Anda di halaman 1dari 13

KONSEP 

DECISION MAKING 
 Decision making  adalah sebuah elemen penting dalam pemberian asuhan keperawatan
yang berkualitas dan berperan dalam membantu perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
menerapkan perawatan yang tepat pada pasien (Smyth dan McCabe, 2017) . Kemampuan
tenaga

kesehatan perawat dalam pengambilan keputusan atau decision making  merupakan salah satu
faktor penting yang dapat berpengaruh dalam kualitas suatu pemberian asuhan keperawatan
(Smyth dan McCabe, 2017). Pengambilan keputusan adalah kemampuan mendasar bagi praktisi
kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan. Pengambilan keputusan merupakan suatu
 pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan
data, menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
1.   Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2.   Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu :
a.   Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
 b.  Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c.  Falsafah yang dianut organisasi.
d.  Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi
dan manajemen di dalam organisasi.
3.   Masalah harus diketahui dengan jelas.
4.   Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
 
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang
telah
dianalisa secara matang.

Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan menimbulkan
 berbagai masalah :

a.   Tidak tepatnya keputusan.


 b.  Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi
 baik dari segi manusia, uang maupun material.
c.  Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara
kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.
d.  Timbulnya penolakan terhadap keputusan.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPERAWATAN KRITIS

Pengambilan keputusan klinis adalah merupakan proses komplek yang melibatkan


 pengamatan, pemrosesan informasi, aktivitas berpikir kritis, pemecahan masalah, penilaian
klinis, nilai-nilai etika dan praktik berbasis bukti untuk memilih opsi terbaik dalam pemberian
asuhan keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien dan meminimalkan
potensi
 bahaya atau potensi yang merugikan pasien (Krishnan, 2018). Pengambilan keputusan klinis
menggambarkan peran mendasar perawat dan merupakan proses yang dilakukan perawat setiap
hari ketika membuat penilaian mengenai perawatan yang mereka berikan kepada pasien.

Pengambilan keputusan klinis memerlukan pengetahuan dan keterampilan dari tenaga


keperawatan dalam aspek keperawatan yang relevan (Krishnan, 2018).
Pengambilan keputusan dinilai sebagai bagian inti dalam menjadi tenaga kesehatan
 perawat dalam lingkup keperawatan kritis dan merupakan bagian penting dalam menerapkan
 praktik keperawatan kritis (Keshk dan Aly, 2018). Dalam melakukan pengambilan keputusan,
diperlukan suatu pertimbangan klinis yang berasal dari penggabungan antara aktivitas berpikir
kritis dan analisa situasional klinis yang kemudian mengharuskan tenaga kesehatan perawat
dalam menentukan apa yang akan dilakukan selanjutnya (Keshk dan Aly, 2018). Dalam unit
perawatan intensif, seorang perawat dituntut dalam melakukan pengambilan keputusan dengan
cepat, tepat dan mendapat informasi lengkap mengenai situasi atau kondisi yang
kompleks dalam
 permasalahan yang sedang dihadapi (Keshk dan Aly, 2018). Hal tersebut dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya dalam seting unit perawatan intensif
yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Pemikiran kritis adalah pusat praktik
keperawatan
 profesional karena hal tersebut membuat seorang perawat terus memperbaiki cara pendekatan
kepada klien dan menerapkan pengetahuan-pengetahuan baru yang berdasarkan pengalaman
dari sebelumnya.
 

KOMPETENSI BERPIKIR KRITIS

Berpikir mencakup beberapa hal yaitu membuat pendapat, membuat keputusan, menarik
kesimpulan, dan merefleksikan. Ketika perawat mengarahkan berpikir ke arah pemahaman dan

menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien, prosesnya menjadi bertujuan dan
 berorientasi pada tujuan. Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif,
 pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan Kompetensi berpikir kritis adalah proses
kogritif yang digunakan perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Kompetensi
merupakan kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas atau
pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja keras sesuai untuk kerja
yang dipersyaratkan.

