Anda di halaman 1dari 23

TUTOR 3B

Rabu, 17 November 2021


Fasilitator: drg Putri
STEP 5
1. Bagaimana anatomi, fisiologi jaringan yang terlibat (mukosa, palatum)? Bagaimana klasifikasi fraktur , vulnus
dan mobility ?
Mukosa Oral
Anatomi:
Terdapat 3 macam mukosa oral:
- Masticatory mucosa  epitel dengan lapisan keratin. Terdapat pada gingiva dan palatum durum. Lamina
propria memiliki papilla dan melekat pada jaringan tulang secara langsung.
- Lining mucosa  epitel tidak berkeratin melapisi palatum molle, bibir bag dalam, pipi dan dasar RM. Lamina
propria memiliki papilla dan pada submucosa didapatkan kel ludah minor.
- Specialized mucosa  terdapat pada papilla lingualis, untuk pengecapan.
Histologi:

B: lining mucosa, C: masticatory mucosa.


- Epitel mukosa: Stratum Korneum - Stratum Granulosum - Stratum Spinosum - Stratum Basal (dari lapisan
terluar ke terdalam).
- Lamina propria: jaringan ikat jarang, sangat kaya akan pembuluh darah, mengandung kolagen dan elastin.
- Submukosa: jaringan adipose, kelenjar liur dan otot-otot.

Mukosa mulut dapat diklasifikasikan berdasarkan lapisan keratinnya. Terdapat 3 tipe epitel squamous bertingkat di
rongga mulut :
- Non keratin (C) : berada di lapisan superfisial mukosa pelapis. Contoh : mukosa bukal,labial, alveolar, mukosa
yang melapisi dasar rongga mulut dan di palatum molle
- Ortokeratin (A) : dikaitkan dengan mukosa mastikasi, palatum durum, gingiva cekat
- Parakeratin (B) : dikaitkan dengan mukosa mastikasi, gingiva cekat dengan tingkat lebih tinggi daripada
ortokeratin.
Fisiologi:
- Proteksi  memisahkan dan melindungi jaringan yang lebih dalam di dalam rongga mulut, sehingga dapat
sebagai barrier dari gaya mekanis serta infeksi mikroorganisme.
- Sensasi  reseptor dapat menerima respon temperature, sentuhan, dan rasa sakit di RM, serta lidah memiliki
taste buds yang dapat mendeteksi rasa (asin, manis, asam, pahit). Refleks menelan, tersedak, muntah, dan
mengeluarkan saliva juga diinisiasi oleh reseptor di mukosa oral.
- Sekresi  menghasilkan saliva oleh kelenjar saliva major yang terdapat jauh di dalam mukosa, dan sekresinya
melewati mukosa melalui saluran panjang, juga oleh kelenjar saliva minor yang berhubungan langsung dengan
mukosa oral.
- Regulasi thermal  biasanya berperan penting pada hewan (seperti anjing), tetapi tidak berperan penting pada
manusia dalam mengatur suhu tubuh.

Gigi

Anatomi
Enamel : melindungi jaringan vital gigi dibawahnya yaitu dentin dan pulpa
96 % -> Anorganik (HidroksiApatit, Ca10(PO4)6(OH)2)
4 % -> Organik dan air
pH kritis 5,5
Dentin : jaringan keras dibawah enamel yang menyusun sebagian besar gigi
70 % -> Anorganik (HidroksiApatit, Ca5(PO4)3(OH)
30 % -> Organik dan air
pH kritis 6,5
Fisiologi
• Mempertahankan dan mejaga lengkung gigi agar tidak mengalami penyempitan dan dapat berkembang dengan
optimal
• Membantu proses pengunyahan dan sebagai fungsi estetis
• Membantu dalam pengucapan huruf / fonasi dengan benar
• Membantu dalam perkembangan dan pertumbuhan wajah anak
• Membantu mencegah kebiasaan buruk di rongga mulut

Ligamen Periodontal  jaringan lunak berbentuk serabut bersifat seluler dan vaskuler, mengelilingi akar gigi dan
mengikatkan gigi pada soket/tulang alveolar, berasal dari dental folikel (mesenkim) yang bersiferensiasi menjadi
fibroblast dan mensintesis serabut serta matriks ligament periodontal.
Histologi: komponen seluler dan ekstraseluler, termasuk struktur jaringan ikar lain seperti pembuluh darah dan saraf
sebagai komponen utama, serta ada sel pensintesis substansi (osteoblast, sementoblas, fibroblast), sel resorptive
(osteoklas, sementoklas, fibroblast), sel progenitor, sisa-sisa sel epitel Malassez, sel imun (mastosit, makrofag)
sebagai komponen seluler
Fisiologi:
• melindungi pembuluh darah & saraf dari tekanan mekanis
• melekatkan gigi ke tulang alveolar
• peredam tekanan oklusal
• menghantarkan tekanan&sensasi nyeri melalui saraf
trigeminus
alveolar crest: menahan gigi di soket, mencegah ekstrusi gigi,
menahan gigi gerak ke lateral
horizontal: menahan gigi terhadap tekanan dari lateral
oblique: menahan gigi di soket, menahan daya kunyah arah apikal
apikal: menahan daya luksasi, mencegah gigi tipping, melindungi vaskularisasi dan saraf di apikal
inter-radicular: menahan gigi dari tipping dan luksasi

