Mukosa mulut dapat diklasifikasikan berdasarkan lapisan keratinnya. Terdapat 3 tipe epitel squamous bertingkat di
rongga mulut :
- Non keratin (C) : berada di lapisan superfisial mukosa pelapis. Contoh : mukosa bukal,labial, alveolar, mukosa
yang melapisi dasar rongga mulut dan di palatum molle
- Ortokeratin (A) : dikaitkan dengan mukosa mastikasi, palatum durum, gingiva cekat
- Parakeratin (B) : dikaitkan dengan mukosa mastikasi, gingiva cekat dengan tingkat lebih tinggi daripada
ortokeratin.
Fisiologi:
- Proteksi memisahkan dan melindungi jaringan yang lebih dalam di dalam rongga mulut, sehingga dapat
sebagai barrier dari gaya mekanis serta infeksi mikroorganisme.
- Sensasi reseptor dapat menerima respon temperature, sentuhan, dan rasa sakit di RM, serta lidah memiliki
taste buds yang dapat mendeteksi rasa (asin, manis, asam, pahit). Refleks menelan, tersedak, muntah, dan
mengeluarkan saliva juga diinisiasi oleh reseptor di mukosa oral.
- Sekresi menghasilkan saliva oleh kelenjar saliva major yang terdapat jauh di dalam mukosa, dan sekresinya
melewati mukosa melalui saluran panjang, juga oleh kelenjar saliva minor yang berhubungan langsung dengan
mukosa oral.
- Regulasi thermal biasanya berperan penting pada hewan (seperti anjing), tetapi tidak berperan penting pada
manusia dalam mengatur suhu tubuh.
Gigi
Anatomi
Enamel : melindungi jaringan vital gigi dibawahnya yaitu dentin dan pulpa
96 % -> Anorganik (HidroksiApatit, Ca10(PO4)6(OH)2)
4 % -> Organik dan air
pH kritis 5,5
Dentin : jaringan keras dibawah enamel yang menyusun sebagian besar gigi
70 % -> Anorganik (HidroksiApatit, Ca5(PO4)3(OH)
30 % -> Organik dan air
pH kritis 6,5
Fisiologi
• Mempertahankan dan mejaga lengkung gigi agar tidak mengalami penyempitan dan dapat berkembang dengan
optimal
• Membantu proses pengunyahan dan sebagai fungsi estetis
• Membantu dalam pengucapan huruf / fonasi dengan benar
• Membantu dalam perkembangan dan pertumbuhan wajah anak
• Membantu mencegah kebiasaan buruk di rongga mulut
Ligamen Periodontal jaringan lunak berbentuk serabut bersifat seluler dan vaskuler, mengelilingi akar gigi dan
mengikatkan gigi pada soket/tulang alveolar, berasal dari dental folikel (mesenkim) yang bersiferensiasi menjadi
fibroblast dan mensintesis serabut serta matriks ligament periodontal.
Histologi: komponen seluler dan ekstraseluler, termasuk struktur jaringan ikar lain seperti pembuluh darah dan saraf
sebagai komponen utama, serta ada sel pensintesis substansi (osteoblast, sementoblas, fibroblast), sel resorptive
(osteoklas, sementoklas, fibroblast), sel progenitor, sisa-sisa sel epitel Malassez, sel imun (mastosit, makrofag)
sebagai komponen seluler
Fisiologi:
• melindungi pembuluh darah & saraf dari tekanan mekanis
• melekatkan gigi ke tulang alveolar
• peredam tekanan oklusal
• menghantarkan tekanan&sensasi nyeri melalui saraf
trigeminus
alveolar crest: menahan gigi di soket, mencegah ekstrusi gigi,
menahan gigi gerak ke lateral
horizontal: menahan gigi terhadap tekanan dari lateral
oblique: menahan gigi di soket, menahan daya kunyah arah apikal
apikal: menahan daya luksasi, mencegah gigi tipping, melindungi vaskularisasi dan saraf di apikal
inter-radicular: menahan gigi dari tipping dan luksasi
Sementum jaringan ikat terkalsifikasi melapisi bagian luar akar, tempat melekatnya ligament periodontal,
berasal dari mesenkim yang berdiferensiasi menjadi sementoblas. Klasifikasi: sementum primer/aselular
(terbentuk pertama kali, meliputi 2/3 servikal akar), sementum sekunder/selular (terbentuk krn pertambahan usia,
terlihat di 1/3 apikal akar), dan sementum patologis (karena iritasi, penyakit, dll).
