Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU

OLEH

NAMA : PUJI NUR PARIDI


NIM : C1K 008 063

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2011
1. Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan sub sektor perikanan mengalami kemajuan
yang cukup menggembirkan hal ini didukung dengan adanya potensi
sumberdaya alam yang tersedia diantaranya dapat dilihat dari luasan perairan
pantai yang membentang yaitu  81.000 km, serta pantai untuk budidaya ikan 
3.124.747 ha (Nurdjana, 1997). Selain itu juga didukung dengan adanya
pengembangan budidaya organisme laut. Salah satu organisme laut yang lagi
dikembangkan baik dari segi pembudidayaannya maupun dari segi
pembenihannya adalah ikan kerapu yang mana merupakan salah satu prioritas
yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan dari sub sector perikanan.
Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) umumnya dikenal dengan istilah
"groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai
peluang baik dipasarkan domestik maupun pada internasional dan selain itu nilai
jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari
19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Mulyadi , 1989).
Di Indonesia kerapu termasuk komoditas unggulan perikanan budidaya.
Harga cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor yang sangat diminati di
pasar Internasional. Terdapat 7 genus ikan kerapu yang tersebar di perairan
Indonesia, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes,
Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus kerapu tersebut tidak
semua dapat dibudidayakan dengan baik. Ada 3 genus saja yang dapat
dibudidayakan dengan baik dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ketiga
genus tersebut adalah Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus (Anonim,
2011).
Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis penting
yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kerapu macan merupakan
jenis ikan demersal yang menyukai hidup di daerah perairan karang, diantara
celah – celah karang atau didalam gua di dasar perairan. Ikan karnivor yang
tergolong kurang aktif ini relative mudah dibudidayakan karena mempunyai
adaptasi yang cukup tinggi (Randall, 1987).
Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk
dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi masal untuk
melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya
pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan
mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat
untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya.
Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia,
namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena
keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih
alam yang sifatnya musiman. Akhir - akhir ini tangkapan benih alam yang tepat
ukuran, mutu, dan jumlah sangat menurun, sehingga benih merupakan kendala
utama dalam pengembangannya. Sehubungan dengan kondisi tersebut maka
sangat diharapkan ketersediaan benih dari panti-panti benih (hatchery). Namun
sejak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sudah dapat
dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Perikanan, telah melakukan upaya untuk menghasilkan benih
melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.
Pada budidaya air payau takalar upaya perintisan pembenihan ikan kerapu
khususnya kerapu macan telah dimulai sejak tahun 1992, namun dalam proses
pelaksanannya menghadapi banyak kendala baik dari segi biologis induk
maupun teknis pemeliharaan larva (Sudaryanto, 2000).
Dipasaran internasional terutama di Negara Asia termasuk Asean
(Jepang, Singapura, Hongkong, Cina bagian Selatan dan Taiwan) harga ikan
kerapu akan lebih tinggi bila dijual masih dalam keadaan hidup. Sampai saat ini
untuk memenuhi kebutuhan ekspor maupun konsumsi dalam negeri, sebagian
besar masih didominasi oleh hasil tangkapan. Adanya permintaan yang cukup
tinggi dan tidak dipenuhi dengan penangkapan dari alam, maka petani
dibeberapa daerah perairan Indonesia mulai memelihara dalam keramba jaring
apung dan tambak payau/laut. Pada umumnya benih yang dipelihara berasal dari
alam, karena teknologi produksi benih ikan kerapu dari hatchery belum dapat
diharapkan baik dalam jumlah maupun kesinambungannya (Anonim 2011).

