Anda di halaman 1dari 8

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

Opini Publik dan Kebijakan Pemerintah

Maman Chatamallah

ABSTRACT

A reciprocal relationship exists between public opinion and government policy. Public opinion
shaped and reshaped government policies, on the other hand, regulations also influence and
transform the public. Public opinion could strengthen support to the administration. On the
other hand, weak regulations would create unfavorable public opinion, which in turn
will reduce people support toward the government. Such was the case of government policy
over energy regulations in Indonesia. Unpopular decision to increase gasoline
price made by Megawati administration turned out to be fatal when public opinion swung to
another pole. From the image of the party for grass root, PDI then gained
popularity as the party who betrayed and corrupted their constituents.

Kata kunci: opini public, kebijakan pemerintah, kenaikan BBM

1. Komunikasi Politik: Birokrasi komunikasi politik, komunikator dapat dibedakan


dan Kebijakan berdasarkan individu-individu, lembaga, atau
kumpulan beberapa atau banyak orang (kolektif).
Komunikator politik dipandang sebagai orang Jika seorang tokoh atau pejabat, ataupun rakyat
yang menyampaikan pesan politik kepada khalayak biasa bertindak sebagai sumber dalam suatu
untuk menyampaikan tujuan politik. Pesan yang kegiatan komunikasi politik, maka dalam beberapa
disampaikan oleh komunikator politik ini berupa hal ia dapat dilihat sebagai sumber individual (in-
informasi. Dalam kegiatan politik, seperti kampanye dividual source). Pada konteks lain, meskipun
kandidat dan sosialisasi kebijakan pemerintah, seseorang individu yang berbicara, tapi bila ia
informasi ini adalah produk yang disampaikan. menjurubicarai suatu lembaga atau organisasi,
Misalnya, informasi kenaikan harga Bahan Bakar maka pada saat itu dapat dipandang sebagai col-
Minyak (BBM) atau informasi pelaksanaan pilkada lective source atau sumber kolektif. Pembedaan
di Kota Bandung dan kandidatnya. Informasi ini antara komunikator individual dan yang kolektif
harus melalui proses pematangan agar sebagai dalam proses komunikasi politik dapat
produk ia akurat. Informasi ini yang akan digambarkan sebagaimana pada gambar 1.
mempengaruhi sikap, opini dan pilihan politik Sumber individual saling berkaitan dengan
khalayak. sumber kolektif. Para pejabat birokrat sebagai
Komunikator politik dapat disebut sebagai sumber individual, tentunya, berada di bawah suatu
pihak yang memprakarsai penyampaian pesan pelaksanaan dan pengawasan pemerintah atau
kepada pihak lain dalam aktivitas politik. Dalam birokrasi. Pada tingkat pemerintah tersebut

Maman Chatamallah. Opini Publik dan Kebijakan Pemerintah 249


Gambar 1

Sum ber (K om unikator) Individual dan Kolektif dalam Komunikasi Politik

Individual K olektor
Pejabat (birokrat) Pemerintah (birokrasi)
Politisi Partai Politik
Pemimpin Opini O rganisasi kemasyarakatan
Jurnalis M edia massa
Aktivis K elom pok penekan
L obbyist K elom pok elit
Pemimpin B adan/perusahaan komuniksai
Komunikator Profesional

