Kelompok 5
Muhammad Zikri Firnanda 1806184825
Gita Allya R. 1806217193
10 Prinsip Investasi
1. Security of Principal and Income
Prinsip ini menjelaskan tentang tingkat keamanan suatu instrumen investasi, pada
dasarnya investasi yang memiliki risiko lebih kecil maka dinilai lebih aman sementara
instrumen dengan risiko lebih besar maka lebih tidak aman. Risiko-risiko ini dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu;
a. Financial risk
b. Market risk
c. Purchasing power risk
d. Interest rate risk to values of existing investments
e. Interest rate risk to income from investments
2. Rate of Return (yield)
Prinsip ini memperhitungkan tingkat keuntungan yang didapatkan dari investasi yang
dilakukan pada suatu instrumen. Prinsip ini juga berkaitan dengan risiko, sebab pada
umumnya risiko yang lebih besar juga menawarkan keuntungan yang lebih tinggi, maka
dari itu prinsip ini berbanding terbalik dengan prinsip security of principal and income.
3. Marketability and Liquidity
Marketability merupakan kemampuan/kemudahan investor dalam menemukan pasar
yang akan membeli instrumen yang dimilikinya apabila ia ingin menjual. Liquidity
mengacu kepada kestabilan harga suatu instrumen disamping kemudahan penjualan
instrumen tersebut.
4. Diversification
Prinsip ini menjelaskan bahwa seorang investor perlu meletakkan dananya di berbagai
macam jenis investasi, baik di instrumen yang sama maupun berbeda. Hal ini ditujukan
untuk mengurangi risiko
5. Tax Status
Prinsip ini menentukan tax return dari pembayar pajak yang harus diisi saat membayar
pajak, selain itu prinsip ini juga membahas mengenai besarnya pajak yang perlu
dibayarkan dari keuntungan yang didapatkan.
6. Size of Investment Units or Denominations
Prinsip ini merujuk pada jumlah satuan atau nilai nominal terkecil atau nilai nominal
terkecil dari tiap-tiap instrumen keuangan. Prinsip ini juga dapat dipahami sebagai kurs
dasar dari suatu transaksi. Prinsip ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam
mengukur dan mengklasifikasikan suatu jenis pembayaran dalam sebuah transaksi.
7. Use of Collateral for Loans
Prinsip ini merujuk pada pembelian instrumen investasi yang juga dapat digunakan
sebagai salah satu bentuk jaminan dalam berhutang.
8. Protection against creditors claims
Pembelian instrumen investasi yang didasarkan dengan prinsip ini bertujuan agar
instrumen investasi yang dimilikinya tidak dapat diambil alih oleh kreditur ketika ia tidak
dapat melunasi hutang yang dimilikinya.
9. Callability
Prinsip ini menyatakan bahwa emiten mempunyai hak untuk membeli kembali emiten
yang diterbitkannya.
10. Freedom from Care
Prinsip ini merujuk pada pembelian investasi yang didasarkan pada kebebasan dari waktu
maupun pekerjaan yang dibutuhkan dalam mengurus instrumen investasi tersebut.
Termasuk juga di dalamnya terbebas dari kekhawatiran akan hasil dari investasi yang
dimilikinya.
4) Koleksi/Seni
Koleksi/Seni merupakan benda-benda yang memiliki nilai seni maupun historis
bagi para peminatnya dan merupakan salah satu bentuk investasi karena harganya yang
akan selalu meningkat dari waktu ke waktu tentunya di mata para peminatnya. Investasi
dalam bentuk barang koleksi atau seni merupakan bentuk investasi dengan risiko yang
tidak bisa diukur, mengingat tidak adanya harga yang terstandarisasi untuk barang
koleksi/seni, sehingga fluktuasi harga barang tidak dapat terprediksi dan tidak adanya
tolak ukur yang jelas dalam mengukur risiko yang mungkin dihadapi olehnya. Barang
koleksi/seni sendiri tidak memberikan return yang menjanjikan, karena seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa tidak adanya harga yang terstandardisasi untuk barang
koleksi atau seni sehingga sulit untuk menghitung return yang mungkin didapatkan dari
berinvestasi pada barang koleksi atau seni.
