Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komunikasi merupakan hal pokok yang dibutuhkan oleh setiap insan.
Dengan begitu, interaksi antar manusia bisa berjalan. Komunikasi digunakan
untuk menyampaikan informasi, gagasan serta perasaan antar manusia.

Salah satu jenis komunikasi yang banyak diperhatikan di era reformasi ini
adalah komunikasi massa. Hal ini karena keran kebebasan dibuka sebesar-
besarnya bagi setiap warga Negara. Dengan demikian, setiap warga Negara
berhak menyampaikan pikirannya di depan public.

Namun demikian, walau setiap orang bebas berpendapat, Negara tetap


mengatur etika menyampaikan pendapat di depan public. Hal ini agar tak
terjadi kesenjangan akibat kebebasan yang kebablasan.

Untuk itulah, Negara membuat peraturan yang menyangkut bagaimana


berkomunikasi dengan khalaya / komunikasi massa, baik melalui media cetak,
televise hingga radio

Dengan demikian, etika menjadi satu hal penting untuk menjaga


komunikasi massa dan para pelaku komunikasi berada dalam jalur yang benar
dan semestinya.

Dalam makalah ini, kami berusaha membahas bagimana etika komunikasi


massa yang benar supaya komunikasi berjalan sesuai dengan aturan. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya buat
pembaca yang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etika komunikasi massa ?
2. Apa pentingnya etika komunikasi massa ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu etika komunikasi massa
2. Untuk mengetahui pentingnya etika komunikasi massa

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Komunikasi Massa
Sobur (2001) menyebutkan etika pers atau etika komunikasi massa adalah
filsafat moral yang berkenaan kewajiban-kewajiban pers tentang penilaian pers
yang baik dan pers yang buruk. Dengan kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi
tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang
seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Pers yang
etis adalah pers yang memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai
sumber sehingga khalayak pembaca dapat menilai sendiri informasi tersebut.

Lebih jauh lagi Sobur (2001) mengemukakan etika pers adalah kesadaran moral,
yaitu pengetahuan tentang pers baik dan buruk, benar dan salah, tepat dan tidak
tepat, bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Harus ada etika dalam
pergaulan hidup, baik yang tersurat maupun yang tersirat, tidak ada orang yang
memperdebatkannya. Adanya jiwa pengabdian setia serta persiapan teknis dan
mental bagi pelaksanaan suatu profesi.

Ada beberapa rumusan sederhana yang dirangkum dari beberapa pendapat pakar
komunikasi mengenai etika dalam komunikasi massa, yaitu :
1. Berkaitan dengan informasi yang benar dan jujur sesuai fakta sesungguhnya.
2. Berlaku adil dalam menyajikan informasi, tidak memihak salah satu golongan.
3. Gunakan bahasa yang bijak, sopan dan hindari kata-kata provokatif.
4. Hindari gambar-gambar yang seronok.

Shoemaker dan Reese, mengemukakan perdapatnya mengenai Etika


Komunikasi Massa dalam Nurudin (2003), yaitu: 1) Tanggung Jawab 2) Kebebasan
Pers 3) Masalah Etis 4) Ketepatan dan Objektivitas 5) Tindakan Adil untuk Semua
Orang.

1. Tanggung Jawab
Tanggung jawab mempunyai dampak positif. Dengan adanya tanggung
jawab, media akan berhati-hati dalam menyiarkan atau menyebarkan
informasinya. Seorang jurnalis atau wartawan harus memiliki tanggung jawab

2
dalam pemberitaan atau apa pun yang ia siarkan; apa yang diberitakan atau
disiarkan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada Tuhan,
masyarakat, profesi, atau dirinya masing-masing. Jika apa yang diberitakan
menimbulkan konsekuensi yang merugikan, pihak media massa harus
bertanggung jawab dan bukan menghindarinya. Jika dampak itu sudah
merugikan secara perdata maupun pidana, media massa haris bersedia
bertanggung jawab seandainya pihak yang dirugikan tersebut protes ke
pengadilan.