kebijakan direncanakan dan diputuskan untuk kepada khalayak. Misalnya, kebijakan tentang
dilaksanakan. Tentang mereka yang berkedudukan kenaikan tarif listrik, telepon, dan BBM. Kebijakan
sebagai birokrat, Katz dan Kahn (1966) tersebut merupakan keputusan para pejabat pada
mengemukakan, tingkat eksekutif, setelah melalui persetujuan
“Seorang birokrat adalah anggota suatu legislatif. Kebijakan tersebut dikomunikasikan
birokrasi yang merupakan suatu organisasi dengan kepada rakyat secara luas oleh pejabat di birokrasi.
tugas melaksanakan suatu kebijaksanaan (policy) Kebijakan kenaikan harga itu disetujui, saat itu,
yang ditentukan oleh pembuat kebijaksanaan oleh Presiden Megawati dan diumumkan oleh
(policy makers).” pembantu presiden, yakni para menteri yang terkait.
Seorang birokrat hanya dapat bekerja dalam Kebijakan yang diputuskan dan disosialisasikan
bidang yang sudah ada aturannya. Apabila ada kepada masyarakat itulah informasi sebagai produk.
sesuatu hal yang belum ada peraturannya sebagai Informasi yang disampaikan pemerintah
dasar pelaksanaannya maka seorang birokrat tidak kepada masyarakat, dan sebaliknya dari
merasa dirinya kompeten untuk melaksanakannya. masyarakat kepada pemerintah dapat menghasilkan
Almond dan Powell (1963) menggambarkan pemahaman di antara kedua belah pihak. Menurut
birokrasi pemerintah sebagai suatu kelompok yang Nasution (1889), rakyat membutuhkan informasi
terdiri dari para petugas dan jabatan yang mengenai apa yang dilakukan pemerintah untuk
dipertautkan melalui hirarki yang terperinci, dan mereka, dan pemerintah membutuhkan informasi
tunduk kepada pembuat aturan formal. Birokrasi mengenai apa yang rakyat inginkan dan harapkan
ditandai dengan adanya spesialisasi tugas, dari pemerintah. Oleh karenanya, pemerintah
tanggung jawab, dengan aturan-aturan/prosedur membutuhkan kritik dan masukan dari rakyat.
yang formal dan standar. Karena itu, dalam Menurut Alfian, di sinilah komunikasi politik
kedudukannya sebagai komunikator, para birokrat bekerja seperti sebuah sirkulasi darah. Yang
merupakan orang-orang yang mempunyai dibutuhkan oleh tubuh adalah (1) sirkulasi darah
kemampuan secara teknis dalam bidangnya dan yang mengalir tanpa hambatan, dan (2) nutrisi yang
memiliki informasi yang bersifat esensial untuk terkandung dalam darah. Jadi, tidak boleh ada
pembuatan dan penegakan kebijakan publik. hambatan dalam demokratisasi, seperti
Birokrat dan birokrasi memiliki kewajiban pembungkaman oleh pemerintah, pem-breidel-an
untuk mendukung suatu kebijakan yang telah pers, atau ancaman, dan rakyat harus
diputuskan pemerintah dan menyebarluaskannya berkomunikasi dengan pemerintah dengan cara

