada orang yang tidak peduli dengan masalah
mereka sendiri. Hal ini berbeda jika orang yang tergeletak di
jalanan mengenakan pakaian rapi seperti berjas dan berdasi. Orang
melakukan atribusi dan menilai bahwa orang yang terlihat rapi ini
mungkin saja korban kejahatan dan sedang tidak sadarkan diri.
Pada umumnya, seseorang cenderung akan menolong orang yang
memiliki kemiripan dengan yang menolong baik dari pertimbangan
umur, kewarganegaraan, atau faktor lain. Dalam hal menolong,
empati sangat menentukan, di mana komponen emosional dari
empati lebih berpengaruh daripada komponen kognitif (akurasi
empati) dalam perilaku menolong. Ucapan terima kasih juga dapat
meningkatkan keinginan menolong. Sebuah penelitian eksperimen
yang sudah dilakukan oleh para pakar psikologi (Nurul Wardani,
2015; Soerjoatmodjo, 2016) menemukan bahwa ucapan terima kasih
dapat meningkatkan keinginan menolong saat individu merasa lebih
bernilai secara sosial ataupun kultural.
Apabila merujuk pada pendapat Abdullah Nashih Ulwan, dalam
menanamkan perilaku kasih kepada peserta didik, ada beberapa
cara yang dapat ditempuh: pertama, memberikan keteladanan yang
baik; kedua; pembiasaan sesuatu yang baik agar menjadi terbiasa;
ketiga, pemberian nasihat yang baik agar bisa dihayati; keempat,
pemberian perhatian orang tua agar merasakan kehangatan; kelima,

74 The Al-Fatihah Character


penghargaan dengan mengapresiasi capaian keberhasilan; dan
keenam, memberikan hukuman yang dapat mendidik dan sekaligus
dapat menyadarkan agar tidak mengulanginya kembali (Muhtadi
2017; Qomaruddin 2016).

C. Nilai Tanggung Jawab; Konsiten Melaksanakan Tugas


Dan Kewajiban
Tanggung jawab menjadi nilai pokok dalam keseluruhan
dimensi kehidupan. Dunia pendidikan menempatkan tanggung
jawab sebagai nilai dasar yang harus dibentuk melalui proses edukasi
yang dijalankan secara berkesinambungan. Sehingga peserta didik
dapat mengembangkan potensinya dan memiliki pengalaman yang
berguna untuk mengurus apa yang menjadi tugasnya. Orang yang
dapat melaksanakan tanggung jawab sempurna layak disebut sebagai
orang yang bertaqwa. Menurut Imam Al-Ghazali, ada enam tingkatan
tanggung jawab. Tingkatan tanggung jawab dimaksud antara lain:
pertama, tanggung jawab dalam perkataan di setiap situasi, baik
yang berkaitan dengan masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang
akan datang; kedua, tanggung jawab dalam niat, hanya karena Allah
Ta’ala; ketiga, tanggung jawab dalam bertekad. Seseorang bisa saja
mempunyai tekad bulat untuk bersedekah bila dikaruniai rezeki. Juga
bertekad berbuat adil bila dikaruniai kekuasaan. Namun, ada kalanya
tekad itu disertai kebimbangan, tetapi juga merupakan kemauan
bulat yang tanpa keragu-raguan. Orang yang mempunyai tekad bulat
lagi kuat disebut sebagai orang yang benar-benar kuat dan tanggung
jawab: keempat, tanggung jawab memenuhi tekad. Pada mulanya,
jiwa sering dibanjiri kemauan kuat, tetapi ketika menginjak tahap
pelaksanaan, itu bisa melemah. Sebab, janji tekad yang bulat itu
mudah, tetapi menjadi berat ketika dilaksanakan: kelima, tanggung
jawab dalam beramal. Tidak mengekspresikan hal-hal batin, kecuali
batin itu sendiri. Artinya, perlu adanya keselarasan dan keseimbangan
antara yang lahir dan yang batin; keenam, tanggung jawab dalam
maqam-maqam agama, sebagai peringkat tanggung jawab tertinggi
dalam menjalani ketataan beragama (Arianto 2017; Aziz and Baru
2011; Munawar 2013). Sebagaimana misalnya dalam, maqam takut
(khauf), harapan (raja’), cinta (hub), rida, tawakal, dan lain-lain.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 75


Pesan moral Imam Al-Ghazali tersebut mengandung makna yang
sangat tinggi bahwa manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara.
Dunia bagaikan persinggahan sesaat, tempat menyiapkan bekal
di akhirat, tempat roh manusia akan hidup selamanya. Seseorang
tidak masuk surga dengan amalnya jika tidak mendapat rahmat
Allah Ta’ala. Sebab, amal ibadah manusia tidak bisa diandalkan
dibandingkan dengan nikmat yang diterima. Karena itu, setiap
manusia harus bekerja keras dengan menerapkan budaya tanggung
jawab. Tanggung jawab menjadi dasar setiap niat, ucapan, dan
perbuatan. Jika diterapkan dengan baik, budaya tanggung jawab akan
bermakna bagi kehidupan dalam menghadapi perubahan zaman.
Nabi Muhammad saw bersabda, “setiap orang sebagai pemimpin
yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala (HR. al-
Bukhari).
Sesungguhnya nilai tanggung jawab yang dimiliki seseorang
dapat menjadi tolok ukur tingkat kualitas kemanusiaan. Dengan
tanggung jawab itu, manusia mengaktualisasi diri dengan bertindak
secara baik, berbicara secara baik, dan berperilaku secara baik.
Budaya tanggung jawab seseorang meliputi seluruh perilakunya,
mulai dari keyakinan, pikiran, ucapan, hingga perbuatan. Walaupun
kita sulit mengetahui nilai tanggung jawab seseorang karena
sifatnya yang lebih introver dan mudah dimanipulasi, kenyataannya
kualitas tanggung jawab seseorang dapat dilihat dari komitmennya
menjalankan aktivitas yang digelutinya. Keyakinan senantiasa
menjadi tiang penyangga untuk memperkuat budaya tanggung jawab
seseorang (Efendi 2011; Faozan 2009; Haidir 2003). Walaupun
nilai tanggung jawab itu bisa lemah dan kuat. Bisa dikatakan bahwa
membudayakan tanggung jawab merupakan usaha nyata untuk
senantiasa bersikap selaras dengan nilai-nilai kebenaran serta
menjadi pola kehidupan bermoral dalam kebersamaan.
Karena itu, pembiasaan sikap tanggung jawab memiliki dampak
yang cukup signifikan dalam dunia pendidikan. Sebab, dalam
pembiasaan sikap tanggung jawab digunakan beberapa pendekatan
yang efektif. Pertama, pendekatan pengalaman, yakni memberikan
pengalaman kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai
tanggung jawab. Kedua, pendekatan pembiasaan, yakni memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan

76 The Al-Fatihah Character


ajaran agamanya. Pembiasaan sikap tanggung jawab pada peserta
didik melalui eksplorasi pengalaman dan pembiasaan sangat
bermanfaat untuk membentuk karakter positif. Ketiga, pendekatan
evaluasi dan refleksi. Pada tahapan ini dilakukan evaluasi, baik secara
kelompok ataupun individu, untuk menyampaikan keaktifannya
dalam menerapkan nilai tanggung jawab dan menyampaikan nilai
manfaat ataupun pengalaman yang diperolehnya selama berinteraksi
dengan sesama, baik di lingkungan madrasah ataupun di lingkungan
keluarga dan masyarakat (Latif, 2014; Nihayati, 2017; Ula, 2016).
Terdapat beberapa tahapan dalam pembiasaan sikap tanggung
jawab, baik di lingkungan madrasah ataupun di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Pertama, tahap transformasi nilai, pada tahap ini,
pembimbing sekadar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan
yang kurang baik kepada peserta didik yang semata-mata merupakan
komunikasi verbal. Kedua, tahap transaksi nilai, yakni suatu tahap
pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah atau
interaksi antar peserta didik dengan pembimbing yang bersifat
inter­aksi timbal balik. Berbeda dengan tahap transformasi dan
komunikasi yang masih dalam bentuk satu arah, yakni pembimbing
yang aktif. Dalam transaksi ini, pembimbing dan peserta didik
sama-sama bersifat aktif. Tekanan dari komunikasi ini masih
menampilkan sosok fisiknya daripada sosok mentalnya. Dalam tahap
ini, pembimbing tidak hanya menyajikan informasi nilai yang dapat
dipertanggungjawabkan, tetapi juga terlibat dalam melaksanakan
dan memberikan contoh amalan yang nyata dan peserta didik diminta
memberikan respons sama, yakni menerima dan mengamalkan
nilai tanggung jawab. Ketiga, tahap transinternalisasi, tahap ini jauh
lebih dalam dari sekadar transaksi. Dalam tahap ini, penampilan
pembimbing di hadapan peserta didik bukan lagi sosok fisiknya,
melainkan sikap mental ataupun kepribadiannya. Demikian pula
respons peserta didik terhadap pembimbing tidak hanya terbatas
pada gerakan dalam penampilan fisiknya, melainkan sikap mental
dan kepribadiannya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam
transinternalisasi, komunikasi, dan kepribadian terlibat secara aktif
untuk membangun sikap tanggung jawab (Minarti 2015; Muhyidin
2008; Wahab 2016).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 77


Setiap Muslim harus menjunjung tinggi nilai tanggung jawab,
kapan pun dan di mana pun berada. Apabila seorang mahasiswa
selalu mengedepankan sikap tanggung jawab, maka hal tersebut
dapat mengantarkannya menjadi sarjana yang terhormat, yang kelak
dapat menjadikannya sebagai pemimpin yang arif. Sebagai pegawai
atau karyawan, tanggung jawab dapat mengantarkannya menjadi
orang yang sukses dan berwibawa, serta akan membuat lembaga
tempat kerjanya maju meskipun secara perlahan. Sebagai pemimpin,
tanggung jawab sangat diperlukan demi membangun kepercayaan
dan dukungan dari bawahan. Pemimpin yang tidak bertanggung
jawab akan sangat membahayakan dirinya, bawahannya, dan
lembaga yang dipimpinnya. Karena itu, untuk mengangkat nama
baik agama (Islam), dibutuhkan pemimpin agama yang bertanggung
jawab dengan sebaik-baiknya (Iqbal et al. 2013; M. Nur Wahyudi
2015; Mubarok 2017).
Sifat tanggung jawab dapat terlihat dalam berbagai bentuk,
yaitu: pertama, benar dalam perkataan. Setiap Muslim harus
selalu berkata benar dalam keadaan apa pun dan bagaimanapun.
Orang yang berkata benar akan dikasihi Allah Ta’ala dan dipercaya
masyarakat. Orang yang suka berbohong tidak akan pernah dipercaya
oleh masyarakat; kedua, benar dalam pergaulan. Seorang Muslim
tidak cukup hanya benar dalam perkataannya, tetapi juga benar
dalam pergaulannya. Dalam pergaulannya dengan orang lain, setiap
Muslim dilarang menipu, berbohong, berkhianat, dan sejenisnya.
Dengan bekal tanggung jawab, seorang Muslim akan dapat bergaul
dengan baik di masyarakat dan akan dipercaya oleh masyarakat;
ketiga, benar dalam kemauan, setiap muslim juga harus benar dalam
kemauannya dengan bekal tanggung jawab. Seorang Muslim akan
dapat menuruti kemauannya yang benar. Kemauan yang benar harus
dipraktikkan dengan cara-cara yang benar. Jangan sampai kebenaran
dicampuradukkan dengan kebatilan. Sebab, hal itu dilarang dalam
agama (QS. Al-Baqarah [2]: 42); keempat, benar dalam berjanji.
Seorang Muslim harus selalu menepati janji ketika ia berjanji. Nabi
menyuruh menepati janji ini sampai kepada anak kecil sekalipun.
Sebagaimana Nabi bersabda: “Barangsiapa yang berkata pada anak
kecil: mari kemari, saya beri kurma, namun tidak memberinya, maka

78 The Al-Fatihah Character


orang tersebut telah membohongi anak” (HR.Ahmad). Jadi, apabila
seorang Muslim berjanji, maka harus menepatinya. Apalagi jika
seorang pemimpin berjanji pada rakyatnya, maka wajib dipenuhinya.
Allah Ta’ala menyukai dan memuji orang-orang yang menepati janji
(QS. Maryam [19]: 54); kelima, benar dalam kenyataan. Seorang
Muslim harus menampilkan apa yang sesungguhnya terjadi pada
dirinya dan jangan membohongi masyarakat (Arif, 2015; Hanani,
2014; Hayat, 2014).
Tanggung jawab juga dapat dimaknai sebagai kesesuaian antara
ucapan lisan dan kenyataan tindakan. Sedangkan dalam makna yang
lebih umum, tanggung jawab dimaknai dengan kesesuaian antara
lahir dan batin dalam melaksanakan tugas ataupun kewajiban
yang menjadi urusanya. Maka, orang yang bertanggung jawab akan
selalu bersama Allah Ta’ala dan bersama manusia karena memiliki
kesesuaian antara lahir dan batin. Karena itu, orang munafik
disebutkan sebagai kebalikan orang yang mengedepankan tanggung
jawab. Sebagaimana firman-Nya: “Allah Ta’ala akan memberikan
balasan kepada orang-orang yang benar, dan menyiksa orang
munafik...” (QS. Al-Ahzab:24).
Tanggung jawab termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi
beberapa bagian. Sebagaimana Al-Harits Al-Muhasibi yang berkata:
“sesungguhnya tanggung jawab dan ikhlas sebagai fondasi segala
sesuatu”. Dari sifat tanggung jawab, tercabang beberapa sifat
seperti jujur, sabar, qana’ah, zuhud, dan rida. Sedangkan dari
sifat ikhlas tercabang beberapa sifat seperti yakin, khauf (takut),
mahabah (cinta), ijlal (membesarkan), haya` (malu), dan takzim
(pengagungan). Tanggung jawab terdiri atas tiga bagian yang harus
dan saling melengkapi: pertama, tanggung jawab hati dengan iman
secara benar; kedua, menjaga niat yang benar dalam perbuatan;
ketiga, kata-kata yang benar dalam ucapan yang ditindaklanjuti
dalam perbuatan nyata. Setiap akhlak yang baik bisa diusahakan
dengan membiasakan dan bersungguh-sungguh menekuninya serta
berusaha mengamalkannya. Dengan begitu, pelakunya mencapai
kedudukan yang tinggi, baik dari tingkatan pertama ke yang lebih
tinggi darinya dengan akhlaknya yang baik (Zainul Arifin, 2015;
Maria Mansur, 2012; Wati, 2013).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 79


Sikap tanggung jawab memiliki pengaruh positif dalam
kehidupan manusia, diantaranya adalah teguhnya pendirian,
kuatnya hati, dan jelasnya penyelesaian persoalan yang memberikan
ketenangan kepada orang banyak. Tanggung jawab membawa
pelakunya bersikap berani karena bersikap kukuh, tidak lentur,
dan karena selalu berpegang teguh dengan pendiriannya. Tanggung
jawab merupakan salah satu nilai moral yang harus dijunjung tinggi
dalam segala aspek kehidupan. Tanggung jawab harus menjadi
landasan seseorang dalam berkata maupun berperilaku di setiap
aktivitas kehidupan. Tanggung jawab adalah wujud ketulusan hati
atau kelurusan hati seseorang dalam bertindak. Dengan demikian,
tanggung jawab dapat diartikan sebagai sikap hati yang tulus atau
lurus yang mendasari suatu tindakan nyata dalam mengurus suatu
urusan yang menjadi urusanya (FatchurRahman, 2017; Intaswari,
2016; M. Iqbal & Prawening, 2018). Kelurusan hati ini mengandaikan
adanya keselarasan antara hati dan sesuatu yang benar atau lurus.
Yakni, kebenaran yang diyakini atau kebenaran dalam aturan-aturan
dalam masyarakat di mana seseorang hidup.
Tanggung jawab dalam makna inilah yang hendaknya diterapkan
dalam kehidupan bersama kapan pun dan di mana pun berada. Franz
Magnis Suseno mengatakan bahwa ada dua sikap tanggung jawab
dalam berhubungan dengan orang lain, yaitu bersikap terbuka dengan
orang lain dan bersikap fair. Sikap terbuka berarti selalu tampil
sebagai diri sendiri, tampil apa adanya. Kita selalu menampilkan
diri sebagaimana kita sesungguhnya bukan karena keinginan orang
lain (Liana 2018; Sanaky.Hujair. AH 2011; Wiseza 2017). Jadi, dalam
pikiran, perkataan, dan perilaku harus selalu terealisasi sesuai
keberadaan kita yang sebenarnya, bukan karena kita malu atau
takut dengan sesuatu. Bersikap fair artinya kita bersikap sesuai
norma terhadap orang lain, kita selalu berusaha memperlakukan
orang lain dengan standar-standar norma dan kaidah sebagaimana
diperlakukan orang lain.
Menurut Yunahar Ilyas, bentuk-bentuk tanggung jawab terdiri
atas empat bentuk, yakni: a) tanggung jawab dalam perkataan. Dalam
keadaan apa dan bagaimanapun seorang muslim harus berkata yang
benar, baik dalam menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan,
melarang, atau memerintah apapun yang lainnya. Orang yang selalu

80 The Al-Fatihah Character


berkata benar akan dipercaya oleh masyarakat. Sebaliknya, orang
yang berdusta, tidak akan dipercaya oleh masyarakat. Sebagaimana
peribahasa mengatakan, “Sekali berdusta, seumur hidup orang
tidak akan memercayainya”; b) tanggung jawab dalam pergaulan.
Barang siapa yang selalu bersikap tanggung jawab dalam pergaulan,
dia akan menjadi kepercayaan masyarakat, siapa pun ingin bergaul
dengannya. Tetapi sebaliknya, siapa yang suka berkhianat atau sering
berpenampilan palsu, masyarakat tidak akan memercayainya, bahkan
akan menjauhinya; c) tanggung jawab dalam kemauan. Sebelum
memutuskan sesuatu, seorang Muslim harus mempertimbangkan
dan menilai apakah yang dilakukan itu benar dan bermanfaat.
Apabila yakin benar dan bermanfaat, dia akan melakukannya tanpa
ragu-ragu, tidak dipengaruhi oleh komentar yang mendukung atau
mencelanya. Jika menghiraukan semua komentar orang, dia tidak
akan melaksanakannya. Tetapi, bukan berarti dia mengabaikan
kritik, asalkan kritik tersebut argumentatif dan konstruktif; dan d)
tanggung jawab dalam berjanji. Sebab janji merupakan utang, eorang
yang telah berjanji harus menepatinya. Jika seseorang sering kali
tidak menepati janji, dia menjadi orang yang tidak dipercaya oleh
orang lain (Fatchur Rahman, 2017; M. Iqbal & Prawening, 2018;
Kamsin et al., 2014).
Seiring dengan kewajiban untuk menegakkan sikap tanggung
jawab, setiap muslim dilarang berkianat, karena sikap khianat akan
merusak tatanan kehidupan bermasyarakat (Mamat and Rashid 2013;
Muhtadi 2017; Nur Hidayat 2009; Thobroni 2014). Sebagaimana
tanggung jawab, bentuk-bentuk penghianatan juga bermacam-
macam. Pertama, berdusta, adalah sebagai bentuk penghianatan
yang paling jelek karena akan merugikan orang lain. Karena itu,
Allah Ta’ala dan Rasulullah melarang dan tidak menyukai sikap
berkhianat (QS. An-Nisa [4]: 107). Kedua, ingkar janji juga merupakan
bentuk penghianatan yang dilarang agama. Nabi Muhammad saw
memasukkan ingkar janji sebagai salah satu predikat orang munafik
(HR. al-Bukhari dan Muslim). Ketiga, kesaksian palsu. Sangat
berbahaya dalam kehidupan manusia karena dapat memutarbalikkan
kenyataan. Karena itulah kesaksian palsu termasuk salah satu dosa
besar, orang yang terhindar dari kesaksian palsu akan menjadi
hamba Allah Ta’ala yang baik (QS. Al-Furqan [25]: 72). Keempat,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 81


memfitnah dikelompokkan sebagai sikap khianat karena sangat
membahayakan kehidupan manusia. Orang yang memfitnah selalu
bertujuan menjatuhkan orang lain yang difitnah, bukan sebaliknya.
Saking bahayanya hal tersebut, Al-Qur’an menegaskan, “Fitnah itu
lebih kejam dari pembunuhan” (QS. Al-Baqarah [2]: 191 dan 217).
Fitnah adalah salah satu bentuk kebohongan besar yang merupakan
karakter tercela yang harus dihindari setiap Muslim.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki sikap tanggung jawab
sebagai berikut: pertama, jika bertekad (berniat) melakukan
sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan yang harus
diwujudkan; kedua, jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya);
dan ketiga, ada kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa
yang dilakukannya. Penanaman nilai tanggung jawab dapat dilakukan
melalui pembentukan budaya sekolah berbasis pendidikan karakter.
Sehingga nilai tanggung jawab akan membingkai keseluruhan
aktivitas yang dilakukan peserta didik (Anekasari, 2015; Arif., 2015;
Hanani, 2014), di antaranya melalui:
1. Keteladanan, merupakan kegiatan dalam bentuk perilaku
sehari-hari yang tidak diprogramkan karena dilakukan
tanpa mengenal batasan ruang dan waktu. Keteladanan
ini merupakan sikap guru, tenaga kependidikan, dan
peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-
tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik lain. Contoh pada karakter tanggung
jawab: guru memberikan penilaian secara objektif atas
tugas yang sudah dikerjakan, pendidik menepati janji pada
peserta didik dalam segala situasi dan keadaan.
2. Kegiatan spontan yaitu kegiatan tidak terjadwal dalam
kejadian khusus yang meliputi pembentukan perilaku
memberi senyum, salam, sapa, membuang sampah pada
tempatnya, budaya antrian, mengatasi silang pendapat
(pertengkaran), saling mengingatkan ketika melihat
pelanggaran tata tertib sekolah, kunjungan rumah,
kesetiakawanan sosial, dan anjangsana. Contoh pada
karakter tanggung jawab: memperingatkan siswa yang
menyontek saat ujian, memperingatkan siswa yang
mencontoh pekerjaan rumah temannya.

82 The Al-Fatihah Character


3. Kegiatan rutin merupakan salah satu kegiatan pendidikan
karakter yang terintegrasi dengan kegiatan sehari-
hari di sekolah seperti upacara bendera, senam, doa
bersama, ketertiban, dan pemeliharaan kebersihan
(Jumat Bersih). Contoh pada karakter tanggung jawab:
menyediakan tempat temuan barang hilang, transparansi
laporan keuangan sekolah, menyediakan kotak saran dan
pengaduan, larangan menyontek saat ujian.
4. Pengondisian merupakan usaha penciptaan kondisi yang
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Misalnya,
kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang
hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang
dipajang di lorong sekolah ataupun di dalam kelas, serta
berbagai kalimat inspiratif untuk menjaga kesehatan diri.
Pepatah menyatakan, “tanggung jawab sebagai cermin prestasi”,
maka menanamkan sikap tanggung jawab pada setiap peserta
didik mutlak diperlukan, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, maupun dalam lingkungan kehidupan berbangsa ataupun
bernegara. Sebab, apabila suatu keluarga, lembaga, organisasi,
ataupun negara dihiasi perilaku tanggung jawab, kehidupan
akan aman, tenteram, adil, dan akhirnya tercipta kehidupan yang
sejahtera bahagia untuk semuanya. Apabila perilaku tanggung jawab
ditegakkan dengan baik dalam kehidupan, maka sikap amanah dapat
ditegakkan, baik  amanah dari Allah Ta’ala ataupun amanah dari
sesama manusia. Tanggung jawab juga dapat menghindari prasangka
buruk, baik sebagai bagian dari kehidupan keluarga, lembaga sosial,
organisasi, maupun sebagai bagian kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena itu, perlu diusahakan berbagai cara untuk dapat
menanamkan sikap tanggung jawab, baik oleh keluarga, masyarakat,
ataupun pemerintah secara konsiten (Nurul Wardani 2015; Salamet
Haryadi 2012; Ula 2016).
Tanggung jawab yang telah ditanamkan sejak dini diharapkan
berpengaruh pada kehidupan peserta didik. Ketika dewasa, peserta
didik diharapkan tetap menjunjung tinggi tanggung jawab sehingga
terhindar dari tindakan korupsi. Telah diketahui bersama bahwa
Indonesia telah lama dilanda krisis moral sehingga ‘berhkianat’

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 83


menjadi hal yang biasa. Akibatnya, Indonesia masuk dalam kategori
darurat korupsi. Dari dulu hingga sekarang, korupsi telah menjadi
musuh terbesar dalam kehidupan di Indonesia, terutama dalam
pengelolaan pemerintahan di Indonesia. Menurut Kemendiknas,
pembentukan sikap tanggung jawab di sekolah ditunjukan dengan
beberapa indikator, yaitu: (1) tidak meniru jawaban teman
(menyontek); (2) mengatakan sesungguhnya sesuatu yang telah
terjadi atau sesuatu yang dialamīnya dengan apa adanya; (3) mau
bercerita tentang kesulitan dan mau menerima pendapat temannya;
(4) mau menyatakan ketidaknyamanan suasana belajar di kelas; (5)
menjawab pertanyaan guru tentang sesuatu berdasarkan apa yang
diketahui (Ari Setyorini 2011; Aziz and Baru 2011; Baharudin 2016).
Metode yang digunakan dalam proses implementasi pendidikan
karakter memegang peranan penting. Sebab, dalam menjalankan
tugas pokoknya, pendidik tidak hanya mengajar materi yang
ada. Pendidik juga dituntut mampu mengembangkan nilai sikap,
pengetahuan, kecerdasan, dan kecakapan peserta didik. Sebab, nilai-
nilai luhur yang menjadi karakter dapat diimplementasikan sejak
usia dini. Dalam mengimplementasikan karakter tanggung jawab,
diperlukan bentuk kerja sama antar komponen yang ada di sekolah,
sehingga proses implementasi pendidikan karakter, terutama nilai
tanggung jawab dapat diterapkan dengan baik (Bariyah 2013; Heryati
and Rusdiana 2018; Wahid 2006).
Komponen-komponen sekolah tersebut antara lain, kepala
sekolah serta pendidik yang merupakan teladan dalam proses
implementasi nilai karakter tanggung jawab. Pendidik harus
mencerminkan perilaku yang sarat akan nilai-nilai karakter tanggung
jawab dalam dirinya. Dalam hal ini, sosok pendidik harus selalu
berusaha untuk menepati janji, membiasakan peserta didik untuk
meminta izin ketika meminjam alat tulis kepada teman-temannya,
dan selalu mengucapkan terima kasih setelah mengembalikan
kepada temannya. Kemudian, sosok pendidik harus senantiasa
menghindari perilaku yang salah dan menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan. Implementasi karakter tanggung jawab membutuhkan
sosok keteladanan dari seorang pendidik.

84 The Al-Fatihah Character


Sebagai seorang pendidik, harus senantiasa menyemaikan
budaya tanggung jawab. Sebab, tanggung jawab merupakan sikap
yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik
berupa harta maupun tugas yang penting untuk kemaslahatan.
Seorang yang melaksanakan amanah dengan baik disebut orang
yang tepercaya dan bertangungjawab. Sikapnya tegas, tetap tegak
dalam prinsip mengamankan amanah yang dipercayakan kepadanya,
aman, dan terjamīn dari segala bentuk gangguan, baik gangguan yang
datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat tanggung
jawab dan tepercaya merupakan hal yang sangat penting dalam
segala aspek kehidupan seperti dalam kehidupan rumah tangga,
perusahaan, perniagaan, politik, birokrasi, dan hidup bermasyarakat
(Muadz 2013; Nasution 2017; Wulandari 2015). Sifat-sifat dan
akhlak yang sangat terpuji merupakan contoh yang diberikan Nabi
Muhammad saw. dalam berjuang serta membangun masyarakat
Islam. Sikap tanggung jawab sebagai sikap yang menonjol sejak masa
kecil sampai akhir hayatnya, sehingga Rasulullah mendapat gelar Al-
Amīn.
Pembudayaan tanggung jawab melalui dunia pendidikan
dianggap sudah sangat tepat karena ilmu pengetahuan dan
keterampilan manusia tidak dapat berubah dengan sendirinya,
melainkan melalui proses pendidikan. Tanggung jawab mempunyai
makna nilai moral yaitu suatu pandangan batin yang bersifat
mendarah daging. Dia merasakan bahwa hanya dengan bekerja
benar, kreativitas akan tumbuh, etos kerja akan meningkat, disiplin
dan kompetitif dalam segala pekerjaan. Tanggung jawab bukan
sekadar kepribadian atau sikap, melainkan sebagai martabat, harga
diri, jati diri seseorang, dan motor penggerak kreativitas. Dalam jiwa
seseorang yang bertanggung jawab terdapat komponen nilai rohani
yang membetulkan berbagai sikap yang berpihak pada kebenaran
dan budi pekerti yang terpuji (At-Thobari, et 2011; Muadz 2013;
Muhammad and Shihab 2018).
Apabila ada seseorang secara istiqamah dapat membenamkan
dirinya dengan sikap tanggung jawab, maka orang tersebut akan
merasa bangga menjadi hamba Allah Ta’ala, merasa merdeka kerena
dapat menunaikan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. Seorang

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 85


yang menjadikan tanggung jawab sebagai kepribadian dan kebutuhan
akan menempatkan dirinya dalam tingkat kemuliaan karena
tanggung jawab akan dapat mengantarkan seorang untuk masuk
surga (Faozan 2007; Haidir 2003; Muhammad and Shihab 2018).
Sebaliknya, jauhilah berkhianat karena akan membawa pada dosa,
dan dosa akan membawa pada neraka. Biasakan sikap bertanggung
jawab karena tanggung jawab akan membawa pada kebaikan dan
membawa pada keberkahan kehidupan di dunia ataupun akan
mendapatkan kemuliaan hidup di surga-Nya yang menjadi dambaan
bagi kaum Muslimin (Azis, 2012; Y. H. Baharudin, 2016).

D. Nilai Syukur; Mensyukuri Segala Nikmat yang Di­


terima
Kata syukur dalam kamus kontemporer Arab-Indonesia berasal
dari bahasa Arab dengan kata dasar “syakara” yang artinya berterima
kasih. Bentuk masdar dari kalimat ini adalah “syukr, syukrān” yang
artinya rasa terima kasih. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, syukur diartikan sebagai rasa terima kasih kepada
Allah Ta’ala dan untunglah (menyatakan perasaan lega, senang,
dan sebagainya). Secara bahasa, syukur adalah pujian kepada yang
telah berbuat baik atas apa yang dilakukan kepadanya. Kata syukur
merupakan kebalikan dari kufur. Adapun hakikat syukur adalah
menampakkan nikmat, sedangkan hakikat ke-kufur-an adalah
menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti
mengguna-kannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki
oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya
dengan lidah (Rusdi 2017; Siti Arni Basir 1999).
Menurut istilah syarak, syukur merupakan pengakuan terhadap
nikmat yang diberikan Allah Ta’ala dengan disertai ketundukan
kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan
kehendak Allah Ta’ala. Menurut sebagian ulama, syukur berasal
dari kata “syakara” yang artinya membuka atau menampakkan.
Jadi, hakikat syukur adalah menampakkan nikmat Allah Ta’ala yang
dikaruniakan padanya, baik dengan cara menyebut nikmat tersebut
atau dengan cara mempergunakannya di jalan yang dikehendaki oleh
Allah Ta’ala. Ibn Abdullah, mendefinisikan syukur berarti sesuatu

86 The Al-Fatihah Character


yang diambil atau dapat juga diartikan pujian kepada manusia
dengan cara yang baik. Secara substantif, syukur berarti rela dengan
mudah menerima dan memanfaatkan nikmat yang didapatkan.
Syukur dapat dimaknai untuk menggambarkan suatu nikmat dengan
menampakkannya. Adapun kebalikan dari syukur adalah kufur
yaitu melupakan nikmat dengan menutupinya. Maka dalam konteks
pemahaman ini, syukur dimaknai sebagai kepuasan atas nikmat yang
didapatkan seorang untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
demi kemaslahatan (Chris 2018; Lestari 2018; Ula 2016).
Menurut pandangan ulama modern, syukur memiliki makna
yang bervariasi sebagaimana dinyatakan Ibn. Abdullah bahwa syukur
itu memberikan balasan dengan yang lebih baik. Maka dalam konteks
pemahaman ini, syukur tidak cukup hanya dengan merasakan suka
atau kesenangan, namun memerlukan ekspresi melalui tindakan
positif sebagai respons terhadap nikmat yang diterima. Karena itu,
makna syukur menuntut adanya ekspresi ataupun aktualisasi yang
bersifat positif dan responsif. Karena itu, syukur menjadi bentuk
ekspresi atas nikmat yang diterimanya dari Allah Ta’ala. Sedangkan
yang dimaksud kufur adalah sikap acuh atau menutupi rasa
bersyukur atas nikmat yang diterima dari Allah Ta’ala. Karena itu,
syukur melibatkan sikap rela dalam menerima nikmat yang sudah
diterima sebagai konsekuensi orang yang beriman (Hayat 2014;
Rusdi 2017). Dalam konteks ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
syukur sebagai sikap rela dengan nikmat Allah Ta’ala, kemudian
mengekspresikan dengan amal kebajikan ataupun kemanfaatan
secara ikhlas dalam kehidupan.
Berdasarkan nilai-nilai dasar dalam Al-Qur’an, Islam telah
menjelaskan kaidah bersyukur secara detail dan operasional agar
dapat dijadikan panduan bersyukur atas segala nikmat yang diterima
dalam keseluruhan aspek kehidupan. Dalil Al-Qur’an ataupun Al-
Hadis cukup banyak mendeskripsikan kaidah bersyukur bahkan
sampai pada rumusan indikatornya. Menurut konsep Barat, sikap
syukur memiliki kontribusi besar dalam membentuk religiusitas.
Secara jujur harus diterima bahwa religiusitas intrinstik berhubungan
dengan perilaku bersyukur. Menurut analisis ilmiah, dunia psikologi
di Barat telah menemukan alat ukur syukur yang populer disebut
“appreciation scale (AS).” Pada alat ukur tersebut telah dimasukkan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 87


aktivitas ritual ke dalam salah satu dimensi alat ukur. Ditemukannya
alat ukur ini telah membuktikan bahwa dimensi vertikal amat
dibutuhkan untuk mengenali variabel syukur dalam diri manusia.
Karena itu, setiap individu yang memiliki pengalaman lebih banyak
terlibat dalam beragam kegiatan keagamaan, ternyata memiliki
kecenderungan lebih kuat untuk bersyukur. Sebab, segala bentuk
pengalaman keagamaan seorang akan mampu meningkatkan rasa
syukur individu dengan memosisikan Allah Ta’ala sebagai sumber
pokok dalam segala manfaat yang diperoleh seseorang selama
menjalani kehidupannya (Rusdi, 2017; Shuhari & Hamat, 2015).
Karena itu, perlu menumbuhkan perasaan syukur dengan
memosisikan Allah Ta’ala sebagai sumber pokok kehidupan,
membutuhkan kesadaran dan pengalaman yang kompleks.
Sebagaimana agama Islam telah memandu bagi setiap pemeluknya
agar selalu bersyukur, baik secara vertikal ataupun horizontal,
agar syukur dapat memberikan dampak nyata untuk menciptakan
kehidupan yang lebih baik dan lebih mulia (Hadianti and Krisnani
2015; Hayat 2014). Sedangkan menurut pandangan psikologi Barat,
syukur cenderung dimaknai sebagai proses horizontal, bahkan
menurut pendapat beberapa ahli di Barat, syukur merupakan afeksi
moral sosial terhadap sesama manusia di antara penerapannya
dengan menyatakan terima kasih kepada orang lain yang telah rela
hati membantu ataupun meringankan urusan.
Menurut kajian literatur Islam klasik, sebagaimana dikemukakan
Imam Al-Ghazali, syukur terbentuk atas tiga unsur utama, yakni:
a) ilmu, yaitu pengetahuan tentang nikmat dan pemberinya. Serta
meyakini bahwa semua nikmat berasal dari Allah Ta’ala dan yang lain
hanya sebagai perantara sampainya nikmat. Sehingga hal tersebut
akan menyebabkan sikap selalu memuji Allah Ta’ala dan tidak
akan muncul keinginan memuji yang lain. Sedangkan gerak lidah
dalam memuji-Nya hanya sebagai tanda keyakinan; b) hal (kondisi
spiritual), yaitu karena pengetahuan dan keyakinan tadi melahirkan
jiwa yang tenteram, membuatnya senantiasa senang dan mencintai
yang memberi nikmat dalam bentuk ketundukan, kepatuhan, dan
mensyukuri nikmat tidak hanya menyenangi nikmat tersebut, tetapi
juga mencintai yang memberikan nikmat tersebut yaitu Allah Ta’ala;
c) amal perbuatan, ini berkaitan dengan hati, lisan, dan anggota

88 The Al-Fatihah Character


badan. Yaitu, hati yang berkeinginan melakukan kebaikan, lisan yang
menampakkan rasa syukur dengan pujian kepada Allah Ta’ala dan
anggota badan dengan melaksanakan perintah Allah Ta’ala serta
menjauhi larangan-Nya (Nasution 2017; Shuhari and Hamat 2015).
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pemaknaan syukur
dalam pembahasan ini berkaitan langsung dengan keberadaan
Allah Ta’ala sebagai pencipta dan pengatur kehidupan sebagai
pihak yang memberikan segala sesuatu maupun kondisi hidup yang
sedang dijalani oleh setiap manusia ataupun makhluk-makhluk-Nya.
Konsekuensinya, setiap individu dituntut senantiasa memanfaatkan
apa pun yang sudah diberikan Allah Ta’ala dengan melakukan
perilaku-perilaku yang bersifat positif ataupun bermanfaat sebagai
perwujudan nilai-nilai syukur dalam kehidupan nyata. Penekanan
pemaknaan syukur disandarkan atas kekuasaan Allah Ta’ala yang
telah memberikan nikmat dan karunia terhadap hamba-hamba-Nya.
Sekaligus memberikan kesadaran seluruh hamba-hamba-Nya untuk
selalu menggunakan nikmat yang telah diberikan Allah Ta’ala dengan
optimal untuk kebaikan ataupun kemaslahatan dalam kehidupan di
dunia ataupun di akhirat kelak (Azis 2012; Efendi 2011).

E. Nilai Disiplin; Kesadaran Diri Untuk Taat Dan Patuh


Pada Aturan
Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa Inggris; desciple,
discipline, yang artinya penganut atau pengikut. Sedangkan menurut
bahasa Latin dari kata “disibel” yang berarti pengikut setia. Seiring
dengan perkembangan, kata disiplin kemudian mengalami perubahan
menjadi disipline yang berarti kepatuhan pada tata tertib. Pada zaman
sekarang ini, kata disiplin telah mengalami perubahan, mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ada banyak makna
disiplin menurut pandangan berbagai ahli sesuai bidangnya. Namun,
hakikat disiplin merupakan kepatuhan manaati segala peraturan
ataupun ketentuan yang telah ditetapkan sebagai pernyataan sikap
mental individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa
ketaatan, kepatuhan seseorang yang didukung kesadaran untuk
menunaikan tugas dan kewajiban dalam upaya mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Elly, 2016; Wati, 2013).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 89


Perilaku disiplin merupakan perilaku yang menjadi perhatian
dunia pendidikan, terutama perilaku disiplin tepat waktu, agar
periode pembelajaran dalam kelas menjadi efektif dan tidak terlalu
banyak waktu yang terbuang atau kehilangan banyak waktu karena
ketinggalan pembahasan materi yang telah disampaikan di awal
(Setiyawan, 2018; Wati, 2013). Nilai-nilai kepatuhan telah menjadi
bagian dari perilaku hidupnya. Disiplin itu mempunyai tiga aspek,
yaitu: (1) sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap
taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan,
pengendalian pikiran, dan pengendalian watak; (2) pemahaman yang
baik mengenai sistem aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar
yang sedemikian rupa sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan
pengertian yang mendalam atau kesadaran bahwa ketaatan akan
aturan (norma, kriteria, dan standar) tadi merupakan syarat mutlak
untuk mencapai keberhasilan (sukses); dan (3) kelakuan yang secara
wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati segala hal
secara cermat dan tertib. Panduan antara sikap dengan sistem nilai
budaya yang menjadi pengarah dan pedoman tadi mewujudkan
sikap mental berupa perbuatan atau tingkah laku. Hal ini yang pada
dasarnya disebut sebagai disiplin.
Tujuan utama pemberlakuan sikap disiplin adalah mengarahkan
peserta didik agar dapat mengontrol dirinya sendiri sehingga dapat
melakukan aktivitas yang terarah sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang ditetapkan. Berdasarkan sifat khususnya, disiplin dapat dibagi
menjadi dua bagian: pertama, disiplin positif, merupakan suatu sikap
dan iklim organisasi yang setiap anggotanya mematuhi peraturan-
peraturan organisasi atas kemauannya sendiri. Mereka patuh tata
tertib tersebut karena memahami, meyakini, dan mendukungnya;
kedua, disiplin negatif, sebagai suatu keadaan disiplin yang
menggunakan hukuman ataupun ancaman untuk membuat peserta
didik mematuhi perintah atau mengikuti peraturan yang berlaku.
Pendekatan disiplin negatif lebih cenderung menggunakan hukuman
pada setiap pelanggaran peraturan untuk menggerakkan atau
menimbulkan perasaan ketakutan pada peserta didik lain sehingga
mereka tidak akan berbuat kesalahan yang sama di kemudian hari
(Agustin 2013; Bariyah 2013).

90 The Al-Fatihah Character


Sikap disiplin harus dibangun atas kesepakatan bersama
berdasarkan cara membangun kedisiplinan dan analisis hasil
penelitian. Sikap disiplin dapat dibangun melalui tiga tahapan:
pertama, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoriter,
pandangan dalam konsep ini menyatakan bahwa seorang anak
dikatakan mempunyai tingkat disiplin yang tinggi manakala seorang
anak tersebut mau menurut saja terhadap perintah dan anjuran
seorang pendidik tanpa harus menyumbangkan pikiran-pikirannya
atau ide-idenya; kedua, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep
permisif, pandangan ini sebagai antitesis dari pandangan otoriter.
Namun, kedua pandangan ini sama-sama dalam posisi ekstrem.
Menurut konsep permisif, seorang anak harus diberi kebebasan
seluas-luasnya dalam menjalani proses pembelajaran. Dengan
demikian, aturan yang ada di sekolah harus dilonggarkan dan
tidak mengikat peserta didik; dan ketiga, disiplin yang dibangun
berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali atau lebih dikenal
dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Penerapan disiplin
model ini memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada peserta
didik untuk berbuat apa saja yang dikehendaki. Tetapi, peserta didik
tidak boleh menyalahgunakan kebebasan yang diberikan sehingga
akan merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Sebab, tidak ada
kebebasan yang mutlak di dunia ini. Kebebasan yang terkendali sering
dikenal dengan kebebasan terbimbing yang diaksentualisasikan
dalam hal-hal yang konstruktif. Apabila arah perilaku tersebut
berbelok pada hal-hal yang destruktif, maka dibimbing secara intensif
agar kembali ke arah yang konstruktif dan positif (Azis, 2012; Gafur,
2018, Khumairo & Anam, 2017; Muntaha & Wekke, 2017).
Keberhasilan proses pembelajaran dapat diciptakan melalui
kedisiplinan dalam belajar. Merujuk pendapat pakar kepribadian
Thomas Gardon bahwa disiplin merupakan kata benda yang berarti
perilaku atau tata tertib yang sesuai dengan peraturan atau ketetapan
atau perilaku yang diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan
intensif. Disiplin bukan sekadar mematuhi aturan (norma), tetapi
kesadaran mematuhi norma yang berlaku. Disiplin secara umum
banyak dikaitkan dengan peraturan-peraturan yang harus ditaati,
tetapi disiplin seperti itu sifatnya eksternal karena adanya tekanan
dari luar (Khairudin & 2013; Sirait, Siddik, & Zubaidah, 2017).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 91


Disiplin yang baik adalah yang sifatnya internal, yaitu disiplin yang
disertai tanggung jawab dan kesadaran. Disiplin menjadi self control
(kontrol diri) atau self discipline (disiplin diri). Disiplin diri sebagai
upaya sadar dan bertanggung jawab dari seseorang untuk mengatur,
mengendalikan, dan mengontrol tingkah laku dan sikap hidupnya
agar seluruh keberadaannya tidak merugikan orang lain dan dirinya
sendiri (Che Husain and Adabi Abdul Kadir 2011; Mohamad Mohsin
Mohamad Said and Nasruddin Yunos 2008).
Pada era saat ini, persoalan yang berkaitan dengan penegakan
disiplin telah menjadi masalah umum dalam dunia pendidikan.
Sebenarnya dalam proses pembelajaran, kedisiplinan dapat dijadikan
alat yang bersifat preventif untuk mencegah dan menjaga yang dapat
mengganggu ataupun menghambat proses pembelajaran. Untuk
itu, beragam peraturan yang telah diberlakukan di sekolah-sekolah
bertujuan untuk menegakkan tingkat disiplin dengan harapan peserta
didik dapat belajar dengan baik, terutama disiplin dalam menepati
jadwal pembelajaran, mengatasi godaan waktu belajar, disiplin
terhadap diri sendiri, ataupun disiplin dalam menjaga kondisi fiisik
agar selalu sehat dan bugar (Abd Murad Salleh 2012; Isnaini 2013).
Berdasarkan hasil penelitian lapangan, ternyata peserta didik
yang memiliki sikap disiplin dalam belajar dapat menunjukkan
prestasi yang optimal dalam keseluruhan proses pembelajaran
yang telah diikutinya. Adapun ciri-ciri peserta didik yang disiplin
dalam belajarnya selalu menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: a)
mengarahkan energinya agar dapat fokus belajar secara kontinu;
b) memanfaatkan waktu untuk dapat belajar dengan sungguh-
sungguh; c) menerima dan mengikuti nasihat ataupun arahan
pembimbingnya; d) patuh dan taat terhadap tata tertib yang berlaku
di lingkungan sekolah; e) menunjukkan sikap antusias dan responsif
dalam menjalani proses belajar; f) menjalani kegiatan pembelajaran
di dalam kelas dengan bergairah dan partisipatif; g) menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya; dan h) tidak
melakukan hal-hal yang dilarang oleh pendidik, terutama saat berada
di lingkungan lembaga formal (Bariyah 2013; Elly 2016).
Pada lembaga formal sekolah, kegiatan pembelajaran secara
efektif dan efisien, ilmu pengetahuan diajarkan dalam proses
pembentukan kepribadian peserta didik. Dengan demikian, sekolah

92 The Al-Fatihah Character


merupakan lembaga kependidikan yang paling strategis untuk
mengajarkan dan menanamkan kedisiplinan pada generasi. Disiplin
harus ditanamkan sedini mungkin melalui pembiasaan penerapan
tata tertib, meningkatkan anjuran atau perintah secara tegas agar
dapat meningkatkan kebiasaan peserta didik dalam melakukan hal-
hal yang baik, dan bersifat tidak merugikan.

F. Nilai Pembelajar; Selalu Berfokus Belajar Untuk


Mengambil Hikmah
Menurut kodratnya, manusia telah diciptakan sebagai sebaik-
baik penciptaan. Kehadirannya di muka bumi telah dilengkapi
beragam potensi yang dapat menunjang tugas-tugasnya, baik
sebagai hamba ataupun Khalifahtu Rabb. Agar potensi manusia
dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menopang peran
dan fungsinya, maka potensi manusia harus terus diberdayakan
secara optimal (Ismail, 2014; Salamet, 2012). Karena itu, proses
pengembangan potensi diri manusia sebagai bagian penting dalam
melakukan transformasi peran kehidupan. Sehebat apapun peranan
manusia dalam mengemban misi pemakmuran bumi, maka manusia
akan tetap memberikan ruang berpikir dan beraktualisasi secara
proporsional, sehingga akan menambah pengalaman baru dalam
mengemban misi kehidupan. Jadi dalam urusan pengembangan
potensi diri manusia yang memiliki harga diri, keinginan untuk
bangkit, dan integritas diri merupakan bekal untuk perbaikan
diri. Seorang pembelajar memiliki kesadaran yang unik dalam
pengembangan potensi diri sesuai karakteristik yang dimilikinya
yang diselaraskan dengan situasi ataupun tuntutan perkembangan
zaman yang paling aktual pada masa sekarang (Isnaini, 2013; Wati,
2013;Thaba, 2009).
Seorang pembelajar, harus memiliki tanggung jawab penuh
terhadap pengembangan potensi dirinya secara cerdas, mandiri
dan istikamah, senantiasa memiliki kesadaran bahwa tanpa adanya
daya kritis dan kreativitas, maka akan dilindas masa depan. Seorang
pembelajar, selalu mengedepankan kuriositas yang tinggi agar dapat
menjadi seorang pembelajar yang mandiri yang selalu haus akan
informasi baru yang bermanfaat bagi dirinya sekaligus sebagai bekal

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 93


dalam melaksanakan tugas yang diembannya untuk mencerdaskan
dan mencerahkan kehidupan umat manusia. Secara ideal seorang
pembelajar, memiliki komitmen yang tinggi dalam melakukan usaha
perbaikan yang dilakukan secara berkelanjutan, baik secara individu
ataupun sosial kelembagaan. Seorang pembelajar akan selau
berusaha untuk menjalani proses pembinaan ataupun pengembangan
kompetensi melalui jalur pemrograman studi lanjutan pada jenjang
yang lebih tinggi, penataran, seminar, lokakarya, kelompok kerja
pendidik, bimbingan profesi, studi banding ataupun kegiatan
pengembangan lainnya yang bermanfaat untuk menambah wawasan,
pengalaman, ataupun kecakapannya dalam menjalani kehidupan (L.
Hakim, 2012; Khalifah, 2016; Gafur, 2018).
Sosok pembelajar selalu berada pada orbit progresif untuk
dapat menjaga minat, bakat, dan kemampuannya agar dapat terus
berkembang secara efektif, namun demikian menurut faktanya,
dalam kaitannya terhadap pengembangan potensi diri, terdapat tiga
kategeori yaitu: pertama, manusia yang berada pada orbit regresif.
Kelompok ini selalu memandang bahwa masa lalu selalu lebih baik
dari masa sekarang. Orang yang ada dalam kelompok ini selalu ingin
bernostalgia dengan masa lalunya; kedua, manusia yang memandang
bahwa belum saatnya melakukan perubahan. Bahkan lebih ekstrem
lagi menganggap bahwa perubahan itu sudah tidak diperlukan lagi
karena kondisi sekarang sudah sangat baik. Kelompok ini merasa
sangat diuntungkan dengan kondisi yang terjadi saat ini, meskipun
kondisi yang sebenarnya amat sangat buruk; dan ketiga, manusia
yang berada pada orbit progresif, orang-orang yang selalu berusaha
melakukan pembaharuan untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Mereka telah memiliki pikiran maju, namun demikian tidak berarti
tidak mau menimba kearifan pengalaman pada masa lalu ataupun
suasana pada masa kini (Almasri 2016; Haluty 2008).
Pengembangan potensi diri sebagai pilihan cerdas untuk
mengambil tanggung jawab pribadi agar dapat terus belajar dan
mengembangkan potensi melalui proses assessment, refleksi, atau
dengan mengambil tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap.
Diantara tindakan tersebut adalah melakukan update ketrampilan
yang dibutuhkan dalam kehidupan aktual atau dengan cara
menentukan arah pengembangan potensi yang dibutuhkan di masa

94 The Al-Fatihah Character


depan secara kontinu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menilai
minat kekinian, menganalisis catatan harian, menyatakan visi dan
misi personal, membuat rencana pengembangan personal, memilih
mentor yang dapat membimbing, melibatkan diri dalam organisasi
profesional, membaca jurnal-jurnal profesional dan majalah
pendidikan agar tetap dapat mengikuti perkembangan kekinian
sesuai fokus bidang yang diminati (Sirait et al. 2017; Siti Anisah
2011).
Demikian juga sebagai sosok pembelajar akan sangat memahami
sumber-sumber belajar dan peluang-peluang yang dapat diambil
untuk membangun gugus belajar yang berguna bagi masa depanya
yang efektif dan efisien. Apabila semua pendidik dapat memosisikan
dirinya sebagai pembelajar yang baik, maka aktivitas pembelajaran
akan selalu beriring dengan aktivitas pengembangan diri sekaligus
dalam upaya menjaga kedekatan dengan Allah Ta’ala. Sehingga
sosok pembelajar akan selalu terpanggil untuk berpartispasi aktif
pada beragam kegiatan sosial kemanusiaan, sosial kemasyarakatan,
ataupun sosial keagamaan (Khumairo and Anam 2017; Maslihah,
Mustofa, and Nurendah 2016). Bukan tidak mungkin kedekatan
dengan Allah Ta’ala akan menjadikan diri belajar untuk menjadi
selayaknya orang lapar yang kemudian terdorong untuk makan dan
orang yang haus lalu terdorong untuk minum.
Apabila efektivitas belajar telah menjadi kesadaran bersama
dan telah membudaya dalam kehidupan masyarakat, maka akan
muncul yang namanya “gugus belajar”. Sedangkan klasifikasi gugus
belajar yang lazim terbentuk dalam masyarakat belajar di antaranya
yaitu: 1) gugus belajar pendidik sebagai pembelajar; 2) gugus
belajar pemimpin sebagai pembelajar; 3) gugus belajar tenaga
kependidikan sebagai pembelajar; 4) gugus belajar peserta didik
sebagai pembelajar; 5) gugus belajar orangtua sebagai pembelajar;
dan 6) gugus belajar stakeholder sebagai pembelajar (Maslihah et
al. 2016; Qomaruddin 2016). Islam memberikan perhatian serius
untuk membangun manusia yang memiliki potensi kemanusiaan.
Hal ini menjadi landasan yang memunculkan paradigma bahwa
pembelajaran humanis yang meletakkan subjek dan objek pendidikan
madrasah menjadi manusia pembelajar yang efektif dan bermutu
seiring dengan tuntutan masa depan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 95


Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tipe-tipe pembelajar
yang paling dominan dalam kehidupan dizaman sekarang,
diantaranya adalah: pembelajar enggan, pembelajar santai, dan
pembelajar maindit. Setiap tipe mempunyai karakteristik yang
berbeda. Tipe pembelajar peserta didik tentunya bervariasi, ada
peserta didik termasuk pembelajar enggan, pembelajar santai atau
pembelajar maindit (Nurul Wardani 2015; Soerjoatmodjo 2016).
Tipe pembelajar enggan mempunyai motto “pernah di sana dan
pernah melakukannya”. Adapun perilaku yang ditunjukkan tipe
pembelajar ini diantaranya meliputi: a) menolak mempelajari
sesuatu yang baru; b) merasa sudah cukup belajar; c) cenderung
kokoh bertahan pada pengetahuan yang telah mereka miliki; d)
menganggap belajar lebih lanjut hanya sia-sia; e) biasanya senang
duduk di bagian belakang; f) suka bercakap-cakap ketika di kelas; g)
suka mengedip-ngedipkan mata. Tipe pembelajar santai, mempunyai
motto “badai pasti berlalu”, perilaku yang ditunjukkan meliputi: a)
mengikuti pembelajaran sekedar untuk memenuhi harapan saat ini;
b) melakukan sesuatu dengan standar minimal; c) dapat menikmati
aktivitas belajar; d) cenderung agak terpaksa menerima tugas-
tugas; e) melakukan sesuatu berdasarkan anjuran orang lain yang
memiliki otoritas; f) memanfaatkan kelompok kerja agar dirinya
bisa santai; g) mendapatkan keberhasilan bukan karena usaha keras
namun melalui memperdayai pihak lain; h) merasa terancam dan
bingung dengan semua harapan pihak lain yang selalu berubah. Tipe
pembelajar maindit, biasanya mempunyai motto “selalu mencoba
yang baru”. Perilaku yang ditunjukkan meliputi: a) secara sukarela
menghadiri berbagai kegiatan pembelajaran; b) membaca buku dan
sumber bacaan lain sesuai dengan minat dan bidang keilmuan yang
ditekuni; c) proaktif menjadi hubungan dan komunikasi dengan
banyak orang mengenai pengalaman keberhasilan dan cara-cara
mereka belajar; d) mengamati dan mengantisipasi trend yang terkait
dengan bidangnya; e) mempersiapkan diri untuk menyongsong masa
depan; dan f) melakukan uji coba dengan gagasan baru. Sedangkan
pada tipe pembelajar seumur hidup selalu akan mengalami tahapan
pembelajaran yang menyesuaikan dengan tuntutan situasi dan
kondisi yang selalu berkembang.

96 The Al-Fatihah Character


Makna sikap pembelajar dalam konteks penelitian ini
adalah sebagai kesadaraan individu yang memiliki minat, bakat
dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri agar dapat
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan tuntutan kebutuhan
dan perkembangan zaman sekarang. Perubahan paradigma
pembelajar berpusat pada peserta didik yang memiliki keragaman
minat dan potensi serta konsekuensi keaktifan dalam proses
pembelajaran (Ari Setyorini 2011; Rozak 2017). Hanya saja peserta
didik yang bertipe pembelajar biasanya memiliki kemampuan lebih
dalam menunjukkan perilaku aktif kreatif dalam menjalani proses
pembelajaran. Biasanya tipe pembelajar selalu mengalami tahapan
pembelajaran secara normal, agar semangat pembelajar ini tumbuh
dalam diri peserta didik, maka upaya yang dapat dilakukan pendidik
diantaranya yaitu; bersedia membangun hubungan positif dengan
peserta didik dan memerankan peran yang tepat dalam proses
pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik. Pendidik
harus berusaha mengembangkan hubungan dan pola komunikasi
interpersonal dengan peserta didik secara normal, sehingga peserta
didik akan lebih terbuka dan hal tersebut menjadi peluang bagi
pendidik untuk membantu peserta didik dalam menumbuhkan
semangat pembelajar dengan optimal.

G. Perspektif Makna Nilai-Nilai Al-Fatihah


Apabila diterapkan dengan baik dan menjadi kebiasaan yang
membentuk moral bersama, nilai-nilai Al-Fatihah akan menghasilkan
makna yang bermanfaat bagi pengembangan pribadi ataupun sosial
masyarakat (Munirah, Amir Razzak, and Yakub 2012; Wahab 2016).
Makna nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat membingkai karakter
mulia peserta didik. Karena pada al-Fatihah terdapat nilai-nilai utama
meliputi: kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar.
Nilai-nilai utama tersebut dapat dijadikan panduan untuk menjalani
kehidupan yang lebih baik dan berdaya guna di masa depan.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan madrasah memiliki
fungsi penting dalam mendesiminasikan niai-nilai kejujuran agar
dapat membentuk karakter warganya. Di antara fungsi madrasah
tersebut adalah: pertama, fungsi perbaikan terhadap sistuasi dan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 97


kondisi paling aktual; kedua, fungsi pencegahan terhadaap beragam
hal yang akan membawa mudarat; ketiga, fungsi penyesuaian
terhadap hal-hal baru yang lebih baik; keempat, fungsi pengembangan
terhadap segala capain dan pengalaman bermakna; kelima, fungsi
penyaluran minat dan bakat serta kompetensi peserta didik; keenam,
fungsi sumber nilai sebagai rujukan dalam mengambil keputusan
penting; dan ketujuh, fungsi pengajaran yang berkelanjutan untuk
menyiapkan masa depan (Hidayatullah 2010; Prastowo 2014; Sanaky
2016).
Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis religius, madrasah
dapat berfungsi memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-
kekurangan, dan kelemahan peserta didik dalam hal keyakinan,
pemahaman, dan pengalaman mengamalkan sikap kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin dan pembelajar dalam kehidupan sehari-
hari. Madrasah dapat mencegah dan menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau budaya asing yang dapat membahayakan peserta
didik serta mengganggu perkembangan dirinya menuju manusia
seutuhnya. Madrasah dapat membimbing peserta didik untuk
menyesuaikan dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosialnya, dan dapat mengarahkannya untuk dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam (Hidayah, 2018; Kurniyati,
2016; Muntaha & Wekke, 2018).
Menurut rencana awal pendiriannya, keberadaan madrasah
diharapkan dapat menumbuhkembangkan dan meningkatkan
keimanan serta ketakwaan peserta didik kepada Allah Ta’ala yang telah
ditanamkan dalam keluarga. Madrasah dapat berfungsi menyalurkan
peserta didik yang berbakat khusus untuk mendalami bidang agama
agar dapat berkembang secara optimal serta bermanfaat untuk dirinya
sendiri ataupun orang lain. Madrasah bisa memberikan pedoman
hidup untuk mencapai kesuksesan atau kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat (Anekasari 2015; Ghozali and Wahyuningsih 2017;
Nurhadi 2017). Madrasah juga dapat menyampaikan pengetahuan
keagamaan secara fungsional, di mana fungsi ini akan terlihat dari
proses belajar mengajar pendidikan agama di kelas sebagai salah
satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh semua peserta didik
di lingkungan madrasah.

98 The Al-Fatihah Character


Sesungguhnya nilai kasih akan dapat meningkatkan semangat
menjalani kehidupan, mendapatkan spirit, dan inspirasi untuk terus
mengembangkan potensi dan terus berusaha memberikan manfaat
terhadap sesama tanpa pilih kasih. Sifat kasih atau uluran tangan
yang diharapkan orang lain dalam istilah psikologi disebut dengan
perilaku kasih (prososial), yaitu perilaku sukarela menolong orang
lain tanpa ingin memperoleh imbalan dan Si penolong merasa puas
setelah menolong (Matondang 2016; Muhtadi 2017; Utami 2017).
Perilaku kasih memiliki ciri khusus yang meletakkan ke­pen­
tingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Kesejahteraan dan
keuntungan orang atau kelompok merupakan tujuan perilaku
kasih ini. Bahkan Eisenberg mengemukakan bahwa tingkah laku
kasih meliputi tiga aspek, yaitu: (a) tindakan yang dilakukan secara
sukarela; (b) tindakan yang ditujukan demi kepentingan orang lain
atau sekelompok orang; dan (c) tindakan itu merupakan tujuan,
bukan sebagai alat untuk memuaskan motif pribadinya ataupun
lebih condong untuk memuaskan egonya.
Seorang pendidik seyogianya mampu menjadi teladan dalam
berperilaku kasih untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
peserta didiknya atau kesulitan yang terjadi di masyarakat sekitar.
Untuk itu, guru seyogianya memiliki dan mengembangkan sensitivitas
interpersonal yang tinggi dan sikap peduli merespons secara efektif
terhadap permasalahan yang muncul, baik di lingkungan sekolah
atau di lingkungan masyarakat (Efendi 2011; Mamat and Rashid
2013; Soerjoatmodjo 2016).
Sedangkan faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak
kasih salah satunya, adanya nilai-nilai dan norma yang diinternalisasi
oleh individu selama mengalami sosialisasi. Nilai dan norma tersebut
diperoleh individu melalui ajaran agama dan lingkungan social
yang memiliki pengaruh kuat untuk membentuk karakter kasih
berkembang pada diri seseorang. Karena itu, menurut Mangunwijaya,
agama dan religiusitas merupakan kesatuan yang saling mendukung
dan melengkapi. Sebab, keduanya merupakan konsekuensi logis
dari kehidupan manusia yang diibaratkan selalu mempunyai dua
kutub, yaitu kutub kehidupan pribadi dan kutub kebersamaan di
masyarakat. Agama akan memandu seseorang untuk meningkatkan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 99


kesalehan indvidu dan kesalehan sosial (Baharudin 2016; Nasution
2017; Shuhari and Hamat 2015).
Sebenarnya religiusitas sebagai perwujudan rasa percaya
terhadap ajaran agama yang dianut seorang dan dampak ajaran itu
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Religiusitas seseorang
tecermin dalam keterlibatannya pada lima dimensi, yaitu: dimensi
kepercayaan, dimensi ritual atau praktik, dimensi pengalaman,
dimensi pengetahuan, dan dimensi konsekuensi. Maka, dalam
konteks pendidikan, adanya religiusitas yang tinggi pada seorang
guru akan dapat membantu mengarahkannya untuk menghayati
perannya dalam mendidik dengan sebaik-baiknya sesuai kebutuhan
masa depan peserta didik, dan sekaligus sebagai wujud ibadah untuk
memaknai hidup di hadapan Tuhan (Nasution, 2017; Thobroni, 2014;
Wati, 2013).
Nilai tanggung jawab harus menjadi landasan seseorang dalam
berkata maupun berperilaku di setiap aktivitas kehidupan. Tanggung
jawab merupakan wujud ketulusan hati atau kelurusan hati seseorang
dalam bertindak. Tanggung jawab dapat dimaknai sebagai sikap hati
yang tulus atau lurus yang mendasari suatu tindakan. Kelurusan hati
ini mengandaikan adanya keselarasan antara hati dan sesuatu yang
benar atau lurus seperti kebenaran yang diyakininya atau kebenaran
dalam aturan-aturan masyarakat di mana seseorang hidup (Mokhtar
et al. 2011; Muhammad and Shihab 2018; Syaifudin 2013).
Tanggung jawab memiliki makna benar dalam perkataan dan
benar dalam perbuatan. Berlaku tanggung jawab dengan perkataan
dan perbuatan mengandung makna bahwa dalam berkata harus
sesuai dengan yang sesungguhnya. Sebaliknya, jangan berkata
yang tidak sesuai dengan yang sesungguhnya. Perkataan itu sendiri
disesuaikan dengan tingkah laku perbuatan. Rasa saling percaya itu
hanya tercipta karena ada tanggung jawab di antara masing-masing
pihak (FatchurRahman, 2017; Intaswari, 2016; M. Iqbal & Prawening,
2018).
Apabila perilaku tanggung jawab dapat ditegakkan dengan baik
dalam kehidupan nyata, maka sikap amanah akan dapat ditegakkan,
baik amanah dari Allah Ta’ala ataupun amanah dari sesama manusia.
Selain itu, hal tersebut juga akan dapat menghindari prasangka
buruk, baik sebagai bagian dari kehidupan keluarga, lembaga sosial,

100 The Al-Fatihah Character


organisasi, maupun sebagai bagian kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena itu, perlu diusahakan berbagai cara menanamkan
sikap tanggung jawab, baik oleh keluarga, masyarakat, ataupun
pemerintah secara berkesinambungan. Seseorang yang istikamah
membawa dirinya untuk bersikap tanggung jawab. Seseorang akan
merasa bangga menjadi hamba Allah Ta’ala dan merasa merdeka
karena tanggung jawab. Orang yang menjadikan tanggung jawab
sebagai kebutuhan, akan menempatkan dirinya dalam tingkat
kemuliaan. Tanggung jawab sebagai kunci mendapatkan surga-Nya.
Maka jauhilah berdusta, karena dusta akan membawa pada dosa dan
dosa akan membawa pada neraka. Biasakan berkata dan bersikap
dengan tanggung jawab, karena akan membawa pada kebaikan dan
kemuliaan.
Sikap tanggung jawab dalam segala hal akan membawa manfaat
dan kebaikan yang besar dalam kehidupan. Secara psikologis, orang
yang memiliki sikap bertanggung jawab tidak akan terbebani oleh
perasaan bersalah kepada dirinya sendiri, juga tidak menentang
nuraninya. Tanggung jawab dapat dimaknai sebagai sikap mengakui,
berkata, atau bersikap yang sesuai dengan kebenaran dan kenyataan
(Iqbal dan Prawening 2018; Liana 2018; Zen Istiarsono 2012).
Sikap tanggung jawab seseorang biasa dihubungkan dengan hati
nurani dan kesadaran diri.Saat berkata atau berperilaku yang tidak
sesuai dengan hati nurani, orang yang bertanggung jawab akan
merasa risau dan tidak tenang sehingga akan mengganggu jiwanya.
Tanggung jawab sebagai komponen rohani yang memantulkan
berbagai sikap terpuji (honorable, respectable, creditable). Perilaku
yang bertanggung jawab merupakan perilaku yang diikuti sikap jujur
dan adil atas apa yang diperbuat, siap menghadapi segala risiko yang
akan terjadi dengan sukacita dan bahagia.
Nilai syukur atas segala nikmat yang telah diterima akan
membentuk sikap menerima dan memanfaatkan segala yang
dimiliki untuk menambah bobot amal kebajikan serta memberikan
kenyamanan dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan dalam
segala situasi dan keadaan. Rumusan syukur yang lebih lengkap
dikemukakan oleh Ar-Raghib Al-Isfahani yang menyatakan bahwa
syukur berarti menggambarkan nikmat dan menampakkannya yang
merupakan lawan dari kufur (kufr) yang berarti melupakan nikmat

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 101


dan menutupinya. Syukur, kata Al-Ragib, ada tiga macam: syukurnya
hati (syukr al-qalb) berupa penggambaran nikmat, syukurnya lisan
(syukr al-lisan) berupa pujian kepada sang pemberi nikmat, dan
syukurnya anggota tubuh yang lain (syukr sair al-jawarih) dengan
mengimbangi nikmat itu menurut kadar kepantasannya (Amīn,
2016; Aziz & Baru, 2011; Latif, 2014).
Agama Islam memerintahkan umatnya untuk membalas ke­
baikan orang lain dengan berterima kasih atau bersyukur. Bahkan
telah dinyatakan bahwa keengganan untuk bersyukur kepada
manusia berarti keengganan untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala.
Berterima kasih atas kebaikan sesama manusia sangat penting untuk
menciptakan kebaikan hidup bersama (Amin 2016; Hanani 2014a;
Kaula and Islam 2015). Berdasarkan fakta, syukur malah dapat
membangkitkan semangat dan tekad para pelaku kebajikan yang
ikhlas untuk terus beramal dengan giat. Mereka melihat bahwa amal
kebajikannya bermanfaat untuk orang lain sehingga akan berusaha
untuk meningkatkannya.
Keterkaitannya dengan syukur kepada Allah Ta’ala, manfaatnya
akan memberikan timbal balik kepada pelaku, bukan kepada Allah
Ta’ala sebagai pemberi nikmat. Kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala
tidak akan bertambah lantaran syukur manusia. Seperti dikatakan
oleh Al-Qurtubi, “Dengan bersyukur, seseorang akan memperoleh
kesempurnaan, kelestarian, dan pertambahan nikmat” (Arif., 2015;
Hanani, 2014; Setiyawan, 2018). Motivasi syukur memungkinkan
ahli ibadah untuk beribadah secara istikamah dan hanya mengharap
rida-Nya. Sebab, nikmat yang harus disyukuri tidak pernah habis. Hal
ini berbeda dengan motivasi menginginkan sesuatu atau takut akan
sesuatu, jika keinginan tercapai, maka takut pun hilang. Bisa jadi
pelaku ibadah itu sudah tidak bersemangat lagi dalam beribadah.
Melaksanakan ibadah dengan motif syukur ini pula yang dilakukan
Rasulullah saw. sehingga walaupun telah mendapatkan jaminan
pengampunan (maghfirah) dari Allah Ta’ala, namun beliau tetap rajin
beribadah.
Nilai disiplin dalam menjalankan tugas akan dapat mengukuhkan
sikap dinamis, efektif, dan efisien dalam semua kegiatan sehingga
dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi kehidupan pribadi,
keluarga, ataupun sosial masyarakat. Kedisiplinan merupakan fungsi

102 The Al-Fatihah Character


operatif manajemen dari seluruh organisasi, termasuk organisasi
sekolah. Hal tersebut dikarenakan semakin baik disiplin peserta
didik, maka semakin tinggi prestasi belajar yang dapat dicapai
(Heryati and Rusdiana 2018; Matondang 2016; Thobroni 2014).
Penegakan disiplin di sekolah bertujuan membantu peserta didik
memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya,
dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang sekolah, serta
memberikan pengalaman pada peserta didik untuk belajar hidup
dengan kebiasaan-kebiasaan baik dan bermanfaat baginya serta
lingkungannya. Tanpa disiplin yang baik, sulit bagi peserta didik untuk
mencapai hasil melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan
orang tunduk pada keputusan, perintah, atau peraturan. Disiplin
merupakan kepatuhan menaati peraturan dan ketentuan yang
telah ditetapkan. Hakikat disiplin adalah sebagai pernyataan sikap
mental individu maupun masyarakat yang mencerminkan ketaatan,
kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas
dan kewajiban dalam pencapaian tujuan (Arif., 2015; Bariyah, 2013;
Hanani, 2014).
Berdisiplin sangat penting karena akan membuat seorang
memiliki kecakapan cara belajar yang baik. Juga merupakan suatu
proses ke arah pembentukan watak yang baik. Kedisiplinan sebagai
alat pendidikan diterapkan dalam rangka pembentukan, pembinaan,
dan pengembangan sikap serta tingkah laku yang baik. Sikap dan
tingkah laku yang baik tersebut dapat berupa budi pekerti luhur,
patuh, hormat, tenggang rasa, dan berdisiplin. Disiplin bertujuan
mengarahkan peserta didik agar mereka belajar mengenai hal-hal
baik yang merupakan persiapan bagi masa depanya (Hadianti dan
Krisnani, 2015; Wahib 2015; Wulandari 2015), di mana saat dewasa
kehidupan seseorang akan sangat bergantung kepada disiplin diri
yang sudah dibiasakan dalam kehidupaanya.
Nilai pembelajar sebagai tuntutan untuk mengembangkan
potensi diri agar peserta didik dapat terus belajar dengan
mengembangkan potensi melalui proses assessment, refleksi atau
dengan mengambil tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap,
diantaranya secara kontinu melakukan update ketrampilan yang
dibutuhkan dalam kehidupan aktual atau dengan cara menentukan
arah pengembangan potensi yang dibutuhkan di masa depan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 103


Sebenarnya perubahan paradigma pembelajar berpusat pada
peserta didik yang memiliki konsekuensi keaktifan dalam proses
pembelajaran (Ari Setyorini 2011; Rozak 2017). Hanya saja peserta
didik yang bertipe pembelajar biasanya memiliki kemampuan lebih
dalam menunjukkan perilaku aktif kreatif dalam menjalani proses
pembelajaran. Biasanya tipe pembelajar selalu mengalami tahapan
pembelajaran secara normalS agar semangat pembelajar ini tumbuh
kembang secara baik dalam diri peserta didik.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk menumbuhkan
sikap pembelajar diantaranya yaitu bersedia membangun hubungan
positif dengan peserta didik dan memerankan peran yang tepat
dalam proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta
didik. Karena itu pendidik harus berusaha mengembangkan
hubungan dan pola komunikasi interpersonal dengan peserta didik
secara normal, sehingga peserta didik akan lebih terbuka dan hal
tersebut menjadi peluang bagi pendidik untuk membantu peserta
didik dalam menumbuhkan semangat belajar. Apabila pendidik dapat
memosisikan dirinya sebagai pembelajar yang baik, maka aktivitas
pembelajaran akan selalu beriring dengan aktivitas pengembangan
diri sekaligus dalam upaya menjaga kedekatan dengan Allah
Ta’ala, sehingga sosok pembelajar akan selalu terpanggil untuk
berpartispasi aktif pada beragam kegiatan sosial kemanusiaan, sosial
kemasyarakatan, ataupun sosial keagamaan (Khumairo dan Anam
2017; Maslihah, 2016).

H. Kontekstualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah dalam Ke­


hi­
dupan
Berdasarkan beberapa riwayat, surah Al-Fatihah (al-sab’u
al-tiwal) merupakan surah pendek (makiyah) yang merangkum
keseluruhan isi kandungan Al-Qur’an dan paling banyak dibaca
oleh kaum muslimin. Karena setiap muslim memiliki kewajiban
menegakkan salat maktubah, maka dalam sehari semalam sekurang-
kurangnya telah menjalankan tujuh belas rakaat dan pada setiap
rakaat membaca surah Al-Fatihah. Artinya, setiap menjalankan salat
benar-benar membaca, menghayati, dan menstrukturkan nilai-
nilai Al-Fatihah ke dalam pikiran dan kalbu. Apabila pemaknaan

104 The Al-Fatihah Character


dan pendalaman nilai Al-Fatihah itu serius, mendalam, jujur, dan
mengedepankan kecerdasan, nilai-nilai Al-Fatihah akan dapat
memandu setiap muslim untuk selalu bersikap benar dan baik
dalam seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan di luar salat, serta
menjadi sinergi yang kuat antara ibadah ritual dan ibadah sosial.
Hasilnya akan meyakinkan dan semakin konkret (aktual). Sebab,
setiap muslim akan terus memperbaiki daya manfaat dan daya
tariknya sepanjang kehidupannya (Aziz 2011; Ismail 2014).
Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi inspirasi, sekaligus
sebagai metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan pembacaan
ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah, sehingga dapat
memberikan nuansa baru yang original dan murni untuk memaknai
Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan muslim. Pada
tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai guidance untuk pedoman hidup sukses menjalani kehidupan
di dunia dan di akhirat. Pemahaman dan sikap yang benar terhadap
substansi ajaran Al-Fatihah sesungguhnya memosisikan seorang
muslim pada jalan lurus yang menjamin keselamatan dan kesuksesan
menjalani kehidupan.
Apabila sukses itu menjadi bagian penting dalam memaknai
Al-Fatihah, maka pada kenyataannya, sukses itu mengharuskan
memahami betul tentang arti kesuksesan itu terhadap perbaikan
dirinya. Seseorang yang mempunyai motivasi terhadap diri sendiri
untuk selalu bisa berpikir ke depan agar tidak tertinggal jauh dengan
orang-orang di sekitarnya. Apabila direnungkan secara mendalam,
ternyata sukses itu sebenarnya sebagai capaian yang harus dalam
genggaman tangan. Sesungguhnya kesuksesan yang didapatkan
oleh seseorang tidak pernah terlepas dari sikap kita yang selalu
proaktif terhadap setiap langkah yang diambil, selalu proaktif dalam
merespons beragam persoalan dalam hidup, selalu proaktif dengan
lawan, dan selalu proaktif memberikan motivasi terhadap diri sendiri
(Ula, 2016; Zein, 2017).
Agar dapat menjalani kehidupan dengan selamat dan sukses,
seorang muslim harus senantiasa memenuhi unsur-unsur penentu
kesuksesan (Ahmad Munawar Ismail 2012; Ismail 2014), di antaranya:
1) memiliki keteguhan hati karena sesungguhnya keteguhan hati
dapat dijadikan modal mental spiritual yang mendorong gerak setiap

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 105


orang untuk mencapai sukses; 2) banyak berzikir kepada Allah Ta’ala.
Dengan berzikir, seorang muslim akan dapat membangun integritas
diri dan mengoptimalkan sinergitas potensi untuk mencapai sukses;
3) senantiasa taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya sebagai pilar
utama agar kesuksesan tetap berada pada jalur yang benar dan
merupakan manifestasi dari ibadah; 4) menjaga persaudaraan dan
persatuan sebagai bentuk kesadaran diri akan pentingnya kekuatan
yang dapat menjamin kesungguhan dan kebermanfaatan; 5) sabar
menghadapi keadaan, menunjukkan konsistensi akan keimanan yang
akan menuntun setiap orang mendapatkan apa yang dicita-citakan;
dan 6) ikhlas beramal saleh, sebagai bentuk ketundukan dan harapan
kepada zat yang Maha Agung.
Sukses merupakan hasil capaian dari suatu proses, kadangkala
berupa harta atau materi, kadang pula sebuah hal yang kita percayai
di dalam hati kita. Istilahnya, kita mendapatkan kepuasan batin.
Bukan hanya karena kita mendapatkan materi, tetapi proses yang
dijalankan juga merupakan nilai lebih dari apa yang didapatkan saat
sekarang ini (Ula, 2016; Zein, 2017). Untuk mencapai kesuksesan
harus dilakukan usaha yang merujuk pada prinsip dasar dalam
berusaha: 1) usaha yang dikerjakan tidak bertentangan dengan
syariat; 2) usaha didasarkan pada niat dan tujuan baik; 3) usaha
dilaksanakan tekun dan bersungguh-sungguh; 4) usaha dikerjakan
sesuai dengan hukum Allah Ta’ala; 5) usaha yang dikerjakan tidak
melalaikan ibadah lain; 6) menunaikan kewajiban terhadap harta
yang dikuasai; dan 7) usaha dapat mendekatkan posisi hamba pada
posisi dekat dengan penciptanya.
Agar penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan strategi baik yang bersifat
umum ataupun khusus. Strategi umum penerapan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar sebagai nilai-nilai
Al-Fatihah dilakukan dalam dua tingkatan. Yang pertama, pada
tingkat manajemen madrasah. Pada tingkat manajemen memiliki
target untuk dapat membangun sistem yang dapat mengerakkan
dan mengontrol seluruh komponen yang ada di madrasah agar
dapat menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah secara efektif dan efisien.
Selanjutnya yang kedua, diterapkan pada tingkat unit-unit kegiatan,
targetnya dapat menggerakkan unsur-unsur yang ada pada unit

106 The Al-Fatihah Character


kegiatan agar menerapakan nilai-nilai Al-Fatihah secara efektif dan
efisien dapat membina peserta didik memiliki karakter insan saleh.
Adapun strategi umum dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah
yang diharapkan dapat membingkai karakter mulia (Nihayati 2017;
Zein et al. 2017) di antaranya adalah: 1) menyusun desain penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah; 2) menata jaringan sistem penerapan nilai-nilai
Al-Fatihah; 3) sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah bagi warga madrasah;
4) melaksanakan kegiatan “training jalan sukses Al-Fatihah”; 5)
melakukan focus group discussion pendalaman nilai-nilai Al-Fatihah;
6) mengelola pembiasaan hidup dengan nilai-nilai Al-Fatihah; 7)
membuat model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah melalui pembiasaan
yang berkelanjutan; 8) melakukan proses evaluasi diri dalam
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; dan 9) membagikan pengalaman
yang bermanfaat dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah kepada
orang lain yang membutuhkannya.
Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan
pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah, perlu adanya strategi khusus
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah berdasarkan karakteristik nilai
yang diterapkan agar dapat membingkai karakter peserta didik yang
cerdas, jujur, dan berkarakter mulia (Efendi 2011; Mohamed Elhadj
2010). Strategi-strategi khusus penerapan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) strategi
menerapkan nilai kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan
situasi yang paling aktual; 2) strategi menerapkan nilai tanggung
jawab dalam menuntaskan semua tugas ataupun aktivitas, baik
yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan
perkembangan situasi yang paling aktual; 3) strategi menerapkan
nilai syukur atas nikmat yang telah diterimanya, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi
yang paling aktual; 4) strategi dalam menerapkan nilai disiplin dalam
menjalankan tugasnya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual;
dan 5) strategi menerapkan nilai pembelajar yang baik dengan
fokus mengambil hikmah, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 107


Strategi umum ataupun strategi khusus penerapan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai
Al-Fatihah memiliki visi membina insan akademis yang unggul,
kompetitif dan Islami. Mengoptimalkan proses pengamalan nilai-nilai
kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar agar menjadi
kebiasaan yang dapat membentuk karakter utama bagi seluruh warga
madrasah. Karena dengan karakter utama, akan menjadi bekal yang
dapat menjamin berjalannya sistem dan program kegiatan untuk
mewujudkan visi dan misi madrasah yang hebat dan bermartabat.
Al-Fatihah memiliki makna universal yang sesuai dengan
hakikat penciptaan manusia agar manusia menjadi pengabdi Allah
Ta’ala dengan patuh dan setia serta iman dan takwanya. Al-Fatihah
juga memuat materi pendidikan, metode pendidikan, dengan
mendasarkan pada pandangan bahwa pendidikan harus dapat
memanfaatkan seluruh jagat raya ciptaan Allah Ta’ala sebagai
sarana untuk membawa anak didik mengenal Tuhan dan ciptaan-
Nya, serta memperlakukan anak didik sebagai makhluk yang sama
kedudukannya dengan dirinya. Al-Qur’an merupakan pijakan yang
paling utama untuk mengkaji kehidupan, di dalamnya termuat nilai-
nilai akhlak (karakter), moral, filsafat, budaya, politik, sosial dan
pendidikan. Bagi dunia pendidikan Al-Qur’an dapat memberikan
pedoman dalam beretika dan nilai-nilai moral yang sangat penting
dalam membentuk karakter insan shalih.
Kontektualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam dunia pendidikan,
dapat memberikan pengalaman yang bermakna untuk meningkatkan
kesadaran bagi pendidik ataupun tenaga kependidikan untuk
memberikan pelayanan terbaik terhadap peserta didik. Di samping itu
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat membingkai karakter positif
peserta didik. Dengan demikian, penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
dapat dikategorikan sebagai best practice pendidikan. Best practice
sebagai pengalaman langsung yang dialami perseorangan ataupun
lembaga yang memiliki nilai tambah yang dapat menginspirasi
dan melejitkan spirit untuk kemajuan dunia pendidikan, sekaligus
sebagai usaha untuk menggali pengalaman yang terbaik untuk
mengembangkan dunia pendidikan.

108 The Al-Fatihah Character


I. Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah dalam Pendidikan
Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman hidup umat Islam, sangat
urgen dipahami dan diamalkan dalam kehidupan agar memberi solusi
atas beragam persoalan. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab
dengan setting sosio-culture masyarakat Arab pada saat itu. Al-Qur’an
harus diposisikan menjadi solusi dalam berbagai permasalahan
masa sekarang dan masa datang di mana pun berada, sehingga Al-
Qur’an senantiasa salih fi kulli zaman wa makan (Saeed: 2006; Shihab
2002). Munculnya beragam problema kehidupan di zaman sekarang
ini telah menimbulkan keresahan intelektual. Di satu sisi terdapat
individu atau sekelompok orang bersikukuh dengan makna tekstual,
sehingga Al-Qur’an tidak bisa memberikan jawaban atas beragam
persoalan aktual. Sedangkan pada sisi yang lain terdapat suatu
dilema bagi umat Islam mengenai bagaimana cara membawa makna
lokal dan aktual agar Al-Qur’an tetap hidup dalam segala situasi dan
kondisi yang aktual di zaman sekarang.
Menurut teori gerak ganda (double movement), yang dikemukan
Fazlur Rahman, dalam menginterpretasikan Al-Qur’an seorang
penafsir harus melakukan gerak ganda. Pada gerak pertama, seorang
penafsir harus mampu menyelinap ke masa lalu untuk memahami
konteks di mana Al-Qur’an diturunkan. Pada gerak kedua, seorang
penafsir harus mengontekstualisasikan “gerak pertama” dan
mengonstruksi pemahaman ke masa sekarang (Berutu 2013; Saeed:
2006). Namun, upaya ini kurang memberikan pemahaman kembali
untuk memasuki kesadaran atau memahami konteks dimana teks
itu diturunkan, dan menyelami pemikiran penerima teks wahyu
yang diterimanya. Sehingga pesan yang ingin disampaikan dalam
sebuah teks tersebut benar-benar tersampaikan secara utuh untuk
memandu kehidupan di masa sekarang.
Abdullah Saeed sebagai sosok contexstualist telah memberikan
cara pandang baru dalam penafsiran Al-Qur’an secara aktual. Kerangka
berpikirnya telah menghasilkan langkah-langkah kokrit dengan
menampilkan penafsiran yang dapat mengkontekstualisasikan ayat-
ayat Al-Qur’an utamanya yang bernuansa hukum formal (ethico-
legal). Langkah-langkah kokret telah dirumuskan berdasarkan
pemikiran mendalam dengan alasan mendasar sebagai berikut;

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 109


pertama, Al-Qur’an sebagai wahyu otentik diturunkan kepada
Rasulullah Muhammad dan diperlukan rekonstruksi pemahaman
bahwa turunnya wahyu itu tidak lepas dari sosio-historis dimana
Al-Qur’an diwahyukan. Kedua, adanya tradisi klasik terhadap isyarat
penafsiran berbasis konteks kehidupan yang sudah tercermin sejak
masa awal Al-Qur’an diturunkan (Muhammad and Shihab 2018;
Saeed: 2006).
Karena itu apabila ingin menafsirkan Al-Qur’an berbasis
konteks, maka harus merujuk pada prinsip-prinsip dasar interpretasi,
diantaranya: pertama, adanya kompleksitas makna teks yang harus
dilihat secara cermat. Kedua, adanya keseimbangan ganda antara
objektivitas teks dan subjektivitas penafsir dalam memberikan
batasan teks. Ketiga, adanya ayat-ayat yang berkaitan ethico-legal
sebagai diskursus yang tidak tuntas sepanjang zaman. Keempat,
menelusuri makna literal teks sebagai langkah awal untuk melakukan
penafsiran. Kelima, pemahaman terhadap konteks sosio-historis,
dimana Al-Qur’an diturunkan dalam suatu masa dan peradaban
masyarakat Arab pada saat itu. Keenam, adanya hirarki nilai dalam
teks ethico-legal yang meliputi: 1)obligatory values (nilai-nilai yang
bersifat wajib), 2) fundamental values (nilai-nilai fundamental), 3)
protectional values (nilai-nilai proteksional), 4) implementational
values (nilai-nilai implementasional), dan 5)instructional values
(nilai-nilai instruksional) (Azis 2012; Berutu 2013; Saeed: 2006).
Abdullah Saeed, telah merumuskan langkah kerja yang dapat
djadikan rujukan seorang penafsir Al-Qur’an untuk menghasilkan
suatu interpretasi yang obyektif dan relevan dengan relitas kehidupan
sekarang. Langkah pertama membahas tentang penemuan makna
teks, penafsir mencari dan mengumpulkan ayat-ayat dalam Al-Qur’an
terkait permasalahan yang ingin dikaji. Langkah kedua berkaitan
dengan analisis kritis, untuk mengkaji makna apa yang diinginkan
Al-Qur’an tanpa dikaitkan dengan konteks penerima wahyu dan
kondisi saat ini. Langkah ketiga berkaitan dengan pengaitan antara
makna teks dengan penerima wahyu (Nabi Muhammad). Langkah
keempat berkaitan dengan pengaitan teks dengan konteks masa
kini yang dilakukan dengan menganalisis konteks masa kini yang
dianggap relevan dengan pesan-pesan dalam teks. Selanjutnya
mengomparasi konteks yang ada saat ini dengan konteks sosial-

110 The Al-Fatihah Character


historis di mana teks itu diterima untuk ditemukan pengkerucutan
dengan mempertimbangkan universalitas dengan lokalitas pesan
teks. Langkah-angkah ini telah memberikan panduan integral untuk
menangkap pesan utuh yang ingin disampaikan oleh Al-Qur’an. Sebab
memahami Al-Qur’an tidak terhenti secara linguistik, namun harus
dikaji secara mendalam untuk menemukan makna baru yang sesuai
dengan realitas kontemporer (Azis 2012; Berutu 2013; Saeed: 2006).
Penjabaran keempat langkah interpretasi Al-Qur’an yaitu, pada
langkah pertama dan kedua disebut sebagai “gerak pertama” di
mana seorang penafsir harus mampu “menyelami” berbagai aspek
kontekstualisasi yang terjadi masa pewahyuan. Sementara langkah
ketiga dan keempat disebut “gerak kedua” dimana penafsir harus
mampu membawa pemahaman konteks pada gerak pertama kemudian
ditarik pada konteks yang terjadi pada saat ini. Pada langkah pertama
dan kedua sebenarnya telah banyak dikaji oleh para penafsir klasik
(penafsir textualist) dalam tafsir-tafsir klasiknya. Sehingga penafsir
modern tidak perlu disibukkan dalam mendapatkannya. Sementara
pada langkah ketiga dan keempat ini menjadi tugas penafsir modern
(progressive ijtihadist) untuk mencurahkan segala kemampuannya
dalam mengontekstualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an pada kehidupan
masa sekarang (Azis 2012; Saeed: 2006).
Langkah-langkah penafsiran yang telah dirumuskan Abdullah
Saeed diharapkan dapat menghasilkan suatu interpretasi Al-Qur’an
yang objektif dan aktual sehingga dapat dipedomani penafsir untuk
merumuskaan, menggali makna dan menerapkan nilai-nilai Al-
Qur’an sesuai dengan tuntutan kehidupan. Al-Qur’an memiliki nilai-
nilai utama yang dapat digali dan dipedomani dalam kehidupan
aktual. Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika
atau juga sering disebut sebagai filsafat nilai, yang mengkaji nilai-
nilai moral sebagai tolok ukur tindakan dan perilaku manusia dalam
berbagai aspek kehidupan. Sumber etika ataupun moral merupakan
hasil pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideologi, atau bahkan dari
agama yang diyakini kebenaranya. Dalam konteks etika Islam, maka
Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber etika dan nilai-nilai sahih,
yang kemudian dikembangkan melalui ijtihad ulama.
Nilai-nilai yang bersumber kepada adat istiadat atau tradisi
dan ideologi sangat rentan dan bersifat situasional. Sebab keduanya

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 111


sebagai produk budaya manusia yang bersifat relatif, kadang-kadang
bersifat lokal dan situasional. Sedangkan nilai-nilai Islami yang
bersumber dari Al-Qur’an sifatnya kuat dan kokoh, karena Al-Qur’an
memiliki sifat mutlak dan universal. Sebagai sumber nilai yang kuat
dan kokoh maka Al-Qur’an harus dipegang teguh sebagai pedoman
dalam kehidupan nyata untuk membentuk manusia yang memiliki
moral yang luhur sehingga tercipta generasi bangsa yang memiliki
karakter utama yang berbasis Al-Qur’an sebagai sosok insan saleh
(Amin 2016; Munirah, Amir Razzak, and Yakub 2012; Utami 2017).
Thomas Lickona dalam bukunya Educating for Character
menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik
(components of good character), yaitu, moral knowing atau penge­
tahuan moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral
action atau tindakan moral. Karakter yang baik harus memiliki tiga
hal tersebut yang saling berhubungan serta menerapkannya dalam
kebiasaan hidup, cara berpikir, merasakan, atau dalam tindakan
nyata. Ketiganya akan diperlukan dalam mengarahkan suatu ke­
hidupan yang bermoral sehingga akan membentuk kedewasaan
moral. Pendidikan karakter bukan saja untuk dipelajari, namun
juga ditumbuhkan dalam hati dengan menginginkan hal yang baik
(good will) untuk dilakukan agar membentuk karakter baik yang
menyatu dalam kehidupan aktual. Terlebih lagi, era globalisasi yang
ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang
ini menyebabkan banyak terjadinya perubahan dalam kehidupan
manusia. Perubahan tersebut satu sisi membawa kebahagiaan, namun
pada sisi yang lain dapat membawa kegelisahan, karena munculnya
berbagai permasalahan yang dapat menyebabkan bergesernya nilai-
nilai moral yang harus dipedomani dalam kehidupan aktual (Fahriana
2018; Muhammad Bashori 2016).
Tanpa adanya nilai-nilai kebajikan yang membentuk karakter
baik, maka seorang individu tidak akan bisa hidup bahagia dan tidak
ada masyarakat yang dapat berfungsi secara efektif. Tanpa karakter
baik, seluruh umat manusia tidak dapat melakukan perkembangan
menuju dunia yang menjunjung tinggi harkat dan martabatnya.
Menghadapi situasi yang demikian kompleks ini, maka perlu untuk
menanamkan nilai-nilai karakter yang bersumber dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah kepada generasi sekarang. Sebagai sumber etika dan

112 The Al-Fatihah Character


nilai-nilai, Al-Qur’an memegang peranan penting dalam membentuk
karakter kuat terhadap generasi. Al-Qur’an sebagai akhlak Rasulullah,
atau Rasulullah merupakan Al-Qur’an hidup, maka apabila hendak
mengarahkan pendidikan harus dimulai dengan menumbuhkan
karakter yang kuat pada anak didik berdasarkan sumber rujukan yang
sahih dan tidak diragukan. Sebagai orang Muslim, sudah sepatutnya
menjadikan Rasululla saw sebagai role model yang memiliki karakter
utama yang sempurna, itulah alasannya mengapa Al-Qur’an dipilih
menjadi basis dari karakter utama yang kuat dan kokoh (Aziz and
Baru 2011; Wulandari 2015).
Manusia harus senantiasa mengolah pikirnya agar mampu
mengungkap kebesaran Allah Ta’ala. Semakin mampu seseorang dalam
mengolah pikirannya, semakin tertunduk kagum akan kebesaran
Allah Ta’ala dengan segala ciptaan-Nya yang indah mempesona.
Dengan mengolah pikiran tentang alam semesta, maka manusia akan
menjadi sosok hamba yang lebih bersyukur karena telah dianugerahi
beragam nikmat. Kemampuan berpikir yang dimiliki manusia akan
membawanya menuju manusia yang berkarakter cerdas, kreatif,
kritis dan inovatif agar mampu menyelesaikan setiap problema
kehidupann yang terjadi di dunia ini. Pola kehidupan zaman modern
menuntut manusia untuk mengembangkan sikap kritis dan kreatif
terhadap beragam perkembangan yang bergerak secara dinamis.
Pada zaman sekarang ini, manusia dianggap telah menemukan
dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-
persoalan rumit yang membelenggu kehidupannya. Manusia
dipandang sebagai makhluk yang bebas, independen dari Allah
Ta’ala ataupun alam. Manusia modern sengaja membebaskan diri
dari tatanan ilmiah (theomorphisme), yang kemudian membangun
tatanan hidup yang bersifat antropomorphisme, suatu tatanan yang
berpusat semata-mata pada manusia. Posisi manusia menjadi tuan
atas nasibnya sendiri sehingga dapat terputus dari nilai spiritualnya.
Apabila hal yang demikian ini tidak diantisipasi sejak dini, maka akan
berakibat fatal bagi masa depan kehidupan manusia pada zamannya
(Muadz 2013; Salamet Haryadi 2012).
Pada perspektif yang lain, manusia modern dianggap telah
kehilangan aspek moral dan spiritual sebagai fungsi kontrol yang
terpasung dalam sangkar “the tyranny of purely”, sebagaimana

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 113


diungkapkan Bertrand Russell dalam bukunya “The Prospect of
Industrial Civilization”. Sebagian besar manusia modern mengalami
anomi, sebagai suatu keadaan di mana setiap individu dalam posisi
sedang kehilangan ikatan yang memberikan perasaan aman dan
kebahagiaan untuk hidup berdampingan dengan sesama manusia
lainnya. Sehingga menyebabkan kehilangan pengertian yang
memberikan petunjuk tentang tujuan dan arti kehidupan di dunia ini.
Masyarakat modern juga tidak lagi menghiraukan persoalan metafisik
tentang eksistensi diri manusia, asal mula kehidupan, makna, dan
tujuan hidup manusia di jagad ini. Kecenderungan ini terjadi karena
proses rasionalisasi kelewat batas yang menyertai modernitas. Situasi
ini telah menciptakan sekularisasi kesadaran yang memperlemah
fungsi kanopi suci agama dari domain kehidupan para pemeluknya
dan menciptakan suasana kacau (chaos), atau ketidakberartian hidup
pada diri manusia modern (Opik Abdurrahman Taufik 2013; Yuberti
2015).
Saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang
berat di bidang pendidikan, terutama dalam konteks pembangunan
masyarakat yang berakhlakul karimah. Globalisasi di bidang budaya,
etika, dan moral yang didukung oleh kemajuan teknologi di bidang
transportasi dan teknologi. Saling keterkaitan antara telekomunikasi,
transportasi, dan teknologi ( 3-T ) semakin mempercepat daya
jangkau dan daya tembus pengaruh budaya asing dengan gaya
hidup (life style) tertentu yang datang dari luar. Para peserta didik
saat ini telah mengenal berbagai sumber pesan pembelajaran, baik
yang bersifat pedagogis terkontrol maupun nonpedagogis yang sulit
terkontrol, terlebih lagi pada masa pandemik Covid-19, dengan pola
pembelajaran daring. Apabila kondisi yang demikian ini dibiarkan
secara kontinyu, maka sumber-sumber pesan pembelajaran yang
sulit terkontrol, secara alamiah akan dapat memengaruhi ke­
tidakstabilaan karena perubahan budaya, etika, dan moralitas (Azis
2012; Thabathaaba’i 1991).
Konstelasi perkembangan dan perubahan pola kehidupan
modern yang masif, ternyata konseptualisasi pendidikan madrasah
belum dapat diwujudkan sepenuhnya dalam praktik di lapangan.
Secara faktual, pendidikan madrasah terlihat lebih cenderung
mengembangkan keilmuan sebatas “pure science.” Akibatnya, terjadi

114 The Al-Fatihah Character


penumpukan ilmu sebagai tolok ukur keberhasilan menjalani
kehidupan. Meskipun pada dekade akhir telah dikembangkan sistem
pendidikan yang berfokus pada pengembangan kognitif, afektif, dan
psikomotorik, namun aspek spiritualitasnya belum tersentuh. Artinya,
upaya dalam bidang pendidikan madrasah untuk mengembangkan
dimensi spiritualitas perlu mendapat perhatian lebih serius. Dengan
mengembangkan pola pendidikan madrasah, diharapkan akan dapat
mengembangkan kualitas keimanan dan ketakwaan generasi.
Eksistensi pendidikan madrasah sebagai sistem penye­
lenggaraan pendidikan yang didirikan dengan niat dan tujuan untuk
mengejawantahkan nilai-nilai Islam yang universal sebagaimana
tertuang dalam visi, misi, dan tujuan program maupun pada
praktik pelaksanaan di lapangan. Hakikat pendidikan secara
umum merupakan proses perubahan menjadi lebih baik, lebih
bermartabat, serta lebih bahagia dan mulia. Menurut pendapat
Al-Ghazali, pada diri setiap manusia memiliki empat potensi yang
dapat memengaruhi perilakunya, yaitu: “al-qalbu, al-ruhu, al-nafsu,
al-aqlu”. Fungsi pendidikan dalam perspektif Islam bertujuan
mengemas perkembangan pribadi secara utuh. Tujuan yang ingin
dicapai bukan sekadar kecerdasan intelektual, tapi lebih ditekankan
pada pencapaian kecerdasan emosional dan spiritual. Kepribadian
Islami merupakan kepribadian yang berorientasi dan berakhir pada
terbentuknya insan kamil, yaitu manusia paripurna yang memiliki
integritas iman, ilmu, dan amal sehingga memiliki kompetensi dalam
mengintegrasikan dirinya dalam berbagai aspek kehidupan secara
aktual dalam aktivitas rutin keseharian (Agustin 2013; Novayani
2017; Siti Arni Basir 1999).
Pada hakikatnya, pendidikan sebagai upaya sadar yang di­
lakukan oleh pendidik untuk dapat mengembangkan segenap
potensi yang dimiliki peserta didik secara optimal. Potensi dimaksud
mencangkup potensi jasmani ataupun potensi rohani sehingga melalui
pendidikan, seorang peserta didik akan dapat mengoptimalkan
pertumbuhan fisiknya agar memiliki kesiapan untuk melakukan
tugas-tugas perkembangannya dan dapat mengoptimalkan proses
perkembangan rohaninya. Dengan demikian, totalitas pertumbuhan
fisik atau perkembangan psikisnya dapat berkembang secara serasi
dan harmonis sehingga dapat menjalankan tugas-tugas dalam

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 115


kehidupannya secara keseluruhan, baik sebagai diri pribadi, anggota
masyarakat, ataupun sebagai makhluk Allah Ta’ala (Farhan, 2015;
Hanani, 2014; Khizanah, 2011). Tugas pendidik sebagai orang dewasa
selalu bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta
didik dalam perkembangan jasmani ataupun rohaninya. Tujuannya,
agar dapat mencapai kedewasaan serta mampu berdiri sendiri
untuk memenuhi tugasnya sebagai makhluk Allah Ta’ala, sebagai diri
pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan madrasah pada hakikatnya adalah sebuah proses,
namun dalam perkembangannya juga sebagai rumpun mata pelajaran
yang diajarkan di lingkungan madrasah ataupun pondok pesantren.
Pada kenyataan di lapangan, pendidikan memegang peranan
penting yang akan menentukan eksistensi ataupun perkembangan
masyarakat. Karena itu, Islam sebagai agama “rahmatan lil ‘alaamīn”
memiliki tanggung jawab menyiapkan generasi masa depan yang
memiliki kualitas prima, baik moral, intelektual, keterampilan,
tanggung jawab, ataupun kualitas spiritualnya. Salah satu upaya
untuk menyiapkan generasi berkualitas, perlu dilakukan usaha sadar
melalui cara mendidik generasi muda di dalam lembaga pendidikan
formal yang memiliki kurikulum dengan muatan religius sehingga
akan mengembangkan karakter utama peserta didik secara optimal
(Kaula dan Islam 2015; Mayasari 2014).
Sebagai sistem integral dalam meningkatkan kualitas sumber
daya insani, pendidikan madrasah harus mampu merespons kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sebuah produk transformasi
budaya global yang aman dan membahagiakan. Kemajuan sains dan
teknologi yang berkembang sedemikian pesat dalam berbagai bidang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk umat
manusia. Hal ini telah manjadi tuntutan masyarakat global yang
harus disikapi secara positif. Karena itu, harus diposisikan secara
benar bahwa sains sebagaimana tujuan awalnya dikembangkan
untuk kemudian dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia.
Karena itu, kehadiran pendidikan madrasah dengan sasaran yang
jelas diharapkan tetap memiliki konsistensi dalam melestarikan
nilai keislaman yang dikenal sangat sarat dengan norma dan nilai
akhlak mulia yang akan memberikan kemaslahatan bagi kehidupan
(Muntaha dan Wekke 2017; Subagja 2010).

116 The Al-Fatihah Character


Sebagai rangkaian dari pembaruan pendidikan madrasah,
maka nilai-nilai Al-Fatihah menjadi pilihan tepat dan urgen yang
akan dijadikan muatan pokok (esensi) sehingga akan dapat
menjamin corak kualitas generasi masa depan yang berkualitas
holistik. Pendidikan menjadi penentu dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Karena itu, manusia menjadi kekuatan
sentral dalam pembangunan, sehingga mutu dan sistem pendidikan
akan ditentukan oleh keberhasilan menyiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Selanjutnya, untuk menjamin kelancaran
dan kualitas dalam pengelolaan pendidikan madrasah, mutlak
diperlukan muatan kurikulum yang holistik yang bersumber pada Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Adapun indikator kurikulum yang holistik di
antaranya dicirikan pada indikator sebagai berikut: pertama, agama
dan akhlak sebagai tujuan utama. Segala yang diajarkan ataupun
yang dipraktikkan harus merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
ataupun ijtihad ulama; kedua, mempertahankan pengembangan diri
dan bimbingan terhadap semua aspek kepribadian peserta didik,
baik dari aspek intelektual, psikologi, sosial, atau spiritual; ketiga,
adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman
langsung serta kegiatan pembelajaran yang diikuti peserta didik
(Amin 2016; Mokhtar et al. 2011; Novayani 2017).
Al-Qur’an sebagai kitab autentik yang memiliki makna integral,
jika dijadikan pedoman akan menjamin keselamatan kehidupan umat
manusia. Al-Qur’an menerangkan perjalanan yang telah dan akan
dialami seluruh manusia. Alam dunia merupakan pengembaraan
perjalanan hidup, sedangkan alam akhirat akan menjadi akhir
perjalanan yang menjadi tempat abadi (Efendi 2011; Faozan 2009).
Karena itu, akhirat menjadi orientasi kehidupan seorang Muslim
untuk mendapatkan kenikmatan yang paling puncak atas rida-
Nya. Al-Qur’an merupakan petunjuk dan pedoman hidup dalam
menjalankan segala bentuk amal perbuatan yang bersifat individual
maupun sosial. Memedomani Al-Qur’an dapat mengantarkan
seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakiki, di dunia dan akhirat
atas rida-Nya. Al-Fatihah sebagai surah pembuka dalam Al-Qur’an,
memiliki nilai-nilai substansial dan fungsional yang dapat memandu
aktivitas ibadah ataupun aktivitas sosial.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 117


Nilai-nilai Al-Fatihah menjadi muatan esensial kurikulum,
menjadi pilihan strategis, karena Al-Fatihah memiliki nilai universal
yang dapat menjamin berkembangnya potensi dan fitrah manusia.
Sebagai pencipta dan pengatur kehidupan semua makhluk-makhluk-
Nya, melalui Al-Fatihah, Allah Ta’ala mengajarkan kepada orang
beriman agar selalu ditunjukkan pada jalan kebenaran ataupun jalan
keselamatan, yaitu jalannya orang-orang yang telah mendapatkan
nikmat karena menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Beriman juga dianjurkan untuk meminta kepada-Nya secara langsung
agar pikiran ataupun amal perbuatan manusia senantiasa berada di
jalan lurus, jalan yang selamat dan sesuai dengan semua petunjuk-
Nya (Abdullah et al. 2011; Subagja 2010).
Orang beriman selalu berdoa untuk dijauhkan dari kesesatan
sebagaimana telah dialami orang-orang terdahulu karena hanya
mementingkan diri serta mengikuti hawa nafsu dan egonya. Mereka
melanggar syariat-Nya secara sengaja dan menolak melakukan
ketaatan secara membabi buta karena kebodohannya. Apabila ada
segolongan umat yang tersesat dari jalan selamat, pada umumnya
mereka mengikuti hawa nafsu dan kebodohannya dengan mengingkari
petunjuk-petunjuk-Nya. Akhlak mereka menjadi rusak, amal mereka
akan mubazir, mereka akan terjerumus pada kesengsaraan. Maka,
azab atas mereka akan disegerakan di dunia sekalipun di akhirat
kelak mereka akan tetap menikmatinya azab yang sangat pedih.
Apabila kesesatan berjalan terus-menerus, pasti akan mempercepat
datangnya kehancuran dan akan memusnahkan keberadaan mereka
dari muka bumi, serta harus mempertanggungjawabkan segalanya di
hari akhir (Mokhtar et al. 2011; Muhammad, Ripin, dan Mohd Dani
1995).
Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam dunia pendidikan dapat
memberikan pengalaman yang bermakna untuk meningkatkan
kualitas karakter peserta didik. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah
mewujud dalam tiga tahapan yang saling berkaitan yaitu: pertama,
terumuskanya nilai-nilai Al-Fatihah; kedua, tergalinya makna nilai-
nilai Al-Fatihah menurut pemahaman, keyakinan dan pengalaman;
ketiga, terimplementasinya nilai-niai Al-Fatihah sebagai panduan
menjalani kehidupan. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dapat
dikategorikan sebagai best practice yang digali berdasarkan

118 The Al-Fatihah Character


pengalaman langsung yang dialami perseorangan ataupun lembaga
yang memiliki nilai tambah, sehingga dapat dijadikan role model bagi
individu atau lembaga yang lainya (Efendi 2011; Kaula and Islam
2015; Latif 2014).
Dikategorikan best practice karena dapat menginspirasi
dan melejitkan spirit untuk meningkatkan kualitas pengelolaan
lembaga, sekaligus sebagai usaha untuk menggali pengalaman
yang terbaik, yang dapat dijadikan rujukan untuk membangun dan
mengembangkan dunia pendidikan. Adapun indikator best practice
sebagai berikut: 1) mampu mengembangkan cara baru dan inovatif
dalam pengembangan serta memecahkan masalah dalam pendidikan
khususnya pembelajaran; 2) membawa sebuah perubahan dengan
hasil luar biasa (outstanding result); 3) mampu mengatasi persoalan
tertentu secara berkelanjutan atau memiliki manfaat berkelanjutan;
4) mampu menjadi model dan memberi inspirasi dalam membuat
kebijakan atau menjadi inspirasi bagi orang lainnya; dan 5) cara dan
metode yang dilakukan dan atau yang digunakan bersifat ekonomis
dan efisien. Pengalaman terbaik (best practice) dapat dicapai
dengan efektif dan efisien jika dilakukan dengan tahapan yang
sistematis melalui pendekatan ilmiah. Artinya, langkah-langkahnya
dilandasi suatu teori yang relevan dengan masalah pembelajaran
yang telah dibangun sebelumnya. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah
dapat menginspirasi dan melejitkan spirit untuk kemajuan dunia
pendidikan, sekaligus sebagai usaha untuk menggali pengalaman
yang terbaik yang dapat dijadikan rujukan untuk membangun dan
mengembangkan dunia pendidikan (Efendi 2011; Ula 2016).
Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pen­
didikan diwujudkan secara bertahap, mulai dari tahapan perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah, kemudian pemaknaan nilai-nilai Al-Fatihah,
dan tahapan puncak berupa penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
dalam kehidupan. Aktualisasi rumusan nilai-nilai Al-Fatihah, akan
memberikan wawasan dan pemahaman substansi bahwa Al-Fatihah
memiliki nilai-nilai universal yang dapat diterapkan dalam kehidupan
nyata. Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai utama dalam membangun
mindset baru dan menyemaikan karakter utama berbasis nilai-nilai
Al-Fatihah. Nilai-nilai Al-Fatihah dapat disemaikan secara tersistem
ke dalam diri pribadi setiap Muslim. Penyemaian nilai-nilai Al-Fatihah

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 119


akan membentuk karakter insan saleh yang memiliki kepribadian
utama yang berintegritas dan menjamin keunggulan (Minarti 2015;
Nihayati 2017; Zein, Nahar, dan Hasan 2017).
Adapun rumusan nila-nilai Al-Fatihah dimaksud adalah: (1)
nilai kasih, dengan cara memberikan yang terbaik kepada orang lain
dan tidak kikir; (2) nilai tanggung jawab, dengan cara melaksanakan
kewajiban sesuai standar mutu dan tidak ceroboh; (3) nilai syukur,
dengan cara berterimakasih atas pemberian dan tidak mengingkari;
(4) nilai disiplin, dengan cara mentaati aturan dan tidak menentang;
dan (5) nilai pembelajar, dengan cara berusaha untuk mengambil
hikmah dan tidak membodohi. Mengambil pelajaran baik dari
suatu peristiwa yang menyenangkan maupun menyakitkan, karena
sebenarnya hidup itu sebagai proses belajar untuk meraih masa
depan yang lebih baik dan sukses.
Aktualisasi makna nilai-nilai Al-Fatihah dapat memandu
setiap Muslim dalam menjalani kehidupan untuk fokus meniti jalan
yang lurus sebagaimana dicontohkan salaf al-shalih dan berusaha
membebaskan diri dari keinginan nafsu yang menyesatkan. Nilai-
nilai Al-Fatihah memiliki makna esensial yang akan mendalamkan
pemahaman dan menguatkan keyakinan. Nilai kasih memiliki makna
memberi manfaat kepada sesama. Nilai tanggung jawab memiliki
makna melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Nilai syukur
memiliki makna memberikan apresiasi atas kebaikan orang lain.
Nilai disiplin memiliki makna ketaatan pada aturan. Nilai pembelajar
memiliki makna dapat mengambil pelajaran baik dan mampu berbagi
pengalaman kepada orang lain.
Penggalian makna Al-Fatihah secara utuh dan mendalam
menjadi pilihan untuk dipahami dan diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Al-Fatihah memiliki nilai-nilai utama yang
dapat memandu manusia untuk menjalani kehidupan sukses dan
bahagia. Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai utama akan membawa
pada perbaikan diri dan memandu seseorang untuk mengarahkan
kehidupan agar sesuai dengan cita-cita kehidupan (Minarti 2015;
Nihayati 2017; Zein et al. 2017). Apabila seseorang memahami
maknanya dan mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah secara istikamah,
maka akan dapat mengantarkan pada kesuksesan dan kemuliaan
hidup. Selain itu makna Al-Fatihah juga dapat dijadikan sebagai

120 The Al-Fatihah Character


bimbingan jasmani dan rohani yang berlandaskan etika dan hukum
serta sebagai upaya untuk mewujudkan pribadi yang baik dan
berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai proses menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah secara integral dan tersistem agar dapat
membuat seseorang melahirkan tindakan-tindakan produktif
dan kreatif untuk membentuk karakter insan saleh. Dengan
aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah seseorang telah menyadari akan
mendapatkan suatu keyakinan, kenyamanan, dan kebahagiaan
yang pada gilirannya menuntut adanya tindakan-tindakan dalam
bentuk perhatian, tanggung jawab, kesabaran, dan perjuangan
untuk mewujudkan hasrat dalam membentuk karakter insan saleh
(Muhyidin 2008; Nihayati 2017). Secara umum proses penanaman
nilai dapat dilakukan melalui keteladanan dalam keluarga, atau
melalui penyaluran bakat dan hobi masing-masing individu. Secara
teknis penanaman nilai dapat dilakukan dengan cara melakukan alih
informasi, orientasi lapangan, pembiasaan, umpan balik, dan tindak
lanjut. Melalui proses tersebut diharapkan apa yang awalnya sebagai
pengetahuan dapat menjadi sikap, kemudian berubah menjadi
perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pada akhirnya
dapat membentuk karakter insan saleh.
Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah untuk membentuk insan saleh,
menjadi sangat penting dan mendesak. Sehingga dapat menjadi
solusi efektif, sekaligus sebagai antisipasi dalam menyiapkan dunia
pendidikan yang berkualitas unggul. Nilai-nilai Al-Fatihah diyakini
dapat dijadikan panduan operasional yang bersifat fungsional dalam
mengenali dan menemukan solusi terbaik atas beragam problema
kehidupan pada era new normal. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah
ini sekaligus sebagai alternatif solusi atas beragamnya situasi dan
keadaan yang heterogen dan kompleks yang dialami manusia dalam
kehidupan modern (Arifin 2015; Che Zarrina Sa’ari and Joni Tamkin
Borhan 2003; Zein et al. 2017). Apabila dapat mengaktualisasikan
nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan secara serius dan menyeluruh,
maka kehidupan menjadi teratur dan tersistem secara konsisten.
Sehingga, hal tersebut dapat mengantarkan manusia dalam meniti
jalan kehidupan yang lurus dan selamat untuk mendapatkan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 121


kebahagiaan kehidupan di dunia ataupun di akhirat serta selalu
dalam lindungan dan rida Allah Ta’ala.
Apabila pemaknaan dan pendalaman nilai Al-Fatihah itu serius,
mendalam, jujur, dan mengedepankan kecerdasan, nilai-nilai Al-
Fatihah akan dapat memandu setiap muslim untuk selalu bersikap
benar dan baik dalam seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan
di luar salat, serta menjadi sinergi yang kuat antara ibadah ritual
dan ibadah sosial. Hasilnya akan meyakinkan dan semakin konkret
(aktual). Sebab, setiap muslim akan terus memperbaiki daya manfaat
dan daya tariknya sepanjang kehidupannya (Aziz 2011; Ismail 2014).
Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi inspirasi, sekaligus
sebagai metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan pembacaan
ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah, sehingga dapat
memberikan nuansa baru yang original dan murni untuk memaknai
Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan muslim. Pada
tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai guidance untuk pedoman hidup sukses menjalani kehidupan
di dunia dan di akhirat. Pemahaman dan sikap yang benar terhadap
substansi ajaran Al-Fatihah sesungguhnya memosisikan seorang
muslim pada jalan lurus yang menjamin keselamatan dan kesuksesan
menjalani kehidupan. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dengan baik
sehingga menjadi kebiasaan yang membentuk moral bersama, dapat
menghasilkan makna yang bermanfaat bagi pengembangan pribadi
ataupun sosial masyarakat (Munirah, Amir Razzak, dan Yakub 2012;
Wahab 2016).
Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan
pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah, perlu adanya strategi aktualisasi
nilai-nilai Al-Fatihah berdasarkan karakteristik nilai yang diterapkan
agar dapat membingkai karakter peserta didik (Efendi 2011;
Mohamed Elhadj 2010). Strategi aktualisasi nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) strategi
aktualisasi nilai-nilai kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan
situasi yang paling aktual; 2) strategi aktualisasi nilai-nilai tanggung
jawab dalam menuntaskan semua tugas ataupun aktivitas, baik
yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan

122 The Al-Fatihah Character


perkembangan situasi yang paling aktual; 3) strategi aktualisasi nilai-
nilai syukur atas nikmat yang telah diterimanya, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi
yang paling aktual; 4) strategi aktualisasi nilai-nilai disiplin dalam
menjalankan tugasnya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual;
dan 5) strategi aktualisasi nilai-nilai pembelajar yang baik dengan
fokus mengambil hikmah, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual.
Strategi aktualisasi nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar memiliki visi membina insan akademis yang
unggul, kompetitif dan Islami. Mengoptimalkan proses pengamalan
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar
agar menjadi kebiasaan yang dapat membentuk karakter utama
bagi seluruh warga madrasah. Karena dengan karakter utama,
akan menjadi bekal yang dapat menjamin berjalannya sistem dan
program kegiatan untuk mewujudkan visi dan misi madrasah yang
hebat dan bermartabat. Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam dunia
pendidikan, dapat memberikan pengalaman yang bermakna untuk
meningkatkan kesadaran bagi pendidik ataupun tenaga kependidikan
untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap peserta didik.
Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dapat membingkai karakter insan
saleh. Dengan demikian, aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah memiliki
nilai tambah yang menginspirasi dan membangun spirit untuk
kemajuan dunia pendidikan, sekaligus sebagai usaha untuk menggali
pengalaman terbaik yang bermanfaat untuk meraih sukses di masa
depan yang cemerlang.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 123


BAB IV

METODE PENGKAJIAN
NILAI-NILAI AL-FATIHAH

A. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian dibutuhkan untuk dapat membingkai
proses maupun hasil penelitian. Paradigma penelitian menjadi
guidance bagi peneliti untuk menjamin kualitas desain, proses,
ataupun hasil penelitian. Seorang peneliti harus menentukan
paradigma penelitian sebagai panduan dalam menyusun desain,
proses penelitian, ataupun mengkonstruksi hasil-hasil penelitiannya.
Paradigma merupakan rangkaian keyakinan mendasar (basic beliefs)
yang berkaitan dengan kaidah-kaidah dasar dalam kehidupan.
Keyakinan mendasar tersebut harus diterima dengan apa adanya
semata-mata hanya berdasarkan kepercayaan. Hal yang demikian ini
dilakukan karena sudah tidak adanya alternatif cara yang efektif dan
efisien untuk menentukan kebenaran akhir (Arifin, 2012; Suparlan,
2018).
Paradigma sebagai cara untuk mengetahui realitas sosial yang
dikonstruksi oleh cara berpikir maupun model penyelidikan tertentu,
yang selanjutnya memunculkan cara mengetahui (mode of knowing)
yang spesifik. Guba dan Lincoln mengklasifikasikan paradigma
menjadi empat macam, yaitu: paradigma positivisme, paradigma post
positivisme, paradigma konstruktivisme dan paradigma kritisisme.
Paradigma konstruktivisme melihat fakta sosial yang diamati

124 The Al-Fatihah Character


seseorang tidak dapat digeneralisasikan. Karakteristik manusia
secara mendasar sangat berbeda dengan pergerakan alam secara
keseluruhan. Sebab manusia bertindak selaku agen perubahan
yang membangun tatanan kehidupan pada realitas sosial, baik yang
dilakukan dengan memberikan makna ataupun yang diejawantahkan
dalam perilaku sosialnya secara aktual. Karena itu substansi
kehidupan masyarakat tidak hanya dilihat berdasarkan penilaian
objektif, namun juga didasarkan pada tindakan nyata seseorang yang
muncul penurut pertimbangan subjektivitas (Hajaroh 2015; Miarso
2005)..
Paradigma konstruktivisme berawal dari gagasan pokok
Giambattista Vico, sebagai sosok epistemologi dari Italia. Secara
tegas pada tahun 1970, Giambattista Vico dalam buku yang berjudul
“De Antiquissima Italorum Sapientia” telah menyatakan bahwa
Tuhan sebagai pencipta alam semesta, posisi manusia sebagai wakil
Tuhan yang mengelola alam semesta. Menurut Giambattista Vico,
“mengetahui” dapat juga diartikan “mengetahui bagaimana membuat
sesuatu”. Artinya apabila ada seorang yang baru tahu tentang suatu
hal, namun sudah dapat menjelaskan berbagai unsur-unsur yang
terkandung didalamnya dan bagaimana unsur-unsur tersebut bekerja
untuk membangun sesuatu secara akurat, maka orang tersebut telah
memiliki pengetahuan sebagai modal untuk mengelola alam semesta
(Hamid 2013; Masyitoh 2016).
Paradigma konstruktivisme memiliki tiga kategori yaitu:
konstruktivisme radikal, dan konstruktivisme realisme hipotesis,
serta konstruktivisme biasa. Pada kenyataannya, konstruktivisme
radikal hanya dapat menerima segala sesuatu yang terkait dengan
pengejawantahan pikiran. Dalam konstruktivisme radikal, pemikiran
seseorang tidak selalu merepresentasikan objektivitas realitas yang
sedang dihadapinya. Sebagai besar kaum konstruktivisme radikal
cenderung mengabaikan keterkaitan antara knowledge dengan
realitas sebagai suatu parameter yang benar. Segala sesuatu yang
diketahui tidak dapat merepresentasikan kenyataan ontologis
objektif, akan tetapi lebih dominan ditentukan kenyataan yang
dibentuk melalui pengalaman subjektif seorang. Karena itu bangunan
suatu ilmu pengetahuan sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh
seorang individu, keberadaan suatu lingkungan hanya berperan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 125


sebagai wahana strategis yang dapat memfasilitasi bangunan ilmu
pengetahuan (Hamid 2013; Kartika 2013).
Menurut realisme hipotesis, pengetahuan sebagai suatu
hipotesis berdasarkan konstruksi realitas yang hampir sama dengan
realitas objektif untuk mengarahkan pada pengetahuan substantif.
Konstruktivisme yang normal sebagaimana pada lazimnya selalu
memprioritaskan dampak konstruktivisme dengan cara berusaha
mendalami secara keilmuan sebagai deskripsi realitas. Selanjutnya,
pengetahuan individual dapat dipandang sebagai suatu representasi
yang dibentuk berdasarkan realitas objektif yang ada di dalam diri
seseorang. Kesamaan dari ketiga kategori konstruktivisme tersebut
dapat dipandang sebagai operasi pengetahuan individu dalam
memaknai fakta sosial yang terjadi. Sebab terjalinnya hubungan
sosial antara seseorang dengan lingkunganya ataupun dengan
orang yang berada di sekitarnya sebagai konsekuensi natural yang
akan membentuk realitas kehidupan yang aktual. Untuk melahirkan
konstruksi sosial, maka konstruksi keilmuan akan dibangun oleh
setiap orang melalui pengamatan langsung terhadap realitas sosial
menurut struktur yang sudah ada sebelumnya sehingga akan dapat
melahirkan konstruksi baru yang lebih populer dikenal dengan
sebutan skemata yaitu, suatu pengetahuan yang digeneralisasikan
mengenai suatu situasi dan peristiwa tertentu (Miarso 2005;
Suparlan 2018).
Paradigma konstruktivisme memandang ilmu sosial sebagai
analisis tersistem terkait socially meaningful action dengan
menggunakan observasi langsung dengan terperinci terhadap sikap
sosial yang bersangkutan untuk menciptakan dan memelihara atau
mengelola kehidupan sosial yang sudah ataupun sedang terjadi
berdasarkan analisis fakta obyektif di lapangan. Hal yang demikian
ini sebagaimana pernyataan Patton MQ yang menegaskan bahwa
para periset konstruktivisme mempelajari beragam tentang realitas
dengan kritis yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi atau
keterkaitan dari konstruksi tersebut pada kehidupan mereka serta
yang lain (Bachri 2010; Suparlan 2018).
Paradigma konstruktivisme mempunyai beberapa patokan
yang memperbedakan dengan paradigma lainnya, yaitu: ontologi,

126 The Al-Fatihah Character


epistemologi, dan metodologi. Pada tataran ontologi, paradigma
konstruktivisme memandang realitas sebagai hal yang ada, namun
realitas bersifat majemuk, dan maknanya menjadi divergen pada setiap
orang. Dalam konteks epistemologi, peneliti lebih mengedepankan
pendekatan yang berorientasi subjektif, sebab melalui pendekatan
subjektif, peneliti akan menjabarkan pengonstruksian pemaknaan
secara individu. Dalam penggunaan metodologi, paradigma
konstruktivisme dapat menggunakan beragam jenis konstruksi
dengan menggabungkannya dalam konsensus standar yang disepkati
(Arifin, 2012; Miarso, 2005).
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, penelitian ini di­
golongkan sebagai penelitian kualitatif dengan memilih paradigma
konstruktivisme yang dominan mengandalkan kompetensi peneliti
untuk membaca dan memaknai data dan kaitannya dengan konteks
sosial budaya, ekonomi, ataupun historis. Penggunaan paradigma ini
dimaksudkan untuk mendalami makna substansi ataupun makna
ideologis dengan cara membongkar nilai-nilai yang terkandung di
dalam isi teks ataupun dengan cara memahami fenomena ataupun
pengalaman langsung dalam proses menjalani aktivitas di lapangan.
Paradigma konstruktivisme yang digunakan dalam penelitian ini
mengadaptasi pemikiran Thomas Kuhn. Melalui paradigm tersebut,
penelitian ini dapat menganalisis nilai-nilai Al-Fatihah dengan cara
membongkar segala bentuk pemahaman, pengalaman, naskah,
gambar, ataupun rekaman yang telah dikonstruksi dalam fokus
“Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan”.
Selanjutnya dalam konteks penelitian ini, peneliti akan lebih
fokus memberi penekanan untuk menganalisis rumusan, makna,
dan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dalam membangun kultur
ataupun karakter warga madrasah sebagai best practice pendidikan.
Paradigma konstruktivisme pada penelitian ini diharapkan dapat
menggali rumusan, mendalami makna, dan mengembangkan model
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai pengalaman bermakna
untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pendidikan madrasah
guna menyiapkan sumber daya insani yang berkualitas insan saleh.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 127


B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan memilih jenis studi kasus aktualisasi nilai-nilai Al-
Fatihah dalam pengelolaan madrasah dengan menggali pengalaman
pengalaman kelompok atau individu dalam aktualisasi nilai-nilai
Al-Fatihah pada beragam kegiatan yang dilakukan di lingkungan
madrasah. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis bagaimana
aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan
(Hidayat 2019; Prihatsanti, Suryanto, and Hendriani 2018). Maka
yang menjadi subjek penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat
secara langsung dalam aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dengan
cara melakukan eksplorasi terhadap konstruksi kesadaran atau
pengalaman menjalani kehidupan melalui sistem yang dikembangkan
manajemen pendidikan madrasah.
Penelitian dengan jenis studi kasus memiliki karakteristik
utama yaitu, peneliti secara langsung meneliti subjek penelitian
dengan latar penyimpanan data penelitian yang telah dipilih. Model
penelitian kasus mempunyai banyak jenis, salah satunya adalah
penelitian yang mengawali kegiatannya dari kasus tunggal (sigle
case), yang dijadikan sebagai sasaran atau tempat penelitian sebagai
studi pendahuluan, atau berfungsi sebagai penelitian percobaan
(pilot) untuk penelitian jenis studi kasus ganda ataupun multi kasus.
Penelitian studi kasus yang lainnya pada dasarnya merupakan studi
satu kasus (sigle case), tetapi dalam pelaksanaannya melibatkan
pengamatan yang mendalam dan menyeluruh pada beragam situs
lain yang bertujuan untuk mencari penetapan fokus permasalahan
secara umum (generalizability). Disamping itu terdapat juga
penelitian yang dilakukan dengan cara studi komparatif dengan cara
mengambil beberapa studi kasus yang dilakukan secara bersamaan.
Pada tahap berikutnya peneliti kemudian membandingkannya satu
kasus dengan kasus lainnya yang menjadi variabel dalam penelitian
untuk menemukan persamaan atau perbedaan kemudian dilakukan
analisis secara cermat dan mendalam untuk merumuskan kesimpulan
sebagai hasil penelitian (Hidayat 2019; Prihatsanti et al. 2018).
Pendekatan kualitatif jenis penelitian studi kasus bertujuan
untuk memperoleh hasil penelitian dengan deskripsi serta penjelasan

128 The Al-Fatihah Character


secara obyektif dan mendalam. Kajian yang dilakukan peneliti dalam
penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pengalaman
subjek penelitian dalam melakukan interaksi dengan realitas
kehidupan sosial, sehingga ditemukan struktur inti atau pokok dialog
pengalaman subjek penelitian terhadap pengalaman nilai-nilai Al-
Fatihah sebagai proses pengembangan potensi secara integral untuk
menemukan karakter yang bercorak insan saleh (Prawacana 2015;
Rahman 2013).
Penelitian ini menjadi salah satu upaya untuk dapat memecahkan
masalah atau memberi alternatif solusi dengan mengomparasikan
beragam persamaan dan perbedaan gejala yang telah ditemukan,
lalu mengadakan klasifikasi gejala, menilai gejala, dan menetapkan
hubungan antara gejala-gejala yang ditemukan. Dinamika psikologis
yang dialami warga madrasah dalam menginternalisasikan nilai-nilai
Al-Fatihah dalam proses pembelajaran ataupun dalam keseluruhan
aktivitas yang dikerjakan, merupakan realitas objketif yang dipahami
dengan pendekatan studi kasus (Hidayat 2019; Prihatsanti et al.
2018). Di samping itu, pendekatan studi kasus lebih mengedepankan
perbedaan individual (individual difference), sebagai kelebihan
studi kasus dibandingkan dengan bentuk yang lainnya. Pendekatan
studi kasus secara konsisten menangkap kebenaran empiris secara
objektif yang diteliti secara cermat sebagai dasar untuk mengambil
kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah (Dhani 2013;
Haleludin 2018).
Oleh karena itu, penelitian ini secara serius berusaha masuk
pada peran manajemen dan dunia subjek penelitian sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat mengerti secara mendalam “apa
dan bagaimana” sebagai tingkat kesadaran ataupun pemahaman
yang dimiliki subjek penelitian yang terkait dengan rutinitas
kegiatan sehari-hari yang sudah lazim dilakukan. Karena setiap
individu memiliki beragam cara untuk dapat menginterprestasikan
pengalamannya melalui interaksi sosial dengan individu lainnya. Di
samping itu, pengalaman individu akan dapat membentuk realitas
dan kesadaran diri bagi setiap orang.
Salah satu usaha yang harus dilakukan untuk mendapatkan
sikap studi kasus, Husserl mengembangkan suatu metode studi
kasus yang direncanakan guna mengenali struktur inti dan ciri khas

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 129


(feature) pada pengalaman manusia. Maka, urgen untuk mencermati
konsekuensi-konsekuensi dari menduga untuk pembenaran (taken-
for-granted) mengenai cara-cara hidup yang familier, karena setiap
hari alam semesta dipandang sebagai objek. Dengan demikian, hal ini
dirasa urgen dalam kategori taken-for-granted pada suatu objek (alam
semesta) supaya memfokuskan persepsi peneliti dengan objek alam
semesta. Penggunaan metode studi kasus dalam konteks penelitian
ini diawali dari serangkaian reduksi-reduksi yang diperlukan agar
dengan intuisi peneliti bisa mendapatkan hakikat gambaran dari
objek-objek secara utuh (Hidayat 2019; Prihatsanti et al. 2018).
Proses perbaikan (reduksi) dimaksudkan sebagai proses
utama untuk menyeleksi seluruh fakta ataupun data yang dapat
mengacaukan suatu fokus kesimpulan yang seutuhnya. Pertama,
reduksi akan menyeleksi segala sesuatu yang bersifat subjektif, karena
itu diperlukan sikap objektif dan terbuka terhadap fenomena yang
terkait dengan subjek penelitian; kedua, reduksi dapat menyeleksi
keseluruhan pemahaman subjek penelitian terhadap obyek pe­
nelitian ataupun dari faktor lainnya; dan ketiga, reduksi dapat
menyeleksi seluruh pemahaman, segala sesuatu yang diungkapkan
oleh subjek penelitian untuk sementara dapat diabaikan. Apabila
proses pengoreksian ataupun perbaikan ini dengan jelas dan tegas
dapat dilakukan, maka indikator yang muncul dapat dijadikan
patokan secara objektif terhadap suatu realitas yang diamati untuk
menguatkan atau akan menghasilkan kesimpulan sementara yang
memenuhi keabsahan penelitian (Moustakas 1994; Tisngati 2016).
Menurut Smith, setiap reduksi akan dapat memberikan sudut
pandang (prisma) dan variasi cara berpikir serta cara pengambilan
keputusan berlandaskan pemikiran yang logis tentang suatu
fenomena. Susunan reduksi perlu direncanakan agar dapat memandu
peneliti agar terbebas dari keraguan dan kebingungan ataupun salah
arah pada asumsi prakonsepsi, sehingga akan dapat kembali pada
pengalaman esensi menurut fenomena yang muncul. Pendekatan
studi kasus mengharuskan dilakukan pengujian melalui deskripsi
ataupun refleksi terhadap setiap realitas objektif yang muncul.
Deskripsi pengalaman terhadap realitas objektif sebagai tahapan
awal untuk dilakukan pengujian untuk mendapatkan pengalaman
yang lebih generalistik (Subadi 2016; Sutrisno 2015).

130 The Al-Fatihah Character


Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan
mengetahui bagaimana konseptualisasi makna dan kontekstualisasi
nilai-nilai Al-Fatihah bagi peserta didik, pendidik, orang tua dan
alumni. Selanjutnya konstruksi pengalaman akan dikembangkan
sebagai model holistik dalam pengelolaan madrasah secara
berkesinambungan. Pada kegiatan ini, peneliti berusaha mengin­
tegrasikan data dengan menggunakan setting yang natural menjadi
penyuplai data langsung. Proses pemberian makna tentang data yang
didapatkan hanya akan dilakukan apabila telah diperoleh kedalaman
tentang realitas yang objektif terjadi di lapangan. Penelitian model
ini diharapkan dapat merumuskan kesimpulan sekaligus dapat
mendeskripsikan data secara keseluruhan dan seutuhnya mengenai
“Aktualisasi Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice Pendidikan”.
Kegiatan penelitian ini juga dimaksudkan untuk menghasilkan
teori esensi yang dilahirkan secara induktif berdasarkan konsepsi-
konsepsi data yang akurat dan valid yang telah berhasil dikumpulkan
selama kegiatan penelitian berlangsung.
Adapun fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah
“rumusan nilai-nilai Al-Fatihah, makna nilai-nilai Al-Fatihah dan
implementasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan”.
Lokasi penelitian ini memiliki latar belakang historis dan kultural
yang sangat unik, di mana model pengelolaan Madrasah Aliyah Negeri
1 Bojonegoro sebagai Madrasah Aliyah Negeri yang berbasis riset,
literasi, dan tahfiz. Cara pengelolaanya merujuk pada aturan-aturan
terkait madrasah yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Agama.
Output dan outcome pendidikan madrasah diharapkan memiliki
konsentrasi dalam bidang keilmuan sebagai bekal melanjutkan
studi ke jenjang pendidikan tinggi yang diunggulkan dengan muatan
kecakapan khusus dan karakter religius.
Karena itu pendekatan penelitian kualitatif yang dipilih pada
penelitian ini akan digunakan untuk mengenali dan mendeskripsikan
secara komprehensif dan terperinci tentang“Aktualisasi nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice Pendidikan”.Untuk menjamin
terlaksananya penelitian, peneliti melaksanakan beragam kegiatan
lapangan, mulai dari penelitian pendahuluan, kemudian dirangkai
dengan kajian mendalam dan menyeluruh dengan metode
pengumpulan, pengujian, dan analisis data secara jujur dan rasional.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 131


Sehingga pada akhirnya tersusun konstruksi teori hasil penelitian
yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah sebagai hasil penelitian
disertasi.