2. Pemeliharaan Induk dan Pemijahan


Induk yang dipelihara di Balai Budidaya Laut Sekotong berasal dari Bali,
pengangkutan induk dilakukan menggunakan kapal dan sebelumnya induk diberi
sejenis bubuk yang biasa disebut el-baju oleh para pembudidaya. Umur calon
induk yang dipelihara dan dijadikan induk adalah induk yang telah berumur 5
tahun dengan ukuran induk jantan lebih besar dari induk betina. Di dalam unit
pemeliharaan, induk-induk yang dipelihara dipisahkan dari induk yang siap
memijah. Wadah pemeliharan induk ikan kerabu berupa bak beton yang
berbentuk bulat dengan volume 15 – 50 ton air dengan kepadatan 1-2 ekor/m3,
dengan sistem air mengalir dengan persentase pergantian air 300% per-harinya.
Pakan yang diberikan berupa ikan rucah dan cumi yang ditambahkan dengan
vitamin E dan multivitamin secara teratur untuk mempercepat pematangan gonad
dengan dosis 2-3% berdasarkan berat biomasa induk yang dipelihara. Ikan rucah
yang diberikan berupa ikan teri yang sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu,
bagian yang paling utama dibersihkan adalah kepala, isi perut, dan insang
karena pada bagian tersebut mikroorganisme yang merugikan paling cepat
berkembang biak. Pakan diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore
hari dengan memperkirakan bahwa induk telah kenyang dengan tanda induk
tidak merespon lagi bila diberi pakan. Setiap pagi bak pemeliharaan disipon
dengan menggunakan selang. Untuk menjaga kualitas air dalam bak
pemeliharaan dilakukan pengukuran kwalitas air setiap hari, adapun parameter
yang di ukur antara lain adalah suhu, amoniak, dan salinitas. Kiat sukses dalam
memelihara induk adalah dengan memilih induk yang bagus dan debit pergantian
air yang besar.
Induk ikan kerapu bebek akan mengalami kematangan gonad setelah 7-
10 bulan dipelihara dengan berat 1,5-2,5 kg/ekor untuk induk betina dan 2,5-3,5
kg/ekor untuk induk jantan. Perbandingan induk jantan dan betina yang berada di
dalam bak pemijahan adalah 1 : 3. Pemijahan bisanya terjadi 1 hari sebelum
bulan gelap atau 1 hari setelah bulan gelap dan biasanya terjadi diatas jam 01.00
malam.
Saat pagi telur sudah dapat dipanen dengan cara memberi aerasi untuk
memisahkan telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi. Telur yang terbuahi
akan mengapung dan dapat didefinisikan telur yang bagus, sedangkan telur yang
tenggelam didefinisikan telur yang tidak bagus. Saat pemanenan air dalam bak
pemijahan ditinggikan sehingga air keluar mengalir memalui saluran outlet. Dan
di ujung saluran outlet diberi saringan dengan ukuran mesh size 200µ. Telur
yang tersaring dipindahkan de dalam ember atau wadah tertentu dengan volume
air tertentu. Untuk menghitung jumlah telur dengan menggunakan metode
sampling adalah dengan mengaduk telur dalam wadah bervolume 10.000 ml air
dan mengambil sampel air 10 ml. Misalkan jumlah telur yang didapat dalam
sampel adalah 9 buah dapat di simpulakan jumlah telur yang tertampung dalam
wadah adalah 9 x 1000 = 9000 butir telur. Setelah mendapatkan jumlah telur,
telur dipindahkan ke dalam bak beton bervolume 10 ton yang telah diberi 5 titik
aerasi dan terdapat pada ruangan tertutup (indor) dengan kepadatan 4-5
butir/liter dan telur akan menetas 19 jam pada suhu 28-30 oC.
Adapun permasalahan dan kendala yang sering dihadapai adalah air
yang kotor, sirkulasi air yang satu arah, dan rusaknya kwalitas air oleh limbah
pertambangan emas liar. Solusi utama yang bisa dilaksanakan adalah dengan
mengontrol kwalitas air setiap hari.