Ada tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum, berpikir kritis spesifik dalam situasi
klinis, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan. Kompetensi berpikir kritis umum
mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan. Pemecahan masalah
mencangkup mendapatkan informasi ketika terdapat kesenjangan antara apa yang sedang terjadi
dan apa yang seharusnya terjadi. Dalam pembuatan keputusan, individu memilih tindakan untuk
memenuhi tujuan. Untuk membuat keputusan, seseorang harus mengkaji semua pilihan,
menimbang setiap
 pilihan tersebut terhadap serangkaian kriteria, dan kemudian membuat pilihan akhir (Potter dan
Perry, 2005).

Ketika dihadapkan pada suatu keputusan, penting sekali untuk mengidentifikasi


mengapa keputusan diperlukan. Kriteria untuk pembuatan keputusan harus ditegakkan sehingga
pilihan yang tepat dapat dibuat. Kriteria harus mencangkup hal berikut: Pertama, apa yang akan
dicapai?
 Kedua,  apa yang akan dicapai selanjutnya?  Ketiga, apa yang harus dihindari? Sejalan dengan
 perawat mempertimbangkan kriteria, terjadi tingkat pengurutan prioritas. Perawat membuat
 prioritas dengan mengaitkannya pada situasi spesifik klien. Agar perawat mampu mengatasi
 berbagai masalah kelompok klien yang ada, pembuatan keputusan berkelanjut sangat penting.

Selain itu, manajemen waktu merupakan bagian dari pembuatan keputusan dan memastikan
bahwa waktu perawat digunakan dengan baik dan bahwa perawat cukup tanggap terhadap
kebutuhan
klien.

Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, mencakup pertimbangan


diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan klinis. Berpikir kritis spesifik dalam
keperawatan mencakup pendekatan sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji dan
menelaah kondisi klien, mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan, melakukan
tindakan yang sesuai, dan mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan telah efektif. Format
untuk proses keperawatan adalah unik untuk disiplin keperawatan dan memberikan bahasa dan
 proses yang umum bagi perawat untuk “ memikirkan semua” masalah klien. Proses keperawatan
adalah suatu pendekatan sistematik, komprehensif untuk asuhan keperawatan.

MODEL-MODEL BERPIKIR KRITIS

Perawat yang profesional tentunya memiliki pemikiran yang kritis dalam melakukan
suatu tindakan keperawatan. Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan yaitu
member asuhan perawatan dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk
berpikir secara kritis dalam berbagai situasi. Berpikir kritis adalah proses yang didapat
melalui
 pengalaman, rasa ingin tahu dan belajar terus menerus. Berpikir kritis merupakan tanda atau
standar untuk perawat professional yang kompeten.

Kemampuan untuk berpikir kritis akan meningkatkan praktik klinik dan mengurangi
kesalahan penilaian klinis adalah visi dari praktik keperawatan. Menurut parah ahli (Potter &
Perry, 2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterfresikan atau mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau
keputusan
 berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu rasional terhadap ide- ide, kesimpulan, pendapat,
 prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Dalam berpikir secara kritis terdapat lima
komponen model yaitu pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi berpikir kritis, perilaku dan
standar.

Model-model pemikiran kritis akan menjelaskan bagaimana menerapkan elemen


 pemikiran kritis untuk mengkaji klien, merencanakan tindakan yang akan diambil dan evaluasi

hasil yang didapat. Menerapkan tiap elemen dalam berpikir tentang seorang klien dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan menjadi profesional yang efektif.

Komponen pertama dari model pemikiran kritis adalah pengetahuan dasar spesifik
 perawat. Sebagai seorang perawat, pengetahuan dasar meliputi informasi dan teori dari ilmu
dasar, rasa kemanusiaan, ilmu perilaku dan keperawatan. Perawat yang menggunakan
pengetahuan dasar dengan disiplin ilmu kesehatan pasti akan memikirkan masalah klien secara
holistik. Sebagai contohnya, pengetahuan luas yang dimiliki seorang perawat akan
memperhatikan segi fisik,
 psikologi, sosial, moral, etika, dan budaya dalam perawatan terhadap seorang klien. Kedalaman

dan luasnya pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan untuk berpikir kritis dalam
menangani masalah keperawatan.

