Anda di halaman 1dari 18

STASE KEPERAWATAN PRIMARY HEALTH CARE

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIABETES MELITUS DI


PUSKESMAS KALASAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Daring Profesi Ners


Stase Keperawatan Primary Health Care (PHC)

Disusun Oleh:
RIRIN ANDRIANI
193203019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIABETES MELITUS DI


PUSKESMAS KALASAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Daring Profesi Ners


Stase Keperawatan Primary Health Care

Disusun Oleh:

RIRIN ANDRIANI
193203019

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Mahasiswa

( RIRIN ANDRIANI )
(RATNA LESTARI, M.Kep., Sp. Kep. Kom)
DIABETES MELITUS TIPE II

A. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk, 2014). Sedangkan menurut Francis
dan John (2011), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme
dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin
atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2005) diabetes merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Diabetes juga dapat dikatakan
sebagai suatu keadaan hiperglikemia kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 20014).

B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS


Menurut Corwin (2010) terdapat 4 kategori utama diabetes, yaitu:

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes Melitus tergantung


insulin (DMTI).
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) / Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI). Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik
adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada
mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
Penyebab diabetes tipe II adalah sebagai berikut (Price, 1995 dalam Indriastuti 2014):
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes melitus II. Faktor-faktor ini adalah :
a. Usia resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
PATHWAY
DM Tipe II

Idiopatik, usia, genetik, dll

Jmh sel pancreas menurun

Defisiensi Insulin

Katabolisme protein meningkat


Hiperglikemia Liposis meningkat

Pembatasan diit
Fleksibilitas Penurunan BB
darah merah
Intake tidak adekuat Resiko nutrisi kurang
Pelepasan O2 dari kebutuhan
poliuria
Hipoksia perifer Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer

Nyeri

Peningkatan beban kerja


Viskositas meningkat arbsorbsi oleh glomerulus

Penurunan sekresi kalium


Peningkatan kontraktilitas CKD
jantung Hiperkalemi
Gagal pompa Peningkatan
CHF rearbsorpsi Na
ventrikel kiri Gangguan penghantaran
kelistrikan jantung
Suplai O2 jaringan Ketidak
otak turun Gagal pompa seimbangan CES meningkat Penurunan preload
ventrikel kanan volume cairan lebih
dari kebutuhan Peningkatan
Metabolisme
anaerob tekanan kapiler Penurunan Cardiac
Tekanan diastole Output
Penimbunan asam meningkat
Peningkatan
laktat & penurunan volume intersisial
ATP Suplai O2 jaringan
turun
Bendungan atrium kanan
Edema pulmo
Fatigue Bendungan vena sistemik Kelelahan otot

Sesak napas
Intoleransi aktifitas
Pola napas tidak efektif
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kilinis DM tipe II dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin
adalah sebagai berikut (Prince, Sylfia A Wilson, Lorraine M, 2010):

1. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif


2. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
3. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter
dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan gatal, bisul-bisul, keputihan, kesemutan,
rasa tebal, kelemahan tubuh, luka yang tidak sembuh-sembuh, infeksi saluran kemih.

F. KOMPLIKASI
Menurut Subekti (2012) komplikasi dari diabetes mellitus adalah:
1. Komplikasi Metabolik Akut. Kondisi disebabkan oleh perubahan
yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma.
2. Hipoglikemia
Dapat terjadi karena pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan terlalu sedikit atau karena aktivitas yang berlebihan.
3. Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak  yang dimanifestasikan dengan adanya dehidrasi, asidosis dan kehilangan
elektrolit.
4. Sindroma Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik. Keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran (sense of awareness).
5. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ tubuh.
6. Komplikasi Makrovaskuler
Mengakibatkan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar.Tipe penyakit
makrovaskuler ini tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik.
7. Komplikasi Mikrovaskuler
Disebut juga mikroangiopati ditandai dengan penebalan membran basalis pembuluh
kapiler.
8. Retinopati Diabetik. Kondisi disebabkan oleh perubahan dalam
pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina.
9. Ulkus/gangren
Terdapat lima derajat ulkus  kaki diabetic menurut Margareth dan Clevo (2012)
a. Grade 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh disertai dengan pembentukan
kalus.
b. Grade I : kerusakan hanya sampaipermukaan kulit.
c. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d. Grade III : terjadi abses dalam deengan atau tanpa osteomielitis.
e. Grade IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
f. Grade V : Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan diabetes melitus adalah
sebagai berikut (Corwin, 2010):
1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada
waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena < 100 100-200 >200


- Darah kapiler
<80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena
- Darah kapiler <110 110-120 >126