Sementum  jaringan ikat terkalsifikasi melapisi bagian luar akar, tempat melekatnya ligament periodontal,
berasal dari mesenkim yang berdiferensiasi menjadi sementoblas. Klasifikasi: sementum primer/aselular
(terbentuk pertama kali, meliputi 2/3 servikal akar), sementum sekunder/selular (terbentuk krn pertambahan usia,
terlihat di 1/3 apikal akar), dan sementum patologis (karena iritasi, penyakit, dll).
Histologi: terdiri dari material anorganik 45% (kalsium dan fosfat dlm bentuk kristal hidroxiapatit) dan material
organic 55% (kolagen tipe I, III, VI, XII dan proteoglikan).
Fisiologi:
• mengkompensasi keauasan struktur gigi akibat daya kunyah
• melekatkan gigi dengan tl. alveolar
• memudahkan pergeseran gigi
• perbaikan terhadap kerusakan di akar
• melindungi dentin
• menjaga lebar ligament periodontal
• membantu proses erupsi

Processus Alveolar
Histologi: terdiri dari material non-organik kalsium dan fosfor ditemukan lebih banyak daripada bikarbonat, sitrat,
magnesium, potassium, dan sodium serta material organik 90 % komponen material organik tampak sebagai
kolagen tipe 1.
Anatomi, histologi:
tulang alveolar sebenarnya (alveolar proper bone); tulang 0,1-0,5 mm yang
membatasi soket tulang yang berisi akar gigi yang di radiograf disebut
laminadura, dibagi menjadi dua yaitu bundle bone (tempat menempelnya
ligament periodontal) dan lamellated bone (lebih dalam dari bundle bone,
dekat dengan supporting bone).
tulang alveolar pendukung (alveolar supporting bone); tulang yang
mengelilingi tulang alveolar sebenarnya dan merupakan penyokong dari
soket, yaitu lempeng kortikal eksternal bukal dan lingual/palatal (tulang kompak)
dan tulang spons (tulang kanselus).
Fisiologi:
• membentuk tulang soket untuk menahan akar gigi dan ligamen periodontal
• tempat menempelnya otot
• membentuk kerangka sumsum tulang
• penyimpanan ion (khususnya kalsium)

Palatum
Palatum adalah atap rongga mulut, secara anatomi palatum terbagi menjadi palatum durum dan palatum mole. Dua
pertiga anteriornya adalah palatum durum, yang tersusun atas processus palatinus os maxillae dan pars horizontalis
ossi palatini dan sepertiga posterior palatum adalah palatum mole merupakan suatu jaringan fibromuskuler,
dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior palatum durum.
a. Palatum Durum
Palatum durum disebut juga palatum keras bagian rongga mulut yang berada di sebelah tulang maksilaris.
Bagian dari orofaring palatum ini dapat bergerak dan terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir. Palatum
memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris. Mukosa palatum merupakan
keratinisasi epitel skuamos pseudostratified. Namun demikian, submukosa memiliki banyak sekali kelenjar
saliva minor, terutama pada palatum durum.
b. Palatum Mole
Secara anatomi, palatum mole adalah bagian dari orofaring yang mengandung mukosa pada kedua
permukaanya. Intervensi antara kedua permukaan mukosa adalah jaringan penghubung, serat otot, aponeurosis,
banyak pembuluh darah, limfatik, dan kelenjar saliva minor. Secara fungsional, palatum mole berperan untuk
memisahkan orofaring dari nasofaring selama menelan dan berbicara. Palatum mole mendekat ke dinding
posterior faringeal selama menelan untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara
untuk mencegah udara keluar dari hidung

Klasifikasi Vulnus
- Vulnus incisum: Luka potong atau sayatan yang diakibatkan oleh benda tajam.
- Vulnus punctum: Luka tusuk yang diakibatkan oleh benda yang kecil dan runcing.
- Vulnus contusum: Luka kuntosio atau luka memar yang diakibatkan oleh benda tumpul. Sebelum
mengakibatkan kulit rusak, benda tumpul tersebut terlebih dahulu melukai jaringan lunak dalam atau organ,
seperti otot dan tulang.
- Vulnus conquassatum: Luka pecah atau luka kontusi jaringan yang diakibatkan oleh trauma, seperti  tergilas,
tertimpa oleh reruntuhan, atau kecelakaan mobil atau kereta api.
- Vulnus caesum: Luka bacok yang disebabkan oleh benda tajam, di antaranya pdang, kapak, golok atau gergaji.
- Vulnus morsum: Luka gigitan yang diakibatkan oleh gigitan hewan, di antaranya kucing, angjing, atau kuda.
- Vulnus mixtum: Luka campuran yang melibatkan dua atau lebih luka.
- Vulnus sclopetarium: Luka tembak yang diakibatkan oleh tembakan atau granat.
- Vulnus perforatum: Luka tembus yang diakibatkan oleh benda tajam yang menembus ke jaringan tubuh.
- Vulnus amputatum: Luka terpotong yang diakibatkan oleh terpancung atau terpotong benda tajam.
- Vulnus excoriasi: Luka lecet yang diakibatkan oleh gesekan kulit dengan benda keras.
- Vulnus laceratum: Luka robek yang diakibatkan oleh benda tumpul. Luka ini mengakibatkan jaringan lunak
tubuh menjadi robek.