Gambar. Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk

Gambar. Kolektor Telur

3. Pengadaan Pakan Alami


Jenis pakan alami yang diberikan dalam pemeliharaan larva ikan kerapu
adalah rotifera dan artemia. Untuk menjaga agar rotifera dan artemia tetap hidup
maka diberi pakan berupa Nannochloropsis sp. Kultur Nannochloropsis sp. skala
laboratorium di BBL Sekotong dilakukan dalam wadah berukuran 500-10.000 ml.
air media yang digunakan untuk kultur ini disterilisasi terlebih dahulu dengan
menggunakan autoclave atau bisa juga dengan cara direbus. Air yang sudah
disterilkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah disediakan dan
ditambahkan pupuk conwy dengan dosis 1 ml/l, kemudian ditambahkan
bibit/inokulan dan diberi aerasi. Perbandingan jumlah air media dengan bibit
adalah 1:5 atau 1:4.
Dalam kultur Nannochloropsis sp. Ada beberapa tahap tang dilakuan yaitu:
1) Sterilisasi Alat dan Bahan yang smerupakan salah satu usaha pensucihamaan
semua aspek yang akan digunakan dengan tujuan agar kegiatan tidak
mengalami kegagalan karena adanya kontaminaasi. Bahan yang digunakan
untuk sterilisasi adalah alcohol, kaporit, air tawar dan sabun cair. 2) Isolasi yang
merupakan usaha pemisahan plankton dengan tujuan mendapatkan satu
plankton. Tahapan ini dilakukan dengan cara pengambilan air laut dengan
menggunakan planktonet, selanjutnya dilakukan pengamatan di bawah
mikroskop untuk melakukan pemisahan. Selain dari alam , tahapan isolasi juga
dapat dilakukan pada hasil kultur yang terkontaminasi. 3) Kultur Media Agar
merupakan kultur yang dilakukan pada media agar, tujuannya selain untuk
mempertahankan kemurnian fitoplankton juga memiliki kualitas yang baik. 4)
Penyimpanan Plankton merupakan salah satu usaha untuk menjaga
kesinambungan stok murni. Stok murni disimpan di lemari es dalam bentuk cair
atau beku. Stok murni dalam bentuk cair dikocok setiap hari dan dilakukan
peremajaan setelah mencapai puncak kepadatan pada hari ke-8. Penyimpanan
bibit ini bias bertahan 1 – 6 bulan dan dapat digunakan untuk bibit kultur apabila
plankton mengalami penurunan kualitas.
Di BBL Sekotong, kultur Nannochloropsis sp. secara semi massal dapat
mengguakan wadah akuarium dengan volume 100 liter atau bak fiberglas
bervolume 500 liter-1,5 ton. Media yang digunakan adalah air laut yang sudah
disterilkan dengan cara disaring/difilter. Bibit/inokulan berasal dari kultur skala
laboratorium sebanyak 10-20% dari volume kultur. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk conwy dengan dosis 1 ml/l.
Adapun komposisi pupuk conwy yang digunakan di BBL Sekotong adalah:
 NaNO3 = 100 gr
 EDTA = 45 gr
 NaH2PO4H2O = 20 gr
 H3BO3 = 33,6 gr
 FeCl3.6H2O = 1,5 gr
 MnCl2.4H2O = 0,36 gr
 Trace Metal = 1 ml
 Vitamin mix = 10 ml
 Aquadest = 1 liter