Mengingat bahwa barang koleksi atau seni hanya memiliki nilai yang tepat bagi
para peminatnya, barang koleksi/seni bukanlah merupakan barang yang mudah
dipasarkan dan likuid. Tidak adanya harga pasar yang pasti menjadikan barang
koleksi/seni sulit untuk dicairkan menjadi kas secara cepat. Faktor penyebab dari hal ini
salah satunya adalah karena peminat dari barang koleksi sangat tersegmen dan hanya dari
segmen kolektor saja. Karena hal ini pula, barang koleksi/seni tidak disarankan menjadi
instrumen investasi yang dipilih apabila kita ingin melakukan diversifikasi investasi.
Tidak adanya nilai yang pasti dari barang koleksi/seni menjadikan mereka tidak dapat
digunakan sebagai jaminan dalam berhutang. Namun, benda koleksi/seni dapat diklaim
oleh kreditur karena merupakan salah satu bentuk aset tetap
Apabila memutuskan untuk berinvestasi pada barang koleksi/seni, bentuk
investasi ini tidak memungkinkan terjadinya callability karena pemilik/investor memiliki
hak penuh atas koleksi yang dimilikinya. Selain itu, jenis investasi ini juga tergolong
dalam investasi yang freedom of care karena investor memiliki kebebasan dari tanggung
jawab untuk mengurus investasi dalam bentuk koleksi/seni yang mereka miliki (selain
memastikan kelayakan benda).
Tax status dari barang koleksi/seni didasarkan pada PPh 26 yang menyatakan
adanya pembebanan tariff sebesar 20% kepada wajib pajak dalam negeri yang melakukan
pembayaran kepada wajib pajak luar negeri, khususnya untuk transaksi barang seni,
seperti lukisan. Tariff ini dikenakan apabila transaksi berjumlah diatas 10 juta rupiah.
5) Tanah
Tanah merupakan salah satu jenis investasi di bidang properti bisa dikategorikan
sebagai sarana investasi yang cukup menjanjikan. Tingkat keamanan dari investasi dalam
bentuk ini cukup tinggi, tentunya selama memiliki kelengkapan surat serta sertifikat yang
menyatakan bukti kepemilikan sebagai data pendukung yang menyatakan tanah tersebut
adalah milik yang bersangkutan. Tingkat return yang ditawarkan dari investasi tanah
cenderung tinggi karena harga tanah akan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Biasanya kenaikan tanah berkisar dari 20% – 25%, kenaikan ini dipengaruhi juga oleh
faktor lokasi dari tanah tersebut.
Jika dilihat dari tingkat likuiditasnya, tanah termasuk dalam jenis investasi dengan
tingkat likuiditas yang rendah. Karena besarnya initial investment yang dibutuhkan,
menjadikan tanah sulit untuk terjual dalam waktu yang singkat. Namun, apabila investor
ingin melakukan diversifikasi pada instrumen investasi yang dimilikinya, tanah dapat
menjadi salah satu pilihan. Untuk memulai investasi pada tanah jumlah minimal
pembelian adalah dalam satuan meter persegi dengan harga yang berbeda-beda sesuai
dengan lokasi tanah tersebut berada.
Mengingat tanah memiliki bukti kepemilikan berupa surat-surat berharga, surat-
surat berharga ini dapat kemudian dijadikan jaminan apabila ingin berhutang. Selain itu,
apabila kita memiliki hutang dan tidak dapat melunasinya, tanah tidak luput dari klaim
kreditur karena merupakan salah satu bentuk dari asset tetap. Keuntungan dari
berinvestasi pada tanah adalah tanah merupakan jenis non-callable investment, karena
tanah yang dimiliki adalah sepenuhnya milik investor dan investor memiliki hak penuh
untuk mengelolanya. Keuntungan lainnya adalah investor memiliki kebebasan dari
tanggung jawab untuk mengurus investasi dalam bentuk tanah, karena tanah merupakan
instrumen investasi yang pasif. Walaupun ada biaya maintenance, baiya yang dikeluarkan
sangatlah sedikit, seperti untuk membuat pagar yang membatasi tanah sehingga terlihat
tanah tersebut memiliki status kepemilikan.
