Penulis : Prof . Dr. Cecep Sumarna Editor : Engkus Kuswandi
BAGAIMANA BUMI TERLIHAT JIKA TUHAN TIDAK PERNAH MENCIPTAKAN
MANUSIA Buku Cosmos karya sagan, telah membuat penulis terinspirasi untuk mempertanyakan banyak hal yakni pertanyaan substantive yang tidak lazim. Kerumitan mulai terasa ketika mengombinasikan pemikiran sagan tadi dengan pendekatan yang historis filosofis seperti yang ditulis Arnold Toynbee melalu karyanya yang berjudul A Study of History Hal pertama yang muncul dari sejumlah pertanyaan yang mungkin muncul dimaksud adalah bagaimana bumi terdeskripsi dan terpikirkan manusia?Apakah keindahan, kebesaran dan kompleksitas bumi akan sama seperti saat dimana kita memersepsikan saat ini, jika Adam tidak pernah nyata dan tidak “diturunkan” Tuhan ke muka bumi? Pertanyaan tadi tentu bersifat hipotetis.Karena itu, jawaban pasti bersifat hipotetis juga. Ketika fakta Adam “memakan buah khuldi” . Jawaban hipotetis ini, setidaknya dapat dibenarkan ketika membaca narasi Nurcholis Madjid (1992) yang menyebut bahwa buah khuldi itu sebagai ilmu pengetahuan. Artinya, ketika Adam memakan buah khuldi manusia bukan saja menjadi manusia tetapi karena itulah justru ilmu menjadi lahir. Lepas dari jawaban hipotetis tadi, bahwa menjadi makhluk historis yang menentukan nasib dan masa depan pada dirinya sendiri, dengan segenap potensi yang dititipkan kepada dirinya tidak kepada makhluk lain. Fakta bahwa manusia selalu hidup dalam dunia yang serba diametral. Sejarah manusia, menurut Mary selalu bertumbuh dan berkembang dengan sempurna dari segenap urutan yang sebelumnya jauh dari kata sempurna. Upaya manusia mengubah dirinya, terlihat dari bagaimana misalnya budaya manusia yang sebelumnya neandhertal ke suatu produk budaya baru yang disebut homo sapiens. Suatu budaya dimana alat tulis dan komunikasi mulai dilakukan dan menjadi pintu penting lahirnya modernitas. Dalam budaya yang homo sapiens itu, ilmu dan pengetahuan diletakan sebagai basis, media dan perjuangan hidup untuk memenangkan segala pertempuran. Pemikiran Mary Belknap disadarkan bahwa puncak dan kedudukan nya sebagai homo sapiens sekalipun, manusia kembali harus mengubah ke suatu fase yang baru yang disebut homo deva. Suatu dimana manusia yang terbiasa hidup dalam pertengkaran bahkan saling membunuh hanya karena memperebutkan makanan, ke perdamaian dengan maksud bukan saja menjaga bumi, tetapi menitipkan bumi ke generasi selanjutnya. Mengapa selain sebagai perusak, ternyata manusia sanggup melakukan perbaikan atas apa yang dirusaknya? Adam satu-satunya ciptaan Tuhan yang menunjukan tingkat kesempurnaan “wujud-Nya” yang akan memperkenalkan diri kepada seluruh kesemestaan yang di ciptakan. Keterangan ini dapat dibaca dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah (2): 35-39. Mengapa dalam setiap cerita manusia selalu terdapat dialektika unik yang hamper tidak berkesudahan? Di dalam tulisan Daisaku Ikeda (1986). Menyatakan bahwa dialektika menjadi cara yang paling kuno dalam melahirkan ilmu. Mengasumsikan bahwa di masa lalu, bintang-bintang di langit di anggap memiliki tempat yang tetap. Dengan cahaya nya yang terus memancar secara abadi. Hanya ada kelompok manusia yang menganggap sebalik nya, dimana bintang mempunyai nasib yang sama seperti manusia dan makhluk hidup yang lahir kemudian bertumbuh dan mati. Kesimpulan jenis ini tidak mungkin ad ajika manusia tidak mendialektikan nya. Jika dunia dalam nalar astronom menunjukan watak nya yang dialektik, bahwa di kalangan psikolog juga sama bahwa hidup manusia dialektik.