C. Deskripsi Latar Penelitian


Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Bojonegoro sebagai madrasah
model berbasis akademik, riset, literasi dan berkarakter, merupakan
lembaga pendidikan berciri khas agama Islam yang bertanggung
jawab mengembangkan minat, bakat, dan potensi peserta didik
untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik. Penyelenggaraan
pendidikan keagamaan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan
yang sengaja didirikan dengan niat dan tujuan mengejawantahkan
ajaran ataupun nilai-nilai Islam yang universal sebagaimana
tertuang dalam visi, misi, dan tujuan program maupun pada
praktik pelaksanaan dilapangan. Hakikat pendidikan secara umum
merupakan proses perubahan menjadi lebih baik, lebih bermartabat,
dan lebih bermakna bagi kebahagiaan dan kemuliaan.
Penelitian yang dilakukan merupakan pengkajian terhadap
“Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan”
dengan lokasi penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro,
yang memiliki posisi strategis dari jalur transportasi dan termasuk
dalam wilayah Kota Bojonegoro. Sebagai lembaga pendidikan Islam
di bawah Kementerian Agama, Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro
mendapat mandat untuk mengemban amanah sebagai sekolah umum
yang berciri khas Islami agar terus meneguhkan komitmen menjaga
nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan serta mengembangkan
inovasi dan kreatifitas menjadi madrasah teladan. Mengemban
amanah sebagai Madrasah Aliyah Model dengan berbagai keunikan
dan sekaligus menjadi madrasah mandiri dengan berbagai prestasi
dan nilai tambah yang diproyeksikan menjadi rintisan madrasah
unggulan. Mengemban amanah sebagai madrasah yang berkomitmen
secara integral dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk
mengembangkan kemampuan akademik, non akademik, berakhlak
karimahdan berkualitas.
Pada saat melaksanakan program kegiatannya, Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro senantiasa menjunjung tinggi dan

132 The Al-Fatihah Character


mengamalkan nilai-nilai keunggulan yaitu: 1) keimanan; sebagai
landasan gerak dalam seluruh aspek kegiatan yang dilaksanakan;
2) ketaqwaan; sebagai identitas kemuliaan dalam totalitas kegiatan
yang dilaksanakan; 3) kebenaran; sebagai pedoman utama dalam
seluruh kegiatan yang dilaksanakan; 4) kejujuran; sebagai komitmen
moral dalam menjalani kegiatan yang dilaksanakan; 5) kebaikan;
sebagai perangai utama yang memberikan makna dan kemaslahatan;
6) kecerdasan; sebagai modal utama dan pilar penyangga peradaban;
7) kebersamaan; sebagai bekal sinergi gerakan untuk menggapai
prestasi utama, dan 8) keindahan; sebagai fitrah kedamaian dalam
mewujudkan kesuksesan yang diridhoi Allah Ta’ala.
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro memiliki visi utama untuk
menjamin terwujudnya madrasah mandiri guna menciptakan pusat
keunggulan dan rujukan keteladanan di lingkungan Kementerian
Agama dengan kualitas akademik dan non akademik serta akhlak
karimah yang unggul dalam karya, kompetitif dalam prestasi,
berkarakter Islami. Untuk memberikan gambaran konkret dan
fungsional, visi madrasah dijabarkan ke dalam indikator berikut:
1)Menerapkan dan mengembangkan manajemen madrasah yang
unggul dan ditopang oleh sumber daya insaniyang bermutu, sistem
manajemen yang komprehensif dan andal dalam seluruh komponen;
2)Menjalankan proses pembelajaran secara profesional dengan multi
pendekatan, multistrategi dan multimedia yang memadai, sehingga
dapat mencetak lulusan yang berkualitas unggul dan kompetitif; 3)
Mengikuti berbagai kompetisi maupun olimpiade secara sportif pada
berbagai bidang, baik di tingkat lokal, regional ataupun nasional
untuk memperkenalkan eksistensi madrasah; 4)Membangun budaya
berprestasi baik bagi pendidik ataupun peserta didikdalam iklim
yang kondusif, dengan menumbuhkan ”achievement motivation”dan
mendorong setiap personal untuk berusaha meraih kejuaraan
akademik dan non akademik dalam berbagai level ataupun tingkatan;
5)Mengintegrasikan tauhid dalam seluruh sistem dan manajemen
madrasah, yang diaktualisasikan secara konsisten oleh semua
komponen madrasah; 6)Menciptakan suasana kehidupan Islami yang
dibangun dan dikelola atas dasar komitmen yang utuh dan kokoh
dalam ikhtiar membina kehidupan yang bersumber dari ajaran Al-
Qur’ani dan Sunnah Nabi, dan 7)Menjadi pelopor perubahan dan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 133


transformasi sosial serta menjadi model penerapan nilai Islam dalam
berbagai aspek kehidupan, sehingga tercipta masyarakat akademik
yang berbudaya dan berperadaban Islami.
Selanjutnya secara operasional visi madrasah dijabarkan kedalam
misi pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Negeri I Bojonegoro yang
dirumuskan dalam kalimat, “Mengamalkan dan menegakkan ajaran
Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam segala aspek
kehidupan untuk menciptakan generasi berkualitas”. Kemudian misi
tersebut dijabarkan ke dalam indikator sebagai berikut: 1)Membina
anak didik agar memiliki dasar-dasar aqidah, syariah, keluhuran
akhlak, kemampuan akademik, pengalaman dan keterampilan
menuju kemandirian hidup; 2)Mengembangkan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni budaya bernafaskan Islam melalui kegiatan studi
lapangan dan penelitian secara berkesinambungan; 3)Memberikan
kasih sayang, dan pelayanan kepada anak didik serta masyarakat
dalam menggali ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan nilai-
nilai Islam yang dapat menuntun perkembangan individual dalam
menjalani hidup yang mandiri, sejahtera dan diridhoi Allah; 4)
Membangun keteladanan, nasehat, hikmah dan kearifan, menjunjung
tinggi nilai Qur’ani dan tradisi Islam yang shohih; 5)Mendidik
generasi berpikir dan bersikap mandiri, kritis, kreatif, pemberani,
bertanggung jawab dan berakhlak karimah; 6)Mengembangkan
motivasi, etos kerja dan meningkatkan kualitas kerja dan karya
nyata untuk meraih prestasi yang diridhoi; 7)Meningkatkan kualitas
administrasi pendidikan yang efektif dan efisien; 8)Meningkatkan
kualitas proses pembelajaran untuk mencapai prestasi prima,
dan 9)Meningkatkan kualitas partisipasi stakeholder untuk dapat
mengembangkan madrasah agar memiliki keunggulan prestasi
akademik ataupun non akademik.
Tujuan Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro dirumuskan
dalam capaian kinerja yaitu:
1) Terwujudnya lulusan berkualitas akademik, non akademik
dan berakhlak mulia;
2) Terbangunnya budaya madrasah yang membelajarkan
dalam satu visi;
3) Terwujudnya sumber daya insani madrasah yang memiliki
kompetensi integral;

134 The Al-Fatihah Character


4) Terlaksananya tata kelola madrasah yang berbasis sistem
penjaminan mutu;
5) Tercipta dan terpelihara lingkungan madrasah yang sehat,
kondusif, dan harmonis;
6) Terbentuknya stakeholder yang dimiliki madrasah (school
ownership) yang kuat, solid dan produktif;
7) Tercapainya standar nasional pendidikan secara otentik
dan objektif dan
8) Terwujudnya madrasah yang berorientasi pada standar
nasional dengan berbagai kualitas yang unggul dan
kompetitif.
Sebagai bagian penting untuk memberikan arah yang jelas dan
tegas, lembaga ini memiliki rumusan tujuan akademik Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro, pada tahun pelajaran 2020/2021 s/
d2025/2026, secara nyata madrasah dapat menghasilkan capaian
kinerja sebagai berikut: a)rerata peningkatan skor GSA (Grade Score
Average); b)peningkatan rerata nilai ujian akhir madrasah menjadi
9,00 dari 8,00, Program IPA 9,00 dari 8,00, Program IPS 9,00 dari
7,50 dan c) penerimaan outputdi Perguruan Tinggi Negeri favorit
menjadi 60% dari 30%. Tujuan Non Akademik, pada tahun pelajaran
2020/2021 s/d2025/2026, ada pencapaian pada manajemen
madrasah untuk dapat:a) meningkatkan jumlah peserta didikyang
mengikuti sholat berjama’ah mencapai 95%, c)menghasilkan lulusan
yang siap kerja bagi yang tidak melanjutkan ke PerguruanTinggi, d)
meningkatkan prestasi KIR di madrasah, e) meningkatkan prestasi
Olimpiade MIPA, BHS, dan IPS, f)meningkatkan pencapaian menjadi
50% peserta didik dan 50% pendidik atau pegawai dapat berbahasa
Arab dan Inggris secara aktif (AD:033); g)menghasilkan output
yang terampil dalam bidang Komputer, Tata busana, Tata boga dan
elektronika; h)meningkatkan prestasi olahraga dan seni minimal
di tingkat kabupaten, i)meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
peserta didik melalui kegiatan Grup Studi Islam dan j)meningkatkan
kesadaran untuk belajar mandiri, berdzikir dan beribadah, secara
benar sesuai tuntunan yang berlaku.
Dipilihnya lokasi penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 1
Bojonegoro karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 135


1. Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro, sejak tahun 2009
mendapat mandat sebagai pusat pengembangan karakter
berbasis Al-Fatihah. Kegiatan yang sudah dilakukan
diantaranya Training Jalan Sukses Al-Fatihah yang diikuti
pendidik dan pegawai Madrasah Aliyah se-Bojonegoro.
Dengan demikian, pendidik dan pegawai di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro sudah cukup mengenal,
mengikuti, memahami dan mengamalkan nilai-nilai Al-
Fatihah.
2. Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro, memiliki keunggulan
akademik yang telah dikenal sebagai madrasah unggulan
dan favorit. Keunggulan akademik ini tidak terlepas dari
konsistensi pendidikan dan pegawai serta peserta didik
sebagai warga madrasah dalam menerapkan nilai-nilai Al-
Fatihah.
3. Pendidik, tenaga pendidik, dan peserta didik di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro dalam performa (perilaku)
hariannya telah menampilkan citra diri sebagai sosok
insan saleh yang berkarakter dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya. Warga madrasah telah dapat menunjukkan
dedikasi yang tinggi terhadap lembaganya, memiliki
disiplin dan komitmen untuk mewujudkan madrasah
hebat bermartabat sesuai moto: Terus belajar, cerdaskan
diri, raih prestasi, dan kemuliaan.
4. Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro memiliki komitmen
untuk menjadikan Al-Qur’an, khususnya Al-Fatihah, sebagai
sumber rujukan dalam rangka pengembangan sumber
daya manusia. Dalam konteks ini, pengembangan sumber
daya manusia menjadi sentral kebijakan pengembangan
madrasah yang selaras dengan kebijakan pembangunan.
5. Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro telah memiliki
tim pengembang karakter berbasis Al-Fatihah. Tim
pengembang karakter melakukan analisis tekstual dan
kontekstual untuk menerjemahkan Al-Fatihah dalam
bentuk rumusan nilai-nilai untuk diaplikasikan dalam
keseluruhan kegiatan yang diharapkan berimplikasi pada

136 The Al-Fatihah Character


pembangunan generasi bangsa yang berkarkter Al-Fatihah,
yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan syiar Islam yang
berorientasi untuk mewujudkan izzul Islam wal Muslimin.
6. Model penyemaian nilai-nilai Al-Fatihah di lingkungan
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro memiliki keunikan
karena melibatkan pimpinan madrasah, pendidik, tenaga
kependidikan, peserta didik, wali murid, dan alumninya.
Di samping itu, ditopang oleh Character Building Centre
(CBC), sebagai lembaga khusus lintas madrasah dan
melibatkan banyak pihak yang berkompeten untuk
mendiseminasikan nilai-nilai Al-Fatihah. Lembaga ini telah
berperan penting untuk memonitor dan mengevaluasi
serta mengkoordinasikan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah.
7. Pendidik, tenaga pendidik dan peserta didik di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro memiliki pengembangan diri
(self management), yaitu potensi yang berupaya membantu
membangkitkan motivasi dan spirit personal dalam
menjalani kehidupan dengan jalan menginternalisasikan
nilai-nilai Al-Fatihah dalam keseluruhan kegiatan,
khususnya di madrasah. Karena telah memahami dan
membiasakan diri menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah, maka
nilai-nilai Al-Fatihah dapat dijadikan inspirasi dan motivasi
dalam berbagai aktivitas kehidupan, baik di kalangan
pendidik dan pegawai ataupun peserta didik, terutama
untuk memandu dirinya dalam menemukan serta meraih
sukses (falah) dalam kehidupan dunia akhirat.
8. Berdasarkan analisis dokumen, Madrasah Aliyah Negeri 1
Bojonegoro, sejak tahun 2009-2017 telah dijadikan sebagai
pilot project dengan fokus penyemaian nilai-nilai Al-Fatihah
yang digalakkan melalui kegiatan-kegiatan yaitu; “Training
Jalan Sukses Al-Fatihah, senam Al-Fatihah, dan berbagai
kegiatan berbasis nilai-nilai Al-Fatihah” sebagai proses
diseminasi karakter Al-Fatihah untuk menyatukan gagasan
dan sikap serta langkah bersama dalam mengamalkan
nilai-nilai Al-Fatihah dalam rutinitas kegiatan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 137


D. Subjek Penelitian
Penelitian dengan paradigma konstruktivisme menuntut di­
laksanakannya penelitian dalam konteks naturalistik, makna yang
diangkat diperoleh dari konteksnya sebagai hasil dari interview dan
atau observasi serta berkaitan dengan waktu dan konteks tertentu.
Penelitian ini menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian
yang harus mempunyai kualifikasi baik, yaitu bersifat adaptif,
responsif, holistik, kesadaran dalam konteks, mampu memproses
segera, mampu mengejar klarifikasi, segera meringkaskan, mampu
menjelajahi idiosinkratik, dan mampu mengejar pemahaman yang
lebih mendalam untuk merumuskan kesimpulan secara objektif dan
integratif (Arifin 2012; Sumiyat 2017).
Subjek dalam penelitian ini adalah pimpinan madrasah yang
diwakili oleh Waka Kurikulum dan Waka Kesiswaan, pendidik yang
meliputi guru Al-Qur’an Al-Hadis, guru Akidah Akhlak, guru PKN,
guru BK, perwakilan peserta didik, perwakilan wali murid, dan
alumni Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro.
Adapun pertimbangan dalam menentukan subjek penelitian ini
sebagai berikut:
a. Unsur pimpinan (2 orang) diwakili oleh wakil kepala
bidang kurikulum dan wakil kepala bidang bidang
kesiswaan. Keduanya dipertimbangkan sebagai subjek
penelitian karena memiliki tugas pokok dan fungsi
penting untuk merencanakan dan mengawal pelaksanaan
kegiatan dilapangan dan keduanya sebagai anggota inti
tim kurikulum madrasah dan tim pengembang madrasah.
Tim ini terlibat secara langsung dalam merencanakan,
menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan
kurukulum berbasis karakter. Selanjutnya wakil kepala
bidang kurikulum dan wakil kepala bidang bidang
kesiswaan bertanggung jawab mengkomunikasikan dan
mengkoordinasikan proses tindak lanjut hasil evaluasi
untuk perbaikan pelaksanaan kurikulum dan perbaikan
pengelolaan madrasah pada tahap selanjutnya.
b. Guru Al-Qur’an Al-Hadis (2 orang), sebagai peletak dasar
pentingnya pemahaman utuh terhadap isi Al-Qur’an

138 The Al-Fatihah Character


dan menamkan pentingnya mengamalkan nilai-nilai Al-
Fatihah dalam kehidupan aktual. Guru mata pelajaran Al-
Qur’an Al-Hadis memiliki tanggungjawab untuk senantiasa
meyemaikan keyakinan terhadap kebenaran kitab suci
Al-Qur’an dan Al-Hadis. Karena itu guru Al-Qur’an dan Al-
Hadis, senantiasa membimbing peserta didik agar memiliki
pemahaman yang benar, keyakinan yang teguh dan sikap
yang konsisten untuk mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan
Al-Hadis dalama kehidupan aktual.
c. Guru Akidah Akhlak (2 orang), berperan sebagai pengajar
dan pembimbing akhlak peserta didik atas dasar tanggung
jawab, kasih sayang dan keikhlasan. Guru akidah akhlak
memiliki peranan mendampingi peserta didik dalam
mempelajari ilmu, mengkaji dan membiasakan pola
kehidupan sesuai ajaran agama yang diyakini kebenaranya.
Guru akidah akhlak memiliki peranan efektif dalam
menanamkan nilai-nilai akhlak mulia agar menjadi
kebiasaan yang menyatu dengan sikap dan kepribadian
peserta didik. Guru akidah akhlak memiliki data yang valid
tentang perkembangan sikap spiritual dan sikap social
peserta didik selama mengikuti beragam kegiatan yang
dilaksanakan dilingkungan madrasah.
d. Guru Pendidikan Kewarganegaraan dan Budi Pekerti
(2 orang), berperan sebagai pengajar dan pembimbing
jiwa nasionalisme dan budi pekerti peserta didik atas
dasar tanggung jawab, kasih sayang dan keikhlasan. Guru
pendidikan kewarganegaraan dan budi pekerti memiliki
peranan penting dalam mendampingi peserta didik ketika
mempelajari ilmu, mengkaji dan membiasakan pola
kehidupan yang sesuai dengan norma dan kebiasaan dalam
bingkai sebagai warga negara yang baik. Guru pendidikan
kewarganegaraan dan budi pekerti memiliki peranan
efektif dalam menanamkan akhlak mulia dan budaya
bangsa agar menjadi kebiasaan yang menyatu dengan
sikap dan kepribadian peserta didik. Guru pendidikan
kewarganegaraan dan budi pekerti memiliki data yang
valid tentang perkembangan sikap spiritual dan sikap

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 139


social peserta didik selama mengikuti beragam kegiatan
pembelajaran dilingkungan madrasah.
e. Guru bimbingan dan konseling (2 orang), berperan sebagai
pembimbing peserta didik atas dasar tanggung jawab,
kasih sayang dan keikhlasan agar dapat mengikuti proses
pembelajaran sesuai dengan tata tertib dan ketentuan
yang berlaku di madrasah. Guru bimbingan dan konseling
memiliki peranan penting dalam mendampingi peserta
didik membiasakan pola kehidupan yang sesuai dengan
tata aturan dan norma kehidupan yang berlakau. Guru
bimbingan dan konseling memiliki peranan efektif untuk
mengawal peserta didik agar memiliki sikap hidup yang
tertib dan teratur sebagai jembatan untuk mewujudkan
cita-cita hidup sukses. Guru bimbingan dan konseling
memiliki data yang valid tentang minat, bakat dan
kemampuan serta memiliki catatan lengkap tentang sikap
peserta didik selama menjalani proses pembelajaran di
dalam ataupun di luar madrasah. Data guru bimbingan dan
konseling menjadi data primer yang dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan pada akhir semester ataupun pada
saat peserta didik akan mengakhiri studi.
f. Perwakilan peserta didik dari kelas XII (13 orang), terdiri
dari 11 orang sebagai subjek primer dan 2 orang dari
pengurus OSIS sebagai subjek sekunder (informan).
Secara konsepsi, peserta didik pada tingkatan kelas
ini telah dapat mengkonstruk pengalaman pribadinya
menjadi pengetahuan baru yang bermakna. Secara mental
spiritual, peserta didik pada tingkatan kelas ini telah
dapat mengendalikaan dan memposisikan diri utamanya
pada saat berinteraksi dengan orang lain baik dalam
berkomunikasi ataupun bergaul dengan sesamanya secara
baik. Disamping itu peserta didik pada tingkatan kelas
ini telah memiliki keteguhan dalam memegangi prinsip
kehidupan, memiliki tingkat pemahaman yang mendalam
dan sudah memiliki keberanian serta kesiapan untuk
bercerita ataupun diajak dialog tentang pengalaman

140 The Al-Fatihah Character


menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah selama menjalani studi
di madrasah.
g. Alumni Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro (3 orang),
sebagai subjek primer, pada saat masih aktif belajar
ketiganya sebagai pengurus kelas dan pengurus organisasi
siswa intra madrasah, ketiganya aktif dalam berbagai
kegiatan keagamaan. Setelah tamat, 1 orang melanjutkan
studi pada perguruan tinggi negeri di luar kota, 1 orang
melanjutkan studi pada perguruan tinggi swasta dan 1
orang sudah bekerja sambil melanjutkan studi. Secara
konsepsi, alumni memiliki pengetahuan, pengalaman yang
dapat dikonstruksi menjadi pengetahuan yang bermakna.
Secara mental spiritual, alumni telah memiliki sikap yang
tegas dalam berinteraksi dengan orang lain. Disamping itu
para alumni memiliki keteguhan dalam memegangi prinsip
kehidupan, memiliki tingkat pemahaman yang mendalam
dan memiliki kejujuraan mengungkapkan pengalaman
menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah selama menjalani studi
di lingkungan madrasah ataupun setelah keluar.
h. Perwakilan wali murid (2 orang), diambilkann dari unsur
komite madrasah, terdiri dari 2 orang, satu orang dari unsur
ketua dan 1 orang dari unsur anggota. Secara kelembagaan
komite madrasah menjadi bagian tidak terpisahkan dari
sistem pengelolaan madrasah yang berkembang ataupun
telah maju. Komite madrasah berfungsi sebagai penopang
semua kebutuhan atau segala urusan penting yang
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan, sekaligus sebagai
proses untuk mengembangkan madrasah. Komite madrasah
berkomitmen untuk selalu mencukupi semua kebutuhan
pada kegiatan-kegiatan yang tidak dibiayai negara. Komite
madrasah memiliki kewengan untuk mengevaluasi semua
program kegiatan dan memberikan umpan balik untuk
memperbaiki ataupun meneruskan program kegiatan yang
sudah dijalankan. Kegiatan traning jalan sukses Al-Fatihah
untuk yang pertama kalinya diadakan pada tahun 2009,
dengan peserta guru-guru madrasah aliyah sekabupaten,
semua biaya operasional sepenuhnya ditanggung oleh

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 141


komite madrasah. Pada prinsipnya semua kegiatan yang
berbasis pengembangan karakter peserta didik didukung
sepenuhnaya oleh komite madrasah, sehingga pembinaan
karakter berbasis Al-Fatihah dapat berjalan dengan baik.
Fokus masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah
“Akutalisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan”,
studi kasus di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro. Analisis
induktif dipilih sebagai strategi dalam penelitian disertasi ini.
Penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus diharapkan dapat
mengungkapkan berbagai peristiwa atau kejadian berskala kecil
untuk dapat digeneralisasikan menjadi kesimpulan integral sebagai
hasil penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data


Sebagaimana tuntutan yang harus dipenuhi dalam melakukan
penelitian, maka peneliti harus mendapatkan data yang lengkap
dan utuh, serta memprioritaskan kesesuaian antara data, fokus dan
tujuan pelaksanaan penelitian. Karena itu, dalam pengumpulan
data diperlukan teknik pengumpulan data yang efektif dan efisien
menurut kaidah yang lazim digunakan. Adapun teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah: 1) teknik
melakukan wawancara dengan subjek penelitian yang dilakukan
secara secara holistik dan mendalam (in-depth interview); 2) teknik
observasi partisipan (participant observation); 3) teknik studi
dokumen (study of document); dan 4) teknik grup diskusi terfokus
(focus group discussion) untuk mendalami focus penelitian (Creswell
2010; Kartika 2013).
1) Wawancara
Wawancara pada penelitian ini, peneliti berupaya memahami
perilaku subjek penelitian melalui pandanganya dengan tetap
membatasi hanya pada permasalahan yang diteliti, yaitu untuk
memperoleh informasi mendalam tentang nilai-nilai Al-Fatihah
dalam membentuk paradigma pendidikan. Penggunaan teknik
wawancara dalam penelitian ini ialah wawancara tidak standar
yang dilakukan tanpa membuat daftar pertanyaan yang didesain
secara ketat dan wawancara tidak standar menggunakan dua

142 The Al-Fatihah Character


teknik dasar, yaitu wawancara terbimbing (terstruktur) dan
wawancara bebas (non terstruktur).
Wawancara terbimbing digunakan peneliti untuk
mencatat berbagai respon jawaban yang muncul selama
wawancara berlangsung, selanjutnya dilakukan seleksi untuk
memperjelas mana yang merupakan pengaruh pendapat
subjektif peneliti yang dapat mempengaruhi proses ataupun
hasil dari wawancara, serta segala sesuatu yang mungkin bagi
peneliti untuk mendapatkan hasil asli wawancara dengan
subjek penelitian tentang pemahaman, tanggapan, dan pola
hidup dalam mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah. Penggunaan
wawancara bebas lebih leluasa dan fleksibel seperti obrolan
santai sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dan kelelahan.
Wawancara model ini dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mulai dari hal-hal yang bersifat simple
dan sederhana, yang terkait dengan pengetahuan dan kebiasaan
mengamalkan Al-Fatihah dalam kehidupan keseharian, sehingga
tanpa membebani subjek penelitian. Kemudian pertanyaan
diarahkan pada hal-hal yan bersifat spesifik dan terfokus
mengenai nilai Al-Fatihah sebagai best practice, serta cara
pandang dalam kehidupan di dunia ini, keterkaitannya antara
dirinya dengan orang lain, dengan Allah Ta’ala, dan dengan
lingkungan alam maupun manusia (Creswell 2010; Sutrisno
2015).
Sementara pada wawancara terstruktur, fokus wawancara
diarahkan pada implementasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
best practice pendidikan. Pada saat melakukan wawancara
terstruktur, peneliti tidak menggunakan instrument terstruktur,
akan teapi dibuatkan pokok-pokok pikiran yang disusun
berdasarkan fokus penelitian sebagai panduan wawancara.
Karena itu dalam menentukan subjek penelitian, pada tahapan
awal peneliti sudah mempertimbangkan subjek penelitian yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman secara spesifik serta
informatif dengan situasi yang menjadi fokus penelitian nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan.
Subjek dalam penelitian ini meliputi: pimpinan madrasah
yang diwakili Waka Kurikulum dan Waka Kesiswaan, pendidik

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 143


yang meliputi guru Al-Qur’an Al-Hadis, guru Akidah Akhlak,
guru PKN, guru BK, peserta didik dari kelas XII, dan alumni
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro sebagai subjek kunci
dan utama, dilanjutkan pada subjek penelitian lainnya sesuai
dengan lontaran-lontaran dari subjek kunci. Untuk menghindari
melebarnya wawancara, maka peneliti berusaha mengelola
dan mengarahkan proses wawancara agar selalu terfokus
pada tema penelitian. Sedangkan untuk menjamin autentisitas
hasil wawancara, maka proses wawancara direkam dengan
catatan, kamera maupun android (smartphone) atas izin
subjek penelitian, ini dilakuan untuk menjamin keamanan data
(Hasbiansyah 2008; Kawulich 2015).
2) Observasi
Penggunaan teknik observasi pada partisipan dalam konteks
penelitian ini menjadi suplemen sekaligus sebagai teknik untuk
menguji terkait hasil data yang didapat melalui wawancara
yang diberikan kepada subjek penelitian yang belum dapat
memberikan gambaran menyeluruh terhadap situasi objektif
yang terjadi di lapangan. Kegiatan observasi partisipan
dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (a) melakukan
observasi diskriptif secara menyeluruh untuk melukiskan
situasi aktual secara umum yang berada di lingkungan Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro; dan (b) observasi terfokus (focused
observation) yaitu menggali implementasi nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai best practice pendidikan. Pengamatan atau observasi
dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar, di mana fenomena
yang terjadi dibiarkan apa adanya. Kemudian diberikan analisis
untuk dasar dalam menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi
di lingkungan Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro (Gunawan
2014; Masyitoh 2016).
3) Dokumen
Teknik analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan
data yang berasal dari sumber-sumber material (material
sources). Data-data tersebut diantaranya berupa arsip-arsip
atau dokumen yang berkaitan dengan fokus dan subfokus dari
penelitian ini. Beragam dokumen yang dimaksud dalam konteks

144 The Al-Fatihah Character


penelitian ini antara lain, susunan tim pengembang karakter
berbasis Al-Fatihah, rumusan nilai-nilai karakter berbasis
Al-Fatihah, materi yang digunakan dalam pengembangan
kegiatan berbasis Al-Fatihah, dan dokumen-dokumen kegiatan
pembinaan karakter berbasis Al-Fatihah.
Metode dokumen digunakan untuk mendapatkan data
terkait dengan rumusan dan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai basis pembinaan karakter warga Madrasah Aliyah
Negeri 1 Bojonegoro saat mengikuti dan berperan aktif dalam
berbagai kegiatan, selanjutnya data-data yang diperoleh dicatat
atau disalin sebagai bahan untuk menyusun laporan hasil
penelitian sesuai dengan ketentuan.
4) Diskusi Terfokus (Focus Group Discussion)
Penelitian melakukan diskusi terfokus untuk mendapatkan
informasi dan data yang akurat guna memperdalam makna dari
situasi ataupun keadaan yang terkait dengan penerapan nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan madrasah.
Pada kegiatan ini, peneliti mengundang Waka Kurikulum dan
Waka Kesiswaan, pendidik yang meliputi guru Al-Qur’an Al-
Hadis, guru Akidah Akhlak, guru PKN, guru BK, perwakilan
peserta didik, perwakilan wali murid dari unsur komite, dan
alumni Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro dan melibatkan
tim jalan sukses Al-Fatihah.
Diskusi ini mengarah pada fokus pembahasan tentang
bagaimana pengelolaan kegiatan Training Jalan Sukses Al-
Fatihah, rumusan nilai-nilai Al-Fatihah yang dijadikan materi
dalam membina karakter insan saleh, tata cara menerapkan
dan makna nilai-nilai Al-Fatihah baik dalam kehidupan pribadi
ataupun sosial masyarakat. Kegiatan ini diharapkan dapat
memperjelas dan menentukan titik temu data penelitian dengan
subjek penelitian ataupun subjek utama dalam mengabstraksi
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan madrasah.
Kegiatan diskusi ini sekaligus sebagai cara untuk melakukan
trianggulasi sumber dan metode penelitian yang digunakan
untuk menjamin validitas data penelitian. Sehingga data
penelitian memiliki validitas dan kesahihan yang meyakinkan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 145


sebagai data pokok yang dapat dijadikan masukan (input)
sebagai bahan analisis yang akan menghasilkan kesimpulan
(Gunawan 2014; Tisngati 2016).

F. Teknik Analisa Data


1) Analisis Data
Kegiatan analisis data dilakukan sebagai proses penelitian secara
tersistem dan terintegrasi untuk menggali dan mengumpulkan
catatan hasil wawancara, catatan hasil pengamatan lapangan,
catatan hasil analisis dokumen, dan hal-hal lainnya yang
dianggap penting oleh peneliti. Kegiatan analisis data ini
dilakukan agar dapat mendalami secara mendalam segala
sesuatu yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dengan
demikian hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi akan
dapat dijadikan dasar untuk merumuskan hasil penelitian yang
sudah dilakukan.
Data kualitatif penelitian ini dianalisis melalui lima
tahapan yang dikemukakan oleh Robert K. Yin, yaitu:
pertama, mengumpulkan data ke database formal melalui
pengorganisasian data asli secara cermat. Pada tahapann ini
peneliti merumuskan gagasan berdasarkan data-data awal
yang telah diperoleh. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
batasan penelitian dan fokus kajian sehingga pengambilan
data berikutnya tidak terlalu melebar. Kedua, pembongkaran
data dalam database yang melibatkan prosedur pengkodean
data. Pada tahapan ini peneliti melakukan review data, dengan
melakukan pembacaan ulang data dan menandai bagian-bagian
penting yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dan
pijakan memasuki tahapan selanjutnya. Ketiga, pemasangan
atau pengumpulan kembali berdasarkan wawasan peneliti
dalam melihat pola yang muncul. Pada tahapan ini peneliti
melakukan interpretasi data yang terkumpul untuk diberi
makna setelah dikelompokkan berdasarkan jenis aktivitas yang
telah ditentukan. Keempat, intepretasi data yang dipasang untuk
dikumpulkan kembali. Pada tahapan ini peneliti menyajikan data
temuan dalam bentuk matriks, sehingga data mudah dibaca dan

146 The Al-Fatihah Character


mempermudah penyusunan laporan untuk menjawab rumusan
masalah yang menjadi focus penelitian. Kelima, penyimpulan
dari seluruh studi kasus yang telah peneliti lakukan. Pada
tahapan ini peneliti memadukan hasil temuan data dengan hasil
penelusuran kepustakaan untuk menemukan keterkaitan antar
data, sehingga dapat dengan simple ditarik kesimpulan untuk
menjawab perumusan masalah yang menjadi focus penelitian
(Robert K. Yin 2011; Yin 2009).

Gambar: 3.001: Fase analisis studi kasus model alur Robert


K.Yin
Sebagaimana lazimnya, penganalisaan data kualitatif lebih
cenderung bersifat induktif analisis, yang mana data tersebut
lebih menekankan pada pemberian makna khusus terhadap
suatu kasus yang menjadi fokus dan tidak bersifat keumuman
(nomotetik). Selanjutnya dilakukan tahapan analisis data
dengan menghadirkan logika konstruktivisme, studi kasus
dilakukan sebagai usaha untuk menegaskan proses analisis
induktif analitik (Creswell 2012; Hidayat 2019).
Pelaksanaan analisis data dilakukan oleh peneliti, selama
berada di lapangan dan atau setelah peneliti kembali dari
lapangan. Selama di lapangan, peneliti melakukan kegiatan
untuk menganalisis fakta dan data sebagai usaha serius untuk
mengonstruksi fokus studi yang objektif dan akurat dengan cara

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 147


mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konstruktif
analilitik. Selanjutnya pada proses akhir selama berada di
lapangan, peneliti melakukan refleksi pemikiran sesuai dengan
fokus yang sedang diteliti. Adapun pelaksanaan analisis data
setelah meninggalkan lapangan dan dilakukan secara teliti untuk
dapat mengonstruksi, mengatur ataupun memeriksa kembali
hasil analisis yang sudah dilakukan terhadap suatu realitas
ataupun data yang diperoleh. Proses ini sekaligus sebagai usaha
untuk melakukan validasi akurasi data penelitian. Sehingga
akan memperoleh kejelasanya, ketercukupan data yang valid,
utuh, dan optimal sesuai kebutuhan untuk mendeskrispikan
jawaban empiris atas fokus penelitian. Kejelasan data sangat
diperlukan karena akan dijadikan dasar oleh peneliti untuk
dapat merumuskan kesimpulan dan menyusun laporan akhir
secara akurat dan objektif secara ilmiah (Creswell 2012;
Hidayat 2019).
Menganalisis data sebagai proses wajib yang harus
dilakukan dalam penelitian studi kasus ataupun jenis penelitian
lainnya. Maka dalam penelitian ini analisis data kasus dilakukan
pada objek penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro.
Pada saat melakukan proses analisis data hasil temuan penelitian,
peneliti berusaha untuk memperoleh makna (meaning) yang
dilakukan dengan cara menginterpretasikan data secara logis
dan objektif, baik data yang berupa kata-kata ataupun data
dalam bentuk yang lain. Proses analisis data dilakukan peneliti
secara bersama-sama baik pada saat sedang melakukan
pengumpulan data atau setelah selesai mengumpulkan data.
Dalam memastikan ketelitian data kualitatif, peneliti melakukan
tiga tindakan: 1) memeriksa dan mengecek kembali keakuratan
data; 2) membuat analisis data yang lengkap; 3) menghindari
bias data yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh nilai-nilai
dari peneliti.
2) Pengecekan Keabsahan Data
Merujuk pada literatur metode penelitian, seluruh data yang
diperlukan dalam penelitian harus dilakukan terlebih dahulu
pengecekan keabsahan datanya. Kegiatan pengecekan data

148 The Al-Fatihah Character


penelitian ini dilakukan melalui tiga kegiatan, yaitu: kredibilitas,
dependabilitas, dan konfirmabilitas. Adapun penjelasan
pengecekan data penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Penelitian kualitatif ataupun naturalistik memosisikan
peneliti sebagai instrument penelitian, sehingga
memungkinkan terjadinya kecondongan individu dalam
menafsirkan data penelitian (going native). Maka untuk
mencegah terjadinya hal tersebut, direkomendasikan
melakukan pengujian keabsahan data penelitian agar
tidak diragukan kredibilitasnya (Creswell 2006; Subadi
2016). Selanjutnya, dalam upaya menjamin kredibilitas
dan kesahihan data, peneliti mengonfirmasikan data yang
diperoleh dengan obyek penelitian. Adapun tujuannya
untuk mengonfirmasi bahwa apa yang diamati peneliti
benar-benar sesuai dengan apa yang sebenarnya ada di
lapangana dan sesuai dengan apa yang sesungguhnya
benar-benar terjadi pada objek penelitian (Bachri 2010;
Zuldafrial 2016).
b) Agar data yang diperoleh tetap memiliki kevalidan dan
juga terhindar dari segala bentuk kesalahan dalam
melakukan formulasi hasil penelitian, maka diperlukan
dependabilitas. Adapun tekniknya dilakukan dengan
cara menginterpretasikan data yang ditulis untuk
dikonsultasikan pada berbagai pihak agar ikut terlibat
untuk memeriksa proses penelitian yang dilakukan peneliti
sehingga temuan dari penelitian dapat dipertahankan
dan dipertanggungjawabkan secara obyektif dan ilmiah
(Hajaroh 2015; Soeyoeti 2009).
c) Konfirmabilitas pada proses penelitian dilakukan secara
bersamaan dengan dependabilitas. Perbedaanya terletak
pada orientasi penilaian serta kesimpulan yang diberikan.
Konfirmabilitas yang digunakan dalam menilai hasil
dari penelitian, terutama yang terkait dengan deskripsi
temuan penelitian ataupun diskusi dari hasil penelitian
dengan subjek penelitian ataupun dengan teman sejawat.
Sedangkan dependabilitas dalam menilai proses penelitian

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 149


secara keseluruhan dari pengumpulan data sampai
pelaporan secara terstruktur dan terkualifikasi dengan
baik. Berdasarkan uji dependabilitas dan uji konfirmabilitas
dalam pengecekan keabsahan data, diharapkan hasil
penelitian memenuhi standar penelitian kualitatif sesuai
standar yang lazim diterapkan (Gunawan 2014; Kartika
2013).
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, peneliti memilih
melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan maksud
supaya hasil penelitian dapat dipercaya atau meyakinkan, maka
dilakukan pengujian dalam upaya mereduksi dan menghindari
bias penelitian niscaya harus dilakukan (Suparlan 2018;
Zuldafrial 2016). Adapun pemeriksaan keabsahan data akan
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.
Pertama, memperlama masa keterlibatan dalam observasi,
mengingat keberadaan peneliti sekaligus sebagai instrumen
penelitian yang berada dalam satu lembaga. Maka keterlibatan
peneliti dengan beragam aktivitas ataupun pergaulan
peneliti dengan subjek penelitian, atau pergaulan dengan
pelaku pengambil kebijakan ataupun pelaksana kegiatan
memungkinkan bagi peneliti membuka diri dengan faktor-
faktor kontekstual yang berdampak bagi fenomena yang sedang
diteliti.
Kedua, melalui teknik cross check data (triangulasi) yang
dapat dilakukan pada sumber data, metode pengambilan data,
ataupun teori yang berbeda. Adapun dalam penelitian ini
peneliti telah menggunakan teknik triangulasi sumber melalui
pengecekan silang (cross check) antara satu sumber dengan
sumber data yang lain. Pengecekan silang dilakukan antara
data dokumen dengan data hasil wawancara maupun data
hasil observasi lapangan. Di samping itu, dilakukan pengecekan
antar waktu dengan cara menanyakan kembali pernyataan atau
pertanyaan yang serupa kepada subjek penelitian yang sama
pada waktu yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan
apakah jawabanya masih sama atau tidak dengan sebelumnya.
Ketiga, peneliti melakukan konfirmasi data kepada para

150 The Al-Fatihah Character


subjek penelitian untuk memastikan keakuratan data yang
didapatkan untuk menghindari kesalahan tafsir ataupun
bisa karena subjektivitas peneliti. Dalam hal ini, peneliti
mencoba menguraikan temuan atau hasil penelitian tersebut
untuk dicek kesesuaiannya oleh pelaku yang menjadi subjek
penelitian. Ini dilakukan pada dua tahapan, tahap pertama saat
setiap pelaksanaan wawancara yaitu dengan cara meminta
konfirmasi pada subjek penelitian yang terdiri atas beberapa
pendidik tentang benar tidaknya informasi yang diperoleh
setiap mengakhiri wawancara. Tahapan kedua adalah ketika
mengakhiri kegiatan lapangan, yaitu dengan jalan mengadakan
review pada temuan yang dihasilkan peneliti. Adapun yang me-
review adalah para subjek penelitian utama dan subjek penelitian
kunci yang terlibat secara langsung dilapangan (Suparlan, 2018;
Zuldafrial, 2016).
Keempat, peneliti melakukan pemeriksaan teman sejawat
yang dilakukan melalui focus group discussion dengan pimpinan
madrasah, pendidik agama, dan pendidik bimbingan konseling
di ruang meeting Madrasah Aliyah Negeri 1 Bojonegoro, dan
dengan beberapa kawan yang sama-sama menempuh studi.
Tahapan ini penting dilaksanakan untuk mendapatkan masukan
ataupun informasi yang memperkuat ataupun mendukung
temuan hasil penelitian. Di samping itu tahapan ini dimaksudkan
supaya peneliti mempunyai sikap terbuka sehingga dapat
mempertahankan kejujuran intelektualnya.
Pengujian dependability dan confirmability dilakukan
ketika orang lain dapat mereplikasi atau mengulangi suatu
proses penelitian tersebut untuk menguji dengan cara diaudit
ataupun dilakukan validasi yang didampingi oleh pembimbing.
Bagaimana peneliti mulai dari penentuan fokus, terjun ke
lapangan, penentuan sumber data, penganalisisan data, dan
menguji kesahihan data serta menyusun suatu kesimpulan yang
rasional dan objektif. Berdasarkan tahapan tersebut, peneliti
dapat menunjukkan jejak aktivitas lapangan secara autentik,
maka dependabilitas dan konfirmabilitas penelitian ini tidak
perlu diragukan lagi akan kebenarannya, baik proses ataupun
hasil akhirnya.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 151


G. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus ini, peneliti
mengadaptasi tiga tahap kegiatan, yaitu: a) tahapan pralapangan
atau lazim dikenal dengan orientasi lapangan; b) tahapan terjun
dilapangan; dan c) tahapan analisis data (Hasbiansyah 2008;
Prihatsanti et al. 2018). Pada prakteknya, ketiga tahapan tersebut
secara sistematis berproses pada saat sedang berlangsungnya
kegiatan penelitian. Tidak direkomendasikan melakukan tahapan
yang kedua sebelum tahapan yang pertama dilakukan dan begitu
juga sebaliknya, serta tidak dapat melakukan tahapan ketiga sebelum
tahapan kedua dilakukan, demikian seterusnya tahapan tersebut
berjalan secara sistematis.
1) Tahapan pralapangan (orientasi): pada tahap ini peneliti
ikut terjun langsung untuk memantau dan mengawal setiap
pelaksanaan penerapan nilai Al-Fatihah ataupun kegiatan
temporer berupa Training Jalan Sukses Al-Fatihah, baik yang
dikhususkan untuk pendidik ataupun warga madrasah. Pada
saat melakukan pengamatan ke lokasi penelitian, peneliti juga
mulai mendalami informasi dari orang-orang yang terlibat
secara langsung dalam diseminasi nilai-nilai Al-Fatihah,
khususnya dari pihak pemimpin dan pendidik yang dapat
memberikan informasi penting terkait implementasi nilai-nilai
Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan. Beragam kegiatan
penelitian yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini antara
lain: menyiapkan desain penelitian, memilih obyek sebagai
tempat penelitian, berkomunikasi dengan pendidik ataupun
peserta didik, dan menyiapkan surat-suat terkait dengan
proses dan prosedur penelitian. Pada tahapan awal ini juga
peneliti telah memilih dan menentukan subjek penelitian serta
mempersiapkan beragam perlengkapan yang diperlukan ketika
pengumpulan data penelitian di lapangan.
2) Tahap pekerjaan lapangan: pada tahap ini, peneliti melakukan
beragam aktivitas penelitian yang berkaitan pada fokus
penelitian yaitu nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice
pendidikan, mengambil subjek penelitian Pimpinan, Pendidik,
Peserta Didik, Wali Murid, dan Alumni Madrasah Aliyah Negeri

152 The Al-Fatihah Character


1 Bojonegoro yang pernah mengikuti Training Jalan Sukses
Al-Fatihah dan terlihat menyemaikan nilai-nilai Al-Fatihah
di lingkungan madrasah. Beberapa aktivitas yang sudah
dilakukan peneliti di antaranya, memahami latar penelitian
dan mempersiapkan diri untuk fokus memasuki lapangan dan
mengumpulkan data ataupun informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
3) Tahapan menganalisis data, pada tahapan analisis data peneliti
memulai dengan mengecek data secara tatap muka dengan subjek
penelitian yang berkesempatan bertatap muka, serta beberapa
arsip yang dipandang urgen untuk menegaskan keabsahan data
yang didapat. Langkah berikutnya, peneliti memperbaiki data
terutama yang berkaitan dengan sistematika, bahasa baku, serta
menyederhanakan data untuk menjamin agar laporan penelitian
ini lebih komunikatif dan bisa dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Proses analisis data yang dilakukan peneliti dengan
analisis studi kasus. Di mana proses peneliti mengadakan
observasi, wawancara, studi dokumen, berusaha mengerti, atau
memahami fenomena nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice
pendidikan, secara alamiah tidak dibatasi pada waktu tertentu
untuk menghasilkan data. Langkah berikutnya data-data yang
sudah terkumpul dikonsultasikan dan dilakukan perbaikan
data untuk menentukan data yang valid dan bermakna untuk
merumuskan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Langkah
selanjutnya, penyusunan secara sistematis hal yang dipandang
urgen dari hasil penelitian untuk disajikan dalam bentuk display
data dan penyajian data untuk dirumuskan sebagai kesimpulan
hasil penelitian (Creswell, 2012; Hidayat, 2019; Prihatsanti,
2018).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 153


BAB V

PROSES PERUMUSAN NILAI-NILAI


AL-FATIHAH PRINSIP DASAR
PENDIDIKAN KARAKTER

A. Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Prinsip Dasar Pen­


didikan Karakter
Perkembangan zaman pada masa sekarang ini telah bergerak
secara dinamis dan agresif, sehingga dapat menjangkau seluruh
bidang kehidupan dalam berbagai level. Pola kehidupan zaman
sekarang mengharuskan manusia untuk dapat mengembangkan
sikap kritis dan kreatif terhadap beragam perkembangan. Pada
zaman sekarang ini, manusia telah menemukan dirinya sebagai
kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan rumit yang
membelenggu kehidupan. Manusia dipandang sebagai makhluk yang
merdeka, independen dari Allah Ta’ala ataupun alam.
Manusia modern sengaja membebaskan diri dari tatanan
ilmiah (theomorphisme). Kemudian mereka membangun tatanan
antropomorphisme, suatu tatanan yang berpusat semata-mata pada
manusia. Posisi manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri. Kondisi
demikian ini akan dapat mengakibatkan terputusnya seseorang dari
ikatan mental spiritualnya. Untuk mengelola potensi manusia agar
dapat berkembang secara optimal dan memiliki orientasi yang benar,
maka diperlukan pendidikan.

154 The Al-Fatihah Character


Al-Qur’an banyak mengandung sistem nilai yang universal,
di mana proses kehidupan berlangsung dan dikembangkan secara
konsisten untuk mencapai suatu tujuan hidup selamat dan sukses.
Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari cendekiawan
Muslim, sistem nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan
(struktur) kehidupan yang fleksibel menurut kebutuhan dan
kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu. Keadaan ini dapat dilihat
di negara-negara di mana Islam dikembangkan melalui berbagai
kelembagaan pendidikan formal ataupun nonformal. Kecenderungan
itu sesuai dengan sifat dan watak kelenturan nilai-nilai ajaran Islam
yang dinyatakan dalam suatu ungkapan al-Islam shalih likulli zaman
wa al-makan (Islam sebagai agama yang sesuai untuk semua konteks
zaman dan tempat).
Al-Qur’an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam
kehidupan yang berorientasi pada pembentukan karakter kehidupan
islami. Nilai yang dimaksud terdiri atas tiga pilar utama, yaitu: 1)
i’tiqadiyah, nilai yang berkaitan dengan pendidikan keimanan seperti
percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir, yang
bertujuan menata kepercayaan indidvidu; 2) khuluqiyah, nilai yang
berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan membersihkan
diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji;
3) ‘amaliyah, nilai yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku
sehari-hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan ibadah dan
muamalat (Al-Munajid, 2013; Munawar, 2013; A. Rahman, 2018).
Menurut pendapat Syekh Al-Maraghi, surah Al-Fatihah dinamai
“Ummu al-Kitab” atau “Ummu al-Qur’an” karena isi surah Al-Fatihah
meliputi tujuan-tujuan pokok Al-Qur’an, antara lain berisi pujian,
ibadah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya, menjelaskan janji-janji dan ancaman ataupun balasan-
Nya (Al-Maraghi, 1985; Shihab, 2002). Menurut hemat peneliti, sampai
sekarang belum ditemukan penelitian yang menjelaskan mengapa
surah Al-Fatihah menjadi surah yang sangat populer di masyarakat.
Namun sebagai bahan pertimbangan, dapat dikemukakan beberapa
analisis di antaranya: pertama, karena surah Al-Fatihah berada dalam
urutan pertama pada Al-Qur’an sehingga amat mudah keberadaannya
ditemukan; kedua, surah Al-Fatihah menjadi bacaan wajib yang
harus dibaca dalam setiap melaksanakan ibadah salat; ketiga, surah

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 155


Al-Fatihah mengandung pokok-pokok ajaran Al-Qur’an yang harus
dijadikan pedoman oleh setiap Muslim; keempat, surah Al-Fatihah
sering kali digunakan sebagai bacaan doa yang dipanjatkan dalam
keadaan sulit ataupun lapang; kelima, isi kandungan surah Al-Fatihah
amat mudah dan praktis untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari, sebagai contoh pada saat seorang mendapatkan nikmat maka
diucapkanlah “al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn”.
Menurut M. Qurais Shihab, Al-Qur’an sebagai sumber nilai
utama yang dapat dipedomani dalam kehidupan, terlebih lagi
surah Al-Fatihah yang di dalamnya memiliki nilai rabbaniyah dan
nilai insaniyah. Adapun nilai-nilai rabbaniyah dalam Al-Fatihah di
antaranya: tauhid, ihsan, syukur, tawakal, ikhlas, istiqamah, takwa,
dan zikir. Sedangkan nilai-nilai insaniyah di antaranya: kasih, jujur,
disiplin, adil, tanggung jawab, pemaaf, kerja keras, dan pembelajar
(Al-Maraghi, 1985; Shihab, 2002). Materi pembelajaran pada Al-
Fatihah di antaranya, cinta kepada Allah Ta’ala, cinta kepada sesama,
tata cara ibadah, sifat-sifat Allah Ta’ala, dan sifat orang-orang baik
dan buruk. Sedangkan metode pembelajaran yang ditemukan pada
Al-Fatihah di antaranya adalah metode penanaman akhlak dengan
teknik pengulangan, metode penanaman akhlak dengan reward and
punishment, metode penanaman akhlak dengan lemah lembut atau
kasih sayang, dan metode kisah (Ula, 2016; Zein, Nahar, & Hasan,
2017).
Menurut Thanthawi Jauhari, Al-Fatihah yang memiliki tujuh
ayat sebagai rangkaian utuh yang mendeskripsikan keseluruhan
isi Al-Qur’an. Lebih lanjut, Thanthawi menjelaskan bahwa ayat
pertama surah Al-Fatihah menjelaskan tata cara mengagungkan-
Nya dengan teknik menggunakan asma Allah Ta’ala, baik melalui
perkataan ataupun perbuatan karena Allah Ta’ala telah melimpahkan
rahman dan rahīm-Nya kepada alam semesta. Sedangkan ayat
kedua menjelaskan kewajiban manusia untuk hanya memuji dan
mengagungkan Allah Ta’ala. Selanjutnya, pada ayat ketiga dan
keempat, Allah Ta’ala memberikan isyarat tentang sistem pendidikan
yang sempurna, yaitu sistem pendidikan yang mengharuskan adanya
kasih sayang dan hukuman untuk membina kualitas sumber daya
insani.

156 The Al-Fatihah Character


Adapun pada ayat kelima, Allah Ta’ala menjelaskan betapa
pentingnya penyerahan diri manusia kepada Allah Ta’ala secara
keseluruhan, dengan cara beribadah dengan tujuan mengharapkan
rida Allah Ta’ala serta hanya memohon pertolongan kehadirat-Nya.
Pada ayat keenam, Allah menegaskan bahwa prioritas permohonan
kepada Allah Ta’ala meliputi permohonan untuk mendapatkan
petunjuk ataupun bimbingan agar dapat istikamah meniti jalan lurus
dan jalan selamat dalam menjalani kehidupan di dunia ataupun
di akhirat. Pada ayat ketujuh, Allah Ta’ala memberikan gambaran
tentang kondisi orang-orang yang telah meniti jalan lurus dan
selamat akan selalu mendapatkan nikmat dan kemuliaan, sedangkan
orang yang menyimpang dari jalan-Nya akan selalu dimurkai dan
disesatkan oleh Allah Ta’ala (A. K. Muhammad & Shihab, 2018; F.
Rahman , 2016; Zein et al, 2017).

B. Latar Belakang Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah


Sebagaimana situasi yang terjadi saat sekarang ini (era now),
perkembangan zaman dalam berbagai bidang kehidupan tidak
diiringi dengan penguatan mental spiritual. Sehingga dapat memicu
munculnya beragam pelanggaran moral yang dilakukan banyak
orang tanpa rasa malu. Terlebih lagi, pelanggaran moral sudah terjadi
di berbagai bidang kehidupan yang dilakukan oleh orang-orang
terpandang (public figure). Apabila perilaku amoral yang mewabah
di kalangan orang terpandang dibiarkan, maka akan berdampak
pada munculnya kerusakan moral secara masif dalam kehidupan
masyarakat.
Kondisi yang demikian ini perlu segera disikapi dengan bijaksana,
di antaranya dengan melakukan rekonstruksi nilai-nilai yang sudah
mengakar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini perlu dilakukan
karena nilai-nilai lama yang sudah mengakar di masyarakat sering kali
tidak memiliki rujukan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Melakukan penilaian kembali terhadap nilai-nilai yang sudah
mengakar akan menjadi pilihan terbaik sebagai pijakan awal untuk
meluruskan dan merumuskan kembali nilai-nilai yang sesuai dengan
prinsip kebenaran dan kemaslahatan bersama. Setelah itu, dilakukan
usaha untuk menggali makna dengan merumuskan nilai-nilai saleh,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 157


maka pada tahapan berikutnya dilakukan diseminasi nilai-nilai yang
saleh pada seluruh unsur masyarakat agar nilai-nilai saleh tersebut
dapat diteladani untuk menuntun kehidupan yang lebih maju dan
beradab.
Berdasarkan data analisis dokumen latar belakang perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah, dapat disampaikan bahwa masyarakat zaman
sekarang sedang menghadapi beragam krisis multidimensi. Krisis
moral telah memperlihatkan gejala pada seluruh lapisan masyarakat,
terutama pada generasi milenial. Madrasah sebagai lembaga
pendidikan berciri khas islami memiliki perhatian penuh untuk
membina moralitas generasi agar memiliki kesiapan intelektual,
mental spiritual, dan kecakapan hidup untuk menghadapi masa
depan yang cemerlang. Al-Fatihah yang memiliki nilai-nilai utama
diyakini sebagai alternatif solusi yang efektif dikembangkan sebagai
guidance untuk membina moralitas generasi masa depan.
Nilai-nilai Al-Fatihah dirumuskan sebagai alternatif solusi
yang efektif untuk membina generasi yang berkualitas insan saleh.
Sebab, Al-Fatihah memiliki nilai-nilai utama yang dapat menuntun
seseorang agar dapat mengenali dan mendayagunakan potensinya
untuk kepentingan menghadapi beragam tuntutan dan kebutuhan di
masa depan. Apabila seseorang dapat memahami dan memanfaatkan
nilai-nilai Al-Fatihah untuk memandu kehidupan yang akan dijalani,
maka akan menjadi penuntun untuk berjalan di jalan yang lurus dan
menjamin keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
Madrasah Aliah Negeri (MAN) 1 Bojonegoro sebagai madrasah
akademik berbasis riset, literasi, dan berkarakter, merupakan lembaga
pendidikan berciri khas agama Islam yang bertanggung jawab untuk
dapat mengembangkan minat, bakat, dan potensi peserta didik
untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik. Penyelenggaraan
pendidikan madrasah sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan
yang sengaja didirikan dengan niat dan tujuan mengejawantahkan
ajaran ataupun nilai-nilai Islam yang universal sebagaimana
tertuang dalam visi, misi, dan tujuan program maupun pada
praktik pelaksanaan di lapangan. Hakikat pendidikan secara umum
merupakan proses perubahan menjadi lebih baik, lebih bermartabat,
dan lebih bermakna bagi kebahagiaan dan kemuliaan.

158 The Al-Fatihah Character


Sebagai rangkaian dari pembaruan sistem pendidikan, maka
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai solusi alternatif yang tepat dan
urgen untuk dijadikan muatan pokok (esensi) sehingga dapat
menjamin corak kualitas generasi masa depan yang berkualitas
holistik. Pendidikan menjadi penentu dalam meningkatkan kualitas
sumber daya insani. Karena itu, manusia menjadi kekuatan sentral
dalam pembangunan sehingga mutu dan sistem pendidikan akan
ditentukan oleh keberhasilan menyiapkan sumber daya insani yang
berkualitas. Selanjutnya, untuk menjamin kelancaran dan kualitas
dalam pengelolaan pendidikan madrasah, mutlak diperlukan muatan
kurikulum holistik yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah.
Berawal dari kesadaran akan tanggung jawab untuk menyiapkan
generasi yang memiliki karakter utama dan sebagai bekal untuk
menghadapi masa depan yang serba tidak menentu, maka pada awal
tahun 2009 berdirilah lembaga yang bernama ”Character Building
Centre”. Lembaga ini bertujuan membangun mindset baru yang
futuristic, sekaligus untuk menyemaikan karakter berbasis nilai-nilai
utama Al-Fatihah. Lembaga ini diurus oleh orang-orang yang memiliki
kompetensi dan kepedulian tinggi dalam bidang pendidikan, baik
dalam lingkungan Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, ataupun
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang dikoordinasikan oleh Badan
Kesbangpol Linmas. Pada momentum yang hampir beriringan, pada
saat itu Bupati Bojonegoro sebagai alumni madrasah berminat
menjadikan Madrasah Aliah Negeri 1 Bojonegoro sebagai pusat
diseminasi dan pengembangan karakter berbasis nilai-nilai Al-
Fatihah.
Pada konteks ini, nilai-nilai Al-Fatihah dirumuskan dan
diterapkan secara fungsional dalam berbagai kegiatan di lingkungan
madrasah. Maka pembentukan unit character building centre sebagai
wadah untuk mengawal implementasi nilai-nilai Al-Fatihah dapat
berguna untuk menyiapkan generasi yang berkualitas insan saleh
yang berkarakter utama untuk menyiapkan masa depan berkualitas.
Keberadaan Madrasah Aliah Negeri 1 Bojonegoro merupakan
madrasah model berbasis akademik, riset, literasi, dan berkarakter
sebagai pusat kegiatan berbasis nilai-nilai Al-Fatihah. Situasi
dan kondisi yang demikian ini telah menyadarkan peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk mengambil peran

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 159


penting dengan menjadikan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai utama
untuk membangun mindset dan sebagai usaha untuk menanamkan
karakter berbasis nilai-nilai Al-Fatihah.
Lembaga pengembang karakter yang bernama “Character
Building Centre” berfungsi mengoordinasikan kegiatan yang berbasis
Al-Fatihah. Di antaranya: pertama, training jalan sukses Al-Fatihah.
Training ini awalnya hanya dikhususkan meningkatkan kesadaran
peran dan tanggung jawab pegawai-pegawai pemerintah kabupaten,
baik negeri ataupun swasta sampai pada tingkat kelurahan ataupun
desa. Namun pada akhirnya, lembaga ini memenuhi permintaan
masyarakat ataupun lembaga pemerintahan tingkat provinsi, bahkan
sampai tingkat nasional untuk perusahaan multinasional sekelas
El-Nusa, Pertamina, Asuransi, dan Bank dalam rangka diseminasi
karakter berbasis nilai-nilai Al-Fatihah; kedua, smart spiritual Al-
Fatihah. Kegiatan ini secara khusus disiapkan untuk membangun
mindset dan karakter berbasis nilai-nilai Al-Fatihah di kalangan
pelajar, mahasiswa, ataupun pemuda; ketiga, senam sehat Al-Fatihah.
Kegiatan ini bertujuan merespons permintaan masyarakat agar
berbudaya hidup sehat. Pada akhirnya, kegiatan ini mendapat respons
luar biasa di kalangan lansia dan komunitas masyarakat penderita
sakit sebagai kegiatan mingguan untuk hidup sehat berbasis nilai-
nilai Al-Fatihah; keempat, konsultasi dan bimbingan spiritual Al-
Fatihah. Kegiatan ini bersifat layanan personal kepada orang-orang
yang menghadapi beragam persoalan, mulai dari kalangan pelajar,
mahasiswa, orang dewasa, hingga masyarakat umum. Aktivitas
layanan kegiatan ini dilakukan melalui instrumen media sosial atau
tatap muka dengan konselor. Fokus layanan ini menyadarkan klien
agar memiliki kesadaran diri dan kesadaran menjalankan ibadah
secara ikhlas istikamah, sekaligus meningkatkan tanggung jawab
personal dalam melaksanakan tugas ataupun kewajiban dalam
kehidupan sehari-hari.
Apabila diterapkan dengan baik dan telah menjadi kebiasaan
yang membentuk moral bersama, nilai-nilai Al-Fatihah akan
menghasilkan makna yang bermanfaat bagi pengembangan pribadi
ataupun sosial masyarakat. Makna nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan
dapat membingkai karakter mulia sebagai sosok insan saleh.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan madrasah memiliki fungsi

160 The Al-Fatihah Character


penting dalam melakukan diseminasi nilai-nilai utama Al-Fatihah
agar dapat membentuk karakter mulia. Fungsi madrasah dalam
mengimplementasikan makna tersebut adalah: pertama, fungsi
perbaikan situasi dan keadaan untuk disesuaikan dengan kaidah
yang berlaku atau mengikuti perkembangan aktual yang menjadi
tuntutan; kedua, fungsi pencegahan terhadap segala kelemahan
atau kesalahan yang mungkin terjadi karena ketidaksengajaan;
ketiga, fungsi penyesuaian terhadap situasi dan keadaan yang
lebih baik sebagai tuntutan perkembangan zaman; keempat, fungsi
pengembangan terhadap potensi dan peran strategis yang bermanfaat
bagi kehidupan bersama; kelima, fungsi penyaluran minat, bakat,
dan kemampuan agar dapat diberdayakan untuk menyiapkan masa
depan yang lebih baik; keenam, fungsi sumber nilai sebagai rujukan
pokok dalam merumuskan alternatif solusi atau dalam mengambil
keputusan; ketujuh, fungsi pengajaran sebagai proses pendewasaan,
agar memiliki kesiapan intelektual, kecakapan hidup (life skill), dan
mental spiritual untuk menghadapi masa depan dengan beragam
probabilitasnya.
Keberadaan madrasah dapat berfungsi memperbaiki kesalahan-
kesalahan, kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan
peserta didik dalam hal keyakinan, pemahaman, dan pengalaman
peserta didik untuk mengamalkan sikap positif dalam kehidupan
sehari-hari. Madrasah dapat mencegah dan menangkal hal-hal negatif
dari lingkungan atau dari budaya asing yang dapat membahayakan
peserta didik sehingga dapat mengganggu perkembangan menuju
manusia seutuhnya. Madrasah dapat membimbing peserta didik
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun sosialnya dan dapat mengarahkannya untuk mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. Madrasah dapat
menumbuhkembangkan keimanan dan ketakwaan peserta didik
kepada Allah Ta’ala, sebagaimana yang telah ditanamkan dalam
keluarga semenjak dini akan dapat dikembangkan sebagai kesadaran
utama dalam kehidupan selanjutnya. Madrasah dapat berfungsi
menyalurkan peserta didik yang berminat mendalami bidang agama
agar minat dan bakat tersebut dapat berkembang secara optimal
serta bermanfaat untuk dirinya sendiri atau orang lain. Madrasah
dapat memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 161


dunia akhirat. Madrasah juga dapat menyampaikan pengetahuan
keagamaan secara fungsional, di mana fungsi ini akan terlihat dari
proses pembelajaran agama Islam yang dilaksanakan di kelas sebagai
salah satu mata pelajaran wajib yang dipelajari oleh semua peserta
didik.
Karakter utama berbasis nilai-nilai Al-Fatihah memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif untuk menghadapi dinamika
kehidupan zaman sekarang. Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi
inspirasi sekaligus metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan
pembacaan ulang untuk pemaknaan Al-Fatihah sehingga dapat
memberikan nuansa baru yang original dan fresh untuk memaknai
Al-Fatihah secara aktual dalam kehidupan Muslim. Pada tingkatan
inilah Al-Fatihah benar-benar diposisikan sebagai guidance untuk
pedoman hidup sukses menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.
Pemahaman dan sikap yang benar terhadap substansi ajaran Al-
Fatihah sesungguhnya memosisikan seorang Muslim pada jalan lurus
yang menjamin keselamatan dan kesuksesan menjalani kehidupan.
Apabila sukses itu menjadi bagian penting dalam memaknai Al-
Fatihah, maka pada praktiknya sukses itu menuntut untuk memahami
secara benar bagaimana makna kesuksesan terhadap perbaikan diri
agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan membahagiakan.
Data pengamatan lapangan memberikan gambaran bahwa
peserta didik telah menyadari situasi zaman sekarang yang
dihadapkan pada beragam krisis multidimensi. Terlebih pada krisis
moral yang menjadi sumber dari segala masalah dan ini telah dirasakan
oleh seluruh lapisan masyarakat terutama generasi milenial. Sesuai
dengan visi dan misinya, madrasah memiliki perhatian serius untuk
membentuk generasi yang berakhlakul karimah, sebagai bekal
menghadapi masa depan. Al-Fatihah sebagai surah pembuka dalam
Al-Qur’an memiliki nilai-nilai universal yang dapat diadopsi dan
diadaptasi untuk mengembangkan mutu pendidikan madrasah. Al-
Fatihah memiliki nilai-nilai dasar yang dapat digali secara formal
ataupun substansial sehingga dapat dijadikan panduan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu, Al-Fatihah disepakati
bersama sebagai panduan untuk membina dan mengembangkan
generasi yang memiliki kepribadian utama yang berkualitas insan

162 The Al-Fatihah Character


saleh, dengan dilengkapi keluasan intelektual, kedalaman spiritual,
kecakapan hidup (life skill) yang bermanfaat bagi masa depan.
Generasi yang memiliki kepribadian utama merupakan generasi
yang memiliki mental spiritual yang andal, dilengkapi beragam
karakter utama yang merujuk pada nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar. Karakter ini sangat dibutuhkan
sebagai bekal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan
bermartabat. Sebagai bekal hidup bagi generasi masa depan, maka
harus memiliki keluasan intelektual, kecakapan hidup (life skill)
yang akan digunakan untuk menyediakan beragam solusi atas
segala persoalan yang muncul di masa depan. Karakter utama yang
dilengkapi keluasan intelektual dan kecakapan hidup akan dapat
menentukan corak kehidupan masa depan yang lebih baik dan
bermartabat.
Menurut data dari subjek penelitian, fenomena dalam
kehidupan zaman sekarang mengindikasikan adanya kecenderungan
setiap individu dapat mengaktualisasikan diri secara merdeka.
Kondisi yang demikian ini tidak dapat menjamin dan memandu
generasi untuk menemukan jati dirinya agar memiliki karakter
mulia. Untuk memberikan solusi terhadap beragam persoalan yang
kompleks di zaman sekarang, maka dirumuskan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai dasar
pembinaan karakter mulia. Nilai-nilai Al-Fatihah menjadi nilai-nilai
dasar yang membingkai karakter mulia, sekaligus dapat menjadi
rujukan pengembangan karakter peserta didik di lingkungan
madrasah. Pendidikan karakter merupakan aspek penting bagi
generasi sekarang karena karakter akan menuntun generasi untuk
mewujudkan impiannya pada masa mendatang. Untuk menghadapi
masa depan dengan beragam masalah yang kompleks, peserta didik
tidak cukup hanya diberi bekal pengetahuan melalui pembelajaran,
tetapi juga harus diberikan bekal mental spiritual agar membentuk
kepribadian utama dan agar sanggup mewarnai kehidupan yang
bermartabat.
Al-Fatihah sebagai surah yang sudah dikenal dan populer di
kalangan masyarakat Islam. Al-Fatihah sudah lazim dimanfaatkan
sebagai doa yang selalu dibacakan dalam beragam momentum.
Namun amat disayangkan karena Al-Fatihah yang memiliki beragam

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 163


nilai dan kedalaman makna belum digali dan belum dikembangkan
dengan baik agar dapat dipedomani dalam kehidupan aktual.
Berangkat dari pengalaman yang demikian ini, maka sudah saatnya
Al-Fatihah digali maknanya untuk dikembangkan menjadi prinsip-
prinsip dasar agar dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan
demikian, Al-Fatihah akan menjadi panduan hidup untuk membingkai
kepribadian utama dengan beragam probabilitasnya.
Menurut data dari subjek penelitian, Al-Fatihah mengandung
nilai karakter positif yang dapat dijadikan rujukan untuk membina
karakter utama di madrasah, sebagai lembaga pendidikan yang
berfokus membina akhlakul karimah. Terlebih, pembinaan karakter
menjadi prioritas utama untuk membekali generasi masa depan.
Peserta didik tidak cukup hanya diberi pembinaan intelektual, tetapi
juga harus diberikan bekal dalam hal mental spiritual agar lebih
siap menjalani kehidupan di masa depan yang memiliki probabilitas
yang amat kompleks. Karena itu, menggali dan menerapkan nilai-
nilai Al-Fatihah menjadi solusi yang tepat untuk menjawab beragam
persoalan rumit yang dihadapi generasi sekarang.
Al-Fatihah memiliki nilai-nilai utama terkait dengan pembiasaan
karakter yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam berbagai
aspek kehidupan, terutama dalam aspek pendidikan. Nilai-nilai Al-
Fatihah yang dilaksanakan dengan baik dalam beragam aktivitas
rutin di madrasah diharapkan dapat menciptakan tatanan kehidupan
yang berlandasan akhlak mulia. Tatanan kehidupan yang berlandasan
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar
menjadi dasar penting bagi madrasah untuk menetapkan nilai-
nilai tersebut sebagai basis pembentukan karakter peserta didik.
Dengan begitu, akan tercipta peserta didik yang beriman, bertakwa,
mempunyai karakter utama yang berlandasan Al-Qur’an, khususnya
nilai-nilai utama yang merujuk pada nilai-nilai Al-Fatihah agar dapat
menjalani kehidupan yang baik di dunia ataupun di akhirat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah perlu dirumuskan
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan agar hidup terasa
nyaman dan lebih bermakna bagi peningkatan kesejahteraan.
Karena itu, nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sangat diperlukan untuk membuat kehidupan menjadi
bergeliat. Jika nilai-nilai tersebut benar-benar dilakukan, maka akan

164 The Al-Fatihah Character


membawa dampak positif sehingga akan meningkatkan kualitas diri
untuk merumuskan beragam solusi dari semua permasalahan yang
bisa datang kapan saja. Berdasarkan hal tersebut, sangat penting
menanamkan nilai-nilai utama pada peserta didik agar nantinya
dapat berkembang menjadi sosok generasi yang berkualitas insan
saleh yang bermartabat dan berakhlak mulia sebagai bekal utama
menjalani kehidupan yang selamat, sukses, dan bahagia.
Nilai-nilai utama yang digali dari kandungan makna Al-Fatihah
dapat dijadikan pedoman unutuk menjalani kehidupan yang
berkualitas insan saleh. Semua nilai-nilai utama Al-Fatihah berkaitan
erat dengan kehidupan sehari-hari sehingga perlu dirumuskan untuk
meningkatkan pembentukan kualitas karakter peserta didik yang
sesuai dengan kebutuhan masa depan. Di samping itu, bermula dari
fakta generasi muda yang semakin menjauh dari nilai-nilai kebaikan,
menuntut untuk merumuskan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai alternatif
sebagai panduan pembinaan karakter. Madrasah memiliki tugas
penting untuk menguatkan kembali nilai-nilai Al-Fatihah dengan
menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab syukur, disiplin,
dan pembelajar pada setiap melaksanakan kegiatan di lingkungan
madrasah secara personal ataupun kolektif.

C. Proses Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah


Pendidikan dalam perspektif Islam untuk mengemas per­
kembangan pribadi secara utuh, tujuan yang ingin dicapai, serta
bukan sekadar kecerdasan intelektual, akan tetapi lebih ditekankan
pada pencapaian kecerdasan emosional dan spiritual. Kepribadian
islami merupakan kepribadian yang berorientasi dan berakhir pada
terbentuknya insan saleh. Yaitu, manusia paripurna yang memiliki
integritas iman, ilmu, dan amal sehingga kompeten mengintegrasikan
dirinya dalam berbagai aspek kehidupan secara aktual yang menjadi
tuntutan zaman. Madrasah sebagai lembaga pendidikan memiliki
visi mencerdaskan bangsa dengan nilai tambah pada pengembangan
karakter utama. Sebagai sistem integral untuk meningkatkan kualitas
sumber daya insani, pendidikan madrasah perlu merespons kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai produk transformasi
budaya global yang aman dan membahagiakan. Kemajuan sains dan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 165


teknologi yang berkembang demikian pesat dalam berbagai bidang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia.
Kehadiran pendidikan madrasah dengan sasaran yang jelas
diharapkan tetap memiliki konsistensi dalam melestarikan nilai
keislaman yang dikenal sarat norma dan nilai akhlak yang akan
memberikan kemaslahatan bagi kehidupan. Sebagai rangkaian dari
pembaruan pendidikan, maka nilai-nilai Al-Fatihah sebagai alternatif
solusi yang tepat dan urgen untuk dapat dijadikan muatan pokok
(esensi) sehingga dapat menjamin corak kualitas generasi masa
depan yang berkualitas holistik. Pendidikan menjadi penentu dalam
meningkatkan kualitas sumber daya insani. Karena itu, manusia
menjadi kekuatan sentral dalam pembangunan sehingga mutu
dan sistem pendidikan ditentukan oleh keberhasilan menyiapkan
sumber daya insani yang berkualitas. Selanjutnya, untuk menjamin
kelancaran dan kualitas dalam pengelolaan pendidikan, diperlukan
muatan kurikulum holistik yang bersumber pada Al-Qur’an dan
Hadis.
Al-Fatihah memiliki nilai-nilai universal yang sangat ideal.
Karena itu, jika ingin diterapkan pada wilayah operasional untuk
membina karakter generasi sekarang yang berkualitas insan saleh,
perlu rumusan yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan untuk
merumuskan nilai-nilai Al-Fatihah dinilai sebagai kebutuhan
mendesak yang perlu segera dilakukan. Sebab, selama ini Al-Fatihah
sudah dikenal di masyarakat, namun sering kali disalahpahami dalam
penerapanya. Al-Fatihah hanya diposisikan sebagai bacaan doa
untuk beragam keperluan ataupun kepentingan. Pada kenyataannya,
Al-Fatihah belum dipahami sebagai petunjuk yang dapat diterapkan
secara fungsional dalam kehidupan untuk mengubah kehidupan
menjadi lebih baik dan bermartabat. Menurut data dari subjek
penelitian, perumusan nilai-nilai Al-Fatihah perlu dilakukan melalui
beragam tahapan yang dapat menjamin keterlibatan banyak pihak,
menampung beragam aspirasi, dan menjaga autentisitas. Tahapan
perumusan ini harus dilaksanakan dengan baik. Dengan begitu,
dapat mengoptimalkan pencapaian maksud dan tujuan perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai panduan moral dan panduan utama
untuk membina karakter insan saleh sebagai bekal menghadapi
masa depan.