1. Luka terbuka
Yaitu luka yang terpapar oleh udara karena adanya kerusakan pada kulit tanpa atau disertai kerusakan jaringan di
bawahnya. Luka terbuka merupakan jenis luka yang banyak dijumpai. Jenis-jenis luka terbuka antara lain :

2. Luka Tertutup
Yaitu cedera pada jaringan di mana kulit masih utuh atau tidak mengalami luka. Misalnya :
a. Luka Memar (Contusio)
Merupakan cedera pada jaringan dan menyebabkan kerusakan kapiler sehingga darah merembes ke jaringan
sekitarnya. Biasanya disebabkan oleh benturan dengan benda tumpul.
b. Hematoma
Adalah pengumpulan darah setempat (biasanya menggumpal) di dalam organ atau jaringan akibat pecahnya dinding
pembuluh darah.
Berdasarkan lamanya penyembuhan, luka dapat digolongkan menjadi :
a. Luka Akut
Yaitu luka yang baru terjadi yang dapat sembuh sesuai dengan lama fase penyembuhan yang normal (waktu
penyembuhan luka dapat diperkirakan).
Contoh : luka lecet, luka robek, luka operasi tanpa komplikasi.
b. Luka Kronik
Yaitu luka yang telah berlangsung lama karena mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan yang normal atau
luka yang sering kambuh (waktu penyembuhan luka tidak dapat diperkirakan). Contoh : ulkus.

Klasifikasi resesi gingiva menurut miller ;


Kelas I : Resesi jaringan marjinal tidak meluas ke mucogingival junction.
Tidak ada kehilangan tulang atau jaringan lunak di interdental daerah. Jenis
resesi ini bisa sempit atau lebar.
Kelas II : Resesi jaringan marjinal meluas ke atau apikal ke mucogingival
junction. Tidak ada kehilangan tulang atau jaringan lunak di area
interdental. Jenis resesi ini dapat diklasifikasi selebar dan sempit.
Kelas III : Resesi jaringan marjinal meluas ke atau apikal ke mucogingival
junction. Ada kehilangan tulang dan jaringan lunak antar gigi atau
malposisi gigi secara fasial.
Kelas IV : Resesi jaringan marjinal meluas ke atau apikal ke mucogingival
junction. Ada kehilangan tulang dan jaringan lunak yang parah malposisi
gigi interdental atau parah.

Menurut Ellis dan Davey (1970)


- Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan
email.
- Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
- Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.
- Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur
mahkota.
- Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
- Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
- Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
- Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.
- Kelas 9 : Kerusakan gigi sulung akibat trauma pada gigi depan

2. Jelaskan proses penyembuhan luka pada kasus ?


Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka melibatkan empat tahapan penyembuhan luka yaitu tahap hemostasis,
inflamasi, proliferasi dan remodelling. Hemostasis merupakan proses pembentukkan bekuan pada dinding
pembuluh darah yang rusak untuk mencegah kehilangan darah, vasokinstriksi pembuluh darah di daerah luka,
serta mempertahankan darah dalam keadaan cair di dalam sistem vaskuler.
- Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadi luka dan berakhir pada hari 3 – 5. Proses hemostasis yang telah
terjadi selain mengaktifkan pembentukkan pembekuan darah yang kemudian menyatukan tepi luka tetapi
juga menarik zat kimia ke daerah luka. Pembentukan prostaglandin pada proses hemostasis menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah di daerah luka. Polimorfonuklear (PMN)
terutama neutrofil adalah sel pertama yang menuju ke daerah luka. Jumlahnya meningkat cepat dan
mencapai puncaknya pada 24 – 48 jam. Neutrofil melakukan fagositosis dengan mencerna mikroorganisme
patologis dan sisa – sisa jaringan. Bila tidak terjadi infeksi maka neutrofil berumur pendek dan jumlahnya
menurun dengan cepat setelah hari ketiga
- Fase proliferasi berlangsung dari hari ketiga sampai ke hari 30 setelah terjadinya luka. Fase ini ditandai
dengan pembentukan jaringan granulasi pada luka. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari elemen
seluler termasuk fibroblast dan sel inflamasi yang bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam
jaringan ekstra seluler dari matriks kolagen.Peningkatan jumlah fibroblast pada daerah luka merupakan
kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Fibroblast berasal dari sel – sel mesenkim lokal, pertumbuhannya
disebabkan oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag, dan faktor infeksi mikroba. Fibroblast merupakan
elemen utama pada proses pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan.
Fibroblast juga memproduksi kolagen dalam jumlah besar.
- Fase maturasi atau remodelling dimulai hari ke-21 dan berakhir satu sampai dua tahun setelah terjadinya
luka. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih
kuat.
3. Apa diagnosis dan diagnosis banding pada kasus? dan tanda gejalanya!
Diagnosis: trauma dentoalveolar dengan mobility grade 2 pada gigi 21 disertai vulnus laceratum pada
midpalatum
Klasifikasi fraktur ellis & davey = kemungkinan kelas 2 atau 3

- Cedera jaringan lunak: vulnus laceratum ar/midline palatum, ukuran 7x0, 3x0,2 cm, tepi tidak rata, dasar tulang:
terdapat luka robek pada mukosa midline palatum
 Laserasi adalah robekan yang terjadi pada jaringan epitel dan subepitel.
 Laserasi adalah luka jaringan lunak yang paling sering terjadi dan disebabkan oleh benda tajam, seperti
pisau, atau kaca.
 Bila laserasi tidak disebabkan oleh benda tajam, maka luka laserasi menjadi robekan tidak teratur yang
disebabkan oleh kekuatan tekanan.
 Laserasi juga dapat merusak syaraf, pembuluh darah, otot, maupun jaringan penting lainnya.
 Dokter gigi sering berhubungan dengan laserasi pada bibir, dasar mulut, lidah, mukosa labial, vestibulum,
dan gusi yang disebabkan oleh trauma.
 Penanganan laserasi jaringan luka dilakukan setelah penanganan jaringan keras dento alveolar.