Tax status dari investasi tanah sesuai aturan perundangan, properti yang dijual
dikenakan PPh sebesar 2,5% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai akta jual beli.
Sementara, bagi pembeli properti, akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Besaran tarif PPN penjualan rumah ini ditetapkan sebesar 10% dari harga jual.
6) Saham
Saham adalah tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam
suatu perusahaan atau perseroan terbatas atau dapat juga dipahami sebagai bukti
kepemilikan suatu perusahaan yang merupakan klaim atas penghasilan dan kekayaan
perseroan. Saham sendiri terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Saham Lapis Pertama, Saham
Lapis Kedua, dan Saham Lapis Ketiga.
Untuk instrumen investasi ini, tax status dari saham didasarkan pada PPh pasal 4
ayat 2, tarif yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari transaksi
penjualan saham di bursa efek, adalah sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan. Pemotongan PPh atas dividen mengacu pada pasal 17 ayat 2C yakni sebesar
10% dari penghasilan bruto apabila individu. Apabila statusnya adalah perseroan,
pajaknya 15% dari penghasilan bruto.
Pembelian saham umumnya dilakukan dengan minimum pembelian sebesar 1 lot
atau 100 shares, namun hal ini dapat berubah sesuai dengan kebijakan masing-masing
emiten. Apabila kita tinjau dari prinsip use of collateral loans, sesuai dengan UUPT Pasal
60 ayat (2) dan (3), saham diikategorikan sebagai benda bergerak dan dapat dijadikan
sebagai jaminan hutang, yaitu dengan melakukan gadai saham. Sedangkan jika dilihat
dari prinsip callability, saham akan terbebas dari callable apabila merupakan non-
callable securities, sedangkan callable preferred stocks umumnya dapat dibeli kembali
oleh penerbit ketika tingkat suku bunga dibawah nilai kupon mereka.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada saham, harus dipahami bahwa saham
bukanlah jenis investasi yang bebas dari pengurusan (freedom of care), karena saham
yang dimiliki dikelola secara pribadi oleh investor dan tentunya membutuhkan usaha
serta waktu untuk melakukan pengelolaan tersebut.
Pembayaran kupon umumnya tanggal 10 tiap Pembayaran kupon umumnya tanggal 15 tiap
bulan bulan
Dalam penerapannya, sukuk ritel sama seperti ORI, namun obligasi ini didasarkan
pada prinsip syariah.
Apabila ditinjau dari 10 prinsip investasi, obligasi pemerintah Indonesia termasuk
obligasi yang paling aman yang tersedia di Indonesia. Hal ini disebabkan pembayaran
pokok dan bunganya dijamin langsung oleh pemerintah, selain itu secara historis
obligasi ini belum pernah gagal bayar di Indonesia.
Terkait ini, tentunya obligasi pemerintah tidak memberikan yield yang sangat
besar. Obligasi ini termasuk obligasi dengan kupon terendah, sebab tentunya obligasi
perusahaan, baik perusahaan swasta maupun perusahaan BUMN.
Sebagaimana dituliskan pada tabel, marketability obligasi pemerintah tergantung
pada jenisnya sendiri, apabila obligasi ini berbentuk SBR, maka tidak bersifat
marketable, namun apabila obligasi ini berbentuk ORI ataupun Sukuk Ritel maka
obligasi tersebut bersifat marketable. Terkait liquidity, tentunya ORI dan Sukuk Ritel
lebih liquid dibandingkan SBR, sebab ORI dan Sukuk Ritel dapat dijual, kuponnya
yang bersifat fixed rate berarti harga kedua obligasi ini juga stabil.