166 The Al-Fatihah Character


Berdasarkan data analisis dokumen, perumusan nilai-nilai Al-
Fatihah dilakukan berdasarkan surat keputusan kepala madrasah,
di mana perumusan nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan oleh tim
pengembang karakter madrasah yang melibatkan peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, akademisi, birokrasi, dan tokoh
masyarakat. Mereka berdiskusi untuk membahas dan merumuskan
nilai-nilai dasar pengembangan karakter insan saleh. Setelah dibahas
secara mendalam dengan mempertimbangkan aspek historis,
substansif, dan pengalaman lapangan, pada tahapan selanjutnya,
Al-Fatihah dipilih dan disepakati sebagai basis pengembangan
karakter insan saleh. Adapun yang menjadi alasan kuat dipilihnya
karakter berbasis Al-Fatihah adalah di dalamnya terkandung nilai-
nilai rabbaniyah dan insaniyah yang dapat diimplementasikan untuk
membentuk karakter mulia sebagai karakter utama insan saleh.
Pemaknaan nilai-nilai rabbaniyah akan menguatkan karakter
manusia sebagai hamba Allah Ta’ala yang selalu ikhlas mengabdikan
dirinya agar mendapatkan keridaan Allah Ta’ala. Sedangkan
pemaknaan nilai-nilai insaniyah akan menguatkan karakter manusia
sebagai khalifah ar-rabb sebagai wakil Allah Ta’ala di muka bumi
yang bertugas menggali dan mengembangkan potensi alam agar
dapat menjamin kemaslahatan dan kemakmuran. Kedua karakter
ini diperlukan sebagai karakter utama untuk meluruskan kehidupan
zaman modern yang berorientasi pada materialistik, hedonis, dan
individualistik yang berakibat pada kerusakan moral manusia.
Memaknai Al-Fatihah secara autentik dan fungsional agar
dapat menghasilkan rumusan nilai-nilai utama yang dapat dijadikan
landasan dan penuntun untuk membangun kembali kehidupan
manusia modern, maka diperlukan keterlibatan dan kerelaan
dukungan banyak pihak yang kompeten. Kegiatan pengamatan
lapangan memberikan gambaran tentang proses perumusan nilai-
nilai Al-Fatihah yang melibatkan tim pengembang karakter yang
anggotanya dari unsur peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan,
akademisi, birokrasi, dan tokoh masyarakat. Mereka secara intensif
membahas dan merumuskan nilai-nilai dasar pengembangan
karakter mulia. Al-Fatihah disepakati sebagai basis pengembangan
karakter karena Al-Fatihah memiliki nilai-nilai rabbaniyah dan nilai-
nilai insaniyah yang dapat diimplementasikan untuk membentuk

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 167


karakter utama yang memiliki sifat fungsional untuk membina
generasi yang berkualitas unggul sebagai bekal mewujudkan masa
depan sukses dan bahagia.
Pada tahapan awal, perumusan nilai-nilai Al-Fatihah mencakup
keseluruhan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk membingkai
karakter mulia sebagai bekal menjalani kehidupan zaman sekarang.
Keseluruhan nilai-nilai utama yang telah dirumuskan dalam dunia
umum ataupun dunia pendidikan dapat dikategorikan sebagai
penjabaran dari nilai-nilai Al-Fatihah. Namun setelah melalui
pembahasan yang mendalam, pada akhirnya perlu perumusan nilai-
nilai prioritas (core) sebagai penjabaran terhadap nilai-nilai Al-
Fatihah. Setelah melakukan diskusi dan pembahasan secara intensif,
maka disepakati nilai-nilai Al-Fatihah yang menjadi prioritas untuk
diterapkan pada madrasah meliputi nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai utama yang dapat dilakukan diseminasi untuk
membentuk karakter mulia bagi peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan. Sebab, nilai-nilai utama yang bersumber dari
Al-Fatihah menjadi solusi alternatif untuk mencukupi kebutuhan
mental spiritual dalam menghadapi kehidupan modern. Karena
itu, nilai-nilai Al-Fatihah dirumuskan bersama seluruh komponen
madrasah. Perumusan nilai-nilai Al-Fatihah harus mencakup
keseluruhan nilai dasar yang diperlukan dan mempertimbangkan
kondisi sosial dan sosio-emosional untuk menjamin terbentuknya
generasi berkarakter utama.
Karakter utama berbasis nilai-nilai Al-Fatihah diyakini memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif untuk menghadapi dinamika
kehidupan zaman sekarang. Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan
menjadi inspirasi sekaligus metode baru bagi setiap muslim untuk
melakukan pembacaan ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-
Fatihah sehingga dapat memberikan nuansa baru yang original
untuk memaknai Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan
muslim. Pada tingkatan inilah Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai guidance untuk pedoman hidup sukses menjalani kehidupan
dunia akhirat. Pemahaman dan sikap yang benar terhadap substansi

168 The Al-Fatihah Character


Al-Fatihah sesungguhnya dapat memosisikan seorang muslim pada
jalan lurus yang menjamin keselamatan dan kesuksesan menjalani
kehidupan. Apabila sukses itu menjadi bagian penting dalam
memaknai Al-Fatihah, maka pada praktiknya, sukses itu menuntut
untuk memahami secara benar bagaimana makna kesuksesan
terhadap perbaikan diri agar dapat menjalani kehidupan yang lebih
baik.
Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam pendidikan dapat
memberikan pengalaman bermakna untuk meningkatkan kesadaran
bagi pendidik ataupun tenaga kependidikan untuk memberikan
pelayanan terbaik terhadap peserta didik. Di samping itu, penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah dapat membingkai karakter positif peserta
didik. Dengan demikian, penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat
dikategorikan sebagai best practice pendidikan. Best practice sebagai
pengalaman langsung yang dialami perseorangan ataupun lembaga
yang memiliki nilai tambah yang dapat menginspirasi dan melejitkan
spirit untuk kemajuan dunia pendidikan, sekaligus sebagai usaha
menggali pengalaman terbaik yang dapat dijadikan rujukan untuk
membangun dan mengembangkan dunia pendidikan.
Data hasil wawancara dengan subjek penelitian memberikan
gambaran bahwa Al-Qur’an banyak mengandung sistem nilai
yang universal, di mana proses pendidikan Islam berlangsung
dan dikembangkan secara konsisten untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Sejalan dengan hal itu, sistem nilai tersebut dijadikan
dasar bangunan pendidikan Islam yang fleksibel sesuai kebutuhan
dan kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu. Nilai-nilai Al-Fatihah
hadir untuk mengubah mindset dan tingkah laku peserta didik agar
memiliki karakter mulia untuk bekal membangun masa depan yang
lebih baik dan bermartabat. Nilai-nilai Al-Fatihah dirumuskan dengan
merujuk pada pemikiran yang logis dan religius dari ulama ataupun
cendekiawan, kemudian dilengkapi pemahaman kontekstual peserta
didik dalam memaknai Al-Fatihah pada kehidupan nyata. Selanjutnya
dengan melibatkan berbagai unsur yang tergabung dalam tim
pengembang madrasah dan tim pengembang kurikulum madrasah,
kemudian merumuskan kerangka dasar nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
karakter utama yang disepakati bersama untuk dilaksanakan secara
konsisten di madrasah.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 169


Menurut data dari subjek penelitian, mempertimbangkan
kondisi sosio-emosional peserta didik, pendidik ataupun tenaga
kependidikan dan sistem nilai yang merujuk pada nilai-nilai agama
telah menjadi bagian dari napas kehidupan. Maka sistem nilai yang
berbasis religius perlu dikembangkan di lingkungan madrasah
melalui proses pendidikan yang berlangsung secara konsisten untuk
mencerdaskan peserta didik agar memiliki karakter yang kukuh.
Karena itu, sistem nilai yang merujuk pada makna Al-Fatihah dapat
dijadikan panduan penyelenggaraan pendidikan yang fleksibel
sesuai kebutuhan dan dinamika kemajuan masyarakat sekarang.
Dalam konteks ini, nilai-nilai Al-Fatihah yang meliputi nilai-nilai
kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar dipilih untuk
dihadirkan agar memberikan muatan nilai spesifik yang diharapkan
dapat mengubah tingkah laku peserta didik agar memiliki karakter
yang sesuai dengan visi madrasah hebat bermartabat.
Menurut data dari subjek penelitian, karakter yang baik sesuai
dengan visi madrasah sebagaimana tercantum pada rumusan nilai-
nilai nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah. Nilai kasih digali dari kebiasaan tolong-
menolong yang sudah mengakar di lingkungan madrasah, di mana
dalam berbagai situasi dan keadaan peserta didik secara bersama-
sama dapat menunjukkan sikap kepeduliannya untuk meringankan
urusan sesamanya. Nilai tanggung jawab digali dari pengalaman
peserta didik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya secara
tuntas dengan hasil yang bagus dan memuaskan. Nilai syukur digali
dari kesadaran peserta didik untuk menyampaikan terima kasih atas
pemberian orang lain dan memanfaatkan semua pemberian tersebut
untuk kemaslahatan. Nilai disiplin digali berdasarkan pengalaman
menjalani keseluruhan aktivitas kegiatan yang dilakukan dengan
patuh pada segala aturan yang berlaku. Nilai pembelajar digali dari
pengalaman peserta didik untuk mengambil pelajaran baik dari
semua yang telah dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas diri
sehingga dapat mencapai prestasi terbaik atau menghasilkan karya
bermutu yang bermanfaat untuk kemaslahatan. Nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar merupakan nilai-nilai yang
aplikatif. Selain itu, nilai-nilai tersebut penting agar kehidupan yang
dijalani setiap orang berjalan selaras dengan Sang Pencipta.

170 The Al-Fatihah Character


Selanjutnya, tahapan perumusan nilai-nilai Al-Fatihah di­
lakukan dengan beberapa tahapan. Pertama, tahapan memahami
nilai yang terkandung di dalam Al-Fatihah. Seseorang akan lebih
mudah melakukan tindakan yang benar jika mengetahui kebenaran
itu sendiri. Dalam konteks ini, seseorang akan dapat bertingkah
laku searah dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah
jika sudah benar-benar memahami. Kedua, tahapan menerapkan
nilai-nilai sesuai dengan situasi dan kondisinya. Tahapan ini sebagai
latihan bagi peserta didik agar memiliki pengalaman yang memadai
menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam seluruh aktivitas yang
dikerjakan. Ketiga, tahapan pembiasaan nilai yang terkandung di
dalam Al-Fatihah. Pada dasarnya, watak dan karakter seseorang
terbentuk dari kebiasaan (habit) dalam kehidupannya. Apabila
peserta didik terbiasa menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah di lingkungan
madrasah, maka akan mampu membawa dan menyebarkan nilai-
nilai tersebut kepada banyak orang di tengah-tengah masyarakat
yang pada akhirnya akan menguatkan karakter mulia yang tecermin
dalam sosok kepribadian insan saleh.
Pembiasaan dilakukan sebagai usaha diseminasi pembentukan
karakter insan saleh di lingkungan madrasah. Membaca Al-Fatihah
di awal kegiatan merupakan salah satu upaya madrasah untuk
menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah. Di dalam
proses pembelajarannya, terdapat nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai upaya penanaman nilai-
nilai yang membentuk karakter mulia. Melalui proses pembelajaran
yang di dalamnya telah ditanamkan nilai-nilai tersebut, akan dapat
membentuk karakter peserta didik yang baik dan berakhlak mulia,
berdaya saing tinggi, dan unggul dalam menyiapkan masa depan
yang hebat dan bermartabat. Madrasah sebagai tempat yang tepat
dan strategis untuk menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah pada peserta
didik, perlu mendapatkan respons dan dukungan dari semua pihak
agar penerapan nilai-nilai Al-Fatihah berjalan efektif.
Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan
pengamalan nilai-nilai, perlu kontekstualisasi nilai-nilai Al-Fatihah
yang diharapkan dapat membingkai karakter peserta didik yang
cerdas, jujur, dan berkarakter mulia. Adapun strategi khusus
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah berdasarkan karakteristik nilai

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 171


yang diterapkan agar dapat membingkai karakter peserta didik yang
cerdas, jujur, dan berkarakter mulia. Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1) menerapkan nilai
kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual;
2) menerapkan nilai tanggung jawab dalam menuntaskan semua
tugas ataupun aktivitas, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual; 3)
menerapkan nilai syukur atas segala nikmat yang telah diterimanya,
baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan
perkembangan situasi yang paling aktual; 4) menerapkan nilai
disiplin dalam menjalankan tugasnya, baik yang dilakukan secara
rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang
paling aktual; dan 5) menerapkan nilai pembelajar yang baik dengan
fokus mengambil hikmah, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai perkembangan situasi yang paling aktual.
Menurut data analisis dokumen dan wawancara dengan subjek
penelitian, rumusan nilai-nilai Al-Fatihah disingkat dalam akronim
“Kata Sudi Ajar”, yang artinya kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar. Kasih artinya memberi atau berbagi, disarikan
dari makna ayat yang bunyi “bismillāhi al-rahmān al-raḥīm dan al-
rahmān al-rahīm. Tanggung jawab artinya siap melaksanakan tugas
sampai tuntas, disarikan dari makna ayat yang berbunyi “māliki
yaumi al-dīn”. Syukur artinya berterima kasih atau mengapresiasi
hasil karya, disarikan dari makna ayat yang berbunyi “al-ḥamdu
lillāhi rabbi al-’ālamīn”. Disiplin artinya taat dan patuh pada aturan,
disarikan dari makna ayat yang berbunyi “iyyāka na’budu wa iyyāka
nasta’īn”. Pembelajar artinya belajar atau mengambil pelajaran baik
dan bermanfaat, disarikan dari makna ayat yang berbunyi “ihdina
al-ṣirāṭa al-mustaqīm, dan ṣirāṭa allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-
magḍụbi ‘alaihim wala aḍ-ḍāllīn”.
Adapun deskripsi nilai-nilai Al-Fatihah terangkum dalam suatu
akronim ”Kata Sudi Ajar”, yang dijabarkan secara spesifik menjadi
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah, diskripsi tersebut dapat dilihat pada
gambar 4:001 sebagai berikut:

172 The Al-Fatihah Character


Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm Al-raḥmān Al-raḥīm

LOVE
LEANER RESPONSIBILITY

Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm SUDI AJAR WORDS


(Al-Fatihah Values) Māliki yaumid-dīn
Sirāṭallażīnaan'amta 'alaihim
GRATITUDE
gairil-magḍụbi' alaihim walaḍ-ḍāllīn DISCIPLIN
E
Iyyākana'budu waiyyāka nasta'īn Al-ḥamdulillāhi rabbil 'ālamīn

Gambar 4:001: Nilai-nilai Al-Fatihah dalam Akronim


”Kata Sudi Ajar”

D. Tujuan Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah


Pendidikan dalam perspektif Islam untuk mengemas
perkembangan pribadi secara utuh, tujuan yang ingin dicapai
bukan sekadar kecerdasan intelektual, melainkan lebih ditekankan
pada pencapaian kecerdasan emosional dan mental spiritual.
Kepribadian islami merupakan kepribadian yang berorientasi dan
berakhir pada terbentuknya insan saleh. Yaitu, manusia paripurna
yang memiliki integritas iman, ilmu, dan amal sehingga kompeten
mengintegrasikan dirinya dalam berbagai aspek kehidupan secara
aktual yang menjadi tuntutan zaman. Madrasah sebagai lembaga
pendidikan memiliki visi mencerdaskan bangsa dengan nilai tambah
pada pengembangan karakter utama. Sebagai sistem integral dalam
meningkatkan kualitas sumber daya insani, pendidikan madrasah
harus mampu merespons kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai sebuah produk transformasi budaya global yang aman dan
membahagiakan. Kemajuan sains dan teknologi yang berkembang
pesat dalam berbagai bidang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
umat manusia.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan madrasah memiliki
fungsi penting dalam melakukan diseminasi nilai-nilai utama Al-
Fatihah agar dapat membentuk karakter mulia sebagai insan saleh.
Di antara fungsi madrasah dalam mengimplementasikan makna

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 173


tersebut adalah: pertama, fungsi perbaikan situasi dan keadaan
untuk disesuaikan dengan kaidah yang berlaku atau mengikuti
perkembangan aktual yang menjadi tuntutan; kedua, fungsi
pencegahan terhadap segala kelemahan atau kesalahan yang mungkin
terjadi karena ketidaksengajaan; ketiga, fungsi penyesuaian terhadap
situasi dan keadaan yang lebih baik sebagai tuntutan perkembangan
zaman; keempat, fungsi pengembangan terhadap potensi dan peran
strategis yang bermanfaat bagi kehidupan bersama; kelima, fungsi
penyaluran minat, bakat, dan kemampuan agar dapat diberdayakan
untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik; keenam, fungsi sumber
nilai sebagai rujukan pokok dalam merumuskan alternatif solusi atau
dalam mengambil keputusan, dan ketujuh, fungsi pengajaran sebagai
proses pendewasaan agar memiliki kesiapan intelektual, kecakapan
hidup (life skill), dan mental spiritual untuk menghadapi masa depan.
Perumusan nilai-nilai Al-Fatihah dimaksudkan memberikan
panduan bagi seluruh peserta didik dalam melaksanakan berbagai
kegiatan atau mengambil keputusan penting untuk keberlanjutan
program madrasah. Tujuan perumusan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
landasan dan panduan operasional peserta didik dalam membina dan
mengembangkan karakter utama. Karakter utama yang bermuatan
religius menjadi kebutuhan dasar bagi generasi untuk menyiapkan
masa depan. Karakter utama akan dapat memandu generasi untuk
menjalani kehidupan secara tertib dan teratur serta memiliki
konsistensi untuk menjaga kemaslahatan. Karakter utama menjadi
modal dasar bagi generasi dalam menghadapi masa depan dengan
beragam probabilitas yang menyertainya.
Ketangguhan seorang generasi sangat ditentukan oleh
kuatnya karakter yang tertanam dalam jiwanya. Jiwa yang baik
akan selalu menyatu dengan nilai-nilai kebenaran yang dapat
menjamin terbentuknya kualitas insan saleh. Karena itu, generasi
masa depan harus memiliki karakter yang kuat dengan kualitas
insan saleh. Eksistensi insan saleh senantiasa menampilkan dirinya
sebagai sosok yang memiliki integritas dan kemampuan tangguh
sebagaimana tecermin dalam sikapnya, yaitu: 1) senantiasa berusaha
menjaga keteguhan iman dan kualitas ketakwaan sebagai modal
menjalin hubungan harmonis dalam berinteraksi dengan Tuhan,
sesama manusia, dan sesama makhluk; 2) selalu menampilkan diri

174 The Al-Fatihah Character


sebagai sosok insan yang senantiasa memandang dirinya sebagai
satu kesatuan yang utuh dalam mewujudkan tujuan penciptaan
manusia, baik sebagai hamba atau khalifah-Nya; 3) senantiasa dapat
memosisikan diri sebagai pribadi yang merdeka dan bertanggung
jawab dan seimbang dalam mengelola potensinya agar berkembang
dengan baik sesuai dengan sunnatullah; 4) selalu berpikir dan
bertindak secara positif dan realistis dengan tetap menjaga idealisme
dalam segala situasi dan keadaan, dan 5) senantiasa menjaga
orientasi segala aktivitas kehidupannya hanya untuk mendapatkan
rida Allah Ta’ala.
Berdasarkan data hasil analisis dokumen, maksud perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah untuk memberikan panduan pengembangan
karakter utama berbasis religius. Adapun tujuan perumusan nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai landasan dan panduan operasional bagi
peserta didik untuk dapat membina dan mengembangkan karakter
mulia sebagai bekal untuk mewujudkan masa depan cemerlang
sebagai masa depan yang lebih baik dan bermartabat. Perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat membingkai peserta didik
dalam seluruh kegiatan yang dilakukan di lingkungan madrasah
agar dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan harapan
banyak pihak yang terkait.
Perumusan nilai-nilai Al-Fatihah menjadi kerangka acuan dan
panduan perilaku bagi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga ke­
pendidikan dalam menyusun program-program kegiatan. Rumusan
nilai-nilai Al-Fatihah menjadi acuan melaksanakan beragam
kegiatan sesuai standar operasional prosedur dan menjadi acuan
mengevaluasi capaian target kegiatan, sekaligus dijadikan acuan
pokok untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi kegiatan yang
berjalan. Data hasil pengamatan lapangan memberikan gambaran
bahwa nilai-nilai Al-Fatihah dirumuskan sebagai landasan dan
panduan untuk mengembangkan karakter utama. Karakter utama
sebagai karakter insan saleh yang mencerminkan kepribadian
islami sebagai bekal pokok bagi peserta didik untuk menjalani
kehidupan masa depan dengan beragam persoalan yang kompleks.
Perumusan nilai-nilai Al-Fatihah yang meliputi kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar diharapkan dapat memandu
moralitas peserta didik dalam melaksanakan keseluruhan kegiatan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 175


yang dilakukan agar berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian,
kegiatan yang dilaksanakan menjadi penentu tercapainya indikator
untuk meningkatkan kualitas hasil karya dan prestasi.
Nilai-nilai Al-Fatihah dapat menanamkan motivasi kuat
untuk selalu dekat dengan Allah swt., sehingga akan memberikan
keinginan kuat untuk menumbuhkan konsistensi dalam melakukan
segala sesuatu yang bernilai positif dan bermanfaat, baik bagi dari
sendiri ataupun orang lain. Tujuan perumusan nilai-nilai Al-Fatihah
dimaksudkan untuk dapat memandu dan menumbuhkan pengalaman
positif dan keinginan kuat untuk melakukan beragam aktivitas yang
bermanfaat yang lebih baik dan berkemajuan. Perumusan nilai-
nilai Al-Fatihah diharapkan dapat memandu peserta didik untuk
memahami nilai kebaikan dan penerapannya dalam kehidupan yang
menjamin keselamatan dan kebahagiaan.
Berdasarkan data hasil wawancara dengan subjek penelitian,
dinyatakan bahwa nilai-nilai kebaikan sarat muatan yang menuntun
peserta didik melakukan segala sesuatu yang bermanfaat, baik
bagi diri sendiri ataupun orang lain. Nilai-nilai Al-Fatihah di­
harapkan mampu membaca kemungkinan yang akan terjadi se­
kaligus menumbuhkan kesadaran bersama untuk mengantisipasi
kemungkinan dengan beragam solusi dan program agar dapat
mengelola segala potensi yang dapat mengantarkan pada masa depan
yang lebih baik. Adapun substansi yang terkandung pada nilai-nilai
Al-Fatihah akan memberikan harapan kuat dapat menumbuhkan
konsistensi melakukan segala sesuatu yang bernilai positif dan
dapat menumbuhkan niat baik yang kuat untuk mewujudkan masa
depan yang lebih baik dan berkemajuan. Nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah
yang telah memberikan inspirasi dan motivasi untuk mengambil
pengalaman, baik dari orang-orang saleh yang sudah terbukti sukses
di masa lalu. Dengan demikian, nilai-nilai Al-Fatihah dapat memandu
seseorang untuk memahami nilai-nilai baik dan penerapannya dalam
kehidupan nyata. Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat menjadi
kesadaran bersama untuk menemukan beragam solusi kehidupan
agar dapat mengelola segala yang dimiliki untuk meraih masa depan
selamat, sukses, dan bahagia.

176 The Al-Fatihah Character


Apabila merujuk pada pengalaman yang sudah berjalan, maka
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah telah dirumuskan bersama. Nilai-nilai
tersebut diharapkan dapat mengembangkan potensi sumber daya
insani dengan beragam minat, bakat, dan kompetensi. Manajemen
mutu yang bisa dikembangkan, infrastruktur sarana prasarana yang
dapat dimanfaatkan, alumni yang berkiprah dalam berbagai bidang
kehidupan dapat digerakkan untuk membangun sinergi bersama
guna mewujudkan impian madrasah yang hebat dan bermartabat.
Impian mewujudkan masa depan madrasah yang lebih berkualitas ini
dilandasi oleh nilai-nilai utama Al-Fatihah, di mana setiap orang telah
dikarunia potensi dasar yang dapat dikembangkan dengan optimal
agar dapat meraih prestasi dan menghasilkan karya yang bermanfaat
bagi kemaslahatan orang banyak. Diperlukan sikap konsisten dengan
memegang teguh nilai-nilai Al-Fatihah sebagai pilar utama untuk
menjaga karakter insan saleh yang akan menggerakkan masa depan
yang lebih baik dan memenuhi standar peradaban berkemajuan.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
yang telah dirumuskan sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dapat dijadikan
fondasi utama untuk menjalankan aktivitas kehidupan, khususnya
dalam dunia pendidikan. Nilai-nilai yang telah dirumuskan sebagai
nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat memandu setiap peserta
didik untuk melaksanakan semua kegiatan sesuai dengan ketentuan
untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Apabila madrasah telah
mengupayakan penerapan hal ini secara maksimal, maka akan
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan menjadi karakter
yang kuat, baik bagi pribadi maupun secara kolektif di madrasah.
Perumusan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah perlu dilakukan.
Mengingat, dari waktu ke waktu sistem pendidikan yang ada selalu
berubah-ubah serta belum mencapai target dan tujuan. Tidak hanya
dalam segi manajemen dan sistem pengelolaan yang harus diubah.
Namun, karakter peserta didik yang seharusnya menjadi target
utama sering kali terabaikan. Hal tersebut menjadi faktor penentu
dalam merumuskan nilai-nilai Al-Fatihah yang harus diterapkan
sebagai paradigma baru dalam pendidikan di madrasah. Pada
akhirnya, kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual dapat

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 177


dicapai dengan terus mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala melalui
beragam kegiatan yang dijiwai dengan nilai-nilai Al-Fatihah.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
yang telah dirumuskan sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dapat membuat
peserta didik menjadi lebih saleh. Apabila nilai kasih ada dalam
setiap diri peserta didik, tidak akan ada kasus kekerasan ataupun
pelanggaran hak asasi manusia. Sebab, sifat kasih membuat peserta
didik akan mempunyai rasa sayang kepada siapa pun sehingga tidak
akan ada kekerasan antarmanusia. Nilai tanggung jawab merupakan
nilai yang harus ada dalam diri peserta didik agar memegang
amanah dengan melaksanakan kewajibannya kepada Allah Ta’ala dan
terhadap sesama manusia. Sebab, nilai tanggung jawab telah tertanam
di dalam jiwanya. Nilai syukur dalam Al-Fatihah perlu dirumuskan
agar setiap manusia memiliki rasa syukur atas nikmat yang telah
Allah berikan kepadanya seperti nikmat sehat, nikmat sempat, dan
nikmat bahagia. Apabila memiliki rasa syukur, kehidupan seseorang
akan lebih tenang karena selalu mengingat segala nikmat dari Allah
Ta’ala yang tidak terhitung jumlahnya. Nilai disiplin merupakan nilai
yang perlu dimiliki setiap peserta didik agar bisa menghargai waktu,
tidak menyia-nyiakan kesempatan, dan orang yang disiplin akan
mendapat simpati serta disenangi banyak orang. Nilai pembelajar
akan menyadarkan peserta didik untuk memahami aturan ataupun
situasi aktual sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil sikap
yang cepat dan akurat serta bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan ummat manusia.

E. Rumusan Nilai-nilai Kasih Berbasis Al-Fatihah


Kasih artinya memberi atau berbagi, disarikan dari makna ayat
yang bunyi ”bismillāhi al-rahman al-raḥīm dan al-rahman al-raḥīm”.
Secara vertikal, kasih memiliki arti transendental, seluruh hamba-
Nya telah mendapatkan kasih sayang tak terhingga dari Allah Ta’ala
yang Maha Kasih tanpa pilih kasih. Secara horizontal, kasih berarti
kesadaran diri seseorang untuk rela berbagi kepada orang lain dengan
cara memberikan bantuan ataupun dukungan yang bermanfaat untuk
meringankan urusan orang lain. Secara fungsional, kasih berarti

178 The Al-Fatihah Character


empati dan simpati kepada orang lain agar dapat meringankan beban
ataupun membantu urusan orang lain dengan beragam solusi yang
efektif dan efisien.
Penerapan nilai-nilai kasih dalam kehidupan nyata, baik yang
bersifat rutinitas ataupun insidental harus selalu merujuk pada
indikator kunci, yaitu: 1) berempati terhadap sesama sebagai
bukti akan adanya naluri kemanusiaan; 2) peduli terhadap orang
lain karena situasi dan kondisinya membutuhkan uluran tangan;
3) memiliki keterampilan sosial untuk membantu memudahkan
interaksi sosial dengan orang lain; 4) mengajari orang mengerti
tentang dirinya dan orang lain agar dapat bersikap secara cepat dan
akurat; 5) membimbing orang lain agar mandiri dalam mengatasi
urusannya sendiri; 6) membantu urusan sesama untuk menguatkan
dimensi kemanusiaan; dan 7) belajar sukses dari orang lain sebagai
rujukan untuk menjalani kehidupan yang sukses dan mulia.
Berdasarkan data hasil analisis dokumen, ditegaskan bahwa
seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
telah memahami dengan baik nilai kasih sebagai kesadaran untuk
memberi ataupun berbagi manfaat terhadap sesama. Sebab, kasih
akan menjadi bukti perhatian dan kepedulian terhadap sesama
sehingga dapat menjalin persaudaraan dan kebersamaan dalam
menjalani kehidupan. Nilai kasih telah memberikan corak kehidupan
baru yang lebih manusiawi sehingga dapat menciptakan rasa aman,
tertib, dan nyaman untuk menjalani hidup bersama-sama selama
berada dilingkungan madrasah.
Menurut kenyataan dalam melaksanakan aktivitas keseharian,
kata ‘kasih’ telah familier di kalangan peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan. Kasih sebagai kesadaran untuk
memberi ataupun berbagi manfaat terhadap sesama tanpa keinginan
lain selain mengharapkan kemuliaan. Pada praktiknya, kasih telah
ditempatkan sebagai bukti perhatian dan kepedulian terhadap sesama
untuk mengukuhkan jalinan persaudaraan dan kebersamaan dalam
lingkungan pergaulan. Karena telah menjadi bagian dari kebiasaan
yang terjaga, kasih akan memberikan corak kehidupan baru yang
lebih manusiawi dan bermartabat. Data hasil pengamatan lapangan
menunjukkan bahwa jalinan kasih telah menyatu dengan kehidupan
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan sehingga dapat

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 179


menciptakan rasa aman, tertib, dan nyaman untuk menjalani hidup
bersama-sama selama berada di lingkungan madrasah.
Nilai kasih sangat diperlukan untuk memandu seseorang
menjalani kehidupan sukses. Menurut faktanya, ketika menjalani
kehidupan di dunia yang fana ini, bisa jadi seseorang mampu
menyelesaikan segala urusan yang dihadapinya, namun sebagai
makhluk sosial perlu memberikan perhatian ataupun kepedulian
terhadap sesamanya. Karena itu, setiap orang tidak boleh melupakan
keterlibatan orang lain yang telah memberikan kontribusi langsung
ataupun tidak langsung terhadap capaian kesuksesan. Maka,
setiap orang harus menanamkan semangat untuk giat bekerja agar
menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri ataupun orang
lain.
Kesadaran untuk memberikan perhatian ataupun kepedulian
kepada orang lain menjadi bentuk kasih yang paling nyata dalam
kehidupan zaman sekarang. Menurut data hasil wawancara dengan
subjek penelitian, nilai kasih akan mengejawantah apabila seseorang
melihat ada kelemahan atau kekurangan pada orang lain. Maka,
memberikan perhatian dan membantu orang lain untuk menemukan
apa yang diharapkan dalam kehidupannya agar lebih mengerti akan
dirinya sendiri ataupun orang lain.
Kasih sebagai kepedulian terhadap sesama karena setiap
orang memiliki naluri untuk memperhatikan sesama. Setiap orang
memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang harus
diterima secara realistis. Apabila seseorang memiliki kekurangan,
maka harus rela belajar memperbaikinya. Sedangkan apabila
seseorang memiliki kelebihan, maka harus mensyukurinya dengan
menambah amal saleh sebagai amal sosial yang dilakukan sebagai
bentuk kasih terhadap sesamanya. Amal sosial harus selalu dijaga
dengan cara menajamkan kesediaan untuk berbagi kasih terhadap
sesama manusia dalam beragam situasi ataupun keadaan. Sebab,
nilai kasih akan memberikan panduan sikap untuk selalu membantu
meringankan urusan sesama. Nilai kasih akan menguatkan jalinan
silaturahmi dan menciptakan suasana kehidupan yang aman dan
nyaman.
Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian,
kepedulian terhadap sesama akan menciptakan suasana kehidupan

180 The Al-Fatihah Character


yang akrab dan saling membantu dalam mewujudkan harapan
kehidupan yang diinginkan. Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan memiliki kesadaran yang selaras dalam memaknai
kasih sebagai nilai yang menjamin kebersamaan dalam suasana
kehidupan yang aman, damai, dan bahagia. Apabila nilai kasih
dijadikan pedoman hidup, maka akan dapat mewujudkan kerukunan,
kebersamaan, keharmonisan, dan suasana yang menyenangkan.
Suasana kehidupan tampak kondusif dan harmonis karena setiap
individu saling menyapa, melempar senyuman, berbagi, dan
memberikan salam keselamatan. Kondisi seperti ini akan terealisasi
apabila nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah diterapkan
dan menjadi kebiasaan di lingkungan madrasah. Dengan begitu,
nilai kasih tertanam dalam diri peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan sebagai karakter utama yang akan membingkai
perilaku kesehariannya.
Nilai kasih perlu dipahami bersama sebagai nilai dasar
kemanusiaan, di mana peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan harus mengenali orang lain yang memiliki kekurangan
dan kelebihan. Terhadap kekurangan orang lain, kita harus
memiliki kepedulian untuk membantu memperbaikinya. Sedangkan
terhadap kelebihan orang lain, kita harus memiliki kepedulian
untuk membantu mengembangkannya. Dengan nilai kasih ini,
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki
sikap dinamis untuk memberikan perhatian dan kepedulian kepada
sesama manusia tanpa pilih kasih. Tetap memberikan kasihnya, baik
terhadap yang lemah ataupun yang kuat sama-sama memiliki daya
panggil untuk memberikan perhatian ataupun kepedulian untuk
menjamin kemaslahatan kehidupan.
Inilah kekuatan nilai kasih yang sebenarnya ada pada diri
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Namun,
kekuatan tersebut harus dimunculkan dengan cara memberikan
stimulan dan membiasakannya agar muncul sebagai kekuatan natural
untuk mengasihi sesama manusia. Nilai-nilai Al-Fatihah memberikan
stimulan dan menjadi panduan untuk membiasakan nilai kasih
dalam kehidupan nyata dalam beragam situasi dan keadaan agar
selalu aktual dan istikamah dengan cara menjaga kesadaran untuk
berbagi kasih terhadap sesama. Dengan menerapkan nilai-nilai

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 181


tersebut, seseorang akan dapat merasakan suasana harmonis dalam
kerukunan yang menjamin kenyamanan bergaul. Adapun rumusan
pengertian dan indikator kasih sebagai nilai-nilai utama Al-Fatihah
dalam best practice pendidikan disajikan pada tabel 4.001.
Tabel 4:001: Rumusan dan Indikator Kasih sebagai Nilai-nilai Utama
Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan

Pengertian Kasih Indikator Kasih


Kasih merupakan kesadaran diri 1) berempati terhadap sesama
seseorang untuk rela berbagi 2) peduli terhadap orang lain
kepada orang lain dengan cara
3) memiliki keterampilan sosial
memberikan bantuan ataupun
dukungan yang bermanfaat 4) mengajari orang mengerti
untuk meringankan urusan 5) membimbing orang lain
orang lain. 6) mengurusi urusan sesama
7) belajar sukses dari orang lain

F. Rumusan Nilai-nilai Tanggung Jawab Berbasis Al-


Fatihah
Tanggung jawab artinya melaksanakan tugas atau kewajiban
sampai tuntas sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tanggung
jawab disarikan dari makna ayat yang berbunyi “māliki yaumi ad-
dīn”. Secara vertikal, tanggung jawab memiliki arti transendental.
Artinya, segala perbuatan yang dilakukan seseorang harus dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala pada hari pembalasan
di akhirat. Secara horizontal, tanggung jawab berarti kesediaan
seseorang untuk melaksanakan tugas ataupun kewajiban sampai
tuntas sesuai dengan ketentuan. Indikator orang yang bertanggung
jawab terletak pada seseorang yang dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan sungguh-sungguh serta penuh keikhlasan
dalam beramal. Apabila tanggung jawab ditunaikan dengan baik,
maka akan menciptakan rasa aman, tertib, dan nyaman bagi orang
lain.
Pelaksanaan tanggung jawab harus sesuai dengan indikator
kunci, yaitu: 1) menggali landasan kegiatan, baik sebagai landasan

182 The Al-Fatihah Character


religius, yuridis, ataupun operasional; 2) memiliki target terukur
sebagai arah yang dituju dari pelaksanaan kegiatan; 3) berfokus pada
tujuan yang akan dicapai agar menjamin efektivitas dan efisiensi; 4)
menjaga kualitas kinerja sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan;
5) melakukan pengawasan melekat untuk menjamin terlaksananya
segala aturan yang berlaku; 6) bersiaga menjalankan tugas baik yang
bersifat rutin ataupun insidental; dan 7) siap menerima semua risiko
dari semua yang akan terjadi sebagai akibat melaksanakan tugas
ataupun kewajiban.
Sebagian besar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan memahami dengan baik nilai tanggung jawab
sebagai kesadaran untuk melaksanakan tugas ataupun kewajiban
dengan sebaik-baiknya. Sebab, tanggung jawab akan menjadi
bukti kesungguhan dan keikhlasan dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya secara tuntas dengan sebaik-baiknya. Menurut
data hasil analisis dokumen, menunaikan tanggung jawab akan
menciptakan suasana kehidupan yang aman, tertib, dan nyaman. Di
samping itu, tanggung jawab dapat memberikan corak kehidupan
yang lebih baik dan berkemajuan sehingga bisa menciptakan rasa
percaya diri dan optimisme untuk menjalani aktivitas bersama.
Secara umum, peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan telah memahami nilai tanggung jawab. Sebab, saat
awal bergabung dengan madrasah, sudah ada kesepahaman dan
kesepakatan tugas serta kewajiban yang harus ditunaikan. Tanggung
jawab sebagai kesadaran melaksanakan tugas ataupun kewajiban
dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab itu penting dilaksanakan
karena akan menjadi bukti kesanggupan dan kesungguhan seseorang
dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya untuk menciptakan
suasana aman, tertib, dan nyaman. Data hasil observasi di lapangan
membuktikan bahwa tanggung jawab memberikan corak kehidupan
yang aktif, lancar, dan dinamis sehingga dapat menciptakan rasa
percaya diri menjalani aktivitas bersama di madrasah.
Tanggung jawab dapat dimaknai sebagai kesadaran
melaksanakan tugas dan kewajiban yang melekat pada setiap orang.
Pemenuhan tanggung jawab dilakukan dengan cara membiasakan
diri untuk mengurusi segala keperluan pribadi ataupun segala
urusan yang menjadi wewenangnya. Dalam memaknai tanggung

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 183


jawab, peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
senantiasa membiasakan diri untuk mengurusi kegiatan yang sudah
berjalan rutin serta meningkatkan kualitas proses dan hasil yang
lebih baik. Karena itu, menjadi kewajiban peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan untuk menanamkan sikap tanggung
jawab dalam menjalankan semua jenis kegiatan yang diemban agar
berjalan sesuai ketentuan ataupun harapan.
Seorang muslim memiliki tanggung jawab besar, baik di hadapan
Allah Ta’ala ataupun di hadapan sesama manusia. Segala sesuatu
yang telah ditunaikan seseorang dalam kehidupan di alam ini kelak
akan dipertanggungjawabkan secara langsung di hadapan Allah
Ta’ala. Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian, nilai
tanggung jawab akan menyadarkan peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan untuk mengemban amanah dengan sebaik-
baiknya sesuai ketentuan agar dapat memberikan manfaat dan nilai
tambah untuk pengembangan madrasah agar masa depan menjadi
hebat dan bermartabat.
Setiap aktivitas yang direncanakan harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya agar berkelanjutan dan bermanfaat untuk banyak
orang. Semua kegiatan yang dilaksanakan secara rutin harus
dipertahankan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil yang
lebih baik serta menanamkan sikap tanggung jawab yang diemban
agar berjalan sesuai harapan bersama. Kesadaran akan tugas yang
harus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas yang harus ditindaklanjuti untuk menjamin kemaslahatan.
Setiap orang harus menyadari sepenuhnya tugas ataupun kewajiban
yang harus dilaksanakan. Menurut pandangan salah seorang subjek
penelitian, kesadaran terhadap tugas dan kewajibannya menjadi
tolok ukur baik ataupun buruknya kualitas seseorang. Karena itu,
orang yang baik akan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan
baik. Sebaliknya, orang yang buruk akan sering mengabaikan tugas
ataupun kewajibaanya tanpa rasa malu sedikit pun.
Nilai tanggung jawab harus ada pada setiap individu sebagai
nilai dasar yang dapat mengembangkan fitrah manusia. Sebagai
pelajar, pendidik, dan pegawai, sifat tanggung jawab harus tertanam
pada diri sejak dini. Sebab, nilai tanggung jawab yang diterapkan
secara konsisten dalam menjalankan seluruh aktivitas, akan dapat

184 The Al-Fatihah Character


memberikan dampak positif untuk kemajuan madrasah. Dengan sifat
tanggung jawab, seseorang akan memahami tupoksi masing masing
sehingga semua yang menjadi urusan pribadi akan dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab dan memberikan hasil terbaik untuk
kemajuan madrasah sesuai cita-cita dan harapan bersama. Hal ini
sangat penting bagi setiap individu karena tanggung jawab bukanlah
persoalan yang hanya ada di dunia, melainkan persoalan hingga
akhirat.
Setiap orang harus menyadari pentingnya sikap tanggung jawab
terhadap diri sendiri, orang lain, dan madrasah. Dengan demikian,
setiap aktivitas yang dikerjakan tidak dapat terlepas dari tujuan untuk
terus menjaga dan meningkatkan kualitas proses serta hasil kegiatan
yang dilakukan. Sejatinya, seluruh perbuatan yang dilakukan semasa
hidup akan dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi hidup.
Setiap orang harus berusaha untuk dapat menjalankan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Adapun rumusan pengertian dan
indikator tanggung jawab sebagai nilai-nilai utama Al-Fatihah dalam
best practice pendidikan disajikan pada Tabel 4:002.
Tabel 4:002: Rumusan dan Indikator Tanggung Jawab sebagai Nilai-
nilai Utama Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan

Pengertian Tanggung jawab IndikatorTanggungjawab


Sikap tanggung jawab 1) menggali landasan kegiatan
merupakan kesediaan 2) memiliki target terukur
untuk melaksanakan tugas
ataupun kewajiban sampai 3) berfokus pada tujuan utama
tuntas sesuai dengan 4) menjaga kualitas kinerja
ketentuan yang berlaku 5) melakukan pengawasan melekat
untuk menghasilkan
6) bersiaga menjalankan tugas
sesuatu menurut standar
mutu yang ditetapkan. 7) siap menerima segala risiko

G. Rumusan Nilai-nilai Syukur Berbasis Al-Fatihah


Syukur artinya berterima kasih atau mengapresiasi budi baik.
Syukur disarikan dari makna ayat yang berbunyi “alḥamdu lillāhi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 185


rabbi al-’ālamīn”. Secara vertikal, syukur memiliki arti transendental.
Artinya, segala nikmat yang diterima seseorang berasal dari Allah
Ta’ala karena itu harus dimanfaatkan sesuai dengan kehendak-
Nya. Secara horizontal, syukur berarti ungkapan terima kasih atas
pemberian yang diterima dalam beragam situasi dan keadaan. Syukur
dapat memandu seseorang untuk memanfaatkan apa yang sudah
diterima agar bermanfaat bagi diri sendiri ataupun orang lain. Syukur
akan memberikan optimisme bagi seseorang untuk menumbuhkan
niat baik dan membangkitkan semangat untuk mendapatkan
segala kebaikan ataupun manfaat yang diinginkan dalam menjalani
kehidupan di alam fana.
Untuk membina sikap syukur harus merujuk pada indikator
kunci yang telah disepakati bersama, yaitu: 1) mengucapkan terima
kasih kepada orang lain yang telah memberikan dukungan; 2)
mengapresiasi amal kebajikan orang lain sebagai penghargaan; 3)
berbagi pengalaman baik kepada orang lain agar lebih bermanfaat
bagi sesama; 4) memperbaiki hasil karya agar lebih berkualitas; 5)
bersedia melakukan refleksi diri untuk memperbaiki hasil karya atau
pengalaman; 6) mendokumentasikan aktivitas positif yang sudah
dikerjakan sebagai bahan pertanggungjawaban; dan 7) menjamin
peningkatan kualitas proses ataupun hasil agar memenuhi harapan
yang membanggakan.
Secara umum, peserta didik, pendidik, ataupun tenaga ke­
pendidikan telah memahami dengan baik nilai syukur sebagai
kesadaran menerima segala pemberian dari mana pun datangnya
untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar membawa
kemaslahatan. Sebab, syukur akan menjadi bukti kesediaan dan
kesanggupan seseorang untuk melanjutkan usaha ataupun per­
juangan agar mendapatkan yang lebih baik dan bermanfaat sehingga
syukur akan dapat menciptakan suasana kehidupan yang sejahtera
dan bahagia. Menurut data hasil analisis dokumen, syukur dapat
memberikan corak kehidupan yang bersahaja dan khidmat untuk
melaksanakan pengabdian kehadirat-Nya. Dengan demikian, syukur
menjadi pilar ketakwaan untuk menjalani aktivitas yang bernilai dan
bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan.
Sebagian besar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga ke­
pendidikan telah memahami syukur sebagai kesediaan untuk

186 The Al-Fatihah Character


menerima segala pemberian dan kesanggupan memanfaatkan yang
dimiliki untuk kemaslahatan. Karena itu, seseorang yang memahami
syukur akan selalu menerima segala pemberian dan menyatakan
terima kasih yang diiringi dengan memanfaatkan untuk kemaslahatan.
Syukur menjadi bukti kesanggupan untuk meneruskan usaha atau
perjuangan agar bisa mendapatkan yang lebih baik dan bermanfaat.
Syukur dapat menciptakan suasana kehidupan yang makmur dan
sejahtera. Menurut data hasil observasi di lapangan, syukur telah
memberikan corak kehidupan yang optimistis untuk mendapatkan
nikmat terbaik. Syukur menjadi kebaikan dan ketakwaan yang akan
membuka beragam jalan untuk mendatangkan keberuntungan
(falāh) bagi semua orang yang dengan rela hati menjalankannya.
Allah Ta’ala merupakan zat yang menguasai seluruh alam dan
berkuasa penuh untuk melimpahkan nikmat dan karunia kepada
seluruh makhluk-Nya. Manusia sebagai makhluk paling sempurna
telah menerima limpahan nikmat yang paling besar, bahkan tidak
terhitung jumlahnya, baik dari aspek kualitatif ataupun kuantitatif.
Karena itu, manusia disebut sebagai sebaik-baik ciptaan-Nya.
Manusia wajib mengedepankan sikap syukur atas segala nikmat-
Nya. Apabila manusia bersyukur, maka akan ditambah nikmat-Nya.
Sebaliknya, apabila manusia bersikap kufur, maka azab Allah yang
sangat pedih akan ditimpakan kepada hamba-Nya. Nilai terpenting
dalam syukur akan menumbuhkan kesadaran agar bermanfaat
kepada orang lain. Menurut data hasil wawancara dengan subjek
penelitian, syukur akan menuntun seorang memiliki sikap proaktif
untuk melakukan segala sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat
baik bagi diri sendiri, orang lain ataupun lembaga yang menjadi
tempat bernaung. Dengan demikian, syukur dapat mengoptimalkan
proses kegiatan yang bermanfaat agar berjalan secara dinamis dan
bermakna untuk kemaslahatan orang banyak.
Nilai syukur juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran
diri, betapa pentingnya keberadaan diri sendiri dan orang lain dalam
suatu lingkungan. Keberadaan diri sendiri harus diposisikan secara
tepat dengan senantiasa mengenali diri yang memiliki beragam
potensi untuk diberdayakan dan memberikan sumbangsih yang
bermanfaat bagi orang lain. Keberadaan diri sendiri harus menjadi
subjek yang menghasilkan beragam karya bermanfaat bagi orang

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 187


lain. Sedangkan keberadaan orang lain harus diposisikan sebagai
mitra baik, sebagai cermin untuk menemukan diri sendiri dan sebagai
wahana untuk mengaktualisasikan diri agar bisa berbuat baik untuk
mengangkat harkat dan martabatnya.
Syukur dapat menumbuhkan semangat untuk menggerakkan
seluruh kegiatan yang dilakukan agar lebih bermanfaat. Sebab,
kegiatan menjadi wahana yang efektif untuk memberikan pengalaman
langsung bagi diri sendiri ataupun orang lain. Pengalaman memiliki
fungsi kontrol untuk meluruskan segala hal yang kurang baik agar
menjadi baik sekaligus meyakinkan seseorang agar berani bersikap
secara cepat dan bermanfaat. Pada posisi inilah, syukur menjadi
penting karena akan menggerakkan seseorang menjadi inspirasi
ataupun motivasi dalam beragam kegiatan yang bermanfaat di
lingkungan masyarakat. Data hasil wawancara dengan subjek
penelitian menyatakan bahwa syukur akan menumbuhkan kesadaran
untuk bersedia berbagi peran dan memberikan pengalaman yang
terbaik kepada orang lain dalam berbagai momentum kegiatan
sebagai manifestasi keimanan ataupun pengabdian yang dilakukan
secara ikhlas.
Allah Ta’ala dalam kitab suci-Nya telah menjanjikan kepada
seluruh hamba-Nya yang senantiasa bersyukur akan diberikan
kenikmatan hidup dan ditambahkan pula kebahagiaannya. Apabila
nilai syukur telah dijadikan pedoman dalam berkehidupan,
maka akan dapat memberikan energi positif pada setiap elemen
madrasah, khususnya bagi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan. Selain itu, dengan menerapkan nilai syukur, maka
masing-masing peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
dapat menemukan semangat baru dalam mengerjakan tugas dan
membangkitkan spirit untuk terus berusaha dengan berbuat kebaikan
pada sesama sehingga dapat menghadirkan suasana harmonis.
Nilai syukur tidak hanya dipahami dengan merasa cukup dan
berterima kasih, akan tetapi syukur harus meliputi segala aktivitas
yang dilakukan untuk mengharapkan rida Allah Ta’ala. Sehingga,
syukur benar-benar menjadi jawaban atas pembiasaan diri dalam
menjalani kehidupan dengan terus menumbuhkan kesadaran
menghargai dan mengapresiasi orang lain. Dengan syukur pula
akan mampu meningkatkan kualitas aktivitas yang terus membaik

188 The Al-Fatihah Character


dan berkelanjutan. Nilai syukur sebagai ungkapan dalam bentuk
perbuatan dan tanggapan terhadap apa yang Tuhan berikan. Semua
peristiwa yang terjadi sebagai takdir yang wajib diterima dengan
kesabaran dan kesungguhan untuk mendekatkan diri kehadirat-Nya
agar mendapatkan hikmah ataupun pertolongan-Nya. Kehidupan ini
sebagai konsekuansi yang harus diterima dengan rela hati dengan
bersungguh-sungguh menjalani. Adapun rumusan pengertian dan
indikator syukur sebagai nilai-nilai utama Al-Fatihah dalam best
practice pendidikan disajikan pada Tabel 4.003.
Tabel 4: 003: Rumusan Pengertian dan Indikator Syukur Sebagai
Nilai-Nilai Utama Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan

Pengertian Syukur Indikator Syukur


Sikap syukur merupakan 1) mengucapkan terima kasih
ungkapan terimakasih 2) mengapresiasi amal shalih
atas semua pemberian 3) berbagi pengalaman baik
atau dukungan yang telah 4) memperbaiki hasil karya
diterima dalam beragam
5) bersedia melakukan refleksi
situasi ataupun keadaan
agar bermanfaat bagi diri 6) mendokumentasikan aktivitas
sendiri ataupun orang lain. 7) menjamin peningkatan kualitas

H. Rumusan Nilai-nilai Disiplin Berbasis Al-Fatihah


Disiplin artinya taat dan patuh pada aturan, disarikan dari
makna ayat yang berbunyi “iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn”.
Secara vertikal, disiplin memiliki arti tansendental. Artinya, setiap
orang beriman harus taat terhadap segala ketentuan Allah Ta’ala
yang diturunkan di muka bumi sebagai panduan untuk menjalani
kehidupan yang selamat dan sukses dunia akhirat. Secara horizontal,
disiplin berarti kesadaran diri seseorang untuk mematuhi segala
aturan yang berlaku dalam beragam situasi ataupun keadaan agar
dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Disiplin akan dapat
menumbuhkan semangat dan kesungguhan dalam melaksanakan
tugas ataupun kewajiban yang diemban. Disiplin akan membentuk
karakter utama sebagai insan saleh yang ikhlas dalam melakukan
pengabdian untuk mendapatkan rida Allah Ta’ala.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 189


Indikator disiplin harus dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mengembangkan sikap disiplin. Adapun indikator disiplin yaitu: 1)
memakai atribut sesuai standar yang berlaku; 2) disiplin berlalu
lintas di jalan raya sebagai kewajiban tertib berlalu lintas; 3)
menaati tata tertib madrasah sebagai kewajiban setiap peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan; 4) mengisi catatan
kehadiran sebagai bukti keaktifan; 5) hadir tepat waktu di madrasah
untuk membiasakan hidup tertib; 6) menghindari keterlambatan
untuk membiasakan ketertiban masuk; dan 7) optimal menjalani
kegiatan yang bermanfaat untuk kemajuan diri ataupun lembaga.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
memahami dengan baik nilai disiplin sebagai kesadaran untuk
menaati segala aturan dengan sebaik-baiknya agar membawa
kebaikan. Sebab, disiplin akan menjadi bukti ketaatan dan kesalehan
dalam menjalani aktivitas untuk mewujudkan niat baik dan harapan
hidup yang lebih baik. Dengan demikian, disiplin akan dapat
menciptakan suasana kehidupan yang tertib dan teratur sesuai
dengan sunnatullah. Berdasar hasil analisis dokumen, disiplin dapat
memberikan corak kehidupan adil yang menjamin kelangsungan
kehidupan bersama. Sikap disiplin menjadi penentu tegaknya
keadilan dan terbinanya ketakwaan dalam menjalani segala aktivitas
produktif yang bermanfaat di lingkungan madrasah.
Disiplin dimaknai sebagai kesadaran untuk menaati segala
aturan yang berlaku untuk menjamin aktivitas atau kegiatan dapat
berjalan secara optimal. Disiplin menjadi bukti kesungguhan peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan dalam menjalani
aktivitas yang baik sehingga berdampak terhadap capaian kinerja
yang memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Sebagian besar
peserta didik, pendidik, ataupun dari tenaga kependidikan telah
memahami dan memaknai ‘disiplin’ dengan baik sehingga dapat
menciptakan suasana kehidupan yang tertib dan teratur. Kesepahaman
terhadap nilai disiplin telah memberikan corak kehidupan yang tertib
dan teratur sehingga menjamin keberlangsungan kehidupan dengan
berbagai kegiatan. Menurut data hasil observasi lapangan, disiplin
telah ditegakkan dalam berbagai momentum kegiatan. Bahkan,
keberadaan disiplin diposisikan sebagai indikator tegaknya keadilan
dan terbinanya ketakwaan di lingkungan madrasah.

190 The Al-Fatihah Character


Penciptaan alam semesta menurut ukuran pasti memiliki
kepastian hukum yang dikenal dengan sunnatullah. Dalam menjalani
kehidupan ini, manusia harus memahami sunnatullah sehingga dapat
menaati segala ketentuan yang melekat pada alam semesta. Ketaatan
terhadap hukum yang pasti dimaknai sebagai disiplin. Contohnya,
seorang yang menaati segala ketentuan dalam menjalankan ibadah
salat dikategorikan disiplin, karena pada saatnya nanti salat akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Apabila dalam
menjalankan salat tidak sesuai dengan ketentuan hukum salat, maka
salatnya dianggap batal dan akan menerima azab. Disiplin merupakan
sikap taat terhadap aturan yang berlaku. Disiplin akan membina
kesadaran untuk melakukan ketaatan dengan sebaik-baiknya.
Pada lingkungan belajar, perlu ditanamkan kedisiplinan agar
dapat menumbuhkan kepribadian yang meyakinkan bagi seluruh
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Berdasar
data hasil wawancara dengan subjek penelitian, kedisiplinan penting
diterapkan di lingkungan madrasah agar pembelajaran dapat
dilakukan dengan baik dan mendapatkan hasil sesuai dengan visi
ataupun misi madrasah. Dalam kaitannya dengan Al-Fatihah, disiplin
dimaknai sebagai kesadaran untuk menaati aturan yang berlaku
tanpa ragu dan dapat membebaskan diri dari segala orientasi hidup
yang bersifat materialistik ataupun yang bersifat kepura-puraan
untuk mengelabui orang lain.
Kedisiplinan memiliki manfaat yang amat besar dalam
membentuk kepribadian. Maka, kedisiplinan harus diterapkan.
Kepribadian utama tecermin pada kesadaran peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk memahami aturan
dan menaatinya dengan sungguh-sungguh. Sebab, aturan dibuat
untuk menjamin kelancaran arus keinginan ataupun kegiatan yang
dilakukan manusia agar efektif dalam prosesnya untuk mencapai
suatu tujuan. Tanpa aturan, akan terjadi benturan kepentingan
yang dapat mengakibatkan gagalnya maksud dan tujuan tersebut.
Kesadaran menaati aturan sebagai kesadaran fitrah manusia
sehingga akan menjamin terciptanya keteraturan dan ketertiban
dalam mewujudkan impian dan harapan. Kepribadian utama
tecermin pada kesadaran untuk memahami aturan dan kesediaan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 191


untuk menaatinya sebagai kebutuhan bersama untuk membangun
kehidupan yang bermartabat. Dalam data hasil wawancara dengan
subjek penelitian dinyatakan bahwa kedisiplinan menjadi tolok ukur
kesadaran berproses dan akan menentukan kualitas kepribadian
yang dimiliki peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan.
Karena itu, kedisiplinan perlu ditanamkan secara menyeluruh
sebagai kebutuhan mendasar untuk mewujudkan visi madrasah.
Disiplin merupakan kunci kesuksesan yang dimiliki orang-orang
hebat, disiplin juga menjadi tanda seseorang telah mengamalkan
dalil Al-Qur’an dalam surah Al-Ashri. Peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan yang ingin mencapai kesuksesan seharusnya
telah menanamkan sejak dini seperti halnya madrasah yang telah
menerapkan kedisiplinan secara maksimal. Maka, sudah tentu
madrasah tersebut telah menyiapkan generasi-generasi yang sukses
di masa depan. Penerapan nilai disiplin harus didukung oleh seluruh
lapisan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Sebab,
nilai ini sangat penting dalam mencetak lulusan berkualitas dan
berdaya saing yang bersifat universal. Dalam kehidupan sehari-hari,
nilai kedisiplinan harus diutamakan. Jika hal ini diterapkan dengan
baik, maka akan tercipta lingkungan pendidikan yang kondusif.
Selain itu, ketertiban di madrasah, khususnya pada jam masuk dan
jam mengajar, akan terkondisikan dengan baik sehingga seluruh
kegiatan berjalan dengan efektif dan efisien.
Nilai disiplin yang dipahami dengan baik akan membawa
seseorang untuk selalu menghargai waktu. Sudah sewajarnya sebagai
orang beriman dapat memanfaatkan waktu untuk segala urusan yang
positif. Seseorang dilarang menunda amal saleh dengan berbagai
alasan. Seseorang yang menunda kebaikan dengan alasan mencari
waktu yang tepat menandakan kebodohan yang merugikan jiwa.
Disiplin waktu dalam segala hal baik harus dibiasakan. Jika seseorang
sudah disiplin waktu, hidupnya akan tenang tanpa kegelisahan.
Selain itu, sifat disiplin dalam bidang lainnya secara otomatis dapat
menyertai kita dalam semua aktivitas. Adapun rumusan indikator
disiplin sebagai nilai-nilai utama Al-Fatihah dalam best practice
pendidikan disajikan pada tabel 4.004.

192 The Al-Fatihah Character


Tabel 4.004: Rumusan Indikator Disiplin sebagai Nilai-Nilai Utama
Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan

Pengertian Disiplin Indikator Disiplin


Disiplin sebagai kesadaran 1) memakai atribut sesuai standar
untuk mematuhi aturan yang 2) disiplin berlalu lintas di jalan
berlaku agar dapat mencapai raya
tujuan secara efektif dan 3) menaati tata tertib madrasah
efisien. Disiplin akan 4) mengisi catatan kehadiran
menumbuhkan semangat dan 5) hadir tepat waktu di madrasah
kesungguhan melaksanakan 6) menghindari keterlambatan
tugas dan kewajiban yang
7) optimal menjalani kegiatan
diemban.

I. Rumusan Nilai-nilai Pembelajar Berbasis Al-Fatihah


Disarikan dari makna ayat yang berbunyi “ihdinaṣ-ṣirāṭal-
mustaqīm, ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim
wa laḍ-ḍāllīn, pembelajar artinya belajar atau mengambil pelajaran
yang baik dan bermanfaat. Secara vertikal, pembelajar memiliki arti
tansendental. Artinya, setiap orang telah diberi akal pikiran yang harus
digunakan untuk memikirkan ayat-ayat Allah Ta’ala yang tersurat
dalam firman-firman-Nya ataupun yang terhampar di alam semesta.
Secara horizontal, pembelajar berarti kesadaran diri seseorang untuk
terus belajar sepanjang hayat dan bersedia membagikan pengalaman
baiknya kepada orang lain agar dapat dijadikan panduan untuk
menjalani kehidupan yang selamat dan sukses. Pembelajar sebagai
sikap mandiri untuk mempelajari segala sesuatu yang bermanfaat
agar dapat menuntun kehidupan yang lebih baik. Pembelajar berarti
kesadaran diri seseorang untuk rela membagikan ilmu ataupun
pengalaman yang bermanfaat kepada orang lain. Sikap pembelajar
sebagai sikap dinamis dalam menggali hikmah ataupun pengalaman
yang bermanfaat untuk memperbaiki kehidupan agar mengalami
kemajuan dan kesuksesan yang membahagiakan serta mendapatkan
rida Allah Ta’ala.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan sudah
selayaknya dapat memahami dengan baik nilai pembelajar sebagai
kesadaran atas potensi diri yang harus dikembangkan dengan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 193


belajar secara intensif agar dapat berkembang dengan normal
dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata yang menjamin
kemaslahatan. Sikap pembelajar akan menjadi tolok ukur kualitas
diri dan kesanggupan seseorang untuk melanjutkan usaha ataupun
perjuangan untuk melakukan pembaruan yang membawa kemajuan
dan kemaslahatan.
Menurut data hasil analisis dokumen, sikap pembelajar dapat
menciptakan suasana kehidupan yang cerdas dan solutif dalam
menghadapi beragam persoalan aktual. Sikap pembelajar juga akan
memberikan corak kehidupan kreatif, inovatif, dan beradab yang
akan menjadi penentu lahirnya amal saleh dan kemuliaan. Peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memahami nilai
pembelajar sebagai kesediaan untuk mengembangkan potensi diri
agar dapat didayagunakan untuk kemaslahatan hidup bersama. Nilai
pembelajar menjadi tolok ukur kualitas seseorang untuk melanjutkan
usaha pembaruan yang membawa kemajuan dan kemaslahatan.
Pengembangan sikap pembelajar harus merujuk pada indikator
kunci, yaitu: 1) menemukan momentum belajar yang dapat menopang
efektivitas dan efisiensi belajar; 2) mencari referensi berkualitas
yang dapat memberikan bobot esensial dari apa yang dipelajari; 3)
menyusun catatan belajar sebagai bahan untuk melakukan refleksi
diri; 4) menuliskan gagasan inspiratif untuk mengembangkan
gagasan yang kreatif dan inovatif; 5) membagikan hasil karya kepada
orang lain sebagai wahana evaluasi hasil karya bermutu; 6) refleksi
diri berkelanjutan untuk mengambil pelajaran bermakna; dan 7)
merumuskan pelajaran baik untuk mendokumentasikan keseluruhan
hasil karya yang bermanfaat.
Nilai-nilai pembelajar dapat mengembangkan kemampuan
yang ditopang oleh kecerdasan dan kecakapan integratif sebagai
solusi untuk menjawab beragam persoalan yang berkembang
di masyarakat. Kehidupan pada zaman sekarang memerlukan
kecerdasan dan kecakapan integratif untuk menjawab beragam
persoalan yang berkembang secara cepat. Apabila persoalan
yang bermunculan tidak segera ditemukan solusinya, maka akan
menghambat perkembangan kehidupan. Karena itu, kecerdasan dan
kecakapan integratif sebagai pilihan untuk mengantisipasi beragam
kemungkinan dalam kehidupan. Sikap pembelajar sebagai sikap

194 The Al-Fatihah Character


aktual untuk mengembangkan kecerdasan dan kecakapan integratif
yang bermanfaat dalam kehidupan sekarang. Menurut data hasil
observasi lapangan, kesepahaman terhadap nilai pembelajar akan
memberikan corak kreatif dan inovatif sehingga akan menjamin
dinamika kegiatan yang bermanfaat untuk menentukan hasil karya
dan prestasi.
Al-Fatihah dengan tegas telah mengajarkan tentang betapa
pentingnya belajar untuk menemukan jalan yang lurus, jalan selamat,
serta jalan yang membawa kesuksesan dan kemuliaan hidup. Belajar
dalam konteks Al-Fatihah mengharuskan seorang untuk menggali
sejarah masa lalu yang telah membuktikan bahwa ada orang yang
sukses dan ada orang yang gagal. Belajar dari orang yang gagal
berarti mengambil hikmah atau pelajaran baik dari pengalaman
gagal menjalani kehidupan yang dijalani orang-orang hidup pada
zaman terdahulu. Sedangkan belajar dari orang terdahulu yang
sukses berarti harus melakukan evaluasi untuk mengambil pelajaran
baik dengan menarik benang merah masa lalu dengan masa
sekarang, agar dapat mengaktualisasikan pengalaman suksesnya
untuk membangun kehidupan pada masa sekarang ataupun masa
depan. Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian,
untuk memaknai nilai pembelajar, seluruh peserta didik, pendidik,
atau tenaga kependidikan harus dapat memanfaatkan dengan baik
hasil karya orang lain sebagai inspirasi dan spirit agar bisa mengikuti
jejak orang lain yang sudah terbukti sukses serta menanamkan sikap
optimis terhadap diri sendiri dalam upaya mewujudkan impian
hidup sukses dan bahagia.
Nilai pembelajar akan menumbuhkan kesadaran bagi setiap
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk terus
belajar dan berbagi pengalaman terhadap sesama. Nilai pembelajar
akan memberikan dampak positif dalam melakukan evaluasi terhadap
apa yang sudah dilakukan dan akan membentuk kepedulian untuk
melakukan yang terbaik. Karena itu, seluruh peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan sebaiknya memanfaatkan dengan baik
hasil karya orang lain untuk menambah inspirasi ataupun teladan
agar bisa mengikuti jejak orang lain yang sudah terbukti sukses dalam
meraih sebuah impian. Untuk mengamalkan nilai pembelajar pada
konteks ini, direkomendasikan banyak membaca kisah-kisah sukses

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 195


ataupun biografi kesuksesan seseorang. Sebab, dengan membaca
kisah sukses ataupun biografi seseorang, akan memberikan inspirasi
dan motivasi untuk menirunya. Menurut data hasil wawancara
dengan subjek penelitian dinyatakan bahwa dengan membaca kisah
sukses atau biografi, penerapan nilai pembelajar menjadi lebih
efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan
kompetensi diri sebagai bekal menghadapi masa depan yang lebih
bermutu.
Allah Ta’ala telah menegaskan dalam firman-Nya bahwa
manusia diciptakan di muka bumi sebagai khalifah atau pemimpin.
Sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin di antaranya selalu
belajar agar mengetahui hakikat dirinya dan kehidupan. Nilai
pembelajar yang telah dirumuskan dalam Al-Fatihah dapat menjadi
sarana untuk menumbuhkan kesadaran setiap peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan agar terus belajar dan
berbagi pengalaman terhadap sesama. Penerapan nilai pembelajar
dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan yang kreatif, aktif, inovatif,
dan berdaya saing kuat dalam menemukan berbagai solusi yang
bermanfaat bagi kemajuan madrasah. Kreativitas peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan akan semakin meningkat jika
sifat pembelajar telah tertanam pada peserta didik sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dalam memberikan prestasi terbaik
bagi pengembangan madrasah.
Pada hakikatnya, manusia sebagai seorang pembelajar tidak akan
berhenti begitu saja ketika telah mencapai suatu keberhasilan. Tentu
target-target yang telah ditetapkan akan terus diwujudkan sebagai
usaha mencapai keberhasilan yang lain. Dengan menemukan makna
pembelajar, maka seseorang akan lebih bersemangat menemukan
momentum belajar yang tepat untuk mewujudkan mimpi dan cita-
citanya. Sifat pembelajar ini harus ditanamkan dalam jiwa agar dapat
selalu bersyukur dan mengambil hikmah dalam setiap peristiwa yang
terjadi. Selain itu, dengan nilai pembelajar, dapat mengambil hikmah
dari semua nikmat yang Allah berikan agar mendapat keberkahan
hidup. Nilai pembelajar ini penting dimiliki agar setiap orang bisa
meraih tujuan dan tidak terjebak dengan kesalahan di masa lalu yang
pernah diperbuat dan terbukti membawa kerugian dan penderitaan.

196 The Al-Fatihah Character


Adapun rumusan pengertian dan indikator pembelajar sebagai nilai-
nilai utama Al-Fatihah disajikan pada tabel 4.005.
Tabel 4:005: Rumusan Indikator Pembelajar sebagai Nilai-Nilai
Utama Al-Fatihah dalam Best Practice Pendidikan

Pengertian Pembelajar Indikator Pembelajar


Pembelajar sebagai 1) menemukan momentum belajar
sikap dinamis untuk 2) mencari referensi berkualitas
menggali hikmah ataupun
3) menyusun catatan belajar
pengalaman yang
bermanfaat agar dapat 4) menuliskan gagasan inspiratif
memperbaiki diri menuju 5) membagikan hasil karya
pada kehidupan yang 6) refleksi diri berkelanjutan
lebih baik, lebih maju dan
membahagiakan. 7) merumuskan pelajaran baik

J. Respons terhadap Rumusan Nilai-nilai Al-Fatihah


Peserta didik di lingkungan madrasah memiliki beragam latar
belakang, baik pendidikan, sosial budaya, ataupun ekonomi. Beragam
latar belakang peserta didik dapat memengaruhi tingkat pemahaman
dan sikap terhadap segala perubahan yang diberlakukan. Apabila
dilihat dari latar belakang peserta didik, respons mereka dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) peserta didik yang
memiliki respons positif, mereka memiliki latar belakang keluarga
atau pendidikan formal yang bernuansa religius, yang memiliki
pemahaman menyeluruh tentang nilai-nilai Al-Fatihah sehingga
dapat memunculkan sikap optimistis untuk mengamalkan nilai-nilai
Al-Fatihah; 2) peserta didik yang memiliki respons biasa-biasa saja
atau netral, umumnya dari latar belakang keluarga nasionalis atau
dari pendidikan formal umum, belum memahami secara keseluruhan
dan belum memiliki pengalaman untuk mengamalkan nilai-nilai Al-
Fatihah; dan 3) peserta didik yang memiliki respons negatif, mereka
kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga atau
memiliki motivasi yang lemah dalam belajar. Umumnya, mereka
berfokus pada kegiatan yang bersifat show a force sebagai pilihan
untuk menyalurkan minat dan bakatnya.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 197


Perumusan nilai-nilai Al-Fatihah berangkat dari kesadaran dan
kebutuhan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk memiliki panduan dalam pengembangan karakter mulia.
Peserta didik sadar akan kebutuhan aktualisasi diri dengan
karakter mulia, terutama yang memiliki latar belakang pendidikan
tinggi dan sosial ekonomi menengah ke atas. Pada umumnya,
mereka memandang penting rumusan nilai-nilai Al-Fatihah untuk
memandu peserta didik agar memiliki kepribadian utama. Karena
itu, dirumuskannya nilai-nilai Al-Fatihah telah mendapatkan respons
positif dari peserta didik. Mereka sangat antusias menyambutnya.
Hal ini dibuktikan dengan antusiasme peserta didik dalam mengikuti
sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah dan kesediaan mempelajari dan
mengamalkannya dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan data hasil analisis dokumen, dapat disampaikan
bahwa kehadiran peserta didik yang sukarela mengikuti acara
sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah menjadi bukti adanya respons positif
dari warga madrasah. Mereka dengan antusias mengikuti sosialisasi
yang disampaikan secara langsung oleh pimpinan madrasah. Di antara
mereka ada yang memberikan respons dengan bertanya tentang cara
menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam kegiatan belajar di dalam
kelas dan ada pula yang bertanya manfaat menerapkan nilai-nilai
Al-Fatihah dalam meningkatkan prestasi belajar. Orang yang sedang
menjalani kegiatan belajar diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai
kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar saat menjalani
kegiatan pembelajaran. Sedangkan peserta didik yang menginginkan
prestasi harus konsisten dan penuh harap menjalankan aktivitas
belajar dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Al-Fatihah. Karena
dengan menjaga nilai-nilai Al-Fatihah saat melaksanakan kegiatan
belajar, akan dapat memberikan motivasi kuat, inspiratif, tanggung
jawab, dan kesungguhan mengikuti aturan yang berlaku dan selalu
berniat baik serta berpikir dapat memberikan manfaat sesuai
dengan harapan untuk dapat mewujudkan masa depan yang sukses
dan bahagia.
Menurut data hasil pengamatan lapangan, tampak sekali
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki
kesadaran yang tinggi akan pentingnya perumusan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai panduan

198 The Al-Fatihah Character


untuk membina dan mengembangkan karakter mulia. Perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah mendapatkan respons positif dari peserta didik.
Mereka bersedia hadir untuk mengikuti sosialisasi nilai-nilai Al-
Fatihah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Mereka bersedia
mempelajari nilai-nilai Al-Fatihah. Bahkan, sebagian di antara mereka
menunjukkan peningkatan respons dengan munculnya perilaku
positif yang tampak dalam usaha serius untuk mengamalkan nilai-
nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar dalam
kehidupan nyata tanpa tekanan dari pihak mana pun. Kesadaran
mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai bukti nyata adanya
respons yang baik dari peserta didik dan pendidik ataupun tenaga
kependidikan.
Rumusan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
nilai pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah mendapatkan respons
yang baik dari peserta didik. Mereka sangat mendukung adanya
perumusan nilai-nilai Al-Fatihah. Karena dengan perumusan nilai-
nilai Al-Fatihah, peserta didik memiliki pedoman yang memandu
sikap dan perilaku, baik di lingkungan madrasah, keluarga, atau
masyarakat. Dengan demikian, peserta didik akan lebih terkontrol
dan terbiasa dengan karakter yang positif dalam menjalani kehidupan.
Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian, ditegaskan
bahwa peserta didik sangat antusias merespons rumusan nilai-
nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar yang
disepakati sebagai nilai-nilai Al-Fatihah. Mereka memperbincangkan
secara terbuka beragam fakta penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dalam
realitas kehidupan. Perbincangan di antara peserta didik dalam
berbagai momentum akan memberikan sudut pandang yang positif
sekaligus mendalamkan pemahaman nilai-nilai Al-Fatihah, baik
secara konseptual ataupun kontekstual dalam kehidupan sehari-hari.
Perumusan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah mendapatkan dukungan
kuat dari peserta didik dan warga. Sebab, adanya perumusan tersebut
dapat menjadikan peserta didik memiliki panduan aplikatif dalam
menjalani beragam aktivitas agar kehidupannya sesuai dengan
orientasi ataupun visi madrasah. Peserta didik tampak kompak untuk
menerima nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai baru yang memberikan inspirasi dan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 199


motivasi untuk melakukan beragam aktivitas yang lebih bermanfaat.
Dukungan dan keberpihakan peserta didik dan pendidik ataupun
tenaga kependidikan terhadap nilai-nilai Al-Fatihah menjadi modal
dasar untuk melakukan diseminasi nilai-nilai utama Al-Fatihah dalam
keseluruhan aspek kehidupan dan mempertegas jati diri peserta
didik serta pendidik ataupun tenaga kependidikan dalam beragam
kegiatan yang dilakukan, baik yang rutin ataupun spontanitas.
Dukungan peserta didik dan warga sangat meyakinkan karena akan
menjadi bekal pokok untuk menggerakkan lebih masif agar peserta
didik lebih bersemangat dan kompak menerapkan nilai-nilai Al-
Fatihah pada semua aktivitas yang dikerjakan, baik saat sedang di
rumah ataupun saat berada di lingkungan sekolah baik dalam skala
kecil ataupun yang lebih luas di masyarakat.
Peserta didik dan pendidik ataupun tenaga kependidikan
memberikan respons positif terhadap perumusan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai
Al-Fatihah. Dengan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-
Fatihah, diharapkan mampu menggiring dan dijadikan pedoman bagi
seluruh peserta didik dan pendidik ataupun tenaga kependidikan
dalam meningkatkan kualitas belajar, kerja, dan menjadi penguat
dalam membentuk kepribadian yang berkarakter islami. Nilai-nilai
yang terkandung dalam Al-Fatihah merupakan nilai aplikatif. Apabila
nilai-nilai tersebut diterapkan setiap hari, pasti tercipta suasana yang
harmonis, menyenangkan, dan kondusif. Respons positif dari peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan harus diimbangi
dengan penerapan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini harus dimulai
dengan pembiasaan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan
sesuai standat pelayanan minimal.
Respons peserta didik ataupun warga terhadap rumusan nilai-
nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai
nilai-nilai Al-Fatihah sangat positif karena nilai-nilai Al-Fatihah
memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai yang dipedomani selama ini.
Peserta didik sudah terbiasa menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam
lingkungan madrasah. Seperti nilai kasih; banyak peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan yang memiliki sifat kasih.
Contoh lain kegiatan di lingkungan madrasah yang menerapkan nilai-
nilai Al-Fatihah yaitu: tolong-menolong sesama teman jika ada yang

200 The Al-Fatihah Character


mengalami kesusahan; mempraktikkan nilai tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas; dan menerapkan nilai disiplin dalam mematuhi
tata tertib apabila ada yang terlambat masuk. Sikap dan perilaku yang
demikian dapat dibentuk setelah mengikuti penyesuaian melalui
kegiatan pembinaan mental spiritual. Nilai pembelajar diposisikan
sebagai kebutuhan dasar untuk memahami pedoman ataupun semua
situasi aktual yang harus disikapi secara cepat dan akurat.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan me­
respons dengan baik adanya rumusan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah.
Menurut hasil wawancara dengan subjek penelitian, hatinya tergerak
untuk memahami dan menanamkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam diri
pribadi dan keluarganya. Setiap orang harus berniat baik dengan
berusaha sedikit demi sedikit memahami nilai-nilai Al-Fatihah
sehingga bisa diamalkan sebagaimana mestinya. Dirumuskanya
nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat mendorong untuk melakukan
hal-hal yang menyenangkan dan memberikan kenyamanan. Selain
itu, nilai-nilai Al-Fatihah sangat fleksibel untuk diterapkan pada
zaman sekarang. Sebab, saat ini situasi di lapangan semakin sulit
untuk menemukan nilai-nilai positif yang sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan zaman yang progresif dan memiliki probabilitas sangat
tinggi. Karena itu, nilai-nilai Al-Fatihah yang memiliki sifat universal
dan fungsional menjadi daya tarik dan pilihan banyak orang untuk
memandu kehidupan yang selamat dan sukses serta bahagia dalama
kehidupan dunia ataupun akhirat.