Gambar. Kultur Semi masal di akuarium

Gambar. Kultur Sekala Labolatorium

Alat dan bahan merupakan sarana yang terpenting dalam kegiatan kultur.
Oleh karena itu, persiapan yang oftimal akan menghasilkan kultur yang
maksimal. Sterilisasi alat dan bahan pada kultur semi massal sama halnya
dengan sterilisasi pada kultur murni. Pupuk merupakan salah satu media untuk
menumbuhkan perkembangbiakan fitoplankton. Pembuatan pupuk dilakukan
sebelum penebaran inokulan. Pupuk yang digunakan kultur skala semi massal
adalah pupuk lokal, pupuk analis dan pupuk pro analis (PA). Pada saat kegiatan,
pupuk yang digunakan adalah pupuk pro analis (PA) dengan dosis 1 ml pupuk/1
liter volume kultur. Sedangkan pupuk yang digunakan pada skala laboratorium
terbuat dari bahan kimia PA (Pro Analis) dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk
untuk 1 liter volume kultur. Jenis dan formula pupuk adalah yang sudah
distandarkan dan umum digunakan yaitu Cowny (Walne’s medium). Untuk
memudahkan pemakaiannya, terlebih dahulu dibuat stok pupuk cair.
Pemelliharaan fitoplankton meliputi pengamatan pertumbuhan, pengaturan
suplai oksigen dan pemupukan. Pemupukan dilakukan setiap hari dengan dosis
masing-masing kultur sebanyak 20 ml/100 liter volume kultur. Untuk proses
fotosintesis penyinaran dengan 2 buah lampu neon @ 64 Watt selama 24 jam
setiap hari. Pertumbuhan Fitoplankton ditandai dengan pertambahan kepadatan
fitoplankton yang dikultur. Untuk menghitung kepadatannya umumnya
menggunakan alat hitung haemocytometer dengan bantuan mikroskop.
Kepadatan rata-rata optimum Nannochloropsis sp. yang dikultur murni skala
laboratorium adalah 5.000-6.000 x 104 sel/ml. Dengan ukuran 2-5 μm.
Penghitungan kepadatan dilakukan setiap hari selama kegiatan kultur dengan
menggunakan Haemacytometer di bawah mikroskop. Kepadatan optimum
Nannochloropsis, sp. yang dikultur sebanyak 5.000 – 6.000 x 104 sel/ml.
Pemupukan ulang dilakukan apabila kultur dilakukan peremajaan.
Peremajan merupakan tidak lanjutan dari kultur yang telah dipanen sebagian.
Pemupukan ulang dalam satu periode kultur sebanyak 3 kali, yaitu pada kultur
ke-2 sampai kultur ke-4. pupuk yang digunakan sama seperti pemupukan awal
dengan dosis ½ dari pemupukan awal, 10 ml/1 liter volume kultur.
Panen Nannochloropsis sp. dibagi menjadi 2 yaitu panen sebagian dan
panen total. Panen sebagian yaitu panen yang dilakukan hanya 70% dari total
kepadatan dan 30% dilakukan peremajaan untuk kultur lanjutan dengan
mengoftimalkan kepadatan 30 juta sel/ml. Panen sebagian dilakukan pada hari
puncak (hari ke-4) bertujuan agar kepadatan berkurang dan sudah dapat
diberikan pada kultur rotifer. Panen total merupakan pemanan yang dilakukan
setelah kultur selama 4 periode. Panen total terutama pada bag cultur, selain
panen keseluruhan Nannochloropsis sp. juga dilakukan penggantian bag culture
untuk kegiatan kultur selanjutnya. Panen total bertujuan agar kualitas media lebih
steril dan kualitas Nannochlorpsis sp. tidak terlalu tua.