<90 90-110 >110


2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200
mg/dl.
3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Menurut Soegondo
(2016), penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus meliputi:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
b. Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya : leaflet, poster,
TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan
pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien
yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraselluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa faktor antara lain :
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi
tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan
kecepatan absorpsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
(3) Pemijatan (Massage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuscular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian Diabetes Melitus
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pangkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 2009) :
1. Riwayat atau adanya factor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria sselama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
2. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
3. Pemeriksaan Diagnosis
a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c) Hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
5. Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan factor resiko:
kurang pengetahuan tentang menejemen diabetes
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d  perubahan ikatan O2 dengan Hb,
penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
3. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
4. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi dan kelebihan asupan
cairan
5. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrisi
6. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi, keletihan dan nyeri
7. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
K. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Resiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan keperawan selama ....x 24 jam, klien di Menejemen Hiperglikemi
glukosa darah berhubungan harapkan dapat mencegah atau meminimalkan kadar gula darah dengan 1. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi
dengan factor resiko: kurang kriteria hasil: 2. Monitor kadar glukosa darah
pengetahuan tentang Kadar glukosa darah 3. Anjurkan pasien untuk merubah pola makan (hindari
menejemen diabetes 1. Kadar glukosa darah normal makanan dan minuman yang manis-manis)
Exercise partisivasion 4. Anjurkan pasien untuk selalu menontrol kesehatan
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 5. Ajarkan terapi untuk menurunkan kadar glukosa darah
2. Baju yang digunakan pasien longgar
3. Menunjukkan kemampuan
2 Perfusi jaringan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………jam perfusi Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi
b/d penurunan konsentrasi Hb jaringan klien adekuat dengan kriteria : perifer)
dan darah, suplai oksigen  Membran mukosa merah 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
berkurang  Konjungtiva tidak anemis panas/dingin/tajam/tumpul
 Akral hangat 2. Monitor adanya paretese
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal 3.  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
lesi atau laserasi
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5.  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
3 Nyeri akut b/d agen cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x…jam, masalah Label: Manajemen Nyeri (1400)
biologis keperawatan klien dengan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Label : Kontrol Nyeri (1605) presipitasi dan reaksi non verbal klien terhadap nyeri.
1. Pasien dapat Menggambarkan faktor penyebab nyeri. 2. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
2. Pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.
yaitu relaksasi nafas dalam. 3. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri (sesuai dengan
3. Pasien melaporkan bahwa nyeri terkontrol. kondisi pasien)
Label : Tingkat Nyeri (2102) 4. Tingkatkan istirahat dan berikan posisi semifowler kepada
1. Panjangnya episode nyeri pasien berkurang pasien untuk memberikan kenyaman terhadap pasien.
2. Pasien mengatakan nyeri berkurang 5. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
3. Tekanan darah pasien dalam rentang normal yaitu 120/80 mmHg) berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
4. Pasien tidak tampak menahan kesakitan ketidaknyamanan dari prosedur
5. Pasien tidak mengalami gangguan nafsu makan. 6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
Label : Nyeri: Respon Psikologis Tambahan (1306) analgesik pertama kali serta teknik relaksasi yang sudah
1. Pasien tidak merasakan kecemasan diajarkan.
2. Pasien tidak mengalami ketakutan terhadap prosedur dan alat yang Label: Pemberian Analgesik (2210)
digunakan selama tindakan
3. Pasien tidak mengalami keputusasaan 1.Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
4. Pasien tidak merasakan kesedihan yang berlebihan sebelum pemberian obat
5. Tidak terdapat ketakutan nyeri yang tidak dapat ditahan 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
6. Rasa tidak berharga frekuensi
7. Tidak adanya gangguan pada konsentrasi 3. Cek riwayat alergi
8. Tidak mengalami kekhawatiran untuk ditinggalkan. 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal.
Label: Terapi Relaksasi (6040)