2. Kebebasan Pers
Kebebasan yang bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan
yang bertanggung jawab. Dengan kebebasanlah berbagai informasi bisa
tersampaikan ke masyarakat. Jakob Oetama (2001) dalam Pers Indonesia
Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus mengemukakan bahwa “pers
yang bebas dinilainya tetap bisa lebih memberikan kontribusi yang konstruktif
melawan error and oppression (kekeliruan dan penindasan), sehingga akal
sehat dan kemanusiaanlah yang berjaya”. Robert A. Dahl mengatakan bahwa
kebebasan pers menjadi penting sebagai the availability of alternative and
independent source of information.

3. Masalah Etis
Jurnalis itu harus bebas dari kepentingan. Ia mengabdi kepada kepentingan
umum. Walau pada kenyataannya bahwa pers tidak akan pernah lepas dari
kepentingan-kepentingan, yang diutamakan adalah menekannya, sebab tidak
ada ukuran pasti seberapa jauh kepentingan itu tidak boleh terlibat dalam
pers. Ada beberapa ukuran normatif yang dijadikan pegangan oleh pers:

a. Seorang jurnalis sebisa mungkin harus menolak hadia, alias “amplop,


menghidari menjadi “wartawan bodrek”.
b. Seorang jurnalis perlu menghindari keterlibatan dirinya dalam politik, atau
melayani organisasi masyarakat tertentu, demi menghindari conflict of
interest.

3
c. Tidak menyiarkan sumber individu jika tidak mempunyai nilai berita
(news value).
d. Wartawan atau jurnalis harus mencari berita yang memang benar-benar
melayani kepentingan public, bukan untuk kepentingan individu atau
kelompok tertentu.
e. Seorang jurnalis atau wartawan harus melaksanakan kode etik
kewartawanan untuk melindungi rahasia sumber berita. Tugas wartawan
adalah menyiarkan berita yang benar-benar terjadi.
f. Seorang wartawan atau jurnalis harus menghindari praktek palgiarisme.

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), diantaranya adalah :


a. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar
b. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan
menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber berita.
c. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran
informasi, serta tidak melakukan plagiat.
d. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,
fitnah sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan
susila.
e. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan
profesi.
f. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
g. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan serta melahani hak jawab.

4. Ketepatan dan Objektivitas


Ketepatan dan objektivitas di sini berarti dalam menulis berita wartawan
harus akurat, cermat, dan diusahakan tidak ada kesalahan. Objektivitas yang
dimakusd adalah pemberitaan yang didasarkan fakta-fakta di lapangan, bukan

4
opini wartawannya. Oleh sebab itu harus ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
a. Kebenaran adalah tujuan utama; orientasi berita yang berdasarkan
kebenaran harus menjadi pegangan pkok setiap wartawan.
b. Objektivitas dalam pelaporan beritanya merupakan tujuan lain untuk
melayani pbulik sebagai bukti pengalaman profesional di dunia
kewartawanan. Objektif itu berarti tidak berat sebalh; harus menerapkan
prinsip cover both sides.
c. Tidak ada maaf bagi wartawan yang melakukan ketidakakuratan dan
kesembronoan dalam penulisan atau peliputan beritanya. Dalam hal ini,
wartawan dituntuk untuk cermat di dalam proses peliputannya.
d. Headline yang dimunculkan harus benar-benar sesuai dengan isi yang
diberitakan.
e. Penyiar radio atau reporter televisi harus bisa membedakan dan
menekankan dalam ucapannya mana laporan berita dan mana opini
dirinya. Laporan berita harus bebas dari opini atau bias dan
merepresentasikan semua sisi peristiwa yang dilaporkan.
f. Editorial yang partisansip dianggap melanggar profesionalisme atau
semangat kewartawanan. Editorial atau tajuk rencana yang dibuat,
meskipun subjektif sifatnya (karena merepresentasikan kepentingan media
yang bersangkutan) harus ditekan untuk “membela” sat golongan dan
memojokkan golongan lain. Praktik jurnalisme ini sangat sulit dilakukan
oleh media cetak yang awal berdirinya sudah partisansip, tetapi ketika dia
sudah mengklaim media umum, tidak ada alasan untuk membela
golongannya.
g. Artikel khusus atau semua bentuk penyajian yang isinya berupa pembelaan
atau keseimpulan sendiri penulisnya harus menyebutkan nama dan
identitas dirinya.