Histologi: terdiri dari material anorganik 45% (kalsium dan fosfat dlm bentuk kristal hidroxiapatit) dan material
organic 55% (kolagen tipe I, III, VI, XII dan proteoglikan).
Fisiologi:
• mengkompensasi keauasan struktur gigi akibat daya kunyah
• melekatkan gigi dengan tl. alveolar
• memudahkan pergeseran gigi
• perbaikan terhadap kerusakan di akar
• melindungi dentin
• menjaga lebar ligament periodontal
• membantu proses erupsi
Processus Alveolar
Histologi: terdiri dari material non-organik kalsium dan fosfor ditemukan lebih banyak daripada bikarbonat, sitrat,
magnesium, potassium, dan sodium serta material organik 90 % komponen material organik tampak sebagai
kolagen tipe 1.
Anatomi, histologi:
tulang alveolar sebenarnya (alveolar proper bone); tulang 0,1-0,5 mm yang
membatasi soket tulang yang berisi akar gigi yang di radiograf disebut
laminadura, dibagi menjadi dua yaitu bundle bone (tempat menempelnya
ligament periodontal) dan lamellated bone (lebih dalam dari bundle bone,
dekat dengan supporting bone).
tulang alveolar pendukung (alveolar supporting bone); tulang yang
mengelilingi tulang alveolar sebenarnya dan merupakan penyokong dari
soket, yaitu lempeng kortikal eksternal bukal dan lingual/palatal (tulang kompak)
dan tulang spons (tulang kanselus).
Fisiologi:
• membentuk tulang soket untuk menahan akar gigi dan ligamen periodontal
• tempat menempelnya otot
• membentuk kerangka sumsum tulang
• penyimpanan ion (khususnya kalsium)
Palatum
Palatum adalah atap rongga mulut, secara anatomi palatum terbagi menjadi palatum durum dan palatum mole. Dua
pertiga anteriornya adalah palatum durum, yang tersusun atas processus palatinus os maxillae dan pars horizontalis
ossi palatini dan sepertiga posterior palatum adalah palatum mole merupakan suatu jaringan fibromuskuler,
dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior palatum durum.
a. Palatum Durum
Palatum durum disebut juga palatum keras bagian rongga mulut yang berada di sebelah tulang maksilaris.
Bagian dari orofaring palatum ini dapat bergerak dan terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir. Palatum
memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris. Mukosa palatum merupakan
keratinisasi epitel skuamos pseudostratified. Namun demikian, submukosa memiliki banyak sekali kelenjar
saliva minor, terutama pada palatum durum.
b. Palatum Mole
Secara anatomi, palatum mole adalah bagian dari orofaring yang mengandung mukosa pada kedua
permukaanya. Intervensi antara kedua permukaan mukosa adalah jaringan penghubung, serat otot, aponeurosis,
banyak pembuluh darah, limfatik, dan kelenjar saliva minor. Secara fungsional, palatum mole berperan untuk
memisahkan orofaring dari nasofaring selama menelan dan berbicara. Palatum mole mendekat ke dinding
posterior faringeal selama menelan untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara
untuk mencegah udara keluar dari hidung
Klasifikasi Vulnus
- Vulnus incisum: Luka potong atau sayatan yang diakibatkan oleh benda tajam.
- Vulnus punctum: Luka tusuk yang diakibatkan oleh benda yang kecil dan runcing.
- Vulnus contusum: Luka kuntosio atau luka memar yang diakibatkan oleh benda tumpul. Sebelum
mengakibatkan kulit rusak, benda tumpul tersebut terlebih dahulu melukai jaringan lunak dalam atau organ,
seperti otot dan tulang.
- Vulnus conquassatum: Luka pecah atau luka kontusi jaringan yang diakibatkan oleh trauma, seperti tergilas,
tertimpa oleh reruntuhan, atau kecelakaan mobil atau kereta api.