K. Probabilitas Pasca Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah


Apabila dilihat dari aspek historis dan substansi, nilai-nilai Al-
Fatihah menjadi nilai-nilai baru yang berfungsi mendekonstruksi
nilai-nilai lama yang sudah berlaku. Meskipun sebenarnya nilai-
nilai Al-Fatihah merupakan nilai-nilai yang menyederhanakan nilai-
nilai lama yang bersifat universal sehingga sulit diterapkan dalam
kehidupan. Karena itu, munculnya rumusan nilai-nilai Al-Fatihah
dapat menggugah kesadaran peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan untuk melakukan refleksi terhadap segala sesuatu
yang berjalan selama ini. Bagi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 201


kependidikan yang dapat melakukan refleksi diri dengan nilai-nilai
Al-Fatihah, mereka akan menyambutnya dengan antusias terhadap
rumusan nilai-nilai Al-Fatihah. Namun bagi mereka yang memiliki
keterbatasan diri, baik secara intelektual ataupun emosional, pada
umumnya lebih cenderung cuek dengan rumusan nilai-nilai Al-
Fatihah.
Situasi di lapangan telah terjadi probabilitas setelah pe­rumus­­an
nilai-nilai Al-Fatihah, peserta didik menyambut baik. Pada umum­nya,
me­reka memiliki latar belakang keluarga ataupun pendidikan yang
bernuansa religius. Mereka memiliki optimisme dan harapan besar
akan munculnya suasana kehidupan yang dinamis dan harmonis di
lingkungan madrasah. Namun apabila ditelaah berdasar keaktifan
saat mengikuti sosialisasi, masih terdapat sekelompok kecil peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan yang cenderung tak
acuh dengan rumusan nilai-nilai Al-Fatihah. Mereka sekadar hadir
untuk memenuhi formalitas undangan yang disampaikan pihak
madrasah. Jika tidak hadir, mereka khawatir mendapat teguran
atau sanksi disiplin yang diterapkan madrasah. Menurut data hasil
analisis dokumen, pada umumnya mereka memiliki latar belakang
pendidikan formal dari sekolah umum ataupun dari lingkungan
keluarga nasionalis. Padahal, sikap awal yang mereka tunjukkan pada
saat sosialisasi dapat berpengaruh terhadap langkah berikutnya.
Mereka yang masuk dalam kelompok ini pada umumnya cenderung
cuek dan masa bodoh dengan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah yang
dianggap tidak memiliki konsekuensi.
Menurut data hasil pengamatan lapangan, rutinitas kehidupan
yang selama ini dijalani menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.
Bahkan, ada yang merasa kehilangan asa karena kehidupan telah
berjalan secara statis dan tidak ada stimulus yang memberikan
harapan baru untuk kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
Karena itu, dirumuskannya nilai-nilai Al-Fatihah yang meliputi kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar disambut baik
oleh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Mereka
memiliki harapan akan munculnya suasana baru berupa kehidupan
yang dinamis dan harmonis.
Menurut data hasil pengamatan, secara alamiah ada ke­
cenderungan munculnya kelompok kiri, kelompok tengah, dan

202 The Al-Fatihah Character


kelompok kanan. Demikian juga dalam kaitannya dengan perumusan
nilai-nilai Al-Fatihah, terdapat kelompok kiri yang diwakili
sekelompok peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
yang cenderung cuek dan tidak mau peduli, bahkan dengan sengaja
mengabaikan atau mencibir adanya rumusan nilai-nilai Al-Fatihah.
Sebagian yang lain masuk pada kelompok tengah yang cenderung
netral dan menunggu (wait and see) dalam menyikapi rumusan nilai-
nilai Al-Fatihah. Mereka yang masuk pada kelompok kiri ataupun
kelompok tengah, pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan
sekolah umum ataupun dari keluarga nasionalis. Sedangkan mereka
yang masuk dalam kelompok kanan, pada umumnya mereka dari
keluarga yang peduli dengan suasana kehidupan religius yang
memiliki latar belakang pendidikan berbasis keagamaan, baik
madrasah ataupun pondok pesantren.
Data hasil wawancara dengan subjek penelitian memberikan
gambaran adanya antusiasme peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan dalam merespons nilai-nilai Al-Fatihah yang
di dalamnya meliputi nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar. Nilai-nilai Al-Fatihah memberikan harapan baru,
sebagai resep untuk mengawal generasi dalam mewujudkan harapan
sukses di masa depan. Nilai-nilai Al-Fatihah akan menguatkan
nilai dasar yang berkaitan dengan nilai-nilai religius ataupun nilai-
nilai positif yang sudah berkembang. Pemahaman dan komitmen
peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dapat
membingkai karakter utama peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan. Karena itu, nilai-nilai Al-Fatihah perlu disosialisasikan
secara berkesinambungan agar menjadi kebiasaan baru bagi peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan dalam menjalani roda
kehidupan. Di samping itu, kesadaran untuk saling menasihati dengan
kesabaran dan kebaikan menjadi alat kontrol yang menentukan untuk
memandu peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
dalam merespons perumusan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai karakter
mulia.
Bagi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidik­an yang
antusias menerima rumusan nilai-nilai Al-Fatihah, mereka memiliki
pandangan optimis karena nilai-nilai Al-Fatihah akan mengokohkan
integritas dalam menjalani kehidupan dengan beragam ujian

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 203


ataupun cobaan. Integritas diri dibangun atas kejujuran sebagai
nilai utama yang mengukuhkan penerapan nilai-nilai tanggung
jawab dan nilai-nilai disiplin yang menjadi unsur penting yang
terdapat di dalam nilai-nilai Al-Fatihah. Peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan merasa at home dengan hadirnya
nilai-nilai Al-Fatihah karena nilai-nilai ini menjadi keinginan dan
kebutuhan untuk menyiapkan diri agar memiliki mental spiritual
yang kuat untuk menjalani kehidupan pada masa mendatang. Di
samping itu, pemahaman ataupun penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
dapat membingkai karakter mulia sehingga dapat memandu peserta
didik untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan agar
berkembang dengan baik sehingga menghasilkan karya dan prestasi
yang berguna bagi kehidupannya hari esok. Adapun karakter mulia
berbasis Al-Fatihah di dalamnya meliputi nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar. Karena itu, nilai-nilai Al-Fatihah
harus dikuatkan agar dapat mewarnai keseluruhan aspek kehidupan
di lingkungan madrasah.
Kehidupan zaman sekarang diwarnai arus globalisasi yang
bergerak secara masif. Akibatnya, banyak perubahan dari segala aspek
kehidupan. Perubahan ini tidak dapat dihindari sehingga menggugah
kesadaran masyarakat, betapa pentingnya memiliki karakter
mulia. Sebagai antisipasi, umat Islam harus bisa membentengi diri
sendiri dengan karakter mulia. Apabila tidak bisa melakukannya,
perjalanan hidup akan melenceng pada jalan kesesatan yang akan
membawa penderitaan sepanjang hidupnya. Karakter mulia yang
merujuk pada nilai-nilai Al-Fatihah diyakini dapat memandu peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk meniti jalan
kehidupan yang lurus dan selamat dunia ataupun akhirat. Karena
itu, jangan sampai umat Islam hanya menyibukkan dirinya untuk
berburu nikmat kehidupan dunia dengan beragam kesenangan yang
glamor. Dalam menjalani kehidupan di dunia, seseorang hanya boleh
mengambil secukupnya dari nikmat dunia, untuk bekal melakukan
pengabdian agar mendapat kebahagiaan dunia akhirat.
Penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah di
lingkungan madrasah diharapkan dapat memberikan bobot kualitas
karakter peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan yang
lebih baik. Menurut pengalaman, setelah ada penerapan nilai-nilai Al-

204 The Al-Fatihah Character


Fatihah, akan tampak jelas karakter yang berbeda dengan sebelum
diterapkannya nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah. Adanya suasana yang
nyaman ketika di madrasah karena masing-masing peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan saling sapa, senyum, dan
santun ketika bertemu. Proses kegiatan belajar mengajar lebih
kondusif karena adanya sifat tanggung jawab individu dan kedisiplinan
yang terlaksana. Selain itu, peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan tampak begitu menikmati kegiatan yang terlaksana di
lingkungan madrasah. Hal ini terjadi karena peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan senantiasa menjalankan kewajibannya
sebagai perwujudan syukur atas segala nikmat yang diterima. Dalam
pribadi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan telah
ditanamkan pula nilai pembelajar sehingga dapat memiliki jiwa
kompetitif dan sportif, rasa keingintahuan yang tinggi, dan berdaya
saing yang luar biasa dalam berbagai aspek kehidupan.
Setelah adanya nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah, diharapkan tercipta
suasana yang aman dan nyaman. Peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan diimbau lebih berhati-hati dalam melakukan
suatu hal, harus bisa mengantisipasi dengan baik kemungkinan-
kemungkinan yang akan datang. Dengan adanya nilai-nilai Al-Fatihah,
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan menjadi lebih
terarah dalam mencapai tujuan hidup dan lebih mudah menyiapkan
masa depan yang cemerlang. Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan akan menjadi individu yang berkarakter insan saleh.
Pada akhirnya, hal demikian akan membawanya pada kesuksesan
dalam menjalani kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pem­
belajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dapat menguatkan fondasi
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Al-
Fatihah dapat dijadikan pedoman dalam beretika sehingga dapat
memperbaiki akhlak peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan agar memenuhi harapan dari diri sendiri, orang
lain, dan madrasah. Penetapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dapat
memandu peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 205


untuk melakukan introspeksi diri sendiri agar tercapai tingkatan
kemuliaan yang sesuai dengan visi madrasah. Kesadaran terhadap
diri sendiri akan memandu seseorang untuk mengatur diri agar dapat
bersinergi ataupun berjalan seiring dan selaras dengan orang lain di
lingkunganya. Berangkat dari kesadaran terhadap diri sendiri ini,
akan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan sebagai bekal
menjalani kehidupun yang sukses dan bahagia di dunia ataupun di
akhirat.

Proposisi 1:
Nilai kasih, nilai tanggung jawab, nilai syukur, nilai disiplin, dan nilai
pembelajar sebagai rumusan nilai-nilai Al-Fatihah, memiliki arti
luas dan mendalam dapat dijadikan sebagai panduan teoritik untuk
membina karakter insan saleh.

206 The Al-Fatihah Character


BAB VI

PEMAKNAAN NILAI-NILAI
AL-FATIHAH SEBAGAI BEST
PRACTICE PENDIDIKAN

A. Pemaknaan Nilai-nilai Al-Fatihah


Pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an akan menimbulkan
kesadaran untuk melaksanakan firman-firman-Nya dalam perbuatan
nyata. Mengimani Al-Qur’an, tidak cukup hanya dengan membaca
ataupun menghafal Al-Qur’an. Namun, yang terpenting adalah
melaksanakan isi kandungan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup (manhaj al-hayah), telah menerangkan
perjalanan yang sudah dan akan dialami oleh manusia. Akhirat akan
menjadi akhir perjalanan hidup semua manusia. Karena itu, akhirat
menjadi orientasi hidup seorang Muslim yang paling mendasar. Al-
Qur’an sering menekankan pentingnya kehidupan akhirat daripada
kehidupan dunia dan membimbing seorang Muslim agar senantiasa
mengejar kesuksesan hidup di akhirat tanpa melupakan kehidupan
dunia.
Al-Qur’an menjadi petunjuk dan pedoman hidup kaum
muslimin dalam menjalankan segala bentuk amal perbuatannya
yang bersifat individual maupun sosial sehingga mereka dapat
mencapai kebahagiaan hakiki yang dicita-citakan setiap orang,
yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Merujuk Tafsir

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 207


Al-Misbah, M. Quraish Shihab membuat pengelompokan makna
surah Al-Fatihah menjadi dua bagian, yaitu pertama pada ayat 1-4
kandungan ayat berbicara tentang pengajaran Allah Ta’ala kepada
manusia bagaimana cara memohon kepada-Nya, bagaimana cara
mengucapkan pujian, dan apa yang terpenting dimohonkan. Kedua,
pada ayat 5-7 mengandung makna bersama untuk Allah Ta’ala dan
hamba-hamba-Nya, bagaimana seorang hamba dapat selalu taat
dalam beribadah (disiplin) dan membekali dirinya dengan petunjuk
yang diturunkan (baik yang terdapat pada kitab suci ataupun yang
terhampar di alam semesta, termasuk pengalaman orang-orang
terdahulu dalam menjalani kehidupan).
Sebagaimana telah menjadi keyakinan umat Islam bahwa surah
Al-Fatihah sarat nilai-nilai utama (kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar) dapat dijadikan pedoman secara fungsional,
membingkai perilaku setiap orang agar memiliki karakter mulia
yang akan mengantarkan pelakunya pada harkat dan martabat, baik
di dunia ataupun akhirat. Adapun nilai-nilai utama Al-Fatihah yang
diharapkan dapat membingkai karakter insan saleh peserta didik di
madrasah antara lain: “kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar”. Al-Fatihah mengandung nilai-nilai utama yang terdiri
atas nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar,
dapat memandu seseorang untuk menjalani kehidupan secara tertib
dan teratur sesuai sunnatullah.
Nilai-nilai Al-Fatihah memiliki sifat universal. Maknanya bersifat
aktual dan dapat dikaitkan dengan beragam situasi ataupun keadaan
sepanjang zaman. Nilai-nilai Al-Fatihah memiliki sifat fungsional.
Isinya dapat diterapkan sebagai panduan hidup dalam segala situasi
ataupun keadaan untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia dunia
akhirat. Seseorang yang konsisten menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai panduan hidup, dapat membawa pada kehidupan yang tertib
dan teratur dalam melaksanakan rutinitas kegiatan sehingga akan
mengantarkan pada kehidupan yang selamat, sukses, dan bahagia.
Di samping memiliki sifat universal dan fungsional, nilai-
nilai Al-Fatihah yang meliputi nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin dan pembelajar juga memiliki makna instrumental dan
makna substansial. Makna instrumental menjadi sarana yang dapat
memandu peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan

208 The Al-Fatihah Character


agar dapat membina diri sehingga memiliki karakter mulia yang akan
mengantarkan seseorang untuk selalu beramal saleh. Sedangkan
makna substansial dapat menguatkan pemahaman dan keyakinan
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan agar memiliki
ketahanan mental dan kesiapan diri untuk menghadapi segala
keadaan yang akan terjadi. Berdasar data hasil analisis dokumen,
ditegaskan bahwa nilai-nilai Al-Fatihah memiliki sifat universal dan
fungsional serta memiliki makna instrumental dan substansial yang
dapat diimplementasikan secara aktual dalam segala situasi ataupun
keadaan sebagai panduan untuk menjalani kehidupan bahagia dunia
akhirat.
Memaknai Al-Fatihah diperlukan pemahaman dan pengalaman
sesuai latar belakang kehidupan tiap orang. Faktanya, peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki latar belakang
pendidikan dan kehidupan sosial yang beragam. Karena itu, mereka
memiliki keragaman pemahaman dalam memaknai nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai
Al-Fatihah. Sebagian besar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan yang memiliki latar belakang pendidikan umum
ataupun berciri khas agama Islam memandang Al-Fatihah memiliki
makna instrumental dan substansial. Makna instrumental dari nilai-
nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar akan
menjadi piranti moral yang dapat memandu peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan untuk membina diri agar memiliki
karakter yang mulia.
Sedangkan makna substansial dari nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar akan menjadi kekuatan
moral (moral force) untuk menguatkan pemahaman dan keyakinan
seseorang agar memiliki ketahanan jiwa dan kesiapan menghadapi
segala keadaan yang akan terjadi. Menurut data hasil observasi
lapangan, peserta didik mengerti makna instrumental dan substansial
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai panduan untuk mengembangkan
potensi diri dan kesiapan menjalani aktivitas dengan beragam risiko
yang akan dihadapi. Mereka pada umumnya menyadari sepenuhnya
akan konsekuensi yang harus diterima saat menyatakan dirinya
siap bergabung menjadi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan, termasuk konsekuensi untuk rela mengamalkan nilai-
nilai Al-Fatihah dalam seluruh aktivitas kehidupan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 209


Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai utama yang akan membawa
pada perbaikan diri dan memandu seseorang untuk mengarahkan
kehidupan agar sesuai dengan cita-cita kehidupannya. Keutamaan
nilai-nilai Al-Fatihah sudah terbukti dalam sejarah, di mana seseorang
yang memahami nilai-nilai Al-Fatihah dan mengamalkannya secara
istiqamah akan diberi kesuksesan dan kemuliaan kehidupan
sebagaimana telah dicontohkan pada generasi salafus shalih. Selain
itu, Al-Fatihah bermakna sebagai bimbingan jasmani dan rohani
yang berlandasan etika dan hukum dalam Islam. Juga sebagai upaya
mewujudkan pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Al-Fatihah sebagai bimbingan jasmani, artinya dalam semua
aktivitas jasmani menjadi pengejawantahan dari niat dan pikiran
yang terbingkai dengan nilai-nilai Al-Fatihah. Sedangkan sebagai
bimbingan rohani, Al-Fatihah akan memberikan muatan esensi
setiap pikiran dan memandu keyakinan yang murni untuk beribadah
dengan ikhlas. Menurut data hasil wawancara dengan subjek
penelitian dinyatakan bahwa nilai-nilai Al-Fatihah dapat dijadikan
sebagai panduan pengembangan potensi jasmani sekaligus sebagai
bimbingan untuk meningkatkan kualitas rohani agar lebih ikhlas
dalam menjalani pengabdian.
Nilai-nilai Al-Fatihah telah diterapkan peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai
kasih dimaknai untuk mewujudkan sikap saling peduli dan mengasihi
antar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan, saling
membantu apabila ada orang lain yang membutuhkan. Dengan begitu,
akan terwujud keseimbangan dan keharmonisan dalam pergaulan
hidup. Nilai tanggung jawab terkait dengan cara menanamkan
tanggung jawab dalam diri terhadap tugas masing-masing dan
mandiri dalam memenuhinya. Nilai syukur mengandung makna yang
terwujud dalam sikap bersyukur atas segala nikmat, baik secara lisan,
perbuatan, maupun lubuk hati yang tulus. Selain itu, adanya sikap
tidak mudah mengeluh, selalu menerima, dan mampu mengambil
poin positif dari setiap kejadian yang dialaminya.
Nilai disiplin mengandung makna adanya kesadaran diri untuk
selalu berusaha tepat waktu, rapi, dan tertib dalam menjalankan
tugas, bukan karena takut mendapat sanksi, tapi karena memang
merasakan pentingnya kedisiplinan. Pembelajar artinya motivasi
yang kuat untuk terus-menerus belajar tanpa peduli sudah setinggi

210 The Al-Fatihah Character


apa pendidikan yang ditempuh dan sebanyak apa prestasi yang diraih.
Sebab, tujuan belajar tidak terfokus untuk mendapat penghargaan
atau hanya di bangku pendidikan formal, namun di mana dan
kapan saja perlu terus belajar untuk memperbaiki kualitas diri agar
berakhlak mulia.
Secara umum, Al-Fatihah merupakan surah dalam Al-Qur’an
yang paling sering dibaca. Hal ini dapat menjadikan Al-Fatihah sangat
familier bagi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memaknai
Al-Fatihah sebagai surah pembuka. Karena itu, setiap kegiatan
selalu diawali atau dibuka dengan membaca Al-Fatihah seperti
kegiatan belajar mengajar di kelas, pembukaan ekstrakurikuler,
seminar, ataupun pelatihan-pelatihan, serta kegiatan-kegiatan lain
yang bersifat kurikuler maupun kokurikuler agar lebih manfaat dan
barokah.
Selama ini, Al-Fatihah sangat dekat dengan rutinitas kehidupan,
khususnya aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan di lingkungan
madrasah. Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah telah diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan madrasah sebagai
pembentukan karakter insan saleh. Madrasah sebagai wadah yang
tepat untuk menanamkan nilai-nilai utama dan menerapkannya
sehingga menjadi karakter yang kuat bagi peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan. Makna nilai-nilai yang terkandung
dalam Al-Fatihah dapat dijadikan best practice yang harus bersama-
sama diterapkan di lingkungan untuk meningkatkan kualitas
ataupun derajat kehidupan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan. Adapun makna nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan dapat dilihat pada tabel 4:006.
Tabel 4:006: Makna Nilai-Nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice
No Nilai-Nilai Al-Fatihah Makna Nilai-Nilai Al-Fatihah
nilai kasih berbagi manfaat kepada sesama
nilai syukur mengapresiasi pemberian orang lain
nilai tanggung jawab menunaikan tugas dengan baik
nilai disiplin patuh pada aturan yang ditetapkan
nilai pembelajar giat belajar mengembangkan diri

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 211


B. Penghayatan Makna Nilai-nilai Al-Fatihah
Penghayatan makna Al-Fatihah sebagai proses internalisasi
nilai-nilai agar dapat mengisi dan mencerahkan jiwa sehingga dapat
mengukuhkan keyakinan secara benar dan mendalam. Penghayatan
makna nilai-nilai Al-Fatihah, baik nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, maupun pembelajar dapat dilakukan secara beriringan
dengan melakukan beragam aktivitas harian. Terutama saat sedang
menghadapi persoalan yang memerlukan penyelesaian dengan
segera, maka pada saat itu juga dapat menghadirkan makna nilai-
nilai Al-Fatihah untuk mencerahkan jiwa dan mencari inspirasi untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam sepanjang kehidupan.
Di samping pada momentum yang bersifat insidental, terutama
setiap usai menunaikan salat fardu, peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan melakukan evaluasi diri secara mandiri dengan
merenungi makna nilai-nilai Al-Fatihah. Perenungan ini dimaksudkan
untuk memperdalam pemahaman dan menguatkan penghayatan
terhadap makna yang terkandung di dalam Al-Fatihah. Berdasar
data hasil analisis dokumen, ditegaskan bahwa penghayatan makna
Al-Fatihah yang dilakukan bersamaan dengan aktivitas langsung
ataupun dalam momentum insidental saat menjalankan ibadah salat
dapat menguatkan jiwa dan mengukuhkan keyakinan sehingga akan
membangun kesadaran dan sikap bertauhid secara integral.
Penghayatan makna nilai-nilai Al-Fatihah yang di dalamnya
meliputi nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
dapat dilakukan bersamaan langsung saat melakukan aktivitas harian.
Penghayatan makna tersebut terutama dilakukan saat menyelesaikan
urusan darurat dengan proses dan kualitas yang standar. Maka
pada saat itu, makna Al-Fatihah perlu dihadirkan, khususnya nilai
disiplin dan tanggung jawab sebagai panduan untuk menuntaskan
urusan. Dengan begitu, nilai-nilai Al-Fatihah akan dapat dijadikan
acuan untuk mencerahkan jiwa sepanjang penyelesaian masalah
ataupun sesudahnya sehingga dapat memberikan kebaikan berupa
ketenangan dan kebahagiaan.
Sedangkan pada momentum yang lain, terutama saat
menjalankan aktivitas rutin, sering kali hadir kesadaran dalam
diri untuk menghayati makna Al-Fatihah, terlebih lagi saat sedang

212 The Al-Fatihah Character


bersama-sama menjalankan aktivitas salat berjamaah di masjid.
Menurut data hasil observasi lapangan, penghayatan makna nilai-
nilai Al-Fatihah pada momentum rutin ataupun insidental telah
dilakukan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan yang
memiliki kesempatan melakukan evaluasi diri sebagai proses untuk
lebih mengenali diri sehingga dapat mendayagunakan potensinya
untuk menggali dan menemukan beragam solusi atas masalah yang
sedang dihadapi.
Penghayatan makna nilai-nilai Al-Fatihah harus digali dengan
cara memperdalam pemahaman dengan banyak membaca referensi
yang dapat memperjelas makna nilai-nilai Al-Fatihah atau dengan
melakukan refleksi dan penghayatan terhadap nilai-nilai Al-Fatihah
secara berkesinambungan. Pembacaan referensi yang terkait akan
memperluas wawasan dan mendalamkan makna. Sedangkan refleksi
akan menguatkan kesadaran betapa pentingnya nilai-nilai Al-
Fatihah untuk memandu kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat.
Kedalaman pemahaman terhadap nilai-nilai Al-Fatihah akan menjadi
pedoman bagi seseorang untuk mengaplikasikan nilai-nilai Al-
Fatihah dalam kehidupan pribadi ataupun bermasyarakat. Menurut
data hasil wawancara dengan subjek penelitian, kesadaran dan
komitmen peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk menjaga nilai-nilai Al-Fatihah dalam keseluruhan kegiatan
yang dilaksanakan akan dapat menciptakan corak kehidupan yang
membahagiakan. Penjagaan nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan dengan
cara memahami dan menghayati maknanya, kemudian membiasakan
penerapan nilai-nilai dalam kehidupan nyata.
Untuk menghayati makna nilai-nilai Al-Fatihah, seseorang
dituntut merasakan keindahan maknanya dan membiasakannya
dalam perilaku nyata secara sungguh-sungguh. Di samping itu,
apabila seseorang mengamalkan makna nilai-nilai Al-Fatihah, harus
bisa bekerja sama dengan orang lain yang diwujudkan dengan sikap
saling mengasihi agar terhindar dari segala perkataan ataupun
perbuatan yang mubazir. Apabila peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan membiasakan diri dengan sikap tanggung
jawab, sikap tersebut akan mengukuhkan sikap disiplin dalam
melaksanakan segala jenis kegiatan sesuai dengan nilai-nilai Al-
Fatihah. Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 213


setiap orang perlu menguatkan sikap pribadi agar memiliki komitmen
menghargai waktu sebagai cermin tingginya tanggung jawab yang
akan membentuk sikap disiplin yang sangat bermanfaat untuk
menciptakan iklim kondusif yang dapat menjamin terlaksananya
kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Pengenalan, penanaman, penerapan, dan penghayatan
terkait nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah harus dilakukan secara
berkesinambungan. Madrasah sebagai wadah perumusan nilai-
nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah harus menggiring secara
maksimal proses demi proses agar visi madrasah, yaitu berkarakter
Islami, dapat terwujud. Setelah melakukan pengenalan dan pe­
nanaman karakter kepada peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan, dilakukan penerapan dan pembiasaan secara
serempak. Setelah proses ini berhasil, dilanjutkan penghayatan
melalui refleksi diri. Seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan harus memiliki niat yang baik dan sungguh-sungguh
menghayati makna nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah.
Dengan demikian, nilai-nilai Al-Fatihah tertanam dalam diri dan
dapat membentuk kepribadian sempurna sebagai sosok insan saleh.
Untuk menghayati nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah, peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan harus menikmatinya
dengan cara melakukannya dengan sungguh-sungguh, ikhlas dalam
melakukannya, dan saling mengasihi agar tidak ada perselisihan
antar sesama warga. Untuk menghayati nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah,
seseorang harus senantiasa rutin membaca surah Al-Fatihah. Dengan
demikian, sedikit demi sedikit dapat memahami makna nilai-nilai
kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai
nilai-nilai Al-Fatihah. Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan perlu mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah meskipun
pada kenyataannya belum maksimal. Namun seiring berjalannya
waktu, jika terbiasa mengamalkannya, dapat membentuk karakter
utama. Karena itu perlu kesadaran dan komitmen yang tinggi dari
semua pihak untuk mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah agar dapat
dipedomani dalam kehidupan keseharian.

214 The Al-Fatihah Character


C. Mengapresiasi Makna Nilai-nilai Al-Fatihah
Apresiasi makna nilai-nilai Al-Fatihah sebagai bentuk afeksi
atas pengalaman dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam
kehidupan nyata. Secara naluriah, penghargaan terhadap nilai-nilai
Al-Fatihah akan muncul saat seseorang mengamalkan nilai-nilai Al-
Fatihah dengan rela hati dan bersungguh-sungguh menjalaninya.
Apresiasi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
terhadap nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar, dilakukan atas kesadaran diri dengan senang hati
mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan.
Sebagian besar dari peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan memiliki kesadaran dan komitmen untuk
mengapresiasi pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah. Mereka meyakini
pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah dengan tulus dan senang hati akan
menjadi terapi diri dan jalan mendapatkan keberuntungan (falāh)
di kemudian hari. Menurut data hasil analisis dokumen, ditegaskan
bahwa peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
menyadari bahwa apa yang telah diamalkan akan bermanfaat untuk
dirinya sendiri. Apabila seseorang berkomitmen mengamalkan nilai-
nilai Al-Fatihah, maka akan mendapat nilai tambah berupa kepuasan
ataupun kebahagiaan dalam menjalankan aktivitas harian yang
sudah biasa dikerjakan.
Pada saat melaksanakan aktivitas rutin dalam keseharian,
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki
tanggung jawab personal ataupun secara bersama-sama senantiasa
mengapresiasi makna nilai-nilai Al-Fatihah yang meliputi nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar. Tanggung jawab ini
muncul sebagai bentuk kepedulian peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan untuk menjamin kelancaran aktivitas yang
dilakukan di lingkungan madrasah. Dengan menghargai nilai-nilai Al-
Fatihah, peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan secara
mandiri dapat mengaktualisasikan gagasan ataupun keinginannya
untuk mewujudkan cita-cita dan harapan sesuai dengan target
ataupun tujuan yang disepakati bersama kelompoknya.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan meyakini
bahwa semua niat baik yang diwujudkan dalam aktivitas nyata akan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 215


bermanfaat untuk perbaikan kesejahteraan, baik bagi diri sendiri
ataupun orang lain. Menurut observasi lapangan, peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki komitmen untuk
mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah. Sebab, dengan mengamalkan
nilai-nilai Al-Fatihah yang meliputi nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar, seseorang akan mendapat keberuntungan,
baik yang bersifat finansial ataupun berupa kebahagiaan yang akan
membawa keberkahan dalam kehidupan.
Menurut pandangan yang lebih spesisif, nilai-nilai Al-Fatihah
memiliki makna rabbaniyah ataupun insaniyah. Makna rabbaniyah
memiliki kaitan langsung untuk membawa seseorang memiliki
hubungan yang baik dengan sang Khalik, sedangkan makna insaniyah
akan membawa seseorang dapat memelihara hubungan baik
dengan sesama manusia. Hubungan baik dengan Sang Khalik harus
dilakukan dengan cara yang benar dan ikhlas, sedangkan hubungan
baik dengan sesama manusia harus dilakukan dengan cara yang baik
dan berkualitas. Keseimbangan penjagaan hubungan baik dengan
Sang Khalik ataupun dengan sesama manusia dapat memberikan
pengalaman yang sangat berharga dalam menjalani kehidupan.
Sebagai tuntutan untuk menghargai nilai-nilai Al-Fatihah,
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki
kesempatan sama untuk mengembangkan inovasi dan gagasan yang
positif untuk menumbuhkan optimisme dan rasa percaya diri dalam
melakukan pengabdian. Juga senantiasa memberikan teladan yang
baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, ataupun masyarakat sesuai
dengan makna nilai-nilai Al-Fatihah. Menurut data hasil wawancara
dengan subjek penelitian, dinyatakan bahwa secara operasional
dapat disaksikan, pendidik ataupun tenaga kependidikan dapat
menghargai makna nilai-nilai Al-Fatihah yang dilakukan dengan
cara membimbing peserta untuk mengembangkan gagasan kreatif
yang bermanfaat untuk menyiapkan masa depan. Gagasan tersebut
dituangkan dalam karya ilmiah yang dibingkai melalui program
literasi yang melibatkan seluruh peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan. Teknis ini berhasil menggerakkan seluruh
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk terlibat
secara langsung dalam membangun budaya membaca dan menulis
serta menularkan gagasan kreatifnya terhadap sesamanya, baik di
lingkungan madrasah ataupun keluarganya.

216 The Al-Fatihah Character


Setiap proses yang dijalankan akan menghasilkan nilai dan
penghargaan atas proses yang telah dilaluinya. Untuk menghargai
makna nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah, peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan juga dapat melakukan internalisasi
nilai-nilai Al-Fatihah dalam keseluruhan kegiatan kokurikuler
ataupun ekstrakurikuler di lingkungan madrasah. Hal yang dilakukan
pendidik ataupun tenaga kependidikan untuk menghargai setiap
perumusan nilai-nilai Al-Fatihah yaitu memberikan kesempatan bagi
peserta didik untuk lebih aktif mengkaji nilai-nilai yang terkandung
dalam Al-Fatihah dengan berbagai bentuk. Hal ini merupakan
penghargaan akademik. Sejatinya, penghargaan terhadap penerapan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah dapat benar-benar
tertanam karakter Al-Qur’an dalam pribadi seseorang. Ini bisa
dibuktikan dengan semangat beribadah yang luar biasa dibandingkan
dengan ibadah sebelumnya. Melalui ibadah, hubungan seorang
hamba dengan Allah akan semakin dekat, serta keimanan juga dapat
bertambah kukuh.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
menghargai nilai-nilai Al-Fatihah dengan melakukan perbuatan
sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai Al-Fatihah perlu
ditanamkan dalam hati. Selain itu, setiap menjalankan aktivitas perlu
untuk selalu menyertakan nilai-nilai tersebut sebagai jiwanya. Nilai-
nilai Al-Fatihah dapat membantu seseorang dalam menghargai diri
sendiri maupun orang lain. Dengan begini, kehidupan akan berjalan
tidak jauh dengan apa yang diharapkan agar tercipta kemaslahatan.
Menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah menjadi cara untuk mengapresiasi
makna agar dapat mencapai kemuliaan, menghargai sikap dalam
beribadah, dan memanfaatkan waktu untuk selalu berhubungan
dengan Allah Ta’ala. Sikap kasih dapat membuat seseorang lebih
dekat dengan Allah Ta’ala. Sedangkan sikap tanggung jawab lebih
mengutamakan ibadah dalam menjalankan perintah-perintah-Nya
untuk meraih derajat ketakwaan. Apabila semua nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar dapat diterapkan
dalam bidang pendidikan, akan menghasilkan tercapainya harapan,
cita-cita, visi, dan misi madrasah yang hebat dan bermartabat.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 217


D. Pemaknaan Nilai-nilai Kasih Berbasis Al-Fatihah
Kasih artinya memberi atau berbagi, disarikan dari makna ayat
yang bunyi “bismillāhi al-rahmani al-raḥīm dan “al-rahman al-raḥīm”.
Makna nilai-nilai kasih sebagai kesadaran untuk memberikan manfaat
terhadap sesama manusia atau bahkan menyayangi semua makluk
yang hidup di alam semesta. Hal ini sebagai konsekuensi sebagai
makhluk paripurna yang memiliki tanggung jawab menyayangi tanpa
pilih kasih. Nilai-nilai kasih sebagai best practice pendidikan dapat
dimaknai sebagai kesadaran untuk menyayangi sesama manusia
dalam segala situasi dan keadaan untuk mendewasakan peserta
didik. Pengejawantahan nilai kasih diwujudkan melalui perhatian,
kepedulian, dan kesediaan untuk memberikan sesuatu yang
bermanfaat bagi orang lain.
Nilai kasih menjadi penuntun bagi setiap peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk selalu berbagi manfaat
terhadap sesamanya. Nilai kasih diyakini dapat meningkatkan
kualitas harkat dan martabat kemanusiaan baik di hadapan sesama
manusia ataupun di hadapan Allah Ta’ala. Menurut data hasil analisis
dokumen menegaskan bahwa, pendalaman makna kasih akan
membentuk karakter bersosialisasi dan berinteraksi secara baik
dengan sesama manusia. Nilai kasih sebagai naluri dasar manusia
yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya untuk mewujudkan
kemaslahatan. Apabila nilai kasih dipelihara dengan baik, maka
akan dapat menciptakan rasa aman, tertib, dan nyaman untuk hidup
bersama dalam beragam situasi ataupun keadaan.
Penerapan nilai kasih harus dilaksanakan sesuai indikator
karena makna indikator nilai kasih akan menjadi panduan untuk
menerapkan nilai kasih dalam kehidupan nyata. Langkah penerapan
nilai kasih dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama,
menanamkan sikap empati agar dapat merasakan apa yang sedang
dialami, dipikirkan, atau dirasakan orang lain. Kedua, menanamkan
kepedulian pada sesama agar tercipta keharmonisan yang dapat
menjamin kenyamanan dalam bergaul. Ketiga, menanamkan nilai-
nilai sosial agar bermanfaat terhadap orang lain atau bagi masa
depan. Keempat, memupuk pengertian dan pemahaman untuk tidak
melupakan arti perjuangan dalam menggapai kesuksesan. Kelima,

218 The Al-Fatihah Character


memberikan pemahaman yang integral betapa pentingnya saling
membantu dan menolong sesama. Keenam, menanamkan sikap peduli
kepada sesama sebagai salah satu bentuk tanggung jawab yang harus
ditunaikan. Ketujuh, menanamkan semangat dan giat bekerja untuk
meraih kesuksesan dan masa depan cemerlang.
Nilai kasih sebagai panggilan jiwa untuk dapat menyayangi
sesama manusia tanpa sentimen sedikit pun. Sebab, sentimen
terhadap sesama manusia dengan alasan apa pun akan menimbulkan
beragam konflik sosial yang sulit diselesaikan. Situasi konflik
sosial akan menimbulkan beragam masalah yang berakibat pada
mandeknya dinamika kehidupan. Setiap orang memiliki hak yang
sama untuk mendapatkan perhatian ataupun dukungan dari orang
lain yang berada di sekelilingnya. Nilai kasih akan menghadirkan
daya panggil bagi setiap individu untuk membantu sesama dalam
situasi dan kondisi yang dibutuhkan.
Aktualisasi nilai kasih diwujudkan melalui kepedulian atau
kesediaan untuk membantu meringankan urusan orang lain agar
berjalan lancar dan sukses. Nilai kasih akan memandu setiap
individu untuk selalu membahagiakan orang lain. Nilai kasih akan
dapat menjamin terjaganya harkat dan martabat manusia. Data hasil
pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pendalaman makna
nilai kasih akan dapat membentuk jiwa kemanusiaan (altruistic)
yang menopang interaksi sosial secara efektif untuk mewujudkan
kemaslahatan bersama. Nilai kasih akan memberikan rasa aman,
tertib, dan nyaman untuk menjalani kehidupan bersama.
Untuk menerapkan nilai kasih zaman sekarang, seseorang
perlu mengerti orang lain. Sebab, hal tersebut menjadi kebutuhan
setiap orang yang menginginkan kenyamanan dalam hidupanya.
Menurut fakta kehidupan, di manapun berada, seseorang akan
selalu berdampingan dengan beragam orang yang memiliki latar
belakang dan karakter berbeda. Pada saat sedang berada di rumah,
seseorang akan hidup dengan anggota keluarga, dengan tetangga,
ataupun lingkungan masyarakat. Pada saat bepergian ataupun
bekerja, seseorang akan bertemu beragam orang dengan latar
belakang dan karakter yang berbeda pula. Karena itu, dalam setiap
momentum seseorang selalu bergaul dengan beragam orang yang
saling membutuhkan. Menurut data hasil wawancara dengan subjek

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 219


penelitian, seseorang tidak dapat terlepas dari interaksi sosial. Maka,
setiap orang harus memiliki sikap peduli terhadap sesama agar
tercipta keharmonisan yang menjamin keamanan dan kenyamanan.
Pemaknaan nilai kasih terhadap sesama manusia sebagai
kewajiban asasi yang harus dilakukan dengan cara saling mengasihi
dan menyayangi tanpa pilih kasih. Mengasihi berarti memberikan
rasa sayang dan cinta sucinya kepada sesama makhluk untuk
mendapatkan keridaan Allah Ta’ala. Setiap peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan harus saling menghargai perbedaan
yang ada dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tercipta
kerukunan bersama. Di samping itu, harus saling tolong-menolong
dalam kebaikan agar dapat hidup bersama secara harmonis. Nilai
kasih ini harus selalu diejawantahkan setiap hari. Bahkan, akan lebih
baik apabila nilai kasih selalu ditingkatkan kualitas pengamalannya
seiring dengan perjalanan waktu atau kesempatan.
Saling menghargai, menghormati, mengerti, dan berbagi satu
dengan yang lain merupakan hal yang penting dalam bersosial agar
tercipta kehidupan yang damai dan sejahtera. Menanamkan sifat
kasih atau suka berbagi akan dapat menciptakan toleransi yang
tinggi terhadap orang sekitar. Setiap peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan harus menanamkan sifat ini dalam dirinya
agar menjadi manusia yang toleran. Sikap yang demikian akan
memosisikan orang lain merasa nyaman dan aman untuk menjalani
kehidupan di sekitar kita.
Jika seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan menanamkan sifat kasih sejak dini, peserta didik
akan senang ketika di sekolah, akan nyaman ketika melangsungkan
kegiatan belajar mengajar, dan akan tenang ketika melakukan
kegiatan lainnya. Mereka akan lebih nyaman jika satu dengan yang
lain saling menghargai dan berbagi. Dengan demikian, sikap kasih
ini akan menjadi dasar yang menentukan bagi orang lain untuk
menentukan sikapnya agar tetap berada di sekeliling atau menjauh
dari kehidupan kita.
Menghayati nilai kasih sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dengan cara
menanamkan dalam hati dan pikiran bahwa sebagai sesama makhluk
Allah kita wajib saling menyayangi dan mengasihi. Nilai kasih ini
harus kita ikat dalam hati. Mengasihi berarti memberikan rasa

220 The Al-Fatihah Character


sayang dan cinta kepada sesama makhluk Allah, saling menghargai
perbedaan dan saling tolong-menolong dalam kebaikan agar hidup
bermanfaat. Nilai kasih ini selalu diungkapkan setiap hari. Peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan dapat menghayati nilai
kasih dalam setiap beraktivitas. Nilai kasih memberikan pemahaman
pentingnya saling membantu dan menolong sesamanya. Nilai kasih
akan menumbuhkan kesadaran dan keterpanggilan seseorang untuk
membantu meringankan urusan orang lain. Adapun deskripsi makna
kasih dalam Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan dapat dilihat
pada tabel 4:007.
Tabel 4:007: Makna Kasih dalam Al-Fatihah sebagai Best Practice
Pendidikan

Indikator Kasih Makna Indikator Nilai Kasih


1) Berempati Menanamkan sikap empati agar dapat
terhadap sesame merasakan apa yang sedang dialami,
dipikirkan, atau dirasakan orang lain.
2) Peduli terhadap Menanamkan kepedulian pada sesama
orang lain agar tercipta harmoni yang menjamin
kenyamanan bergaul.
3) Memiliki Menanamkan nilai-nilai sosial agar
keterampilan bermanfaat terhadap orang lain atau
social masa depan.
4) Mengajari orang Memupuk pengertian dan pemahaman
mengerti untuk tidak melupakan arti perjuangan
dalam menggapai kesuksesan.
5) Membimbing Memberikan pemahaman yang integral
orang lain betapa pentingnya arti saling membantu
dan menolong kepada sesama.
6) Mengurusi urusan Menanamkan sikap peduli kepada
sesame sesama sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab yang harus ditunaikan.
7) Belajar sukses dari Menanamkan semangat dan giat bekerja
orang lain untuk menggapai kesuksesan dan
menyiapkan masa depan yang sukses.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 221


E. Pemaknaan Nilai-nilai Tanggung Jawab Berbasis Al-
Fatihah
Tanggung jawab artinya melaksanakan tugas atau kewajiban
sampai tuntas sesuai dengan standar ataupun kaidah yang ditetapkan.
Tanggung jawab disarikan dari makna ayat yang berbunyi “māliki
yaumid-dīn”. Makna nilai-nilai tanggung jawab sebagai kesadaran
diri agar senantiasa melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk
mengabdi ke hadirat Allah Ta’ala. Nilai-nilai tanggung jawab sebagai
best practice pendidikan dapat dimaknai sebagai kesadaran untuk
senantiasa menuntaskan tugas ataupun kewajiban yang diemban
dengan sebaik-baiknya dalam segala situasi dan keadaan. Adapun
pengejawantahan nilai-nilai tanggung jawab diwujudkan melalui
semangat, kesungguhan, konsistensi, dan kesediaan untuk menerima
segala risiko yang harus dihadapi. Nilai tanggung jawab menjadi
penuntun bagi setiap individu untuk selalu melaksanakan tugas dan
kewajiban secara optimal untuk mendapatkan hasil sebaik-baiknya.
Keberadaan nilai tanggung jawab diyakini dapat meningkatkan
kualitas proses dan hasil pekerjaan yang akan bermanfaat bagi
kemaslahatan orang banyak. Menurut data hasil analisis dokumen,
ditegaskan bahwa makna tanggung jawab akan membentuk
karakter yang kuat dalam mengemban tugas, memiliki jiwa
juang dan kesanggupan menghadapi segala macam persoalan
dengan mengedepankan nilai-nilai kebenaran, kearifan, dan rasa
kemanusiaan sehingga menciptakan rasa aman, tertib, dan nyaman
untuk melanjutkan beragam aktivitas kehidupan.
Penerapan nilai tanggung jawab harus dilaksanakan sesuai
dengan indikator karena makna indikator nilai tanggung jawab akan
menjadi panduan untuk menerapkan nilai tanggung jawab dalam
kehidupan nyata. Langkah penerapan nilai tanggung jawab dapat
dilakukan dengan cara, yaitu: 1) meningkatkan pemahaman tentang
dasar dalam melakukan kegiatan sebagai acuan pokok pelaksanaan;
2) menanamkan kesadaran menjalin koordinasi dan kekompakan
dalam kegiatan untuk mencapai sukses; 3) menanamkan kesadaran
dan mendorong berpikir dan bertindak dan berupaya optimal untuk
mewujudkannya; 4) mempertahankan kegiatan yang sudah rutin
serta meningkatkan kualitas proses ataupun hasil yang lebih baik;

222 The Al-Fatihah Character


5) meningkatkan pengamatan agar tugas dapat dilaksanakan sesuai
rencana dan apabila terjadi penyimpangan dapat segera diperbaiki;
6) dapat merespons dengan cepat setiap ada permasalahan yang
urgen demi lancarnya pelaksanaan tugas yang sedang berjalan; dan
7) menanamkan sikap tanggung jawab dalam menjalankan kegiatan
yang diemban agar berjalan sesuai harapan.
Nilai-nilai tanggung jawab dapat juga dimaknai sebagai
kepercayaan yang harus dijaga untuk menuntaskan tugas ataupun
kewajiban dalam segala situasi dan keadaan. Penjagaan kepercayaan
mengandung konsekuensi yang harus dihadapi secara totalitas
karena pada saatnya semua kepercayaan yang diterima seseorang
merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan secara baik-
baik kepada yang berwenang. Aktualisasi tanggung jawab mewujud
dalam kesungguhan dan kesediaan menerima segala kemungkinan
yang bakal terjadi. Bisa jadi akan menghadapi kemungkinan terbaik
sesuai dengan harapan ataupun kemungkinan terburuk yang tidak
diinginkan.
Nilai tanggung jawab akan memandu seseorang untuk
menuntaskan segala urusan dengan sebaik-baiknya. Sebab, nilai
tanggung jawab akan meningkatkan kualitas amal saleh yang
bermanfaat bagi kemaslahatan. Data hasil pengamatan lapangan
menunjukkan bahwa pendalaman makna tanggung jawab akan
membentuk karakter berani dalam menghadapi segala macam
persoalan sekaligus sebagai panggilan naluri kemanusiaan sehingga
menciptakan rasa aman, tertib, dan nyaman untuk melanjutkan
kehidupan yang sukses dan lebih baik.
Nilai-nilai tanggung jawab memiliki makna kesadaran untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Karena itu, pemahaman terhadap tata cara dan orientasi melakukan
aktivitas menjadi panduan untuk menjalani kegiatan sampai tuntas
sehingga dapat memenuhi target yang diinginkan. Selanjutnya, sikap
konsisten untuk menjalankan aturan yang berlaku menjadi tolok
ukur ketuntasan tanggung jawab sekaligus menjadi standar mutu
hasil karya. Tanggung jawab dapat meningkatkan kesadaran atas
tugas yang dilaksanakan sebagai acuan pokok dalam pelaksanaan
tugas yang dapat menjamin kualitas hasil pekerjaan. Karena itu,
untuk selalu fokus pada ketuntasan tugas, dibutuhkan komunikasi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 223


dan koordinasi secara intensif untuk menjamin kekompakan agar
kegiatan berjalan lancar dan mencapai target ataupun tujuan yang
ditetapkan.
Pada posisi inilah memaknai tanggung jawab menjadi penting
sehingga akan mempertegas komitmen untuk mengurusi urusan
dalam rangka mewujudkan harapan ataupun cita-cita. Menurut
data hasil wawancara dengan subjek penelitian, sifat tanggung
jawab harus ditanamkan dalam diri pribadi karena sifat tanggung
jawab akan menjamin ketuntasan urusan yang diurusi setiap
orang. Tanggung jawab menjadi kunci utama dalam menjaga pilar
kehidupan bermasyarakat. Jika ada salah seorang yang mengabaikan
sikap tanggung jawab, dampaknya akan berakibat pada kerugian dan
penderitaan bersama. Karena itu, penegakan sikap tanggung jawab
harus dilakukan secara baik dan berkelanjutan agar memberikan
kemaslahatan hidup bagi semua orang.
Menghayati makna tanggung jawab berfungsi agar peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memahami pentingnya
melaksanakan tugas dengan tuntas sesuai ketentuan. Karena itu,
tanggung jawab harus ditanamkan dalam pribadi seluruh peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Sebab, sifat tanggung
jawab akan menjamin ketuntasan urusan dalam bekerja sehingga
dapat memberikan konstribusi nyata dalam mewujudkan harapan
bersama, yakni pengembangan madrasah menjadi semakin baik dan
dapat mencapai visi madrasah secara maksimal. Tanggung jawab
menjadi kunci utama untuk menjaga pilar kehidupan bermasyarakat,
khususnya di lingkungan madrasah. Jika sifat tanggung jawab telah
diabaikan, dampaknya akan berakibat pada kerugian bersama.
Karena itu, implementasi nilai-nilai tanggung jawab harus dilakukan
bersama-sama oleh seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan secara konsisten dan berkesinambungan.
Tanggung jawab menjadi kunci utama dalam menjaga pilar
kehidupan bermasyarakat. Jika ada salah seorang yang mengabaikan
sikap tanggung jawab, akan berakibat pada kerugian dan penderitaan
bersama. Karena itu, penegakan sikap tanggung jawab harus
dilakukan secara konsisten. Tanggung jawab harus dihayati sebagai
sesuatu yang wajib ada pada diri kita karena sikap tanggung jawab
akan membawa dampak besar bagi kelangsungan kehidupan.

224 The Al-Fatihah Character


Menghayati nilai tanggung jawab berarti menerapkan sekaligus
merenungi makna atau hikmah dari semua hal yang berhubungan
dengan tanggung jawab. Tanggung jawab ini merujuk pada kewajiban
yang harus dilakukan terhadap tugas yang diemban. Tugas yang
dimaksud dalam konteks ini memiliki banyak makna. Yakni, tugas
untuk menjalani hidup yang layak maupun tugas menjalani proses
kehidupan yang sesuai dengan tata nilai ataupun kebiasaan baik
yang sudah berjalan. Adapun deskripsi makna tanggung jawab dalam
Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan dapat dilihat pada tabel
4:008.
Tabel 4:008: Makna Tanggung Jawab dalam Al-Fatihah sebagai Best
Practice

Indikator Makna Indikator Tanggung jawab


1) Menggali landasan Meningkatkan pemahaman tentang
kegiatan dasar dalam melakukan kegiatan
sebagai acuan pokok pelaksanaan.
2) Memiliki target Menanamkan kesadaran menjalin
terukur koordinasi dan kekompakan
dalam kegiatan untuk mencapai
kesuksesan.
3) Berfokus pada tujuan Menanamkan kesadaran dan
mendorong berpikir dan
bertindak secara cepat dan akurat
serta berupaya optimal untuk
mewujudkannya.
4) Menjaga kualitas Mempertahankan kegiatan yang
kinerja rutin serta meningkatkan kualitas
proses dan hasil yang lebih baik.
5) Melakukan Meningkatkan pengamatan agar
pengawasan melekat tugas dilaksanakan sesuai rencana
apabila ada penyimpangan dapat
segera diperbaiki.
6) Bersiaga menjalank- Merespons cepat setiap
an tugas permasalahan yang urgen demi
lancarnya pelaksanaan tugas yang
sedang berjalan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 225


Indikator Makna Indikator Tanggung jawab
7) Siap menerima Menanamkan sikap tanggung
Risikonya jawab untuk menghadapi segala
risiko dalam menjalankan kegiatan
yang diemban agar berjalan sesuai
harapan.

F. Pemaknaan Nilai-nilai Syukur Berbasis Al-Fatihah


Syukur artinya berterima kasih atau mengapresiasi. Syukur
disarikan dari makna ayat yang berbunyi “al-ḥamdu lillāhi rabbi
al-’ālamīn”. Makna nilai-nilai syukur sebagai kesadaran diri untuk
menerima dan memanfaatkan segala pemberian yang diterima untuk
kemaslahatan. Syukur juga bermakna mengapresiasi orang lain
karena amal saleh yang dikerjakan atau karena memiliki prestasi yang
bermanfaat bagi orang banyak. Apabila syukur diterapkan dengan
baik dalam kehidupan, maka akan menjadi pengantar yang paling
meyakinkan untuk mendapatkan keberuntungan. Pemaknaan nilai
syukur sebagai best practice pendidikan dimaknai sebagai kesadaran
untuk menerima dan memanfaatkan segala yang diperoleh untuk
mengembangkan kualitas diri sebagai bekal melakukan ketaatan
yang akan membawa kemaslahatan, baik bagi diri sendiri ataupun
bagi orang lain. Adapun pengejawantahan nilai syukur diwujudkan
melalui sikap hidup sederhana, sabar, dan selalu siap sedia menerima
segala kemungkinan yang bakal terjadi sebagai bagian dalam
kehidupannya.
Nilai syukur menjadi penuntun bagi setiap individu untuk
bersedia menerima dan menyampaikan apresiasi dengan sebaik-
baiknya. Keberadaan nilai syukur diyakini dapat meningkatkan
ketaatan dan sebagai peluang untuk mendapatkan keberuntungan.
Berdasarkan hasil analisis dokumen, pendalaman makna syukur akan
membentuk karakter yang mengalir untuk menjalani semua kegiatan,
memiliki jiwa menghargai, dan kesiapan berinteraksi dengan orang
lain yang memiliki beragam latar belakang dengan mengedepankan
kearifan dan rasa empati kemanusiaan sehingga menciptakan rasa
aman, tertib, dan nyaman dalam menjalani kehidupan.

226 The Al-Fatihah Character


Penerapan nilai syukur harus dilaksanakan sesuai indikator
karena makna indikator nilai syukur akan menjadi panduan untuk
menerapkan nilai syukur dalam kehidupan nyata. Langkah penerapan
nilai syukur dapat dilakukan dengan cara yaitu: 1) menumbuhkan
kesadaran untuk menghargai diri sendiri dan orang lain dalam
seluruh kegiatan yang dilakukan; 2) dapat menanamkan kesadaran
pentingnya mengembangkan bakat yang dimiliki untuk kemaslahatan
bersama; 3) membiasakan diri berbagi manfaat kepada orang lain
dengan berbagai macam ilmu atau pengalaman; 4) membiasakan
diri untuk menjaga amanah dengan sebaik-baiknya dan selalu siap
memperbaiki hasil karya; 5) menumbuhkan sikap aktif dan kreatif
dalam melakukan kegiatan positif agar memperoleh hasil yang
maksimal; 6) membiasakan diri untuk selalu aktif dan bertanggung
jawab dalam melakukan agenda kegiatan yang bermanfaat; dan 7)
menanamkan kesadaran untuk meningkatkan efisiensi kerja menuju
arah tercapainya hasil yang maksimal.
Nilai-nilai syukur juga dapat dimaknai sebagai kesediaan untuk
dapat memanfaatkan segala yang dimiliki untuk kemaslahatan bagi diri
ataupun orang lain. Menurut fakta kehidupan, banyak orang memiliki
segala hal yang dibutuhkan. Namun karena tidak dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya, akan menimbulkan kegersangan dan ke­
tidak­nyamanan. Apabila ada seseorang yang menguasai banyak hal,
tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan menjadi
perbuatan mubazir. Sikap yang demikian ini, menurut ajaran Islam,
dikategorikan sebagai sahabat setan. Aktualisasi syukur melalui
kearifan untuk menerima segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Syukur menjadi penuntun setiap individu untuk menghargai
orang lain dengan sebaik-baik penghargaan yang meyakinkan dan
membahagiakan.
Syukur diyakini dapat meningkatkan semangat dan ke­
sungguhan seseorang untuk mendapatkan keberuntungan (falāh)
yang tidak terkirakan. Berdasar pengamatan lapangan tentang
pemaknaan nilai-nilai syukur sebagai best practice pendidikan dapat
disampaikan bahwa pendalaman makna syukur akan membentuk
karakter menghargai karya orang lain dan kesiapan berinteraksi
dengan berbagai macam orang yang memiliki beragam latar belakang
berbeda-beda sehingga akan menghadirkan suasana hidup yang
gembira dan bahagia.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 227


Setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan diberi peng­
hargaan agar mampu mengembangkan potensinya secara normal
dan meyakinkan. Pengembangan potensi diri secara normal dapat
menjamin peningkatan kualitas diri agar dapat berperan dalam
kehidupan. Demikian juga pengembangan potensi peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan agar dapat terus menjamin
keberlangsungan proses ataupun tahapan yang membutuhkan
konsentrasi dalam pengembangan potensi khusus peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Setiap orang harus dapat
mengapresiasi pengembangan potensi diri masing-masing sebagai
syukur atas segala peluang yang telah didapat. Sebab, tidak semua
orang mendapat kesempatan untuk megembangkan potensi secara
baik sehingga potensi yang dimiliki menjadi bekal untuk meraih
hidup sukses dan bahagia.
Sesungguhnya apresiasi pengembangan potensi peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan menjadi pengejawantahan
nilai syukur dalam membangun masa depan madrasah. Menurut
data hasil wawancara dengan subjek penelitian, syukur menjadi pilar
terciptanya kebahagiaan bagi seluruh peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan. Sebab, syukur menumbuhkan kesadaran untuk
menikmati apa yang sudah dicapai dan menyadarkan setiap peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk bisa melakukan
yang lebih baik agar dapat menjamin terwujudnya harapan. Sifat
syukur ini juga akan mendorong setiap orang untuk melakukan
yang terbaik sebagai bukti tingginya kesadaran untuk mengabdikan
dirinya ke hadirat Sang Khalik.
Sebenarnya ada tiga kata yang bisa menjadikan keadaan di
sekitar, bahkan di dunia, menjadi lebih baik. Kata yang dimaksud
adalah kata ‘maaf’, ‘tolong’, dan ‘terima kasih’. Ucapan terima kasih
merupakan salah satu dampak dari diterapkannya sifat syukur pada
diri seseorang. Sebenarnya, bersyukur merupakan urusan yang mudah
dilakukan. Namun, banyak orang yang susah menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Allah Ta’ala dalam firman-Nya menjanjikan
balasan bagi orang yang bersyukur akan mendapat balasan kebaikan
dan kebahagiaan berlipat ganda. Menghayati makna nilai syukur
dalam setiap aktivitas sangatlah penting. Sebab, sifat syukur menjadi

228 The Al-Fatihah Character


pilar kebahagiaan. Sikap syukur dapat menumbuhkan kesadaran
untuk saling menghargai satu sama lain dan menjamin terwujudnya
harapan kehidupan yang dicita-citakan. Penghayatan makna syukur
dapat mendorong setiap orang untuk melakukan tanggung jawab
secara optimal sebagai bukti kesadaran mengabdi secara ikhlas pada
madrasah, masyarakat, dan ke hadirat Sang Khalik.
Sikap syukur akan menyadarkan setiap peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan untuk menerima segala nikmat atau
pemberian dan menjadikan apa yang dimiliki sebagai bekal untuk
melakukan segala sesuatu yang lebih baik serta selalu menjamin
terwujudnya harapan kehidupan yang diharapkan. Sifat syukur ini
juga akan mendorong setiap orang melakukan amal yang terbaik
sebagai bukti kualitas pengabdian. Setiap peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan meyakini bahwa mensyukuri segala
sesuatu yang telah digariskan Allah swt. lebih indah dari apa yang
sebenarnya diinginkan tetapi belum terkabulkan. Menghayati
nilai syukur akan menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, perlu
menumbuhkan rasa syukur dalam segala situasi dan keadaan agar
hidup menjadi ceria, tenteram, dan damai, tanpa rasa kurang sedikit
pun. Adapun deskripsi makna syukur dalam Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan dapat dilihat pada tabel 4:009.
Tabel 4.009: Makna Syukur dalam Al-Fatihah sebagai Best Practice

Indikator Syukur Makna Indikator Syukur


1) Mengucapkan terima Menumbuhkan kesadaran untuk
kasih menghargai diri sendiri dan orang
lain dalam seluruh kegiatan yang
dilakukan.
2) Mengapresiasi amal saleh Menanamkan kesadaran
pentingnya mengembangkan
bakat yang dimiliki untuk
kemaslahatan bersama.
3) Berbagi pengalaman baik Membiasakan diri berbagi
manfaat kepada orang lain
dengan berbagai macam ilmu atau
pengalaman baik.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 229


Indikator Syukur Makna Indikator Syukur
4) Memperbaiki hasil karya Membiasakan diri menjaga
amanah dengan sebaik-baiknya
dan selalu siap memperbaiki hasil
karya.
5) Bersedia melakukan Menumbuhkan sikap aktif dan
refleksi kreatif dalam melakukan kegiatan
positif agar memperoleh hasil
maksimal.
6) Mendokumentasikan Membiasakan diri selalu aktif
aktivitas baik dan bertanggung jawab dalam
melakukan agenda kegiatan yang
bermanfaat.
7) Menjamin peningkatan Menanamkan kesadaran untuk
kualitas meningkatkan efisiensi kerja
menuju arah tercapainya hasil
yang maksimal.

G. Pemaknaan Nilai-nilai Disiplin Berbasis Al-Fatihah


Disiplin artinya taat dan patuh pada aturan. Disarikan dari
makna ayat yang berbunyi “iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn”.
Disiplin dimaknai sebagai sikap patuh terhadap aturan atau taat
pada ketentuan yang berlaku untuk mencapai tujuan yang diridai
Allah Ta’ala. Disiplin akan dapat menjamin kesungguhan seseorang
dalam melaksanakan program kegiatan, sehingga efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Nilai disiplin dimaknai
sebagai kesadaran untuk menaati segala aturan tanpa tekanan
sebagai konsekuensi untuk menjamin terlaksananya kegiatan untuk
mencapai tujuan. Adapun pengejawantahan nilai disiplin diwujudkan
melalui tugas secara sungguh-sungguh dengan selalu menaati segala
aturan yang berlaku. Nilai disiplin menjadi penuntun bagi setiap
individu untuk selalu konsisten memegang teguh prinsip-prinsip
dan aturan yang berlaku sebagai landasan operasional dalam semua
kegiatan yang dilakukan.
Penerapan nilai disiplin harus dilaksanakan sesuai indikator,
karena indikator nilai disiplin akan menjadi panduan untuk

230 The Al-Fatihah Character


menerapkan nilai disiplin dalam kehidupan nyata, langkah
penerapan nilai disiplin dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
: 1) menumbuhkan kesadaran akan pentingnya seragam ataupun
identitas madrasah yang dipakai; 2) menanamkan jiwa disiplin dan
sikap mandiri untuk membina karakter positif dalam berkendaraan
di jalan raya; 3) menumbuhkan kesadaran untuk menaati peraturan
dan prosedur yang berlaku agar bisa nyaman dan sukses; 4)
membelajarkan sikap tanggung jawab terhadap setiap perbuatan
yang telah dilakukan dengan aman dan nyaman; 5) menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya waktu untuk berkarya dan memberi
manfaat bagi orang lain; 6) menumbuhkan sikap disiplin dan
tanggung jawab untuk dapat menjaga efektivitas dan produktivitas
kerja; dan 7) menumbuhkan sikap tanggung jawab dan sportivitas
untuk mencapai prestasi optimal sesuai minat dan bakat.
Data hasil analisis dokumen menegaskan bahwa, tentang
pemaknaan nilai-nilai disiplin sebagai best practice pendidikan, nilai
disiplin diyakini dapat meningkatkan ketaatan dan memberikan
peluang untuk meraih sukses. Pendalaman makna disiplin bagi
peserta didik, pendidik ataupun tenaga kependidikan memiliki
maksud untuk membentuk karakter taat dalam menjalani semua
kegiatan, memiliki jiwa juang dan kesanggupan menuntaskan semua
kegiatan untuk mencapai target dan tujuan dengan mengedepankan
kecerdasan, dan kearifan untuk menciptakan rasa aman, tertib, dan
nyaman dalam kehidupan baik yang sedang ataupun akan dijalani di
masa depan.
Secara fungsional, disiplin dimaknai sebagai kepatuhan
menaati segala aturan tanpa tekanan dari mana pun. Disiplin
sebagai keharusan untuk melaksanakan kegiatan sesuai ketentuan
operasional agar dapat menjamin tercapainya tujuan. Aktualisasi
nilai disiplin diwujudkan melalui ketaatan pada aturan yang
berlaku dan kesungguhan menjalani tugas ataupun kewajiban. Nilai
disiplin menjadi penuntun sikap konsisten dengan prinsip-prinsip
kebenaran, serta sebagai landasan operasional dalam melaksanakan
semua kegiatan. Disiplin diyakini dapat meningkatkan etos kerja dan
produktivitas untuk meraih kesuksesan. Berdasarkan pengamatan
lapangan tentang pemaknaan nilai-nilai disiplin sebagai best practice
pendidikan dapat disampaikan bahwa pendalaman makna disiplin

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 231


dapat membentuk karakter taat pada aturan dan memiliki jiwa
juang untuk memenuhi target dan tujuan dengan mengedepankan
kecerdasan dan kearifan untuk mewujudkan harapan hidup sukses
dan bahagia serta mulia.
Disiplin merupakan suatu kondisi yang terbentuk dari proses
dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan,
kepatuhan, dan ketertiban. Secara fungsional, disiplin dimaknai
sebagai ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Penerapan disiplin
secara konsisten akan menjamin kelancaran sistem dan mekanisme
yang diberlakukan di madrasah. Dengan demikian, sikap disiplin
akan menjamin kelancaran program dan ketercapaian target yang
telah ditetapkan, serta menjamin keberlangsungan program dan
harapan untuk membangun madrasah yang berkualitas unggul.
Wawancara dengan subjek penelitian memberikan gambaran
adanya penegakan kedisiplinan di madrasah yang dapat menciptakan
suasana lingkungan belajar yang tertib, teratur, dan nyaman. Dengan
demikian, akan menjamin kelancaran seluruh proses pembelajaran
dan efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi ini dapat
memberikan ruang yang memadai untuk meningkatkan partisipasi
belajar yang menghasilkan karya dan prestasi yang membanggakan.
Disiplin merupakan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai
ketaatan, kepatuhan, dan ketertiban lingkungan. Perilaku disiplin
diharapkan mampu menciptakan suasana kehidupan yang tertib,
aman, dan nyaman karena setiap orang saling menjaga keteraturan
dan keserasian dengan melaksanakan segala ketentuan yang berlaku.
Kekompakan seluruh komponen menjadi keinginan bersama untuk
menjaga aturan agar dapat dijalankan secara efisiensi dan efektivitas
untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati.
Nilai disiplin merupakan hal penting dalam kehidupan. Sebab,
kedisiplinan merupakan bentuk nyata dari ketaatan. Menanamkan
nilai disiplin harus dimulai sejak dini karena hal ini merupakan
wujud dari kepatuhan. Allah Ta’ala telah menegaskan bahwa patuh
pada setiap perintah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan,
selama hal itu tidak menyimpang dari norma-norma agama. Maka,
dalam proses menanamkan, membiasakan, dan menerapkan
serta menegakkan disiplin merupakan proses yang menentukan.
Menghayati makna nilai disiplin yang dipedomani dalam setiap

232 The Al-Fatihah Character


aktivitas harus direalisasikan dengan baik dan maksimal, mengingat
beberapa proses sebelumnya telah dilakukan dan diterapkan secara
konsisten. Sikap disiplin perlu ditanamkan dalam diri peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan agar tercipta suasana yang
harmonis sehingga dapat menjamin setiap orang dapat melakukan
aktivitas dan pekerjaan secara profesional. Selain itu, dengan
menghayati nilai disiplin peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan dapat menggunakan waktu secara efektif dan efisien.
Dengan demikian tidak akan terjadi benturan kepentingan atau
pekerjaan antara satu orang dengan yang lainnya karena telah
dibingkai dengan kesepakatan menurut jadwal dan tata tertib.
Makna yang terkandung dalam sikap disiplin dimaksudkan untuk
menumbuhkan kesadaran sikap bertanggung jawab terhadap sebuah
pilihan ataupun risiko yang akan dihadapi. Menghayati makna disiplin
juga memberikan semangat untuk tidak menghindari kesalahan kecil
yang mengganggu jalannya kegiatan. Dengan menghayati makna
disiplin, secara mandiri peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan akan lebih terdidik untuk melaksanakan tugas dengan
baik dan benar sesuai ketentuan standar yang berlaku.
Perilaku disiplin sebagai bentuk kesadaran untuk melaksanakan
aturan sebagaimana mestinya. Perilaku disiplin diharapkan mampu
menciptakan suasana kehidupan yang tertib,aman, dan nyaman.
Sebab, setiap orang saling menjaga keteraturan dan keserasian
dengan melaksanakan segala ketentuan yang berlaku. Kebersamaan
menjaga aturan akan dapat menjamin efisiensi dan efektivitas
pencapaian tujuan bersama yang telah disepakati. Adapun deskripsi
makna disiplin dalam Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan
dapat dilihat pada tabel 4:010.
Tabel: 4:010: Makna Disiplin dalam Al-Fatihah sebagai Best Practice

Indikator Disiplin Makna Indikator Disiplin


1) Memakai atribut Menumbuhkan kesadaran akan
standar pentingnya seragam ataupun identitas
madrasah yang harus dipakai.
2) Disiplin berlalu Menanamkan jiwa disiplin dan sikap
lintas mandiri untuk membina karakter yang
positif dalam berkendara di jalan raya.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 233


Indikator Disiplin Makna Indikator Disiplin
3) Menaati tata tertib Menumbuhkan kesadaran untuk
menaati peraturan dan prosedur yang
berlaku agar bisa nyaman dan sukses
4) Mengisi catatan ke- Membelajarkan sikap tanggung jawab
hadiran terhadap setiap perbuatan yang telah
dilakukan dengan aman dan nyaman.
5) Hadir tepat waktu Menumbuhkan kesadaran pentingnya
waktu untuk berkarya dan memberi
manfaat bagi orang lain.
6) Menghindari keter- Menumbuhkan tanggung jawab untuk
lambatan dapat menjaga efektivitas dalam semua
aktivitas.
7) Optimal menjalani Menumbuhkan sikap tanggung jawab
kegiatan untuk mencapai prestasi optimal
sesuai minat dan bakat.