- Cedera dental: Fraktur ½ mahkokta, mobility grade 2


Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa. Pasien mungkin mengeluh rasa sakit saat tersentuh dan
kepekaan terhadap udara.

Diagnosis Banding:
- Pseudotrombositopenia adalah suatu artefak in vitro yang dihasilkan oleh aglutinasi trombosit melalui
antibodiantibodi (umumnya IgG, tetapi juga IgM dan IgA) saat kandungan kalsium berkurang akibat
penampungan darah dalam ethylenediamine tetraacetic (EDTA);
- Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor VII dan IX. Saat mengalami hemofilia,
perdarahan akan berlangsung lebih lama.

4. Apa etiologi, faktor resiko, dan faktor predisposisi pada kasus tersebut?
Etiologi:
Fraktur mandibular
dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1.Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%) 
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)

2.Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang
osteogenesis imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
etiologi trauma:
- jatuh, kecelakaan sampai terjadi gesekan

Vulnus laceratum
Mekanik
- Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau runcung. Misalnya luka iris,
bacok dan tusuk
- Benda tumpul
- Ledakan atau tembakan
Non mekanik
- Bahan kimia
- Trauma fisika
1) Luka akibat suhu tinggi : dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat exhaustion
sekunder, heat stroke
2) Luka akibat suhu rendah : derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel
3) Luka akibat trauma listrik
4) Luka akibat petir
5) Luka akibat perubahan tekanan udara
Radiasi

Trombositopeni

Sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit


- Leukemia 
- Anemia aplastik 
- Hemoglobinuria nokturnal paroksismal 
- Pemakaian alkohol yang berlebihan 
- Anemia megaloblastik 
- Kelainan sumsum tulang
Trombosit terperangkap di dalam limpa yang membesar
- Sirosis disertai splenomegali kongestif 
- Mielofibrosis 
- Penyakit Gaucher
Trombosit menjadi terlarut
- Penggantian darah yang masif atau transfusi ganti (karena platelet tidak dapat bertahan di dalam darah yang
ditransfusikan) 
- Pembedahan bypass kardiopulmoner
Meningkatnya penggunaan atau penghancuran trombosit
- Purpura trombositopenik idiopatik (ITP) 
- Infeksi HIV 
- Purpura setelah transfusi darah
Faktor resiko:
Fraktur mandibular
Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi
segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.
Vulnus laceratum
a) Alat yang tumpul
b) Jatuh ke benda tajam dank eras
c) Kecelakaan lalu lintas dan kereta api
d) Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
Trombositopeni
Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu terjadi trombositopenia, antara lain:
 Penyakit kanker darah, limfoma, atau purpura trombositopenik trombotik.
 Kelainan darah, contohnya anemia aplastik.
 Konsumsi alkohol yang berlebihan.
 Proses kemoterapi atau radioterapi.
 Infeksi virus, seperti HIV, cacar air, dan hepatitis C.
 Infeksi bakteri dalam darah.
 Obat-obatan tertentu, misalnya heparin, kina, atau obat antikonvulsan.
 Kondisi autoimun, contohnya lupus

luka: kekuatan mekanik - trauma terbentuk ke aspal lapisan dermis kerusakan oemb darah dan limfe, laserasi,
memar dan hematom

klasifikasi: abrasi kontusi laserasi


Faktor predisposisi:
Fraktur mandibular
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering teradi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
faktor predisposisi:
- labioversi
- OJ > 3mm
Maloklusi kelas 2
5. Bagaimana mekanisme pembekuan darah dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya?
Mekansime Pembekuan Darah
Kulit yang terluka menyebabkan darah keluar dari pembuluh darahTrombosit ikut keluar bersama darah
kemudian menyentuh permukaan-permukaan kasar dan menyebabkan trombosit menjadi pecahTrombosit akan
mengeluarkan zat (enzim) yang disebut trombokinase atau trimboplastin Trombokinase atau tromboplastin
akan masuk ke dalam plasma darah  akan mengubah protrombin menjadi enzim aktif yang disebut
dengan thrombinPerubahan tersebut dipengaruhi oleh ion kalsium di dalam plasma darahProtrombin
merupakan senyawa protein yang larut di dalam darah yang mengandung globulin. Zat ini merupakan enzim yang
belum aktif (zimogen) yang dibentuk oleh hati. Pembentukan protrombin menjadi trombin dibantu oleh vitamin K.
Trombin yang terbentuk akan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Terbentuknya benang-
benang fibrin menjadi anyaman-anyaman yang menyebabkan luka akan tertutup sehingga darah tidak mengalir
keluar lagi
Faktor yang mempengaruhi
Faktor pembekuan adalah
 Faktor I (fibrinogen)
 Faktor II (protrombin)
 Faktor III (tromboplastin jaringan atau faktor jaringan)
 Faktor IV (kalsium terionisasi)
 Faktor V (faktor labil atau proakselerin)
 Faktor VII (faktor stabil atau prokonvertin)
 Faktor VIII (faktor antihemofilik)
 Faktor IX (komponen tromboplastin plasma atau faktor Natal)
 Faktor X (faktor Stuart-Prower)
 Faktor XI (anteseden tromboplastin plasma)
 Faktor XII (faktor Hageman)
 Faktor XIII (faktor penstabil fibrin)

Faktor I (Fibrinogen): prekursor fibrin (protein polimer)


Fibrinogen adalah protein globulin berukuran besar yang stabil (berat molekul 341.000). fibrinogen adalah
prekursor fibrin yang meghasilkan bekuan. Ketika fibrinogen bereaksi dengan trombin, dua peptida
memisahkan diri dari molekul
fibrinogen, menghasilkan fibrin monumer.
Fibrinogen trombin – fibrin monomer – bekuan fibrin

Faktor II (Protrombin) : protrombin adalah protein yang stabil (berat molekul


63.000). dengan dipengaruhi oleh kalsium terionisasi, protrombin diubah menjadi
trombin oleh aksi enzimatik tromboplastin dan kedua jalur ekstrinsik dan intrinsik
protrombin memiliki waktu paruh hampir 3 hari dan digunakan selama
pembekuan.