Untuk diversifikasi, hal ini dapat dilakukan menggunakan instrumen lain, ataupun
dengan sesama instrumen obligasi pemerintah, seperti pembelian ORI dan SBR,
ataupun Sukuk Ritel dan SBR, dan sebagainya. Diversifikasi juga dapat didasarkan
pada maturity date, selain itu perlu diingat bahwa tiap jenis obligasi pemerintah
memiliki peraturan masing-masing lagi, tidak semua SBR bersifat sama dan tidak
semua ORI bersifat sama, maka hal ini dapat dijadikan dasar diversifikasi pula.
Terkait pemajakan, obligasi ini mengikuti hukum PPh final obligasi di Indonesia,
yaitu untuk bunga obligasi, wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
dikenakan tarif 15%, wajib pajak luar negeri selain BUT dikenakan tarif 20% atau
sesuai P3B. Sementara untuk diskonto, wajib pajak dalam negeri dan BUT dikenakan
tarif 15%,wajib pajak luar negeri selain BUT dikenakan tarif 20% atau sesuai P3B.
Mengenai size of investments, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, SUN berbentuk
ritel berharga minimal Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar. Umumnya, berbedanya
harga juga memiliki tawaran berbeda, misalnya SBR seharga Rp1 juta tidak
diperkenankan melakukan early redemption, namun SBR seharga Rp2 juta dapat
melakukannya.
Obligasi pemerintah juga dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit, hal
ini lebih cocok dilakukan dengan ORI dan Sukuk Ritel sebab bersifat lebih liquid.
Apabila tidak dijadikan jaminan, umumnya aset ini aman dari klaim kreditor yang
dihutangkan, sebab aset ini berbentuk obligasi.
Umumnya, obligasi pemerintah tidak bersifat callable, sehinggaobligasi
pemerintah sangat cocok bagi investor yang ingin berinvestasi aman dengan jangka
panjang. Terkait dengan hal tersebut, obligasi ini relatif tidak menyulitkan investor
untuk merawatnya secara terus menerus. Investor cukup menunggu datangnya yield
kupon dan juga maturity date.
b. SBI
SBI merupakan salah satu jenis surat hutang yang dapat dibeli oleh investor
individu. Surat hutang ini diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan tujuan mengontrol
nilai tukar rupiah. SBI memiliki periode yang pendek, yaitu hanya satu hingga dua
belas bulan saja sebelum mencapai maturity date. Keuntungan dapat diperoleh oleh
investor melalui bunga yang ditawarkan SBI maupun diskonto. Tingkat suku bunga
umumnya mengacu pada tingkat suku bunga BI, sementara harga ditentukan melalui
sistem lelang. SBI diprioritaskan untuk dijual kepada perusahaan perbankan, namun
investor individu dapat membelinya melalui perantara.
Apabila dianalisis berdasarkan sepuluh prinsip investasi, maka SBI dapat dinilai
aman dan memenuhi prinsip Security of Principal and Income, hal ini dikarenakan
pembayaran SBI sendiri dijamin oleh Bank Indonesia, dalam catatan Bank Indonesia,
seluruh SBI selalu terbayarkan. Berkaitan dengan hal tersebut, SBI tidak memiliki yield
yang sangat besar, sehingga apabila ditinjau dari prinsip Rate of Return, maka SBI
tidak begitu menggiurkan.
SBI sendiri bersifat marketable, di mana SBI dapat diperjualbelikan di luar lelang
pertama yang dilakukan oleh BI, sebab surat ini bersifat atas unjuk. Sebagai surat
hutang berjangka pendek, dapat dikatakan SBI juga memiliki liquidity yang baik, di
mana harga SBI akan cenderung stabil sebab suku bunga BI tidak akan berubah berkali-
kali selama periode SBI outstanding, dan periodenya yang pendek juga berimplikasi
pada cepatnya pencairan surat hutang ini.