250 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

yang santun. Lalu, yang tidak kalah pentingnya, kecil lainnya terkubur dengan sendirinya.
isi informasi dari kedua belah pihak harus benar, Sementara sistem proporsional memiliki
akurat, dan berkualitas, bukan atas dasar asumsi mekanisme sendiri. Berbeda dengan sistem distrik,
atau prasangka-prasangka. sistem proporsional memungkinkan partai kecil dan
partai minoritas untuk mempunyai wakil di DPR.
2. Demokrasi dan Partai Politik Di sebuah provinsi, misalnya, partai yang hanya
dapat 1 persen suara sangat mungkin mendapatkan
Menurut Denny J.A., di seluruh dunia, tidak
kursi jika dalam provinsi itu dibagikan lebih dan
ada negara demokrasi yang sehat hidup dengan
seratus kursi parlemen. Namun, sistem proporsional
ratusan partai politik. Di Amerika Serikat, bahkan
menerapkan electoral threshold. Ada batas mini-
hanya hidup dua partai politik. Di Eropa Barat dan
mal persentase yang harus dimiliki partai untuk
di wilayah lain di mana sistem multi-partai subur,
dapat aktif di parlemen. Di Indonesia, misalnya,
tetap saja hanya ada tiga sampai lima partai yang
ditetapkan threshold 2% suara pada Pemilu1999
hidup. Bagi negara demokrasi yang stabil dan plu-
dan 5% pada Pemilu 2004. Partai yang tidak
ral mempunyai enam partai politik besar seperti di
mencapai kursi DPR sebanyak ketentuan electoral
Indonesia saja sudah terlalu banyak. Alam
treshold tidak mempunyai fraksi. Itu sebabnya
demokrasi tidak menggunakan larangan secara
Partai Keadilan tidak memiliki fraksi dan bergabung
langsung bagi pendirian partai politik. Pembatasan
dengan fraksi PAN menjadi Fraksi Reformasi pasca
partai politik dilakukan dengan menerapkan
pemilu 1999. Lebih dari itu, partai yang tidak lolos
berbagai prosedur sistem pemilu. Secara sah, le-
threshold dilarang pula ikut Pemilu selanjutnya.
gal, dan demokratis, sistem pemilu menjadi alat
Melalui aturan threshold, pada Pemilu 1999, Indo-
rekayasa yang dapat menyeleksi dan memperkecil
nesia hanya memiliki enam partai saja: PDIP, Golkar,
jumlah partai politik dalam jangka panjang.
PPP, PKB, PAN, dan PBB. Pada Pemilu 2004, peta
Untuk memperketat jumlah partai, dapat
politik berubah. Muncul tujuh partai besar yang
dilakukan pemilu dengan sistem distrik atau
lolos threshold, yakni Golkar, PDIP, PKB, PPP, PKS,
proporsional. Sistem distrik cenderung membuat
Partai Demokrat dan PAN.
partai politik hanya menjadi dua saja. Dalam sistem
distrik, teritori sebuah negara dibagi menjadi Aturan threshold di Indonesia tergolong
sejumlah distrik. Banyaknya jumlah distrik itu sangat lunak. Di Turki, misalnya, persentase
sebanyak jumlah anggota parlemen yang akan threshold itu adalah 10 persen. Partai yang tidak
dipilih. Setiap distrik akan dipilih satu wakil rakyat. mencapai threshold 10 persen tidak akan punya
Dalam sistem distrik, berlaku prinsip the win- fraksi di panlemen. Lebih dari itu, threshold j uga
ner takes all. Partai minoritas tidak akan pernah diberlakukan secara lebih keras. Partai yang tidak
mendapatkan wakilnya. Misal, dalam sebuah distrik dapat suara 10 persen tidak diizinkan punya wakil
ada sepuluh partai yang ikut serta. Tokoh partai A di parlemen. Suara perolehan partai itu dinyatakan
hanya menang 25 persen, namun tokoh partai lain hangus, dan diambil alih oleh partai lain yang lolos.
memperoleh suara yang lebih kecil. Walau hanya Melalui threshold ini, partai kecil kembali terkubur
mendapatkan 25 persen suara, distrik itu akan secara demokratis. Melihat perbandingan dengan
direbut oleh sang tokoh. Sembilan tokoh lain, yapg dunia lain, terkuburnya ratusan partai kecil dan
perolehan suaranya Iebih kecil akan tersingkir. partai baru adalah pemandangan yang lazim. Jika
Metode the winner takes all ini menjadi memang menginginkan demokrasi yang stabil,
insentif negatif bagi partai kecil. Dalam studi sebagaimana layaknya demokrasi di dunia maju,
perbandingan, sistem distrik ini memang memang tidak boleh ada banyak partai politik. Dua
merangsang partai kecil untuk membubarkan diri partai cukup. Atau, jika multipartai, empat sampai
atau menggabungkan diri dengan partai lain, agar lima partai sudah cukup. Seleksi dilakukan melalui
menjadi mayoritas. Dalam perjalanan waktu, sistem sistem pemilu yang ketat. Seleksi itu sah adanya
ini hanya menyisakan dua partai besar saja. Partai dan demokratis

