29 Oktober 2021
Oleh:
dr. Buntoro Indra Dharmadi
Narasumber:
Dr. dr. Muhammad Alamsyah, SpOG(K), KIC, MKes
dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) yang mempengaruhi wanita
diagnosis dapat terjadi karena gejala dan tanda PPCM dapat menyerupai temuan
normal pada akhir kehamilan dan periode peripartum. Meskipun beberapa wanita
memiliki penyakit yang relatif ringan dan pemulihan lengkap, beberapa pasien
dari 100 persalinan di Nigeria2, 1 dari 300 persalinan di Haiti 3, hingga 1 dari
berkisar dari 1 dalam 1.000 hingga 1 dalam 4.000 dan dapat meningkat karena
termasuk 979 kasus PPCM melaporkan bahwa pre-eklampsia terdapat pada 22%
sebanyak 5%, dan gangguan hipertensi lainnya terdapat pada 37% pasien.
Hipertensi dan preeklamsia dapat menyebabkan gagal jantung dan edema paru
dibandingkan dengan rata-rata kehamilan pada umumnya sebanyak 3%. 6 Usia ibu
yang lebih tua juga tampaknya terkait dengan PPCM. Setengah dari kasus PPCM
terjadi pada wanita usia > 30 tahun, dan 1 penelitian melaporkan bahwa usia > 40
tahun memiliki rasio odds 10 dibandingkan dengan wanita usia <20 tahun.
Pengawasan yang lebih ketat terhadap wanita yang berisiko tinggi selama
Prognosisnya dari PPCM kurang baik, dan merupakan salah satu penyebab
utama kematian ibu. Indikator prognostik adalah tingkat disfungsi pada presentasi
klinis, yang didefinisikan oleh klasifikasi fungsional New York Heart Association
15% dan 50%, sementara 30-50% pasien akan membaik dan memulihkan fraksi
ejeksi ventrikel kiri sebanyak 50% atau lebih. Kematian dapat terjadi akibat gagal
Usia : 24 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
2.2 Anamnesis
Anamnesis Khusus:
G1P0A0 merasa hamil 9 bulan datang dengan keluhan utama sesak nafas.
Sesak dirasakan tiba-tiba sejak 3 jam post SC. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi
badan miring ke kiri maupun kanan, pasien lebih nyaman tidur dengan posisi
setengah duduk. Sesak disertai bengkak pada kedua kaki sejak 1 bulan SMRS.
Tidak ada keluhan batuk, demam, nyeri tenggorokan, hilang indera penciuman,
penghidu maupun mencret. Sesak tidak disertai keluhan mencret. Pasien tidak
memiliki riwayat tirah baring lama, maupun bengkak salah satu kaki. Tidak ada
keluhan BAK sedikit-sedikit, mual maupun lemah badan. Pasien tidak mengeluh
adanya nyeri dada, berdebar, pingsan, mapun hampir pingsan. Pasien tidak
diketahui memiliki riwayat sesak napas saat beraktivitas berat yang berkurang
dengan istirahat. Pasien tidak diketahui memiliki riwayat terbangun pada malam
hari setelah tidur 2-3 jam karena sesak napas yang berkurang dengan posisi
duduk. Pasien nyaman tidur dengan 1 bantal tanpa merasa sesak. Pasien tidak
Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang diketahui sejak 1 minggu
SMRS, saat hamil 8 bulan. Tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya. Tekanan
darah tertinggi pasien adalah 160/90/ Pasien rutin minum methyldopa 1x250 mg
po. Pasien tidak memiliki riwayat sesak napas atau mudah lelah pada saat kecil,
tumbuh dan kembang sama dengan sebaya, tidak ada kebiruan pada bibir maupun
ujung jari. Pasien tidak memiliki riwayat demam, nyeri menelan, nyeri sendi
yang berpindah-pindah, ruam kulit yang tidak nyeri maupun gerakan spontan
yang tidak dapat dikontrol. Pasien tidak memiliki riwayat kemoterapi maupun
radiasi. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung maupun
meninggal mendadak di usia muda. Karena tensinya yang tidak terkontrol, pasien