Apabila ditinjau dari prinsip diversification, SBI harus didiversifikasikan dengan
instrumen lainnya, sebab SBI sendiri hanya diterbitkan oleh Bank Indonesia saja, dan
tidak memiliki banyak ragam seperti obligasi pemerintah. Namun hal ini bukan
merupakan masalah besar mengingat kecilnya risiko yang melekat dengan SBI.
Pendapatan seorang investor dari keuntungan SBI akan dikenakan pajak. Pajak
tersebut didasarkan pada penghasilan bunga dan diskonto yang didapatkan investor, dan
berbentuk PPh sebesar 15%. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Bank
Indonesia, Sertifikat Deposito, dan Tabungan.
Untuk membeli satu surat SBI, investor perlu menyediakan uang yang lumayan
besar, sebab SBI dijual dengan harga Rp 100 juta dan dilelang dengan kelipatan Rp 50
juta. Bagi investor yang tidak memiliki banyak uang untuk diinvestasikan, tentunya SBI
bukan merupakan pilihan yang tepat.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, SBI merupakan instrumen dengan sistem
atas unjuk, sehingga SBI dapat dijadikan barang agunan dalam penerimaan kredit. SBI
sendiri seringkali diagunkan oleh bank umum dalam FPJP, dan SBI juga dapat
diagunkan melalui KPEI.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 nomor 2 Peraturan Bank Indonesia
tentang perubahan kedua atas peraturan bank indonesia nomor 12/11/PBI/2020 tentang
operasi moneter, SBI dapat dilunaskan terlebih dahulu oleh Bank Indonesia apabila ada
persetujuan dengan pemilik SBI tersebut.
Terakhir, investor tidak perlu dengan sulit memperhatikan dan merawat SBI
secara terus menerus, hal ini disebabkan bentuk SBI sebagai surat hutang, sehingga
investor hanya perlu menunggu maturity date SBI. Investor juga tidak harus
memerhatikan secara detail mengenai perubahan harga SBI, sebab sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, periode yang pendek menyebabkan surat utang ini tidak
volatile.
8) Reksadana
Reksadana merupakan instrumen investasi berbentuk jasa, di mana uang akan
dibayarkan oleh investor kepada pengelola investasi. Uang ini kemudian akan
diinvestasikan oleh manajer investasi sesuai dengan jenis reksadana yang dipilih oleh
investor.
Pada dasarnya, seluruh jenis Reksadana memenuhi prinsip freedom from care,
sebab dana investasi sendiri telah dikelola oleh manajer investasi. Para investor yang
menggunakan reksadana hanya perlu menentukan berapa jumlah modal yang akan
diinvestasikan dan apabila investor ingin mencairkan dana tersebut. Selain itu seluruh
jenis reksadana juga bersifat liquid, namun tidak marketable di mana investor tidak bisa
menjual dengan sendiri aset reksadananya, namun reksadana dapat dicairkan kapan saja
oleh investor melalui manajer investasinya, proses ini biasanya membutuhkan waktu
beberapa hari (paling lambat 7 sesuai dengan ketentuan OJK) sebelum reksadana
tercairkan seutuhnya.
Selain itu, sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal
4 Ayat 3 Huruf i, reksadana sebagai pemegang unit penyertaan bukan merupakan objek
pajak. Dengan kata lain, pendapatan yang didapatkan dari reksadana tidak dikenakan
pajak.
Sebab reksadana berbentuk akun perorangan, reksadana tidak bisa dijadikan
jaminan dalam mendapatkan kredit. Berkaitan dengan hal ini reksadana aman dari klaim
kreditor apabila investor berhutang, sehingga reksadana tidak akan dijadikan aset
penebus.
Terakhir, reksadana tidak mungkin melakukan opsi beli atau call dari produk
reksadana itu sendiri. Investor memegang kendali penuh kapan membeli dan menjual
suatu produk reksadana.
Perbedaan antar masing-masing reksadana dalam definisi, teknis, dan prinsip adalah
sebagai berikut:
a. Reksadana Saham
Dalam jenis ini, manajer investasi akan menginvestasikan dana investor ke
beberapa saham. Reksadana saham sendiri berjenis-jenis, sebab saham juga berjenis-
jenis, namun umumnya reksadana akan mengambil saham dengan risiko lebih kecil.
