Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN HIPERTENSI PADA USIA DIATAS 40

TAHUN DI PUSKESMAS PACET KABUPATEN MOJOKERTO

Made Wismaya Sidharta 20710113

Ni Putu Christina Ardianti 20710012

I Putu Bagas Ananda 20710117

Veronika Putri Ramadhini 20710034

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021

i
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN HIPERTENSI PADA USIA DIATAS 40

TAHUN DI PUSKESMAS PACET KABUPATEN MOJOKERTO

Tanda Persetujuan Penelitian

Made Wismaya Sidharta 20710113


Ni Putu Christina Ardianti 20710012
I Putu Bagas Ananda 20710117
Veronika Putri Ramadhini 20710034

Menyetujui untuk diajukan pada


Sidang Presentasi Penelitian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Disetujui,

Pada: 28 Oktober 2021

Kepala Puskesmas Pacet Dosen Pembimbing,


Kabupaten Mojokerto

Budi Hariyanto,S.Kep.NS Dr.Atik Sri Wulandari,SKM.,M.kes

NIP. 197107131995031001 NIDN : 0731076901

ii
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN HIPERTENSI PADA USIA
DIATAS 40 TAHUN DI PUSKESMAS PACET KABUPATEN
MOJOKERTO

Tanda Pengesahan Penelitian


Telah disidang dalam sidang Presentasi Penelitian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pada 28 Oktober 2021

Tim Penguji:

Pembimbing dan Penguji I


Dr.Atik Sri Wulandari,SKM.,M.kes : __________________
NIDN : 0731076901

Penguji II
Hj. Andiani, dr.,M.Kes : __________________
NIDN : 0702048403

Mengesahkan,
Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Dr. Atik Sri Wulandari, SKM.,M.Kes


NIDN. 0731076901

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Made Wismaya Sidharta 20710113


Ni Putu Christina Ardianti 20710012
I Putu Bagas Ananda 20710117
Veronika Putri Ramadhini 20710034

Judul penelitian:

“HUBUNGAN OBESITAS DENGAN HIPERTENSI PADA USIA


DIATAS 40 TAHUN DI PUSKESMAS PACET KABUPATEN
MOJOKERTO”

Dengan ini menyatakan bahwa penelitin ini merupakan hasil karya tulis

ilmiah sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pernah diajukan oleh pihak

lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang dikutip, ditulis sesuai dengan

kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia

menerima konsekuensi apapun yang berlaku apabila di kemudian hari diketahui

bahwa pernyataan ini tidak benar.

Surabaya, 28 Oktober 2021


An. Tim Peneliti
Ketua

I Putu Bagas Ananda


20710117

iv
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai

kemudahan penyusunan Laporan Penelitian yang berjudul “Hubungan Obesitas

Dengan Hipertensi Pada Usia Diatas 40 Tahun Di Puskesmas Pacet Kabupaten

Mojokerto”

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan penelitian ini

banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari

berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang

dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Widodo Ario Kentjono, dr., Sp.THT-KL(K),FICS Rektor

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan

kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada

penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya.

3. Dr. Atik Sri Wulandari, SKM, M.Kes, selaku Kepala Bagian Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya dan selaku pembimbing yang telah memberi

bimbingan,arahan, serta dorongan dalam menyelesaikan penelitian ini.

v
4. Hj. Andiani.,dr.,M.Kes, selaku Koordinator Kepaniteraan Klinik Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya.

5. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto dan Koordinator Putaran

Puskesmas Kepaniteraan Klinik IKM beserta staf dan jajarannya yang

telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

6. Kepala Puskesmas Pacet beserta staf dan jajaran nya yang telah

memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran

dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan penelitian ini.

Surabaya, Oktober 2021

Penulis

vi
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN HIPERTENSI PADA USIA DIATAS 40
TAHUN DI PUSKESMAS PACET KABUPATEN MOJOKERTO

Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Studi Pendidikan


Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

ABSTRAK

Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia dan sering ditemukan


pada pelayanan kesehatan primer. Prevalensi pesien hipertensi dengan obesitas
lebih tinggi dibandingkan tanpa obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan obesitas dengan hipertensi pada usia diatas 40 tahun di
Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto.
Metode penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan penelitian case control.
Populasi pada penelitian ini adalah 300 pasien di Puskesmas Pacet Kabupaten
Mojokerto. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 75 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik
analisis dalam penelitian ini adalah uji Chi Square. Hasil didapatkan nilai p value
0,002, dimana nilai α <0,05 sehingga H0 ditolak artinya terdapat hubungan antara
obesitas dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pacet, Kabupaten
Mojokerto. Kesimpulan. Ada hubungan obesitas dengan hipertensi pada usia
diatas 40 tahun di puskesmas pacet kabupaten mojokerto.

Kata Kunci : Hipertensi, Obesitas.

vii
THE CORRELATION BETWEEN OBESITY AND HYPERTENSION AT
THE AGE OVER 40 YEARS IN PACET PUBLIC HEALTH CENTER OF
MOJOKERTO REGENCY

Medical Education Study Program, Faculty of Medicine, Wijaya Kusuma


University of Surabaya

ABSTRACT
 
Hypertension is still a major challenge in Indonesia and is often found in primary
health services. The prevalence of hypertension with obesity is higher than
without obesity. This study aims to find out the relationship of obesity with
hypertension at the age over 40 years in Pacet Health Center of Mojokerto
Regency.
Method. This research is analytical with a case control research approach. The
population in this study was 300 patients in Pacet Health Center of Mojokerto
Regency. Sampling is done by purposive sampling technique with a sample
number of 75 people who meet the inclusion criteria. The analytical technique in
this study is the Chi Square test. Results. p value obtained result is 0.002, where
the value of α <0.05 so that H0 is rejected means that there is correlation
between obesity and hypertension at the age over 40 years in pacet public health
center, mojokerto recency. Conclusions. There is a correlation between obesity
and hypertension at the age over 40 years in pacet public health center,
mojokerto recency.

Keywords : Hypertension, Obesity

viii
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................... v
Abstrak......................................................................................................... vii
Dastar Isi..................................................................................................... ix
Daftar Tabel................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN.... 40
BAB IV METODE PENELITIAN............................................................. 43
BAB V HASIL PENELITIAN................................................................... 51
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................ 54
BAB VII PENUTUP................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 61

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7 ...............................................6


Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas ...........................................29
Tabel 3. Indeks BMI Menurut WHO ....................................................................30
Tabel 3.1 Kategori Indeks Masa Tubuh ................................................................41
Tabel 4.1 Definisi Operasional .............................................................................45
Tabel 4.2 Jadwal Pengumpulan data .....................................................................48
Tabel 4.3 Interpretasi Uji Koefisien Kontingensi..................................................50
Tabel V.1 Distribusi Responden Obesitas di Puskesmas Pacet tahun 2021 .........51
Tabel V.2 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Hipertensi di Puskesmas
Pacet tahun 2021 ...................................................................................................52
Tabel V.3 Hasil analisis Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Berusia > 40 tahun di Puskesmas Pacet, Kabupaten Mojokerto
tahun 2021..............................................................................................................52

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi saat ini masih menjadi masalah utama di dunia. Menurut

Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation and

Treatment on High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang

menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia

atau WHO, hipertensi merupakan penyebab nomor 1 kematian di dunia.1,2

Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan dan hasil pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya

umur. Prevalensi hipertensi di tahun 2018 dengan usia lebih dari sama

dengan 18 tahun adalah 34,1%. Prevalensi tersebut meningkat dari tahun

2013 dengan persentase 25,8%. Prevalensi hipertensi dengan usia lebih

dari sama dengan 18 tahun di Provinsi Jawa Timur adalah 21,5% dan

26,2% untuk hasil pengukuran tekanan darah.3

Prevalensi hipertensi di Indonesia, pada usia 40 – 60 tahun sebesar

25,8%. Pada kelompok umur 56 – 60 tahun sebesar 62,5%. Pada

umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan dengan

perempuan. Wanita usia 40 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih

besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia

dibawah 40 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan laki-

1
laki pada usia yang sama.3 Prevalensi hipertensi dengan obesitas di

puskesmas pacet mojokerto sebanyak 300 responden.

Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia hingga

saat ini karena hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada

pelayanan kesehatan primer, dengan angka prevalensi 25,8%.

Pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat yang efektif banyak

tersedia. Banyak penderita hipertensi dengan tekanan darah tidak

terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Partisipasi semua pihak, baik

dokter, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi

dapat dikendalikan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya

hipertensi adalah faktor keturunan, pertamabahan usia, jenis kelamin, ras,

stres, gaya hidup yang kurang baik, dan obesitas.4

Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai

oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Obesitas

adalah suatu penyakit serius yang dapat mengakibatkan masalah

emosional dan sosial. Seorang dikatakan overweight bila berat badannya

10% sampai dengan 20% berat badan normal, sedangkan seseorang

disebut obesitas apabila kelebihan berat badan mencapai lebih 20% dari

berat normal. Obesitas saat ini menjadi permasalahan dunia bahkan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan sebagai epidemic

global. 5

Indonesia merupakan salah satu negara yang memeiliki prevalensi

obesitas yang tinggi. Prevalensi obesitas cenderung lebih tinggi pada

perempuan daripada laki -laki. Peningkatan prevalensi obesitas tidak

2
hanya terjadi di negara maju tapi juga di negara berkembang. Prevalensi

obesitas pada penduduk dewasa di Indonesia adalah 11,7%. Angka

kejadian obesitas pada laki – laki dewasa di Sumatera Utara adalah 27%,

sedangkan pada perempuan lebih tinggi, yaitu 38%.6,3

Prevalensi hipertensi pada laki - laki yang mengalami obesitas

adalah 42%. Angka tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan yang

tidak mengalami obesitas, yaitu 15%. Sedangkan pada perempuan

obesitas, prevalensi hipertensi sebesar 38% dibandingkan pada yang tidak

mengalami obesitas, prevalensinya sebesar 15%. Terdapat hubungan yang

erat antara obesitas dan hipertensi, sebab terdapat 65% faktor risiko

hipertensi pada perempuan dan 78% pada laki - laki berkaitan erat dengan

obesitas.7,8

Obesitas (kegemukan) yaitu ketidakseimbangan antara jumlah

makanan yang masuk dibandingkan dengan pengeluaran energy oleh

tubuh atau suatu keadaan dari akumulasi lemak tubuh yang berlebihan di

jaringan lemak suatu organ tertentu. Semakin besar massa tubuh seseorang

maka akan semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk menyuplai

oksigen dari nutrisi ke otot dan jaringan lain. Obesitsa bisa meningkatkan

jumlah panjangnya pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan

resistensi darah yang seharusnya mampu menempuh jarak lebih jauh dan

tekanan darah akan menjadi tinggi.9

Berdasarkan persoalan-persoalan hipertensi di atas dan data

prevalensi hipertensi dengan obesitas di puskesmas pacet mojokerto

sebanyak 300 populasi maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan

3
penelitian tentang “Hubungan obesitas dengan hipertensi pada usia diatas

40 tahun di Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto."

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada

pasien usia diatas 40 tahun di Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi

pada pasien usia diatas 40 tahun di Puskesmas Pacet Kabupaten

Mojokerto

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kejadian hipertensi pada pasien usia diatas 40

tahun yang berkunjung ke Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto

b. Mengidentifikasi obesitas pada pasien usia diatas 40 tahun yang

berkunjung ke Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto

c. Menganalisis hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi

pada pasien diatas 40 tahun di Puskesmas Pacet Kabupaten

Mojokerto

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Peneliti

4
a. Mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dengan kejadian

hipertensi pada pasien usia diatas 40 tahun

b. Sarana peningkatan pengetahuan dalam melakukan penelitian

ilmiah bagi dokter muda

c. Menambah wawasan mengenai hubungan obesitas terhadap

terjadinya hipertensi

2. Manfaat bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi

mengenai program pengendalian hipertensi yang aplikatif

3. Manfaat bagi Masyarakat

a. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai hubungan antara

obesitas terhadap terjadinya hipertensi.

b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat

untuk hidup sehat.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

2.1.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik

sama dengan atau lebih tinggi dari 140 mmHg atau diastolik sama dengan

atau lebih tinggi dari 90 mmHg, atau seseorang yang sedang mendapat

pengobatan antihipertensi.10 Tekanan sistolik merupakan tekanan pada saat

jantung berkontraksi untuk memompa darah, sedangkan tekanan diastolik

adalah tekanan saat jantung berelaksasi.11

2.1.2. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tekanan darah.

Klasifikasi tersebut berlaku untuk orang yang berusia sama dengan atau

diatas 18 tahun. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan pada saat

tubuh dalam keadaan istirahat. Klasifikasi hipertensi adalah sebagai

berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7 12

Klasifikasi Tekanan Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)

Darah
Normal <120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Stage 2 ≥160 Atau ≥100

6
Selain berdasarkan tingkat tekanan darah, hipertensi juga

diklasifikasikan menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder.

Pembagian klasifikasi tersebut berdasarkan penyebab dari hipertensi itu

sendiri. Hipertensi primer, yang disebut juga hipertensi esensial,

merupakan suatu keadaan yang diindikasikan dengan suatu temuan fisik

yang spesifik, yaitu tekanan darah tinggi, tanpa penyebab yang jelas. Dari

semua kejadian hipertensi, 90% merupakan hipertensi primer. Pengkajian

mengenai hipertensi primer sampai saat ini masih berkenaan dengan

pengetahuan tentang epidemiologi dan genetik, temuan pada eksperimen,

dan perjalanan penyakit.13

Pada hipertensi primer, penderita biasanya tidak menunjukkan

gejala, kenaikan tekanan darah baru diketahui sewaktu pemeriksaan

skrining kesehatan, dengan tujuan masuk kerja ataupun asuransi

kesehatan. Gejala umum hipertensi (sakit kepala, pusing, tinitus, pingsan)

hampir sama dengan kebanyakan orang normotensi. Adanya sakit kepala

ternyata tidak banyak berkorelasi dengan tekanan darah. Kerusakan organ,

terutama jantung, otak, dan ginjal, berkaitan dengan derajat keparahan

hipertensi. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang telah diketahui

penyebabnya. Kejadian hipertensi sekunder jauh lebih sedikit daripada

hipertensi primer, yaitu 5% hingga 10% dari semua kejadian hipertensi.

Penyakit-penyakit yang menjadi penyebab hipertensi sekunder

kebanyakan berkaitan dengan masalah ginjal. Penyebab hipertensi

sekunder antara lain penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler,

kelainan endokrin, sindrom Cushing, hiperplasia adrenal kongenital,

7
feokromositoma, koarktasio aorta, kaitan dengan kehamilan, dan akibat

obat. Pada penyakit parenkim ginjal, kerusakan parenkim dan hipertensi

mempunyai hubungan timbal balik. Penyakit renovaskuler terdiri dari

penyakit yang menyebabkan pasokan darah ginjal. Sindrom Cushing

merupakan penyakit yang disebabkan oleh hiperplasia adrenal bilateral

yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH

(adrenocorticotrophic hormone). Feokromasitoma merupakan penyakit

yang disebabkan oleh tumor sel kromafin asal neural yang menskresikan

katekolamin. Hipertensi pada kehamilan terjadi sampai 10% kehamilan

pertama, diperkirakan karena aliran uteroplasental yang kurang baik.

Penggunaan obat yang paling sering menyebabkan hipertensi adalah

kontrasepsi oral.14

2.1.3. Epidemiologi Hipertensi

Tingkat tekanan darah, angka kejadian hipertensi yang

berhubungan dengan usia semakin meningkat. Tekanan darah meningkat

secara konstan pada masyarakat industri selama dua dekade pertama

kehidupan. Tingkat tekanan darah sangat berkaitan dengan pertumbuhan

dan maturasi pada anak dan remaja.15

Prevalensi hipertensi pada penduduk berusia lebih dari 25 tahun

adalah sebesar 40% di seluruh dunia. Angka kejadian hipertensi tertinggi

berada di wilayah Afrika, yaitu sebesar 46%, sementara terendah berada di

wilayah Amerika, yaitu sebesar 35%. Angka kejadian hipertensi di

8
wilayah Asia Tenggara menempati urutan kedua terendah, yaitu sebesar

37%.16

Prevalensi hipertensi pada penduduk dewasa di Indonesia adalah

sebesar 25,8%, dengan angka tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),

diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), dan Jawa

Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Sumatera Utara adalah sebesar

24,7%.17

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi

biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersamaan. Terjadinya

hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi,

dimana faktor utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor

genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres,

dan obesitas.18

2.1.4. Etiologi dan Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%

kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,

hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam

ekskresi natrium, peningkatan natrium dan kalsium intraseluler dan faktor-

faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta

polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 - 50 tahun.

Sedangkan hipertensi sekunder yaitu penyebab spesifiknya diketahui,

seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,

9
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, hipertensi yang

berhubungan dengan kehamilan, dan lain - lain.19

Faktor risiko hipertensi, antara lain pertambahan usia, diet tinggi

energi yang tidak di imbangi dengan aktivitas fisik yang adekuat, obesitas,

faktor genetik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, penyakit metabolik

seperti DM dan hiperlipidemia, dan penyakit lain (umumnya penyakit

ginjal dan kardiovaskular) yang dapat menimbulkan hipertensi. 1 Faktor

risiko hipertensi yang telah dapat diidentifikasi secara umum adalah:

1. faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi;

a. Keturunan; dari hasil penelitian diungkapkan

bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau

salah satunya menderita hipertensi maka orang

tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk

terkena hipertensi daripada orang yang kedua

orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi).

Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan

penyakit jantung secara signifikan akan

meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada

perempuan dibawah 65 tahun dan laki - laki

dibawah 55 tahun.19

b. Jenis kelamin; jenis kelamin mempunyai pengaruh

penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah

fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi

sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan

10
darah pada laki – laki lebih tinggi daripada

perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi

akanmeningkat setelah masa menopause yang

mununjukkan adanya pengaruh hormon19

c. Umur; beberapa penelitian yang dilakukan,

ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur

seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.

Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh

darah semakin menurun dengan bertambahnya

umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur

lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun

tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada

perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan

demikian, risiko hipertensi bertambah dengan

semakin bertambahnya umur20

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi;

a. Merokok; merokok dapat meningkatkan beban

kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.

Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok

dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang

terdapat dalam rokok sangat membahayakan

kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan

penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan

11
dapat menyebabkan pengapuran pada dinding

pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap

jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah baik sistolik maupun diastolik,

denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung

seperti dipaksa, pemakaian bah, aliran darah pada

koroner meningkat dan vasokontriksi pada

pembuluh darah perifer.20

b. Obesitas; kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak

abdominal erat kaitannya dengan hipertensi.

Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung

pada besarnya penambahan berat badan.

Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya

hipertensi terjadi pada penambahan berat badan

tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat

terkena hipertensi. Tergantung pada masing -

masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas

nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan

meningkatkan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskular. Penurunan berat badan efektif

untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat

badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan

darah secara signifikan.21

12
c. Stres; hubungan antara stres dengan hipertensi

diduga melalaui saraf simpatis yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara intermiten.

Apabila stres berlangsung lama dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang

menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan

bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan

binatang tersebut menjadi hipertensi.22

d. Aktivitas fisik; orang dengan tekanan darah yang

tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan

aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah.

Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat

badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit

berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan

tekanan darah secara langsung. Olahraga secara

teratur dapat menurunkan tekanan darah pada

semua kelompok, baik hipertensi maupun

normotensi.23

e. Asupan; natrium adalah kation utama dalam cairan

extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136

sampai 145 mEg / L, natrium berfungsi menjaga

keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut

dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan

dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.24 Kalium

13
merupakan ion utama dalam cairan intraseluler,

cara kerja kalium adalah kebalikan dari Na.

konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan

konsentrasinya di dalam cairan intraseluler,

sehingga cenderung menarik cairan dari bagian

ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.

Magnesium merupakan inhibitor yang kuat

terhadap kontraksi vaskular otot halus dan diduga

berperan sebagai vasodilator dalam regulasi

tekanan darah.25

2.1.5. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan

tekanan darah dalam hipertensi esensial adalah: 20

1. Curah jantung dan tahanan perifer; keseimbangan curah

jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap

kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus

hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi

tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan

oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol

kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan

berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium

intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin

lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah

14
arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang

menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible.

2. Sistem renin – angiotensin; ginjal mengontrol tekanan darah

melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi

renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah.

Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal

sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan

asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh

angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang

peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati,

yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan

diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif).

Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah

menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).

Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan

darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua

jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipofisi (kelenjar

15
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar

tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume

cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara

menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya

volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan

penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan

ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi nacl

(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus

ginjal. Naiknya konsentrasi nacl akan diencerkan

kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan

volume dan tekanan darah.

3. Sistem saraf otonom; sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat

menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem

saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi

karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem

16
renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain

termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4. Disfungsi endotelium; pembuluh darah sel endotel

mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan

pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah

vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida

endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus

hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan

antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi

dari oksida nitrit.

5. Substansi vasoaktif; banyak sistem vasoaktif yang

mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan

tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin

merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga

endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas

garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-

angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan

hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon

peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat

meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.

6. Hiperkoagulasi; pasien dengan hipertensi memperlihatkan

ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi

endotelium atau kerusakan sel endotelium),

17
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan

fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan

protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan

semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan

dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi).

7. Disfungsi diastolik; hipertropi ventrikel kiri menyebabkan

ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan

diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan

input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi

peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan

penurunan tekanan ventrikel.2

Berikut secara singkat patofisiologi di atas digambarkan dalam

bentuk bagan sebagai berikut

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme

(ACE)

Angiotensin II

↑ sekresi hormon ADH Stimulasi sekresi aldosteron

18
(rasa haus) dari korteks adrenal

Urine sedikit 🡪 pekat dan ↓ ekskresi NaCl (garam) dengan

↑ osmolaritas mereabsorpsinya di tubulus ginjal

mengentalkan ↑ konsentrasi NaCl di pembuluh darah

Menarik cairan intraseluler diencerkan dengan ↑ volume

� ekstraseluler ekstraseluler

volume darah ↑ volume darah ↑

tekanan darah ↑ tekanan darah ↑

Bagan 2.1. Patofisiologi Hipertensi 26

2.1.6 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.

Tetapi jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa

timbul gejala berikut: 26

a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual

19
d. Muntah

e. Sesak nafas

f. Gelisah

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya

kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat dapat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan

ini disebut encephalopati hipertensive.26

2.1.7 Diagnosis Hipertensi

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan

gejala sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal

sebagai silent killer. Tingginya tekanan darah merupakan satu-satunya

gejala yang spesifik. Namun jika terjadi komplikasi maka akan muncul

gejala seperti pada ginjal, mata, otak, atau jantung karena akibat dari

kerusakan organ akibat tingginya tekanan darah. Gejala lain yang sering

ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa

berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing.27

Evaluasi pada pasien dengan hipertensi bertujuan untuk:

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko

kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta

yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan

2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah

20
3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit

kardiovaskular.

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis

tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi:

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih,

hematuria, pemakaian obat-obat analgesik dan

obat/bahan lain

c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan,

palpitasi

d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor risiko;

a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien

atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau

keluarganya

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan, kegemukan, dan intensitas olahraga

4. Gejala kerusakan organ

21
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan

penglihatan, transient ischemic attack, defisit sensoris

atau motoris

b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria

c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin

e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

1. Tes darah rutin

2. Glukosa darah (sebaiknya puasa)

3. Kolesterol total serum

4. Kolesterol LDL dan HDL serum

5. Trigliserida serum

6. Asam urat serum

7. Kreatinin serum

8. Kalium serum

9. Hemoglobin dan hematokrit

10. Urinalisis

11. Elektrokardiogram

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan

adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedangkan

pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung

oleh keluhan dan gejala pasien.28 Pada pemeriksaan tekanan darah untuk

22
menentukan hipertensi, hasil tekanan darah tinggi harus didapatkan

minimal pada dua kali pemeriksaan. Pemeriksaan tekanan darah

menggunakan alat yang akurat. Alat yang paling lazim dipakai adalah

menggunakan sphygmomanometer dengan indikator raksa pada alat

tersebut, menggunakan skala millimeter raksa. 27

2.1.8 Penatalaksanaan dan Terapi

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non

farmakologis. Tujuan dari pengobatan pasien hipertensi adalah untuk:

1. Menurukan tekanan darah dengan target tekanan darah

<140/90 mmhg dan untuk individu beresiko tinggi (diabetes,

gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmhg

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Terapi non farmakologi:

1. Perubahan gaya hidup

Pada pasien harus dilaksanakan sebelum mempertimbangkan

perawatan dengan obat untuk menurunkan tekanan darah dan

resiko penyakit kardiovaskular yang lainnya

a. Perubahan gaya hidup yang menurunkan tekanan darah

a) Menurunkan berat badan berlebih

b) Menurunkan konsumsi alkohol berlebih. Batasi asupan

alkohol tidak lebih dari 30 ml etanol perhari pada

pria(yaitu 720 ml bir, 300 ml anggur, 60 ml wiski) atau

23
15 ml etanol perhari untuk wanita dan orang dengan

berat badan lebih ringan

c) Latihan fisik meningkatkan aktivitas aerobik 30-45

menit dalam 1 minggu

d) Menurukan asupan garam tidak lebih dari

100mmol/hari (2,4 g natrium klorida atau 6 g sodium)

e) Menjaga asupan kalium diet (sekitar 90 mmol / hari)

f) Menjaga asupan diet kalsium dan magnesium untuk

kesehatan umum

b. Perubahan gaya hidup untuk menangani faktor risiko

a) Menghentikan kebiasaan merokok

b) Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta

menurunkan asupan lemak

c) Mengendalikan diabetes 28

Terapi farmakologis

a. Diuretika ; terutama jenis obat Thiazide atau Aldosterone

Antagonist. Thiazide merupakan obat utama dalam terapi

hipertensi dimana terbukti paling efektif dalam menurunkan

risiko kardiovaskular. Thiazide dapat digunakan sebagai obat

tunggal pada penderita hipertensi ringan sampai sedang dan

dapat juga dikombinasi dengan obat antihipertensi lain untuk

meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dan mencegah

retensi cairan oleh antihipertensi lain

24
b. Beta Blocker ; merupakan obat antihipertensi yang populer

kedua setelah diuretik. Beta Blocker digunakan sebagai obat

tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama

pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya

infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan

ventrikel tanpa kelainan konduksi

c. Calcium Channel Blocker ; Calcium Channel Blocker atau

Calcium Antagonist pada terapi hipertensi memberikan efek

yang sama dengan antihipertensi yang lain. Calcium Channel

Blocker atau Calcium Antagonist terbukti sangat efektif pada

hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia

lanjut

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) ; obat

golongan ini bermanfaat terutama pada pasien hipertensi yang

kronik atau menetap akibat penyakit parenkim ginjal.