5. Tindakan Adil untuk Semua Orang


Dalam bertindak adil dalam etika komunikasi massa ada beberapa hal,
diantaranya;

5
a. Media harus melawan campur tangan individi dalam medianya. Artinya,
pihak media harus berani melawan keistimewaan yang diinginkan seorang
individu dalam medianya.
b. Media tidak boleh menjadi “kaki tangan” pihak tertentu yang akan
memengaruhi proses pemberitaannya.
c. Media berita mempunyai kewajiban membuat koreksi lengkap dan tepat jika
terjadi ketidaksengajaan kesalahan yang dibuat (fair play).
d. Wartawan bertanggung jawab atas lapprang beritanya kepada public dan
public sendiri harus berani menyampaikan keberatannya pada media.
e. Media tidak perlu melakukan tuduhan yang bertubi-tubi pada seseorang atas
suatu kesalahan tanpa member ksempatan tertuduh untuk melakukan
pembelaan dan tanggapan. Media dilarang melakukan trial bu the
press (media massa sudah mengadili seseorang sebelum pengadilan
memutuskan ia bersalah atau tidak).

B. Pentingnya Komunikasi Massa


Etika merupakan suatu perilaku yang mencerminkan itikad baik untuk
melakukan suatu tugas dengan kesadaran, kebebasan yang dilandasi
kemampuan. Beberapa aspek moral atau etika yang terkandung dalam prinsip-
prinsip jurnalistik antara lain: kejujuran, ketepatan atau ketelitian, tanggung
jawab, dan kritik konstruktif.

Dalam perspektif komunikasi, pembahasan tentang etika komunikasi akan


dititikberatkan pada pengertian tentang etika itu sendiri. Untuk mengukur
kualitas etika yang baik, dapat dilihat dari sejauh mana kualitas teknis
berkomunikasi itu sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang berlaku. Dalam
konteks komunikasi, maka etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-
norma setempat. Berkomunikasi yang baik menurut norma agama berarti harus
sesuai dengan norma agama yang dianut. Jadi kaitan antara nilai etis dengan
norma yang berlaku sangat erat.

Pertimbangan etis bukan hanya di antara baik dan buruk, juga bukan
diantara baik dan baik. Etika juga harus merujuk kepada patokan nilai, standar

6
benar dan salah. Kita berhadapan dengan masalah etika kapan saja kita harus
melakukan tindakan yang sangat mempengaruhi orang lain. Tindakan itu
bukan tindakan terpaksa. Pada diri kita ada kebebasan untuk memilih cara dan
tujuan berdasarkan patokan yang kita yakini. Patokan itu dapat bersumber pada
label budaya, filsafat dan agama. Sebagian orang bahkan tidak mau merujuk
kepada patokan secara ketat. Menurut mereka patokan itu bisa saja
menyesatkan secara etis pada situasi tertentu.

Dalam pengertian yang sempit, etika sering dipahami sebagai hal-hal yang
bersifat evaluatif, menilai baik dan buruk. Tetapi, etika dapat dipahami secara
lebih luas, bukan sekedar etis dalam pengertian faktor-faktor evaluatif
memberikan penilaian, tetapi juga mengandung pengertian etos, yakni hal-hal
yang bersifat motivatif (mendorong). Dalam hal etika komunikasi, bagaimana
aturan main berkomunikasi, yaitu tata cara berkomunikasi antar manusia
khususnya komunikasi massa.

Pada era reformasi, setiap orang mudah menerbitkan surat kabar atau
majalah dan mendirikan statsiun televisi atau radio siaran. Peran etika tentu
sangat penting terutama bagi para pengelola dan wartawan media tersebut.
Demikian pula para penulis, penyiar radio siaran, televisi, sutradara film dan
para pelakunya, serta pembuat atau pelaku iklan, wajib tunduk pada aturan
yang berlaku. Hanya dengan seperti ini mereka akan berhasil menjalankan misi
dan fungsinya. Pelanggaran terhadap etika akan menghambat kelancaran tugas
mereka dan akan mengagalkan misi dan fungsi di tengah masyarakat.