Apabila ditinjau dari sepuluh prinsip investasi, reksadana saham relatif lebih
berisiko dari jenis-jenis reksadana lainnya, sebab instrumen yang digunakan (saham)
memang lebih berisiko dari banyak instrumen lainnya. Hal ini berhubungan dengan
prinsip kedua yaitu yield, tentunya reksadana saham juga menawarkan potensi yield
yang lebih besar.
Untuk diversifikasi, manajer investasi akan menyesuaikan dengan profil risiko
investor. Umumnya reksadana akan memilihkan saham yang lebih aman, namun
apabila profil risiko investor tinggi, maka memungkinkan untuk manajer investasi
untuk menginvestasikan uang investor ke saham yang lebih berisiko.
Nilai minimum pembelian reksadana saham sendiri beragam-ragam di antara
berbagai produk reksadana. Umumnya, nilai minimum suatu reksadana saham adalah
Rp100.000 atau Rp1.000.000.
Di atas merupakan contoh data reksadana saham, yaitu Batavia Dana Saham,
sejak Januari 2000. Dapat dilihat bahwa keuntungan reksadana saham ini baik,
menggambarkan bahwa reksadana saham cenderung akan naik dalam jangka waktu
yang panjang.
b. Reksadana Campuran
Dalam jenis ini, manajer investasi akan menginvestasikan dana investor ke
beberapa jenis instrumen, yaitu saham, obligasi, dan pasar uang dengan rasio terbesar
masing-masing 79%.
Risiko reksadana campuran sendiri bergantung kepada komposisi instrumen yang
diinvestasikan. Hal ini akan disesuaikan dengan profil risiko investor, dan juga
berhubungan dengan prinsip diversifikasi, apabila profil risiko investor agresif, maka
instrumen akan banyak pada saham, sementara apabila konservatif maka akan
didominasi oleh obligasi ataupun pasar uang. Yield sendiri sesuai dengan komposisi
instrumen tersebut, di mana prinsip high risk high return akan menjadi dasar.
Nilai minimum pembelian reksadana campuran sejenis dengan reksadana saham
yaitu beragam-ragam di antara berbagai produk reksadana. Umumnya, nilai minimum
suatu reksadana campuran juga Rp100.000 atau Rp1.000.000, dan bahkan beberapa
menawarkan pembelian minimal Rp10.000.
Di atas merupakan data salah satu reksadana pasar uang, yaitu BNP Paribas
Rupiah Plus, sejak pertengahan Oktober 2003. Dapat dilihat bahwa keuntungan yang
didapatkan dari reksadana dengan tipe ini merupakan keuntungan terkecil, namun di
saat bersamaan dapat dilihat bahwa grafik jangka panjang reksadana pasar uang
merupakan reksadana yang paling aman, bahkan hingga grafiknya hampir linear sejak
tahun 2010.
Dari beberapa instrumen-instrumen investasi di atas, dapat dilihat grafik berikut yang
membandingkan ROI sejak tahun 1998.
Dapat dilihat karakteristik-karakteristik yang telah dijelaskan pada grafik di atas. Saham
memiliki kenaikan terbesar, namun di saat yang sama juga pernah mengalami penurunan yang
lebih besar dibandingkan instrumen lainnya. Properti dan TD cenderung naik tanpa adanya
penurunan signifikan, harga emas cenderung melonjak di kala krisis, sementara USD dan
Reksadana cenderung tidak mendapatkan kenaikan yang signifikan.
Melihat hal ini, maka lebih baik bagi investor dengan risk tolerance tinggi untuk memilih
berinvestasi dalam saham. Investor dengan risk tolerance rendah lebih baik untuk memilih
investasi dengan return yang lumayan baik namun stabil, seperti properti maupun deposito. Perlu
diingat bahwa akan lebih baik apabila dilakukan diversifikasi antara berbagai jenis instrumen
pula agar dapat menekan kerugian.