dirujuk ke RSHS. Saat datang dengan kondisi gawat janin sehingga dilakukan
diuresis 600 cc/8 jam. Penyakit kronis lain seperti kencing manis, asma, dan
Riwayat obstetri:
1. Hamil ini
Lk/25/SMA/Karyawan swasta
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 oC
(-/-)
Refleks : fisiologis +/+
Berat Badan : 62 kg
Abdomen
Fundus uteri : 29 cm
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan : Tertutup
Ketuban : (-)
2.5.1 Kardiotokografi
Baseline 110-120 bpm, variabilitas <5bpm; akselerasi (-), deselerasi
2.5.2 USG
- Metildopa 3x500 mg po
- Nifedipin 3x10mg po
- Hubungi Perinatologi
- Observasi keadaan umum, tanda vital, HIS, BJA, dan kemajuan persalinan
2.8 Prognosis
Jam 14.43 Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
gawat janin
P1A0 partus maturus dengan seksio sesarea atas indikasi gawat janin; preeklamsia
Follow Up Ruangan
Tangg Subjekti Objektif Assessmen Laboratori Tatalaksana
al f t um
5/9/21 Tidak Kesadaran : Post-SC ● Observasi
ada compos mentis KU dan TTV
T : 106/61 setiap 30
mmHg menit
N : 84 x/menit ● Head up
R : 20 x/menit 30°
SpO2: 99% O2 5 ● Oksigenasi
lpm nasal O2 3 lpm
cannula via nasal
cannula
● Transfusi
jika Hb < 8
gr/dL
● Setuju
pindah
ruangan
5/9/21 Mulas- Kesadaran : G1P0A0 ● Setuju
12.50 mulas compos mentis gravida operasi
T : 132/54 aterm + pukul 12.50
mmHg preeklamps ● Puasa
N : 96 x/menit ia berat + dilanjutkan
R : 20 x/menit suspek ● Observasi
S : 36.5 oC intrauterine KU dan TTV
SpO2: 97% on 3 growth ● Oksigenasi
lpm nasal restriction O2 3 lpm
cannula via nasal
cannula
● Sedia darah
intra-
operasi
● Persiapan
ruangan
post operasi
● Lain-lain
sesuai TS
obgin
5/9/21 Tidak Kesadaran : P1A0 ● Cefazolin 1
15.00 ada compos mentis partus gram IV
T : 128/76 maturus dalam 24
mmHg dengan jam post
N : 87 x/menit seksio operasi
R : 20 x/menit sesarea a.i ● Ketoprofen
S : 36.5 oC gawat supp 2 x
ASI (-)/(-) janin; 200 mg per
Abdomen : preeklamps rectal
● Datar ia berat; ● MgSO4
lembut kecil masa maintenanc
● TFU 2 jari di kehamilan e sampai 24
bawah pusat jam post
● Kontraksi operasi
uterus baik ● Metildopa 3
● LO tertutup x 250 mg
perban PO
● Cek lab
Perdarahan post-
pervaginam (-) operasi, trf
Diuresis 100 jika Hb <8
cc/jam gr/dL
● Breast care
● Observasi
KU, TTV,
perdarahan
5/9/21 Nyeri Kesadaran : P1A0 ● Cefazolin 1
16.00 luka compos mentis partus gram IV
operasi T : 114/80 maturus dalam 24
mmHg dengan jam post
N : 80 x/menit seksio operasi
R : 18 x/menit sesarea a.i ● Ketoprofen
S : 36.6 oC gawat supp 2 x
ASI (-)/(-) janin; 200 mg per
Abdomen : preeklamps rectal
● Datar ia berat; ● MgSO4
lembut kecil masa maintenanc
● Nyeri tekan kehamilan e sampai 24
(-), defans jam post
muskular (-), operasi
pekak ● Metildopa 3
samping (-), x 250 mg
pekak PO
pindah (-) ● Cek lab
● TFU 2 jari di post-
bawah pusat operasi, trf
● Kontraksi jika Hb <8
uterus baik gr/dL
● LO tertutup ● Breast care
perban, ● Observasi
rembesan KU, TTV,
(-) kontraksi
uterus,
Perdarahan perdarahan
pervaginam (-)
Diuresis 100
cc/jam
5/9/21 Sesak Kesadaran : P1A0 ● Oksigen
19.30 napas compos mentis partus NRM 15
T : 169/104 maturus lpm
mmHg dengan ● Furosemid
N : 120 x/menit seksio 1 x 40 mg
R : 36 x/menit cesarea a.i ● Rencana
SpO2 : 60% gawat pendaftaran
room air janin; HCU
87% NRM 15 preeklamps alamanda
lpm ia berat; ● Konsul TS
Conjunctiva kecil masa anestesi,
anemis -/-, kehamilan; TS IPD
Sclera icteric -/- observasi ●
JVP ↑ dyspnea
Cor: S1 = S2 e.c suspek
reguler, murmur edema
(-) paru akut
Pulmo: VBS +/+
Ronkhi +/+
Wheezing -/-
Abdomen :