Hiperkalemia mungkin terjadi pada penggunaaan ACE

inhibitor akibat hambatan pada renin

e. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) ; Angiotensin II

Receptor Blocker sangat efektif untuk menurunkan tekanan

darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi

sepeti hipertensi renovaskular lain dan hipertensi genetik,

tetapi kurang efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang

rendah 29

Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pasien pada pengobatan adalah:

25
1. Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi, dan

kepatuhan pasien

2. Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya,

kepercayaan pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan

3. Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, dan target

yang masih harus dicapai

4. Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup.

Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan

naiknya tekanan darah sampai sebelum dimulai pengobatan

antihipertensi 30

2.1.9 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi kronik menyebabkan perubahan pada arteri, yang serupa

dengan perubahan akibat penuaan. Perubahan ini mencakup kerusakan

endotel dan arteriosklerosis, suatu penebalan dan peningkatan kandungan

jaringan ikat dinding arteri yang menurunkan laju aliran darah. Perubahan

pada struktur pembuluh darah yang dikombinasi dengan peningkatan

tekanan arterial darah akan memicu aterosklerosis, penyakit jantung

coroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan kerusakan ginjal. Oleh sebab itu,

hipertensi merupakan suatu faktor risiko penting untuk infark miokard,

gagal jantung kongestif, stroke dan gagal ginjal.31

2.2. Obesitas

2.2.1. Definisi Obesitas

26
Obesitas adalah kelebihan kadar akumulasi lemak dalam tubuh

yang dapat berisiko mengganggu kesehatan. Penentuan overweight dan

obesitas ditentukan berdasarkan berat dan tinggi badan yang dihitung

dalam indeks massa tubuh (IMT). Penghitungan IMT dilakukan dengan

cara berat badan (dalam satuan kilogram) dibagi dengan nilai kuadrat dari

tinggi badan (dalam meter persegi).32

2.2.2 Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri sebagai skrining obesitas dapat

dinilai dengan berbagai cara atau metode antara lain pengukuran IMT

(Index Massa Tubuh), serta perbandingan lingkar pinggang dan

panggul.33

a. Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan

komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi

badan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung BB/TB2

dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah

tinggi badan dalam meter.33

Cara mengukur Indeks Massa Tubuh :

BB(kg)
IMT=
TB ²(m)

Seseorang dikatakan obesitas dan membutuhkan

pengobatan bila mempunyai Indeks Massa Tubuh di atas 30,

27
dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan berat badan

sebanyak 20%.33

b. Rasio lingkar pinggang – panggul (RLPP)

Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan

oleh rasio lingkar pinggang dan panggul. Pinggang diukur pada

titik yang tersempit, sedangkan panggul diukur pada titik yang

terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran panggul. 33

Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang

terpusat pada daerah perut. Indeks antropometri dapat digunakan

untuk mendeteksi obesitas sentral salah satunya adalah

pengukuran Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP) yang

menjadi prediktor kuat dalam peningkatan lemak viseral tubuh. 33

Rasio Lingkar Pinggang (LiPi) dan Lingkar Panggul (LiPa)

merupakan cara sederhana untuk membedakan obesitas bagian

bawah tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh (pinggang dan

perut). Jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul

untuk perempuan diatas 0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95 maka

berkaitan dengan obesitas sentral / apple shapedd obesity dan

memiliki faktor resiko stroke, DM, dan penyakit jantung koroner.

Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk

perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki dibawah 0,95 maka

disebut obesitas perifer / pear shapedd obesity. 33

28
2.2.3. Klasifikasi Obesitas

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan World

Health Organization (WHO), yang membedakan batas ambang untuk laki-

laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-

laki adalah 20,1– 25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7 - 23,8. Untuk

kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat

kegemukan, lebih lanjut WHO menyarankan menggunakan satu batas

ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah

menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat

dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategorigemuk

tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi

lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara

berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk

Indonesia adalah sebagai berikut: 34, 35

Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas 34

29
Tabel 3. Indeks BMI Menurut WHO 35

2.2.4 Epidemiologi

Angka kejadian overweight pada penduduk dewasa di seluruh dunia

adalah 30%, sedangkan obesitas sebesar 13%. Prevalensi overweight

maupun obesitas cenderung lebih tinggi pada perempuan daripada laki –

laki.7 Peningkatan prevalensi obesitas tidak hanya terjadi di negara maju

tapi juga di negara berkembang.36

Angka obesitas dan overweight yang juga meningkat di Asia,

disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan globalisasi yang semakin

pesat. Prevalensi obesitas di salah satu negara berkembang di Asia, yaitu

India, memiliki angka yang tinggi, yaitu 22,3%.8 Indonesia merupakan

salah satunya dengan tingkat kejadian yang tinggi. Prevalensi obesitas

30
pada penduduk dewasa di Indonesia adalah 11,7%. Angka kejadian

obesitas pada laki – laki dewasa di Sumatera Utara adalah 27%, sedangkan

pada perempuan lebih tinggi, yaitu 38%. Indonesia perlu melakukan

penanganan secepatnya untuk mengatasi masalah obesitas.37

2.2.5 Etiologi

Obesitas terjadi akibat masukan dan pengeluaran energi yang tidak

seimbang sehingga menyebabkan penimbunan dalam jaringan lemak dan

disimpan sebagai cadangan energi tubuh. Asupan energi tinggi disebabkan

oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi

rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisik, dan

efek termogenesis makanan. Efek termogenesis makanan ditentukan oleh

komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah

(3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan dengan

karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan

protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein).38

Faktor lingkungan, sosial, dan psikologis menyebabkan perilaku

makan yang abnormal. Pengaruh faktor lingkungan sangat nyata, dengan

adanya peningkatan prevalensi obesitas yang cepat disebagian besar

negara maju, yang dibarengin dengan berlimpahnya makanan berenergi

tinggi (terutama makanan berlemak) dan gaya hidup yang tidak aktif.

Faktor psikologis dapat menyebabkan obesitas. Berat badan orang sering

kali meningkat selama orang tersebut mengalami stress seperti kematian

orang tua, penyakit yang parah bahkan depresi. Faktor genetik dapat

31
berperan sebagai penyebab obesitas. Gen dapat berperan dalam obesitas

dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat

makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak. Ketiga penyebab

monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu

penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini,

defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen yang sangat

jarang dijumpai, dan mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.39

Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya

obesitas, antara lain hipotiroidisme, sindrom Cushing, sindrom Prader-

Willi dan beberapa kelainan saraf yang menyebabkan seseorang menjadi

banyak makan. Obat obatan juga dapat mengakibatkan terjadinya obesitas,

yaitu obat-obatan tertentu seperti steroid dan beberapa anti depresan, dapat

menyebabkan penambahan berat badan.40

2.2.6 Patofisiologi

Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran

kalori dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang

menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh. Penelitian

yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat

kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral

(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan

sinyal psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh

hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan

kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi

32
hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui

sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan

sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot). Sinyal-

sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta

menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik

(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2

kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek

mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan

faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh

kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.

Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang

mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi Apabila asupan energi

melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai

dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin

merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan.

Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan

energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada

orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu

makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin,

sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu

makan (Farida, 2009, Sherwood, 2012).

2.2.7 Diagnosis Obesitas

Diagnosis obesitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

33
1. Pengukuran IMT; IMT merupakan indikator yang paling

sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat

populasi berat badan lebih dan obesitas. IMT diukur dengan

cara berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan

dalam meter kuadarat (m2 ). Penggunaan Indeks Massa

Tubuh (IMT) hanya berlaku untuk orang dewasa. IMT tidak

dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan

olahragawan dengan peningkatan massa otot, seperti

pemain sepakbola, atlet angkat besi dan lainnya yang

menggunakan angkat beban sebagai bagian dari program

olahraganya. IMT jug tidak dapat diterapkan dalam keadaan

khusus lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegal.42

2. Pengukuran lingkar pinggang; pengukuran dilakukan

dengan menggunakan pita plastik atau pita meteran, di

daerah setinggi umbilikus atau pada titik pertengahan antara

batas bawah tulang iga dengan puncak tulang iliaka.

Dengan menggunakan pita secara horizontal pada saat akhir

ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm.