- Vulnus caesum: Luka bacok yang disebabkan oleh benda tajam, di antaranya pdang, kapak, golok atau gergaji.
- Vulnus morsum: Luka gigitan yang diakibatkan oleh gigitan hewan, di antaranya kucing, angjing, atau kuda.
- Vulnus mixtum: Luka campuran yang melibatkan dua atau lebih luka.
- Vulnus sclopetarium: Luka tembak yang diakibatkan oleh tembakan atau granat.
- Vulnus perforatum: Luka tembus yang diakibatkan oleh benda tajam yang menembus ke jaringan tubuh.
- Vulnus amputatum: Luka terpotong yang diakibatkan oleh terpancung atau terpotong benda tajam.
- Vulnus excoriasi: Luka lecet yang diakibatkan oleh gesekan kulit dengan benda keras.
- Vulnus laceratum: Luka robek yang diakibatkan oleh benda tumpul. Luka ini mengakibatkan jaringan lunak
tubuh menjadi robek.
1. Luka terbuka
Yaitu luka yang terpapar oleh udara karena adanya kerusakan pada kulit tanpa atau disertai kerusakan jaringan di
bawahnya. Luka terbuka merupakan jenis luka yang banyak dijumpai. Jenis-jenis luka terbuka antara lain :
2. Luka Tertutup
Yaitu cedera pada jaringan di mana kulit masih utuh atau tidak mengalami luka. Misalnya :
a. Luka Memar (Contusio)
Merupakan cedera pada jaringan dan menyebabkan kerusakan kapiler sehingga darah merembes ke jaringan
sekitarnya. Biasanya disebabkan oleh benturan dengan benda tumpul.
b. Hematoma
Adalah pengumpulan darah setempat (biasanya menggumpal) di dalam organ atau jaringan akibat pecahnya dinding
pembuluh darah.
Berdasarkan lamanya penyembuhan, luka dapat digolongkan menjadi :
a. Luka Akut
Yaitu luka yang baru terjadi yang dapat sembuh sesuai dengan lama fase penyembuhan yang normal (waktu
penyembuhan luka dapat diperkirakan).
Contoh : luka lecet, luka robek, luka operasi tanpa komplikasi.
b. Luka Kronik
Yaitu luka yang telah berlangsung lama karena mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan yang normal atau
luka yang sering kambuh (waktu penyembuhan luka tidak dapat diperkirakan). Contoh : ulkus.
Proses penyembuhan luka melibatkan empat tahapan penyembuhan luka yaitu tahap hemostasis,
inflamasi, proliferasi dan remodelling. Hemostasis merupakan proses pembentukkan bekuan pada dinding
pembuluh darah yang rusak untuk mencegah kehilangan darah, vasokinstriksi pembuluh darah di daerah luka,
serta mempertahankan darah dalam keadaan cair di dalam sistem vaskuler.
- Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadi luka dan berakhir pada hari 3 – 5. Proses hemostasis yang telah
terjadi selain mengaktifkan pembentukkan pembekuan darah yang kemudian menyatukan tepi luka tetapi
juga menarik zat kimia ke daerah luka. Pembentukan prostaglandin pada proses hemostasis menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah di daerah luka. Polimorfonuklear (PMN)
terutama neutrofil adalah sel pertama yang menuju ke daerah luka. Jumlahnya meningkat cepat dan
mencapai puncaknya pada 24 – 48 jam. Neutrofil melakukan fagositosis dengan mencerna mikroorganisme
patologis dan sisa – sisa jaringan. Bila tidak terjadi infeksi maka neutrofil berumur pendek dan jumlahnya
menurun dengan cepat setelah hari ketiga
- Fase proliferasi berlangsung dari hari ketiga sampai ke hari 30 setelah terjadinya luka. Fase ini ditandai
dengan pembentukan jaringan granulasi pada luka. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari elemen
seluler termasuk fibroblast dan sel inflamasi yang bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam
jaringan ekstra seluler dari matriks kolagen.Peningkatan jumlah fibroblast pada daerah luka merupakan
kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Fibroblast berasal dari sel – sel mesenkim lokal, pertumbuhannya
disebabkan oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag, dan faktor infeksi mikroba. Fibroblast merupakan
elemen utama pada proses pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan.