1. Lakukan pengkajian tingkat nyeri yang dirasakan oleh


pasien
2. Kaji intervensi relaksasi masa lalu yang sudah digunakan
ketika nyeri
3. Jelaskan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang digunakan.
4. Ajarkan teknik relaksasi yang direncanakan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pasien
5. Evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap terapi
relaksasi.
4 Kelebihan volume cairan b/d Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama …x… jam, diharapkan Label : Monitor Cairan (4130)
gangguan mekanisme regulasi masalah keperawatan klien dengan kelebihan volume cairan, dapat 1. Observasi berat badan pasien
dan kelebihan asupan cairan teratasi dengan kriteria hasil : 2. Observasi asupan dan pengeluaran
Label : Keseimbangan Cairan (0601) 3. Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status
pernapasan.
1. Tekanan darah pasien dalam rentang normal yaitu 120/80 mmHg 4. Kaji turgor kulit pasien
2. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam 5. Kaji jumlah dan jenis intake atau asupan cairan serta
3. Berat badan stabil kebiasaan eliminasi.
4. Hematokrit dalam rentang normal 6. Berikan agen farmakologis untuk meningkatkan
5. Pasien tidak mengalami kehausan yang berlebihan pengeluaran urin
6. Pasien tidak mengalami pusing yang berlebihan 7. Berikan dialysis dan catat reaaksi pasien
7. Pasien tidak mengalami kram otot 8. Konsultasikan ke dokter jika pengeluaran urin kurang dari
8. Pasien tidak mengalami asites 0,5ml/kg/jam atau asupan cairan orang dewasa kurang
dari 2000 dalam 24 jam.
5 Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x…jam, masalah Label: Manajemen Nutrisi (1100)
nutrisi kurang dari kebutuhan keperawatan klien dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
tubuh kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Observasi kalori dan asupan nutrisi
2. Observasi berat badan
Label: Status Nutrisi: Asupan makan dan cairan (1020) 3. Ajarkan kepada pasien terkait dengan pemenuhan
1. Intake nutrisi pasien lewat mulut makanan sesuai dengan usia.
2. Intake cairan lewat mulut 4. Anjurkan kepada pasien untuk pemenuhan nutrisi
3. Pasien tidak mengalami hidrasi 5. Edukasikan kepada keluarga untuk mendukung
4. Berat dan tinggi badan pasien dalam rentang normal sesuai masa pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien.
pertumbuhannya
5. Intake kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, zat
besi, kalsium, dan sodium.
6 Ketidakefektifan pola nafas b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x…jam, diharapkan Label : Monitoring Pernafasan (3350)
hiperventilasi, keletihan dan masalah keperawatan klien dengan ketidakefektifan pola nafas dapat 1. Observasi kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan
nyeri teratasi dengan kriteria hasil : bernafas.
2. Observasi suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
Label : Status Pernafasan (0415). 3. Observasi pola nafas (misalnya bradipneu, takipneu,
1. Frekuensi pernafasan pasien dalam rentang normal yaitu 16-24 hiperventilasi, pernapasan kusmaul)
kali/menit. 4. Observasi saturasi oksigen pada pasien sesuai dengan
2. Irama pernafasan pasien reguler. anjuran kebutuhan pasien
3. Kedalaman inspirasi pasien dalam kondisi normal 5. Observasi keluhan sesak napas pasien, termasuk kegiatan
4. Tidak terdengar suara tambahan pada saat auskultasi. yang meningkatkan atau memperburuk sesak napas
5. Saturasi oksigen dalam rentang normal 95 – 100%. tersebut.
6. Pasien tidak menggunakan otot bantu nafas. 6. Observasi hasil foto thoraks.
7. Pasien tidak mengalami dispnue pada saat istirahat dan aktivitas 7. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan
ringan. atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas
8. Pasien tidak mengalami demam dipertahankan. tambahan.
9. Pasien tidak mengalami restrraksi dinding dada. 8. Catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO 2,
Label : Status Pernafasan: Ventilasi (0403). dan perubahan nilai analisa gas darah dengan tepat.
1. Pasien tidak terlihat menggunakan otot bantu nafas. 9. Posisikan pasien miring ke samping, sesuai indikasi untuk
2. Pada saat auskultasi tidak terdengar suara bunyi tambahan. mencegah aspirasi, lakukan teknik log roll, jika pasien
3. Tidak terlihat retraksi dinsing dada. diduga mengalami cedera leher.
4. Tidak terlihat pengembangan dinding dada yang tidak simetris. 10. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan.
5. Pasien tidak mengalami dispnea saat istrahat dan saat latihan. 11. Berikan bantuan terapi napas (oksigenasi atau nebulizer)
6. Frekuensi pernafasan pasien dalam rentang normal yaitu 16-24 sesuai kondisi pasien.
kali/menit.
7 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x..jam, diharapkan masalah Label: Manajemen energi (0180)
ketidakseimbangan antara keperawatan klien dengan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan 1. Observasi sistem kardiorespirasi pasien selama kegiatan
suplai dan kebutuhan oksigen (dyspnea)
(00092). kriteria hasil : 2. Observasi status fisiologis pasien yang menyebabkan
kelelahan sesuai konteks usia dan perkembangan.
Label: Tolerasi terhadap aktivitas (0005) 3. Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan
1. Saturasi oksigen pasien dalam rentang normal (95-100%). manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
2. Frekuensi nadi ketika beraktivitas dalam rentang normal. 4. Anjurkan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan
3. Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas dalam rentang normal 5. Edukasi kepada keluarga ataupun pasien erkait tanda dan
4. Pasien mudah dalam melakukan aktivtas sehari-hari (ADLs). gejala dari kelelahan
6. Kolaborasikan dengan ahli gizi terkait cara meningkatkan
asupan energi dari makanan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisologi, Alih Bahasa James Veldan, Editor Bahasa
Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta : EGC.
Kowalak., 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Editor Bahasa Indonesia, Renata Komalasari &
Anastasia Onny Tampubolon. Jakarta:EGC.

McCloskey&Bulechek, 2013, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-


Year book.Inc,Newyork.

Mansjoer. A. Dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Media Aesculapius, Jakarta.
NANDA, 2018-2020, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA.

Nuari, A.N dan Widayati, D., 2017. Gangguan Pada Sistem Perkeemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Ed 1, Cet. 1. Yogyakarta:Deepublish

Smeltzer and Bare., 2014. Textbook of Medical – Surgical Nursing. Third Edition. Volume 2.
Brunner & Suddarth’s, Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins, a Walter Kluwer
Business.

University IOWA., NIC and NOC Project., 2013, Nursing outcome Classifications, Philadelphia,
USA.

Anda mungkin juga menyukai