Faktor III (Tromboplastin jaringan): tromboplastin jaringan adalah istilah yang


diberikan untuk setiap substansi nonplasma yang mengandung kompleks
lipoprotein jaringan. Jaringan ini dapat berasal dari otak, paru-paru, endotel
pembuluh darah, hati, plasma, atau ginjal, yang merupakan jenis jaringan yang
mampu mengonversi protrombin menjadi trombin.
Faktor IV (Kalsium) : Diperlukan untuk pengaktifan protrombin dan
pembentukan fibrin
Faktor V (Proaccelerin/Plasma akselator globulin): suatu faktor plasma yang
mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin, memiliki waktu paruh 16
jam. Faktor V digunakan dalam proses pembekuan dan sangat penting untuk tahap
selanjutnya, yaitu pembentukan tromboplastin.
Faktor VI : Istilah ini tidak digunakan
Faktor VII (Proconvertin/Akselator konversi protrombin serum): faktor VII
beta globulin. Bukan merupakan komponen penting dari mekanisme yang
menghasilakan tromboplastin dalam jalur intrinsik. Faktor VII berfungsi aktivasi
tromboplastin jaringan dan percepatan pembentukan trombin dan protrombin.
Faktor ini dihambat oleh antagonis vitamin K.
Faktor VIII (Faktor Antihemolitik): faktor ini adalah reaksi pada fase akut
digunakan selama proses pembekuan dan tidak ditemukan dalam serum. Vaktor
VIII sangat labil, dan berkurang sebanyak 50% dalam waktu 12 jam pada suhu
4C in vitro. Vaktor VIII dapat dibagi kedalam berbagai komponen fungsional.
Faktor IX (Plasma Thromboplastin Component ) : faktor protein yang stabil,
yang digunakan selama pembekuan, merupakan komponen penting dari sistem
pembangkit tromboplastin jalur instrinsik yang dapat mempengaruhi laju
pembentukan tromboplastin.
Faktor X (Faktor Stuart) : merupakan alfa-globulin, faktor yang relatif stabil.
Bersama dengan faktor V, faktor X bereaksi dengan ion kalsium membentuk jalur
akhir yang umum dimana produk-produk dari kedua jalur ekstrinsik dan instrinsik
yang menghasilkan tromboplastin bergabung untuk membentuk tromboplastin
akhir yang mengubah protrombin menjadi trombin. Aktivitas faktor X tampaknya
berkaitan dengan faktor VII.
Faktor XI (Tromboplastin Plasma) : beta-globulin. Dapat ditemukan dalam
serum karena hanya sebagian yang digunakan selama proses pembekuan. Faktor
ini sangat penting untuk mekanisme yang menghasilkan tromboplastin dalam jalur
intrinsik.
Faktor XII (Faktor Hageman): faktor yang stabil. Adsorpsi faktor XII dan
kininogen (dengan prekallikrein terikat dan faktor XI). Pada permukaan pembuluh
darah yang cedera akan memulai koagulasi dalam jalur intrinsik. Karena mekanisme umpan balik, kallikrein
(diaktifkan faktor fletcher) memotong
sebagian aktivitas XIIa untuk menghasilkan bentuk yang lebih kinetik efektif
XIIa.
Faktor XIII (Fibrin-Stabilizing faktor/ Faktor yang menstabilkan fibrin) :
Faktor plasma; menimbulkan bekuan fibrin yang lebih kuat dan tidak larut dalam
urea.

6. Jelaskan lebih lanjut mengenai pemeriksaan penunjang yang sesuai pada kasus?

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

Pada umumnya, pemeriksaan CT scan lebih dipilih untuk pemeriksaan trauma. Jika menggunakan
radiograf standar, dilakukan sedikitnya dua gambaran/proyeksi dari dua sudut yang berbeda di bidang
vertikal.
Contohnya : di daerah anterior kita gunakan proyeksi periapikal paralel dan upper standard

oklusal.

Macam-Macam Proyeksi

1.   Oksipitomental Standar (0o OM)

Menunjukan kerangka wajah dan antrum maksila, mencegah terjadinya superimposed tulang
padat pada basis tengkorak.
Indikasi utama :

-  Antrum maksila

-  Le Fort I-III

-  Kompleks zigomatik

-  Kompleks NOE

-  orbital blow-out

-  Fraktur prosesus koronoid.

2.   Oksipitomental 30o 

Hanya berbeda sudut dengan standar OM, sehingga perpindahan tulang tertentu dapat dilihat.
Indikasi utama :

-  Fraktur 1/3 tengah wajah (Le Fort I-III)

-  Fraktur prosesus koronoid

3.   Waters
Merupakan proyeksi oksipitomental dengan sinar 45 o terhadap garis orbitomental. Sinar berlanjut
dari belakang kepala dan tegak lurus lempeng radiograf.
Indikasi utama :

-  Sinus maksilaris  sering disebut sinus projection.