Fibroblast juga memproduksi kolagen dalam jumlah besar.
- Fase maturasi atau remodelling dimulai hari ke-21 dan berakhir satu sampai dua tahun setelah terjadinya
luka. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih
kuat.
3. Apa diagnosis dan diagnosis banding pada kasus? dan tanda gejalanya!
Diagnosis: trauma dentoalveolar dengan mobility grade 2 pada gigi 21 disertai vulnus laceratum pada
midpalatum
Klasifikasi fraktur ellis & davey = kemungkinan kelas 2 atau 3
- Cedera jaringan lunak: vulnus laceratum ar/midline palatum, ukuran 7x0, 3x0,2 cm, tepi tidak rata, dasar tulang:
terdapat luka robek pada mukosa midline palatum
Laserasi adalah robekan yang terjadi pada jaringan epitel dan subepitel.
Laserasi adalah luka jaringan lunak yang paling sering terjadi dan disebabkan oleh benda tajam, seperti
pisau, atau kaca.
Bila laserasi tidak disebabkan oleh benda tajam, maka luka laserasi menjadi robekan tidak teratur yang
disebabkan oleh kekuatan tekanan.
Laserasi juga dapat merusak syaraf, pembuluh darah, otot, maupun jaringan penting lainnya.
Dokter gigi sering berhubungan dengan laserasi pada bibir, dasar mulut, lidah, mukosa labial, vestibulum,
dan gusi yang disebabkan oleh trauma.
Penanganan laserasi jaringan luka dilakukan setelah penanganan jaringan keras dento alveolar.
Diagnosis Banding:
- Pseudotrombositopenia adalah suatu artefak in vitro yang dihasilkan oleh aglutinasi trombosit melalui
antibodiantibodi (umumnya IgG, tetapi juga IgM dan IgA) saat kandungan kalsium berkurang akibat
penampungan darah dalam ethylenediamine tetraacetic (EDTA);
- Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor VII dan IX. Saat mengalami hemofilia,
perdarahan akan berlangsung lebih lama.
4. Apa etiologi, faktor resiko, dan faktor predisposisi pada kasus tersebut?
Etiologi:
Fraktur mandibular
dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
1.Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2.Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang
osteogenesis imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
etiologi trauma:
- jatuh, kecelakaan sampai terjadi gesekan
Vulnus laceratum
Mekanik
- Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau runcung. Misalnya luka iris,
bacok dan tusuk
- Benda tumpul
- Ledakan atau tembakan
Non mekanik
- Bahan kimia
- Trauma fisika
1) Luka akibat suhu tinggi : dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat exhaustion
sekunder, heat stroke
2) Luka akibat suhu rendah : derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel
3) Luka akibat trauma listrik
4) Luka akibat petir
5) Luka akibat perubahan tekanan udara
Radiasi
Trombositopeni
luka: kekuatan mekanik - trauma terbentuk ke aspal lapisan dermis kerusakan oemb darah dan limfe, laserasi,
memar dan hematom
6. Jelaskan lebih lanjut mengenai pemeriksaan penunjang yang sesuai pada kasus?
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
Pada umumnya, pemeriksaan CT scan lebih dipilih untuk pemeriksaan trauma. Jika menggunakan
radiograf standar, dilakukan sedikitnya dua gambaran/proyeksi dari dua sudut yang berbeda di bidang
vertikal.
Contohnya : di daerah anterior kita gunakan proyeksi periapikal paralel dan upper standard
oklusal.
Macam-Macam Proyeksi
Menunjukan kerangka wajah dan antrum maksila, mencegah terjadinya superimposed tulang
padat pada basis tengkorak.
Indikasi utama :
- Antrum maksila
- Le Fort I-III
- Kompleks zigomatik
- Kompleks NOE
- orbital blow-out
2. Oksipitomental 30o
Hanya berbeda sudut dengan standar OM, sehingga perpindahan tulang tertentu dapat dilihat.