Subyek diminta untuk tidak menahan perutnya. 42

3. Pengukuran waist hip ratio (WHR); WHR digunakan untuk

menentukan adanya lemak di daerah abdomen, akan tetapi

saat ini pemeriksaan ini jarang dilakukan. Pengukuran

lingkar pinggul dilakukan di lingkaran terbesar dari pinggul,

dan pasien berdiri dengan tegak, kedua tangan di samping

34
tubuh dan kaki dirapatkan. WHR sudah jarang digunakan

untuk menilai perubahan status lemak intraabdominal,

karena pada saat terjadi penurunan lingkar perut akan

diikuti juga dengan penurunan lingkar pinggul, sehingga

WHR tidak berubah.42

4. Pengukuran lain-lain; pemeriksaan lain yang dapat

dilakukan, salah satunya adalah pemeriksaan komposisi

lemak tubuh. Pemeriksaan ini mudah dilakukan karena

menggunakan alat, seperti bioelectric impedance analysis

(BIA) dan dual energy x-ray absorptiometry (DEXA).

Selain itu, dapat juga dengan menggunakan metode

underwater weighting, tetapi pemeriksaan ini sulit dan tidak

praktis sehingga jarang digunakan. Sementara untuk

pengukuran lemak viseral/sentral yang paling akurat adalah

dengan menggunakan CT scan atau MRI, tetapi mahal dan

tidak praktis.42

2.2.8 Penatalaksanaan Obesitas

Penderita obesitas memerlukan terapi untuk memperbaiki

prognosis, bentuk tubuh, dan meminimalisasi gejala atau kelhan terutama

yang berasal dari masalah fisik. Pada pria, kelebihan 10% berat badan

meningkatkan kematian 13% dan kelebihan 20% berat badan

meningkatkan kematian 25%.43

35
Penatalaksanaan terhadap penderita obesitas dapat dilakukan

melalui terapi dengan perubahan gaya hidup, medikamentosa, dan

pembedahan. Jenis – jenis terapi tersebut adalah:

1. Perubahan gaya hidup; perubahan gaya hidup mencakup

mengurangi asupan makanan atau energi yang berlebih,

olahraga teratur, dan menghindari faktor risiko dan pemberat

lainnya seperti alkohol dan rokok.

2. Obat; derivate amfetamin (dexfenfluramine, fenfluramin) dapat

menekan nafsu makan, tapi telah ditarik dari peredaran karena

efek sampinya (vulvopati jantung). Orlistat menghambat lipase

lambung dan pankreas, serta mengurangi absorpsi lemak.

Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti fluoksetin

dosis tinggi bisa membantu dengan efektif. Sibutramin

mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.

Semua obat harus dilanjutkan hanya jika terdapat penurunan

berat badan 0,5 kg/minggu. Kebanyakan obat hanya bekerja

sementara.

3. Pembedahan; gastroplasti, jaw wiring, dan gastric ballon jarang

diindikasikan. Penurunan berat badan yang cukup besar

membawa komplikasi tertentu, termasuk disfungsi hati dan

pemanjangan interval QT yang merupakan predisposisi

kematian akibat aritmia.43

36
2.2.9 Komplikasi Obesitas

Obesitas memiliki efek yang merugikan terhadap kesehatan.

Obesitas berkaitan dengan peningkatan mortalitas, dengan peningkatan

50% - 100% risiko kematian oleh semua sebab dibandingkan dengan

normal, terutama disebabkan oleh kausa kardiovaskular. Obesitas dan

overweight bersama – sama adalah penyebab tersering kedua yang dapat

dicegah.40 Dalam berbagai penelitian telah diketahui bahwa obesitas

merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya penyakit lain, misalnya

sesak nafas/sistim pernafasan dan pada penderita usia lanjut sering terjadi

osteoartrosis.44

Masalah kesehatan yang sering menjadi komplikasi pada obesitas

adalah penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, gangguan pernapasan,

kelainan sendi, dan menjadi faktor predisposisi terhadap penyakit kanker.45

2.3. Hubungan Obesitas dengan Hipertensi

Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan langsung antara

hipertensi dengan berat badan yang berlebihan. Penelitian Framingham juga

menemukan adanya kenaikan tekanan darah pada dewasa muda yang mempunyai

berat badan lebih, namun masih banyak diperlukan informasi untuk

menjelaskannya. Selain itu beberapa penelitian epidemiologi telah membuktikan

pula adanya hubungan yang linier antara obesitas dan hipertensi. Hubungan

kausalnya belum dapat diketahui dengan pasti, namun dalam pengamatan

selanjutnya apabila penderita obesitas diturunkan berat badannya maka tekanan

37
darahnya akan turun pula; oleh karena itu timbul beberapa teori yang

dikemukakan mengenai adanya hubungan tersebut, diantaranya yaitu :

1. Mekanisme hemodinamik; peningkatan volume darah sekuncup dan

volume darah pada penderita obesitas bila dibandingkan dengan yang

bukan obesitas. Juga terdapat peningkatan tahanan perifer pembuluh

darah penderita obesitas normotensi bila dibandingkan dengan

penderita yang bukan obesitas. Sehingga timbul pendapat bahwa

peningkatan volume sekuncup, volume darah, dan peningkatan tahanan

perifer memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi pada

obesitas.

2. Aktivitas saraf simpatis; penderita wanita obesitas yang diturunkan

berat badannya ternyata terjadi juga penurunan tekanan darah dan

denyut jantung serta pada pemeriksaan urinenya terdapat peningkatan

sisa-sisa metabolisme katekolamin yaitu: 4-hidroksi 3-metoksi

mandelikasid, sehingga timbul pendapat bahwa peningkatan

katekolamin merupakan akibat dari aktivitas saraf simpatis yang

meningkat.

3. Endokrin; adanya peningkatan kadar insulin dan aldosteron dalam

plasma penderita obesitas. Aldosteron akan mengurangi ekskresi Na

dalam glomeruli, begitu juga insulin pada percobaan binatang dengan

jelas mengurangi pula sekresi Na dalam glomeruli. Dalam beberapa hal

keadaan ini diperkirakan juga terjadi pada manusia, sehingga adanya

peningkatan insulin dan aldosteron akan menyebabkan retensi Na

38
dalam darah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume

darah, yang menyebabkan hipertensi. Hiperleptinemia.

4. Mekanisme ginjal; mekanisme yang berhubungan dengan organ ginjal

antara lain gangguan tekanan natriuresis, peningkatan sistem renin

angiotensin pada obesitas, dan faktor terjadinya perubahan struktural

ginjal. Dalam penelitian didapati bahwa dalam plasma individu dengan

obesitas, kadar renin, angiotensin, dan aldosteron lebih tinggi.

5. Disfungsi endotel dan perubahan struktur vaskular; terdapat bukti yang

meningkat, yang menunjukkan pengaruh signifikan disfungsi endotel

terhadap pathogenesis terjadinnya hipertensi. Obesitas

merepresentasikan suatu keadaan inflamasi yang dapat menyebabkan

disfungsi endotel 46

Gambar 1. Mekanisme Hubungan Obesitas dengan Hipertensi 46

39
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. KERANGKA KONSEP

Keturunan
Faktor Risiko yang
Jenis kelamin
Tidak Dapat Diubah :

Umur

Merokok
Hipertensi
Stress

Aktivitas fisik

Asupan Faktor Risiko yang


Dapat Diubah :
Obesitas

IMT
(Indeks Masa Tubuh)

Keterangan : diteliti

tidak diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Menurut Bakri, 2008

40
Obesitas merupakan kondisi dimana tubuh menjadi gemuk yang

disebabkan oleh penumpukan lemak secara berlebih (WHO,2000). Dalam

penelitian ini dapat dikatakan obesitas apabila sudah diukur menggunakan

IMT (Indeks Masa Tubuh) dan klasifikasi pengukurannya dapat dihitung

menggunakan rumus:

Berat Badan(kg)
IMT=
Tinggi Badan ( m ) x Tinggi Badan(m)

Gambar 3.2 Rumus Indeks Masa Tubuh 48

Tabel 3.1 Kategori Indeks Masa Tubuh 48

IMT KATEGORI
<18,5 Underweight
18,5-24,9 Normal/Ideal
25-29,9 Overweight
30-34,9 Obesity class I
35-39,9 Obesity class II
>40 Obesity class III

Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi. Semua rangkaian tersebut merupakan variabel yang

diteliti dalam kerangka konsep diatas. Sedangkan, variabel yang tidak

diteliti meliputi faktor risiko yang tidak dapat diubah (keturunan, jenis

kelamin dan umur) dan faktor yang dapat diubah (merokok, stress,

aktivitas fisik dan asupan)

B. Hipotesis Penelitian

41
Obesitas sebagai faktor risiko kejadian hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Pacet Mojokerto.

BAB IV

42
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan yaitu metode Survey Analitik

dengan pendekatan Cross Sectional Study untuk mengetahui hubungan

obesitas dengan kejadian hipertensi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pacet

Kabupaten Mojokerto.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – September

2021.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang berusia

diatas 40 tahun yang datang memeriksa dan berobat ke Puskesmas

Pacet, Kabupaten Mojokerto pada bulan Agustus - September 2021

yaitu sebanyak 128 responden

2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang

berusia diatas 40 tahun yang datang memeriksa dan berobat ke Puskesmas

Pacet, Kabupaten Mojokerto yang diambil berasal dari populasi penelitian

yang memenuhi keriteria inklusi sebanyak 75 orang.