H. Pemaknaan Nilai-nilai Pembelajar Berbasis Al-Fatihah


Pembelajar artinya belajar atau mengambil pelajaran yang baik
dan bermanfaat, disarikan dari makna ayat yang berbunyi ”ihdina
al-ṣirāṭ al-mustaqīm dan ṣirāṭa allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-
magḍhụbi ‘alaihim wala aḍ-ḍāllīn”. Nilai-nilai pembelajar dimaknai
sebagai kesadaran belajar sepanjang hayat (life long education) dan
kesungguhan untuk mengamalkan ilmu yang dipelajarinya agar
memberikan manfaat secara berkelanjutan. Nilai pembelajar juga
dimaknai sebagai kesadaran untuk belajar sesuai dengan aturan
yang lazim untuk mendayagunakan potensi sebagai bekal untuk
melaksanakan aktivitas yang bermanfaat.
Adapun pengejawantahan nilai pembelajar diwujudkan melalui
kesungguhan dan kesabaran dalam menjalani belajar dengan
mengikuti aturan yang berlaku. Nilai pembelajar menjadi penuntun
bagi setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk konsisten melakukan aktivitas belajar dan kesediaan berbagi
pengalaman kepada orang lain. Nilai pembelajar dapat meningkatkan
kualitas diri, baik yang berkaitan dengan peningkatan kecerdasan,
sikap, ataupun kecakapan untuk bekal kehidupan.

234 The Al-Fatihah Character


Penerapan nilai pembelajar harus dilaksanakan sesuai indikator
karena makna dari indikator nilai pembelajar akan menjadi panduan
untuk menerapkan nilai pembelajar dalam kehidupan nyata. Langkah
penerapan nilai pembelajar dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu: a) membiasakan belajar rutin setiap hari untuk memahami
ilmu yang dipelajari dengan memakai metode yang efektif; b)
menggali dan mengasah potensi akademik dengan menggunakan
buku-buku yang bermutu dan aktual; c) menanamkan kesadaran
pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
dalam bentuk tulisan; d) menanamkan kesadaran pentingnya
pengalaman yang menginspirasi dalam penulisan ide atau gagasan;
e) memanfaatkan hasil karya orang lain untuk menambah inspirasi
dan teladan agar bisa mengikuti jejak suksesnya; f) menanamkan
sikap optimistis melalui kegiatan positif yang dilakukan untuk
kemaslahatan dan kemajuan bersama, dan g) selalu membiasakan
evaluasi diri setelah melaksanakan kegiatan agar dapat diambil
pelajaran baik yang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak.
Menurut data hasil analisis dokumen, pendalaman makna
pembelajar dapat membentuk karakter peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan yang cerdas dalam menghadapi
masalah kehidupan. Hal tersebut dilakukan dengan cara menemukan
beragam solusi efektif, memiliki jiwa kuat dalam menghadapi
beragam tantangan kehidupan, memiliki integritas diri, dan sanggup
menuntaskan semua kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
untuk mencapai target dan tujuan yang ditetapkan sehingga akan
dapat menciptakan rasa aman, tertib, dan nyaman dalam menjalani
kehidupan yang menjadi harapan dan kesepakatan.
Nilai-nilai pembelajar dimaknai sebagai kesediaan untuk belajar
secara mandiri dan terus-menerus mulai dari buaian sampai liang
lahat (life long education), sesuai dengan kewajiban setiap muslim
untuk belajar kapan pun dan di mana pun. Sebab, dengan belajar
sungguh-sungguh, seseorang akan mengembangkan potensi dirinya
sehingga dapat mengenal Tuhannya, mengenal lingkungannya, dan
mengerti hal terbaik apa yang harus dilakukan dalam kehidupannya.
Dengan kesediaan belajar, kehidupan seseorang akan lebih bermakna
dan bermanfaat.
Aktualisasi nilai pembelajar diwujudkan melalui kesediaan
menjalani proses belajar secara berkesinambungan untuk

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 235


mendapatkan ilmu ataupun pengalaman yang bermanfaat. Nilai
pembelajar menjadi penuntun setiap peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan untuk bisa berpikir cerdas dan
bersikap bijaksana menjalani setiap episode kehidupan. Kegiatan
pengamatan lapangan memberikan gambaran nilai-nilai pembelajar
diyakini dapat meningkatkan kecerdasan, kecakapan, dan kearifan
sikap untuk meraih kesuksesan. Pendalaman makna pembelajar akan
dapat membentuk karakter cerdas dan bijaksana dalam menemukan
beragam solusi efektif untuk mencapai target dan tujuan dengan
tetap menjaga rasa aman, tertib, dan nyaman dalam beragam situasi
ataupun keadaan.
Sudah menjadi kodrat setiap orang memiliki kecenderungan
belajar sesuai potensi dan modalitas belajar masing-masing.
Kecenderungan tersebut akan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
di mana seorang lebih banyak menghabiskan waktunya. Potensi
seseorang akan dapat berkembang di lingkungan yang baik karena
lingkungan yang baik akan memberikan inspirasi dan spirit untuk
menemukan potensi diri secara optimal, sedangkan lingkungan
yang buruk justru akan merusak potensi diri seseorang. Karena
itu, kesungguhan untuk mencari lingkungan yang baik akan
menjadi penentu berkembangnya potensi diri secara optimal.
Kehadiran lingkungan yang diwarnai dengan nilai-nilai Al-Fatihah
akan memberikan corak baru dalam menciptakan lingkungan
yang kondusif. Lingkungan yang diwarnai dengan nilai-nilai Al-
Fatihah akan menstimulasi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan untuk dapat mengambil pelajaran baik dari kesuksesan
orang-orang saleh di masa lalu.
Data hasil wawancara dengan subjek penelitian memberikan
gambaran perlunya lingkungan dibingkai dengan nilai-nilai Al-
Fatihah agar dapat menstimulasi seseorang untuk dapat menggali
dan mengembangkan potensi dengan baik. Potensi yang dimiliki
seseorang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Dengan
demikian, dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan secara simultan.
Sikap pembelajar diharapkan dapat meningkatkan kompetensi
berpikir cerdas dan inovatif dengan mengungkapkan pendapat secara
bebas, namun tetap bertanggung jawab. Dengan demikian, dapat
menjamin keberlangsungan peralihan peradaban. Sikap pembelajar

236 The Al-Fatihah Character


akan mendorong setiap orang untuk mencari tahu dan memberi tahu
akan kebenaran yang harus dipedomani dalam kehidupan. Sikap
pembelajar akan membawa seorang untuk bisa memungut hikmah
dan menjadikannya sebagai pedoman pokok dalam kehidupan nyata
agar lebih bermanfaat atau memberikan kenyamanan kehidupan,
baik bagi diri sendiri ataupun orang lain secara meyakinkan.
Ada banyak potensi yang dimiliki setiap orang. Begitu juga
banyak cara yang bisa digunakan untuk mengasah potensi agar
dapat bermanfaat bagi sekitar dan mengembangkan bakat individu.
Madrasah merupakan salah satu tempat mengasah dan memunculkan
potensi yang dimiliki peserta didik dan pendidik ataupun tenaga
kependidikan. Pembelajar menjadi salah satu nilai terpenting karena
mengerti atau mengambil pelajaran baik akan menjadi bekal utama
bagi seseorang untuk mengembangkan bakat dan potensinya.
Nilai pembelajar dalam Al-Fatihah telah dirumuskan dan dapat
ditanamkan, dibiasakan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari di lingkungan madrasah. Sifat pembelajar harus ditanamkan
agar dapat menciptakan kualitas pribadi yang memiliki sifat kreatif
dan inovatif sehingga dapat melahirkan prestasi-prestasi yang
membanggakan, baik akademik maupun nonakademik. Selain itu,
dengan nilai pembelajar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan dapat mengerti betapa pentingnya mengembangkan
bakat dan potensi yang dimiliki agar dapat bermanfaat bagi
kemaslahatan hidup bersama.
Sebagai peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
yang baik, sikap pembelajar menjadi unsur penting dalam
menghayati nilai-nilai utama dalam kehidupan. Semangat belajar
akan tumbuh baik karena adanya dukungan pendidik, fasilitas,
dan lingkungan yang kondusif. Sikap pembelajar diharapkan dapat
meningkatkan kompetensi berpikir sehingga dapat mengungkapkan
pendapat secara bebas, namun tetap bertanggung jawab sehingga
dapat menjamin keberlangsungan peradaban. Sikap pembelajar
akan mendorong setiap orang untuk mencari tahu dan memberi tahu
akan kebenaran yang harus dipedomani dalam kehidupan. Sikap
pembelajar akan membawa seseorang untuk bisa memungut hikmah
dan menjadikannya pedoman dalam kehidupan nyata agar lebih
bermanfaat.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 237


Nilai pembelajar ini tidak sekadar diamalkan dalam bentuk
perbuatan, tetapi benar-benar tertanam dalam jiwa yang akan
membentuk karakter mulia. Dengan demikian, semua peristiwa yang
terjadi dalam diri maupun lingkungan dapat disikapi dengan cerdas
dengan mengambil pelajaran baiknya. Selain itu, untuk menghayati
makna nilai pembelajar bisa dilakukan dengan merenung atau
tadabur untuk menghayati bahwa semua yang ada di dunia ini
akan memberikan manfaat dan mendatangkan kebahagiaan.
Adapun deskripsi makna pembelajar dalam Al-Fatihah best practice
pendidikan dapat dilihat pada tabel 4:011.
Tabel 4:011: Makna Pembelajar dalam Al-Fatihah sebagai Best
Practice
Indikator Pembelajar Makna Indikator Pembelajar
1) Menemukan modalitas Membiasakan belajar rutin setiap hari
atau momen belajar pada waktu yang tepat untuk memahami
ilmu yang dipelajari dengan memakai
metode yang efektif.
2) Mencari buku atau Menggali dan mengasah dimensi
referensi berkualitas akademik dengan menggunakan buku-
buku yang bermutu dan aktual.
3) Menyusun catatan Menanamkan kesadaran pentingnya
belajar mengembangkan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif dalam bentuk tulisan.
4) Menuliskan gagasan Menanamkan kesadaran pentingnya
inspiratif pengalaman yang menginspirasi dalam
penulisan sebuah ide atau gagasan.
5) Membagikan hasil Memanfaatkan hasil karya atau
karya pengalaman orang lain untuk menambah
inspirasi dan teladan agar bisa mengikuti
jejak suksesnya.
6) Refleksi diri secara Menjadikan pengalaman baik yang dialmi
berkelanjutan sebagai penuntun untuk berbuat lebih
baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan
orang banyak.
7) Merumuskan Membiasakan evaluasi diri setelah
pelajaran baik melaksanakan kegiatan agar dapat ambil
pelajaran baik yang bermanfaat.

238 The Al-Fatihah Character


I. Refleksi Makna Nilai-nilai Al-Fatihah
Refleksi makna nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan sebagai proses
pendalaman makna agar lebih mendalam dan merasuk ke dalam
jiwa. Apabila makna Al-Fatihah merasuk ke dalam jiwa, maka akan
memunculkan beragam niat baik dan menggerakkan diri untuk
mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Suasana pergaulan yang
saling asah, asih, dan asuh antar peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan sudah terjalin dengan baik. Situasi yang
demikian ini memudahkan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan untuk berbagi pemahaman ataupun pengalaman
tentang nilai-nilai Al-Fatihah.
Jalinan komunikasi yang berjalan dengan baik dapat memberikan
nilai positif yang bermanfaat untuk melakukan refleksi pengalaman
dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah. Bermodal keakraban, maka
setiap orang leluasa untuk saling mengingatkan antara satu dengan
yang lain agar tetap konsisten dan serius dalam mengamalkan nilai-
nilai Al-Fatihah. Menurut data hasil analisis dokumen, adanya proses
menceritakan pengalaman dalam mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah
dapat memperluas pemahaman dan mendalamkan perenungan yang
akan menguatkan jiwa seseorang untuk terus memperbaiki diri agar
istikamah dan optimal mengemban misi kehidupan yang sesuai
dengan nilai-nilai Al-Fatihah.
Keakraban dalam bergaul antara sesama peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan akan memudahkan setiap orang untuk
saling mengingatkan antara satu dengan yang lainnya agar tetap
istikamah untuk terus mengamalkan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar. Menurut pengalaman tiap
orang, nilai-nilai Al-Fatihah sudah terbukti memberikan nilai tambah
terhadap peningkatan kualitas beramal saleh dalam berbagai aspek
kehidupan. Pengalaman masing-masing orang dalam mengamalkan
nilai-nilai Al-Fatihah akan semakin mendalam melalui refleksi
makna nilai-nilai Al-Fatihah yang dilakukan dengan cara kesediaan
bercerita pengalaman mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah kepada
teman ataupun orang lain.
Bercerita tentang pengalaman dapat menjadi proses refleksi nilai-
nilai Al-Fatihah karena dengan bercerita seseorang akan menyiapkan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 239


narasi yang menggambarkan kejadian yang sebenarnya dan akan
meningkatkan penghayatan terhadap cerita yang disampaikan.
Selanjutnya, dengan bercerita, akan mendapatkan umpan balik yang
bermanfaat untuk memperbaiki pemahaman ataupun pengalaman
yang sudah dilakukan. Menurut observasi lapangan, melalui proses
bercerita, akan berdampak pada peningkatan pemahaman terhadap
nilai-nilai Al-Fatihah sekaligus menjadi penyempurna langkah-
langkah yang akan ditempuh dalam mengamalkan nilai-nilai Al-
Fatihah.
Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai nilai-nilai utama dapat memandu
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk
mendapatkan kemuliaan. Sebagian besar ajaran Islam memberikan
panduan agar setiap orang berusaha mendapatkan kemuliaan hidup.
Sebab, kemuliaan hidup dapat memosisikan seseorang agar fokus
dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai Al-Fatihah dapat membawa
setiap orang fokus menjalani kehidupan yang sesuai dengan
tuntunan menuju kesuksesan hidup. Setiap usaha mendapatkan
kemuliaan sangat penting diperhatikan dalam kehidupan insaniyah
dengan tujuan agar semua peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan mempunyai sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan
nilai-nilai Al-Fatihah.
Kesediaan diri seseorang untuk merenungi makna nilai-nilai Al-
Fatihah dan konsistensinya dalam menjaga nilai-nilai Al-Fatihah dapat
meningkatkan kualitas diri sekaligus cara efektif untuk mewujudkan
kehidupan yang selamat dan sukses pada masa mendatang. Menurut
data hasil wawancara dengan subjek penelitian, nilai-nilai Al-Fatihah
sangat penting ditegakkan dalam kehidupan pribadi ataupun sosial
agar dapat dijadikan landasan kehidupan yang menjamin kelancaran
dan kesuksesan kehidupan pada masa mendatang. Kesadaran
terhadap nilai-nilai Al-Fatihah akan menjamin kehidupan seorang
menjadi tertib dan teratur sehingga lebih efektif mewujudkan
kehidupan sukses.
Proses sosialisasi nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah di lingkungan
madrasah harus dilakukan dengan membiasakan diri yang dimulai
dari diri sendiri. Setelah terbiasa mengamalkan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai

240 The Al-Fatihah Character


Al-Fatihah dalam setiap perbuatan, selanjutnya mengajak orang
lain turut serta mengamalkannya. Makna nilai-nilai Al-Fatihah
perlu disosialisasikan dengan melakukan pendekatan terhadap
subjek di lapangan. Hal tersebut dapat dimulai melalui orang dekat
dan keluarga atau teman yang dilakukan secara perlahan dan
tanpa kesan menggurui. Cara yang demikian dimaksudkan untuk
menghindari kekhawatiran yang akan membuat orang lain merasa
tidak nyaman. Dengan demikian, makna nilai-nilai Al-Fatihah akan
sulit disampaikan. Akibatnya, akan berdampak kurang optimalnya
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dalam keseluruhan aspek kegiatan
baik yang rutin atau insidental.
Usaha yang dilakukan oleh peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan dalam menjaga nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah,
dilakukan dengan selalu mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam
aktivitas sehari-hari. Dalam pembiasaannya, sudah lazim akan
dihadapkan pada kendala teknis maupun nonteknis di lapangan.
Untuk mengatasi hal tersebut, dalam mencoba dan menjalankan
pembiasaan harus disikapi dengan lebih serius agar dapat mencapai
keberhasilan. Kesungguhan menerapkan Al-Fatihah akan menjadi
bekal bagi setiap orang untuk menjalani kehidupan yang efektif
dan efisien untuk dapat mewujudkan kehidupan masa depan yang
sukses, bahagia, dan mulia.

J. Pengembangan Makna Nilai-nilai Al-Fatihah


Pengembangan makna nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan atas
pemahaman dan pengalaman nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan
nyata. Nilai-nilai Al-Fatihah yang diamalkan secara ikhlas memberikan
inspirasi dan spirit baru untuk menemukan kebaikan-kebaikan yang
lebih baik dan bermanfaat yang akan mendorong seseorang untuk
mengembangkan nilai-nilai utama yang diperlukan. Peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan telah memiliki pengalaman
yang cukup dan memadai dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah.
Berdasar data hasil analisis dokumen, nilai-nilai Al-Fatihah
sudah dirumuskan dan diamalkan sebagai basis karakter peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan sejak 2009. Karena

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 241


nilai-nilai Al-Fatihah sudah diterapkan di berbagai level manajemen
dan mewarnai keseluruhan kegiatan di lingkungan madrasah,
pengembangan nilai-nilai Al-Fatihah, baik nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, maupun pembelajar, telah dapat meningkatkan mutu
madrasah sehingga memosisikan madrasah ini sebagai madrasah
model, berbasis akademik, literasi, riset, tahfiz, dan berkarakter.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
memiliki pengalaman yang cukup dalam menerapkan nilai-nilai
Al-Fatihah pada keseluruhan aktivitas di lingkungan madrasah.
Nilai-nilai Al-Fatihah yang meliputi nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sudah diamalkan sebagai basis
karakter selama sembilan tahun. Nilai-nilai Al-Fatihah sudah cukup
lama diterapkan di berbagai level manajemen. Bisa juga dikatakan
bahwa nilai-nilai Al-Fatihah telah mewarnai keseluruhan program
kegiatan yang dijalankan. Pengembangan nilai-nilai Al-Fatihah
sudah dilakukan oleh tim pengembang madrasah yang bertugas
menyusun rencana kegiatan madrasah yang di dalamnya sekaligus
mendesain pengembangan karakter madrasah terintegrasi dengan
kurikulum. Data hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa
pengembangan karakter Al-Fatihah telah memberikan corak baru
yang khas untuk meningkatkan mutu madrasah. Karakter religius
yang berbasis nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat menopang
pengembangan mutu madrasah sehingga telah memosisikan
madrasah ini sebagai madrasah model, berbasis akademik, literasi,
riset, tahfiz, dan berkarakter mulia untuk membina insan saleh yang
memiliki kesiapan menjalani kehidupan di masa depan yang lebih
baik.
Pada tingkatan tertentu, sering kali pemaknaan nilai-nilai
mengalami tingkat kejenuhan. Karena itu, perlu dilakukan upaya-
upaya yang konstruktif untuk mengembangkannya. Di antara upaya
konstruktif yang dilakukan untuk mengembangkan makna nilai-nilai
Al-Fatihah, melalui pendalaman makna yang melibatkan banyak
pihak, mereka terlibat secara langsung untuk melakukan rekonstruksi
pemahaman dan refleksi makna fungsional nilai-nilai Al-Fatihah.
Rekonstruksi pemahaman dilakukan dengan teknik menghadirkan
beragam sudut pandang yang positif untuk memperdalam dan
memperkaya makna nilai-nilai Al-Fatihah. Sedangkan refleksi

242 The Al-Fatihah Character


makna fungsional dapat dilakukan dengan menghadirkan beragam
pengalaman langsung yang pernah dialami peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan pada saat mengamalkan nilai-nilai
Al-Fatihah untuk dievaluasi agar menemukan aspek positif dari
pengalaman di lapangan sebagai acuan penyempurnaan.
Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian, untuk
mengembangkan makna nilai-nilai Al-Fatihah, perlu dilakukan dengan
cara edukasi agar dapat menumbuhkan sikap positif. Salah satunya
dengan memberikan teladan kepada peserta didik agar mempunyai
sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Fatihah. Edukasi ini
penting karena akan mengantarkan seseorang untuk berubah
menjadi lebih baik sesuai cita-cita. Pengembangan nilai-nilai Al-
Fatihah harus dibarengi dengan teladan secara menyeluruh. Karena
itu, setiap orang memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan atas
diri sendiri. Kesadaran ini akan menguatkan setiap personal untuk
melakukan diseminasi karakter secara berkesinambungan. Hal ini
dapat terjadi karena ada keterikatan moral di antara sesama peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan sehingga akan terjadi
sistem kontrol yang kuat untuk saling menjaga dalam mengamalkan
dan mengembangkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan nyata
agar dapat menjamin keseimbangan kehidupan.
Pengembangan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah akan mempertegas jati
diri dan kualitas karakter peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan, terutama dalam menghadapi beragam situasi dan
keadaan. Usaha dilakukan oleh seluruh peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan dalam mengembangkan nilai-nilai
tersebut agar dapat mempertegas jati diri dan memiliki kualitas
karakter insan saleh. Selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh
Allah Ta’ala dengan cara selalu berpikir positif dengan ketentuan
Allah Ta’ala, bertanggung jawab atas amanah yang diberikan dengan
menjalankan amanah secara maksimal.
Menjaga sikap disiplin dalam menjalankan tugas dengan waktu
secara efektif dan efisien serta menjalankan jadwal yang telah
ditentukan, selalu menyapa dan mengucapkan salam ketika bertemu
teman, saudara, dan orang lain, hal yang demikian ini menjadi bukti
nyata pengembangan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah.
Setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 243


berkepentingan untuk mencoba menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah
dalam kehidupan sehari-hari agar memiliki karakter yang kuat dan
kukuh. Sebab, karakter ini akan mewarnai keseluruhan aktivitas
yang dilakukan di lingkungan madrasah yang akan berdampak
pada pencapaian tujuan pada target jangka pendek ataupun jangka
panjang dalam pengembangan madrasah.
Nilai-nilai Al-Fatihah harus dikembangkan dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan madrasah agar bisa mengamalkan nilai-nilai
Al-Fatihah. Salah satu caranya adalah dengan selalu membiasakan
diri bersikap saling mengasihi, bertanggung jawab, bersyukur,
disiplin dan membiasakan sikap mandiri sebagai sosok pembelajar.
Setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan dapat
membaca dan mengembangkan pemahaman yang akan memandu
penerapan di lapangan. Setiap orang berwenang mengajak semua
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk
mempraktikkan nilai-nilai Al-Fatihah agar sadar betapa pentingnya
nilai-nilai tersebut dapat melatih diri untuk bijaksana, hidup tenang,
dan damai.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan mengem­
bangkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dengan cara memberikan
teladan tentang pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah. Pengembangan
nilai-nilai Al-Fatihah juga dilakukan melalui proses kegiatan belajar
mengajar di dalam maupun di luar kelas. Setiap kegiatan yang ada
di madrasah selalu mempertimbangkan penerapan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai substansi
nilai yang diprioritaskan untuk membentuk karakter insan saleh yang
memiliki kesiapan menghadapi masa depan. Pada setiap kegiatan
pembelajaran peserta didik dibiasakan menjaga dan menerapkan
nilai kasih, tanggung jawab, sukur, disiplin, pembelajar.

Proposisi 2:
Pemaknaan Al-Fatihah secara benar dan mendalam dapat meng­
hadirkan inspirasi dan menjaga spirit untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar,
sebagai rangkaian ikhtiar untuk mengembangkan karakter insan
saleh yang bermutu, unggul dan kompetitif.

244 The Al-Fatihah Character


BAB VII

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI
AL-FATIHAH SEBAGAI BEST
PRACTICE PENDIDIKAN

A. Tahapan Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah


Tahapan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah diawali dengan proses
pendahuluan melalui sosialisasi kepada peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan. Kemudian dilanjutkan dengan proses
internalisasi yang dibarengi dengan penerapan secara langsung.
Setelah itu, dilanjutkan dengan proses monitoring dan evaluasi yang
diakhiri dengan proses refleksi untuk mengambil pelajaran, baik dari
pengalaman yang sudah dilakukan.
Menurut data hasil analisis dokumen, tahap penerapan nilai-
nilai Al-Fatihah dilakukan melalui tahap sosialisasi yang melibatkan
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Tahapan ini
dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan pemahaman nilai
Al-Fatihah dan gambaran penerapannya. Pada tahapan berikutnya,
dilakukan pemantauan lapangan yang melibatkan pimpinan, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan. Tahap pemantauan dilakukan untuk
mengetahui tingkat partisipasi dan keterlibatan peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan dalam mengamalkan nilai-
nilai Al-Fatihah. Setelah pemantauan dijalankan, dilakukan proses
pendampingan terhadap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 245


kependidikan dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah agar berjalan
secara efektif untuk menjadi kebiasaan yang membentuk karakter
insan saleh.
Menurut data hasil pengamatan lapangan menunjukkan
bahwa sebelum nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar diterapkan, dilakukan tahapan sosialisasi kepada
seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan.
Tahap sosialisasi bertujuan menyatukan persepsi tentang nilai-nilai
Al-Fatihah. Kegiatan ini sekaligus untuk memberikan gambaran
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah secara personal ataupun kolektif.
Setelah tahapan sosialisasi, dilanjutkan dengan kegiatan simulasi
atau uji coba pada skala khusus yang melibatkan unit-unit. Kegiatan
simulasi dimaksudkan untuk memberikan pengalaman awal
bagi pemula dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah. Kemudian,
dilanjutkan tahap penerapan dengan sasaran seluruh peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk menerapkan nilai-nilai
Al-Fatihah sesuai pemahaman ataupun pengalaman yang dimiliki
setiap orang.
Bersamaan dengan tahapan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah,
dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara berkala yang
bertujuan mencari solusi atas semua persoalan yang muncul di
lapangan. Setelah evaluasi, dilanjutkan tahapan berikutnya dengan
memberikan pendampingan dan pengawalan pada unit-unit
atau rombongan belajar tertentu yang dipandang memerlukan
pembimbingan dalam menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar.
Selanjutnya, dilakukan pembiasaan pengamalan nilai-nilai
bagi seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan.
Tahapan ini selalu dipantau dan dievaluasi, sekaligus diberikan
penguatan pada unit-unit atau rombongan belajar tertentu, terutama
dari rombongan belajar kelas XII yang dipandang mandiri dan
memiliki kreativitas menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar untuk dikembangkan menjadi model
yang dapat dijadikan rujukan pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai best practice pendidikan. Melalui pola penerapan tersistem
ini, pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan membentuk
karakter peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan

246 The Al-Fatihah Character


dengan karakter insan saleh sebagai karakter mulia untuk bekal
kehidupan di masa depan.
Sebenarnya, nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Fatihah itu
akan termanifestasi dalam kebiasaan seseorang dalam melaksanakan
ibadah secara rutin. Artinya, apabila seseorang melaksanakan ibadah
secara rutin, maka secara langsung telah menanamkan nilai-nilai
Al-Fatihah pada dirinya. Tertanamnya nilai-nilai Al-Fatihah akan
memandu diri seseorang untuk melakukan berbagai ketaatan, baik
yang bersifat vertikal ataupun horizontal. Ketaatan vertikal yang
dilakukan hanya karena Allah Ta’ala, akan memosisikan seseorang
dekat dengan sang Khalik. Sedangkan ketaatan horizontal yang
dilakukan untuk mencintai sesama manusia, akan menciptakan
hubungan yang harmonis antara sesama manusia dan menjadi
indikator sebaik-baik manusia.
Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah akan mewujud dalam perilaku
nyata sebagai cerminan kepribadian yang baik sehingga akan
memberikan nilai tambah yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri
ataupun orang lain. Menurut wawancara dengan subjek penelitian,
perilaku menjadi bukti kualitas diri seseorang. Artinya, perilaku yang
baik akan menjadi bukti kualitas kebaikan seseorang. Sebaliknya,
perilaku yang buruk juga akan menjadi bukti tingkat keburukan
seseorang. Maka dalam setiap pergaulan perlu memilih individu
yang berkarakter baik dan selalu menjaga jarak dengan orang yang
berkarakter buruk.
Tahap penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat dimulai dari hal-
hal yang paling sederhana, misalnya dengan membaca rangkaian
ayat pada surah-surah pendek serta berdoa di awal ataupun di akhir
pembelajaran. Membiasakan sikap saling membantu, menyapa,
dan memberikan salam apabila bertemu dengan siapa pun juga
merupakan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Al-Fatihah.
Secara bertahap, nilai-nilai Al-Fatihah akan mengawal pelaksanaan
tugas-tugas sesuai tupoksi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan dalam melaksanakan tanggung jawab.
Apabila seseorang telah dapat membiasakan diri mengucapkan
hamdalah setelah melakukan aktivitas atau setiap mendapatkan
nikmat, maka apa yang diterimanya akan menjadi lebih bermanfaat
dan berkah. Demikian pula dalam kaitannya dengan menegakkan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 247


sikap disiplin, apabila sanksi yang mendidik diterapkan kepada
seseorang yang melakukan pelanggaran, maka akan memberikan
pengalaman penting agar selalu menjaga ketaatan dalam berbagai
situasi dan keadaan. Seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan belajar bersama untuk menyempurnakan perilakunya
dalam mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan telah
memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam mengamalkan
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah. Penerapan nilai-nilai yang terdapat
dalam Al-Fatihah secara maksimal akan dapat menyadarkan setiap
orang untuk menjalani aktivitas kehidupan menjadi lebih baik.
Tahapan penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar dimulai dari penanaman nilai-nilai sebagai
proses yang paling dasar, yang selanjutnya dilakukan pembiasaan
pengamalan. Proses ini membutuhkan kesabaran dan konsistensi
yang tinggi untuk menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah. Proses ini
merupakan proses penting karena berkaitan dengan hasil dari
beberapa proses sebelumnya.
Pada saat menjalani proses penerapan nilai-nilai Al-Fatihah harus
didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas karena akan berhadapan
dengan beragam ujian ataupun cobaan. Dengan menjalankan proses-
proses yang tersistem tersebut, diharapkan dapat menguatkan
perumusan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah, sehingga nilai-nilai Al-
Fatihah menjadi karakter mulia yang melekat dengan kokohnya pada
diri setiap orang khususnya generasi masa depan.
Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah di lingkungan madrasah
sudah cukup baik, seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan dilatih untuk memiliki sikap sesuai dengan nilai-nilai
kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-
nilai Al-Fatihah. Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
sudah dididik untuk memiliki sikap kasih sayang terhadap sesama
makhluk yang tecermin dari program senyum, salam, sapa, salim, dan
santun (5-S). Warga madrasah telah dilatih untuk dapat melaksanakan
tugas atau kewajiban dengan bertanggung jawab dalam mengerjakan.
Peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan juga sudah

248 The Al-Fatihah Character


dilatih untuk bersyukur terhadap apa yang sudah dimiliki pada masa
sekarang dan selalu merasa cukup dengan apa yang dimilikinya.
Dalam menerapkan nilai disiplin, warga diharuskan selalu berangkat
ke madrasah tepat waktu dan bagi mereka yang melanggarnya
akan diberi sangsi sesuai dengan ketentuan. Nilai pembelajar juga
diterapkan dalam menuntut ilmu, rasa ingin tahu (curiosity) terhadap
suatu ilmu sudah ditanamkan pada warga. Pada umumnya, mereka
bersungguh-sungguh agar dapat mengambil pelajaran baik di balik
semua peristiwa yang dialami.
Tahapan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah bertujuan memperbaiki
dan memperbagus moral, perilaku personal, ataupun kolektif. Pada
saat menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah, bisa jadi seseorang akan
mengalami pertentangan opini dalam dirinya. Namun, hal tersebut
hanya sebagai respons spontanitas sekaligus sebagai tanda awal
mulai terbukanya pikiran untuk menerima nilai-nilai Al-Fatihah.
Karena itu, penerapannya harus dilakukan dengan kesabaran dan
bertahap dengan menghadirkan contoh sebagai penuntun dalam
menerapkannya.
Pada prinsipnya, semua orang akan merasa lebih mudah
dengan mencontoh anjuran ataupun sikap yang diperlihatkan secara
langsung karena sikap yang demikian ini akan dapat memberikan
pemahaman secara autentik sehingga memberikan inspirasi dan
spirit bagi orang lain untuk dapat menirunya. Keteladanan secara
langsung akan memberikan gambaran secara objektif bagaimana
langkah-langkah penerapan yang dapat menjadi panduan yang lebih
operasional untuk diterapkan secara langsung dalam kehidupan
nyata. Keteladanan menjadi contoh langsung yang autentik dan
memiliki daya pikat yang kuat bagi orang lain untuk menirunya
secara akurat. Keteladanan akan menjadi inspirasi yang meyakinan
bagi orang lain untuk mencobanya secara aktual dalam kehidupanya.
Sehingga dengan keteladanan akan menjauhkan kesalahpahaman.
Contohnya, langsung juga dapat menghindari keraguan dan
kesalahan dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah
dalam kehidupan pribadi ataupun bermasyarakat.
Adapun gambaran tahapan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai best practice pendidikan dapat dilihat pada gambar 4:002.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 249


Gambar 4:002: Tahapan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
best practice pendidikan

B. Sosialisasi Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah


Agar nilai-nilai dapat bermanfaat dalam kehidupan nyata, maka
harus ditanamkan pada individu atau kelompok masyarakat. Untuk
menanamkan nilai-nilai dalam kehidupan, bukanlah hal yang mudah
serta memerlukan proses yang lumayan panjang. Semua pihak harus
terlibat dengan berupaya menanamkan kembali nilai-nilai dalam
kehidupan nyata. Secara umum, penanaman nilai dapat dilakukan
melalui keteladanan dalam keluarga atau melalui penyaluran bakat
dan hobi masing-masing individu. Secara teknis, penanaman nilai
dapat dilakukan dengan cara melakukan alih informasi, orientasi
lapangan, pembiasaan, umpan balik, dan tindak lanjut. Melalui
proses tersebut, diharapkan apa yang awalnya sebagai pengetahuan
dapat menjadi sikap, kemudian berubah menjadi perilaku nyata
dalam kehidupan sehari-hari sehingga ending-nya dapat membentuk
karakter utama.
Secara teknis, penanaman nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan
dengan cara sosialisasi klasikal yang melibatkan seluruh peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan agar memiliki
pemahaman yang sama. Kemudian, dilanjutkan sosialisasi yang
bersifat personal dengan cara berbagi pemahaman dan pengalaman
masing-masing orang yang berada di lingkungan madrasah. Proses
sosialisasi nilai-nilai dilakukan melalui forum tatap muka langsung

250 The Al-Fatihah Character


atau memanfaatkan media sosial khususnya WhatsApp. Setiap
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan ditekankan
secara mandiri untuk memahami nilai-nilai Al-Fatihah dan cara
menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari khususnya di lingkungan
madrasah.
Menurut data hasil analisis dokumen tentang sosialisasi
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan,
disimpulkan bahwasanya terdapat partisipasi aktif dari peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk membagikan
pemahaman dan pengalamannya kepada warga yang lain. Warga ikut
serta menjaga ketercapaian target dari pelaksanaan nilai-nilai Al-
Fatihah dengan cara bersedia untuk mengingatkan langsung apabila
ada warga yang terbukti telah mengabaikan penerapan nilai-nilai Al-
Fatihah.
Sebagian besar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan telah mengikuti proses sosialisasi nilai-nilai Al-
Fatihah yang meliputi nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar. Proses sosialisasi dilakasanakan melalui forum
tatap muka secara langsung antara pimpinan dengan peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Di samping itu, proses ini
dilakukan melalui poster-poster yang berisi inspirasi dan motivasi
serta memanfaatkan media sosial untuk memotivasi dan memandu
warga dalam menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar dalam kehidupan aktual.
Setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
memiliki tanggung jawab secara mandiri mengamalkan nilai-nilai
kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar dalam
beragam jenis kegiatan sehari-hari. Setiap orang diberi wewenang
agar berkenan membagikan pengalamannya dalam menerapkan nilai-
nilai Al-Fatihah kepada orang lain. Kegiatan pengamatan di lapangan
memberikan gambaran seluruh peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan diberikan tanggung jawab untuk berperan baik
secara mandiri atau bersama-sama harus dengan serius menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah. Di samping itu, setiap warga harus bersedia
mengingatkan secara langsung apabila ada warga lain yang terbukti
telah dengan sengaja mengabaikan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
pada saat menjalankan kegiatan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 251


Nilai-nilai Al-Fatihah merupakan salah satu sifat terpuji dalam
Islam, sifat ini sangat penting disosialisasikan bagi seluruh peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan. Nilai-nilai Al-Fatihah
telah ditetapkan menjadi acuan bagi peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan dalam melakukan seluruh aktivitas di
lingkungan madrasah. Dengan merujuk pada nilai-nilai Al-Fatihah,
seluruh sikap dan perilaku peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan akan terkontrol dan akan dapat membentuk karakter
yang kuat berbasis nilai-nilai Al-Fatihah. Sosialisasi nilai-nilai Al-
Fatihah bertujuan agar semua peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan mempunyai pemahaman dan kesadaran untuk
bersikap yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Fatihah. Sebab, sikap
yang merujuk pada nilai-nilai Al-Fatihah akan memberikan jaminan
keselamatan diri ataupun kemaslahatan. Sifat ini bisa dilakukan
dengan memberikan teladan langsung kepada peserta didik.
Subjek penelitian dalam wawancara menyatakan bahwa nilai-
nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai
nilai-nilai Al-Fatihah perlu disosialisasikan secara keseluruhan.
Kegiatan sosialisasi tersebut perlu dilakukan secara konsisten, baik
dalam kegiatan dengan skala besar maupun dalam skala kecil. Pada
saat pelaksanaan kegiatan sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah, dipandang
perlu untuk disampaikan secara detail dan jelas terkait nilai-nilai
yang terkandung dalam Al-Fatihah. Hal ini bertujuan agar seluruh
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memahami
dan mengetahui cara menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Al-Fatihah di kehidupan sehari-hari, khususnya pada aktivitas di
lingkungan madrasah. Selain itu, kegiatan sosialisasi tersebut harus
disertakan contoh riil terkait penerapan Al-Fatihah dalam keseharian
kehidupan yang dijalani sebagai rutinitas.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah disosialisasikan di
madrasah melalui pendidik sebagai pengajar, baik pendidik mata
pelajaran umum maupun agama. Pendidik akan memberikan petuah
yang berisi seputar nilai-nilai Al-Fatihah disela-sela pelajaran. Hal
ini dimaksudkan agar peserta didik mampu menangkap materi
yang diajarkan sembari meresapi nilai-nilai Al-Fatihah yang telah
dijelaskan. Kemudian, pendidik akan mengaplikasikan nilai-nilai

252 The Al-Fatihah Character


tersebut ke dalam tugas yang diberikan. Tugas ini akan melatih peserta
didik agar memiliki nilai-nilai Al-Fatihah, mulai dari sikap kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar, yang kemudian
akan dirasakan manfaatnya dalam menjalani kehidupan. Dengan
begini, sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan dengan cara yang
sederhana, namun tetap bisa tersampaikan. Proses sosialisasi kasih
dilakukan dengan cara memberikan contoh tentang bagaimana kasih
yang sebaiknya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses sosialisasi tanggung jawab dilakukan dengan mengajari
diri atau orang lain betapa pentingnya bertanggung jawab dan
jangan sampai melalaikan apa yang sudah menjadi tugasnya. Proses
syukur dilakukan dengan cara selalu mengucap “al-ḥamdu lillāhi
rabbi al-’ālamīn” setiap selesai mengerjakan sesuatu. Proses disiplin
dilakukan dengan cara menghargai waktu harus melakukan sesuatu
sesuai dengan peraturan. Proses pembelajar dilakukan dengan
cara mengajarkan bagaimana seseorang dapat mengejar cita-cita
dengan memotivasi diri untuk mencapai masa depan sukses yang
membahagiakan diri sendiri ataupun orang lainnya.

C. Pola Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah


Penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah menjadi bagian penting
untuk membentuk karakter insan saleh. Sosok kepribadian insan
saleh memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu, kesalehan amal,
keluhuran akhlak, dan kecakapan menghadapi segala situasi dan
keadaan saat sekarang ataupun masa mendatang. Agar penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
diperlukan pola pelaksanaan dilapangan baik yang bersifat umum
ataupun yang bersifat khusus.
Pola umum penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan dalam dua tingkatan. Tingkatan yang pertama adalah
tingkat manajemen madrasah. Pada tingkat manajemen memiliki
target untuk dapat membangun sistem dan mekanisme yang dapat
menggerakkan dan mengontrol seluruh komponen di madrasah agar
dapat menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah secara efektif dan efisien.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 253


Selanjutnya, tingkatan yang kedua diterapkan pada tingkat unit-unit
kegiatan ataupun rombongan belajar. Targetnya dapat menggerakkan
unsur-unsur yang ada pada unit kegiatan ataupun rombongan belajar
agar menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah secara efektif dan efisien.
Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan
pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah, perlu adanya pola khusus
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah menurut karakteristik nilai yang
diterapkan agar dapat membingkai karakter peserta didik yang
cerdas, jujur, dan berkarakter mulia. Pola khusus penerapan nilai-nilai
Al-Fatihah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
pola menerapkan nilai kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi
yang paling aktual; 2) pola menerapkan nilai tanggung jawab dalam
menuntaskan semua tugas ataupun aktivitas, baik yang dilakukan
secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi
yang paling aktual; 3) pola menerapkan nilai syukur atas segala
nikmat yang telah diterimanya, baik yang dilakukan secara rutinitas
atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling
aktual; 4) pola dalam menerapkan nilai disiplin dalam menjalankan
tugasnya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental
sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual; dan 5) pola
menerapkan nilai pembelajar yang baik dengan fokus mengambil
hikmah, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai
dengan perkembangan situasi yang paling aktual. Hasil analisis
dokumen menegaskan, pola umum ataupun pola khusus penerapan
nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah memiliki visi yang sama untuk
mengoptimalkan proses pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah agar
menjadi kebiasaan yang dapat membentuk karakter utama. Karakter
utama akan menjadi bekal yang dapat menjamin berjalannya sistem
dan program kegiatan untuk mewujudkan visi dan misi madrasah.
Langkah-langkah penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan secara bertahap sesuai dengan level tugas masing-masing.
Penerapan juga bisa dilakukan dengan mengambil skala prioritas
berdasarkan analisis konteks di lapangan atau bisa dilakukan secara
bersama-sama dengan mengedepankan indikator nilai disiplin

254 The Al-Fatihah Character


dan nilai tanggung jawab. Proses penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
dilakukan mulai dari level individu, kelompok, ataupun unit tugas
masing-masing yang berada di lingkungan madrasah.
Berdasar data hasil analisis dokumen, dibutuhkan keterlibatan
secara langsung dari peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan untuk melakukan secara mandiri atau bersama-sama
dengan anggota kelompoknya dalam memahami nilai-nilai Al-Fatihah
dan cara penerapannya dalam kegiatan sehari-hari. Setiap peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki tanggung
jawab yang sama untuk menerapkan dan membagikan pengalaman
kepada warga yang lain. Baik peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan diwajibkan ikut serta menjaga ketercapaian target dari
proses pelaksanaan nilai-nilai Al-Fatihah.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah diterapkan sesuai dengan level tugas
masing-masing. Langkah penerapan dimulai dari diri sendiri
kemudian mengajak orang lain yang berada dalam satu unit kegiatan.
Langkah penerapan bisa diawali dari skala prioritas atau diterapkan
secara bersama-sama berdasarkan analisis konteks di lapangan
dengan mengedepankan indikator nilai disiplin dan nilai tanggung
jawab. Setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjalankan dengan
baik langkah-langkah penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah, baik
secara mandiri atau bersama-sama dengan anggota kelompok dalam
unit kegiatan yang sama ataupun lintas unit kegiatan di lingkungan
madrasah.
Data hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan berkewajiban berbagi
pengalaman dalam menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar kepada warga yang lain. Membagikan
pengalaman sebagai kesatuan langkah yang produktif untuk
mengedukasi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
dalam mengoptimalkan pencapaian target dan tujuan pengamalan
nilai-nilai Al-Fatihah di madrasah.
Salah satu langkah dalam menerapkan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 255


Al-Fatihah dilakukan dengan cara memberikan pemahaman dasar
tentang konsepsi nilai-nilai Al-Fatihah dan memberikan teladan
bahwa di dalam kehidupan ini diperlukan sikap atau tingkah laku
yang memberikan kedamaian dan kenyamanan bagi seluruh umat
manusia sesuai dengan perintah Allah Ta’ala. Pemahaman terhadap
nilai-nilai Al-Fatihah diperlukan untuk mengisi aspek kognitif yang
akan memandu setiap orang dalam beragam kegiatan.
Sedangkan pemberian contoh sebagai acuan model yang
dapat ditiru dan dikembangkan secara operasional di lapangan.
Dengan demikian, seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan memiliki sudut pandang yang standar dan menjadi
acuan baku dalam menerapkan pada kehidupan sehari-hari. Karena
itu, seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
harus dapat mengembangkan pemahaman yang standar terkait
dengan nilai-nilai Al-Fatihah dan dapat mengembangkan pengalaman
dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai model yang dicontoh
orang lain.
Salah seorang subjek penelitian menyatakan tentang pentingnya
semangat untuk membangun pemahaman dan kesadaran yang utuh
untuk menjadi contoh bagi yang lainnya dapat menciptakan suasana
asah, asih, dan asuh di lingkungan keluarga ataupun masyarakat.
Selanjutnya, memberikan teladan kepada peserta didik dalam
kehidupan perlu dilakukan untuk membentuk sikap yang positif
kepada sesamanya. Perilaku yang memberikan kesadaran untuk
memberikan kedamaian kepada sesamanya menjadi bukti keluhuran
nilai yang harus dijalankan dan dibiasakan dalam kehidupan.
Dengan demikian, setiap orang memiliki panggilan hati untuk dapat
memahami dan menerapkan perilaku baik yang merujuk pada
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai panggilan hati untuk diamalkan agar
bermanfaat bagi sesamanya. Panggilan hati untuk dapat menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai fitrah manusia yang selalu condong
pada segala sesuatu yang benar ataupun yang baik. Kecondongan hati
ini (fitrah) akan tersambung dengan diri orang yang mengamalkan
nilai-nilai Al-Fatihah dilandasi ketulusan hati untuk mendapatkan
rida Allah Ta’ala.
Langkah-langkah dalam penerapan nilai-nilai Al-Fatihah di
lingkungan madrasah harus dilakukan secara bertahap. Mulai dari

256 The Al-Fatihah Character


pengenalan tentang nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam Al-
Fatihah, kemudian bagaimana menanamkan nilai-nilai tersebut
ke dalam pribadi seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan. Tahapan ini akan membutuhkan pemahaman
mendasar dan detail terkait nilai-nilai yang terkandung dalam Al-
Fatihah. Tahapan selanjutnya adalah membiasakan nilai-nilai kasih,
tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai
Al-Fatihah yang harus dibimbing dengan telaten. Pada proses ini,
seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan harus
mengingat kembali visi dari rumusan nilai-nilai yang terkandung
dalam Al-Fatihah. Tahapan ini membutuhkan komitmen dan
kesungguhan dari seluruh warga untuk memegang teguh nilai-nilai
Al-Fatihah sebagai nilai dasar yang dirujuk untuk meningkatkan
kualitas proses kegiatan di lingkungan madrasah. Adapun gambaran
pola penerapan nilai-nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice di
madrasah dapat dilihat pada gambar 4:003.

Gambar: 4.003: Pola penerapan nilai-nilai-nilai Al-Fatihah sebagai


Best Practice Pendidikan

D. Penerapan Nilai-nilai Kasih Berbasis Al-Fatihah


Kasih artinya memberi atau berbagi, disarikan dari makna
ayat yang bunyi “bismillahi al-rahmani al-rahim” dan “al-rahmani
al-rahim”. Maka dalam konteks ini, secara fungsional kasih berarti
empati dan simpati kepada orang lain agar dapat meringankan
beban ataupun membantu urusan orang lain dengan beragam
solusi yang efektif dan efisien. Efek positif dari nilai-nilai kasih

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 257


akan dapat dirasakan apabila nilai-nilai kasih diterapkan secara
istikamah dengan dilandasi keikhlasan. Model penerapan nilai-nilai
kasih dilakukan melalui kegiatan rutinitas harian di lingkungan
madrasah di antaranya: 1) membiasakan diri untuk saling berterima
kasih atas kebaikan yang diterimanya; 2) membiasakan diri untuk
saling mengapresiasi setiap karya ataupun prestasi yang telah
dihasilkan orang lain; 3) membiasakan diri untuk membagikan
pengalaman belajar yang bernilai positif; 4) membiasakan diri
untuk melaksanakan tugas sesuai ketentuan standar yang berlaku;
5) membiasakan diri untuk melakukan refleksi atas proses ataupun
hasil kegiatan yang dilaksanakan; 6) membiasakan diri untuk selalu
melakukan pencatatan dan mendokumentasikan aktivitas yang sudah
dikerjakan; dan 7) membiasakan diri untuk bersungguh-sungguh
dalam melakukan peningkatan kualitas, baik proses ataupun hasil
kegiatan.
Penerapan nilai-nilai kasih juga dilakukan melalui kegiatan
spontanitas atau insidental di lingkungan madrasah, di antaranya:
1) setiap menerima bantuan, pelayanan dari siapa pun, menyatakan
terima kasih dan berusaha membalasnya dengan balasan yang lebih
baik; 2) seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
yang mempunyai potensi atau skill diberikan penghargaan yang layak;
3) seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan perlu
dibekali ilmu pengetahuan agar menambah bekal untuk menyiapkan
masa depan cemerlang; 4) seluruh peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan melakukan tugasnya atas perintah pimpinan;
5) seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
mendapatkan kesempatan yang sama dan aktif dalam melakukan
kegiatan; 6) peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
mencatat poin-poin penting setiap hasil rapat yang dilakukan oleh
pimpinan; dan 7) seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan melakukan kegiatan yang bisa mengembangkan
kualitas dirinya.
Menurut data hasil analisis dokumen tentang model
penerapan nilai-nilai kasih sebagai best practice pendidikan dapat
disampaikan bahwa penerapan nilai kasih dilakukan dengan
cara membiasakan ucapan terima kasih, mengapresiasi karya
atau prestasi, bersedia membagikan pengalaman, melaksanakan

258 The Al-Fatihah Character


tugas dengan baik, melakukan refleksi atas proses ataupun hasil
karya, mengadministrasikan aktivitas, dan menjamin peningkatan
kualitas. Adapun makna pembiasaan nilai kasih dimaksudkan
untuk menumbuhkan kesadaran menghargai diri sendiri dan orang
lain dalam seluruh kegiatan yang sudah dilakukan. Menanamkan
kesadaran pada diri sendiri sangatlah penting untuk mengembangkan
setiap bakat yang dimiliki untuk persiapan masa depan. Membiasakan
diri berbagi manfaat kepada orang lain dengan berbagai macam ilmu
yang dimilikinya. Penerapan nilai kasih dapat membiasakan diri untuk
menjaga amanah dengan sebaik-baiknya, serta dapat menumbuhkan
sikap aktif dalam melakukan kegiatan agar memperoleh hasil yang
maksimal. Membiasakan diri selalu aktif dan kreatif dalam setiap
melakukan agenda kegiatan akan menanamkan kesadaran untuk
meningkatkan efisiensi kerja menuju tercapainya hasil ataupun
output yang maksimal untuk menghadirkan keunggulan.
Berdasarkan pengamatan lapangan, penerapan nilai kasih
dilakukan dengan cara membiasakan ucapan terima kasih kepada
orang lain yang telah memberikan perhatian atau membantu
menyelesaikan suatu urusan, memberikan apresiasi terhadap hasil
karya atau prestasi orang lain, bersedia membagikan pengalaman yang
menarik kepada orang lain, dan melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan
karya terbaik. Selain itu, melakukan refleksi atas proses ataupun
hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan, selalu mendokumentasikan
semua aktivitas yang sudah dilakukan, dan senantiasa berusaha
untuk menjamin peningkatan kualitas hasil karya.
Adapun makna pembiasaan nilai kasih dapat menumbuhkan
kesadaran untuk menghargai diri sendiri dan orang lain dalam seluruh
kegiatan yang dilakukan. Menanamkan kesadaran betapa pentingnya
mengembangkan setiap bakat yang dimiliki secara optimal dapat
bermanfaat bagi kehidupan. Membiasakan diri untuk berbagi manfaat
kepada orang lain dengan berbagai macam ilmu atau pengalaman
yang dimiliki. Penerapan nilai kasih dapat membiasakan diri untuk
selalu menjaga amanah dengan sebaik-baiknya. Menumbuhkan sikap
aktif dalam melakukan kegiatan agar memperoleh hasil maksimal.
Membiasakan diri selalu aktif dan kreatif dalam setiap melakukan
kegiatan. Menanamkan kesadaran untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi kerja untuk mencapai hasil yang maksimal.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 259


Secara fungsional, kasih memiliki makna memberi agar memiliki
kesejajaran dalam memahami nilai kasih. Perlu diberikan pemahaman
kepada peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
betapa pentingnya sikap kepedulian ataupun berbagi kepada
sesama. Sebab, dengan peduli terhadap sesama, telah memosisikan
diri sebagai pribadi yang baik dan menyadari betapa pentingnya
keberadaan orang lain. Kesadaran diri terhadap pentingnya orang
lain bagi kehidupan akan menumbuhkan sikap untuk selalu menjaga
hubungan baik dengan orang lain. Puncak hubungan baik dengan
orang lain dibuktikan dengan kesediaan diri untuk berbagi ataupun
memberikan sesuatu yang bermanfaat. Dengan cara memberi atau
berbagi, seseorang akan mendapatkan kebahagiaan hidup yang tidak
berbatas.
Menurut data hasil wawancara dengan subjek penelitian,
kepedulian terhadap sesama akan menajamkan naluri kemanusiaan
sehingga dapat menggerakkan seseorang untuk berbagi dengan
sesamanya. Berbagi sebagai perwujudan nilai kasih sekaligus menjadi
jalan lurus untuk mendapatkan apa yang diinginkan, sebagaimana
pepatah ”siapa yang memberi, maka dia akan mendapat”. Karena
itu, Rasulullah memberikan pesan moral yang sangat jelas dan
tegas bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberikan
manfaat terhadap sesamanya. Kepedulian kepada sesama
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab yang wajib ditunaikan
setiap muslim. Sebab, sikap peduli pada sesama menjadi sifat dasar
kemanusiaan yang harus dijaga dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Jika sikap peduli terhadap sesama diabaikan, kehidupan
akan menjadi tidak harmonis. Pada dimensi lainnya, penerapan nilai
kasih membuat suasana kehidupan nyaman dan harmonis dalam
pergaulan sosial masyarakat yang hiterogen.
Berdasar data hasil wawancara dengan salah seorang subjek
penelitian, dinyatakan bahwa pengalaman menerapkan nilai-nilai
kasih yang dipedomani peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan pada setiap aktivitas berdampak positif bagi warga
madrasah. Penanaman nilai-nilai kasih yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw. harus terus diupayakan penerapannya dalam

260 The Al-Fatihah Character


kehidupan sehari-hari. Sebab, kepedulian terhadap sesama akan
menumbuhkan sikap saling mengerti, saling memahami, dan
menyadari. Kesadaran akan pentingnya membangun karakter
madrasah dan usaha merealisasikan visi madrasah menjadi tanggung
jawab seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan.
Oleh karena itu, nilai kasih yang menjadikan seluruh elemen
bersatu sangat dibutuhkan dalam pengembangan visi madrasah. Nilai
kasih akan menjadi inspirasi dan motivasi bagi setiap peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk dapat melakukan yang
terbaik agar memberikan dampak baik bagi setiap orang yang ada di
sekelilingnya. Secara umum, penerapan nilai kasih sudah dilakukan
dengan baik yang ditunjukkan dengan sikap saling menyayangi dan
menghormati, membantu ketika ada saudara sedang menghadapi
kesusahan, dan saling membimbing untuk menemukan solusi terbaik
sebagai wujud kebersamaan dalam menjalani kehidupan. Adapun
gambaran penerapan kasih sebagai best practice pendidikan dapat
dilihat pada tabel 4:012.
Tabel 4:012: Penerapan Kasih sebagai Best Practice Pendidikan

Indikator Kasih Kegiatan rutinitas Kegiatan spontanitas


harian
1) Berempati membiasakan diri Membantu orang yang
terhadap dapat merasakan terkena musibah sebagai
sesama penderitaan yang bagian dari amal saleh
dialami orang lain yang untuk memuliakan orang
sedang mengalami lain.
musibah.
2) Peduli membiasakan diri Saling mengasihi dan
terhadap untuk selalu peduli membantu ketika terjadi
orang lain dengan keadaan yang musibah sebagai wujud
dialami orang lain yang kebersamaan dengan
berada di sekelilingnya. sesama.
3) Memiliki mengembangkan Mengadakan kegiatan
keterampilan keterampilan sosial bakti social sebagai
sosial sebagai bekal bentuk simpati untuk
pergaulan dalam segala dapat membina sikap
situasi ataupun kondisi peduli sosial.
yang tidak tentu.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 261


Indikator Kasih Kegiatan rutinitas Kegiatan spontanitas
harian
4) Mengajari mengajari orang lain Sosialisasi urgensi
orang untuk mau mengerti perjalanan sejarah
mengerti akan proses dan makna kehidupan yang memiliki
positif dari suatu benang merah dengan
peristiwa. kemajuan sekarang.
5) Membimbing membimbing orang lain Membimbing yang
orang lain untuk dapat mandiri terlambat agar
menemukan solusi menyadari kesalahan
terbaik atas persoalan yang telah dilakukan dan
yang sedang dihadapi. memperbaiki sikap yang
salah.
6) Mengurusi membantu mengurusi Membantu dan menolong
urusan ses- urusan orang lain orang lain yang
ama agar dapat berjalan memiliki masalah belum
lancar dan sukses terselesaikan agar segera
sesuai kemampuannya tuntas.
masing-masing.
7) Belajar suk- bersedia belajar dari Praktik langsung
ses dari orang pengalaman sukses kerja keras dan rajin
lain yang dialami orang lain melaksanakan kegiatan
agar menjadi penuntun untuk menjadi bekal
untuk meraih sukses. menjadi orang sukses.

E. Penerapan Nilai-nilai Tanggung Jawab Berbasis Al-


Fatihah
Tanggung jawab artinya melaksanakan tugas atau kewajiban
sampai tuntas sesuai dengan standar ataupun kaidah yang
dtetapkan. Tanggung jawab disarikan dari makna ayat yang berbunyi
“māliki yaumi al-dīn”. Secara horizontal, tanggung jawab berarti
kesediaan seseorang untuk melaksanakan tugas ataupun kewajiban
sampai tuntas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Indikator
orang yang bertanggung jawab terletak pada bagaimana seseorang
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh
yang dijiwai keikhlasan dalam beramal. Nilai-nilai tanggung jawab
menjadi kunci terjaminnya program dapat berjalan sesuai prosedur
dengan hasil sesuai standar mutu yang ditetapkan.

262 The Al-Fatihah Character


Berdasar data hasil analisis dokumen, model penerapan nilai-
nilai tanggung jawab dilakukan melalui kegiatan rutinitas dan
spontanitas. Adapun penerapan nilai-nilai tanggung jawab dalam
kegiatan rutinitas harian di lingkungan madrasah di antaranya:1)
membiasakan diri untuk menggali landasan setiap kegiatan yang
dilakukan; 2) membiasakan diri untuk menentukan target yang
harus dicapai dalam setiap kegiatan; 3)membiasakan diri untuk
fokus mewujudkan maksud dan tujuan dari setiap kegiatan yang
dilakukan; 4) membiasakan diri untuk selalu menjaga kualitas proses
dan hasil kegiatan yang dikerjakan; 5) membiasakan diri untuk
melakukan pengawasan melekat terhadap kualitas proses ataupun
hasil kegiatan; 6) membiasakan diri untuk selalu siaga merespons
dan menindaklanjuti tugas-tugas darurat untuk segera ditangani; dan
7) membiasakan diri untuk memiliki kesiapan diri dalam menerima
segala risiko yang terjadi saat melaksanakan kegiatan.
Sedangkan penerapan nilai-nilai tanggung jawab yang dilakukan
melalui kegiatan spontanitas di lingkungan madrasah yaitu: 1) setiap
kegiatan yang dilakukan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan mempunyai dasar yang jelas; 2) selalu melakukan
koordinasi dan komunikasi dalam melakukan kegiatan; 3) bersikap
gigih pantang menyerah dalam melakukan kegiatan sebagai proses
untuk menggapai pengalaman sukses; 4) melakukan kegiatan
secara intens dan sunguh-sungguh untuk menjaga manfaat dengan
mempertahankan kualitasnya; 5) melakukan kegiatan dengan tepat
sesuai prosedur dan arahan pimpinan; 6) melakukan kunjungan ke
salah satu peserta didik yang bermasalah sebagai bagian dari proses
pendampingan; dan 7) bertanggung jawab atas segala yang terjadi
apabila tidak dapat mengikuti kegiatan harus mendapat izin dari
atasan langsung.
Berdasar data hasil analisis dokumen, ditegaskan bahwa
penerapan nilai tanggung jawab dilakukan dengan cara menggali
landasan kegiatan, memiliki target yang terukur, fokus pada
maksud atau tujuan, menjaga kualitas proses dan hasil, melakukan
pengawasan melekat, siaga menjalankan tugas darurat, dan siap
menerima segala risikonya. Adapun makna pembiasaan nilai
tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman tentang dasar
operasional dalam melakukan sebuah kegiatan sebagai acuan pokok

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 263


pelaksanaan. Menanamkan kesadaran bahwa menjalin koordinasi
dan kekompakan menjadi kunci sukses dalam mencapai kegiatan.
Menanamkan nilai kesadaran dapat mendorong individu untuk
berpikir serta bertindak optimal dengan berupaya mewujudkannya.
Mempertahankan kegiatan yang rutin dapat meningkatkan kualitas
proses dan hasil yang lebih baik. Pembiasaan tanggung jawab dapat
meningkatkan pengamatan agar tugas yang direncanakan dapat
dilaksanakan sesuai rencana dan apabila terdapat penyimpangan
dapat diadakan perbaikan. Merespons dengan cepat setiap ada
permasalahan yang darurat demi lancarnya pelaksanaan setiap
tugas yang sedang dilaksanakan. Menanamkan sikap tanggung jawab
dalam menjalankan semua jenis kegiatan yang diemban agar berjalan
sesuai harapan.
Data hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa penerapan
nilai tanggung jawab dilakukan dengan cara menggali landasan yuridis
kegiatan ataupun landasan operasional berdasar hasil kesepakatan
ataupun program kegiatan. Nilai tanggung jawab harus memiliki tolok
ukur berdasarkan pencapaian target ataupun maksud dan tujuan. Di
samping itu, nilai tanggung jawab harus diwujudkan dengan menjaga
kualitas proses dan hasil dengan melakukan pengawasan melekat
menurut sistem yang berlaku. Nilai tanggung jawab juga diwujudkan
dengan selalu siaga menjalankan tugas darurat yang harus dengan
segera diselesaikan dan siap menerima segala risikonya. Adapun
makna pembiasaan nilai tanggung jawab untuk dapat meningkatkan
pemahaman tentang landasan dasar melaksanakan kegiatan sebagai
acuan pokok pelaksanaan. Menanamkan kesadaran bahwa menjalin
koordinasi dan kekompakan sebagai kunci sukses dalam mencapai
kegiatan.
Penerapan nilai tanggung jawab juga dilakukan dengan me­
nanamkan nilai kesadaran dan mendorong berpikir dan bertindak
sekuat tenaga dengan selalu berupaya mewujudkannya. Penerapan
nilai tanggung jawab dapat mempertahankan kegiatan yang sudah
berjalan rutin serta meningkatkan kualitas proses dan hasil yang
lebih baik. Meningkatkan pengawasan agar tugas yang direncanakan
terealisasi dan apabila terdapat penyimpangan diadakan perbaikan.
Merespons dengan cepat setiap ada permasalahan yang sangat urgen
demi lancarnya pelaksanaan setiap tugas yang sedang dilaksanakan.

264 The Al-Fatihah Character


Menanamkan sikap tanggung jawab dalam menjalankan semua jenis
kegiatan yang diemban agar berjalan sesuai harapan bersama.
Implementasi tanggung jawab dapat dilihat sebagaimana hasil
pengamatan di lapangan. Setiap orang yang sedang menjalankan
tugas pasti dihadapkan pada beragam masalah yang kompleks. Untuk
melaksanakan tugas dengan baik, seseorang harus merespons dengan
cepat dan akurat agar menemukan solusi. Kecepatan dan akurasi
respons terhadap beragam masalah dan solusi yang terbaik menjadi
tolok ukur efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas sehingga
apa yang dikerjakan berjalan optimal dan menghasilkan karya
berkualitas. Subjek penelitian menyatakan bahwa sesungguhnya
orientasi pelaksanaan tugas terletak pada cara menjalani proses
agar berjalan lancar dan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien
agar dapat memberikan dampak dan manfaat untuk menjamin
keberlangsungan proses kehidupan yang lebih baik. Dalam konteks
pengamalan Al-Fatihah, tanggung jawab harus menumbuhkan
kesadaran dan semangat untuk mengerahkan segala daya dan upaya
untuk menjalani proses dengan sebaik-baiknya agar menghasilkan
karya bermutu yang dapat memberikan manfaat untuk kemaslahatan
orang banyak.
Tanggung jawab menjadi nilai dasar yang mencerminkan kua­
litas kepribadian seseorang. Orientasi pelaksanaan tugas terletak pa­
da cara menjalankan proses agar berjalan lancar dan dapat diselesai­
kan se­cara efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan dampak
positif dan bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan yang
lebih baik. Tanggung jawab menjadi pilar utama untuk menjamin
pelaksanaan proses kegiatan yang dapat menjamin mutu dari semua
hasil pe­kerjaan. Tanggung jawab sebenarnya merujuk pada kesadar­
an seseorang untuk melaksanakan tugas sesuai ketentuan yang
diiringi dengan kesungguhan dalam mencarikan solusi atas semua
masalah yang dihadapi menghadirkan hasil karya yang bermutu ser­
ta memberikan manfaat ataupun kemaslahatan bagi orang banyak.
Pengalaman dalam menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-
Fatihah, khususnya nilai tanggung jawab pada setiap aktivitas, akan
berdampak positif. Usaha menerapkan nilai-nilai tanggung jawab
harus terus dilakukan oleh seluruh peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan hingga benar-benar tertanam dan menjadi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 265


karakter agar menjadi teladan bagi masyarakat. Tanggung jawab
menjadi salah satu barometer profesionalitas dalam pekerjaan yang
akan memberikan dampak baik bagi pelakunya dan menjadi hal utama
dalam kelancaran menjalankan tugas, menjamin terciptanya hasil
yang maksimal sehingga dapat memberikan hal yang bermanfaat.
Penerapan nilai tanggung jawab menjadi ukuran bagi setiap peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan bahwa mewujudkan
karakter islami yang berlandasan Al-Qur’an menjadi tugas bersama
agar mencapai hasil optimal dan terwujudnya visi madrasah secara
maksimal.
Tanggung jawab menjadi pilar utama untuk menjamin pe­
laksnaan proses kegiatan dan akan menjamin mutu dari semua hasil
pekerjaan yang diselesaikan. Karena itu, tanggung jawab sebenarnya
merujuk pada kesadaran melaksanakan tugas sesuai ketentuan dan
bersungguh mencarikan solusi atas semua masalah yang dihadapi
dan secara efektif dapat menghadirkan hasil karya yang dibutuhkan
sesuai standar kualitas yang ditetapkan. Nilai tanggung jawab yang
diterapkan di lingkungan madrasah sejauh ini berjalan lancar. Banyak
di antara warga yang memiliki rasa tanggung jawab besar, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, kelak
saat di akhirat siap mempertanggungjawabkan semua perbuatan
semasa hidupnya kepada Sang Khalik. Adapun gambaran penerapan
tanggung jawab sebagai best practice pendidikan dapat dilihat pada
tabel 4:013.
Tabel 4:013: Penerapan Tanggung Jawab sebagai Best Practice

Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas


Harian Insidental
1) Menggali Menggali landasan Menerapkan landasan
landasan religius, yuridis, ataupun religius, yuridis, ataupun
kegiatan landasan operasional landasan operasional
dari setiap kegiatan yang dari setiap kegiatan yang
dilakukan. dilakukan.
2) Memiliki Menentukan target yang Praktik menentukan
target harus dicapai dalam target dalam setiap
terukur setiap kegiatan beserta kegiatan beserta
penetapan indikator penetapan indikator
yang terukur standar. yang terukur standar.

266 The Al-Fatihah Character


Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas
Harian Insidental
3) Berfokus Fokus agar optimal Praktik untuk fokus
pada tujuan mewujudkan maksud mewujudkan maksud
dan tujuan dari setiap dan tujuan dari setiap
kegiatan yang dilakukan. kegiatan yang dilakukan.
4) Menjaga Selalu menjaga kualitas Melakukan kegiatan
kualitas proses dan hasil kegiatan secara intens dan serius
kinerja yang dikerjakan sesuai untuk menjaga manfaat
dengan standar yang dan standar kualitas.
ditetapkan.
5) Melakukan Melakukan cara Melakukan kegiatan
pengawasan pengawasan melekat sesuai dengan standar
melekat (waskat) untuk dapat operasional secara tepat
menjamin kualitas sesuai prosedur dan
proses ataupun hasil kebijakan yang berlaku.
kegiatan.
6) Bersiaga Siaga merespons dan Melakukan home visit
menjalankan menindaklanjuti tugas- sebagai pendalaman
tugas tugas darurat dan segera masalah dan
ditangani sesuai dengan pendampingan atas
target yang ditetapkan. pencarian solusi yang
terbaik.
7) Siap meneri- Memiliki kesiapan diri Bertanggung jawab
ma risiko dalam menerima segala atas segala yang terjadi,
risiko yang terjadi apabila tidak mengikuti
akibat keterlibatan pada kegiatan, harus ada izin
kegiatan tertentu. yang dapat diterima.