Gambar. Kultur Semi Masal di Bak Fiber


Kultur Nannochloropsis sp. Skala Massal di BBL Sekotong dapat dilakukan
dengan wadah bak beton bervolume 10-100 ton. Air media yang digunakan
adalah air laut yang sudah disaring/difilter. Bibit/anokulan yang ditambahkan
sebanyak 10-20% dari volume kultur. Sedangkan pupuk yang digunakan pada
kultur skala missal ini dapat berupa pupuk pertanian, yaitu urea 350 gr, ZA 500 gr
dan TSP 150 gr per 10 ton air laut yang digunakan.
Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam persiapan alat dan wadah
budidaya adalah sterilisasi alat dan wadah, pengeringan dan pemasangan atau
pengaturan aerasi. Klorinisasi merupakan salah satu usaha mensterilkan segala
aspek yang akan digunakan dalam budidaya dengan menggunakan bahan kimia
klorin. Sterilisasi alat dan wadah budidaya dapat menggunakan HCL dengan
dosis 25 gr/ton. HCL dilarutkan dengan air yang kemudian disiramkan pada
permukaan dinding bak. Proses penyikatan permukaan bak dilakukan setelah
larutan klorin merta pada permukaan bak. Langkah terakhir media dibersihkan
dengan air tawar sampai tidak berbau kaporit. Pengeringan dilakukan dengan
interval waktu antara 6-24 jam. Tujuannya agar media bebas dari bibit penyakit,
bau HCL, dan organisme-organisme yang akan menyebabkan kontaminasi.
Aerasi merupakan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan oleh palnkton.
Aerasi diberikan pada kultur Nannochloropsis sp. sebanyak 6 titik yang diletakan
pada dasar bak, dengan menggunakan pipa peralon berdiameter 1 cm. Lubang
pengeluaran aerasi berdiameter 2 mm. Sedangkan pemberian aerasi pada bak
kultur. Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan
medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk
mencegah dari pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium (Taw, 1990)
Pengisisan air media pada kultur Nannochloropsis sp. dilakukan setelah
proses pengeringan yaitu dengan air laut bersalinitas 34-35 ppt dengan kapasitas
73% dari volume bak kultur. Pengisia air media dilakukan pada pagi hari yang
disusul dengan pemupukan awal. Jenis pupuk yang digunakan kultur adalah
pupuk local yang terdiri dar urea, TSP, ZA, FeCl, NaEDTA. Pemeliharaan kultur
Nannochloropsis sp. dilakukan setiap hari yang meliputi pengamatan kualitas air,
aerasi dan penghitungan kepadatan. Penghitungan kepadatan Nannochloropsis
sp. menggunakan Hemachytometer.
Panen merupakan tahap akhir dari budidaya, dimana hasil dari itu dapat
diaplikasikan pada kegiatan berikutnya. Pemanenan dibagi menjadi 2 bagian
yaitu, panen total dan panen sebagian. Panen total merupakan pengambilan
hasil yang dilakukan secara keseluruhan dan tidak dilakukan peremajaan dari
sisa yang telah dikultur. Panen total dilakukan setelah masa kultur mencapai 4
generasi (4 kali panen), tujuannya agar organisme yang dikultur umurnya tidak
terlalu tua dan kualitasnya sudah jelek. Panen sebagian merupakan pemungutan
hasil dari suatu yang dibudidayakan dengan mengambil sebagian organisme
yang dikultur dan sisa organisme tersebut dapat dilakukan peremajaan kembali.
Panen sebagian dilakukan apabila organisme yang dikultur mencapai kepadatan
yang melimpah, tujuannya agar kepadatannya menjadi jarang dan menjaga
kematian massal.
Gambar. Kultur Sekala Masal di Bak Beton

4. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva (hatchery)


Setelah induk ikan kerapu melakukan pemijhan telur yang dihasilkan
dipilih telebih dahulu sebelun ditebarkan. Ciri-ciri telur yang baik yaitu jika telur
mengapung diatas permukaan. Penyiponan dilakukan sebelum telur diambil,
tujuannya untuk membersihkan telur yang ada didasar bak ( ciri telur yang tidak
baik ). Setelah telur dipanen dari bak kolektor, telur tersebut langsung ditaruh di
akuarium untuk penetasan. Biasanya penebaran dilakukan pada sore hari
dengan jumlah penebaran 50-80 ribu telur dalam satu bak atau akuarium. Telur
yang ada akan menetas selama 18-20 jam dan tingkat keberhasilannya 80-90 %.
Larva yang ada kemudian didederkan pada sore hari dan akan diberi pakan
alami berupa rotifer.
Untuk melancarkan pertumbuhan larva kualitas airnya harus dijaga. Suhu
berkisar antara 30-310C, salinitas 34-35 ppt, pH 7,5-8, kandungan nitritnya 1 mg/l
dan nitrat 50 mg/l. System pengolahan air pada larva terlebih dahulu
menggunakan sinar ozon selama 20 jam kemudian dilanjutkan dengan
pemberian sinar UV, tujuannya untuk mematikan bakteri dan virus yang ada.
Selain itu, penyiponan air tetap dilakukan setiap hari mulai jam 9 pagi secara
bertahap yaitu ¼ dari bak setelah larva berumur D.9. Untuk metode pemanenan
larva dilakukan setelah larva berumur 40-45 hari setelah penetasan dan
ukurannya sekitar 1 cm, dengan mengurangi air setinggi 30 cm dan langsung
dapat dipanen dengan gayung atau keranjang. Pemberian pakan akan tetap
dilakukan untuk menunjang pertumbuhan larva. Jenis pakan yang diberikan
berupa Nannochloropsis , rotifer, love larva, alga instant, dan artemia. Pakan ini
biasa diberikan pada pagi hari dan terkadang diberikan pada siang atau sore hari
dengan frekuensi pemberian 1x sehari, 2x sehari, dan kadang 1 hari bisa 3-4 kali.
Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan jenis pakan, untuk nano
berkisar 1 ton, rotifer 5 ind/ml, love larva 200 gr/3 hari dan artemia 3 ind/ml.
Gambar. Bak Pemeliharaan Larva