43
a) Kriteria inklusi

1. Subjek penelitian adalah laki-laki dan wanita yang mempunyai

badan sehat (anamnesis dan pemeriksaan fisik) dengan

menggunakan pengukuran IMT.

2. Tinggi badan dan berat badan masuk kriteria Indeks Massa Tubuh

(IMT) normal dan obesitas.

3. Tekanan darah masuk dalam kriteria hipertensi dan tidak

hipertensi.

4. Pasien yang berusia > 40 tahun

5. Pasien bersedia menjadi responden

b) Kriteria eksklusi

1. Pasien yang memiliki penyakit penyerta

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan probability sampling.

Menurut Sugiyono (2017) “probability sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang

sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi

sampel”. Pada penelitian ini peneliti menggunakan simple random

sampling, kemudian menurut Sugiyono (2017) Simple Random

Sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi yang

44
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas adalah obesitas sedangkan variabel terikat

adalah hipertensi.

E. Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kriteria Skala

Data
Hipertensi Responden yang Data RM 1. Hipertensi bisa Nominal

memiliki tekanan Puskesmas dalam bentuk

darah ≥ 140/90 Pacet hipertensi sistolik

mmHg (JNC VII) (TD sistol ≥ 140 dan

diastole normal),

hipertensi diastolik

(TD sistol normal

dan diastole > 90)

atau kedua-duanya

(TD ≥ 140/90

mmHg)

45
2. Tidak hipertensi

jika TD <140/90

mmHg
Obesitas Diagnosa yang Data BB 1. Obesitas jika IMT Nominal

dilakukan pada dan TB ≥ 25

responden diukur berdasarkan

dengan RM
2.Tidak Obesitas jika
menggunakan IMT. Puskesmas
IMT < 25
Pacet

46
F. Prosedur Penelitian

1. Alur Prosedur Penelitian

PERSIAPAN PENELITIAN
Identifikasi masalah tempat dan waktu penelitian dan penyusunan proposal
serta pengurusan ijin penelitian.

IDENTIFIKASI
Identifikasi rekam medis subyek yang berpontesi masuk dalam sampel
penelitian, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, secara purposive
sampling dipilih 75 sampel

PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dari Rekam Medis

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

PENYUSUNAN LAPORAN

Gambar 4.1: Alur Prosedur Penelitian tentang Hubungan Antara Obesitas

dengan kejadian Hipertensi Pada Pasien Usia > 40 tahun di Puskesmas Pacet

Kabupaten Mojokerto bulan Agustus - September 2021.

Sumber: Penelitian, 2021

2. Kualifikasi dan jumlah tenaga yang terlibat pengumpulan data

Tenaga yang terlibat pengumpulan data adalah mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya sebanyak 4 orang dibantu 2

pengawas dari petugas kesehatan.

47
3. Jadwal Pengumpulan Data

Hari

No Langkah Penelitian VI
I II III IV V VI
I

1 Penyusunan proposal

2 Persiapan lapangan

3 Pengumpulan data

Pengolahan dan
4
analisis data

5 Penyusunan laporan

6 Presentasi

7 Perbaikan/ revisi

Tabel 4.2 Jadwal Pengumpulan data.

4. Bahan, alat dan instrumen yang digunakan

Data pasien dari rekam medis, terdiri dari berat badan, tinggi badan, tekanan

darah dan usia pada bulan Agustus - September 2021 di Puskesmas Pacet

Kabupaten Mojokerto.

5. Teknik pengolahan data

Setelah data dikumpulkan dan dikelompokkan, dilakukan pengolahan data

dengan langkah sebagai berikut:

a. Editing

Editing data digunakan untuk melihat kelengkapan dan ketepatan, data

sekunder yang diberikan. Apabila terdapat ketidaksesuaian dapat segera

dilengkapi oleh peneliti.

b. Coding

48
Pengukuran terhadap responden yang telah dilakukan diklasifikasikan

kedalam kode berupa angka sehingga dapat diolah dengan komputer.

c. Scoring

Scoring merupakan proses penghitungan data.

d. Tabulasi

Merupakan proses pengolah data dalam bentuk tabel yang dapat

memberikan gambaran statistik.

G. Analisis Data

1. Hipotesis statistik

H0 : Tidak ada Hubungan Antara Obesitas dengan kejadian Hipertensi Pada

Pasien Usia > 40 tahun di Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto.

H1 : Ada Hubungan Antara Obesitas dengan kejadian Hipertensi Pada Pasien

Usia > 40 tahun di Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto

2. Jenis analisis yang digunakan

a. Analisis univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variasi seluruh

variabel yang digunakan dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis bivariat

Menguji hubungan antara faktor berpengaruh obesitas dengan

hipertensi adalah menggunakan analisa bivariat. Analisis Bivariat dilakukan

dengan menggunakan Uji Chi Square. Uji ini dilakukan untuk membuktikan

adanya hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel

dependen. Test Signifikansi dengan menggunakan nilai kemaknaan 95%, atau

nilai α = 0,05. Bila ada P value < 0,05 maka hasil uji statistik bermakna atau ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Bila P value >

49
0,05 maka hasil uji statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

Jika nilai p <0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Selanjutnya

dilakukan uji hipotesis terhadap nilai OR dengan cara menentukan interval

kepercayaan 95% (confidence interval = CI). Kemudian terakhir dilakukan uji

statistik koefisien kontingensi dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 4.3 Interpretasi Uji Koefisien Kontingensi

Interval Korelasi Tingkat Hubungan


0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat

Sumber : Notoatmojo, 2015

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

50
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto. Pada

bulan Agustus – September 2021, dengan besar sampel sebesar 75 responden, dengan

teknik probability sampling. Hasil penelitian kemudian dianalisis dengan

menggunakan Uji Chi Square.

B. Hasil Penelitian

Secara rinci, karakteristik responden yang diteliti disajikan sebagai berikut.

1. Analisis univariat

a. Distribusi Responden Obesitas

Tabel V.1 Distribusi Responden Obesitas di Puskesmas Pacet tahun 2021

Obesitas Frekuensi Persentase (%)

Ya 39 52.0 %
Tidak 36 48.0 %
Total 75 100.0 %
Sumber: Penelitian, 2021

Tabel V.1 di atas menunjukkan distribusi karakteristik responden

obesitas pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Pacet Kabupaten

Mojokerto pada bulan Agustus-September 2021. Berdasarkan hasil

pengumpulan data dari 75 responden, didapatkan sebanyak 39 responden

(52.0 %) yang obesitas (IMT ≥ 25), sedangkan sebanyak 36 responden (48.0

%) yang tidak obesitas (IMT < 25). Hal ini dapat disimpulkan bahwa

responden terbanyak adalah yang obesitas sebanyak 39 responden (52.0 %).

2. Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Hipertensi

Tabel V.2 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Hipertensi di

Puskesmas Pacet tahun 2021

Hipertensi Frekuensi Persentasi (%)


Ya 45 60 %

51
Tidak 30 40 %
Total 75 100,0 %
Sumber: Penelitian, 2021

Tabel V.2 di atas menunjukkan distribusi karakteristik responden

kejadian Hipertensi pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Pacet

Kabupaten Mojokerto pada bulan Agustus - September 2021. Berdasarkan

hasil pengumpulan data dari 30 responden, didapatkan sebanyak 45

responden (60 %) yang hipertensi dan 30 responden (40 %) yang tidak

hipertensi, Hal ini dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah

hipertensi sebanyak 45 responden (60 %).

3. Analisis Bivariat

Tabel V.3 Hasil analisis Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian

Hipertensi Pada Pasien Berusia > 40 tahun di Puskesmas Pacet, Kabupaten

Mojokerto tahun 2021

Obesitas Hipertensi Tidak Total P CC OR

Hipertensi 95% CI

0,002 0,338 4.667

(1.722

12.647)
Obesitas 30 (77 %) 9 (23 %) 39 (100%)

Tidak 15 (41,7%) 21 (58,3 %) 36 (100%)

Obesitas
Total 45 (60,0%) 30 (40,0%) 75 (100%)
Sumber: Penelitian, 2021

52
Berdasarkan tabel V.3 Responden yang obesitas dengan hipertensi

sebanyak 30 responden (77 %) dan yang dengan tidak hipertensi sebanyak 9

responden (23 %), sedangkan yang tidak obesitas dengan hipertensi sebanyak

15 responden (41,7%) dan yang dengan tidak hipertensi sebanyak 21

responden (58,3 %).

Dengan menggunakan uji statistik chi square didapatkan nilai p value

0,002, dimana nilai α <0,05 yang artinya terdapat hubungan antara obesitas

dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pacet, Kabupaten Mojokerto.