Maman Chatamallah. Opini Publik dan Kebijakan Pemerintah 251


Gambar 1
The State/Goverment/Political establisment

Biasanya ada kecenderungan partai-partai menyatakan konsep public sphere (ruang publik).
besar melakukan: ”kerjasama” bahkan Hal ini digambarkan oleh McNair (2000) yang
“perselingkuhan” dengan media massa. Ini menyatakan bahwa public sphere membuka ruang
dilakukan untuk meraih pembaca, penonton, dan bagi publik atau khalayak politik untuk
perndengar media sebagai khalayak komunikasi memengaruhi kebijakan pemerintah. Memang ada
politik. Logika media ditentukan oleh keuntungan pula pengaruh lain, seperti organisasi bisnis dan
yang diperoleh media sebagai industri; dan logika perdagangan, partai politik, kelompok penekan, dan
politik ditentukan oleh kepentingan untuk lainnya. Semuanya akan mengkristal dalam
mencapai kekuasaan. Keduanya akan melakukan berbagai macam opini publik memengaruhi
“perselingkuhan” bila keuntungan media dan pemerintah.
kepentingan politik terpenuhi. Makanya, tidaklah
Sebagai contoh, disadari atau tidak munculnya
heran, media dapat menjadi alat politik pihak
keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuka
tertentu dari penguasa atau mereka yang ingin
peluang calon independen, nonpartai politik,
berkuasa. Kadang tidak terlihat, namun bila diamati
mengikuti pilkada, juga dipengaruhi oleh wacana
dengan berbagai pendekatan penelitian, analisis
dan opini publik yang berkembang di masyarakat
isi teks media dan tayangan berita, analisis wacana
tentang hal itu. (Sumber: McNair, 1999)
dan framing, hal itu dapat terlihat (dalam Ibnu
Dalam politik, dikenal suatu konsep yang
Hamad, 2004).
disebut sistem politik. Dalam konsep ini, ditemukan
adanya istilah-istilah seperti proses, struktur, dan
3. Opini Publik dan Pengambilan fungsi. Proses adalah pola-pola (sosial dan politik)
Keputusan yang dibuat oleh manusia dalam mengatur
Berkaitan dengan makalah yang telah dibuat, hubungan antara satu sama lain. Dalam suatu
saya contohkan agar lebih jelas. Dalam makalah negara, lembaga-lembaga seperti parlemen, partai,
saya mengutip pendapat Habermas yang birokrasi, sekalipun sudah mempunyai kehidupan

252 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

sendiri, sebenarnya tak lain dari proses-proses kebijaksanaan (Budiardjo, 1998:48).


yang pola-pola ulangannya mantap. Opini publik yang diperhitungkan dalam
Sistem politik juga menjalankan fungsi-fungsi pembuatan kebijakan, menurut Hennesy (1970)
tertentu untuk masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah suatu kompleksitas dari pandangan-
adalah membuat keputusan-keputusan pandangan, kelompok, dan individual yang
kebijaksanaan (policy decision) yang mengikat seyogyanya dapat disebut sebagai opini publik,
dari alokasi nilai-nilai (baik yang bersifat materiil, atau opini yang dianut oleh para anggota publik.
maupun nonmateriil) Keputusan-keputusan Opini ini berperan dalam pembuatan keputusan
kebijaksanaan ini diarahkan kepada tercapainya dalam bentuk berbagai cara dan dalam kombinasi
tujuan-tujuan masyarakat. Sistem politik berbagai suara untuk memengaruhi kebijakan yang
menghasilkan “output” yaitu keputusan- dinyatakan, yang merupakan keseimbangan (equi-
keputusan kebijaksanaan yang mengikat. Dengan librium) yang tercapai pada perjuangan kelompok
kata lain: melalui sistem politik, tujuan-tujuan pada saat tertentu.
masyarakat dirumuskan dan selanjutnya Para pembuat keputusan, terutama legislator
dilaksanakan oleh keputusan-keputusan dan administrator, memiliki suatu ukuran yang

Gambar 2
Model Proses antara Opini Publik dengan Kebijakan

(Repro: Hennesy, 1970)