Rivers, et al (2003) mengemukakan ukuran-ukuran tentang pelaksanaan


tugas media yang baik mulai dibakukan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat
tentang kode etik profesi pers. Diantaranya :
1. Tahun 1923 American Society of Newspaper Editors (sebuah organisasi
nasional) memberlakukan Kode Etik Jurnalisme yang mewajibkan surat
kabar senantiasa memperhatikan kesejahteraan umum, kejujuran,
ketulusan, ketidakberpihakan, kesopanan dan penghormatan tyerhadap

7
privasi individu. Adanya kode etik ini bukan hal yang ringan, karena surat
kabar sudah berusia 300 tahun ketika kode etik diberlakukan, dan selama
abad 17 dan 18 surat kabar gigih memperjuangkan kebebasannya.
2. Tahun 1937 Kode Etik Radio Siaran dan 1952 Kode Etik Televisi sudah
beberapa kali disempurnakan, ditengah ketatnya kontrol pemerintah yang
mengharuskan media elektronik tidak hanya mengikuti perubahan iklim
intelektual, tetapi juga mengharuskan media elektronik selalu
memperhatikan “kepentingan, kenyamanan dan kebutuhan publik”. Kode
etik memperlakukan media elektronik terutama sebagai sumber hiburan,
selain menjalankan fungsi pendidikan bagi masyarakat.
3. Tahun 1930 mulai diterapkan Kode Perfilman tentang standar perilaku
minimum yang tidak boleh dilanggar. Namun dalam kode ini tidak terlalu
diperhatikan terutama sejak 1960-an, selain ketentuan tentang standar jenis
film untuk setiap golongan usia. Kepatuhan terhadap ketentuan atau kode-
kode etik itu jelas merupakan pelanggaran terhadap teori libertarian.
Karena itu media lebih dekat dengan teori tanggung jawab sosial.

Pada mulanya pengelola media (cetak dan elektronik) mengkritik konsep


tanggung jawab sosial namun munculnya konsep itu mengandung dua arti
penting, yaitu :
1. Mencerminkan keyakinan tentang kebenaran pemikiran baru
2. Kondisi masyarakat modern sudah tidak sesuai dengan pemikiran
libertarian.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika komunikasi massa adalah filsafat moral yang berkenaan kewajiban-
kewajiban pers tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk. Dengan kata
lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur
tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan pers.

Dalam pengertian yang sempit, etika sering dipahami sebagai hal-hal yang
bersifat evaluatif, menilai baik dan buruk. Tetapi, etika dapat dipahami secara
lebih luas, bukan sekedar etis dalam pengertian faktor-faktor evaluatif
memberikan penilaian, tetapi juga mengandung pengertian etos, yakni hal-hal
yang bersifat motivatif (mendorong). Dalam hal etika komunikasi, bagaimana
aturan main berkomunikasi, yaitu tata cara berkomunikasi antar manusia
khususnya komunikasi massa.

B. Saran
Sebagai hamba Allah Ta’ala yang lemah dihadapannya, sudah semestinya
kita Taat kepadanya yaitu menjalankan apa yang yang diperintahkannya dan
menjauhi segala larangannya, dengan cara beristiqâmah semampu mungkin dan
tidak berpaling ke kanan maupun ke kiri.
Maka kami sebagai penulis makalah menyarankan kepada pembaca atau
pendengar untuk merujuk kepada tulisan-tulisan yang lain mengenai etika
komunikasi massa karena tulisan ini masih kurang sempurna terkait etika
komunikasi massa.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://aginapuspa.blogspot.com/2013/04/etika-komunikasi-massa.html
https://ejournal.unisnu.ac.id/
https://www.google.com/amp/s/faruqtheopposition.wordpress.com/2017/04/27/
makalah-etika-komunikasi-massa/amp/

10

Anda mungkin juga menyukai