● Datar
lembut
● TFU 2 jari di
bawah pusat
● Kontraksi
uterus baik
● LO tertutup
perban
5/9/21 Lapor DPJP Dr. dr A. Yogi P., SpOG (K) KFM, M.Kes
21.05 Advis: Cek kadang Mg, Evaluasi refleks, suspek intoksikasi magnesium.
6/9/21 Sesak Compos mentis, -Failure -Evaluasi
10.30 napas sakit sedang perbaikan kebutuhan
T : 135/91mmHg -Target HFNC
berkura
N : 92 x/menit diuresis -Furosemid 40
ng R : 28 x/menit tercapai mg/jam.
SpO2: 95% O2 -Saturasi Evaluasi urin
NRM 15 lpm O2>95% target 100-200
Kepala: cc/jam
Conjunctiva -Evaluasi
anemis -/-, roentgen thorax
Sclera icteric -/- -Rencana
Leher: JVP 5+2 echocardiograp
mmH2O hy
Cor: -Cek AGD ulang
kardiomegali (+),
s1, s2 normal,
s3 (-), s4 (-),
murmur (-),
Pulmo: VBS +/+
Ronkhi+/+ basal
paru, Wheezing
-/-
Urine 710 cc/4
jam -> 2.7
cc/kg/jam
Furosemide 40
g/jam
IV. PEMBAHASAN
1. Bagaimana patofisiologi terjadinya sesak pasca salin pada pasien ini?
PPCM adalah penyakit vaskular yang dipicu oleh perubahan hormonal pada akhir
kehamilan. Ekspresi STAT3 berkurang di ventrikel kiri dari pasien dengan gagal
jantung stadium akhir yang disebabkan oleh PPCM dibandingkan dengan kontrol.
Dalam sebuah penelitian pada hewan, hilangnya STAT3 menyebabkan
berkurangnya ekspresi gen yang melindungi jantung terhadap spesies oksigen
reaktif, terutama mangan superoksida dismutase (MnSOD), yang menetralkan
superoksida yang dihasilkan oleh aktivitas mitokondria dalam kardiomiosit.
Peningkatan spesies oksigen reaktif menyebabkan sekresi, melalui mekanisme
yang masih belum jelas, dari cathepsin D. Peptidase ekstraseluler ini kemudian
mengubah prolaktin, menjadi fragmen 16-kDa yang mendorong apoptosis pada
sel endotel. Akibatnya, tikus knockout STAT3 menunjukkan degradasi vaskular
yang signifikan selama akhir kehamilan yang berujung pada PPCM. Temuan yang
membuktikan hipotesis ini adalah pemberian bromokriptin dapat menyembuhkan
PPCM yang terjadi pada tikus knockout STAT3 (Gambar 1).9
Prolaktin 16-kDa juga ditemukan menginduksi sel-sel endotel untuk
mengemas miR-146a ke dalam eksosom, partikel kecil berkapsul lipid, yang
kemudian disekresikan kepada kardiomiosit. MiR-146a diinternalisasi ke dalam
kardiomiosit kemudian mensupresi jalur neuregulin/ErbB, sehingga mendorong
apoptosis kardiomiosit. Kadar miR-146a yang bersirkulasi ditemukan meningkat
secara dramatis pada wanita dengan PPCM, yang memperkuat teori ini. Selain itu,
kadarnya turun secara signifikan dengan terapi bromokriptin, menunjukkan bahwa
prolaktin mendorong sekresi miR-146a. Seperti diuraikan di atas, miR-146a
mungkin berguna sebagai biomarker PPCM. Selain itu, miR-146a dapat menjadi
target terapi yang layak karena microRNA dapat dihambat secara spesifik. Data
ini menunjukkan bahwa prolaktin, yang kadarnya meningkat saat peripartum,
ditambah dengan predisposisi pada jantung, memicu vaskulopati dan
menyebabkan PPCM.9
Selain gen STAT3, PGC-1α juga ditemukan sebagai salah satu faktor pada
patofisiologi PPCM. PGC-1α mendorong ekspresi MnSOD, sehingga mengurangi
spesies oksigen reaktif yang beredar. Selain itu, PCG-1α mendorong ekspresi
vascular endothelial growth factor (VEGF), yang merupakan faktor angiogenik.