F. Penerapan Nilai-nilai Syukur Berbasis Al-Fatihah


Syukur artinya berterima kasih atau mengapresiasi. Syukur
disarikan dari makna ayat yang berbunyi “al-ḥamdu lillāhi rabbi al-
’ālamīn”. Apabila dilihat secara horizontal, syukur berarti ungkapan
terima kasih atas pemberian yang diterima dalam beragam situasi dan
keadaan. Syukur dapat memandu seseorang untuk memanfaatkan
apa yang sudah diterima agar bermanfaat bagi diri sendiri ataupun
orang lain. Syukur sebagai kesadaran religius untuk mengagungkan
Allah Ta’ala sebagai Zat Yang Maha Agung dan Maha Mulia. Syukur

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 267


juga sebagai kesadaran sosial untuk selalu memberikan apresiasi atas
dukungan ataupun capaian hasil karya orang lain. Model penerapan
nilai-nilai syukur sudah biasa dilakukan melalui kegiatan rutinitas
harian ataupun kegiatan spontanitas.
Menurut data hasil analisis dokumen, ditegaskan bahawa model
penerapan nilai-nilai syukur yang sudah dilakukan melalui kegiatan
rutinitas harian selama berada di lingkungan madrasah yaitu: 1)
membiasakan diri untuk saling berterima kasih atas kebaikan yang
diterima; 2) membiasakan diri untuk saling mengapresiasi setiap
karya ataupun prestasi yang dapat dihasilkan; 3) membiasakan
diri untuk membagikan pengalaman belajar yang bernilai positif;
4) membiasakan diri untuk melaksanakan tugas sesuai ketentuan
standar yang berlaku; 5) membiasakan diri untuk melakukan
refleksi atas proses ataupun hasil kegiatan yang dilaksanakan; 6)
membiasakan diri untuk selalu mencatat dan mendokumentasikan
aktivitas yang sudah dikerjakan; dan 7) membiasakan diri untuk
selalu bersungguh-sungguh dalam meningkatkan kualitas, baik
proses ataupun hasil kegiatan.
Penerapan nilai-nilai syukur juga telah dilakukan melalui
kegiatan spontanitas atau insidental selama berada di lingkungan
madrasah, yaitu: 1) setiap menerima bantuan atau mendapat
pelayanan baik dari siapa pun, menyatakan terima kasih dan
berusaha untuk membalasnya dengan balasan yang lebih baik; 2)
setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan yang
mempunyai potensi atau skill harus diberi penghargaan; 3) peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan perlu dibekali ilmu
pengetahuan agar dapat menambah pengalaman baik; 4) melakukan
tugasnya sesuai dengan perintah atasan langsung; 5) mendapatkan
kesempatan yang sama dan aktif melakukan kegiatan; 6) mencatat
poin-poin penting setiap hasil rapat yang dilakukan bersama
pimpinan; dan 7) melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan
kualitas.
Penerapan nilai-nilai syukur sebagai best practice pendidikan
dilakukan dengan cara membiasakan ucapan terima kasih,
mengapresiasi karya orang lain, membagikan pengalaman baik,
melaksanakan tugas dengan baik, refleksi atas proses dan hasil,
mengadministrasikan aktivitas, dan menjamin peningkatan kualitas

268 The Al-Fatihah Character


hasil karya. Adapun makna pembiasaan nilai syukur adalah untuk
menumbuhkan kesadaran menghargai diri sendiri dan orang
lain dalam seluruh kegiatan yang sudah dilakukan. Menanamkan
kesadaran betapa pentingnya mengembangkan setiap bakat yang
dimiliki peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan.
Membiasakan diri berbagi manfaat kepada orang lain dengan
berbagai macam ilmu yang dimilikinya. Menurut data hasil analisis
dokumen, penerapan nilai syukur dapat membiasakan diri untuk
menjaga amanah sebaik-baiknya. Menumbuhkan sikap aktif dalam
melakukan kegiatan agar memperoleh hasil maksimal. Membiasakan
diri selalu aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap melakukan agenda
kegiatan yang telah diprogramkan.
Data hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa
penerapan nilai syukur dilakukan dengan cara membiasakan
ucapan terima kasih kepada setiap orang yang telah memberikan
perhatian ataupun dukungan, mengapresiasi hasil karya orang
lain, bersedia membagikan pengalaman menarik yang bermanfaat
untuk mencerdaskan, melaksanakan tugas dengan baik sesuai
dengan standar operasional yang berlaku, melakukan refleksi
atas proses ataupun hasil kegiatan yang sudah dijalankan, selalu
mendokumentasikan aktivitas yang dijalankan, serta senantiasa
menjamin peningkatan kualitas hasil karya.
Berdasarkan fakta di lapangan, makna penerapan nilai syukur
dapat menumbuhkan kesadaran untuk menghargai diri sendiri dan
orang lain dalam seluruh kegiatan yang dilakukan. Syukur dapat
menanamkan kesadaran betapa pentingnya mengembangkan minat
dan bakat yang dimiliki setiap orang agar berkembang optimal
sehingga bermanfaat untuk mewujudkan masa depan sukses. Di
samping itu, penerapan nilai syukur diharapkan dapat membiasakan
diri untuk selalu berbagi manfaat kepada orang lain dengan berbagai
macam ilmu atau pengalaman yang berguna. Membiasakan diri
menjaga amanah dengan sebaik-baiknya untuk menciptakan rasa
aman. Menumbuhkan sikap aktif dalam melakukan kegiatan agar
memperoleh hasil maksimal. Membiasakan diri untuk selalu aktif
dan kreatif dalam setiap melakukan agenda kegiatan yang telah
diprogramkan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 269


Makna syukur dapat diaktualisasikan dengan pernyataan
terima kasih. Pernyataan ini merupakan wujud kesadaran seseorang
atas keterlibatan orang lain yang telah memberikan perhatian
ataupun dukungan positif. Untuk dapat mengembangkan bakat dan
minat, diperlukan stimulan bakat dan minat secara internal ataupun
eksternal. Stimulan internal bermula dari kesadaran diri bahwa setiap
orang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan belajar secara
serius, menjaga semangat, dan berkonsentrasi agar kemampuan
yang dimiliki dapat dioptimalkan sekaligus dimanfaatkan untuk
menghasilkan karya yang bermanfaat. Sedangkan stimulan eksternal
karena adanya keterlibatan orang lain untuk menggali potensi diri
agar bisa berkembang dan bermanfaat. Untuk menemukan stimulan,
setiap orang memerlukan campur tangan orang lain. Maka, capaian
penemuan minat dan bakat perlu disadari atas keterlibatan orang lain
dengan konsekuensi adanya rasa terima kasih atas segala dukungan
dan perhatian yang telah diterima.
Sikap syukur dapat menumbuhkan beragam inspirasi untuk
menggali dan mengembangkan beragam potensi sehingga akan dapat
memandu seseorang untuk dapat beraktualisasi diri sampai pada
puncak kesuksesan. Pengalaman yang demikian ini sangat dominan
di lapangan, di mana sebagian besar orang yang memiliki mentalitas
syukur memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengambil peran
nyata dalam kehidupan yang akan mengantarkan seseorang menuju
kesuksesan. Salah seorang subjek penelitian menyatakan bahwa
syukur dalam konteks pengamalan Al-Fatihah menjadi pilihan utama
untuk dilaksanakan, baik dalam konteks vertikal ataupun horizontal.
Sebab, dengan mengedepankan sikap syukur, peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan akan memiliki banyak keberuntungan,
baik yang didapatkan secara langsung ataupun secara tidak langsung
dalam kurun waktu tertentu sesuai janji Allah swt.
Subjek penelitian yang lainnya menegaskan bahwa syukur
menjadi kebutuhan setiap orang. Sebab, pada kenyataannya setiap
orang memerlukan campur tangan orang lain dalam berusaha untuk
mendapatkan harapan ataupun cita-cita kehidupan. Karena itu,
setiap orang perlu menyadari keterlibatan orang lain dalam semua
aktivitas yang dikerjakan sehingga akan memunculkan kesadaran
betapa pentingnya menyampaikan terima kasih atas segala dukungan

270 The Al-Fatihah Character


dan perhatian. Kesadaran sikap syukur ini akan memosisikan setiap
orang setara, tidak pilih kasih, dan tidak ada sentimen. Bersyukur
menjadi bentuk konkret apresiasi terhadap diri dan orang lain.
Kesadaran bersyukur ini akan menuntun seorang untuk menemukan
segala sesuatu yang memiliki nilai lebih ataupun nilai manfaat, baik
bagi diri sendiri ataupun orang lain.
Pengalaman menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Al-Fatihah dapat memberikan dampak positif. Secara naluri, setiap
orang memiliki rasa syukur terhadap segala anugerah yang diberikan
Allah Ta’ala. Sifat syukur akan menjadi stimulus datangnya nikmat-
nikmat dan kebahagiaan baru yang lebih baik sehingga dapat
mengantarkan seseorang meraih kesuksesan. Seluruh peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan telah menerapkan nilai
syukur dalam aktivitas yang dilakukan dengan cara saling berterima
kasih ketika ada yang menolong. Sikap syukur ini menjadi bukti
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan telah bersama-
sama menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam surat Al-Fatihah
dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Bersyukur dapat menciptakan
harapan baru yang lebih optimis dalam menatap masa depan. Selain
itu, dengan bersyukur, kehidupan akan menjadi makmur dan rukun.
Nilai syukur yang diterapkan dalam aktivitas madrasah sangat
terlihat secara kasatmata, terutama dalam pembiasaan membagikan
pengalaman baik yang menjadi trigger orang lain untuk melakukan
amal kebajikan. Nilai syukur akan menyadarkan seseorang untuk
memosisikan orang lain setara dengan dirinya sendiri, tidak pilih
kasih, dan tidak ada sentimen. Bersyukur menjadi bentuk konkret
apresiasi terhadap diri dan orang lain tanpa pilih kasih. Bersyukur
ini akan menuntun seorang untuk menemukan segala sesuatu yang
memiliki nilai manfaat bagi diri sendiri ataupun orang lain. Kami
yakin apa yang telah ditakdirkan Allah Ta’ala harus diterima secara
rela hati dengan mengedepankan rasa syukur. Sebab, itu semua
merupakan anugerah terindah dalam hidup yang harus dijalani. Maka,
seseorang tidak perlu iri dan dengki dengan jalan kehidupan orang
lain. Sebab, sikap iri dan dengki terhadap orang lain akan menjadi
beban berat kehidupan dan menjadi sebab seseorang tidak akan
pernah menemukan harapannya dalam menjalani hidup. Adapun
gambaran penerapan syukur sebagai best practice pendidikan dapat
dilihat pada tabel 4:014 sebagai berikut:

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 271


Tabel 4.014: Penerapan Syukur sebagai Best Practice Pendidikan

Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas


Syukur Harian Insidental
1) Mengucap Saling berterima kasih Menyatakan terima kasih
terima atas kebaikan yang dan berusaha membalas
kasih diterimanya sebagai pada setiap menerima
wujud solidaritas dan bantuan pelayanan baik
apresiasi sesama. dari siapa pun.
2) Apresiasi Saling mengapresiasi Memberikan
amal shalih atas capaian kinerja, penghargaan atas
hasil karya, ataupun pengembangan dan dapat
prestasi yang mencapai prestasi terbaik
dihasilkan. yang membanggakan.
3) Berbagi Bersedia membagikan Diberi pembekalan
pengala- pengalaman baik dengan ilmu pengetahuan
man baik kepada sesama dan kecakapan agar dapat
sebagai bahan menambah pengalaman
pembelajaran yang baik.
baik.
4) Perbaiki Bersedia Melakukan tugas
hasil karya memperbaiki hasil sesuai perintah atasan
karya atau hasil dan selalu berusaha
pengerjaan tugas memperbaiki hasil karya
sesuai ketentuan agar bermanfaat.
standar yang
diberlakukan.
5) Bersedia Melakukan refleksi Mendapatkan
melakukan atas proses ataupun kesempatan yang sama
refleksi hasil kegiatan untuk bisa terlibat aktif
yang sudah bisa mengembangkan diri
dilaksanakan agar dalam suatu kegiatan
mendapat pelajaran yang bermanfaat bagi
baik. masa depan.

272 The Al-Fatihah Character


Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas
Syukur Harian Insidental
6) Dokumen- Mencatat ataupun Mencatat poin-
tasi aktivi- mendokumentasikan poin penting setiap
tas baik aktivitas yang hasil rapat dan
dikerjakan agar dapat mengomunikasikannya
dijadikan bahan untuk ditindaklanjuti di
evaluasi. lapangan.
7) Menjamin Bersungguh- Melakukan kegiatan
peningka- sungguh melakukan sesuai standar
tan kuali- peningkatan kualitas operasional yang dapat
tas proses ataupun hasil menjamin kualitas agar
yang bermanfaat bagi lebih baik dan bermanfaat
orang lain. bagi orang lain.

G. Penerapan Nilai-nilai Disiplin Berbasis Al-Fatihah


Disiplin artinya taat dan patuh pada aturan, disarikan dari
makna ayat yang berbunyi “iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in”. Secara
horizontal, disiplin berarti kesadaran diri seseorang untuk mematuhi
segala aturan yang berlaku dalam beragam situasi ataupun keadaan
agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Disiplin
sebagai sikap taat terhadap segala aturan yang berlaku untuk
membentuk sikap disiplin harus dibentuk melalui pembiasaan yang
ketat. Sikap disiplin memerlukan waktu sepanjang zaman sebagai
konsekuensinya. Seluruh aktivitas dalam setiap segi kehidupan
menuntut ditegakkannya sikap disiplin. Karena itu, diperlukan cara
pembiasaan disiplin, baik yang dilakukan melalui kegiatan rutinitas
harian ataupun kegiatan spontanitas.
Menurut data hasil analisis dokumen menegaskan bahwa tata
cara pembiasaan sikap disiplin yang dilakukan melalui kegiatan
rutinitas harian yaitu: 1) mengenakan pakaian seragam dan atribut
lengkap sesuai ketentuan; 2) menggunakan kendaraan standar
dan menaati rambu-rambu lalu lintas sesuai dengan ketentuan
yang berlaku; 3) menaati tata tertib yang telah disepakati dan
diberlakukan sesuai ketentuan; 4) melakukan pengecekan pada

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 273


catatan kehadiran sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 5) setiap
hari selalu hadir tepat waktu sesuai ketentuan yang diberlakukan;
6) peserta didik yang hadir terlambat harus rela mengikuti prosedur
baku sesuai ketentuan di madrasah; dan 7) aktif menjalani kegiatan
ekstrakurikuler sesuai pilihan minat dan bakatnya agar mencapai
prestasi terbaik.
Penerapan nilai-nilai disiplin juga telah dilakukan melalui
kegiatan spontanitas atau insidental yaitu: 1) mengenakan atribut
lengkap sesuai jadwal dan ketentuan yang berlaku; 2) sebagai
edukasi, pada saat memasuki gerbang madrasah, pengendara roda
dua harap mematikan mesin dan turun; 3) bertanggung jawab dengan
sebaik-baiknya terhadap apa yang telah diperbuatnya; 4) apabila
terbukti ada peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
yang melanggar ketentuan kehadiran, maka dilakukan penanganan
sesuai prosedur; 5) apabila terjadi pergantian jam, warga dapat
menunaikan tugasnya dengan baik secara tertib teratur; 6) seluruh
peserta didik yang terlambat akan ditangani langsung pendidik piket,
sedangkan pendidik dan pegawai harus menghadap pimpina; dan 7)
menaati ketentuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai pilihan minat
dan bakatnya dan berusaha untuk mengikuti berbagai event dan
kompetisi lintas madrasah.
Menurut data hasil analisis dokumen, penerapan nilai-nilai
disiplin dilakukan dengan cara memakai atribut standar, disiplin
berlalu lintas, disiplin tata tertib, mengisi catatan kehadiran, selalu
hadir tepat waktu, menghindari keterlambatan, dan menjalani
kegiatan ekstrakurikuler dengan sungguh-sungguh. Adapun
makna pembiasaan nilai disiplin dapat menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya seragam ataupun identitas yang harus dipakai.
Menanamkan jiwa disiplin dan membangun sikap mandiri agar
warga memiliki karakter positif dalam berkendara di jalan raya.
Menumbuhkan kesadaran untuk menaati aturan dan prosedur yang
berlaku agar bisa nyaman.
Pembiasaan nilai disiplin dapat membelajarkan seluruh peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk bertanggung
jawab terhadap setiap perbuatan yang telah dilakukan. Menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya waktu untuk berkarya dan memberikan
manfaat. Pembiasaan nilai disiplin dapat menumbuhkan sikap

274 The Al-Fatihah Character


disiplin dan bertanggung jawab pada seluruh peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk menjaga efektivitas
kerja. Menumbuhkan sikap tanggung jawab dan kesungguhan serta
sportivitas peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk mencapai prestasi optimal sesuai minat dan bakat masing-
masing.
Sebagaimana sudah menjadi kebiasaan, penerapan nilai disiplin
di madrasah ini dilakukan dengan cara standar dalam mengenakan
pakaian dan atribut sesuai tata tertib yang diberlakukan. Seluruh
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan berkewajiban
menjaga sikap disiplin dalam berlalu lintas di jalan raya, menegakkan
disiplin untuk menaati tata tertib di lingkungan madrasah, mengisi
catatan kehadiran secara jujur, selalu hadir mengikuti aktivitas
pembelajaran tepat waktu, berusaha menghindari keterlambatan
mengikuti kegiatan, menjalani kegiatan ekstrakurikuler dengan
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
Adapun makna penerapan nilai disiplin diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya seragam atau identitas
madrasah. Menanamkan jiwa disiplin dan membangun sikap mandiri
dan warga memiliki karakter positif dalam berkendara di jalan raya.
Menumbuhkan kesadaran untuk menaati aturan dan prosedur yang
berlaku agar nyaman. Dapat membelajarkan seluruh peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk bertanggung jawab
terhadap setiap perbuatan yang telah dilakukan. Makna penerapan
nilai disiplin diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran tentang
pentingnya waktu untuk selalu berkarya dan memberikan manfaat
terhadap sesama. Disiplin juga bermakna menumbuhkan kesadaran
bertanggung jawab menjaga efektivitas ataupun efisiensi kerja.
Menumbuhkan kesungguhan dan sportivitas peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan untuk mencapai prestasi optimal
sesuai minat dan bakat masing-masing orang.
Penerapan disiplin dimaksudkan untuk menciptakan suasana
yang aman dan tertib sehingga terhindar dari kejadian-kejadian
yang bersifat negatif. Disiplin menjadi landasan pokok dalam
membentuk karakter. Sebab, dengan penerapan disiplin, setiap
orang akan terbiasa menaati segala aturan yang diberlakukan di
lingkungan madrasah. Ketaatan peserta didik, pendidik, ataupun

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 275


tenaga kependidikan terhadap segala aturan yang berlaku dapat
menjamin terlaksananya program kegiatan madrasah sehingga
berdampak pada perbaikan mutu madrasah. Pada dimensi yang
lain, sikap disiplin akan menumbuhkan kemandirian pada seluruh
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk menjaga
efektivitas dan produktivitas dalam melaksanakan tugas. Penerapan
disiplin akan menjamin keteraturan dan kelancaran sistem yang
diberlakukan sehingga berpengaruh terhadap ketercapaian target
dan tujuan dalam semua kegiatan yang akan memberikan manfaat
bagi kelangsungan misi madrasah.
Dalam konteks pengamalan Al-Fatihah, salah seorang subjek
penelitian menyatakan bahwa disiplin mengharuskan setiap
individu memahami dan melaksanakan aturan yang berlaku sebagai
konsekuensi kesediaan menjalankan tugas untuk mendapatkan
kesuksesan dan kemuliaan. Artinya, kesediaan menjalankan tugas
menuntut konsekuensi mengikuti segala ketentuan yang berlaku dan
harus memiliki kelurusan orientasi dalam melaksanakan tugas untuk
mendapatkan rida Allah Ta’ala.
Subjek penelitian yang lain menyatakan bahwa sebenarnya
disiplin telah disepakati menjadi landasan pokok dalam membentuk
karakter. Sebab, dengan disiplin setiap orang akan terbiasa menaati
segala aturan yang diberlakukan di lingkungan madrasah. Apabila
seorang sudah bisa menaati aturan yang berlaku, terbentuklah
karakter disiplin sehingga karakter disiplin akan menjadi penuntun
bagi seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk bertindak dan berperilaku sesuai ketentuan. Karakter taat
dapat memberikan sumbangan besar akan terciptanya suasana
kehidupan yang tertib, rapi, aman, tertib, dan nyaman di madrasah.
Suasana ini menjadi bekal dasar untuk menjalankan kegiatan
pembelajaran yang efektif.
Pengalaman dalam menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah,
khususnya nilai disiplin dalam setiap aktivitas, memiliki dampak
positif. Disiplin merupakan ketaatan dalam menjalankan kewajiban,
Allah Ta’ala menjanjikan surga bagi orang-orang yang berbuat taat.
Hal ini dapat dijadikan landasan bagi seluruh peserta didik, pendidik,

276 The Al-Fatihah Character


ataupun tenaga kependidikan agar menerapkan nilai disiplin se­
hingga dapat menunaikan kewajiban yang diberikan oleh Allah Ta’ala.
Kesungguhan seluruh warga dalam menerapkan kedisiplinan
dapat memengaruhi kinerja dan proses kegiatan pembelajaran.
Pelaksanaan jadwal yang ditetapkan akan berjalan sebagaimana
mestinya dan waktu pembelajaran akan efektif dan efisien sehingga
tercipta kinerja yang bagus dan sesuai dengan yang diinginkan.
Kedisiplinan akan berdampak pada seluruh aktivitas. Nilai disiplin
yang terdapat pada Al-Fatihah akan menumbuhkan kesadaran
seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan agar
dapat menjalankan segala kewajiban dengan sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab serta menjamin terciptanya keteraturan dan
ketertiban seluruh aktivitas di lingkungan madrasah.
Menaati peraturan merupakan salah satu dari sikap disiplin
yang dimaksud dalam nilai ini. Maka, peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan menghargai disiplin dengan menerapkan apa
yang menjadi standar di lapangan. Selalu hadir tepat waktu dalam
pembelajaran menjadi karakter kuat untuk menerapkan disiplin
di lingkungan madrasah. Disiplin akan membimbing peserta didik
menjalani proses pembelajaran secara tertib, teratur, dan tepercaya.
Disiplin akan menguatkan seseorang untuk mewujudkan cita-
citanya. Sedangkan disiplin kelompok akan dapat memberikan
suasana nyaman bagi setiap orang untuk berjuang mewujudkan apa
yang diinginkan dalam setiap episode kehidupan.
Menerapkan nilai disiplin dapat dilakukan dengan selalu
menaati aturan dalam belajar. Baik aturan yang bersifat umum
yang ditetapkan oleh manajemen madrasah ataupun aturan yang
bersifat khusus yang ditetapkan oleh masing-masing pendidik
untuk menjamin kelancaran proses pembelajaran. Disiplin belajar
dilakukan dengan mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
sungguh-sungguh atas bimbingan pendidik. Selain itu, disiplin waktu
dalam mengerjakan semua tugas. Dengan menerapkan nilai disiplin
ini, hidup akan menjadi tertib, teratur, dan tidak terombang-ambing
oleh keadaan yang tidak stabil. Adapun gambaran penerapan disiplin
sebagai best practice pendidikan dapat dilihat pada tabel 4:015.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 277


Tabel 4.015: Penerapan Disiplin sebagai Best Practice Pendidikan

Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas


Harian Insidental
1) Memakai Siap mengenakan Mengenakan atribut
atribut standar pakaian seragam dan secara lengkap sesuai
atribut secara lengkap jadwal dan ketentuan
sesuai ketentuan yang yang berlaku di lembaga
ditetapkan. pendidikan.
2) Disiplin berlalu Menggunakan Mengedukasi diri pada
lintas kendaraan standar saat memasuki gerbang
dan menaati rambu- madrasah, pengendara
rambu lalu lintas sesuai roda dua mematikan
dengan aturan yang mesin dan menuntun
berlaku. motor.
3) Menaati tata Menaati tata tertib Bertanggung jawab
tertib yang disepakati terhadap apa yang telah
bersama dan diperbuatnya sebagai
ditetapkan konsekuensi diri atas
pemberlakuannya kesiapan melaksanakan
sesuai ketentuan. tugas
4) Mengisi catatan Melakukan pengecekan Mengetatkan penerapan
kehadiran keaktifan pada catatan standar operasional
kehadiran sesuai prosedur bagi warga
dengan ketentuan yang yang terbukti telah
berlaku. melanggar ketentuan
kehadiran masuk.
5) Hadir tepat Selalu hadir tepat Dapat menunaikan
waktu waktu sesuai jadwal tugas dengan baik dan
yang disepakati dan secara tertib teratur
sesuai ketentuan yang untuk membina karakter
berlaku. disiplin dan bertanggung
jawab.
6) Menghindari Apabila hadir Keterlambatan ditangani
keterlambatan terlambat, siap langsung dengan
mengikuti prosedur membaca Al-Qur’an
standar yang atau membersihkan
diberlakukan sesuai lingkungan sebagai
ketentuan lembaga. edukasi alternatif.

278 The Al-Fatihah Character


Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas
Harian Insidental
7) Optimal Aktif menjalani Menaati ketentuan
menjalani kegiatan kegiatan ekstrakurikuler
kegiatan ekstrakurikuler sesuai serta berusaha
pilihan minat dan mengikuti event dan
bakatnya dan mencapai kompetisi lintas
prestasi. madrasah.

H. Penerapan Nilai-nilai Pembelajar Berbasis Al-Fatihah


Pembelajar artinya belajar atau mengambil pelajaran yang baik
dan bermanfaat, disarikan dari makna ayat yang berbunyi “ihdina
al-ṣirāṭa al-mustaqīm dan ṣirāṭa allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-
magḍụbi ‘alaihim wa la aḍ-ḍāllīn”. Secara horizontal, pembelajar
berarti kesadaran diri seseorang untuk terus belajar sepanjang
hayat dan bersedia membagikan pengalaman baiknya kepada orang
lain agar dapat dijadikan panduan untuk menjalani kehidupan yang
selamat dan sukses.
Sikap pembelajar diperlukan setiap orang dalam menjalani
kehidupan. Para cendekiawan menyebut kehidupan zaman sekarang
dalam zona industri 4.0 atau masyarakatnya dikategorikan sebagai
”smart society” karena perubahannya sangat cepat sehingga
menuntut kecerdasan pada level tinggi. Kehidupan yang berubah
sangat cepat memerlukan sikap pembelajar yang selalu di-update.
Karena itu, diperlukan cara penerapan nilai-nilai pembelajar yang
dilakukan melalui kegiatan rutinitas harian ataupun melalui kegiatan
spontanitas insidental.
Menurut data hasil analisis dokumen, tata cara penerapan
nilai-nilai pembelajar yang dilakukan melalui kegiatan rutinitas
yaitu: 1) membiasakan diri untuk menemukan momentum belajar
secara tepat dan memanfaatkan untuk belajar dengan serius dan
efektif; 2) membiasakan diri untuk mencari referensi dan sumber-
sumber belajar yang akurat dan aktual mengikuti perkembangan
diera sekarang; 3) membiasakan diri untuk membuat catatan belajar
secara efektif sebagai catatan untuk merefleksikan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif; 4) membiasakan diri untuk menuliskan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 279


gagasan orisinal yang dapat menginspirasi orang lain berdasarkan
pengalaman langsung; 5) membiasakan diri untuk rela membagikan
karya kreatif yang dihasilkan kepada orang lain, baik sebagai hadiah
ataupun penghargaan kepada orang lain agar lebih bermanfaat; 6)
membiasakan diri untuk melakukan refleksi diri secara kritis, jujur,
dan berkelanjutan dengan konsisten; dan 7) membiasakan diri untuk
menemukan pelajaran terbaik atas peristiwa ataupun pengalaman.
Sedangkan cara menerapkan nilai-nilai pembelajar yang
dilakukan melalui kegiatan spontanitas di antaranya, yaitu: 1)
selalu belajar pada pagi hari dengan sungguh-sungguh agar mudah
menyerap keilmuan sehingga target pembelajaran terpenuhi; 2)
memakai buku-buku rujukan untuk menambah wawasan keilmuan
selain buku pelajaran yang telah ditetapkan pendidik; 3) membuat
rangkuman (resume) terkait apa yang telah dipelajari sebagai bahan
belajar yang efektif dapat meningkatkan kemampuan belajar; 4)
menuliskan pengalaman yang dialami sebagai bahan renungan
sekaligus untuk bahan belajar bagi yang lain; 5) menggunakan
karya-karya orang lain untuk meneladaninya agar memiliki rujukan
pengalaman yang cukup untuk mengembangkan potensi dan
prestasinya; 6) melakukan kegiatan dengan konsisten sebagai proses
untuk pendalaman minat, bakat, pengalaman, dan meningkatkan
kompetensinya, dan 7) melakukan kegiatan bermanfaat untuk
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan sebagai proses
pengayaan diri dengan pengalaman baik dan bermanfaat.
Menurut data hasil analisis dokumen, penerapan nilai-nilai
pembelajar sebagai best practice pendidikan dilakukan dengan
beberapa cara yaitu: senantiasa berusaha menemukan momentum
belajar, mencari referensi berkualitas, menyusun catatan belajar
efektif, menuliskan gagasan inspiratif, membagikan hasil karya kreatif,
refleksi diri berkelanjutan, dan merumuskan pelajaran baik. Adapun
makna penerapan nilai pembelajar dapat membiasakan belajar tiap
hari untuk memahami ilmu yang dipelajari dengan memakai metode
yang bagus. Mengembangkan dan mengasah keilmuan dengan buku-
buku yang disesuaikan dengan kondisi paling aktual pada zaman
sekarang ini.
Penerapan nilai pembelajar diharapkan dapat menanam­
kan ke­ sadaran betapa pentingnya mengembangkan kemampuan

280 The Al-Fatihah Character


ber­pikir melalui tulisan. Menanamkan kesadaran tentang arti
pengalaman kepada diri dan orang lain yang dapat digunakan untuk
menginspirasi dalam penulisan ide atau gagasan. Penerapan nilai
pembelajar diharapkan dapat memanfaatkan dengan baik hasil
karya orang lain untuk menambah inspirasi dan teladan agar bisa
mengikuti jejak suksesnya. Menanamkan kesadaran tentang sikap
optimis kepada diri sendiri dan orang lain dalam sebuah kegiatan.
Membiasakan melakukan evaluasi kepada diri sendiri atau orang lain
terkait dengan kegiatan yang dilakukan.
Data hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pe­
nerapan nilai pembelajar dilakukan dengan cara: membimbing
peserta didik untuk menemukan momentum belajar secara akurat;
mencari referensi yang berkualitas sebagai rujukan dalam belajar;
menyusun catatan belajar efektif sebagai acuan untuk mengingat
dan mendalami hasil belajar; menuliskan gagasan inspiratif sebagai
panduan untuk mengembangkan gagasan aktual; membagikan hasil
karya kreatif agar bermanfaat bagi orang lain; senantiasa melakukan
refleksi diri berkelanjutan terhadap proses ataupun hasil kegiatan
yang sudah dilakukan; dan selalu merumuskan pokok-pokok
pelajaran inti sebagai panduan untuk diterapkan dalam kehidupan.
Adapun makna penerapan nilai pembelajar untuk membangun
tradisi belajar secara rutin agar dapat memahami ilmu yang dipelajari
dengan memakai metode yang efektif. Mengembangkan dan mengasah
keilmuan menggunakan buku-buku yang disesuaikan dengan kondisi
saat ini. Menanamkan kesadaran betapa pentingnya mengembangkan
kemampuan berpikir dalam bentuk tulisan. Makna penerapan nilai
pembelajar untuk menanamkan kesadaran tentang arti pengalaman
kepada diri dan orang lain yang dapat digunakan untuk menginspirasi
dalam penulisan sebuah ide atau gagasan. Memanfaatkan dengan
baik hasil karya orang lain untuk menambah inspirasi dan teladan
agar bisa mengikuti jejak suksesnya. Menanamkan kesadaran tentang
sikap optimis kepada diri sendiri dan orang lain dalam menjalani
kegiatan, baik yang rutin ataupun insidental di lingkungan madrasah.
Membiasakan melakukan evaluasi diri sendiri atau orang lain terkait
dengan kegiatan yang sudah dilakukan sebagai acuan dasar untuk
melakukan perbaikan pada kegiatan berikutnya.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 281


Sikap pembelajar sebagai bentuk kesadaran diri bahwa setiap
individu memiliki potensi belajar dan mengajarkan apa yang dimiliki.
Kesadaran terhadap potensi belajar akan menumbuhkan semangat
dan harapan untuk mengerti segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
kehidupan. Apabila mengerti apa yang dibutuhkan, seseorang
akan berjuang untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dalam
kehidupannya. Apabila yang dibutuhkan sudah dicapai, seseorang
akan berusaha mengembangkan apa yang dimiliki sampai pada
puncaknya muncul kesadaran alamiah untuk berbagi pengalaman
positif.
Sikap pembelajar merupakan sikap dasar manusia untuk terus
belajar dan mengamalkan apa yang dipelajari serta puncaknya dapat
berbagi pengalaman personal kepada orang lain di sekelilingnya.
Karena itu, menjadi fakta alamiah apabila seseorang mengerti
suatu hal, maka cenderung akan diceritakan kepada orang lain yang
berada di sekelilingnya. Apabila dikaitkan dengan Al-Fatihah, salah
seorang subjek penelitian menyatakan bahwa sikap pembelajar
sebagai kesadaran merupakan hal penting untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan bersikap cerdas. Sikap pembelajar akan
menyadarkan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk engerti betapa pentingnya proses interaksi belajar yang
harus dilakukan secara timbal balik di lingkungan madrasah untuk
mewujudkan kesadaran berubah menjadi lebih baik.
Sesungguhnya sikap pembelajar akan menyadarkan setiap
peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk bersikap
lebih rasional dan logis dalam menghadapi beragam masalah
kehidupan. Dunia pendidikan memiliki kompleksitas urusan yang
harus dipahami dan diselesaikan secara cerdas. Setiap peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki tanggung jawab
sama untuk memahami masalah dan mencarikan solusi atas segala
persoalan yang berkembang, baik di lingkungan madrasah ataupun
masyarakat. Setiap individu perlu menyadari betapa pentingnya
aktivitas belajar secara mandiri melalui beragam pola belajar yang
sesuai dengan modalitas belajar. Di samping itu, komunitas belajar
menjadi penting untuk inspirasi dan motivasi belajar sekaligus
menciptakan suasana kebersamaan dalam menjalani beragam

282 The Al-Fatihah Character


kegiatan pembelajaran yang bermanfaat bagi kehidupan di masa
depan.
Pengalaman dalam menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah,
khususnya pada nilai pembelajar, memiliki dampak positif. Madrasah
sebagai salah satu tempat mengasah dan memunculkan potensi
yang dimiliki peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
harus berperan aktif. Salah satu nilai terpenting dalam hal ini adalah
membina sikap pembelajar sebagai sifat ingin tahu (curiosity) agar
menjadi bekal utama untuk mengembangkan minat, bakat, dan
potensi yang dimiliki.
Nilai pembelajar dalam Al-Fatihah telah dirumuskan dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam aktivitas
belajar. Nilai pembelajar sebagai kesadaran diri untuk memahami
persoalan dan solusinya sesuai potensi yang dimilikinya. Apabila
digambarkan, sesungguhnya kehidupan ini merupakan rangkaian
masalah dengan masalah. Manusia sebagai penggerak utama dalam
kehidupan perlu memahami semua masalah yang muncul dalam
setiap episode kehidupan dan menemukan solusi terbaik sebagai hal
yang wajib dilakukan agar masalah dapat diselesaikan dengan solusi
terbaik. Semua usaha yang sudah dilakukan peserta didik, pendidik
ataupun tenaga kependidikan dalam menemukan solusi atas masalah
kehidupan merupakan wujud nyata penerapan nilai pembelajar.
Al-Fatihah pada ayat keenam dan ketujuh mengandung nilai
pembelajar. Pemahaman terhadap nilai-nilai ini akan membawa
seorang memiliki spirit untuk terus belajar dan berbagi ilmu
kepada orang lain. Nilai pembelajar menjadi penting karena dalam
proses belajar seseorang diharapkan mampu mengambil hikmah
dari apa yang dipelajari dengan terus mengasah dan meningkatkan
pemahaman untuk mengetahui sesuatu yang baru dari setiap hal
yang bermanfaat. Setelah memahami apa yang dipelajari, maka
seorang pembelajar memiliki komitmen untuk mengamalkannya
dalam kehidupan nyata dan memiliki daya panggil untuk berbagi
ilmu ataupun pengalaman kepada orang yang berada di sekelilingnya.
Hal yang demikian merupakan teknik implementasi nilai pembelajar
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai visi dan misi. Penerapan ini
diakukan sebagai wujud aktivitas positif, efektif, dan inspiratif yang
berkesinambungan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 283


Selama ini aktualisasi nilai pembelajar sudah dilaksanakan
dengan baik dalam proses belajar mengajar baik di dalam kelas
ataupun di luar ruang kelas. Sebagai peserta didik harus memiliki
semangat belajar yang tinggi agar dapat membawa pada penguasaan
ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Pada hakekatnya, semua yang
ada di alam ini merupakan ciptaan Allah Ta’ala dan tidak ada satu
pun yang sia-sia. Sebagai manusia cerdas, kita harus mencari dan
mempelajari semua yang ada di alam semesta ini sebagai bekal untuk
menjalani kehidupan yang selamat, sukses, dan bahagia.
Selain itu, sikap pembelajar diterapkan juga saat mendapat
musibah. Seseorang harus bisa mengambil pelajaran di balik musibah
yang menimpanya. Mencari referensi tentang nilai pembelajar
yang dibarengi dengan mencari materi dari berbagai sumber serta
menemukan teknik belajar yang efektif agar dapat membiasakan diri
dalam belajar serta menemukan rasa nyaman agar belajar menjadi
lebih efektif. Nilai pembelajar akan berkembang dengan melakukan
aktivitas membaca secara kontinu sesuai dengan kebutuhan belajar
yang harus disadari untuk mengikuti perkembangan di era sekarang.
Adapun gambaran cara penerapan pembelajar sebagai best practice
pendidikan dapat dilihat pada tabel 4:016.

Tabel 4.016: Penerapan Nilai Pembelajar dalam Al-Fatihah sebagai


Best Practice Pendidikan

Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas


Harian
1) Menemukan menemukan belajar saat pagi agar
momentum momentum belajar dapat fokus dalam
belajar secara tepat dan menyerap ilmu dan
memanfaatkannya pengalaman sehingga
untuk belajar dengan target pembelajaran
serius dan efektif terpenuhi
2) Mencari mencari referensi memakai buku-buku
referensi dan sumber-sumber rujukan untuk menambah
berkualitas belajar yang akurat wawasan keilmuan yang
dan aktual menurut bermutu sesuai yang telah
perkembangan era ditetapkan.
sekarang.

284 The Al-Fatihah Character


Indikator Kegiatan Rutinitas Kegiatan Spontanitas
Harian
3) Menyusun Membuat catatan Membuat resume belajar
catatan belajar efektif sebagai bahan belajar
belajar sebagai catatan yang efektif untuk dapat
untuk merefleksikan meningkatkan kualitas
kemampuan berpikir belajar.
kritis dan kreatif.
4) Menuliskan Menuliskan gagasan Menuliskan pengalaman
gagasan orisinal yang dapat yang dialami sebagai
inspiratif menginspirasi orang bahan refleksi dan
lain berdasarkan sekaligus untuk bahan
pengalaman langsung. belajar bagi yang lain.
5) Membagikan Rela membagikan karya Menggunakan karya
hasil karya kreatif pada orang lain orang lain untuk dijadikan
baik sebagai hadiah rujukan pengalaman
ataupun penghargaan yang baik untuk
agar lebih bermanfaat. mengembangkan potensi
diri.
6) Refleksi Melakukan refleksi diri Melakukan kegiatan
diri secara secara objektif, kritis, dengan konsisten sebagai
berkelanjutan jujur, konsisten dan proses untuk pendalaman
tanggung jawab untuk minat, bakat, pengalaman
mendapatkan pelajaran bermanfaat.
baik.
7) Merumuskan Menemukan Melakukan beragam
pelajaran pelajaran terbaik atas kegiatan positif sebagai
baik peristiwa ataupun proses pengayaan diri dan
pengalaman dari suatu pengalaman bermakna
kegiatan yang sudah yang bermanfaat.
dilaksanakan.

I. Manfaat Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai


Best Practice
Manfaat penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat memberikan
inspirasi baru agar lebih optimistis dalam melihat, memaknai, dan
menyiapkan masa depan yang lebih baik. Di samping itu, penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah dapat memberikan spirit baru dalam beramal
saleh sebagai jembatan untuk mendapatkan keberuntungan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 285


Manfaat penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar sebagai best practice pendidikan dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan level tugasnya. Penerapan
juga bisa dilakukan dengan mengambil skala prioritas berdasarkan
analisis konteks di lapangan atau bisa dilakukan secara bersama-
sama dengan mengedepankan indikator nilai disiplin ataupun nilai
tanggung jawab.
Proses penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan mulai dari level
individu, kelompok, ataupun unit tugas masing-masing yang berada
di lingkungan madrasah. Setiap peserta didik, pendidik, ataupun
tenaga kependidikan selalu ditekankan untuk dapat melakukan
secara mandiri atau bersama-sama dengan anggota kelompok untuk
memahami nilai-nilai Al-Fatihah dan cara menerapkannya dalam
kegiatan sehari-hari. Hasil analisis dokumen menyimpulkan bahwa
setiap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki
tanggung jawab bersama untuk bersungguh-sungguh menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah dan bersedia membagikan pengalamannya
kepada warga yang lain. Kesediaan setiap orang dalam menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah akan menjadi jalan lurus untuk mendapatkan
manfaat yang bersifat perbaikan diri ataupun keberuntungan dalam
menjalani kehidupan.
Penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin,
dan pembelajar yang dilakukan secara bertahap dapat menciptakan
suasana edukasi dan kekompakan untuk menerapkan nilai-
nilai Al-Fatihah sesuai dengan situasi dan kondisi unit kegiatan.
Dengan demikian, secara perlahan akan tertanam kebiasaan
untuk dapat mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah secara mandiri
dan berkesinambungan tanpa paksaan. Secara mandiri, peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan diharapkan dapat
menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar untuk dijadikan panduan dalam menjalankan semua
kegiatan. Pengalaman secara mandiri dalam mengamalkan nilai-nilai
Al-Fatihah akan lebih tertanam pada jiwa setiap individu sebagai
pengalaman yang berharga, terlebih lagi dalam menjalankan nilai-
nilai Al-Fatihah akan dapat menguatkan mental spiritual individu
yang bermanfaat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
Menurut data hasil pengamatan lapangan menunjukkan
bahwa peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan telah

286 The Al-Fatihah Character


bersungguh-sungguh untuk menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam
kehidupan nyata. Mereka mendapatkan manfaat secara langsung,
di antaranya: 1) dapat meningkatkan kecerdasan dalam bernalar;
2) dapat memberikan kecerahan jiwa; 3) dapat menumbuhkan
semangat dan kesungguhan untuk mewujudkan harapan; 4)
menghadirkan keceriaan dalam menghadapi segala macam masalah
dengan mengedepankan kesabaran; dan 5) memiliki kesetiaan untuk
menjalankan tugas serta kewajiban.
Nilai-nilai Al-Fatihah diyakini dapat memberikan manfaat bagi
setiap orang yang mengamalkan di antaranya untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis dalam lingkungan pergaulan yang
heterogen. Sebab, nilai-nilai Al-Fatihah akan memandu seseorang
untuk memiliki kepedulian dan sikap berbagi manfaat terhadap
sesama manusia. Sikap berbagi manfaat akan menjadi daya tarik bagi
orang lain agar mau mendekat dan bekerja sama. Sehingga melalui hal
tersebut, akan tercipta suasana kehidupan yang rukun dan sejahtera.
Nilai-nilai Al-Fatihah akan menumbuhkan kesadaran bagi peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan untuk meningkatkan
kualitas diri dengan mengembangkan potensi dan kecakapan hidup
yang bermanfaat untuk melakukan perubahan kearah kemajuan.
Salah seorang subjek penelitian menyampaikan bahwa sudah
tidak diragukan lagi kebermanfaatan pengamalan nilai-nilai Al-
Fatihah. Menurut subjek tersebut, nilai-nilai Al-Fatihah dapat
mengantarkan pelakunya untuk menjalani kehidupan dengan selamat
dan memproleh kebahagiaan. Manfaat yang telah didapatkan oleh
setiap orang yang mengamalkan akan menjadi daya tarik bagi warga
lainnya untuk ikut menjaga dan mengamalkannya agar menjadi jalan
untuk mendapatkan keberkahan hidup. Pengamalan nilai-nilai Al-
Fatihah juga dapat meningkatkan kesadaran dalam mengembangkan
minat, bakat, dan kemampuan individu agar dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan karya atau amal saleh yang bermanfaat.
Pengembangan potensi menjadi kata kunci dalam peningkatan
mutu individu ataupun kelompok. Bahkan pengembangan potensi
menjadi kata kunci untuk membawa perubahan peradaban. Nilai-
nilai Al-Fatihah akan menumbuhkembangkan beragam potensi
sumber daya insani, serta nilai-nilai Al-Fatihah akan menjadi inspirasi
dan motivasi untuk pengambangan kualitas yang dapat menopang

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 287


ketersediaan sumber daya insani yang sesuai dengan kebutuhan
pengembangan untuk menyiapkan masa depan yang sukses dan
bahagia, baik secara individual ataupun kolektif kolegial.
Manfaat penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah sangat banyak
sekali. Manfaat tersebut dapat bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang. Selain itu, menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Al-Fatihah juga dapat memperbaiki hubungan antara Sang Khalik
dengan makhluk-Nya serta memperbaiki hubungan antara manusia
dengan sesamanya. Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Al-Fatihah, seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan semakin respek atau peduli dengan tanggung jawab
dalam melaksanakan kegiatan yang berjalan di lingkungan madrasah.
Dengan demikian, seluruh kegiatan yang menunjang program dan
pencapaian target dapat dilaksanakan dengan optimal.
Kesediaan menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dapat me­ ning­
katkan kesadaran melaksanakan tugas sampai tuntas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dengan waktu yang telah ditentukan
sehingga seluruh aktivitas di madrasah dapat berjalan dengan
efektif dan efisien. Hal ini menjadi bukti bahwa penerapan nilai-
nilai yang terkandung dalam Al-Fatihah sangat penting karena akan
memberikan manfaat positif. Selama tanggung jawabnya dikerjakan
dengan ikhlas dan bahagia, amat penting menghadirkan niat baik dan
keikhlasan dalam melaksanakan tugas ataupun kewajiban. Pekerjaan
tersebut tidak hanya akan mendatangkan imbalan berupa finansial,
akan tetapi tugas tersebut akan mengantarkannya menjadi manusia
yang berkarakter insan saleh yang memiliki kualitas meyakinkan
dengan kesadaran yang tinggi dan berakhlak mulia.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pem­
belajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah akan bermanfaat bagi diri
sendiri ataupun orang lain yang membuat hati menjadi tenang dan
akan timbul rasa sayang terhadap siapa pun. Nilai tanggung jawab
akan bermanfaat untuk kehidupan sehingga semua urusan dapat
dituntaskan dengan kualitas yang meyakinkan. Sebab, saat seseorang
mempunyai rasa tanggung jawab, ia akan berusaha untuk tidak lalai
sehingga timbul sifat disiplin yang tinggi.
Manfaat penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah sudah di­

288 The Al-Fatihah Character


rasakan peserta didik. Nilai-nilai Al-Fatihah memengaruhi sikap
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, menjadi lebih paham
bagaimana caranya menyikapi setiap hal yang terjadi. Dengan nilai-
nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai
nilai-nilai Al-Fatihah, seseorang dapat merasakan manfaatnya dalam
diri sendiri maupun dalam berhubungan dengan orang lain, serta
dapat menjadikan individu merasa lebih nyaman dalam menjalankan
setiap kegiatan. Sebab, dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah,
seseorang dapat melakukan secara mandiri dan kreatif sesuai
pemahaman atau pengalaman yang telah dimiliki.
Karena itu, apabila nilai-nilai Al-Fatihah diterapkan dengan niat
baik dan ikhlas, dapat memberikan banyak manfaat secara langsung
bagi orang yang mengerjakan dan memberikan manfaat secara tidak
langsung bagi orang-orang di sekelilingnya. Keseluruhan manfaat
tersebut secara alamiah akan dirasakan oleh setiap orang yang
mengamalkannya, yang kemudian akan bedampak positif terhadap
semua orang di sekelilingnya. Adapun manfaat menerapkan nilai-
nilai Al-Fatihah, yaitu:
a. memberikan inspirasi dalam kaitannya dengan aktivitas
belajar atau dalam kaitannya dengan menjalankan ibadah
untuk mengharapkan rida Allah Ta’ala. Orang yang belajar
akan dapat membuka pikirannya (open mind), membuka
niat atau keinginan (open will), dan akan dapat membuka
hatinya (open heart) untuk menerima hidayah sehingga
proses belajar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
b. mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah dapat menumbuhkan
semangat untuk selalu berusaha secara sungguh-sungguh,
memiliki kesadaran yang tinggi untuk bersikap secara
bijaksana, memiliki kesadaran untuk terus berusaha dan
berkreasi agar menghasilkan karya yang bermanfaat, serta
memiliki kesadaran untuk selalu bergaul dengan sebaik-
baik akhlak.
c. secara individual, pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah dapat
menumbuhkan kepatuhan pada aturan yang berlaku,
bertanggung jawab atas tugas yang diemban, memiliki
kesediaan untuk berbagi manfaat dengan orang lain,
memiliki kesadaran untuk menghargai orang lain, dan
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan aktual.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 289


d. secara kelompok, pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah dapat
menciptakan kebersamaan, menumbuhkan kesadaran
untuk tolong-menolong dalam kebaikan sehingga dapat
menjalin hubungan harmonis untuk mewujudkan impian
hidup bahagia.
Adapun gambaran manfaat penerapan nilai- nilai Al-Fatihah
sebagai best practice pendidikan dapat dilihat pada gambar 4: 004.

Gambar 4:004: Manfaat Penerapan Nilai-Nilai Al-Fatihah

J. Keutamaan Penerapan Nilai-nilai Al-Fatihah


Keutamaan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat dijadikan se­
bagai panduan hidup lebih baik dan bermartabat. Apabila nilai-nilai
Al-Fatihah diterapkan dengan sungguh-sungguh, akan membimbing
seseorang untuk bisa hidup tertib, teratur, dan memiliki harapan
hidup yang optimis. Keutamaan penerapan nilai-nilai kasih, tang­
gung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai best practice
pendidikan dapat memberikan pemahaman yang fungsional ter­
hadap pengamalan Al-Fatihah. Sebab, selama ini Al-Fatihah hanya
diposisikan sebagai bacaan doa. Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah pada
level individu dapat memandu seseorang untuk memiliki sikap yang
teratur dan dinamis dalam menjalani beragam aktivitas. Penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah pada level kelompok dapat menumbuhkan

290 The Al-Fatihah Character


rasa kebersamaan untuk saling menjaga dan memberikan manfaat
terhadap sesama.
Sebagian besar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga ke­
pendidikan sudah bisa merasakan manfaat penerapan nilai-nilai
Al-Fatihah. Di antaranya, munculnya corak baru kehidupan yang
tertib, teratur, aman, dan nyaman, serta munculnya rasa optimis
dalam menjalani aktivitas kehidupan. Bisa jadi setiap orang memiliki
perasaan khusus yang berbeda, sesuai dengan latar belakang masing-
masing orang. Namun, sebagian besar peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan memiliki perasaan senang dan optimis.
Menurut analisis dokumen, penerapan nilai-nilai Al-Fatihah terbukti
dapat menghadirkan suasana baru yang memberikan jaminan
terhadap keamanan dan kenyamanan bagi peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan dalam menjalani aktivitas yang
diprogramkan. Sikap sungguh-sungguh yang dilakukan peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan dalam menerapkan nilai-
nilai Al-Fatihah dapat menjamin ketercapaian target untuk meraih
kesuksesan sesuai standar mutu.
Apabila nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar diterapkan dengan kesungguhan akan bermanfaat
untuk mencerdaskan dan mencerahkan diri, serta dapat memandu
aktivitas peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
secara fungsional. Faktanya, selama ini Al-Fatihah hanya diposisikan
sebagai bacaan doa yang kering tanpa makna. Akibatnya, Al-Fatihah
tidak memberikan manfaat untuk mencerdaskan pikiran dan
mencerahkan jiwa. Selanjutnya, apabila nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar diterapkan pada level individu
dapat memandu seseorang bersikap teratur dalam menjalani
beragam aktivitas. Sedangkan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah pada
level kelompok dapat menumbuhkan kebersamaan untuk saling
memberikan manfaat.
Keutamaan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah juga akan dapat
menciptakan suasana kehidupan yang teratur, aman, tertib, dan
nyaman. Setiap orang memiliki pengalaman berbeda. Namun, dengan
menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah, sebagian besar peserta didik,
pendidik, ataupun tenaga kependidikan memiliki perasaan gembira
dan optimis untuk menatap masa depan. Data hasil pengamatan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 291


lapangan menunjukkan bahwa sikap sungguh-sungguh yang di­
lakukan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan dalam
menerapkan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar dapat menghadirkan karakter mulia yang dinamis dan
konstruktif sebagai kekuatan moral (moral force) untuk menjalani
kehidupan yang lebih sukses dan bermartabat.
Apabila nilai-nilai Al-Fatihah diterapkan dengan ikhlas dan
istikamah oleh semua peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan, akan berdampak positif, terutama untuk melancarkan
implementasi program madrasah. Dengan demikian, semua rencana
kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik dan memenuhi capaian
target yang diinginkan. Semua warga akan hidup dengan rukun,
harmonis, saling mendukung demi kemajuan madrasah. Di samping
itu, penerapan nilai-nilai Al-Fatihah akan menyuburkan sikap peduli
terhadap sesama (altruistic) sebagai sikap utama seperti dicontohkan
Rasulullah SAW.
Dalam data hasil wawancara dengan subjek penelitian di­
nyatakan bahwa sikap kepedulian terhadap sesama dapat me­
numbuhkan kesadaran untuk saling membimbing dan mengasuh.
Dengan demikian, akan terjadi proses edukasi timbal balik untuk
meningkatkan kualitas personal ataupun komunal dalam rangkaian
mengemban tanggung jawab mengawal program madrasah untuk
mewujudkan impian sebagai madrasah hebat bermartabat. Ketika
nilai-nilai Al-Fatihah diterapkan dengan baik, akan mempunyai
dampak positif terutama dalam menggerakkan roda kehidupan, serta
akan menjadikannya lebih dinamis. Semua peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan akan saling mendukung semua jenis
kegiatan demi kemajuan madrasah serta akan tertanam sikap
kepedulian terhadap sesama. Terjalinnya kerukunan antar peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan sebagai manifestasi
pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah memberikan corak baru positif
melalui kegiatan yang bernuansa Islami sehingga penyemaian
karakter utama akan berjalan secara efektif dan memenuhi harapan
bersama.
Keutamaan penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur,
disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah menjadikan
seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan

292 The Al-Fatihah Character


memiliki karakter Islami yang kuat dengan berlandasan Al-Qur’an.
Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah telah memberikan dampak positif
terhadap peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
sehingga memiliki kepedulian yang tinggi dan tanggung jawab yang
besar terhadap tugas yang telah diberikan. Selain itu, tampak suasana
harmonis yang terjadi antar peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan.
Tenaga pendidik sangat mengedepankan nilai kasih dalam
mengawal peserta didik, tetapi juga lebih serius menjalani proses
pendidikan di madrasah. Begitu juga dengan peserta didik. Mereka
lebih bertanggung jawab atas seluruh tugas yang diberikan
dan merasa nyaman dengan suasana yang terjadi di lingkungan
madrasah. Menurut pengalaman subjek penelitian, kepedulian
pendidik ataupun tenaga kependidikan terhadap peserta didik
dapat mengoptimalkan perhatian dan kesungguhan peserta didik
dalam menjalani proses kegiatan belajar di lingkungan madrasah.
Dengan komitmen melaksanakan tanggung jawab yang maksimal
dari seluruh peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan,
akan berdampak positif dalam pembelajaran dan aktivitas lainnya.
Penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah di madrasah dapat dilihat
dari kualitas pendidikan yang sudah berjalan, di mana madrasah
dapat mencetak generasi muda yang berkarakter. Banyak di antara
warga yang berhasil meraih prestasi dari beberapa ajang kompetisi,
baik bidang akademik maupun non akademik. Slogan “madrasah
hebat bermartabat” tidak hanya menjadi slogan yang hanya dituliskan
dan dilisankan, namun sudah dibuktikan oleh peserta didik, pendidik,
ataupun tenaga kependidikan dengan menorehkan beragam prestasi
yang membanggakan. Melalui nilai-nilai kasih, tanggung jawab,
syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah yang
diterapkan, peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
siap menghadapi perkembangan zaman karena telah memiliki bekal
menghadapi apa saja yang datang di kemudian hari.
Nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar
sebagai nilai-nilai Al-Fatihah tampaknya sangat memengaruhi
kehidupan peserta didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan
untuk menjadi insan saleh yang unggul dan utama. Nilai-nilai

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 293


Al-Fatihah dalam penerapannya dapat memberikan keutamaan-
keutamaan untuk dapat mengevaluasi diri sendiri, berkenaan
dengan akhlak seseorang untuk lebih mulia dan dapat memotivasi
lebih memperbanyak belajar dari kesalahan yang diperbuat sehingga
akan tercapai prestasi ibadah ataupun prestasi puncak lainya dalam
bidang kehidupan yang ditekuni.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, agama Islam telah memiliki
berbagai jenis petunjuk sebagai kaidah-kaidah pokok khas Islam.
Masalah akidah yang ada dalam Al-Quran, dibangun dengan
pendekatan argumentasi akal dan realitas alam objektif. Masalah
adab dan hukum aplikatif yang dibangun berdasarkan kaidah
“mendatangkan maslahah dan manfaat, menyingkirkan bahaya
dan kerusakan”. Masalah alam semesta yang memiliki hukum tetap
(sunnatullah) menjadi aturan pasti bagi seluruh isi alam, baik yang
berakal maupun tidak berakal. Secara tegas Al-Quran memerintahkan
umat manusia untuk mengkaji dan meneliti alam semesta agar dapat
melahirkan ilmu pengetahuan baru yang dapat membuka pintu
kemaslahatan dan nikmat Allah swt., untuk menjamin kemakmuran
umat manusia.

Proposisi 3:
Implementasi nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan
pembelajar berbasis Al-Fatihah secara sistematis dan holistik sebagai
strategi peningkatan mutu madrasah untuk membentuk karakter
insan saleh yang unggul dan kompetitif.

294 The Al-Fatihah Character


BAB VIII

MODEL IMPLEMENTASI NIL


AI-NILAI AL-FATIHAH SEBAGAI
BEST PRACTICE PENDIDIKAN

S ebagaimana yang dibahas pada bab-bab sebelumnya, apabila


Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan dapat
diterapkan dengan baik dan menjadi kebiasaan yang membentuk
moral bersama, maka nilai-nilai Al-Fatihah meliputi kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar, dapat dijadikan panduan
untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan berdaya guna untuk
mewujudkan masa depan cemerlang. Berikutnya akan dibahas hal-
hal yang berkaitan dengan Model Implementasi Nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai Best Practice Pendidikan di bawah ini:

A. Urgensi Perumusan Nilai-nilai Al-Fatihah


Keberadaan madrasah diharapkan dapat menumbuh kem­
bangkan dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan peserta
didik kepada Allah Ta’ala yang telah ditanamkan dalam keluarga.
Madrasah dapat berfungsi menyalurkan peserta didik yang berbakat
khusus untuk mendalami bidang agama agar dapat berkembang
secara optimal serta bermanfaat untuk dirinya sendiri ataupun orang
lain. Madrasah bisa memberikan pedoman hidup untuk mencapai
kesuksesan atau kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Madrasah
juga dapat menyampaikan pengetahuan keagamaan secara fungsional

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 295


di mana fungsi ini akan terlihat dari proses belajar mengajar
pendidikan agama di kelas sebagai salah satu mata pelajaran yang
harus dipelajari oleh semua peserta didik di lingkungan madrasah.
Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi inspirasi, sekaligus
sebagai metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan pembacaan
ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah, sehingga dapat
memberikan nuansa baru yang original dan murni untuk memaknai
Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan muslim. Pada
tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai guidance untuk pedoman hidup sukses menjalani kehidupan
di dunia dan di akhirat. Pemahaman dan sikap yang benar terhadap
substansi ajaran Al-Fatihah sesungguhnya memosisikan seorang
muslim pada jalan lurus yang menjamin keselamatan dan kesuksesan
dalam menjalani kehidupan. Apabila sukses itu menjadi bagian
penting dalam memaknai Al-Fatihah, maka pada kenyataannya,
sukses itu mengharuskan memahami betul tentang arti kesuksesan
itu terhadap perbaikan dirinya.
Menurut pendapat Syekh Al-Maraghi, surah Al-Fatihah dinamai
“Ummu Al-Kitab”, atau “Ummul Al-Qur’an” karena isi surah Al-Fatihah
meliputi tujuan-tujuan pokok Al-Qur’an antara lain berisi pujian,
ibadah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya, serta menjelaskan janji-janji dan ancaman ataupun
balasan-Nya (Al-Maraghi, 1985; Shihab, 2002).
Al-Fatihah disebut sebagai surah mulia yang terdiri atas tujuh
ayat. Isinya mengandung makna pujian, pemuliaan, sanjungan bagi
Allah Ta’ala dengan menyebut asma-asma-Nya yang baik dan agung.
Pada surah Al-Fatihah juga terkandung makna adanya tempat
kembali manusia, yaitu hari pembalasan. Selain itu, di dalamnya
berisi bimbingan bagi hamba-hamba-Nya agar selalu memohon dan
tunduk kehadirat-Nya serta melepaskan kekuatan diri dan egonya
agar ikhlas mengabdi ke hadirat-Nya, mengesakan-Nya, menyucikan-
Nya dari semua sekutu tandingan-Nya.
Al-Fatihah juga berisi bimbingan untuk selalu memohon
petunjuk-Nya agar dapat meniti jalan yang lurus, yaitu agama yang
benar serta menetapkan hamba-Nya untuk dapat meniti jalan-
Nya yang menjamin keselamatan hamba- Nya. Dengan demikian,
telah ditetapkan bagi manusia untuk dapat melintasi jalan lurus

296 The Al-Fatihah Character


berupa Islam agar dapat menyelamatkannya pada hari kiamat,
untuk dapat menggapai surga-Nya yang berlimpah kenikmatan. Al-
Fatihah memiliki nilai-nilai universal yang dapat dijadikan acuan
dalam menyemaikan karakter utama bagi generasi masa depan.
Nilai-nilai universal Al-Fatihah merujuk pada substansi makna Al-
Fatihah sebagai surah mulia yang terdiri atas tujuh ayat berdasarkan
konsensus kaum muslimin. Dinamakan Al-Fatihah (pembuka)
karena kedudukannya sebagai pembuka semua surah yang terdapat
dalam Al-Qur’an. Keberadaannya diletakkan pada lembaran awal
untuk menyesuaikan urutan surah dan bukan berdasarkan urutan
turunnya, tapi lebih merujuk pada makna substansinya.
Al-Fatihah hanya terdiri atas beberapa ayat yang sangat
singkat. Meskipun demikian, surah Al-Fatihah dapat memberikan
interpretasi terhadap makna dan kandungan Al-Qur’an secara
komprehensif untuk diterapkan dalam kehidupan nyata. Al-Fatihah
juga mengandung dasar-dasar Islam yang disebutkan secara global,
pokok dan cabang agama, akidah, ibadah, tasyri’, keyakinan akan
hari akhir, iman kepada sifat-sifat Allah Ta’ala, menunggalkan
Allah Ta’ala dalam hal beribadah, memohon pertolongan, berdoa,
meminta hidayah untuk berpegang teguh pada agama yang benar
dan jalan yang tidak menyimpang, diteguhkan dan dikukuhkan untuk
senantiasa berada di atas jalan iman dan manhaj orang-orang yang
saleh, serta memohon perlindungan agar terhindar dari jalan orang
yang sesat. Karena itu, Al-Fatihah dapat dijadikan alternatif pedoman
kehidupan yang sukses dan bahagia.
Menurut M. Quraish Shihab, Al-Qur’an merupakan sumber nilai
utama yang dapat dipedomani dalam kehidupan, terlebih lagi di
dalam surah Al-Fatihah memiliki nilai rabbāniyah dan nilai insāniyah.
Adapun nilai-nilai rabbāniyah dalam Al-Fatihah di antaranya, tauhid,
ihsan, syukur, tawakal, ikhlas, istikamah, takwa, dan zikir. Sedangkan
nilai-nilai insaniyah di antaranya, kasih, jujur, disiplin, adil, tanggung
jawab, pemaaf, kerja keras, dan pembelajar (Al-Maraghi, 1985;
Shihab, 2002). Materi pembelajaran pada Al-Fatihah di antaranya,
cinta kepada Allah Ta’ala, cinta kepada sesama, tata cara ibadah,
sifat-sifat Allah Ta’ala, serta sifat orang-orang baik dan buruk.
Sedangkan metode pembelajaran yang ditemukan pada Al-Fatihah
di antaranya metode penanaman akhlak dengan teknik pengulangan,

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 297


metode penanaman akhlak dengan reward and punishment, metode
penanaman akhlak dengan lemah lembut atau kasih sayang, dan
metode kisah (Ula, 2016; Zein, Nahar, & Hasan, 2017).
Data hasil analisis dokumen menegaskan bahwa, rumusan
nilai-nilai Al-Fatihah terangkum dalam akronim “Kata Sudi Ajar”,
terdiri atas nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan
pembelajar. Nilai-nilai kasih mempunyai arti memberi atau berbagi,
disarikan dari makna ayat yang bunyi “bismillāhi al-rahman al-raḥīm
dan al-rahman al-raḥīm. Nilai-nilai tanggung jawab mempunyai arti
melaksanakan tugas atau kewajiban sampai tuntas, disarikan dari
makna ayat yang berbunyi; “māliki yaumi ad-dīn”. Nilai-nilai syukur
mempunyai arti berterima kasih atau mengapresiasi, disarikan dari
makna ayat yang berbunyi “al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn”. Nilai-
nilai disiplin mempunyai arti taat dan patuh pada aturan, disarikan
dari makna ayat yang berbunyi “iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn”.
Nilai-nilai pembelajar mempunyai arti belajar atau mengambil
pelajaran yang baik dan bermanfaat dalam kehidupan, disarikan
dari makna ayat dalam surah Al-Fatihah yang berbunyi “ihdina al-
ṣirāṭa al-mustaqīm, ṣirāṭa allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-magḍụbi
‘alaihim wala aḍ-ḍāllīn”.
Al-Fatihah telah menjadi kesepakatan bersama warga
madrasah, baik pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik,
ataupun komite madrasah sebagai basis pengembangan karakter
karena Al-Fatihah memiliki nilai-nilai rabbaniyah dan nilai-nilai
insaniyah yang dapat diimplementasikan untuk membentuk karakter
utama yang berkualitas insan saleh. Eksistensi insan saleh senantiasa
menampilkan dirinya sebagai sosok yang memiliki integritas dan
kemampuan yang tangguh dan andal, sebagaimana tecermin dalam
sikap hidupnya, yaitu: 1) senantiasa menjaga keteguhan iman dan
kualitas ketakwaan untuk modal menjalin hubungan harmonis
dalam berinteraksi dengan Tuhan, sesama manusia, dan sesama
makhluk; 2) selalu menampilkan diri sebagai sosok insan yang
senantiasa memandang dirinya sebagai satu kesatuan yang utuh
untuk mewujudkan tujuan penciptaan manusia, baik sebagai hamba
ataupun sebagai khalifah-Nya; 3) senantiasa dapat memosisikan diri
sebagai pribadi yang merdeka dan bertanggung jawab dan seimbang
dalam mengelola potensinya agar dapat berkembang dengan baik

298 The Al-Fatihah Character


sesuai dengan sunnatullah; 4) selalu berpikir dan bertindak secara
positif dan realistis dengan tetap menjaga idealisme dalam segala
situasi ataupun keadaan; dan 5) senantiasa menjaga orientasi segala
aktivitas kehidupannya hanya untuk mendapatkan rida Allah Ta’ala.
Maksud perumusan nilai-nilai Al-Fatihah untuk memberikan
panduan pengembangan karakter utama berbasis religius. Adapun
tujuan perumusan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai landasan dan
panduan operasional bagi peserta didik, pendidik, ataupun tenaga
kependidikan untuk panduan membina dan mengembangkan
karakter mulia sebagai bekal untuk mewujudkan masa depan
cemerlang sebagai masa depan yang lebih baik dan bermartabat. Allah
Ta’ala telah mengajarkan kepada kita agar memohon ditunjukkan
pada jalan orang-orang yang telah mendapatkan nikmatnya karena
menaati batas-batas ketentuan yang telah ditetapkan. Setiap muslim
meyakini bahwa memohon kepada Allah dapat dilakukan secara
langsung, dengan ketentuan agar dimulai dari dirinya sendiri,
menjauhkan perbuatan syirik dan dosa, serta istikamah dalam
beribadah mengharapkan rida-Nya. Al-Qur’an menjadi petunjuk dan
pedoman hidup kaum muslimin dalam menjalankan segala bentuk
amal perbuatannya yang bersifat individual maupun sosial sehingga
mereka dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki yang dicita-citakan
oleh setiap orang, yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Seorang muslim meyakini bahwa dalam menjalani kehidupan
harus fokus meniti jalan yang lurus sebagaimana telah dicontohkan
salafu al-shalih dan berusaha membebaskan diri dari keinginan
nafsu syahwat yang dapat menyesatkan manusia. Apabila seseorang
membebaskan keinginan nafsunya sehingga akan mudah tersesatkan
oleh bisikan setan. Akibatnya, semua perbuatan yang dikerjakan
akan menjadi mubazir, tiada berguna, atau bahkan apa yang
dikerjakan menjadi sebab mendapatkan azab Allah. Inilah gambaran
kegagalan dalam menjalani kehidupan di dunia atau di akhirat. Al-
Fatihah telah memberikan petunjuk yang bersifat operasional untuk
semua umat manusia agar dapat menjalani kehidupan yang selamat
dan membahagiakan. Al-Fatihah menuntun manusia agar dapat
membebaskan diri dari belenggu setan, bisa berbagi kasih dengan
sesama manusia, selalu menghargai kebaikan atau prestasi orang lain,
taat pada hukum-hukum yang diberlakukan, mampu menemukan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 299


petunjuk kehidupan selamat, dan membahagiakan yang digali dari
pengalaman orang sukses ataupun orang yang gagal di masa lalu.
Adapun gambaran rumusan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan dapat dilihat pada gambar 4:005.

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm Al-raḥmān Al-raḥīm

LOVE
LEANER RESPONSIBILITY

Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm SUDI AJAR WORDS


(Al-Fatihah Values) Māliki yaumid-dīn
Sirāṭallażīnaan'amta 'alaihim
GRATITUDE
gairil-magḍụbi' alaihim walaḍ-ḍāllīn DISCIPLIN
E
Iyyākana'budu waiyyāka nasta'īn Al ḥamdulillāhi rabbil 'ālamīn

Gambar 4:005: Rumusan Nilai-Nilai Al-Fatihah sebagai Best Practice

B. Pendalaman Makna Nilai-nilai Al-Fatihah


Al-Qur’an sebagai pedoman hidup (manhaj al-hayah) di
dalamnya telah menerangkan perjalanan yang telah dan akan dialami
oleh manusia. Akhirat akan menjadi akhir perjalanan hidup semua
manusia. Karena itu, akhirat menjadi orientasi hidup seorang Muslim
yang paling mendasar. Al-Qur’an sering menekankan pentingnya
kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia dan membimbing
seorang Muslim agar senantiasa mengejar sukses hidup di akhirat
tanpa melupakan kehidupan dunia.
Al-Qur’an menjadi petunjuk dan pedoman hidup kaum
muslimin dalam menjalankan segala bentuk amal perbuatannya yang
bersifat individual maupun sosial sehingga mereka dapat mencapai
kebahagiaan yang hakiki yang dicita-citakan oleh setiap orang, yaitu
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al-Fatihah sebagai surat
pembuka dalam Al-Qur’an, di dalamnya terdapat nilai-nilai ideal
dan nilai-nilai fungsional yang berguna sebagai panduan hidup
manusia agar istikamah berada pada jalan lurus yang akan menjamin
keselamatan hidup di dunia ataupun di akhirat.

300 The Al-Fatihah Character


197
Pendalaman makna Al-Fatihah harus dilakukan secara integral
dan berkesinambungan dengan melibatkan pihak yang kompeten.
Sebab, di dalam Al-Fatihah pada ayat satu sampai tujuh terdapat
nilai-nilai pembentuk karakter utama yang sangat bermanfaat dalam
membekali generasi untuk menjalani kehidupan sukses di masa
depan. Secara substansi, Al-Fatihah memiliki nilai-nilai universal yang
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai Al-Fatihah dapat
disemaikan secara tersistem ke dalam diri pribadi setiap muslim.
Penyemaian nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan dapat membentuk
kepribadian utama sebagaimana sosok insan saleh yang berintegritas
dan menjamin kualitas yang unggul, hebat, dan bermartabat.
Sesungguhnya perilaku kasih (prososial) merupakan perilaku
utama untuk menolong orang lain tanpa adanya paksaan dari siapa
pun dan tidak ada keharusan untuk memberikan imbalan secara
langsung kepada orang yang melakukan tindakan menolong. Agama
Islam menganjurkan agar seorang Muslim senantiasa tolong-
menolong dalam urusan kebaikan dan jangan tolong-menolong
dalam urusan dosa (Q.S. Al-Maidah [5]:02). Adapun ruang lingkup
perilaku kasih mencakup keseluruhan tindakan yang menguntungkan
atau membahagiakan orang lain seperti kasih dengan orang-orang
yang kurang beruntung, menghibur atau menolong orang yang
mengalami kesedihan, bekerja sama atau menolong seseorang untuk
mewujudkan tujuan, atau contoh tindakan yang paling sederhana
adalah mendahului menyapa atau memberikan pujian atas perbuatan
baiknya.
Sesungguhnya tanggung jawab yang dimiliki seseorang
telah menjadi indikator kualitasnya. Dengan kualitas itu, manusia
mengaktualisasi diri dengan bertindak secara baik, berbicara secara
baik, dan melakukan tindakan secara baik. Budaya tanggung jawab
seseorang meliputi seluruh perilakunya, mulai keyakinan, pikiran,
ucapan, hingga perbuatannya. Walaupun kita sulit mengetahui nilai
tanggung jawab yang dimiliki seseorang karena sifatnya yang lebih
introvert dan pada kenyataannya mudah dimanipulasi. Namun,
kualitas tanggung jawab seseorang dapat dilihat dari komitmennya
dalam menjalankan aktivitas yang dijalaninya. Keyakinan senantiasa
menjadi tiang penyangga untuk dapat memperkuat budaya tanggung

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 301


jawab yang dimiliki seseorang dalam semua momentum aktivitas
(Efendi, 2011; Shalih Faozan, 2009; Haidar, 2014). Walaupun nilai
tanggung jawab itu dapat bersifat lemah dan kuat, bisa dikatakan
bahwa membudayakan tanggung jawab merupakan usaha nyata
untuk senantiasa bersikap selaras dengan nilai-nilai kebenaran serta
menjadi pola kehidupan bermoral dalam kehidupan bersama orang
lain.
Sebenarnya, pemaknaan syukur berkaitan langsung dengan
keberadaan Allah Ta’ala sebagai pencipta dan pengatur kehidupan
sebagai pihak yang memberikan segala sesuatu maupun kondisi hidup
yang sedang dijalani oleh setiap manusia atau makhluk-makhluk-Nya.
Konsekuensinya, setiap individu dituntut senantiasa memanfaatkan
apa pun yang sudah diberikan Allah Ta’ala dengan melakukan
perilaku-perilaku yang bersifat positif ataupun bermanfaat sebagai
perwujudan nilai-nilai syukur dalam kehidupan nyata. Penekanan
makna syukur disandarkan atas kekuasaan Allah Ta’ala yang telah
memberikan nikmat dan karunia terhadap hamba-hamba sekaligus
memberikan jaminan kehidupan sehingga mengharuskan adanya
kesadaran seluruh hamba-hamba-Nya untuk selalu menggunakan
apa pun yang telah diberikan Allah Ta’ala dengan optimal untuk
kebaikan ataupun kemaslahatan dalam mengharapkan rida-Nya.
Sikap disiplin harus merujuk pada nilai-nilai kepatuhan yang
telah menjadi bagian penting dari perilaku hidup. Disiplin itu
mempunyai tiga aspek, yaitu: (1) sikap mental (mental attitude) yang
merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan
dari latihan, pengendalian pikiran, dan pengendalian watak; (2)
pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma,
kriteria, dan standar sehingga dapat menumbuhkan kesadaran
ketaatan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses);
dan (3) kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan
hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib. Panduan
antara sikap dengan sistem nilai budaya yang menjadi pengarah
dan pedoman tadi mewujudkan sikap mental berupa tingkah laku
nyata. Hal yang demikian ini sebagai disiplin yang memiliki tujuan
mengarahkan agar dapat mengontrol diri sendiri sehingga dapat
melakukan aktivitas yang terarah sesuai tujuan.