Selanjutnya data penelitian dilakukan analisis tabulasi silang didapatkan odds

ratio (OR) sebesar 4,667 (1,722-12,647). Hal ini menunjukkan bahwa orang

yang obesitas (IMT ≥ 25 kg/m 2) perkiraan risikonya 4,7 kali akan menderita

Hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas (IMT < 25 kg/m 2).

Kemudian dilakukan uji Contingency Coefficient dimana menunjukkan nilai

CC = 0.338 , yang artinya tingkat hubungan antara obesitas dengan kejadian

hipertensi rendah.

BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan teknik probability

sampling dengan metode simple random sampling menggunakan data lapangan yang

bersumber dari rekam medis di wilayah kerja Puskesmas Pacet, Mojokerto, pada tabel

53
5.3 menunjukan bahwa responden yang obesitas dengan hipertensi sebanyak 30

responden (77 %) dan yang dengan tidak hipertensi sebanyak 9 responden (23 %),

sedangkan yang tidak obesitas dengan hipertensi sebanyak 15 responden (41,7%) dan

yang dengan tidak hipertensi sebanyak 21 responden (58,3 %). Perhitungan dengan

menggunakan uji statistik chi square didapatkan nilai p value 0,002, dimana nilai α

<0,05 yang artinya terdapat hubungan antara obesitas dengan hipertensi pada pasien

usia diatas 40 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pacet Kabupaten Mojokerto.

Selanjutnya data penelitian dilakukan analisis tabulasi silang didapatkan odds ratio

(OR) sebesar 4,667 % CI (1,722-12,647). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang

obesitas (IMT ≥ 25 kg/m2) perkiraan risikonya 4,7 kali akan menderita Hipertensi

dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas (IMT < 25 kg/m2).

Secara teori, obesitas dapat memicu peningkatan jumlah darah yang diperlukan

karena besarnya massa tubuh seseorang mengakibatkan jumlah darah yang beredar

melalui pembuluh darah juga meningkat dan menyebabkan tekanan darah menjadi

tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa

obesitas merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan tingkat risiko sebesar

5,72 (Widyartha, Putra, & Ani, 2016).

Zuraidah dkk (2012), juga memaparkan bahwa obesitas memiliki hubungan

dengan kejadian hipertensi. Rata-rata, seseorang yang memiliki berat badan 20 pound

atau setara 9,07 kilogram di atas berat badan ideal, tekanan darah akan naik sekitar 2-

3 mmHg dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal. Obesitas

berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah karena pada penderita obesitas

umumnya mengalami kesulitan bergerak dan untuk bergerak pun harus melakukan

usaha lebih keras dibadingkan orang yang memiliki berat badan normal yang

akibatnya dapat meningkatkan tekanan darah.

54
Penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Setyawati et al (2017), mengenai

hubungan antara obesitas dengan kasus hipertensi, yang menunjukkan adanya

hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi. Seorang

yang memiliki IMT diatas normal (kategori berat badan berlebih dan obesitas)

berisiko 2,05 kali lebih besar untuk memiliki tekanan darah di atas normal

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki IMT normal atau ideal.

Menurut penelitian yang dilakukan Tesfaye dkk (2007), risiko hipertensi lebih

tinggi pada kelompok penduduk dengan obesitas (IMT≥25 kg/m2) dengan odds ratio

7,64 dan interval kepercayaan (3,88-15,0). IMT memiliki hubungan yang bermakna

baik terhadap tekanan darah sistol maupun diastol. Penelitian lain yang sejalan dengan

penelitian ini dilakukan oleh Sugiharto dkk (2007), obesitas memiliki hubungan yang

bermakna dengan tekanan darah tinggi (OR=4,02; CI=1,72-9,37). Penelitian

Widyartha (2016) juga menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko

terjadinya hipertensi (AOR=5,72; 95%CI: 2,09-15,68).

Penelitian lain yang juga pernah dilakukan Kembuan, Kandou, dan Kaunang

(2016), obesitas dapat menyebabkan peningkatan cardiac output karena makin besar

massa tubuh maka makin banyak jumlah darah yang beredar sehingga curah jantung

meningkat. Semakin besar massa tubuh, maka semakin meningkatkan volume darah

yang dibutuhkan untuk menyuplai oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Hal ini

yang menyebabkan jantung akan bekerja lebih keras, sehingga tekanan darah

meningkat secara tidak langsung.

Pada penelitian ini juga didapatkan pasien hipertensi tanpa obesitas hal ini bisa

disbabkan karena faktor lain yang menyebabkan terjadinya hipertensi. Menurut WHO

pada tahun 2015, hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa faktor

yang dapat menyebakan hipertensi antara lain pertambahan usia, diet tinggi energi

55
yang tidak di imbangi dengan aktivitas fisik yang adekuat, obesitas, faktor genetik,

kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, penyakit metabolik seperti DM dan

hiperlipidemia, dan penyakit lain (umumnya penyakit ginjal dan kardiovaskular).

Beberapa faktor tersebut juga terdapat pada beberapa sampel dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini dilakukan juga uji koefisien kontingensi dimana didapatkan

hasil C=0,338 yang artinya tingkat hubungan antara obesitas dengan kejadian

hipertensi rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya variabel lain yang dapat

berhubungan dengan kejadian hipertensi seperti, jenis kelamin, usia, riwayat keluarga,

asupan garam, konsumsi alkohol, pola makan, kebiasaan merokok, dan pola olahraga.

Namun penelitian dalam hal ini terbatas untuk mengetahui obesitas sebagai faktor

resiko kejadian hipertensi pada pasien di wilayah kerja Puskesmas Pacet, Kabupaten

Mojokerto.

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

56
1. Dari hasil penelitian di Puskesmas Pacet didapatkan responden dengan hipertensi

sejumlah 60,0 % dan responden dengan tidak hipertensi sejumlah 40,0 %.

2. Dari hasil penelitian di Puskesmas Pacet didapatkan responden obesitas dengan

hipertensi sebanyak 30 responden (77 %) dan yang dengan tidak hipertensi

sebanyak 9 responden (23 %), sedangkan yang tidak obesitas dengan hipertensi

sebanyak 15 responden (41,7%) dan yang dengan tidak hipertensi sebanyak 21

responden (58,3 %).

3. Berdasarkan hasil penelitian obesitas sebagai faktor resiko kejadian hipertensi

pada pasien usia diatas 40 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pacet, Kabupaten

Mojokerto. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR sebesar

4,667 % CI (1,722-12,647) yang artinya orang yang obesitas (IMT ≥ 25 kg/m 2)

perkiraan risikonya 4,7 kali akan menderita Hipertensi dibandingkan dengan

orang yang tidak obesitas (IMT < 25 kg/m2).

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi sarana edukasi dan

informasi bagi masyarakat mengenai obesitas sebagai salah satu faktor kejadian

hipertensi sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Bagi Institusi

Bagi Dinas Kesehatan khususnya Puskesmas hasil penelitian dapat

digunakan untuk menambah referensi dan pengembangan mengenai obesitas

sebagai salah satu faktor kejadian hipertensi khususnya di Puskesmas Pacet,

Kabupaten Mojokerto.

57
3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat lebih memperluas populasi dengan metode penelitian yang

lebih bervariasi.

4. Bagi Pengembangan Ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai bahan pertimbangan

untuk mengembangkan penelitian serupa ditempat lain yang juga mengalami

masalah yang sama dalam upaya menurunkan faktor resiko kejadian hipertensi.

Lampiran : SPSS Stastistic 23

Obesitas
Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid Obesitas 39 50.6 52.0 52.0
Tidak Obesitas 36 46.8 48.0 100.0
Total 75 97.4 100.0
Missing System 2 2.6

58
Total 77 100.0

Kejadian Hipertensi
Frequenc Cumulative
y Percent Valid Percent Percent
Valid Hipertensi 45 58.4 60.0 60.0
Tidak Hipertensi 30 39.0 40.0 100.0
Total 75 97.4 100.0
Missing System 2 2.6
Total 77 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Obesitas * Kejadian
75 97.4% 2 2.6% 77 100.0%
Hipertensi

Obesitas * Kejadian Hipertensi Crosstabulation


Count
Kejadian Hipertensi
Tidak
Hipertensi Hipertensi Total
Obesitas Obesitas 30 9 39
Tidak Obesitas 15 21 36
Total 45 30 75

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.696a 1 .002
b
Continuity Correction 8.282 1 .004
Likelihood Ratio 9.914 1 .002
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear
9.566 1 .002
Association
N of Valid Cases 75

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .338 .002
N of Valid Cases 75

59
Tests of Homogeneity of the Odds Ratio
Asymptotic
Significance
Chi-Squared Df (2-sided)
Breslow-Day .000 0 .
Tarone's .000 0 .

Tests of Conditional Independence


Asymptotic
Significance
Chi-Squared df (2-sided)
Cochran's 9.696 1 .002
Mantel-Haenszel 8.172 1 .004

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate


Estimate 4.667
ln(Estimate) 1.540
Standardized Error of ln(Estimate) .509
Asymptotic Significance (2-sided) .002
Asymptotic 95% Common Odds Ratio Lower Bound 1.722
Confidence Interval Upper Bound 12.647
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound .543
Upper Bound 2.537

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally


distributed under the common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of
the estimate.

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson PI, Ward JP. At a Glance Sistem Kardiovaskular Edisi 3.


Bakri, S., dan Lawrence, G.S.,Genetika Hipertensi.2008. Dalam: Lubis, H.R., et al,.
Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun Rasyid
Lubis, SpPD-KGH. Medan: USU Press, 2008:19-31.
Bakri, S., dan Lawrence, G.S.,Genetika Hipertensi.2008. Dalam: Lubis, H.R., et al,.
Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun Rasyid
Lubis, SpPD-KGH. Medan: USU Press, 2008:19-31.

60
Brown CD, Higgins M, Donato KA, Rohde FC, Garrison R, Obarzanek E, Ernst ND,
Horan M. Body mass index and the prevalence of hypertension and
dyslipidemia. Obesity research. 2000 Dec 1;8(9):605-19.
Chobanion A. V, Bakris G.L. and Black H.R., 2004, The Seventh Report of the Joint
National Committee on : Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure, 7th ed., NIH Publication, United State of America.
Davey P. Medicine at a glance. Chichester, West Sussex, UK: WileyBlackwell; 2010;
p. 55
Farida, 2009, Sherwood, 2012). patofisiologi obesitas
Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi: lecture notes. Edisi
VIJakarta: Penerbit Erlangga. 2005: p. 57-69.
Gunawan, Lany. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Kesehatan Masyarakan. Kanisius :
Jakarta;2011; p. 7
Guyton, A.C., dan Hall, J.E., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC:
Jakarta;2007;p. 917-918.
Haffner SM. Obesity, Body Fat Distribution and Insulin Ressistence. Izzo Jr, JL, and
Black, HR. 1999:256-8.
Hermawan, AG. Komplikasi Obesitas dan Penanggulangannya. Cermin Dunia
Kedokteran 68:41; UNS: Surakarta;1991.
Husein Umar. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi Kedua.
Jakarta: Rajawali Pers
JNC 7. National High Blood Pressure Education Program. The seventh report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and Human Services
2004: hal. 12.
Junaedi, E., Yulianti, S., dan Rinata, MG. (2013). Hipertensi Kandas Berkat Herbal.
Jakarta: Fmedia
Kembuan, I. Y., Kandou, G., & Kaunang, W. P. J. 2016. Hubungan obesitas dengan
penyakit hipertensi pada pasien Poliklinik Puskesmas Touluaan Kabupaten
Minahasa Tenggara. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi, 4(2), 16–35.
Kotsis V, Stabouli S, Papakatsika S, Rizos Z, Parati G. Mechanisms of obesity-induced
hypertension. Hypertension Research. 2010 May 1;33(5):386-93
Lilly, Leonard S. Pathophysiology of heart disease 5th edition. Amerika Serikat:
Wolters Kluwer, 2010.p. 301 – 323 Jakarta: Erlangga, 2010. p. 82-85
Longo D Harrison T. Harrison's principles of internal medicine. Maidenhead: McGraw-
Hill; 2011;p 2042 – 2060
Longo D Harrison T. Harrison's principles of internal medicine. Maidenhead: McGraw-
Hill; 2011;p 2042 – 2060
Mansjoer, A., dkk.,. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Indonesia. 2005. p. 34-37.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI,
Jakarta, 2013.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI,
Jakarta, 2013.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI,
Jakarta, 2013.

61
Notoatmodjo, S. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. New
paradigma for public health.
Nuraini, B. 2015. Risk Fators of Hypertension. Faculty of Medicine, University of
Lampung. vol. 4, No. 5, pp. 11
Pickering, T.G.,. Physchosocial Stress and Blood Pressure. 1999.In: : Izzo Jr, J.L., and
Black, H.R.,. Hypertension Primer: The Essential of High Blood Pressure. ed
2USA : American Heart Association, 1999:266-267.
Prodjosudjadi, w.. Hipertensi : Mekanisme Dan Penatalaksanaannya. Majalah Berkala
Neurosains 2000: Volume 1 No 3
Proverawati, A. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan Pada Remaja. Nuha Medika:
Yogyakarta;2010;p. 79
Rahayoe, A.U.,. Terapi Medikamentosa Hipertensi Pada Usia Muda. 2003.Dalam:
Harimurti, G.M., Dkk,. Hypertension, Vascular Disease: Management and
Prevention From Dream to Reality. Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta
2003:138-140
Ram CV, Garrett BN, Kaplan NM. Moderate sodium restriction and various diuretics in
the treatment of hypertension. Arch Intern Med 1981; 141:1015
Riaz K..Hypertension 2012. Available from: http://emedicine.medscape.
com/article/241381-overview
Riswanti Septiani, Bambang Budi Rahajo . (2017). Pola Konsumsi Fast Food, Aktivitas
Fisik dan Faktor Keturunan Terhadap Kejadian Obesitas (Studi Kasus pada
Siswa SD Negeri 01 Tonjong Kecamatan Tonjong Kebupaten Brebes) . Public
Health Perspective Journal, 263-264
Sani, A., 2008. Hypertension; Current Perspective. Medya Crea. Jakarta
Schrier, RW. Manual of nephrology 5th edition. USA : Lippincot Williams and
Wilkins, 2000.p 109-120
Setyawati, B., Susilowati, A., & Maisya, I. B. 2017. Usia dan indeks massa tubuh
merupakan determinan tekanan darah di atas normal pada wanita usia subur.
Penelitian Gizi dan Makanan, 40(2), 45–53.
Simons-Morton, D.G.,. Physical Activity, Fitness and Blood Pressure. Primary
Hypertension Essentials of High Blood Pressure. USA : American Heart
Association, 1999:259 – 262.
Sjahrif, D. R.Obesitas Anak dan Remaja. In: Sjahrif, D. R., Lestari, E. R., Mexitalia,
M., Nasar, S. S. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Badan
Penerbit IDAI: Jakarta; 2011;p. 230-241
Soegih, R.,. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta: CV Sagung Seto.;
2009.p.41-45
Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat
(Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). Thesis, Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang.
Susalit E, Kapojos JE & Lubis HR. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam II. Jakarta : Balai
penerbit FKUI; 2001.p.1079-1084
Suyono, Slamet. 2009. Patofisiologi Diabetes Melitus, dalam Buku Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu (Panduan Penatalaksanaan Soewondo, Pradana.
2007. Dalam Buku Hidup Sehat dengan Diabetes sebagai Panduan
Penyandang Diabetes dan Keluargaya serta Petugas Kesehatan Terkait. Pusat
Diabetes dan Lipid RSCM FKUI, Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Tooy R. Gambaran Tekanan Darah pada Remaja Obes di Kabupaten Minahasa. Jurnal
e-Biomedik. 2013;1(2).

62
U.S. Department of Health and Human Services. Joint National Committee 7 dalam:
The Seventh Report of JNC on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication No. 03-5233: Amerika
Serikat; 2003;
Van Itallie BT. Health implication of overweight and obesity in United States. Ann
Intern Med 1985; 103 : 983 – 8
WHO expert consultation. Appropriate body-mass index for Asian populations and its
implications for policy and intervention strategies. The Lancet, 2004; 157-163.
WHO Regional Office for South-East Asia. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: WHO. 2011
WHO. Overweight and Obesity Fact Sheet. 2011. Terdapat dalam:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/
Widyartha, I. M. J., Putra, I. W. G. A. E., & Ani, L. S. 2016. Riwayat keluarga, stres,
aktivitas fisik ringan, obesitas dan konsumsi makanan asin berlebihan sebagai
faktor risiko hipertensi. Public Health and Preventive Medicine Archive, 4(2),
186–194.
World Health Organization. 2002. Obesity: preventing and managing the global
epidemic. WHO Technical Report Series. 2000; 894.
World Health Organization. A global brief on hypertension: silent killer, global public
health crisis. 2015.
World Health Organization. Global Observatory Data : Blood Pressure. 2014. Dalam :
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_ prevalence/en
World Health Organization. Global Observatory Data : Overweight and Obesity. 2014
dalam : http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/overweight/en/
World Health Organization. The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity and Its
Treatment. 2000. In: Sugondo S. Obesitas. In: Susalit E, Kapojos JE, Lubis
HR, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Edisi VI. Jakarta : Balai penerbit FKUI;
2014.p:2564.
Yogiantoro, M.,. Hipertensi Esensial. 2007. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., A.,
I., Simadibarata, M., dan Setiati, S.. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit Dalam.
Ed 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI,2007.p 610-614.
Zuraidah, Maksuk, Nadi Apriliadi. 2012. Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertensi
pada Masyarakat di Kecamatan Kemuning Kota Palembang.

63

Anda mungkin juga menyukai