4.   Submentovertex

Menunjukkan basis tengkorak, sinus sphenoidal, dan rangka wajah dari bawah. Indikasi
utamanya :
-  Lesi ekspansif yang mempengaruhi palatum daerah pterygoid, atau basis tengkorak

-  Fraktur lengkung zigomatik

-  Investigasi sinus sphenoidal, dll.

5.   Posteroanterior Rahang / Mandibula (PA)


Menunjukan bagian posterior mandibula
Indikasi utama :
-  Fraktur mandibula di 1/3 posterior korpus, angulus, ramus, dan leher kondil bawah.

6. Reverse Towne’s 

Menunjukan kepala kondil dan leher. Gambaran Towne yang asli (proyeksi AP) didesain untuk
menunjukkan daerah oksipital dan juga kondil, namun karena seluruh gambaran tengkorak dalam
kedokteran gigi diambil secara konvensional dalam arah
 posteroanterior, maka digunakan proyeksi Reverse Towne‟s (proyeksi PA).

Indikasi utama :

-  Fraktur leher kondil

-  Fraktur intrakapsuler TMJ.

7.   True Lateral Skull

Menunjukkan kubah tengkorak dan rangka fasial dari aspek lateral. Indikasi utama :
-  Fraktur kranium dan basis tengkorak

-  Fraktur 1/3 tengah wajah untuk melihat perpindahan maksila ke atas dan bawah, dan
investigasi sinus frontal, sphenoidal, dan maksilaris.

Pemeriksaan penunjang pada khasus : radiolohi panoramic / oklusal untuk indentifikasi (fraktur palatum )
7. Pertolongan pertama apa yang dapat dilakukan pasien sebelum ke rumah sakit ?
Primary and Secondary Survey
Pemeriksaan pasien yang cedera  terdapat prioritas perawatan pasien trauma
o Menyelamatkan hidup pasien (save life)
o Mengembalikan fungsi

Tahap-tahap penanganan trauma:


1.) Penanganan yang dilakukan sebelum dibawa ke RS
 Mempertahankan jalan nafas
 Menghentikan perdarahan eksternal
 Stabilisasi fraktur
 Stabilisasi tulang belakang
 Transportasi cepat (ambulatory)
2.) Resusitasi dan penanganan primer
 ABC (Airway, Breathing, Circulation)
 Resusitasi cairan
 Pemantauan
Survei primer  mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa,
meliputi:
a. Airway
o Pernafasan: look, listen and feel
o Obstruksi dapat terjadi akibat lidah, jaringan lunak lainnya, darah, muntah,
benda asing, edema
o Obstruksi dapat parsial atau total:
 Silence: obstruksi total
 Gurgling: terdapat cairan
 Snoring: faring Sebagian tertutup lidah/palatum mole
 Crowing: spasme laring
o Koreksi  chinlift/jaw thrust, penggunaan OPG, suction
o Gangguan airway akbat cedera wajah  rujuk ke Sp.BM
b. Breathing
o Pemeriksaan ventilasi (pernafasan) yang adekuat
o Jika tidak ada ventilasi sponta atau tidak adekuat  perlu dibantu dengan
nafas buatan
o Penyebab  cedera dada serius
c. Circulation
o Cek perdarahan, TD, nadi, CRT, suhu akral, sianosis, dll
o Control hemoragi:
 Penekanan luka yang mengalami perdarahan
 Tang arteri (artery clamp)
 Penjahitan arteri
o Perdarahan akibat fraktur rahang dapat dikontrol dengan melakukan reposisi
manual
o Berikan infus cairan secara IV
d. Disability
a. Pemeriksaan kesadaran pasien:
 Glasgow Coma Scale (GCS): Eye, Motoric and Verbal (13-15 normal,
E=4, M=6, V=5)
 Pupil (bulat, isokor), refleks cahaya
e. Exposure and environmental control
b. Pemeriksaan seluruh tubuh untuk memeriksa kemungkinan cedera lainnya

3.) Diagnosis dan penanganan sekunder


 Pemeriksaan fisik menyeluruh
 Radiografi
 Pemeriksaan lab
 Resusitasi dan pemantauan lanjut
Survei sekunder  setelah penanganan primer
a. Dilakukan apabila kondisi umum pasien telah stabil
o Pemeriksaan detail seluruh tubuh (kepala hingga kaki), dan status
neurologis
o Di bagian bedah mulut:
 EO: kepala, leher, dan daerah orofasial
 IO: bibirm gingiva, vestibulum, palatum, mukosa bukal, lidah, dasar
mulut, tonsil, gigi-geligi
o Pemeriksaan penunjang: radiografi, CT scan
b. Dokumentasi
o Vital!
o Mendokumentasikan Riwayat dan hasil pemeriksaan
o Dapat diperlukan oleh polisi, pengacara, dll

4.) Perawatan definitive


 Pembedahan
 Perawatan non operatif
 Nutritional support
5.) Rehabilitasi

8. Jelaskan rencana perawatan dan tatalaksana pada trauma mulut (vulnus) , gigi yang
mengalami fraktur dan mobility, kelainan darah!
Rencana Perawatan Non- Farmakologi:
 Lakukan terlebih dahulu primary survey (A-B-C)
 Vulnus laceratum  penjahitan
 Gigi fraktur ½ mahkota  restorasi kelas IV
 Gigi mobility grade 2  splinting
 Kelainan darah  dirujuk ke dokter umum
 Plak dan kalkulus  scaling