5. Pendederan
Proses pendederaan dilakukan dari bak larva menuju bak pendederan
saat larva berumur 3 bulan ( 45 hari ) dengan panjang larva 2-3 cm. Padat tebar
secara umum 600 an dan untuk satu bak mencapai 250 dengan panjang larva 10
cm. Pemeliharaan benih dilakukan dengan penyiponan setiap hari mulai pukul 9
pagi sampai selesai, kemudian dilakukan peng gradingan selama 2 minggu
sekali ( tergantung dari tingkat kekotoran bak / kualitas air ). Selain penyiponan
dilakukan system aerasi dengan menggunakan system blower. Jika benih dalam
keadaan sakit / luka, pemeliharaan/ pencegahannya dapat dilakukan dengan
perendaman menggunakan air tawar, dan jika ikan terlalu parah penyakitnya,
pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan antibakteri ( El-
baju ) selama 5 menit atau paling lama 10-15 menit. Benih dengan ukuran 10 cm
keatas dapat dipanen dengan menggunakan serok, keranjang, ember, bak fiber,
dll. Teknik pemanenannya sama yaitu dengan menurunkan ketinggian air 30 cm.

Gambar. Bak Pemeliharaan Benih


6. Pembesaran di keramba jaring apung (KJA)
Di BBL Sekotong terdapat dua jenis KJA yaitu KJA yang terbuat dari kayu
dan KJA yang terbuat dari bahan Plastik atau paralon. Untuk KJA yang berbahan
dasar kayu masa pakainya bisa mencapai 8 tahun. Bahan baku pembuatan KJA
berupa papan-papan kayu yang dirangkai sedemikian rupa dan menggunakan
baut untuk menghubungkannya dengan ukuran baut 10 cm dan 21 cm. Baut
ukuran 10 cm digunakan untuk menghubungkan papan-papan pada lubang
kantong dan baut yang berukuran 21 digunakan untuk menghubungkan papan-
papan utama. Pelampung pada KJA terbuat dari sterefom yang dilapisi dengan
terpal atau palstik, dan jumlah sterofom pada 1 unit KJA sebanyak 12 buah.
Untuk mengurangi teriknya matahari KJA diberi atap berupa terpal.
Jumlah lubang kantong pada KJA yang terbuat dari bahan dasar kayu
adalah sebanyak 6 lubang setiap 1 unit KJA. Karena jumlah KJA sebanyak 4
buah yang dirangkai menjadi 1 maka jumlah kantong totalnya adalah 24 lubang
kantong. Pada KJA yang terbuat dari bahan dasar plastik terdapat 8 buah lubang
pada masing-masing unit sehingga jumlah seluruh lubang kantong yang dapat
membudidayakan kerapu sebanyak 150 buah.
Ukuran lubang kantong pada KJA kayu adalah 3 x 3 m dan pada KJA
plastik adalah 2x 2 m. KJA juga dilengkapi dengan rumah jaga namun letaknya
terpisah dengan KJA budidaya. Rumah jaga tidak dapat dipasangkan kantong
pemeliharaan dibawahnya, hal ini dikarenakan jika ikan dipelihara di bawahnya
maka ikan tidak bisa terkena cahaya matahari dan dapat menghambat
fotosintesis phytoplankton.
Bibit yang dibesarkan di KJA berasala dari hasil pembenihan yang
dilakukan dari sekitar tempat budidaya dan harga bibit kerapu terbaru adalah Rp.
3.000,- /cm untuk bibit yang bersal dari luar BBL Sekotong, sedangkan benih
yang bersal dari BBL Sekotong adalah Rp. 2.000,- /cm. Ukuran benih yang baik
untuk ditebarkan di KJA adalah 12-17 cm dikarenakan benih sudah tahan
terhadap gangguan arus dan sudah dirasa kebal terhadap penyakit.
Benih yang bisa dibudidayakan di KJA adalah benih yang berukuran
diatas 12 cm. Namun bila terpaksa bisa menggunakan benih yang berukuran 10
cm. Sistem pengangkutan yang digunakan dengan sistem terbuka dan
menggunakan speed boat. Adapaun cara pengangkutannya adalah air dari bak
pemeliharaan benih dimasukkan ke dalam palka speed boat menggunakan
ember. Untuk menggerakkan aerator digunakan kompresor. Benih yang terdapat
di bak pendederan diserok dan dimasukkan kangsung ke palka speed boat tanpa