Indikasi utama :
3. Waters
Merupakan proyeksi oksipitomental dengan sinar 45 o terhadap garis orbitomental. Sinar berlanjut
dari belakang kepala dan tegak lurus lempeng radiograf.
Indikasi utama :
4. Submentovertex
Menunjukkan basis tengkorak, sinus sphenoidal, dan rangka wajah dari bawah. Indikasi
utamanya :
- Lesi ekspansif yang mempengaruhi palatum daerah pterygoid, atau basis tengkorak
6. Reverse Towne’s
Menunjukan kepala kondil dan leher. Gambaran Towne yang asli (proyeksi AP) didesain untuk
menunjukkan daerah oksipital dan juga kondil, namun karena seluruh gambaran tengkorak dalam
kedokteran gigi diambil secara konvensional dalam arah
posteroanterior, maka digunakan proyeksi Reverse Towne‟s (proyeksi PA).
Indikasi utama :
Menunjukkan kubah tengkorak dan rangka fasial dari aspek lateral. Indikasi utama :
- Fraktur kranium dan basis tengkorak
- Fraktur 1/3 tengah wajah untuk melihat perpindahan maksila ke atas dan bawah, dan
investigasi sinus frontal, sphenoidal, dan maksilaris.
Pemeriksaan penunjang pada khasus : radiolohi panoramic / oklusal untuk indentifikasi (fraktur palatum )
7. Pertolongan pertama apa yang dapat dilakukan pasien sebelum ke rumah sakit ?
Primary and Secondary Survey
Pemeriksaan pasien yang cedera terdapat prioritas perawatan pasien trauma
o Menyelamatkan hidup pasien (save life)
o Mengembalikan fungsi
8. Jelaskan rencana perawatan dan tatalaksana pada trauma mulut (vulnus) , gigi yang
mengalami fraktur dan mobility, kelainan darah!
Rencana Perawatan Non- Farmakologi:
Lakukan terlebih dahulu primary survey (A-B-C)
Vulnus laceratum penjahitan
Gigi fraktur ½ mahkota restorasi kelas IV
Gigi mobility grade 2 splinting
Kelainan darah dirujuk ke dokter umum
Plak dan kalkulus scaling
Penatalaksanaan:
Vulnus laceratum
- Anamnesis, informed consent
- Menilai keadaan umum ((tensi, nadi, suhu, respirasi) dan mencari kemungkinan
cedera lain)
- Memeriksa luka, apakah ada perdarahan yang harus segera dihentikan
- Menentukan jenis trauma tajam atau tumpul
- Menentukan luas kematian jaringan
- Melakukan antiseptic dengan PI di luar luka
- Melakukan anestesi local secara infiltrasi pada daerah luka dan sekitarnya
sesuai letak luka
- Suntikan dengan teknik infiltrasi pada jaringan vital sekitar luka (subkutis) arah
jarum 30°, aspirasi, bila tidak ada darah, suntikan obat perlahan-lahan sambal
menarik jarum sedikit demi sedikit
- Membersihkan luka dengan cairan antiseptic (larutan chlorhexidine 0,5% atau
larutan povidone iodine 1%), bilas dengan larutan NaCl 0,9%.
- Menutup daerah sekitar luka dengan doek bolong
Penjahitan:
- Pasang jarum kulit dengan cara menjepitkan bagian tengah jarum pada
- needle holder
- Pasangkan benang chromic 3.0 pada mata jarum
- Angkat jaringan kulit yang terluka/robek dengan pinset anatomis, masukan
- jarum dari luar ke dalam pada daerah tepi luka sisi lain
- Arahkan jarum ke tepi luka sebelahnya sambil menarik ke atas
- Ikat benang dan gunting 0,5 mm
- Bersihkan luka yang sudah di jahit tadi dengan povidon iodine
Penatalaksanaan Fraktur
- Preparasi: Seluruh cavo surface line angle dibevel menggunakan bur tapered
fissure
- Isolasi daerah kerja menggunakan cotton roll
- Membersihkan kavitas yang telah dipreparasi dengan chlorhexidine 0,2%
menggunakan microbrush, lalu keringkan dengan kapas dan angin pada
threeway syringe
- Memasangkan celluloid strip pada interdental sebelum proses etsa untuk
mencegah etsa mengenai gigi sebelahnya
- Mengaplikasikan etsa menggunakan syringe applicator diawali pada bevel,
margin, seluruh dinding bagian email, lalu dentin, sampai ke dasar kavitas.
Total selama 15 detik
- Membilas dengan air pada threeway syringe, lalu keringkan dengan semprotan
angin ringan/ suction, agar permukaan dentin masih tetap lembab, ganti cotton
roll untuk isolasi
- Mengaplikasikan bonding agent pada seluruh permukaan yang dietsa (tidak
boleh mengaplikasikan bonding di luar daerah etsa) diamkan selama 10 detik
- Menyemprotkan angin sangat ringan pada dasar kavitas, kemudian disinari
dengan light cured unit selama 20 detik dari permukaan insisal. Jarak tip light
cured 1 mm dari permukaan gigi.
- Aplikasi bahan resin komposit, kondensasi, membentuk kembali anatomi
proksimal, sinar dari arah palatal selama 20 detik dan dari arah labial 20 detik
- Lakukan pemolesan dengan alat poles hingga permukaan restorasi halus.
Penatalaksanaan Mobility
- Membersihkan permukaan labial / bukal gigi dengan menggunakan alat sikat
poles untuk menghilangkan plak, kalkulus dan stain secara perlahan dan hati-
hati
- Mengukur lebar / panjang regio atau jumlah mesio distal gigi yang akan
dilakukan splinting, dan memotong kawat sesuai ukuran panjang gigi diatas,
menentukan titik kontak gigi
- Membentuk kawat SS 0.5 sesuai lengkung gigi yang akan di fiksasi dengan
menggunakan ibu jari atau arch maker pliers
- Buatlah tekukan atau step kawat, apabila terdapat malposisi gigi pada daerah
tertentu
- Melakukan etsa asam dengan larutan asam fosfat pada permukaan gigi yang
akan ditempelkan kawat splinting selama 10 detik kemudian dibilas dengan air
mengalir
- Aplikasikan selapis larutan bonding dan pasta adhesif pada permukaan etsa,
kemudian letakkan kawat ligatur pada daerah pertengahan mahkota gigi atau
dibawah titik kontak, fiksasi kemudian sinar dengan light cure unit selama 10
sd 15 detik. Mulai pada kedua ujung kawat. Lanjutkan prosedur tersebut pada
permukaan gigi lain diantara kedua ujung kawat
- Pastikan bahwa semua permukaan gigi sudah melekat dengan sempurna,
permukaan komposit halus dan tidak ada ujung kawat yang tajam dan semua
gigi sudah terfiksasi dengan baik
Farmakologi
- Suntik tetanus Cr 5cc
- Antibiotic : amoxicillin 500mg 3x/hr
- Analgetik : pct 50mg 3x/hr atau asmef 500mg 3x/hr
- Anti inflamasi : dexamethasone 4 mg 2x/hr atau ibuprofen (?)
- Vit C 1x1 /hr
antibiotik (3 jam setelah kecelakan), analgesik pake NSAID
Antibiotik Amoxicilin
Golongan beta lactam, bersifat bakterisida. Menghambat pertumbuhan bakteri melalui
pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel. Sering digunakan untuk infeksi dikepala
dan leher. Secara terapetik, hendaknya untuk infeksi awal menggunakan
antibiotic tunggal.
Analgetik dan Anti-inflamasi
Ibu profen menghambat Cox-1 dan Cox-2 dengan cara mengganggu perubahan
asam arachidonat menjadi prostaglandin. Efektif untuk nyeri ringan-sedang.
Merupakan turunan asam propionate yang mempunyai aksi analgetik dan anti-
inflamasi.
2. Pulas secara teliti unit ultrasonik dengan disinfektan. Gunakan handpiece steril,
yaitu handpiece ultrasonik autoclavable, atau handpiece yang telah dipulas
desinfektan.
3. Tutup unit ultrasonik atau tombol kontrol dan handpiece dengan plastik atau
pelindung. Nyalakan unit selama 2 menit untuk menurunkan jumlah mikroorganisme
pada saluran air dan handpiece. Gunakan filter pada saluran air atau dengan air steril
bila memungkinkan
5. Dokter dan asisten harus memakai kacamata pelindung atau pelindung wajah dan
masker
6. Menghidupkan unit, pilih tip dan memasangkannya pada handpiece, dan kemudian
menyesuaikan tombol kontrol air untuk menghasilkan air kabut tipis pada daerah
kerja. Aspirasi yang memadai oleh asisten diperlukan untuk menghilangkan air karena
terakumulasi di dalam mulut.
7. Pengaturan daya harus dimulai dengan daya rendah dan disesuaikan tidak lebih
tinggi dari yang diperlukan untuk penghapusan kalkulus. Pengaturan daya menengah-
ke-tinggi telah terbukti menyebabkan kerusakan akar ketika ujung tidak sejajar
dengan permukaan akar.
8. Gagang skaler dipegang dengan metode modified pen grasp. Satu jari sebagai
tumpuan kuat (finger rest) sebagai penyeimbang gerakan skeling, berada ekstra oral.
9. Tip pada diadaptasikan pada permukaan deposit kalkulus, tekan pedal pada foot
control lalu skaler agar bergetar dan mengeluarkan air.
10. Arah stroke skeling dari bagian koronal hingga ke apikal, juga dianjurkan gerakan
lembut ke horisontal dan transversal. Tekanan berlebih tidak diperlukan karena dapat
menyebabkan peredam getaran. Namun, ujung tip harus menyentuh deposit.
11. Ujung tip harus selalu dalam gerakan konstan, dan sejajar dengan permukaan gigi
atau tidak lebih dari 15 derajat untuk menghindari porosis atau grooving permukaan
gigi. Meninggalkan ujung tip di satu tempat terlalu lama atau menggunakan titik
ujung tip terhadap gigi dapat mencongkel dan roughening dari permukaan akar atau
overheating gigi.
12. Gunakan instrumen dengan ujung tajam seperti sonde untuk mengevaluasi
permukaan yang sudah terbebas dari deposit kalkulus.
13. Instrumen harus dimatikan secara berkala untuk memungkinkan aspirasi air.
Komplikasi :
Vulnus : hematoma, nekrosis jaringan, keloid, formasi hipertropik scar, infeksi luka,
nyeri bertambah
Avulsi : resorpsi akar, nekrosis ligamen periodonta;
Mobillity : kegoyangan semakin parah, gigi lepas dari soket, trauma jaringan
periodontal.
10. Bagaimana KIE dan epidemiologi pada kasus tersebut?
Komunikasi, Informasi, Edukasi Dokter-Pasien
Memberitahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
Menjelaskan +/- dari tindakan tersebut
Melakukan informed consent
Mengedukasi pasien untuk control kembali
Konsultasi dengan dokter
Menghindari dari benturan
Berhati-hati dalam penggunaan alat-alat tajam
Menghindari gerakan menyikat gigi yang dapat menyebabkan pendarahan gusi
Epidemiologi
Fraktur
Diperkirakan sekitar 30% anak usia sekolah pernah mengalami trauma dental. Trauma
dental lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan rasio 2-3:1. Trauma
dental paling sering terjadi pada anak usia 7-12 tahun (66.6%) dan usia 15-19 tahun
(24.7%). Gigi yang paling sering mengalami fraktur adalah gigi insisif central
(66.7%), gigi insisif lateral (17.4%), dan gigi insisif bawah. Jenis fraktur gigi yang
paling sering terjadi adalah fraktur enamel (63.7-80%) dan fraktur enamel-dentin
(15.9-17.2%).
Trombositopenia
Secara global, prevalensi ITP bervariasi pada 1,6 – 3,9 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Prevalensi ITP pada orang dewasa berkisar 9,5 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Pada populasi anak, prevalensi ITP berkisar pada 4 – 8 kasus per 100.000 anak
per tahun, dengan kejadian yang lebih tinggi pada anak usia 2 – 4 tahun. Perempuan
lebih berisiko menderita ITP dibandingkan laki-laki dengan rasio 1,7. Insidensi dan
prevalensi ITP meningkat seiring dengan peningkatan usia.