Penatalaksanaan:
 Vulnus laceratum
- Anamnesis, informed consent
- Menilai keadaan umum ((tensi, nadi, suhu, respirasi) dan mencari kemungkinan
cedera lain)
- Memeriksa luka, apakah ada perdarahan yang harus segera dihentikan
- Menentukan jenis trauma tajam atau tumpul
- Menentukan luas kematian jaringan
- Melakukan antiseptic dengan PI di luar luka
- Melakukan anestesi local secara infiltrasi pada daerah luka dan sekitarnya
sesuai letak luka
- Suntikan dengan teknik infiltrasi pada jaringan vital sekitar luka (subkutis) arah
jarum 30°, aspirasi, bila tidak ada darah, suntikan obat perlahan-lahan sambal
menarik jarum sedikit demi sedikit
- Membersihkan luka dengan cairan antiseptic (larutan chlorhexidine 0,5% atau
larutan povidone iodine 1%), bilas dengan larutan NaCl 0,9%.
- Menutup daerah sekitar luka dengan doek bolong
Penjahitan:
- Pasang jarum kulit dengan cara menjepitkan bagian tengah jarum pada
- needle holder
- Pasangkan benang chromic 3.0 pada mata jarum
- Angkat jaringan kulit yang terluka/robek dengan pinset anatomis, masukan
- jarum dari luar ke dalam pada daerah tepi luka sisi lain
- Arahkan jarum ke tepi luka sebelahnya sambil menarik ke atas
- Ikat benang dan gunting 0,5 mm
- Bersihkan luka yang sudah di jahit tadi dengan povidon iodine
 Penatalaksanaan Fraktur
- Preparasi: Seluruh cavo surface line angle dibevel menggunakan bur tapered
fissure
- Isolasi daerah kerja menggunakan cotton roll
- Membersihkan kavitas yang telah dipreparasi dengan chlorhexidine 0,2%
menggunakan microbrush, lalu keringkan dengan kapas dan angin pada
threeway syringe
- Memasangkan celluloid strip pada interdental sebelum proses etsa untuk
mencegah etsa mengenai gigi sebelahnya
- Mengaplikasikan etsa menggunakan syringe applicator diawali pada bevel,
margin, seluruh dinding bagian email, lalu dentin, sampai ke dasar kavitas.
Total selama 15 detik
- Membilas dengan air pada threeway syringe, lalu keringkan dengan semprotan
angin ringan/ suction, agar permukaan dentin masih tetap lembab, ganti cotton
roll untuk isolasi
- Mengaplikasikan bonding agent pada seluruh permukaan yang dietsa (tidak
boleh mengaplikasikan bonding di luar daerah etsa) diamkan selama 10 detik
- Menyemprotkan angin sangat ringan pada dasar kavitas, kemudian disinari
dengan light cured unit selama 20 detik dari permukaan insisal. Jarak tip light
cured 1 mm dari permukaan gigi.
- Aplikasi bahan resin komposit, kondensasi, membentuk kembali anatomi
proksimal, sinar dari arah palatal selama 20 detik dan dari arah labial 20 detik
- Lakukan pemolesan dengan alat poles hingga permukaan restorasi halus.

 Penatalaksanaan Mobility
- Membersihkan permukaan labial / bukal gigi dengan menggunakan alat sikat
poles untuk menghilangkan plak, kalkulus dan stain secara perlahan dan hati-
hati
- Mengukur lebar / panjang regio atau jumlah mesio distal gigi yang akan
dilakukan splinting, dan memotong kawat sesuai ukuran panjang gigi diatas,
menentukan titik kontak gigi
- Membentuk kawat SS 0.5 sesuai lengkung gigi yang akan di fiksasi dengan
menggunakan ibu jari atau arch maker pliers
- Buatlah tekukan atau step kawat, apabila terdapat malposisi gigi pada daerah
tertentu
- Melakukan etsa asam dengan larutan asam fosfat pada permukaan gigi yang
akan ditempelkan kawat splinting selama 10 detik kemudian dibilas dengan air
mengalir
- Aplikasikan selapis larutan bonding dan pasta adhesif pada permukaan etsa,
kemudian letakkan kawat ligatur pada daerah pertengahan mahkota gigi atau
dibawah titik kontak, fiksasi kemudian sinar dengan light cure unit selama 10
sd 15 detik. Mulai pada kedua ujung kawat. Lanjutkan prosedur tersebut pada
permukaan gigi lain diantara kedua ujung kawat
- Pastikan bahwa semua permukaan gigi sudah melekat dengan sempurna,
permukaan komposit halus dan tidak ada ujung kawat yang tajam dan semua
gigi sudah terfiksasi dengan baik

Farmakologi
- Suntik tetanus Cr 5cc
- Antibiotic : amoxicillin 500mg 3x/hr
- Analgetik : pct 50mg 3x/hr atau asmef 500mg 3x/hr
- Anti inflamasi : dexamethasone 4 mg 2x/hr atau ibuprofen (?)
- Vit C 1x1 /hr
antibiotik (3 jam setelah kecelakan), analgesik pake NSAID
 Antibiotik Amoxicilin
Golongan beta lactam, bersifat bakterisida. Menghambat pertumbuhan bakteri melalui
pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel. Sering digunakan untuk infeksi dikepala
dan leher. Secara terapetik, hendaknya untuk infeksi awal menggunakan
antibiotic tunggal.
 Analgetik dan Anti-inflamasi
Ibu profen  menghambat Cox-1 dan Cox-2 dengan cara mengganggu perubahan
asam arachidonat menjadi prostaglandin. Efektif untuk nyeri ringan-sedang.
Merupakan turunan asam propionate yang mempunyai aksi analgetik dan anti-
inflamasi.