Hilangnya fungsi PGC-1α meningkatkan vaskulotoksisitas melalui 2 jalur:
aktivasi antivaskular 16-kDa yang dimediasi prolaktin jalur (seperti dalam model
STAT3) dan hilangnya jalur yang dimediasi VEGF provaskular. Oleh karena itu,
kombinasi terapi bromokriptin dan VEGF dapat mengintervensi patofisiologi
PPCM sesuai teori ini.9
Selama kehamilan trimester akhir, plasenta mensekresikan banyak hormon
ke dalam sirkulasi ibu, termasuk soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1).
Sebagian besar VEGF bebas dalam sirkulasi ibu dinetralkan oleh sFlt1 selama
akhir kehamilan. Jantung dan organ lain mempertahankan diri dari gangguan ini
dengan mensekresikan VEGF secara lokal, tetapi pada pasien dengan gangguan
fungsi PGC-1α sekresi ini tidak cukup untuk menetralisir efek dari SFlt1.
Pemberian sFlt1 ke hewan PGC-1α nulipara sudah cukup untuk menyebabkan
kardiomiopati, bahkan tanpa adanya kehamilan, menunjukkan bahwa sFlt1 adalah
komponen kunci yang memicu PPCM. Dengan demikian, sFlt1 dan prolaktin
adalah dua hormon yang berpotensi vaskulotoksik pada akhir kehamilan yang
dapat memicu PPCM pada pasien yang memiliki predisposisi genetik.
Sekresi sFlt1 oleh plasenta meningkat secara drastis pada preeklamsia.
Dengan demikian, jantung ibu terpapar ke tingkat sFlt1 yang lebih tinggi secara
signifikan yang dapat menjelaskan hubungan epidemiologis yang kuat antara
preeklamsia dan PPCM. Wanita dengan preeklamsia tetapi tanpa PPCM masih
menunjukkan disfungsi jantung subklinis pada ekokardiografi, dan tingkat
disfungsi tersebut berkorelasi dengan kadar sFlt1.9
Temuan ini dapat menjelaskan alasan PPCM sering terjadi pada periode
peripartum, yang didominasi perubahan hormonal, daripada pada kehamilan, yang
didominasi perubahan hemodinamik. Selain itu, peran sFlt1 bisa menjelaskan
temuan epidemiologi bahwa PPCM sangat berkorelasi dengan preeklamsia dan
dengan kehamilan ganda, yang keduanya ditandai dengan sekresi sFlt1 yang
tinggi.9
Gambar 1. Hipotesis vaskulo-hormonal dari patofisiologi kardiomiopati
peripartum (PPCM).9
DAFTAR PUSTAKA
1. Davis MB, Arany Z, McNamara DM, Goland S, Elkayam U. Peripartum
Cardiomyopathy: JACC State-of-the-Art Review. J Am Coll Cardiol. 2020
Jan 21;75(2):207-221.
2. Isezuo SA, Abubakar SA. Epidemiologic profile of peripartum
cardiomyopathy in a tertiary care hospital. Ethn Dis 2007;17:228–33.
3. Fett JD, Christie LG, Carraway RD, Murphy JG. Five-year prospective
study of the incidence and prognosis of peripartum cardiomyopathy at a
single institution. Mayo Clin Proc 2005;80:1602–6.
4. Kamiya CA, Kitakaze M, Ishibashi-Ueda H, et al. Different characteristics
of peripartum cardiomyopathy between patients complicated with and
without hypertensive disorders. Results from the Japanese Nationwide
survey of peripartum cardiomyopathy. Circ J 2011;75:1975–81.
5. Kolte D, Khera S, Aronow WS, et al. Temporal trends in incidence and
outcomes of peripartum cardiomyopathy in the United States: a
nationwide population-based study. J Am Heart Assoc 2014;3: e001056.
6. Bello N, Rendon IS, Arany Z. The relationship between pre-eclampsia and
peripartum cardiomyopathy: a systematic review and meta-analysis. J Am
Coll Cardiol 2013;62:1715–23.
7. Kolte D, Khera S, Aronow WS, et al. Temporal trends in incidence and
outcomes of peripartum cardiomyopathy in the United States: a
nationwide population-based study. J Am Heart Assoc 2014;3: e001056.
8. Thompson L, Hartsilver E. Peripartum cardiomyopathy. The Journal of the
World Federation of Societies of Anaesthesiologists. 2016;31(1).
9. Arany, Z., & Elkayam, U. (2016). Peripartum Cardiomyopathy.
Circulation, 133(14), 1397–1409.
10. Azibani F, Sliwa K. Peripartum Cardiomyopathy: an Update. Curr Heart
Fail Rep. 2018 Oct;15(5):297-306.