302 The Al-Fatihah Character


Makna pembelajar harus memiliki tanggung jawab penuh
terhadap pengembangan potensi dirinya secara cerdas, mandiri,
dan istikamah agar senantiasa memiliki kesadaran bahwa tanpa
adanya daya kritis dan kreativitas, maka akan tertindas di masa
depan. Sosok pembelajar harus selalu mengedepankan kuriositas
yang tinggi agar dapat menjadi seorang pembelajar yang mandiri
yang selalu haus akan informasi baru yang bermanfaat bagi dirinya
sekaligus sebagai bekal dalam melaksanakan tugas yang diembannya
untuk mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan umat manusia.
Secara ideal, sosok pembelajar memiliki komitmen yang tinggi untuk
melakukan usaha-usaha perbaikan yang dilakukan berkelanjutan,
baik secara individu ataupun sosial kelembagaan. Sosok pembelajar
senantiasa berusaha dapat menjalani proses pembinaan ataupun
pengembangan kompetensi melalui jalur pemrograman studi
lanjutan pada jenjang yang lebih tinggi, penataran, seminar, lokakarya,
kelompok kerja pendidik, bimbingan profesi, studi banding, ataupun
melalui kegiatan pengembangan lainnya yang bermanfaat baik bagi
pengembangan diri atau memberikan kemaslahatan orang lain (
Hakim, 2012; Khalifah, 2016).
Penghayatan makna menjadi amat penting dilakukan, karena
dengan menghayati makna nilai-nilai Al-Fatihah, akan dapat
mendalami makna substansinya secara mendalam, sehingga dapat
memahamkan seseorang pada nilai-nilai Al-Fatihah secara objektif
dan fungsional. Pemahaman mendalam menjadi rujukan autentik
untuk teguhkan keyakian yang akan menggerakkan seseorang
untuk menerapkan keyakinanya dalam kehidupan nyata. Karena itu
penghayatan makna nilai-nilai Al-Fatihah akan menuntun setiap warga
untuk dapat mengamalkan nilai-nilai Al-Fatihah secara berkualitas,
sehingga akan dapat membentuk karakter mulia sebagai sosok
insan saleh. Penghayatan makna akan mendalamkan pemahaman
esensi dan mengokohkan keyakinan terhadap kebenaran nilai-nilai
Al-Fatihah sebagai panduan shohih yang harus dipedomani secara
konsisten. Adapun gambaran makna nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
best practice pendidikan dapat dilihat pada gambar 4:006.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 303


Gambar 4.006: Pemaknaan Nilai-nilai Al-Fatihah sebagai Best
Practice

C. Strategi Implementasi Nilai-nilai Al-Fatihah


Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi inspirasi, sekaligus
sebagai metode baru bagi setiap muslim untuk melakukan pembacaan
ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah, sehingga dapat
memberikan nuansa baru yang original dan murni untuk memaknai
Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan muslim. Pada
tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan
sebagai guidance untuk pedoman hidup sukses menjalani kehidupan
di dunia dan di akhirat.
Pemahaman dan sikap yang benar terhadap substansi ajaran Al-
Fatihah sesungguhnya akan memosisikan seseorang pada jalan lurus
yang menjamin keselamatan dan kesuksesan menjalani kehidupan.
Apabila sukses itu menjadi bagian penting dalam memaknai Al-
Fatihah, maka pada kenyataannya, sukses itu mengharuskan
seseorang untuk memahami betul makna kesuksesan terhadap
proses perbaikan diri. Sehingga seseorang akan mempunyai motivasi
yang tinggi untuk selalu berpikir ke depan dan mengembangkan
langkah strategis untuk mewujudkan impianya agar tidak tertinggal
jauh dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara umum, penerapan nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan
dapat membingkai karakter mulia. Karena itu, perlu disusun strategi
umum untuk mengimplementasikan nilai-nilai Al-Fatihah dalam
kehidupan nyata, diantaranya melalui langkah-langkah sebagai

304 The Al-Fatihah Character


berikut: 1)menyusun desain penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; 2)
menata jaringan sistem penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; 3) sosialisasi
nilai-nilai Al-Fatihah bagi peserta didik, pendidik ataupun tenaga
kependidikan; 4) melaksanakan kegiatan “training jalan sukses Al-
Fatihah”; 5) melakukan focus group discussion pendalaman nilai-nilai
Al-Fatihah; 6) mengelola pembiasaan hidup dengan nilai-nilai Al-
Fatihah; 7) melakukan evaluasi diri dalam penerapan nilai-nilai Al-
Fatihah; 8) membuat model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah melalui
pembiasaan yang berkelanjutan; dan 9) menggerakkan kegiatan
research dan literasi untuk mengembangkan nilai-nilai Al-Fatihah.
Adapun strategi penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice
pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4:007.

Gambar 4.007: Strategi penerapan nilai-nilai Al-Fatihah

Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan


pengamalan nilai-nilai Al-Fatihah, perlu adanya strategi khusus
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah. Starategi khusus ini berdasarkan
karakteristik nilai yang diterapkan agar membingkai karakter peserta
didik yang cerdas, jujur, dan berkarakter mulia. Strategi khusus
dimaksudkan untuk memandu efektifitas dan efisiensi penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah agar dapat membingkai karakter insan saleh.
Strategi khusus penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut: 1) strategi menerapkan nilai
kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan secara rutinitas atau
insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual;
2) strategi menerapkan nilai tanggung jawab dalam menuntaskan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 305


semua tugas ataupun aktivitas, baik yang dilakukan secara rutinitas
atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling
aktual; 3)strategi menerapkan nilai syukur atas segala nikmat
yang telah diterimanya, baik yang dilakukan secara rutinitas
atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling
aktual; 4) strategi menerapkan nilai disiplin dalam menjalankan
tugasnya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai
dengan perkembangan situasi yang paling aktual; dan 5) strategi
menerapkan nilai pembelajar dengan fokus mengambil hikmah,
baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan
perkembangan situasi yang aktual. Rangkuman model penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah pada kegiatan rutinitas ataupun spontanitas
untuk membina karakter insan saleh dapat dilihat pada table, 4:017,
sebagai berikut:
Kegiatan
Nilai-Nilai Indikator kunci Kegiatan rutinitas
spontanitas
1) Kasih berempati terhadap membiasakan membantu orang
sesama, peduli diri merasakan yang terkena
terhadap orang penderitaan orang musibah, saling
lain, memiliki lain, peduli dengan mengasihi sesama,
keterampilan keadaan orang lain, kegiatan bakti sosial,
sosial, mengajari membina social skill, belajar sejarah, bina
orang mengerti, mengajari orang teman yang berbuat
membimbing orang lain,membimbing salah, membantu
lain, mengurusi orang lain orang lain yang
urusan sesama, menemukan solusi, memiliki masalah,
belajar sukses dari membantu orang lain kerja cerdas dan
orang lain. sukses, belajar dari keras, rajin untuk
pengalaman sukses mengurus kegiatan
dari orang lain. baik sebagai bekal
sukses.
2) Tanggung menggali landasan Menemukan landasan mencarikan
jawab kegiatan, memiliki formal, penetapan landasan kegiatan,
target terukur, indikator yang terukur, buat targetnya,
berfokus pada selalu menjaga menetapkan
tujuan, menjaga kualitas proses, indikator, fokus
kualitas kinerja, cepat merespon mencapai tujuan,
melakukan tugas darurat, siap serius menjaga
pengawasan menerima resiko dari kualitas hasil,
melekat, bersiaga semua kegiatan yang terapkan prosedur,
menjalankan tugas, dilaksanakan. siap home visit, kasih
siap menerima solusi terbaik, siap
resikonya. terima segala resiko

306 The Al-Fatihah Character


Kegiatan
Nilai-Nilai Indikator kunci Kegiatan rutinitas
spontanitas
3) Syukur mengucapkan terima saling berterima kasih, selalu menyatakan
kasih, mengapresiasi apresiasi capaian hasil terima kasih, hargai
amal sholih, berbagi kinerja, siap bagikan atas capaian prestasi,
pengalaman baik, pengalaman baik, siap tambah pengalaman
memperbaiki hasil perbaiki hasil karya, terbaik,siap
karya, bersedia melakukan refleksi diri, laksanakan
melakukan refleksi, dokumentasikan seluruh tugas sesuai
dokumentasi aktivitas,meningkatkan perintah,terlibat aktif
seluruh aktivitas kualitas proses ataupun di dalam kegiatan
baik, menjamin hasil kegiatan yang bermanfaat,
peningkatan kualitas. tegas dapat menjamin
kualitas hasil agar
lebih baik.
4) Disiplin memakai atribut mengenakan seragam, Siap kenakan atribut,
standart, disiplin memakai kendaraan mengedukasi diri dalam
berlalu lintas, me- standar, taat aturan berkendara,bertanggung
naati tata tertib, berlalu lintas, menaati jawab atas perbuatan,
mengisi catatan ke- tata tertib, mengecek menunaikan tugasnya
hadiran, hadir tepat keaktivan masuk, dengan baik, siap ikuti
waktu, berusaha hadir tepat waktu, jika jalani edukasi alternatif,
menghindari keter- pas terlambat siap mengikuti even dan
lambatan, optimal dengan resiko, aktif kompetisi pada even
menjalani kegiatan menjalani kegiatan lintas madrasah
poositif.
5) Pembelajar temukan momentum menemukan momentum fokus menyerap ilmu,
belajar, mencari belajar, selalu mencari baca buku rujukan,
referensi berkualitas, referensi,aktual,bermutu buat catatan resume,
menyusun catatan selalu membuat catatan menulis pengalaman,
belajar, menuliskan belajar, siap menuliskan merujuk pengalaman
gagasan inspiratif, gagasan orisinil, siap orang lain yang baik,
membagikan hasil bagikan karyanya yang konsisten membina
karya, refleksi diri kreatif, slalu melakukan minat,bakat,
berkelanjutan, refleksi, selalu temukan mengikuti kegiatan
merumuskan pelajaran terbaik atas yang positif, sebagai
pelajaran baik yang beragam pengalaman. proses pengayaan diri
bermanfaat dan pengalaman.

Tabel 4:017: Rangkuman model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah


pada kegiatan rutinitas ataupun spontanitas untuk membina
karakter insan saleh

D. Model Implementasi Nilai-nilai Al-Fatihah


Al-Fatihah sebagai ummu al-kitab dan menjadi surah yang
paling populer dikalangan umat Islam, memiliki nilai-nilai universal
yang dapat dijadikan panduan bagi umat manusia dalam menjalani

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 307


kehidupan yang selamat dan sukses. Surah Al-Fatihah merupakan
surah yang luas kandungan maknanya karena sebagai ringkasan Al-
Qur’an. Surah ini mengandung beberapa konsep dalam mengelola
karakter manusia, yaitu melalui olah pikir, olah hati, olahraga, dan
olah karsa. Apabila dapat mempelajari, mendalami, dan mengamalkan
makna Al-Fatihah, diharapkan dapat membangun karakter insan
saleh yang mempunyai daya pikir cerdas, kreatif, selalu memiliki rasa
ingin tahu akan ilmu, memiliki hati yang religius, jujur, bertanggung
jawab, memiliki raga yang sehat, serta memiliki karsa yang peduli
dan ihlas.
Nilai-nilai Al-Fatihah berkaitan erat dengan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari, dengan kehidupan masyarakat
yang majemuk dengan tingkat penalaran dan cara berpikir yang
sangat beragam. Maka perlu dilakukan perencanaan jangka panjang
untuk menentukan arah hidup ke depan, dengan diiringi dengan
pendidikan yang baik agar setiap tindakan sesuai dengan norma
yang menjamin kenyamanan menjalani kehidupan beradab (Waseh,
2016;Bruno et.al., 2015). Pendidikan dapat dijadikan sebagai wahana
terbaik untuk menanamkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk menanamkan nilai-nilai kasih, tanggung
jawab, syukur, disiplin dan pembelajar. Sebab, nilai-nilai tersebut
akan dapat menjadi pondasi kokoh untuk memandu setiap langkah
dalam keseluruhan rangkaian kehidupan manusia.
Sebagai rangkaian dari pembaruan sistem pendidikan, maka
nilai-nilai Al-Fatihah menjadi pilihan tepat dan urgen yang akan
dijadikan muatan pokok (esensi) sehingga akan dapat menjamin
corak kualitas generasi masa depan yang berkualitas holistik.
Pendidikan menjadi penentu dalam meningkatkan kualitas sumber
daya insani. Karena itu, manusia menjadi kekuatan sentral dalam
pembangunan sehingga mutu dan sistem pendidikan dapat
ditentukan oleh keberhasilan menyiapkan sumber daya insani yang
berkualitas. Selanjutnya, untuk menjamin kelancaran dan kualitas
dalam pengelolaan pendidikan madrasah, mutlak diperlukan muatan
kurikulum yang holistik dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah.
Nilai-nilai Al-Fatihah menjadi muatan esensial kurikulum
dan sebagai pilihan strategis. Sebab, Al-Fatihah memiliki nilai
universal yang dapat menjamin berkembangnya potensi ataupun

308 The Al-Fatihah Character


fitrah manusia. Sebagai pencipta dan pengatur kehidupan semua
makhluk-makhluk-Nya, melalui Al-Fatihah, Allah Ta’ala mengajarkan
kepada orang beriman agar selalu ditunjukkan pada jalan kebenaran
ataupun jalan keselamatan, yaitu jalannya orang-orang yang telah
mendapatkan nikmat karena menaati perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Beriman juga dianjurkan untuk meminta kepada-
Nya secara langsung agar pikiran ataupun amal perbuatan manusia
senantiasa berada di jalan lurus sesuai petunjuk-Nya yang secara
konseptual telah diajarkan dan diteladankan oleh Rasulullah
(Abdullah et al., 2011; Subagja, 2010) .
Implementasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam dunia pendidikan
dapat memberikan pengalaman bermakna untuk meningkatkan
kualitas karakter sumber daya insani. Dengan demikian, penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan. Penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice merupakan pengalaman
secara langsung yang dialami perseorangan ataupun lembaga yang
memiliki nilai tambah yang dapat menginspirasi dan melejitkan
spirit untuk memajukan dunia pendidikan. Penerapan ini sekaligus
sebagai usaha untuk menggali pengalaman yang terbaik yang dapat
dijadikan rujukan untuk membangun dan mengembangkan dunia
pendidikan agar lebih berkualitas dalam menyiapkan generasi yang
berkarakter utama. Karena itu rumusan nilai-nilai Al-Fatihah menjadi
amat penting untuk diimplementasikan secara keseluruhan dalam
kehidupan nyata. Menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah dalam kehidupan
secara konsisten dan integral dapat menjamin kehidupan menjadi
teratur dan tersistem sehingga akan dapat mengantarkan manusia
sebagai insan saleh yang konsisten dalam meniti jalan kehidupan
selamat dan bahagia dunia di akhirat.
Penerapan nilai-nilai Al-Fatihah menjadi bagian penting untuk
membentuk karakter insan saleh, sebagai sosok pribadi yang memiliki
keteguhan iman, keluasan ilmu, kesalehan amal, keluhuran akhlak
dan kecakapan menghadapi segala situasi dan keadaan di masa
sekarang ataupun di masa mendatang. Sosok insan saleh senantiasa
menampilkan dirinya sebagai sosok yang memiliki integritas dan
kemampuan yang andal yang tercermin dalam sikap berikut:
1) senantiasa menjaga keteguhan iman dan kualitas ketakwaan
untuk modal menjalin hubungan harmonis dalam berinteraksi

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 309


dengan Tuhan, sesama manusia, dan sesama makhluk; 2) selalu
menampilkan diri sebagai sosok insan yang senantiasa memandang
dirinya sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mewujudkan tujuan
penciptaan manusia, baik sebagai hamba ataupun khalifah-Nya; 3)
senantiasa dapat memosisikan diri sebagai pribadi yang merdeka
dan bertanggung jawab serta seimbang dalam mengelola potensinya
agar dapat berkembang dengan baik sesuai dengan sunnatullah;
4) selalu berpikir dan bertindak secara positif dan realistis dengan
tetap menjaga idealisme dalam segala situasi dan keadaan; dan 5)
senantiasa menjaga orientasi segala aktivitas kehidupannya hanya
untuk mendapatkan rida Allah Ta’ala.
Dalam penerapan nilai-nilai Al-Fatihah pada kehidupan
sehari-hari, pelaku akan menghadapi beragam masalah yang rumit,
terutama terkait dengan mindset dan mental spiritual masyarakat.
Karena pada umumnya masyarakat sudah terlilit dengan doktrin
yang mendarah daging dalam kehidupan. Pada umumnya mereka
sudah menjadikan Al-Fatihah sebagai bacaan doa atau mantra dalam
beragam kepentingan yang bersifat praktis. Sebagai ikhtiar untuk
memberikan contoh penerapan nilai-nilai Al-Fatihah, maka perlu
dirumuskan model standar agar dapat dirujuk dalam pelaksanaan di
lapangan. Rumusan model ini bersifat fleksibel, agar dapat diadopsi
dan diadaptasi sesuai situasi dan kondisi serta probabilitas yang ada
di lapangan.
Model implementasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: 1)
sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan; 2)
mengikutsertakan warga dalam kegiatan training karakter berbasis
Al-Fatihah; 3) melakukan simulasi ataupun uji coba penerapan nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan; 4) melakukan
kegiatan pemantauan (monitoring) penerapan nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai best practice pendidikan; 5) memberikan bimbingan
dan penyuluhan secara individual maupun kelompok untuk me­
nyakinkan penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; 6) membiasakan nilai-
nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan kepada peserta
didik, pendidik, ataupun tenaga kependidikan; 7) melakukan self
assesment agar setiap individu ataupun unit memahami persoalan
dan menemukan solusinya agar bisa fokus menerapkan nilai-nilai Al-

310 The Al-Fatihah Character


Fatihah sebagai best practice pendidikan; 8) melakukan pemodelan
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan; dan
9) mengembangkan riset dan literasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai
best practice pendidikan agar dapat dijadikan rujukan pengembangan
karakter insan saleh berbasis Al-Fatihah.
Penyusunan model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan dirasa perlu dilakukan, dengan maksud untuk
memberikan panduan bagi individu ataupun lembaga yang berminat
dan berkomitmen untuk melakukan eksperimen penerapan nilai-
nilai Al-Fatihah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan madrasah
agar memiliki keunggulan output atau out came. Adapun model
penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan
dapat dilihat pada gambar 4:008.

Love 1. Socialization
Trusteeship Robbaniyah 2. Training
3. Simulation
Gratitude 4. Monitoring KA-TA
5. Guidance

Socio Religious

GODLY
FORMULATION MEANING ACTION SU-DI PERSON

Socio Cultural
6. Habitual
7. Self assessment AJAR
Discipline 8. Modeling
Insaniyah 9. Research
Learner 10. Literacy

Gambar 4.008: Model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best


practice pendidikan

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 311


BAB IX

PENUTUP MODEL AKTUALISASI


NILAI-NILAI AL-FATIHAH

B erdasarkan kajian teori, analisis data, dan pembahasan tentang


fokus penelitian, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut.
Rumusan nilai-nilai Al-Fatihah terangkum pada akronim “Kata Sudi
Ajar” (kasih, tanggung jawab, syukur dan pembelajar). Akronim
tersebut merupakan pengertian, pemahaman, dan pemaknaan nilai-
nilai Al-Fatihah yang disarikan dari isi kandungan surah Al-Fatihah
ayat satu sampai tujuh. Nilai kasih mempunyai arti memberi, disarikan
dari makna ayat “bismillāhi al-raḥmāni al-raḥīm dan al-raḥmāni al-
raḥīm. Nilai tanggung jawab mempunyai arti melaksanakan tugas
sampai tuntas, disarikan dari makna ayat “māliki yaumi ad-dīn”.
Nilai syukur mempunyai arti berterima kasih, disarikan dari makna
ayat “al-ḥamdu lillāhi rabbi al-’ālamīn”. Nilai disiplin mempunyai
arti patuh pada aturan, disarikan dari makna ayat “iyyāka na’budu
wa iyyāka nasta’īn”. Nilai pembelajar mempunyai arti mengambil
pelajaran baik, disarikan dari makna ayat yang berbunyi “ihdina al-
ṣirāṭa al-mustaqīm, ṣirāṭa allażīna an’amta ‘alaihim gairi al-magḍụbi
‘alaihim wa la aḍ-ḍāllīn”.
Nilai-nilai Al-Fatihah merupakan nilai utama untuk menjadi
panduan dalam membentuk karakter insan saleh. Al-Fatihah memiliki
nilai-nilai Rabbāniyah dan nilai-nilai Insāniyah untuk membina
karakter insan saleh. Nilai-nilai Al-Fatihah juga memiliki makna

312 The Al-Fatihah Character


spiritual dan sosial yang dapat dijadikan panduan pelaksanaan
pendidikan karakter insan saleh. Pemahaman terhadap makna nilai-
nilai Al-Fatihah dapat meneguhkan komitmen menjadi insan saleh.
Nilai kasih memiliki makna berbagi, nilai syukur memiliki makna
apresiasi, nilai tanggung jawab memiliki makna membereskan
urusan, nilai disiplin memiliki makna kepatuhan, nilai pembelajar
memiliki makna mengambil hikmah.
Implementasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam dunia pendidikan
dapat meningkatkan kualitas karakter sumber daya insani. Penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan dilakukan
melalui beberapa langkah, yaitu: 1) sosialisasi nilai-nilai Al-Fatihah;
2) mengikutsertakan warga dalam kegiatan training karakter
berbasis Al-Fatihah; 3) melakukan simulasi penerapan nilai-nilai Al-
Fatihah; 4) melakukan kegiatan pemantauan (monitoring) penerapan
nilai-nilai Al-Fatihah; 5) memberikan bimbingan dan penyuluhan
secara individual dan kelompok; 6) membiasakan nilai-nilai Al-
Fatihah; 7) melakukan self assesment agar memahami persoalan dan
menemukan solusinya; 8) melakukan pemodelan penerapan nilai-
nilai Al-Fatihah, dan 9) mengembangkan riset dan literasi nilai-nilai
Al-Fatihah agar dapat dijadikan rujukan pengembangan karakter
berbasis Al-Fatihah.
Hasil penelitian ini mengembangkan teori nilai-nilai Al-
Fatihah yang menyatakan bahwa surah Al-Fatihah memiliki
nilai-nilai rabbāniyah dan nilai insāniyah. Nilai-nilai rabbāniyah
menggambarkan adanya keterkaitan antara manusia dengan
Allah Ta’ala yang terjabarkan menjadi nilai kasih, tanggungjawab
dan syukur. Sedangkan nilai insāniyah menggambarkan adanya
keterkaitan antara manusia dengan orang lain yang terjabarkan pada
nilai-nilai disiplin dan nilai-nilai pembelajar. Nilai-nilai Al-Fatihah
memiliki sifat fungsional sebagai panduan untuk membina peserta
didik memiliki karakter insan saleh. Hasil penelitian ini dapat
mengembangkan teori makna Al-Fatihah yang memiliki dimensi
spiritual dan dimensi social untuk membentuk karakter insan
saleh. Dimensi spiritual dapat membentuk kesalehan individual
dan meneguhkan keyakianan bahwa semua amal perbuataan akan
mendapaatkan pahala dan keberkahan. Sedangkan dimensi sosial
dapat membentuk kesalehan sosial bahwa berbuat baik terhadaap

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 313


sesama akan mengokohkan persaudaraan dan menciptakan
keselarasan menjalani kehidupan bersama. Seluruh aktivitas yang
dilakukan karena adanya pemahaman, penghayatan dan penerimaan
nilai-nilai Al-Fatihah untuk mendekatkan diri kehadlirat Allah Ta’ala.
Hasil penelitian ini juga mendukung teori Abdullah Saeed, sosok
pemikir Islam kontemporer, yang memberikan cara pandang baru
dalam penafsiran Al-Qur’an secara aktual. Aktualisasi nilai-nilai Al-
Fatihah sebagai best practice pendidikan dilakukan melalui strategi
sistematis dengan menetapkan indikator perilaku yang terukur
dalam kegiatan rutin dan spontanitas dan melahirkan konsep model
implementasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best practice pendidikan
untuk membina karakter insan saleh yang siap diterapkan dilingkungan
madrasah lainnya. Sembilan tahapan dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai Al-Fatihah, yaitu: pertama, proses sosialisasi; kedua,
pelatihan jalan sukses Al-Fatihah; ketiga, melaksanakan simulasi
penerapan; keempat, melaksanakan monitoring lapangan; kelima,
melakukan bimbingan personal; keenam, melakukan pembiasaan;
ketujuh, proses penilaian diri; kedelapan, mengembangkan model;
dan kesembilan, mengembangkan riset dan literasi berbasis Al-
Fatihah.
Hasil penelitian ini memiliki implikasi praktis, khususnya
bagi para pemimpin yang beragama Islam, nilai-nilai Al-Fatihah
dapat diaplikasikan sebagai strategi efektif untuk mengembangkan
karakter insan saleh bagi aparaturnya, terutama pendidik yang
memiliki fungsi dan peran besar di masyarakat untuk melakukan
perubahan perilaku dan budaya yang efektif dan konstruktif untuk
membangun peradaban. Bagi pengelola pendidikan, nilai-nilai Al-
Fatihah dapat diterapkan sebagai strategi dalam mengembangkan
karakter insan saleh. Dengan demikian, proses pembelajaran akan
lebih berhasil karena unsur pendidiknya melibatkan orang-orang
yang mempunyai karakter, sebagaimana hasil penelitian bahwa
nilai-nilai Al-Fatihah dapat membentuk karakter insan saleh yang
sangat memengaruhi kesuksesan peserta didik, tidak hanya waktu
mereka di bangku sekolah, akan tetapi sampai mereka dewasa saat
berada di tengah masyarakat. Bagi pemimpin masyarakat, harus
istikamah mengemban amanah kepemimpinan dengan menerapkan
nilai-nilai Al-Fatihah untuk membentuk karakter insan saleh sebagai

314 The Al-Fatihah Character


motivasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya insani. Sebab,
pada hakikatnya semua manusia adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan
Kementerian Agama untuk dapat menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah
sebagai strategi efektif dalam mengembangkan karakter insan saleh
bagi aparaturnya, terutama pada pendidik yang memiliki fungsi
dan peran di masyarakat untuk melakukan perubahan perilaku
dan budaya yang efektif dan konstruktif. Kepala madrasah dapat
menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah sebagai strategi mengembangkan
karakter insan saleh bagi pendidik, peserta didik, ataupun tenaga
kependidikan agar meningkatkan profesionalisme kerjanya. Pendidik
agar berani menegaskan jati dirinya dengan karakater insan saleh
dan membawa perkembangan serta kemajuan madrasah. Sebab,
pendidik yang berkarakter insan saleh akan selalu memperbaiki
daya manfaat pada siapa pun dan di mana pun berada (rahmatan
lil ’ālamīn). Sedangkan bagi peneliti agar dapat mengembangkan
penelitiannya tentang penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dengan
jenis penelitian kuantitatif ataupun mixed method sehingga dapat
memperkaya wacana dan hasil temuannya akan mampu membangun
teori baru yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan.
Proposisi Penelitian: Aktualisasi nilai-nilai Al-Fatihah sebagai best
practice pendidikan dilakukan dengan merumuskan, memaknai dan
menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah secara sistematis dan holistik
untuk mengembangkan model pendidikan karakter insan saleh yang
memiliki kesiapan dan komitmen untuk mewujudkan masa depan
sukses, bahagia dan mulia. (RaR:27/11/2020).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 315


DAFTAR PUSTAKA

Abd Murad Salleh. 2012. Peranan Sosiologi Pendidikan Islam dalam


Pembentukan Nilai Insan Soleh dan Bertaqwa. Jurnal IPG
Kampus Pendidikan Islam.
Abdul Rouf, Mohd Yakub, and Zulkifli Mohd Yusoff. 2013. Tafsir
Al-Azhar dan Tasawuf Menurut Penafsiran Hamka. Jurnal
Usuluddin 4 (1).
Abdullah, Daud Lin, M. Fairooz M. Fathillah, Nor’Adha Abd Hamid, Siti
Noor Ahmad, and Intan Fadzliana Ahmad. 2011. “Qalbu sebagai
Alat Memahami dan Mengambil Segala Keputusan Penting
dalam Kehidupan.” in 2nd International Conference on Islamic
Education 2011.
Abumere, Itulua. 2014. The Significance of Religious Education in Local
Primary Schools (Specific Reference to Christianity). Journal
Of Humanities And Social Science - Flourish Social, Homesland
Agency, Service 1 (2).
Agustin, Noly. 2013. Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Anak Pada Usia Dini. Penelitian FKIP UNTAN Pontianak 3.
Ahmad, Jumal. 2018. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah.
Ahmad Munawar Ismail, Noraniza Yusuf. 2012. Sumbangan Pendidikan
dalam Memperkasakan Tamadun Bangsa : Perspektif Islam.
Sosiohumanika.
Akbar, Eliyyil. 2015. Pendidikan Islami dalam Nilai-nilai Kearifan
Lokal Didong. Al-Tahrir.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1985. Tafsir Al-Maraghi. Semarang
Indonesia: Penerbit Toha Putra.
Al-Munajid, Syaikh Muhammad Shalih. 2013. Urgensi Surat Al-Fatihah
dan Keutamaannya. Jakarta: Islamhouse.
Al-Qudsy, Sharifah Hayaati. 2008. Budaya Kerja Cemerlang Menurut
Perspektif Islam : Amalan Perkhidmatan Awam Malaysia. Jurnal
Pengajian Melayu.

316 The Al-Fatihah Character


Albantani, Azkia Muharom and Ach Wildan Al-Faizi. 2015. Model
Pendidikan Karakter Generasi untuk Mewujudkan Indonesia
Emas 2045. In Seminar Nasional Program Studi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI).
Almasri, M. Nazar. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia:
Implementasi dalam Pendidikan Islam. STAI Al-Azhar Pekanbaru.
Amidong, Hikma H. and Nurysamsi Maulana Insani. 2015. Paradigma
Pendidikan Islam Masa Kini dan Masa Depan. Penelitian
Universitas Muslim Indonesia Makasar VII (2).
Amin, Muhammad. 2016. Mensarikan Makna dalam Surah Al-Fatihah
sebagai Pedoman Menjalani Kehidupan. Tafsir At Tanwir 9(al-
Fatihah).
Anekasari, Rahmi. 2015. Paradigma Pendidikan Islam
Multidimensional: Konsep dan Implikasinya dalam PAI di
Sekolah/Madrasah. Hikmatuna.
Ansyah, Eko Hardi. 2017. Psikologi Al-Fatihah Sebagai Solusi untuk
Mencapai Kebahagiaan yang Sebenarnya. Psikologi Islam 4 (2).
Ari Setyorini, Juni Anton. 2011. Intervensi dengan Pendekatan
Reedukatif dan Power Strategi untuk Meningkatkan Perilaku
Disiplin Tepat Waktu. Psikologi Universitas Bina Nusantara 2
(1).
Arianto, Jumili. 2017. Pengaruh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Pramuka Terhadap Pembentukan Karakter Jujur Mahasiswa.
Bhineka Tunggal Ika 04 (1).
Arif., Muh. 2015. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Menurut Al-Quran,
Studi Surah Luqman: 12-19. Irfani 3 (2).
Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma
Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arifin, Zainul. 2015. Desiminasi Nilai Pendidikan Humanis Religius.
An-Nuha: Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya & Sosial.
Arisi, R. O. 2013. Culture and Moral Values for Sustainable National
Development : The Role of Social Studies Education. International
Review of Social Sciences and Humanities-Nigeria 5 (1).
At-Thobari, et, Al. 2011. The Spiritual Cure An Explanation to Surah
Al-Fatihah Meaning. Collection. Birmingham: Daar Us-Sunnah
Publishers.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 317


Azis, Amin. 2012. The Power of Al-Fatihah: Meletakkan Dasar-dasar
Kebangkitan Peradaban Muslim Menyongsong Masa Depan
Cemerlang. Jakarta: Dai Fiah Qolilah.
Aziz, Fajar Sulthoni. 2011. Implementasi Paradigma Pendidikan Islam;
Integratif-Interkonektif dalam Menyiapkan Generasi Unggul.” P.
30 in Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta,
edited by Zarkoni. Yogjakarta: MIPA-UNY.
Aziz, Fajar Sulthoni and Klurak Baru. 2011. Implementasi Paradigma
Integrasi-Interkoneksi Dalam Dunia Pendidikan.” in Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Bachri, Bachtiar S. 2010. Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi
pada Penelitian Kualitatif.” Jurnal Teknologi Pendidikan.
Baharudin, Erwan. 2010. Pendidikan Suku Anak dalam: Suatu
Perubahan dari Paradigma Positivistik ke Kontruktivisme.
Forum Ilmiah.
Baharudin, Yusuf Hasan. 2016. Konseling Kelompok Berbasis Nilai-nilai
Kejujuran (Studi Kasus di SMP-IT Masjid Syuhada Yogyakarta).
Al-Balag Jurnal Dakwah Komunikasi UNUGHA Cilacap 1(02).
Bakar, Usman Abu. 2013. Paradigma Pendidikan Islam: Tinjauan
Epistemologi. Millah STAIN Surakarta 9 (2).
Bariyah, Siti. 2013. Analisis Kemampuan Guru dalam Meningkatkan
Disiplin Siswa. FKIP-Universitas Taduloka 1 (1).
Bashori. 2017. Paradigma Baru Pendidikan Islam: Konsep Pendidikan
Hadhari. Jurnal Penelitian STAI Tuanku Tambusai Indonesia 11
(1).
Berutu, Ali Geno. 2013. Analisis Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab.
Journal of Chemical Information and Modeling 53 (9).
Brostro, Stig. 2006. Care and Education : Towards a New Paradigm in
Early Childhood Education.” Springer Science + Business Media,
Inc.- Denmark.
Bruno Ćurko, Franz Feiner, Stanko Gerjolj, Janez. 2015. Ethics and
Values Education - Manual for Teachers and Educators. Ethics
and Values Education-Journal-New York 1 (2).
Che Husain, Faridah and Adabi Abdul Kadir. 2011. Sukatan Pendidikan
Akhlak dan Moral di Sekolah Kementerian Pelajaran Malaysia:

318 The Al-Fatihah Character


Satu Tinjauan Umum. Al-Basirah, Dakwah dan Pembangunan
Insan, Jabatan Pengajian Islam, Akademi Malaya, 6 (2).
Che Zarrina Sa’ari and Joni Tamkin Borhan. 2003. Al-Qur’an: The
Miracles of the Miracles.” Al-Bayan Journal of Al-Quran & Al-
Hadith.
Cheng, Yin Cheong. 2011. Paradigm Shifts in Quality Improvement in
Education : Three Waves for the Future. Hong Kong Institute of
Education 6 (5).
Choiri, Moh. Miftahul. 2016. Konsep Pendidik dalam Pandangan Islam
dan Barat.
Chris, Handrix. 2018. Syukur sebagai Sebuah Pemaknaan Fungsional
Integratif.” Psikologi Universitas Paramadina.
Creswell, John W. 2006. Qualitative Inquiry and Research Design
Choosing Among Five Approaches. New Delhi India.
______________ 2010. Research Design Qualitative, Quantitative, and
Mixed Methods Approaches SAGE Publications.
______________ 2012. Educational Research : Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. America:
Pearson.
Dhani, Luthfi Estika. 2013. Pemahaman Pendidik Terhadap Pengajaran
Membaca Anak Usia Dini (Studi Fenomenologi Tentang
Peran Pendidik di Sekolah Internasional Apple Tree Preschool
Surabaya). Sekolah Internasional Apple Tree Preschool 3 (1).
Efendi, Nawawi. 2011. Aktualisasi Nilai-Nilai Tauhid Kandungan
Surah Al-Fatihah Dalam Pendidikan Islam. Penelitian Pasca
Universitas Muhammadiyah Surakarta 01 (1).
Elly, Rosma. 2016. Hubungan Kedisiplinan Terhadap Hasil Belajar
Siswa SDN Negei 10 Banda Aceh. Pesona Dasar Universitas Syah
Kuala 3 (4).
Emnis, Anwar H. Mohamma. 2014. Menelusuri Kebijakan Pendidikan
Islam di Indonesia. Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam.
Fahriana, Ava Swastika. 2018. Islamic Education Dynamic in The
Epistemologi of Learning Theory. Didaktika Religia 07 (02).
Faozan, Sholih. 2009. Tafsir Al-Fatihah Meluruskan Penyimpangan
Akidah dan Ibadah Ummat Islam. Jakarta: Lentera Hati.
Farhan, Muhammad. 2015. Kajian Pembacaan Surah Al-Fatihah
Dikalangan Mahasiswa Politehnik Kuching Serawak.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 319


Fatchurrahman. 2017. Penanaman Karakter Jujur pada Siswa Sekolah
Dasar Negeri Senden Mungkid Magelang.” Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Yogyakarta 5 (2).
Fatimah, Lilis. 2017. Redesain Pembelajaran Pendidikan Islam dalam
Perspektif Pembelajaran Abad XXI. JPSD Univversitas NU
Surakarta 3 (2).
Fuad, Ah. Zakki. 2017. Taksonomi Transenden - Paradigma Baru
dalam Tujuan Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam
(Journal of Islamic Education Studies).
Gafur, Abdul. 2018. Strategi Pembentukan Sikap Disiplin Warga Negara
Muda Melalui Persekolahan. Publikasi Pendidikan Universitas
Negeri Yogjakarta 8 (2).
Gallie, K. and Faculty Arts. 2004. Paradigm Shift : From Traditional
to Online Education Paradigm. Studies in Learning, Evaluation
Central Queensland University 1 (1).
Ghozali, Rifai Al and Yona Wahyuningsih. 2017. Pendidikan Berbasis
Ajaran Agama dan Kebudayaan Masyarakat Indonesia dalam
Menghadapi Arus Globalisasi. Cakrawala Dini.
Gorak, O. R., Amos Comenius, and Johann Hein 2015. Humanistic
Paradigm of Education Retrospective Analysis. Science and
Education a New Dimension. Pedagogy and Psychology-Ukraina
3 (37).
Gunawan, Nanang Erma. 2014. Wellness: Paradigma, Model Teoretik,
dan Agenda Penelitian Konseling di Indonesia. Bimbingan
Konseling- Universitas Negeri Yogyakarta.
Hadianti, Salsabila Wahyu and Hetty Krisnani. 2015. Penerapan
Metode Orientasi Masa Depan pada Remaja yang Mengalami
Kebingungan Identitas (Menentukan Tujuan Hidup). Social
Work 7 (2).
Haidir, Abdullah. 2003. Pelajaran dan Hikmah yang Terdapat dalam
Surah Al-Fatihah. Jakarta: Kantor Dakwah Al-Sulay.
Hajaroh, Mami. 2015. Model Paradigma Pendekatan dan Metode
Penelitian Fenomenologi. Penelitian Universitas Yogjakarta.
Hakim, Lukman. 2012. Internalisasi Nila-nilai Agama Islam dalam
Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam
Terpadu Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan
Agama Islam Ta’lim.

320 The Al-Fatihah Character


Haleludin. 2018. Mengenal Lebih Dekat dengan Pendekatan
Fenomenologi: Sebuah Penelitian Kualitatif.” Penelitian UIN
Sultan Maulana Hasanudin Banten.
Halik, Abdul. 2016. Paradigma Pendidikan Islam Dalam Transformasi
Sistem Kepercayaan Tradisional.” Al-Ishlah: Jurnal Studi
Pendidikan IAIN Pare-Pare 14 (2).
Haluty, Djaelany. 2008. Islam dan Manajemen Sumber Daya Manusia
Berkualitas Unggul. IAIN Gorontalo.
Hamid, Farid. 2013. Pendekatan Fenomenologi dalam Suatu Ranah
Penelitian Kualitatif. Penelitian Fakultas Saintek UIN Sunan
Kalijaga Yogjakarta 1 (1).
Hanani, Doly. 2014. Desiminasi Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
Menurut Imam Ghazali. Jurnal Pembaharuan Pendidikan Islam
(JPPI) 7 (2).
Harahap, Lazuardi. 2016. Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Agama
Islam Era Globalisasi. Jurnal Ilmu Sosial dan Keislaman 1(1).
Harun, Cut Zahri. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jurnal
Pendidikan Karakter.
Hasbiansyah, O. 2008. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik
Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi. Vol. 9.
Hasnah. 2009. Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an dan Hadist.
Jurnal Kesehatan.
Hayat, Hadayat. 2014. Pendidikan Islam dalam Konsep Prophetic
Intelligence.” Jurnal Pendidikan Islam.
Heryati, Heryati and Yusinta Tia Rusdiana. 2018. Implementasi Nilai-
nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam Terhadap
Pembinaan Kader Kota Palembang. Historia : Jurnal Program
Studi Pendidikan Sejarah.
Hidayah, Nafis Nailil. 2018. Implementasi Pendidikan Multikultural
dalam Proses Pembelajaran di Pondok Pesantren Al-Muayyad
Surakarta Tahun Pelajaran 2017-2018. Habitus : Jurnal
Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi.
Hidayat, Fahri. 2015. Pengembangan Paradigma Integrasi Ilmu:
Harmonisasi Islam dan Sains dalam Pendidikan. Jurnal
Pendidikan Islam.
Hidayat, Taufik. 2019. Pembahasan Studi Kasus sebagai Metodologi
Penelitian. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 321


Hidayati. 2014. Manajemen Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Jurnal Al-Ta’lim.
Hidayatullah, Syarif. 2010. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Berbasis Wawasan Multikulturalisme. Islam Nusantara.
Inayatul Ulya, Nashun Abid. 2015. Pemikiran Thomas Kuhn dan
Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam.” Fikrah Institut
Pesantren Mathaliul Falah Pati Jateng.
Indonesia, Pemerintah Republik. 2007. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor: 55 Tahun 2007 Tentang:
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Arsip Negara
Republik Indonesia.
Indriyati, Hayat. 2015. Reaktualisasi Pendidikan Islam dalam
Pengembangan Pola Asuh Anak sebagai Konsep Revolusi
Mental.” Epistime.
Intaswari, Dian. 2016. Strategi Guru dalam Mengembangkan Karakter
Jujur di MTs Miftahul Huda Sukorejo Karangbinangun Lamongan
Jawa Timur. Akademika.
Iqbal, Muhammad. 2010. Metode Penafsiran Al-Qur’an Menurut
Penafsiran Quraish Shihab. Tsaqafah.
Iqbal, Muhammad and Cesilia Prawening. 2018. Refleksi Kebenaran:
Prinsip Kejujuran sebagai Komunikasi Spiritual Anak di Era
Digital. Al-Balaqah IAIN Surakarta.
Iqbal, Rizwan, Aida Mustapha, and Zulkifli Mohd Yusoff. 2013. An
Experience of Developing Quran Ontology with Contextual
Information Support. Multicultural Education and Technology
Journal.
Irvan. 2014. Konsep Ibadah dalam Kajian Al-Quran Surah Al-Fatihah.
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Ismail, Moh. 2014. Konsep Berpikir Dalam Al-Qur’an dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan Akhlak. Jurnal Ta’dib Vol 19, UIN Raden
Fatah.
Isnaini, Muhammad. 2013. Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter di Lingkungan Maadrasah. Jurnal Al-Ta’lim.
Jamal, Misbahuddin. 2011. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-
Quran. Jurnal Al-Ulum.
Ju’subaidi, Sumarno. 2016. Paradigma Pendidikan Agama Islam
Masyarakat Pluralistik dalam Kehidupan Masa Sekarang. Jurnal

322 The Al-Fatihah Character


Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Universitas Sebelas Maret 8
(2).
Julianto, Very and Subandi. 2015. Membaca Al-Fatihah Reflektif
Intuitif untuk Menurunkan Depresi dan Meningkatkan Imunitas.
Jurnal Psikologi-UGM 07(03).
Kamsin, Amirrudin, Abdullah Gani, Ishak Suliaman, Salinah Jaafar,
Rohana Mahmud, Aznul Qalid Md Sabri, Zaidi Razak, Mohd
Yamani Idna Idris, Maizatul Akmar Ismail, Noorzaily Mohamed
Noor, Siti Hafizah Ab Hamid, Norisma Idris, Mohdy Hairul
Nizam Md Nasir, Khadher Ahmad, Sedek Ariffin, Mustaffa
Abdullah, Siti Salwah Salim, Ainuddin Wahab Abdul Wahid,
Hannyzzura Pal Affal, Suad Awab, and Mohd Jamil Maah. 2014.
Developing the Novel Quran and Hadith Authentication System.
P. 20 in the 5th International Conference on Information and
Communication Technology for the Muslim World, ICT4M 2014.
al-Kiswah.
Kartika, Aurelia. 2013. Karakteristik Dan Paradigma Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif. Penelitian Universitas Guna Dharma
2 (1).
Kamakaula, Jaitun. 2015. Nilai-nilai Pendidikan Dari Qur’an Surat Al-
Fatihah Ayat 5 Tentang Proses Pendidikan Tauhid Uluhiyah Dan
Tauhid Rububiyah. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Bandung.
Kawulich, Barbara. 2015. Selecting a Research Approach : Paradigm,
Methodology and Methods.
Khairudin, Moh. Susiw. 2013. Pendidikan Karakter Melalui
Pengembangan Budaya Sekolah di Sekolah Islam Terpadu
Salman Al-Farisi Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter 6 (2).
Khizanah, Lu’Luatul. 2011. Ikhlas sebagai Sikap Prososial dalam
Kehidupan Sosial Masyarakat (Studi Komparasi Berdasar Caps).
Psikologi UIN Maliki Malang 8 (2).
Kholifah, Nur. 2016. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Kurikulum 2013: Studi Analisis Berdasarkan Paradigma
Positivistik. Didaktika Religia.
Khumairo, Dewi dan Nurul Anam. 2017. Integrasi Nilai-nilai Karakter
dalam Pembelajaran di Islamic Boarding School. Al Qodiri :
Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Keagamaan.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 323


Kurniyati, E. 2016. Pendekatan Humanisme dalam Perspektif
Pendidikan Islam Tinjauan Fenomologi Berdasarkan Analisis
Kritis Konstruktif. Rausyan Fikr 5 (2).
Latif, Umar. 2014. Al-Quran sebagai Sumber Rahmat dan Obat Penawar
Bagi Manusia. Al-Bayan Journal of Al-Quran & Al-Hadith 21 (30).
Lestari, Puji. 2018. Al-Qur’an dan Penyembuhan, Terapy Living Al-
Quran. Pasaca UIN Walisongo 9 (Living Quran).
Liana, Disti. 2018. Penanaman Nilai Kejujuran saat Ujian Nasioal di
SMK Nurul Iman Palembang. BELAJEA 3 (1).
M. Nur Wahyudi. 2015. Pola Hidup Sehat dalam Perspektif Al-Qur’an.
Skripsi. UIN Walisongo Semarang.
Mahfud, Mahsun. 2018. Paradigma Pendidikan Islam dan
Keprofesionalan Guru dalam Menjawab Tantangan Global.
Insania : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan.
Malik, Andi Zulfikar, Siti Hudaifah, and Ahmad Dahlan. 2017.
Konsep Perdagangan dalam Tafsir Al-Mishbah (Paradigma
Filsafat Ekonomi Qur’ani Ulama Indonesia). Al-Tijarah-Unida
Darussalam Gontor 3 (1).
Mamat, Arifin dan Adnan Rashid. 2013. Aplikasi Nilai-nilai Murni
Berlandaskan Tema Luqman Al-Hakim di dalam Al-Qur’an
sebagai Asas Pendidikan. Jurnal Sosiohumanika: Jurnal
Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan.
Maria Mansur. 2012. Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara Harapan
dan Realiti dalam Konteks Pendidikan di Malaysia. Persidangan
Pendidikan Islam 1 (1).
Mariana, Rodica and Mariana Norel. 2013. Religious Education an
Important Dimension of Human’s Education. Procedia Social
and Behavioral Sciences 93 (2).
Marno. 2014. Penciptaan Islamic Learning Community pada
Masyarakat Urban. Al-Hikmah UIN Maliki Malang 2 (1).
Maslihah, Sri, M. Ariez Mustofa, dan Gemala Nurendah. 2016.
Pengembangan Orientasi Masa Depan Melalui Basic Skills
Vocational Training pada Anak Didik.
Masyitoh. 2016. Paradigma Penelitian. Sosial Masyarakat UPN
Yogjakarta 1 (2).
Matondang, Elvrida Sandra. 2016. Perilaku Prososial Anak Usia Dini
dan Pengelolaan Kelas Melalui Pengelompokan Usia Rangkap.
Edu Humaniora 8 (1).

324 The Al-Fatihah Character


Mayasari, Ros. 2014. Religiusitas Islam dan Kebahagiaan (Sebuah
Telaah Dengan Perspektif Psikologi. Jurnal Al-Munzir.
Miarso, Yusufhadi. 2005. Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori
Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Pendidikan Penabur.
Miedema, Siebren. 2014. From Religious Education to Worldview
Education and Beyond : The Strength of a Transformative
Pedagogical Paradigm.” Journal for the Study of Religion 27 (1).
Minarti, Sri. 2015. Konsepsi Manajemen Diri Berbasis Al-Fatihah
Ikhtiyar Membangun Masyarakat Berperadaban. Penelitian UIN
Maliki Malang.
Mohamad Mohsin Mohamad Said and Nasruddin Yunos. 2008.
Peranan Guru dalam Memupuk Kreativiti Pelajar Mandiri
Malim: Jurnal Pengajian Umum Asia Tenggara.
Mohamed Elhadj, Yahya. 2010. E-Halagat: An E-Learning System for
Teaching the Holy Quran. Turkish Online Journal of Educational
Technology 9 (1).
Mohd. Aderi Che Noh and Rohani Ahmad Tarmizi. 2009. Persepsi
Pelajar Terhadap Amalan Pengajaran Tilawah Al-Quran
(Students Perception Toward Teaching Tilawah Al-Quran).
Jurnal Pendidikan Malaysia.
Mokhtar, Sarimah, Mohd Kashfi Mohd Jailani, Ab. Halim Tamuri, and
Kamarulzama Abdul Ghani. 2011. Kajian Persepsi Penghayatan
Akhlak Islam Dalam Kalangan Pelajar Sekolah Menengah di
Selangor. Global Journal Al-Thaqafah.
Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Research Methods: Vol. 2.
3rd New Delhi India: Sage Publications.
Muadz, M. Masr. 2013. Paradigma Al-Fatihah-Memahami Petunjuk
Al-Quran Menggunakan Pendekatan Berpikir Sistem, Rambu-
Rambu Jalan Lurus Menempuh Kehidupan Islami. 1st ed. edited
by M. Firdaus. Jakarta: Indovertikal Point.
Mubarok. 2015. Konstruksi Teori Komunikasi dalam Tafsir Al-Quran
Surah Al-Fatihah. Ilmu Komunikasi Unissula Semarang 03 (1).
Mubarok, Muhammad Syahrul. 2017. Kontektualisasi Nilai-nilai
Surah Al-Fatihah dalam Tafsir At-Tanwir Muhammadiyah. Pasca
Sarjana-UIN Sunan Kalijogo Yogjakarta 11(3).
Mawangir. Muh. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Perspektif
Tafsir Al-Mishbah Karya Muhammad Quraish Shihab. Tadrib
UIN Raden Patah Palembang IV (1)

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 325


Bashori. Muhammad. 2016. Fazlur Rahman; Pendidikan Islam dan
Relevansinya dengan Dunia Modern. Jurnal Hikmah, 5 (1).
Muhammad, Siti Norlina, Mohd Nasir Ripin, dan Muhamad Mohd
Dani. 1995. Pemupukan Akhlak Muslim Menurut Pandangan
Ibnu Miskawayh. Centre For Islamic Thought and Understanding.
Muhtadi, Ali. 2017. Penanaman Nilai-nilai Agama dalam Pembentukan
Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman
Al-Hakim Yogyakarta. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.
Muhyidin, Muhammad. 2008. Hidup di Pusaran Al-Fatihah:
Mengungkap Keajaiban Konstruksi Ummul Kitab. Bandung:
Penerbit Mizania.
Munawar, Atif. 2013. Surah Al-Fatihah In The Ligh of The Writtings of
The Messiah. Al-Islam 1(03).
Munirah, Siti, Amir Razzak, and Mohd Yakub. 2012. Aplikasi Elemen
Saitifik; Pengamatan Terhadap Manhaj Zaghlul Al-Najar dalam
Tafsir Ayat Al-Fatihah.” P. 38 in The 2nd Annual International
Qur’anic Conference 2012.
Muntaha, Payiz Zawahir and Ismail Suardi Wekke. 2017. Paradigma
Pendidikan Islam Multikultural: Keberagamaan Indonesia
dalam Keberagaman. Intizar.
Muslih, Mohammad. 2011. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat
Ilmu Modern. Hunafa: Jurnal Studia Islamika.
Mustaqim, Muhammad. 2013. Dimensi Sosiokultural Pendidikan
Agama Islam Kajian Sosiologi Pendidikan Islam. Kajian Filsafat
Pendidikan Islam STIT Al-Ibrahimy Bangkalan.
Muttaqin, Tsalis. 2017. Khazanah Tafsir Nusantara: Kajian atas
Penafsiran Nawawi Banten Terhadap Surah Al-Fatihah dalam
Marah Labid. Maghza Khazanah Tafsir Nusantara 2(1).
Nasution, Mawaddah. 2017. Upaya Meningkatkan Moral Anak Melalui
Pembiasaan Berbagi di RA Nurul Huda Karang Rejo Stabat
Aceh.” Intiqad UNSU 8 (2).
Nihayati. 2017. Integrasi Nilai-nilai Islam dengan Materi Himpunan
(Kajian Terhadap Ayat-ayat Al- Qur’an).” Jurnal Edumath 1 (2).
Novayani, Irma. 2017. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut
Pandangan Syed M. Naquib Al-Attas dan Implikasi Terhadap
Lembaga Pendidikan International Institute of Islamic Thought
Civilization (Istac).” Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW
Kembang Kerang.

326 The Al-Fatihah Character


Nur Hidayat. 2009. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Sejarah Penurunan
Al-Qur’an Secara Bertahap. Journal of Chemical Information and
Modeling 4(2).
Nurdin, Indra Fajar. 2017. Developing The Model of Inclusive Religious
Education at Indonesia and Thailand Elementary Schools.
Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME) 7 (5).
Nurhadi, Rofiq. 2017. Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam
Pandangan K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asyfari.
Cakrawala: Jurnal Studi Islam.
Nurjanah, Ida. 2018. Paradigma Humanisme Religius Pendidikan Islam
(Telaah atas Pemikiran Abdurrahman Mas’ud ). Miskkat 03(1).
Nurkhalis. 2013. Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn. Islam
Futura IAIN Ar-Raniry Banda Aceh XI (2).
Nurudin. 2013. Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses
Komunikasi. Jurnal Komunikator.
Nurul Wardani, Saleha Rodiah. 2015. Pembentukan Rumah Belajar
dengan Fasilitas Biblioteraphy di Pondok Yatim Dhuafa Ulul
Azmi. Universitas Islam Bandung.
Nurwanto, Nurwanto. 2017. Paradigma Pendidikan Islam Dalam
Pluralitas Masyarakat Barat. Afkaruna.
Olusegun, Steve. 2015. Constructivism Learning Theory : A Paradigm
for Teaching and Learning. IOSR Journal of Research and Method
in Education-Kano 5(6).
Opik Abdurrahman Taufik. 2013. Determinasi Madrasah Efektif pada
Zaman Modern. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia 1 (1).
Othman, Zuraidah Binti. 2014. Pendidikan Integratif dalam Islam
Kesepaduan Iman, Ilmu dan Amal.” Al-Muqadimah Universitas
Malaya Kuala Lumpur 2 (2).
Prastowo, Andi. 2014. “Paradigma Baru Madrasah Dalam
Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013.” Jurnal Pendidikan
Islam.
Prawacana, A. 2015. Fenomenologi Transendental Edmund Husserl.
Penelitian Universitas Muhammadiyah Yogjakarta (06).
Prihatsanti, Unika, Suryanto Suryanto, dan Wiwin Hendriani. 2018.
Menggunakan Studi Kasus sebagai Metode Ilmiah dalam
Psikologi. Buletin Psikologi 26 (2).

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 327


Priyanto, Yuli, M. Sasmito Djati, Soemarno, and Zaenal Fanani. 2013.
Pendidikan Berperspektif Lingkungan Menuju Pembangunan
Berkelanjutan. Wacana.
Qomaruddin, Qomaruddin. 2016. Pentingnya Pendampingan Orang
Tua Terhadap Pendidikan Anak. At-Tahdzib: Jurnal Studi Islam
dan Muamalah.
Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zhilalil-Quran Surah Al-Fatihah. 3rd ed.
edited by A. Yasin. Jakarta: Gema Insani.
Rahman, Annisa. 2018. Terapi Al-Quran Dengan Metode Ruqyah
Syariyah Dalam Penyembuhan Gangguan Psikis Di Rumah
Ruqyah Surakarta. Penelitian Fakultas Ushuludin dan Dakwah
IAIN Surakarta 3 (1).
Rahman, Arief. 2013. Paradigma Penelitian Naturalistik Kualitatif
Model Pendekatan Fenomenologis dalam Penelitian Kawasan
Konservasi Kota. Penelitian Universitas Guna Dharma 3 (1).
Rahman, Fathor. 2016. Tafsir Sainntifik Thanthawi Jauhari Atas Surah
Al-Fatihah. Hikmah STAI Negeri Pamekasan XII (2).
Rahmatullah, Azam Syukur. 2013. Penanganan Kenakalan Remaja
Pecandu Napza dengan Pendidikan Berbasis Kasih Sayang (Study
di Pondok Remaja Inabah XV Putra Suryalaya Tasikmalaya).
Literasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta IV(1).
Robert K. Yin. 2009. Case Study Research Design and Methods Fourth
Edition. Vol. 5. California: Sage Publications.
Robert K. Yin. 2011. Qualitative Research from Star to Finish. Vol. III.
New York: The Guilford Press.
Rochmat, Saefur. 2018. Paradigma Historis Pendidikan Agama agar
Doktrin Agama Fungsional pada Era Modern.” Mozaik: Jurnal
Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora.
Rohana Kamaruddin, Tajul Ariffin Noordin, dan Kamisah Osman.
2005. Pendekatan Integrasi Berteraskan Paradigma Tauhid
dalam Pendidikan Sains ke Arah Keharmonian dan Kesejahteraan
Insan. Wacana Pendidikan Islam Siri 4.
____________. 2015. “Pendekatan Integrasi Berteraskan Paradigma
Tauhid Dalam Pendidikan Sains Ke Arah Keharmonian Dan
Kesejahteraan Insan.” in Wacana Pendidikan Islam Siri 4.
Rojab, Ahmad Ibnu. 2018. Tafsir Tematik Surah Al-Fatihah. 1st ed.
edited by M. Basyir. Riyadh: Al-Mohaadht-Riyadh.

328 The Al-Fatihah Character


Rozak, Purnama. 2017. Indikator Tawaduk dalam Kehidupan
Keseharian-Studi Implementasi Nilai Al-Quran dalam
Pembiasaan Karaktter. Madaniyah UIN-Walisongo 1 (1).
Rusdi, Ahmad. 2017. Syukur dalam Psikologi Islam dan Konstruksi
Alat Ukurnya. Penelitian Psikologi Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta.
Rusydi, Ibnu. 2012. Paradigma Pendidikan Agama Integratif-
Transformatif. Penelitian Universitas Wirolodra Indramayu
Indonesia 1 (2).
S. Saud, Udin. 2013. Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam
Rangka Reformasi Pendidikan. Penelitian IPB X(1).
Saeed, Abdullah. 2006. Interpreting the Qur’an: Towards a
Contemporary Approch. New York: Routledge.
Saefulloh, Aris. 2018. Membaca ‘Paradigma’ Pendidikan dalam
Bingkai Multikulturalisme. INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif
Kependidikan.
Salamet Haryadi. 2012. Karakter Peserta Didik dalam Perspektif
Pendidikan Islam. Jurnal Pelopor Pendidikan STKIP Sumenep 2
(1).
Sanaky, Hujair. AH. 2011. Paradigma Baru Pendidikan Islam sebagai
Kerangka Acuan Penataan dan Pengembangan Pendidikan
Islam. Penelitian Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Sanaky, Hujair A. H. 2016. Permasalahan dan Penataan Pendidikan
Islam Menuju Pendidikan yang Bermutu. El-Tarbawi: Jurnal
Pendidikan Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Scarlat, Paul. 2016. Religious Education Paradigm for Contemporary
Education.” Icoana Credinței. Revista Internațională de Cercetare
Științifică Interdisciplinară Romania 2 (3).
Setiawan, Jemmy. 2018. Rendah Hati Membuka Pintu Sukses. Jakarta.
Penerbit: PT Elex Media Komputindo.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Shobha, Sundaresan and Nandakumar Kala. 2015. Value Education
Towards Empowerment of Youth A Holistic Approach. Procedia
Social and Behavioral Sciences Kuala Lumpur 172 (2).
Shuhari, Mohd Hasrul dan Mohd Fauzi Hamat. 2015. Nilai-nilai
Penting Dalam Kehidupan Individu Menurut Pendapat Imam
Ghazali.” Jurnal Islam dan Masyarakat Kontemporari.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 329


Sirait, Ibrahim, Dja Siddik, dan Siti Zubaidah. 2017. Model
Pengembangan Karakter Religius di Madrasah Aliyah Negeri
1 Medan.” Edu Riligia: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam dan
Keagamaan.
Siti Anisah, Ani. 2011. Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap
Pembentukan Karakter Peserta Didik. Jurnal Pendidikan
Universitas Garut.
Siti Arni Basir. 1999. Pembangunan Sumber Manusia Menurut
Perspektif Islam. Jurnal Usuluddin.
Soerjoatmodjo, Gita W. Laksmini. 2016. Perilaku Berbagi Pengetahuan
Antar Pelaku Wirausaha di Ruang Kerja Bersama. Psikologi
Universitas Pembangunan Jaya Tangerang 2 (4).
Soeyoeti, Sunanti Zalbawa. 2009. Paradigma Metodologi Penelitian
Kualitatif. Media Litbang Kesehatan IX (1).
Subagja, Soleh. 2010. Paradigma Nilai-nilai Kepemimpinan Profetik
(Spirit Implementasi Model Kepemimpinan di Lembaga
Pendidikan Islam). Progresiva.
Sudarsana, I. Ketut, Ni Luh Putu Seri Setia Dewi, Ni Putu Sukarmiasih,
I. Ketut Resna, Ida Ayu Made Putri Arini, Ni Wayan Restiti,
I. Wayan Suryawan, and Tonni Limbong. 2018. Paradigma
Pedidikan Bermutu Berbasis Teknologi Pendidikan. Bali:
Jayapangus Press Books.
Sukardi, Ismail. 2016. Character Education Based on Religious Values :
An Islamic Perspective. Ta’dib Journal of Islamic Education.
Raden Patah State Islamic University of Palembang 21 (1).
Sukarman. 2014. Urgensi Pendidikan Holistik dalam Membentuk Insan
Kamil. Jurnal Tarbawi 2 (2).
Sumiyat, M. Pd. 2017. Efektifitas Perumusan Masalah dalam Penelitian
Kualitatif. Al-Astar Jurnal Ahwal al-Syahsiyah dan Tarbiyah
STAI Mempawah, Vol. 1.
Suparlan, Parsudi. 2018. Paradigma Naturalistik dalam Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kualitatif dan Penggunaannya.”
Antropologi Indonesia.
Susanto, Edi. 2014. Spiritualisasi Pendidikan Agama Islam Menuju
Keberagamaan Inklusif Pluralistik. Nuansa; Jurnal Penelitian
Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam.

330 The Al-Fatihah Character


Sutrisno, Leo. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Penelitian
Uniiversitas Indonesia 2 (1).
Suyatno, Jumintono, Dholina. 2019. Strategy of Values Education
in the Indonesian Education System. International Journal of
Instruction 12 (1).
Syafrawi, Syafrawi. 2018. Paradigma Pendidikan Tradisional dalam
Percaturan Pendidikan Tranformasional. Al-Ulum : Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Keislaman.
Syaifudin, Roziq. 2013. Epistemologi Pendidikan Islam dalam
Kacamata Al-Ghazali dan Fazlur Rahman. Episteme Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman.
Thabathaaba’i, Sayyid Muhammad Husein. 1991. Tafsir Al-Mizan-
Mengupas Surat Al-Fatihah dalam Kontekktualisasi Kehidupan
Modern. Jakarta: CV. Firdaus.
Thobroni, Ahmad Yusam. 2014. Internalisasi Nilai-Nilai Kesadaran
Lingkungan Melalui Pendidkan Perspektif Al-Quran dan Al-
Hadits.” Pendidikan Agama Islam 2 (1).
Tisngati, Urip. 2016. Paradigma Rasional Empirik Obyektif: Tinjauan
Filosofis dan Teoritis Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma
Kedua. Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta V (1).
Trinurmi, Sitti. 2015. Hakekat dan Tujuan Hidup Manusia dan
Hubunganya dengan Tujuan Pendidikan Islam Modern.” Al-
Irsyad-UIN Alauddin Makassar 2 (2).
Ula, Rodhiyatul. 2016. Konsep Pendidikan Akhlaq yang Terkandung
dalam Surah Al-Fatihah dan Relevansinya Bagi Anak Usia
Madrasah Ibtidaiyah. Pasca Sarjana UIN Maliki Malang 07 (03).
Utami, Diah Fajar. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Buku
Samudera Al-Fatihah Karya H. Bey Arifin. Pendidikan Agama
Islam IAIN Salatiga 9.
Utsmaini, Syekh. 2013. Tafsir Tematik Surah Al-Fatihah.
Wahab, Noorizon Yusuf Nubli Abdul. 2016. Kesan Terapi Meditasi
Al-Fatehah Melalui Ujian Biofeedback dalam Mengurangkan
Tekanan Remaja Bermasalah. Proseding Internasional Social
Development Conference 08 (8).
Wahib, Abdul. 2015. Konsep Orang Tua Dalam Membangun
Kepribadian Anak. Jurnal Paradigma.
Wahid, Abdurrahman. 2006. Islamku, Islam Anda, Islam Kita : Agama
Masyarakat Negara Demokrasi.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 331


Waseh, Susi Lanengwaseh. 2016. Pengaruh Lama Paparan Murottal
Surat Al-Fatihah Terhadap Proliferasi Sel Granulosa Kambing
(Capra Aegagrus Hircus) Secara In Vitro. Khazanah Ilmu Islaman
UIN Maliki Malang.
Wati, Salmiwati. 2013. Urgensi Pendidikan Agama Islam dalam
Mengembangkan Nilai-nilai Kultural.” Al-Ta’lim.
Wilkins, Lynn D. 2011. Rethinking Education: A Paradigm for
Education for Sustainability. Education Ontario Institute for
Studies in Education University of Toronto 4 (1)
Wiseza, Fitria Carli. 2017. Implementasi Nilai Karakter Jujur Di Sekolah
Bunda Paud Kerinci. Nur El-Islam (20).
Wulandari, Suci Ayu. 2015. Konsepsi Tujuan Pendidikan Islam Dalam
Perspektif Surat Al-Fatihah. Penelitian STAIN Ponorogo 3(1).
Yahdi, Muhammad. 2016. Paradigma Pendidikan Islam Holistik.
Ulumuna UIN Alaudin Makasar 15 (1).
Yatazaka, Yu’timaalahu. 2018. Pendidikan Agama Berparadigma
Integratif di Sekolah Dasar (Pendekatan Hermeunitis).” Jurnal
JPSD (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar).
Yuberti. 2015. Peran Teknologi Pendidikan Islam Pada Era Global.
Akademika 1 (1).
Zainuddin, M. 2011. Paradigma Pendidikan Holistik untuk
Pengembangan Sekolah. Jurnal Ulumuna Fakultas Tarbiyah UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Zakaria, Stapa, Yusuf Noranizah, dan Shaharudin Abdul Fatah. 2012.
Pendidikan Menurut Al-Quran dan Sunnah serta Peranannya
dalam Memperkasakan Tamadun Ummah. Jurnal Hadhari.
Zein, Achyar, Syamsu Nahar, and Ibrahim Hasan. 2017. Nilai-Nilai
Pendidikan Islam dalam Al-Quran (Telaah Surah Al-Fatihah). At-
Tazkia Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara.
Zen Istiarsono. 2012. Tantangan Pendidikan Dalam Era Globalisasi:
Kajian Teoritik. Jurnal Intelegensia Universitas Kutai
Kartanegara 1(2).
Zuldafrial. 2016. Pembahasan Penelitian Posmodern di Indonesia
di Dasarkan Artikel Penelitian Kritis Modern dan Post Modern
Allan Tarp Grenaa International Baccalaureate. Edukasi: Jurnal
Pendidikan

332 The Al-Fatihah Character


Biodata Penulis

H. ROLI ABDUL ROKHMAN, M.Ag, kelahiran Rembang, 04 Maret


1970. Sekarang bekerja di MAN 1 Model Bojonegoro, jalan Monginsidi
160 Bojonegoro. Alamat Perumahan Bumi Pacul Permai Blok I-06
Bojonegoro Jawa Timur. Tlp. (0353) 88 28 90. Hp. 081.235.949.38.
Alamat Email. roliarohman@gmail.com, Alamat Facebook: https://
www.facebook.com/roli.rohman.
Riwayat pendidikan: SDN-MIS Kumbo Sedan Rembang Tamat
Tahun 1982, SMPN Pamotan Rembang Tamat Tahun 1985, PGAN
Lasem Rembang Tamat Tahun 1988, D-2 IAIN Sunan Ampel Surabaya
Tamat Tahun 1992, S-1 Tarbiyah STIT Muhammadiyah Tamat Tahun
1997, S-2 Magister PAI Universitas Muhammadiyah Solo 2003, S-3
Doktor Prodi PAI Universitas Muhammadiyah Malang.
Riwayat pengabdian: Guru Pendidikan Agama Islam MIN
Seduri Mojokerto Jatim, 1995-2000; Guru Al-Qur’an Hadis pada
MAN Model Bojonegoro, 2000-Sekarang; Dosen Pendidikan Agama
Islam STIT Muhammadiyah, 2010-Sekarang; Dosen PAI-AKN (Poltek)
Bojonegoro, 2011-Sekarang; Penulis Buku Keagamaan PT. Tiga
Serangkai Solo, 2004-Sekarang; Instruktur Training Jalan Sukses Al-
Fatihah, 2009-Sekarang; Instruktur Nasional Kurikulum Madrasah,
2013-2017; Ketua Tim Kurikulum Madrasah Kemenag Pusat (2013-
2017); Ketua Musyawarah Guru Keagamaan Jawa Timur, 2008-2013,
Directur Character Building Centre (CBC), 2009-Sekarang; Anggota
Presidium Majelis Daerah Korps Alumni HMI Kab. Bojonegoro,
2006-Sekarang), Badan Pelaksana Harian Rumah Sakit Aisyiyah
Kab. Bojonegoro, Anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab.
Bojonegoro periode pengabdian sejak tahun 2000 s/d 2022.

Roli Abdul Rokhman, Tobroni, Moh. Nurhakim, Ahsanul In’am 333

Anda mungkin juga menyukai