aklimatisasi karena air yang digunakan berasal dari bak pendederan. Benih
diangkut ke KJA dengan speed boad dan sesampainya di KJA benih ikan
dipindahkan secara hati2 ke lubang-lubang kantong yang terdapat di KJA dan
dilakukan aklimatisasi.
Cara melakukan aklimatisasi di KJA adalah dengan memasukkan air
yang berasal dari palka speed boat ke dalam ember dan memasukkan benih ikan
kerapu kedalam ember. Ember yang berisi benih dbawa ke lubang kantong KJA
dan langsung dicelupkan untuk menyamakan suhu. Dimasikkan sedikit
demisedikit air ke dalam ember menggunakan gayung untuk menyesuaikan
salinitas dan ditinggu beberapa saat sampai ikan beradaptasi baru ikan
dimasukkan perlahan-lahan ke dalam air pada kantong KJA.
Kepadatan awal penebaran benih di KJA adalah 300 ekor untuk benih
yang berukuran 12-15 cm pada setiap kantong. Sedangkan untuk benih yang
berukuran 17 cm padat tebarnya 25 ekor per-kantong.penjarangan atau
pengurangan kepadatan dilakukan setiap bulan mulai dari ikan kerapu di pelihara
di KJA. Penjarangan/ pengurangan bisa mencapai 18 kali hingga ikan kerapu
siap dipasarkan. Teknik penjarangan dilakukan dengan melihat ukuran ikan
kerapu dan keaktifannya serta respon pakannya. Untuk penjarangan bisa
dilakukan 10-20% dari padat tebar ikan kerapu. Jenis pakan yang diberikan
adalah pakan buatan berupa pelet yang dapat didapatkan di toko-toko pelet
dengan label “KERA” atau “ MEGAMI”. Terkadang ikan juga diberikan ikan rucah
jika ikan rucah tersedia.
Pakan ikan rucah biasanya lebih bagus untuk ikan kerapu dibandingkan
dengan pelet. Pakan ikan rucah dapat membuat ikan kerapu mencapai ukuran
konsumsi 1 ekor lebih dari 4 ons hanya dalam waktu 10 bulan. Sedangkan pakan
pelet untuk mendapatkan berat rata-rata 4 ons dibutuhkan waktu selama 1,5
tahun. Kekurangan pkan ikan rucah adalah ketersediaannya yang terbatas dan
sulit.
Ukuran ikan kerapu yang laku di pasaran adalah lebih dari 4 ons per-kg.
Untuk harga sekarang ikan kerapu berkisar antara Rp. 350.000,- sampai Rp.
400.000,- per-kg untuk kerapu bebek dan harga ikan yang mati tidak diketahui
karena BBL Sekotong hanya menjual ikan yang hidup. Untuk jenis ikan kerapu
lainnya tidak diketahui pasarannya karene kurangnya informasi dan tidak
dipeliharanya spesies lain.
Pembersihan dan pergantian jaring dilakukan 1 kali dalam 2 minggu.
Jaring lama dibersihkan dan disiapkan untuk digunakan lagi. Lokasi KJA yang
berada di BBL Sekotong sebenarnya tidak bagus untuk lokasi budidaya ikan
kerapu karena arus yang kencang dan besarnya ombak pada musim tertentu.
Yang menjadi permasalahan dan kendala selama proses pembesaran
ikan kerapu di KJA adalah dari faktor manusia yang di mana sering terjadi
pencurian ikan kerapu. Selain itu juga kendala lainnya adalah tidak dapat
memberikan pakan karena cuaca yang buruk. Solusi yang dilakukan adalah
dengan menjaga KJA dan bila tidak diberi pakan maka pemberian pakan periode
berikutnya dilakukan penambahan kuantitas pakan. Pemberian pakan ikan
kerapu dilakukan 4 kali sehari yaitu 2 kali pada pagi hari dan 2 kali pada sore
harinya dengan campuran vitamin C 2 gr/kg pakan yang dilengketkan dengan
telur.
Letak titik keritis proses pembesaran ikan kerapu di KJA adalah saat
musim ombak datang. Hal-hal yang perlu di kuasai dan merupakan kunci sukses
pembudidayaan kerapu adalah pemberian pakan rutin, dilakukan perendaman
rutin dengan air tawar 1 kali dalam seminggu yang bertujuan untuk
menghilangkan parasit pada kulit ikan kerapu. Selain itu juga pakan diberikan
tambahan multivitamin.