Komponen kedua dari model pemikiran kritis adalah pengalaman. Keperawatan


merupakan sebuah disiplin ilmu yang menerapkan praktik. Pengalaman praktik belajar klinik
diperlukan untuk memenuhi keterampilan membuat keputusan klinik. Dengan adanya
pengalaman klinik seorang perawat akan belajar mulai dari mengobservasi, merasakan,
berbicara kepada klien dan keluarga serta dapat merefleksikan secara aktif dengan pengalaman
yang telah didapat. Pengalaman akan membuat seorang perawat mengerti situasi klinis, dapat
mengenali pola

kesehatan klien dan memicu timbulnya pemikiran yang inovatif.

Komponen ketiga dari model berpikir kritis adalah kompetensi proses keperawatan.
Dengan menerapkan komponen model berpikir kritis dalam proses keperawatan, seorang
perawat akan menerapkan pada rasa, kesan, dan data yang berupa fakta yang ditemukan.

Komponen keempat adalah perilaku. Perilaku menggambarkan bagaimana pendekatan


seorang pemikir kritis dalam menyelesaikan sebuah masalah. Perilaku dalam berpikir secara
kritis meliputi rasa percaya diri, mandiri, adil, tanggung jawab, mau mengambil resiko, disiplin,
kreatif, memiliki rasa ingin tahu, integritas dan memiliki sikap ramah. Jika diaplikasikan
seorang perawat yang memiliki sifat pemikiran kritis dalam praktik keperawatan yaitu perilaku
rasa ingin tahu yang
meliputi kemampuan untuk mengenali adanya masalah dan mencari data untuk mendukung
kebenaran dari apa yang anda pikirkan

Selain itu dengan rasa percaya diri seorang perawat dapat belajar bagaimana berbicara
secara meyakinkan saat memulai perawatan terhadap pasien dengan mempersiapkan segala

sesuatu sebelum melakukan tindakan keperawatan. Adanya rasa tanggung jawab dan otoritas
seperti merujuk pada aturan dan prosedur untuk melakukan penanganan terhadap pasien.
Perilaku disiplin seperti sistematis dalam setiap hal dan rasa adil, seorang pemikir kritis dapat
mengatasi segala hal dengan adil.

Komponen kelima dalam berpikir secara kritis adalah memiliki standar intelektual dan
standar profesional (Kataoka Yahiro dan Saylor, 1994). Seorang perawat yang memiliki standar
intelektual seperti jelas, tepat, spesifik, akurat, relevan, beralasan, konsisten, logis, dalam, luas,
lengkap, signifikan, tercukupi dan adil. Dalam standar intelektual gunakanlah pemikiran yang

kritis terhadap masalah seorang klien seperti ketepatan, akurasi dan konsistensi untuk
memastikan
 bahwa keputusan klinis kita benar. Sedangkan standar profesional untuk pemikiran secara kritis
merujuk pada kriteria etik untuk penilaian keperawatan, kriteria berdasarkan bukti untuk
evaluasi dan kriteria untuk bertanggung jawab secara professional (Paul, 1993).

PRINSIP-PRINSIP DALAM ETIKA KEPERAWATAN


1.   Autonomi

Autonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri,
berarti menghargai manusia sehingga harapannya perawat memperlakukan mereka
sebagai

seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta mampu menentukan sesuatu
bagi dirinya.
2.    Benefisience

Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak
menimbulkan bahaya bagi pasien
3.    Justice

Merupakan prinsip untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat
 perlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik tetapi dalam
hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup
seseorang
4.   Veracity 

Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan
yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kewajiban untuk
mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang
dan mereka berhak

untuk diberi tahu tentang hal yang


sebenarnya 5.  Menepati janji ( Fidelity) 
Prinsip  fidelity  dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan
 bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
6.   Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah menjaga privasi (informasi) klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam
rangka
 pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali
jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari
7.   Tidak merugikan ( Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Dalam proses pengambilan keputusan, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi .
 pengambilan keputusan. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan, meliputi:
1.   Karakteristik dari keputusan
Karakteristik dari keputusan dalam hal ini meliputi kompleksitas dari suatu
keputusan dan level pengalaman dalam pengambilan keputusan sebelumnya yang
akan mempengaruhi kecepatan dalam pengambilan keputusan (Williams dan Brown,
2014).
2.   Karakteristik pembuat keputusan.
Dalam hal ini membahas mengenai karakteristik yang dimiliki oleh pembuat
keputusan. Penilaian atau pengukuran karakteristik pada pembuat keputusan
meliputi: nilai-nilai, kepribadian, aspek kognitif, loyalitas, serta beberapa fakto
psikologis yang dimiliki oleh pembuat atau pengambil keputusan. Faktor
demografis yang dinilai