Teknik Skeling Ultrasonik


1. Operator duduk di posisi yang sesuai dengan permukaan gigi yang akan
dibersihkan.

2. Pulas secara teliti unit ultrasonik dengan disinfektan. Gunakan handpiece steril,
yaitu handpiece ultrasonik autoclavable, atau handpiece yang telah dipulas
desinfektan.

3. Tutup unit ultrasonik atau tombol kontrol dan handpiece dengan plastik atau
pelindung. Nyalakan unit selama 2 menit untuk menurunkan jumlah mikroorganisme
pada saluran air dan handpiece. Gunakan filter pada saluran air atau dengan air steril
bila memungkinkan

4. Instruksikan pasien untuk berkumur selama 1 menit dengan obat kumur


antimikroba seperti 0,12% klorheksidin untuk mengurangi kontaminasi aerosol.

5. Dokter dan asisten harus memakai kacamata pelindung atau pelindung wajah dan
masker

6. Menghidupkan unit, pilih tip dan memasangkannya pada handpiece, dan kemudian
menyesuaikan tombol kontrol air untuk menghasilkan air kabut tipis pada daerah
kerja. Aspirasi yang memadai oleh asisten diperlukan untuk menghilangkan air karena
terakumulasi di dalam mulut.

7. Pengaturan daya harus dimulai dengan daya rendah dan disesuaikan tidak lebih
tinggi dari yang diperlukan untuk penghapusan kalkulus. Pengaturan daya menengah-
ke-tinggi telah terbukti menyebabkan kerusakan akar ketika ujung tidak sejajar
dengan permukaan akar.
8. Gagang skaler dipegang dengan metode modified pen grasp. Satu jari sebagai
tumpuan kuat (finger rest) sebagai penyeimbang gerakan skeling, berada ekstra oral.

9. Tip pada diadaptasikan pada permukaan deposit kalkulus, tekan pedal pada foot
control lalu skaler agar bergetar dan mengeluarkan air.

10. Arah stroke skeling dari bagian koronal hingga ke apikal, juga dianjurkan gerakan
lembut ke horisontal dan transversal. Tekanan berlebih tidak diperlukan karena dapat
menyebabkan peredam getaran. Namun, ujung tip harus menyentuh deposit.

11. Ujung tip harus selalu dalam gerakan konstan, dan sejajar dengan permukaan gigi
atau tidak lebih dari 15 derajat untuk menghindari porosis atau grooving permukaan
gigi. Meninggalkan ujung tip di satu tempat terlalu lama atau menggunakan titik
ujung tip terhadap gigi dapat mencongkel dan roughening dari permukaan akar atau
overheating gigi.

12. Gunakan instrumen dengan ujung tajam seperti sonde untuk mengevaluasi
permukaan yang sudah terbebas dari deposit kalkulus.

13. Instrumen harus dimatikan secara berkala untuk memungkinkan aspirasi air.

9. Apa prognosis dan komplikasi pada kasus?


Prognosis :
Ad bonam apabila pasien rajin control dan mengkonsumsi obat, Menjaga kebersihan
luka,Tidak ada infeksi,Tidak mengalami kerusakan berlanjut,Penyembuhan luka
baikadanya reepitelisasi,Jaringan nekrotik terambil semua, Pembersihan luka
adekuat, Minim derajat kerusakan periodontal. trombositopenia juga dipengaruhi oleh
usia dan komplikasi yang terjadi

Komplikasi :
Vulnus : hematoma, nekrosis jaringan, keloid, formasi hipertropik scar, infeksi luka,
nyeri bertambah
Avulsi : resorpsi akar, nekrosis ligamen periodonta;
Mobillity : kegoyangan semakin parah, gigi lepas dari soket, trauma jaringan
periodontal.
10. Bagaimana KIE dan epidemiologi pada kasus tersebut?
Komunikasi, Informasi, Edukasi Dokter-Pasien
 Memberitahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
 Menjelaskan +/- dari tindakan tersebut
 Melakukan informed consent
 Mengedukasi pasien untuk control kembali
 Konsultasi dengan dokter
 Menghindari dari benturan
 Berhati-hati dalam penggunaan alat-alat tajam
 Menghindari gerakan menyikat gigi yang dapat menyebabkan pendarahan gusi
Epidemiologi
Fraktur
Diperkirakan sekitar 30% anak usia sekolah pernah mengalami trauma dental. Trauma
dental lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan rasio 2-3:1. Trauma
dental paling sering terjadi pada anak usia 7-12 tahun (66.6%) dan usia 15-19 tahun
(24.7%). Gigi yang paling sering mengalami fraktur adalah gigi insisif central
(66.7%), gigi insisif lateral (17.4%), dan gigi insisif bawah. Jenis fraktur gigi yang
paling sering terjadi adalah fraktur enamel (63.7-80%) dan fraktur enamel-dentin
(15.9-17.2%).
Trombositopenia
Secara global, prevalensi ITP bervariasi pada 1,6 – 3,9 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Prevalensi ITP pada orang dewasa berkisar 9,5 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Pada populasi anak, prevalensi ITP berkisar pada 4 – 8 kasus per 100.000 anak
per tahun, dengan kejadian yang lebih tinggi pada anak usia 2 – 4 tahun. Perempuan
lebih berisiko menderita ITP dibandingkan laki-laki dengan rasio 1,7. Insidensi dan
prevalensi ITP meningkat seiring dengan peningkatan usia.

Anda mungkin juga menyukai