Maman Chatamallah. Opini Publik dan Kebijakan Pemerintah 253


Gambar 3
Kebijakan BBM di Setiap Rezim

254 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

fleksibelitas yang besar karena countervailing pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Langkah
power dapat diberlakukan antara satu sama PDI-P ini ternyata tidak substansial karena ternyata
lainnya. Pada saat yang sama, semua warga negara mereka bukan menolak kenaikan harga BBM, tetapi
yang terorganisasi dalam sejumlah kelompok proses pengambilan kebijakan tentang BBM yang
penekan mampu memanfaatkan rivalitas yang tidak melalui persetujuan DPR. Padahal, perhatian
berlangsung diantara kelompok pemimpin yang utama masyarakat pada kenaikan harga BBM yang
bersaing. dirasa memberatkan.
Contoh yang paling mudah dalam konteks ini Yang dikhawatirkan, kini masyarakat menjadi
adalah kebijakan yang selalu menuai kritik publik, imun. Pertama, masyarakat tidak lagi peka terhadap
yakni kenaikan Bahan BakarMinyak (BBM). Siapa kebijakan pemerintah yang berpaling dari
pun pemegang kekuasaan di tanah air, tak dapat kepentingan rakyat seperti menaikkan BBM.
mengelakkan diri dari kebijakan tersebut. Dari Masyarakat merasa lelah mengkritisi kebijakan
Soeharto sampai Yudhoyono melakukan pemerintah. Semakin lama, ini dapat menimbulkan
“penyesuaian” harga BBM. Dibuat dan ketidakpekaan, karena mereka bicara pun kebijakan
diputuskannya kebijakan kenaikan harga BBM tidak berubah. Saking lelahnya mereka bisa apatis
oleh pemerintah, pada dasarnya, untuk terhadap sistem politik yang ada. Bisa saja muncul
mengeluarkan negara Indonesia dari krisis pernyataan, “Ah, sejak dulu kita enggak mau harga
ekonomi. Namun, kebijakan presiden yang tidak BBM naik, tapi pemerintah cuek aja. Yah, kita
“populer” tersebut mendapatkan tanggapan keberatan juga tetep aja enggak ada yang berubah.
negatif dari masyarakat bahkan tokoh-tokoh Ya udah,biarin aja”. Kedua, masyarakat tidak lagi
ekonomi dan politik. memercayai partai politik karena perilakunya selama
Berdasarkan pendapat Hennesy, opini publik ini tidak merepresentasikan kepentingan
memiliki peranan dalam pembuatan kebijaksanaan. konstituen dan publik yang lebih luas. Inilah yang
Namun, dalam kebijakan kenaikan harga BBM yang dialami PDI-P yang dianggap bukan lagi partai
ditentang oleh masyarakat, dengan tanggapan wong cilik karena PDI-P sama saja dengan partai
negatif terhadap kebijakan tersebut, pemerintah lain yang menaikkan harga BBM. Ini membuat po-
tidak membuat kebijakan baru sesuai keinginan sitioning PDI-P pada Pemilu 1999 dan 2004 telah
rakyat. Pemerintah tidak mempertahankan harga berubah. Menurut Denny J.A. (2006c), persepsi
BBM. Pemerintah tetap mencabut subsidi atas publik terhadap PDI-P sebagi partai wong cilik
BBM sebagai kebijakan dalam menanggapi opini berubah menjadi partai paling korup.
negatif masyarakat terhadap kebijakan
sebelumnya. Meski menjadi mayoritas,
ketidakpuasan masyarakat, kelompok kepentingan Daftar Pustaka
dan kelompok penekan seperti mahasiswa
terhadap keputusan tersebut, belum tentu dapat Denny J.A. 2006a. Memperkuat Pilar Kelima.
mengubah kebijakan pemerintah. Jakarta: LKIS.
Sementara itu, partai utama penguasa di DPR
_________. 2006b. Politik yang Mencari Bentuk.
sudah pasti mendukung kebijakan pemerintah
Jakarta: LKIS.
menaikkan BBM. Pada pemerintahan Abdurrahman
Wahid, PKB mendukung kenaikan harga BBM, lalu __________. 2006c. Partai Politik pun
PDI-Perjuangan dan PPP mendukung penuh Berguguran, Jakarta. LKIS.
kenaikan BBM saat Megawati menjadi Presiden
McNair, Brian. 1999. Introduction to Political
(lihat Gambar 3). Seperti biasa, partai yang tidak
Communication. London: Routledge.
mendapat “kue” kekuasaan tentu saja menentang
kebijakan itu, bahkan tampak mati-matian. Sebut Nasution, Zulkarimen. 1990. Komunikasi Politik
saja PDI-Perjuangan yang menolak kebijakan BBM Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Maman Chatamallah. Opini Publik dan Kebijakan Pemerintah 255


256 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007

Anda mungkin juga menyukai