seperti: usia, masa kerja dan pendidikan. Karakteristik ini sebelumnya telah terbukti
mempengaruhi beberapa aspek pengambilan keputusan seperti: tingkat atau level
resiko dari suatu pengambilan keputusan, tingkat atau level dan jenis informasi yang
dicari, tingkat atau level rasionalitas dalam proses pengambilan keputusan (Williams
dan Brown, 2014).
3.   Informasi
Level atau tingkat informasi merupakan peran penting dalam proses pembentukan
 pengambilan keputusan. Ada banyak bukti atau hasil penelitian mengenai peran dari
suatu informasi dan bukti dalam keputusan alokatif dalam pemberian perawatan
kesehatan (Williams dan Brown, 2014).

LANGKAH-LANGKAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Dalam melakukan suatu pengambilan keputusan keperawatan, terdapat beberapa
langkah yang diperlukan untuk membuat suatu pengambilan keputusan yang baik. Berikut
beberapa langkah yang dilalui dalam proses pengambilan keputusan, meliputi:
1.   Menerapkan tujuan dan sasaran : Sebelum memulai proses pengambilan keputusan,
tujuan dan sasaran keputusan harus ditetapkan terlebih dahulu. apa hasil yang harus

dicapai dan apa ukuran pencapaian hasil tersebut.


2.   Identifikasi persoalan : Persoalan-persoalan di seputar pengambilan keputusan harus
diidentifikasikan dan diberi batasan agar jelas. Mengidentifikasikan dan memberi
 batasan persoalan ini harus tepat pada inti persoalannya, sehingga memerlukan upaya
 penggalian.
3.   Mengembangkan alternatif : Tahap ini berisi pengnidentifikasian berbagai alternatif
yang memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang ada. Selama alternatif itu
ada hubungannya, walaupun sedikit, harus ditampung dalam tahap ini. belum ada
komentar dan analisis.
4.   Menentukan alternatif : Dalam tahap ini mulai berlangsung analisis tehadap berbagai
alternatif yang sudah dikemukakan pada tahapan sebelumnya. Pada tahap ini juga
disusun juga kriteriatentang alternatif yang sesuai dengan tujuan dan sasaran
 pengambilan keputusan. Hasil tahap ini mungkin masih merupakan beberapa alternatif

yang dipandang layak untuk dilaksanakan.


5.   Memilih alternatif : Beberapa alternatif yang layak tersebut di atas harus dipilih satu
alternatif yang terbaik. pemilihan alternatif harus harus mempertimbangkan
ketersediaan sumberdaya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan,
kemampuan alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing alternatif
 pada masa yang akan datang.
6.   Menerapkan keputusan : Keputusan yang baik harus dilaksanakan. Keputusan itu
sendiri merupaka abstraksi, sedangkan baik tidaknya baru dapat dilihat dari
 pelaksanaannya.
7.   Pengambilan keputusan (desicion making)  adalah melakukan penilaian dan
menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan
dan
 pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang
mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut meliputi identifikasi
masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan pengambilan keputusan
yang terbaik.
 

Keshk, L. dan Aly, A. (2018) “Clinical Decision-making Experience of the Critical Care
Nurses’ and Its Effect on Their Job Satisfaction: Opportunities of Good
Performance,” American Journal of Nursing Research, 6(4), hal. 147 – 1  57.

Krishnan, P. (2018) “A philosophical analysis of clinical decision making in nursing,” Journal of


 Nursing Education, 57(2), hal. 73 – 7  8. doi: 10.3928/01484834-20180123-03.

Smyth, O. dan McCabe, C. (2017) “Think and think again! Clinical decision making by
advanced nurse practitioners in the Emergency Department,” International Emergency
Nursing, 31, hal. 72 – 74. doi: 10.1016/j.ienj.2016.08.001.

Williams, L. dan Brown, H. (2014) “Factors influencing decisions of value in health care: a
review of the literature,” Health Services Management Centre, 451(4), hal. 9 – 10. doi: 10.1055/s.

Anda mungkin juga menyukai