Gambar. Keramba Jaring Apung Pembesaran Ikan Kerapu


KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan adalah
sebagai berikut:
a. Ikan kerapu beber memijah diatas jam 12 malam 1 hari sebelum bulan
gelap dan 1 hari setelah bulan gelap dengan perbandingan 1 jantan dan 3
betina.
b. Telur ikan kerapu yang bagus akan melayang dan menetas ± 20 jam
setelah pemijahan dan diberi pakan berupa rotifera.
c. Larva dipindahkan ke bak pendederan setelah berukuran 1,5-2 cm dengan
kepadatan awal 200-250 /m3 dan sudah bisa diberi pakan perupa pelet
yang diperkaya dengan vitamin C dengan dosos 2 gr/kg pakan.
d. Pemindahan ke KJA dilakukan saat benih telah berukuran diatas 12 cm
dengan menggunakan speed boat.
e. KJA terbuat dari kayu atau paralon dengan padat tebar benih yang
berukuran 12-15 cm 300 ekor/kantong jaring dengan volume kantong jaring
27 m3.
f. Pakan yang diberikan berupa pelet yang diperkaya vitamin dengan
pemberian pakan 4 kali dalam sehari.

2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan sebagai bahan evaluasi praktikum
berikutnya adalah :
a. Waktu pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan sebelum ujian tengah
semester.
b. waktu praktikum ditambah untuk melengkapi data untuk laporan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Jenis-Jenis Kerapu Buddaya.http://www.perikanan-


budidaya.kkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=124:je
nis-jenis-kerapu-budidaya&catid=57:berita

Mulyadi , 1989. Sinopsis Kerapu di Perairan Indonesia. Balitbangkan. Semarang.

Randall, 1987. Kerapu Bebek. http://id.wikipedia.org/wiki/kerapu_bebek.html.


Wikipedia Foundation. diakses 24 November 2009.

Sudaryanto, 2000. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai